Madzahib Al Mufassirin Kelompok 1
Madzahib Al Mufassirin Kelompok 1
Madzahib Al Mufassirin Kelompok 1
Dosen pengampu
Yuliana Desi Rahmawati, S.Th.I, M,Ag
Pendahuluan
Alqur’an diturunkan pada masa Rasulullah SAW melalui perantara malaikat jibril ketika
Rasulullah bersemayam di gua hira’. Dari sinilah sejarah pertama kali tafsir dimulai. Para kaum
muslimin meyakini bahwa dimulainya tafsir sejak pertama kali Rasulullah SAW mendapatkan
wahyunya pertama kali. Pada masa nabi, Rasulullah menjadi rujukan untuk menjawab permasalahan-
permasalahan yang terjadi pada kaum muslimin melalui Alqur’an. Para kaum muslimin juga sepakat
bahwa pada masa itu, Rasulullah SAW telah menafsirkan semua yang terdapat di dalam Alqur’an.
Namun, sebagian masih belum bisa di pahami. Pada akhirnya, setelah wafatnya Rasulullah, pada masa
sahabat, dihadirkannya sebuah metode penafsiran untuk membantu para sahabat dalam memecahkan
masalah yang terdapat dalam Alqur’an. Pada masa nabi dan sahabat masih fokus dalam
pengembangan dalam mengetahui makna-makna ayat Alqur’an yang masih sulit untuk dipahami. Dan
mengklasifikasikan sumber-sumber penafsiran di dalam Alqur’an. Majunya perkembangan ilmu tafsir
di seluruh dunia sekarang memang tidak terlepas dari usaha para sahabat dan para tabi’in. Seperti
terjadinya masa kodifikasi yang dimulai sejak zaman umar bin abdul aziz, sampai dikembangkan oleh
para kaum muslimin lainnya1. Dan sampai pada masa sekarang timbulnya pencetus metode-metode
baru yang hadir seperti M, syahrur. Dilihat dari perkembangannya saja, karakteristik tafsir pada masa
Nabi dan Sahabat memiliki sedikit perbedaan yang mencolok dari segi metode penafsirannya. Seperti
yang tertulis diatas, bahwa adanya penambahan metode penafsiran pada masa sahabat yaitu berupa
ijtima’ dan isra’illiyah. Dan juga pada masa sahabat, sistematika yang baik dalam menafsirkan
Alqur’an telah ditemukan. Begitu juga dengan tekhnik dalam menafsirkan Alqur’an.
Metodologi penafsiran ialah ilmu yang membahas tentang cara yang teratur dan terpikit baik untuk
mendapatkan pemahaman yang benar dari ayat-ayat alquran sesuai kemampuan manusia. Dan jika
ditelusuri perkembangan tafsir alquran sejak dulu sampai sekarang, maka akan ditemukan bahwa
1
Amri, Tafsir Al-qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW hingga masa Kodifikasi, (Stain sultan Qaimuddin
kendari)
dalam dalam garis besarnya penafsiran alquran ini dilakukan dalam empat cara (metode),
sebagaimana pandangan al-Farmawi, yaitu; ijmali (global), tahlily (analistis), muqaran
(perbandingan), dan maudhu’I (tematik) . 2
Dalam menafsirkan ayat-ayat alquran, Rasulullah saw tentu menggunakan sumber-sumber dan
metode-metode tertentu. Sumber penafsiran yang dipergunakan Rasulullah saw ada dua macam, yaitu
sumber dari Allah dan dari dirinya. Yang dimaksud dengan sumber dari dari Allah adalh penggunaan
ayat alquran sebagai sumber untuk menafsirkan ayat alquran yang lain. Sedang yang dimaksud
dengansumber dari dirinya sendiri adalah bahwa dalam menjelaskan kandungan ayat alquran,
Rasulullah menggunakan bahasanya sendiri, walaupun maknanya diyakini berasal dari Allah jua. Hal
ini memunculkan metode penafsiran al-quran dengan alquran dan metode penafsiran alquran dengan
sunnah Rasulullah3.
