Makalah Ikhtikar

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

IKHTIKAR
GUNA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

ETIKA BISNIS

DOSEN PENGAMPU: YENI MARLINA S.E., M.M

DISUSUN OLEH:

DIKI ZULPAN (1209.19.08867)

PROGRAM SUDI EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

AULIAURRASYIDIN

TEMBILAHAN

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

bismillahirrahmanirrahim Puja dan puji syukur tak lupa kita panjatkan kepada
Allah SWT atas berkat dan rahmatnya saya dapat menyusun makalah mengenai
“IKHTIKAR” ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam tak lupa kita junjung
kepada baginda nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari zaman
jahiliyah ke jalan yang benar.

Makalah ini di susun agar kita lebih memahami tentang ihtikar. Selain itu
makalah ini di susun sebagai bahan referensi khususnya bagi mahasiswa maupun
masyarakat umum mengenai hukum menimbun barang demi tercapainya
eksejahteraan masyarakat.
Ucapan terima kasih kepada orang tua dan guru serta semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat terselesaikan.
Akhirnya apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan, baik dari segi isi
maupun penulisan.Jadi besar harapan kami sudilah pembaca memberikan kritik
dan sara-saran yang konstruktif sehinnga dapat menjadi masukan demi perbaikan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi paras pembaca

Tembilahani, 09 juli 2022

ii
DAFTAR ISI

Table of Contents
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
1.1. Latar Belakang.........................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................................4
1.3. Tujuan.....................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................5
PEMBAHASAN....................................................................................................................5
2.1. Defenisi Penimbunan Harta (Ihtikhar).....................................................................5
2.2. Aturan Islam terhadap Larangan Praktek Penimbunan Harta (Ihtikar)....................6
2.3 . Hikmah Pelarangan Praktik Penimbunan Harta......................................................9
PENUTUP..........................................................................................................................14
3.1. Kesimpulan............................................................................................................14
3.2. Saran.....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam mempertahankan kesejahteraan manusia diberi kebebasan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya selama tidak bertentangan dengan
kepentingan orang lain. Peraturan syariat Islam telah mengatur mengenai
perbuatan yang diperbolehkan oleh Allah SWT, dan perbuatan yang
dilarangnya. Hal ini juga dalam bentuk bisnis para umat Islam dalam
melaksanakan aktivitas ekonominya, baik dalam bentuk bisnis perdagangan
maupun dalam bentuk lainnya. Syariat Islam menjadi landasan utama dalam
bermuamalah karena apabila bermuamalah sesuai dengan prinsip syariah
maka tidak akan menimbulkan suatu hal yang dilarang oleh Allah SWT.
demikian juga sebaliknya jika dalam bermuamalah tidak sesuai dengan
prinsip syariah maka akan menimbulkan konflik diantara sesama.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dapar ditarik pokok masalah yaitu
Bagaimana Lararangan menimbun harta dalam Jual beli?, yang menjadi
pembahasan dalam makalah ini, kemudian dituangkan dalam beberapa sub
masalah
sebagai berikut:
1. Apa defenisi dari ihtikar ?
2. Bagaimana Islam mengatur terhadap larangan perbuatan ihtikar?
3. Apa hikmah pengharaman perbuatan menimbun harta?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulis dalam penulisan makalah ini yaitu berdasarkan
dari
uraian dari sub masalah di atas yakni sebagai berikut:
1. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan perilaku menimbun harta.
2. Untuk dapat memahami metode Islam mengatur pelarangan perbuatan
menimbun harta.
3. Untuk mengidentifikasi hikmah dari pelarangan penimbunan harta
khusunya dalam kehidupan masyarakat.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Defenisi Penimbunan Harta (Ihtikhar)

Penimbunan harta atau dalam bahasa arab lebih dikanl dengan Ihtikar

yaitu penimbunan barang sehingga persediaan (Stok) hilang di pasar dan

harga menjadi naik.5 Al- Fahrius Abdi menyebutkan bahwa ihtikar artinya

mengumpulkan, menahan barang, dengan harapan mendapatkan harga yang

mahal .Dan Ibnu Mandzur menyebutkan bahwa ihtikar adalah perbuatan

mengumpulkan makanan atau yang sejenis dan menahan dengan maksud

menunggu naiknya hargabarang tersebut.

Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat dikatakan bahwa kegiatan

penimbunan harta merupakan kegiatan menahan barang yang dikumpulkan

saat harga murah kemudian menjualnya pada saat harga barang tersebut

tinggi.

Lebih lanjut lagi para ulama fikih memberikan gambaran lebih jauh

tentang praktek penimbunan harta (ihtikar) tersebut, pendapat tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Asy-Syukaini mendefenisikan bahwa Ihtikar merupakan penimbunan

5
barang dari peredarannya.

