Proposal BAB 1 - 4-1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan merupakan masalah yang banyak dijumpai di

masyarakat. Motorik halus pada balita mempunyai perkembangan yang berbeda–beda, pada

gerakan otot indah dalam bentuk kordinasi, ketangkasan, kecekatan menggunakan tangan dan

jari jemari. Anak yang kurang kasih sayang dan kurang stimulus akan mengalami hambatan

dalam pertumbuhan dan perkembangannya terutama perkembangan motorik halus serta

kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain (Chamidah, 2020).

Jumlah balita di Indonesia sangat besar yaitu sekitar 10% dari seluruh populasi, maka

sebagai calon generasi penerus bangsa, kualitas tumbuh kembang balita di Indonesia perlu

mendapat perhatian serius yaitu mendapat gizi yang baik, stimulasi yang memadai serta

terjangkau oleh pelayanan kesehatan berkualitas termasuk deteksi dan intervensi dini

penyimpangan tumbuh kembang (Retno Dwi, 2019).

Hasil Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) pada usia balita di Indonesia tahun 2022

sebanyak 18% mengalami gangguan perkembangan sosial (Depkes RI, 2022). Berdasakan

Pemeriksaan deteksi tumbuh kembang di Jawa Timur pada tahun 2022 telah dilakukan pada

2.321.542 anak balita dan pra sekolah atau 63,48% dari 3.657.353 anak balita. Cakupan

tersebut menurun dibandingkan tahun 2020 sebesar 64,03% dan masih dibawah target 80%,

perlu inovasi untuk meningkatkan cakupan agar dapat segera ditanggulangi apabila terjadi

masalah atau keterlambatan tumbuh kembang pada anak balita (Depkes RI, 2022).

Pemeriksaan deteksi tumbuh kembang di Sulawesi tenggara pada tahun 2020 telah

dilakukan pada 321.542 anak balita dan pra sekolah atau 23,48% dari 657.353 anak balita.

Cakupan tersebut menurun dibandingkan tahun 2020 sebesar 24,03% dan masih dibawah

1
target 51%, perlu inovasi untuk meningkatkan cakupan agar dapat segera ditanggulangi

apabila terjadi masalah atau keterlambatan tumbuh kembang pada anak balita (Dinkes

Sulawesi Tenggara, 2020).

Data Profil Dinas Kesehatan Kota Kendari prevalensi tertinggi kejadian tumbuh kembang

anak tertinggi di Puskesmas Puwatu yaitu sebesar 445 anak (25,72%). disusul Puskesmas

Mekar sebesar 402 anak (22,69%), Puskesmas Nambo sebesar 394 anak (22,20%),

puskesmas Wua-Wua sebesar 382 (21,36%), Puskesmas Poasia sebesar 381 anak (21,16%),

Puskesmas Lepo-Lepo sebesar 379 anak 21,10 %, Puskesmas Labibia sebesar 261 anak

(17,24%), Puskesmas Kemaraya sebesar 260 anak (17,20%), Puskesmas Abeli sebesar 254

anak (16,22%), Puskesmas Mata sebesar 244 anak (14,36%), Puskesmas Kandai sebesar, 234

(13,93%), Puskesmas Mokoau sebesar 231 (13,76%), Puskesmas Benu-Benua sebesar 221

anak (12,94%) (Dinkes Kota Kendari, 2022).

Berdasarkan Data di Puskesmas Puuwatu yang didapat dari Buku Registrasi Puskesmas

angka kejadian tumbuh kembang anak pada usia 3-6 tahun, pada tahun 2020 sebanyak 382

orang (8,06 %), ditahun 2021 sebanyak 390 orang (8,46 %), sedangkan pada tahun 2022

sebanyak 445 orang (8, 79%) (Data Register Puskesmas Puuwatu, 2023).

Berdasarkan hasil wawancara kepada pegawai puskesmas puuwatu, mereka

menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah salah satu

faktor penyebab peran ibu dan ayah tidak dijalankan dengan baik, padahal bicara status

ekonomi lumayan baik. Ibu kadang kurang melibatkan peran ayah dalam mendidik anak

mereka.

Kurangnya peran ibu dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak tentunya memiliki dampak

yang kurang baik bagi perkembangan anak itu sendiri. Apabila peran ibu tidak berhasil maka

anak akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan dan apabila anak

2
mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya akan sulit terdeteksi.

Dan apabila peran ibu berhasil maka anak dapat bertumbuh dan berkembang sesuai dengan

usianya (Farida Hidayati dkk, 2020).