a) Sumber tafsir yang berasal dari alquran (tafsir Rasulullah tentang makna suatu ayat dengan
ayat lain), diantaranya adalah keterangannya tentang arti dzulm yang terdapat pada surah al-an’am
ayat 82, yaitu;
ٓ
َ وا َولَ ْم يَ ْلبِس ُٓو ۟ا ِإي ٰ َمنَهُم بِظُ ْل ٍم ُأ ۟و ٰلَِئ
َك لَهُ ُم ٱَأْل ْمنُ َوهُم ُّم ْهتَ ُدون ۟ ُٱلَّ ِذينَ َءامن
َ
Artinya: Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman
(syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk.
Ketika ayat ini turun, para sahabat langsung bertanya kepada Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, siapa
diantara kami yang tidak berbuat aniaya (dzulm) pada diri sendiri?”kemudian Rasulullah Saw
menjawab.”Sesungguhnya dzulm (pada ayat) ini bukan seperti yang kalian maksudkan. Apakah kalian
tidak mendengar (mengetahui) apa yang dikatakan seorang hamba yang shaleh (Lukman), yaitu;
“sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Qs. Luqman;
13)
2
Mengenal metode penafsiran alquran” [email protected]
3
Mengenal tafsir Rasulullah” [email protected]
Sesungguhnya yang dimaksud dengan dzulm pada ayat itu adalah syirik”. Demikian keterangan
Rasulullah Saw tentang dzulm yang ditafsirkan dengan syirik. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Ahmad, Imam al-Bukhari dan Imam Muslim.
b) Sumber tafsir Rasulullah yang berasal dari sunnah, atau tafsirnya tentang makna ayat alquran
dengan hadits atau perkataan yang dikemukakannya. Diantaranya adalah seperti Riwayat yang berasal
dari salah seorang Sahabat yang bernama ‘Uqbah bin ‘Amr yang berkata; “saya mendengar
Rasulullah Saw, Ketika beliau berada diatas mimbar, besabda:
َّ أال. يقول َوَأ ِع ُّدوا لَهُ ْم َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم ِم ْن قُ َّو ٍة، المنبر
إن القوةَ الرم ُي ِ وهو على، رسول هللاِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّ َم
َ ُ
سمعت
“ Rasulullah Saw bersabda;”Dan persiapkanlah bagi mereka sesuai dengan kemampuan kamu
sekalian suatu kekuatan. Sesungguhnya kekuatan yang dimaksud adalah panah.” (HR. Muslim dan
lainnya).
Dengan hadits ini, Rasulullah Saw menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan al-quwwah pada surat
al anfal ayat 6 adalah panah4.
Dilihat dari segi sumber-sumber tafsir tersebut, bentuk tafsir para sahabat pada umumnya adalah al-
Ma’sur, yaitu penafsiran yang lebih banyak didasarkan atas sumber yag diriwayatkan atau diterima
dari Nabi dari pada pemikiran (al-ra’yu).. Dilihat dari segi metode penafsiran, ternyata para sahabat
memakai metode tafsir ijmali (gobal), yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an secara singkat dan
ringkas, hanya sekedar memberi penjelasan muradif (sinonim) kata-kata yang sukar dengan sedikit
keterangan. Dengan demikian, ayat yang masih bersifat global/mujmal pada suatu masalah mereka
memberikan penjelasannya secara rinci pada ayat yang lain. Biasa disebut dengan tafsir al-Qur’an
dengan ayat al-Qur’an. Begitu pula ayat-ayat yang bersifat mutlak atau masih umum, terdapat pada
tempat lain ayat yang menjadi qayid atau yang mengkhususkannya.Corak penafsiran dengan
pendekatan Qur’ani seperti ini contohnya pada QS.Al-Maidah :1.