2. Al-Gazali mendefinisakan ihtikar sebagai penyipanan barang dagang oleh

penjual makanan untuk menunggu melonjaknya harga harga dan

penjualannya ketika harga melonjak.

3. Al-Maliki mendefenisikan ihtikar sebagai penyimpanan barang oleh

produsen, baik makanan, pakaian, dan segala barang yang merusak pasar.

Dari pendapat diatas dapat ditarik makna bahwa praktek tersebut

merupakan suatu penimbunan barang pada saat lapang sehingga dapat

membuat

bara ng tersebut akan menjadi langkah dipasarannya dan menjaulnya pada

saat

harganya berangsur mulai melonjak.

2.2. Aturan Islam terhadap Larangan Praktek Penimbunan Harta

(Ihtikar)

1. Landasan Hukum Larangan Praktek Penimbunan Harta

Ihtikar (penimbunan) yaitu membeli komuditas makanan pokok

padasaat keadaan tertentu kemudian menimbunnya dan menjualnya

kembalidengan harga yang mahal pada saat kebutuhan mendesak.

Mayoritas fuqahaberpendapat haram pada praktek ini berdasarkan

landasan hukum yang ada.8Berdasarkan landasan hukum praktek

penimbunan harta terdapat dalam sebuahhadis nabi yang diriwayatkan oleh

Ma’mar bin Abdullah :

6
‫ عن معمر بن عبدهللا عن رسول هللا صلى هللا عليه‬،‫عن سعيد بن المسيب‬

‫ قال ال يحتكر إال خاطئ‬.‫وسلم‬

Artinya:

“Dari Sa’id ibnul Musayyib, dari Ma’mar bin Abdillah dari

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Tidaklah seorang

menimbun kecuali dia berdosa.

Dari penjelasan hadis diatas dapat di fahami bahwa hadis tersebut

hukumnya belaku mutlak, artinya tidak ada pembatasan secara khusus

dalam beberapa komoditas tertententu dalam praktek ihtikhar, larangan

menimbun harta itu mencakup segala komuditas yang diperlukan

masyarakat bukan hanya kebutuhan makanan pokok saja.

Akan tetapi lain halnya dengan pendapat yang dikemukakan oleh

kalangan mazhab Syafi’iyah bahwa mereka menganggap larangan

menimbun harta hanya berlaku pada komuditas makanan pokok saja,

gagasan ini didasari dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh dari Abu

Ummah menjelaskan bahwa “Rasulullah saw melarang ihtokar Makanan”.

Menurut mereka hadis Ma’mar telah di taqyid (dibatasi berlakuannya)

dengan hadis dari abu Ummah.

Akan tetapi asy-Syaukani memberikan pendapat bahwa illat keharaman

7
perbuatan menimbun harta itu bila merugukan kaum muslimin. Namun

jika tidak sampai merugikan, hukumnya tidak diharamkan.11 Pendapat ini

seolah memberikan jalan tengah bahwa keharaman dari praktek

penimbunan harta itu dilihat dari segi illatnya.

Dalam hal ini jelas kalau dalam hal praktek penimbunan makanan

pokok itu diharamkan karena memberikan sebuah kemudhratan yang luar

biasa, akan tetapi tidak menutup juga barang-baranglain selama itu

menjadi sebuah kebutuhan masyarakat.

2. Kriteria Pelarangan Praktek Penimbunan Harta

Menurut Monzer Khaf perbuatan penimbunan harta merupakan

sutatu kejahatan. Oleh karena itu padre fuqaha sepakat untuk

mengharamkan praktek tersebut. Tentu saja pengharaman praktek

penimbunan harta telah dilihat dari sudut pandang kemaslahatannya.

Dengan demikian para fuqaha membagi menjadi tiga kriteria pelarangan

atau keharaman praktik ihtikar sebagai berkut:

pertama,

Objek barang yang ditimbun itu kelebihan dari yang ia butuhkan, berikut

tanggungan untuk persediaan setahun penuh. Karena seseorang

bolehmenimbun untuk persediaan kebutuhan dirinya dan keluarganya

dalam jangka waktu satu tahun kedepannya.

Kedua,

8
pelaku ihtikar menunggu saat-saat naiknya harga barang agar dapat

menjualnya dengan harga yang lebih tinggi karena masyarakat luas sangat

membutuhkan barang tersebut kepadanya.