ْ َُّأ ِحل
ت لَ ُكم بَ ِهي َمةُ ٱَأْل ْن ٰ َع ِم ِإاَّل َما يُ ْتلَ ٰى َعلَ ْي ُك ْم
Kalimat يُ ْتلَ ٰى َعلَ ْي ُك ْمpada ayat tersebut ditafsirkan oleh ayat lain dalam QS.al-Maidah /5: 3 :
4
Mengenal tafsir Rasulullah” [email protected]
ير َو َمٓا ُأ ِه َّل لِ َغي ِْر ٱهَّلل ِ بِ ِه ِ ت َعلَ ْي ُك ُم ْٱل َم ْيتَةُ َوٱل َّد ُم َولَحْ ُم ْٱل ِخ
ِ نز ْ حُرِّ َم
“(Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi(daging hewan yang disembelih atas
nama selain Allah).”
Demikian halnya, sistematika penafsiran para sahabat amat sederhana, uraian tafsirnya monoton,
seperti urutan ayat-ayat didalam mushaf, tidak ada judul atau sub judul dan sebagainya. Ruang
lingkup penafsirannya bersifat horizontal, artinya penafsiran yang diberikan melebar dan global, tidak
mendalam dan merinci suatu kasus atau peristiwa, dan belum difokuskan pada sesuatu bidang
pembahasan tertentu atau boleh disebut tafsiran mereka bercorak umum.
Adapula kebiasaan para sahabat setiap kali membaca al-Qur’an kurang lebih sepuluh ayat, mereka
tidak melanjutkan bacaan lebih dahulu, kecuali setelah mereka memahami dengan tepat makna-makna
ayat yang telah mereka baca, baik yang berkaitan dengan iman, ilmu maupun amal.
Sahabat Nabi juga mendiskusikan suatu ayat untuk mengkaji kandungan maknanya yang sangat
dalam. Seperti diriwayatkan oleh al-Bukhari melalui sanad Ubaid bin Amir, ia berkata Pada suatu hari
Umar bin Khattab bertanya kepada sahabat-sahabat Nabi tentang hal apa, menurut pendapat kalian
ayat berikut ini diturunkan
َ ض َعفَٓا ُء فََأ
صابَهَٓا ُ ٌصابَهُ ْٱل ِكبَ ُر َولَهۥُ ُذ ِّريَّة
َ ت َوَأ
ِ ب تَجْ ِرى ِمن تَحْ تِهَا ٱَأْل ْن ٰهَ ُر لَهۥُ فِيهَا ِمن ُك ِّل ٱلثَّ َم ٰ َر ٍ َأيَ َو ُّد َأ َح ُد ُك ْم َأن َت ُكونَ لَهۥُ َجنَّةٌ ِّمن نَّ ِخي ٍل َوَأ ْعنَا
ِ َت ۗ َك ٰ َذلِكَ يُبَيِّنُ ٱهَّلل ُ لَ ُك ُم ٱلْ َءا ٰي
َت لَ َعلَّ ُك ْم تَتَفَ َّكرُون Ÿْ َصا ٌر فِي ِه نَا ٌر فَٱحْ ت ََرق
َ ِإ ْع
“Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan,
Kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-
kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.” (al- Baqarah ayat 266)
Sahabat menjawab Allah swt lebih mengetaui maksud ayat itu, maka Umar marah, dan meminta
sahabat untuk mengatakan tahu atau tidak tentang hal tersebut. lalu Ibnu Abbas berkata : Aku
mempunyai pendapat wahai Amirul Mukminin. Bahwasanya ayat itu mengemukakan suatu pribahasa
tentang amal perbuatan. Umar bertanya amal apa ? Ibnu Abbas menjawab “ sungguh seorang laki-laki
berlaku taat kepada Allah, lalu ia dipermainkan syaitan, sehingga ia melakukan kemaksiatan dan
amal-amalnya menjadi tenggelam.23 Itulah sosok Ibnu Abbas, cendekiawan yang mahir dan masyhur
dalam disiplin keilmuan tafsir al-Qur’an dari kalangan sahabat, dan wajar saja jika ia berada dalam
barisan para pembesar sahabat .
Menurut Abd Muin Salim, dalam praktek penafsiran al-Qur’an pada masa sahabat sudah
menggunakan berbagai teknik interpretasi, diantaranya adalah :
1. Teknik Interpretasi Tekstual Yakni penafsiran dilakukan dengan menggunakan teks-teks al-
Qur’an atau dengan riwayat dari Nabi Muhammad SAW berupa perbuatan, perkataan atau pengakuan.
Contohnya ketika Ibnu Abbas menafsirkan QS.al-Fāthir/35:2 dengan QS.ali-Imran /3:128.
3. Teknik Interpretasi Sosio Historis Yaitu penafsiran yang dilakukan dengan menggunakan data
sejarah berkenaan dengan kehidupan masyarakat Arab semasa al-Qur’an diturunkan. Termasuk di sini
riwayat yang berkenaan dengan sebab turunnya al-Qur’an. Contohnya ketika Abu Ayyub al-Anshari
mengoreksi pemahaman umat Islam terhadap kata al-Tahlukat ’kebinasaan’ (sebagaimana telah
dijelaskan terdahulu ) dalam QS.al-Baqarah/2:195 dengan mengemukakan sebab turunnya ayat
tersebut.
5. Teknik Interpretasi Kultural Yakni penggunaan pengetahuan yang mapan untuk memahami
kandungan alQur’an, dengan mengacu pada pandangan bahwa pengetahuan yang diperoleh
berdasarkan pengalaman dan penalaran yang benar dan tidak bertentangan dengan kandungan al-
Qur’an. Contohnya kasus Amr bin Ash mengimami pasukannya dalam keadaan junub dan hanya
bertayammum. Ia memahami mandi junub dalam cuaca amat dingin berarti bunuh diri dan ini
dilarang, sebagaimana dalam QS.al-Nisa/4:29.Tafsir ini ditaqrirkan oleh Rasulullah.
6. Teknik Interpretasi Logis. Yang dimaksud teknik ini adalah penggunaan prinsip-prinsip
logika dalam usaha mendapatkan kandungan sebuah preposisi Qur’ani. Contohnya penafsiran Ibnu
Abbas terhadap QS.al-Nasr 110/1 sebagai isyarat akan ajal Rasulullah SAW. Demikianlah pergulatan
pemikiran tafsir pada masa sahabat yang masih diwarnai corak penafsiran tafsir bi al-Ma’tsur. Namun
demikian, cukup menarik untuk diamati bahwa peran akal juga cukup memiliki tempat yang layak
pada penafsiran mereka dengan menggunakan ijtihad dan menggali maknanya yang mendalam.
Fenomena tersebut sesungguhnya memberikan tempat yang sangat lapang terhadap ijtihad dan
pergulatan persoalan dizamannya5.
C.Perbedaan corak dan metode penafsiran pada masa Nabi dan Sahabat
Dari segi zamannya saja tentu untuk masalah metode penafsiran pada masa Nabi dan Sahabat
terdapat perbedaan, walau perbedaan tersebut sedikit namun hal tersebut menandakan adanya suatu
perkembangan dari segi corak ataupun metode penafsiran dari masa Nabi ke sahabat. Pertama, terlihat
jelas dari segi metode penafsirannya. Para kaum muslimin sepakat bahwa perkembangan tafsir
Alqur’an dimulai sejak pewahyuannya. Yaitu pada masa Rasulullah SAW itu sendiri 6.