Ketiga,

praktik penimbunan dilakukan pada saat dimana orang-orang

membutuhkan barang yang timbun, seperti halnya makanan, bahan bakar

dan kebutuhan pokok lainnya, jika barang yang ditangan pedagang

tersebut tidak dibutuhkan oleh manusia maka tidak termasuk dalam hal

penimbunan karena tidak mengakibatkan kesulitan atau kemudharatan

pada manusiaBerdasarkan landsan hukum dan kriteria tersebut dapat dapat

ditarik kesimpulan bahwa pelarangan praktik penimbunan harta itu

merujuk kepada kemaslahatan umat dengan prinsip maqasidu syariah yaitu

menjaga harta sehingga akan membuat umat muslim jauh dari perbuatan

tersebut, sehingga terhindar dari

perbuatan mendzolimi antara umat.

2.3 . Hikmah Pelarangan Praktik Penimbunan Harta

Secara umum, hikmah larangan perbuatan menimbun harta adalah

mecegah dari segala sesuatu yang dapat menyulitkan manusia, karena hal itu

mempunyai kadar kemudharatan. Oleh karena itu para ulama sependapat

bahwa praktek penimbuanan harta atau yang sering disebut dalam makalh ini

sebagai ihtikar adalah haram.

9
Secara khusus hikmah pelarangan praktik pertama, menjauhkan manusia

untuk saling menzholimi antara satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain

adanya larangan menimbun harta akan menjauhkan manusia untuk

menimbulkan kemudharatan bagi orang lain, karena penimbunan harta akan

menimbulkan sebuah kemudharatan yang sangat besar bagi masyarakat karena

mengakibatkan hilangnya barang yang sangat dibutuhkan masyarakat

dipasaran sehingga akan mengakibatkan tingginya harga barang tersebut,

akbitnya harga barang dipasaran dapat mencekik leher masyarakat karena itu

adalah kebutuhan jadi mau tidak mau akan dibeli.

Kedua, memunculkan sifat kedermawanan seseorang kepada orang

disekitarnya (lingkungan sosial), artinya sikap kepedulian sosial akan

menimbulkan suatu sikap untuk saling memberi antar sesema makhluk Tuhan,

sehingga praktek penimbunan harta itu memang tidak ada, karena orang yang

mempraktekannya hanya orang-orang yang mengutamakan sikap individualitik

semata.

Ketiga, Menimbun harta maksudnya membekukannya, menahannya dan

menjauhkannya dari peredaran. Artinya praktek penimbunan harta akan

melumpuhkan aktivitas ekonomi disekitarnya baik itu produksi, distribusi

ataupun dalam pengecerannya, sehingga akan banyak aktivitas perekonomian

yang akan lumpuh karena volume daya beli masyarakat akan semakin

berkurang karena adanya kenaikan harga yang sangat siknifikan, ditambahlagi

10
dengan lumpuhnya akativitas ekonomi akan menimbulkan kenaikan angka

pengangguran di sekita lokasi tersebut yang disebabkan tidak berjalannya

praktek produksi, distribusi dan pengecaran barang, dengan demikian dengan

adanya pelarangan praaktek menimbun harta akan mendorong volume daya

beli masyarakat dengan faktor terjangkaunya harga barang dipasaran dan

meluasnya lapangan kerja karena aktvitas perekonomian berjalan sebagai mana

mestinya.

Keempat, Penimbunan barang merupakan halangan terbesar dalam

pengaturan persaingan dalam pasar Islam. Dalam tingkat internasional,

menimbun barang menjadi penyebab terbesar dari krisis yang dialami oleh

manusia sekarang, yang mana beberapa negara kaya dan maju secara ekonomi

memonopoli produksi, perdagangan, bahan baku kebutuhan pokok. Bahkan,

negara-negara tersebut memonopoli pembelian bahan-bahan baku dari negara

yang kurang maju perekonomiannya dan memonopoli penjulan komoditas

industri yang dibutuhkan oleh negara-negara tadi. Hal itu menimbulkan bahaya

besar terhadap keadilan distribusi kekayaan dan pendapatan dalam tingkat

dunia.

Berdasarkan hikmah diatas maka dapat dilihat bahwa pelarangangan

praktik penimbunan harta mempunyai kemaslahatan yang luar biasa karena

bukan hanya menyangkut masalah ibadah, akan tetapi aspek sosial dan

ekonomipun mempunyai dampak yang baik. Sehingga jika aturan ini dilakukan

11
maka akan memberikan dampak posisitif yang luar biasa bagi kehidupan umat

muslim secara khususnya.

Penimbunan barang ialah membeli sesuatu dan menyimpannya agar

barang tersebut berkurang dimasyarakat sehingga harganya meningkat dan

demikian manusia akan terkena kesulitan. Penimbunan semacam ini dilarang

dan dicegah karena ia merupakan ketamakan dan bukti keburukan moral serta

mempersusah manusia.

Penimbunan adalah salah satu dari kezaliman yang sangat dilarang dan

bagi pelakunya adalah siksaan yang pedih. Sebagaimana firman Allah dalam

surat al-Hajj: 25

“dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara

zalim, niscaya akan kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih”.

Para Fuquha‟ bersepakat bahwa hukum ihtikar adalah haram terhadap

komoditi bahan makan pokok karena itu makanan manusia, seperti gandum,

jagung, beras dan segala jenis yang bisa menguatkan badan manusia.

Namun mereka berbeda pendapat mengenai barang yang haram untuk

ditimbun. Apakah pengharaman itu umum untuk semua jenis barang ataukah

hanya pada komoditi pokok manusia secara khusus?

Malikiyah dan Abu Yusuf berpendapat bahwa keharaman itu juga berlaku

pada selain makanan pokok, yang pasti segala sesuatu yang dibutuhkan

manusia, baik itu berupa makanan pakaian ataupun dirham (uang). Segala

12
sesuatu yang berbahaya bagi manusia bila disimpan maka itu ihtikar

(menimbun).

Sedang Imam al-Ghazali berpendapat bahwa keharaman ihtikar itu hanya

pada komoditi bahan makanan pokok saja yaitu bahan makanan bagi manusia

dan binatang saja sedangkan seperti obat-obatan dan bahannya tidaklah

dilarang untuk menimbunnya.

Menurut ilmuwan Muslim Ibnu Khaldun mengatakan bahwa bisnis dan

perdagangan melibatkan upaya untuk memperoleh dan mengembangkan modal

seseorang dengan membeli barang-barang yang harganya lebih murah dan

menjualnya dengan harga yang lebih tinggi.

Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi

kehidupan manusia, tak terkecuali dunia ekonomi. Sistem Islam ini berusaha

mendialektifkan nila-nilai ekonomi dengan nilai akidah ataupun etika. Artinya,

kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia dibangun dengan materialisme

dan spiritualisme.

13
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan makalah di atas maka kami sebagai penulis

memberikan bebebrapa kesimpulan dalam pembahasa tersebut yaitu sebagai

berikut:

1. Penimbunan harta atau dalam bahasa arab lebih dikanl dengan Ihtikar ‫االحت كا‬
ْ

‫) ) ِر‬. Praktik ihtikar dapat dikatakan bahwa kegiatan penimbunan harta

merupakan kegiatan menahan barang yang dikumpulkan saat harga murah

kemudian menjualnya pada saat harga barang tersebut tinggi.

2. Berdasarkan landsan hukum dan kriteria tersebut dapat dapat ditar

kesimpulan bahwa pelarangan praktik penimbunan harta itu merujuk kepada

kemaslahatan umat dengan prinsip maqasidu syariah yaitu menjaga hart

sehingga akan membuat umat muslim jauh dari perbuatan tersebut, sehingga

terhindar dari perbuatan mendzolimi antara umat

3. Secara umum, hikmah larangan perbuatan menimbun harta adalah mecegah

14
dari segala sesuatu yang dapat menyulitkan manusia, karena hal itu mempunya

kadar kemudharatan. Secara khusus pelarangan praktik penimbunan harta lebih

mengatur kepada masalah sosial eknomi masyarakat seperti mecegah perbuatan

dzalim antar sesame umat, memunculkan sifat kepedulian sosial, memunculkan

lapangan kerja serta tidak adanya perbuatan monopoli dalam pasar.

3.2. Saran

Kami sebagai penulis menyadari bahwa untuk menyempurnahkan makalah

ini kami mebutuhkan saran dan masukan dari pembaca, demi kesempurnaan

makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

Aravik, Havis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontenporer. Cet. I; Jakarta:


Kencana. 2017.

Husen, La Ode. Hukum Persaingan Usaha; Hakikat Fungsi KPPU di Indonesia.


Cet. I; Makassar: CV. Social Politic Jenius. 2017.

Misbahuddin. E-commerce dan Hukum Islam. Makassar: Alauddin University


Press. 2012.

Mufid,Moh. Ushul Fiqh Ekonomi dan Kuangan Kontenporer. Cer. II; Jakarta:
Kencana. 2016.

Mustofa, Imam. Fiqih Mu’amalah Kontenporer. Cet. I; Jakarta: Rajawali Press,


2016.

Nadratuzzaman, Muhamad. Produk Keuangan dalam Islam di Indonesia dan


Malaisyia. Jakarta: PT. Raja Gramedia Pustaka Utama. 2017.

Nasution, Mustafa Edwin. Pengantar Eksklusif Ekonomi Islam. Cet. V; Jakarta:


Kencana. 2016.

Sarwat, Ahmad. Ensiklopedia Fikih Indonesia 7: Muamalat. Jakarta: PT.


Gramedia

16

Anda mungkin juga menyukai