Para kaum muslimin juga sepakat bahwa dalam penjelasan isi Alqur’an semuanya telah
dijelaskan oleh Rasulullah SAW. Namun, masih banyak juga sebagian ayat-ayat Alqur’an yang masih
belum bisa dipahami oleh para sahabat ataupun para kaum muslimin. Maka dari itu pada masa sahabat
muncullah tambahan 2 metode lagi yaitu metode ijtima’ (pendapat para sahabat dan ulama’) dan
isra’illiyah. Munculnya tambahan 2 metode tersebut dikarenakan adanya faktor permasalahan dalam
perkembangan zaman dari masa para sahabat, dan pada akhirnya para sahabat sepakat untuk
memperjelas lagi mengenai sumber dan metode dalam menafsirkan Alqur’an, sehingga muncullah
dasar sumber hukum tafsir pada masa sahabat yaitu tafsir bil matsur dan tafsir bil ra’yi, untuk corak
tafsir Alqur’an, mulai terlihat lebih kompleks pada masa tabi’in. Pada masa Rasulullah dan sahabat
masih fokus dalam pengembangan metode penafsiran dan untuk corak tafsirnya masih belum terlihat
jelas, dikarenakan pada masa itu tafsir hanya digunakkan untuk menjawab permasalahan yang hadir
sehari-hari pada masa itu.
Dalam ranah ilmu tafsir, perkembangan dari masa nabi ke masa sahabat tidak terlalu banyak
namun begitu terlihat jelas. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa pada masa nabi, ilmu tafsir
bertujuan untuk menjawab masalah-masalah yang terjadi sehari-hari pada masa itu. Rasulullah SAW
menjadi patokan ilmu tafsir pada masanya. Sedangkan setelah wafatnya Rasulullah SAW, para
sahabat berusaha mencari metode yang baru dalam menafsirkan Alqur’an yang dari beberapa ayatnya
masih belum bisa dipahami lewat perkataan dari Rasulullah SAW saja. Akhirnya muncullah metode
baru yaitu metode ijtima’ dengan isra’illiyah. Pada masa sahabat, dalam menafsirkan ayat Alqur’an
sudah terlihat lebih ringkas. Para sahabat telah menemukan sistematika yang baik dalam menafsirkan
Alqur’an seperti penafsirannya tidak monoton, tidak ada urutan ayat-ayatnya, dan bersifat horizontal.
Pada masa sahabat juga, seperti yang dikatakan Abd Muin salim, para sahabat telah menggunakan
5
Jurnal Rihlah Vol. V No. 2/2016
6
Hamdan hidayat, Sejarah perkembangan Tafsir Alqur’an
tekhnik interpretasi. Dari tekhnik interpretasi inilah corak-corak tafsir pada masa sahabat mulai
terlihat7.
Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian diatas, bahwa karakteristik tafsir pada masa nabi dan
sahabat memiliki sedikit perbedaan, namun terlihat mencolok. Seperti pada metode penafsiran. Pada
masa nabi, Rasulullah SAW telah menjadi patokan dalam menafsirkan ayat-ayat Alqur’an. Walaupun
para kaum muslimin sepakat bahwa Rasulullah SAW telah menafsirkan semua ayat- ayat Alqur’an,
akan tetapi masih banyak ayat-ayat Alqur’an yang masih belum bisa dipahami oleh para sahabat
setelah wafatnya Rasulullah SAW. Pada akhirnya, pada masa sahabat, muncullah metode baru yaitu
metode ijtima’ dengan metode isra’illiyah.
Dalam sistematika penafsiran, pada masa nabi lebih kearah dari penafsiran dari perkataan
Rasulullah SAW itu sendiri. Sedangkan dari masa sahabat, para sahabat telah menemukan sistematika
yang baik seperti tidak adanya urutan-urutan ayatnya, penafsirannya tidak terlihat monoton, dan
dalam tafsirnya juga sudah terlihat horizontal. Dan juga pada masa sahabat, menurut Abd Muin Salim,
para sahabat juga telah menggunakan tekhnik interpretasi seperti interpretasi tekstual, interpretasi
linguistik, interpretasi sosio historis, interpretasi teologis, interpretasi kultural dan interpretasi logis.
Maka dari ke enam tekhnik interpretasi inilah corak penafsiran bisa dikatakan sudah terlihat sejak
zaman sahabat nabi.
Daftar Pustaka
Amri, Tafsir Al-qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW hingga masa Kodifikasi, (Stain sultan
Qaimuddin kendari)
7
Jurnal Rihlah Vol. V No. 2/2016