Peran aktif Ibu terhadap perkembangan anak – anaknya sangat diperlukan terutama pada

saat mereka masih berada dibawah usia lima tahun atau balita. Salah satunya adalah ibu,

merupakan tokoh sentral dalam tahap perkembangan seorang anak. Ibu berperan sebagai

pendidik pertama dan utama dalam keluarga sehingga ibu harus menyadari untuk mengasuh

anak secara baik dan sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Peran ibu dalam

perkembangan sangat penting, karena dengan ketrampilan ibu yang baik maka diharapkan

pemantauan anak dapat dilakukan dengan baik. Orang tua (ibu) adalah orang pertama yang

mengajak anak untuk berkomunikasi, sehingga anak mengerti bagaimana cara berinteraksi

dengan orang lain menggunakan bahasa (Christiani Bumi Pangesti dan Wahyu Dwi

Agussafutri, 2021).

Pengasuhan yang melibatkan peran ayah memberikan dampak positif dalam

perkembangan anak. Perkembangan yang dimaksud antara lain perkembangan kognitif,

motorik, bahasa dan kompetensi sosial. Ayah yang memiliki kelekatan hubungan emosional

dengan anak akan mempengaruhi kompetensi sosial di lingkungannya. Seorang ayah yang

dapat menciptakan suasana hangat dirumah dapat mempengaruhi sikap sosial anak hingga

remaja. Sehingga anak yang memiliki kedekatan dengan ayah masa remaja mereka lebih

terkendali dalam arti anak memiliki sikap proposial (sikap positif). Sebaliknya anak yang

kehilangan waktu bersama ayah, masa remaja mereka seringkali mengalami permasalahan

(Dodik Briawan dan Tin Herawati, 2021).

Peran ayah tidak hanya dibutuhkan bagi anak laki-laki saja, melainkan anak perempuan

juga membutuhkan kedekatan dengan ayah agar mendidik anak perempuan lebih berpikir

3
rasional. Sedangkan laki-laki selain mendidik sikap rasional juga mengajarkan keberanian

pada sikap kepimpinan. Pengasuhan ayah dianggap sebatas mengenalkan kedisiplinan,

namun kenyataannya peran ayah sangat berpengaruh pada aspek-aspek perkembangan anak

lainnya. Ayah juga dapat mengatur serta mengarahkan perkembangan dan aktivitas anak.

Misalnya memberikan gambaran mengenai bagaimana menghadapi lingkungan, mendorong

anak melakukan hal-hal baru, serta mengajak anak berdiskusi. Anak juga dapat

memperhatikan bagaimana sikap ayah dalam keseharian, sehngga anak mampu meniru.

Semua tindakan ini adalah cara ayah untuk memperkenalkan anak dengan lingkungan

hidupnya dan dapat mempengaruhi anak dalam mengahadapi perubahan sosial dan membantu

perkembangan kogntifnya di kemudian hari (Farida Hidayati dkk, 2020).

Ayah turut memberikan kontribusi penting bagi perkembangan anak, pengalaman yang

dialami bersama dengan ayah, akan mempengaruhi seorang anak hingga dewasa nantinya.

Peran serta perilaku pengasuhan ayah mempengaruhi perkembangan serta kesejahteraan anak

dan masa transisi menuju remaja. Perkembangan kognitif, kompetensi sosial dari anak-anak

sejak dini dipengaruhi oleh kelekatan, hubungan emosional serta ketersediaan sumber daya

yang diberikan oleh ayah (Ayu Tabita dkk, 2020).

Berdasarkan uraian masalah diatas, peneliti tertarik meneliti tentang “Hubungan Peran

Ibu dan Ayah Dengan Perkembangan Anak Usia 3-6 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas

Puuwatu “

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah penelitian

sebagai berikut :

1. Apakah ada hubungan peran ibu dengan perkembangan anak usia 3-6 tahun di

wilayah kerja puskesmas Puuwatu ?

4
2. apakah ada hubungan peran ayah dengan perkembangan anak usia 3-6 tahun di

wilayah kerja puskesmas Puuwatu ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan peran ibu dan peran ayah dengan perkembangan anak

usia 3-6 tahun di wilayah kerja puskesmas Puuwatu

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui hubungan peran ibu dengan perkembangan anak usia 3-6

tahun di wilayah kerja puskesmas Puuwatu

b. Untuk mengetahui hubungan peran ayah dengan perkembangan anak usia 3-6

tahun di wilayah kerja puskesmas Puuwatu

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Dapat meningkatkan pemahaman peneliti tentang hubungan peran ibu dan peran

ayah dengan perkembangan anak usia 3-6 tahun di wilayah kerja puskesmas Puuwatu.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi responden

Dengan adanya penelitian ini diharapkan kepada orang tua agar memperhatikan

tumbuh kembang balita.

b. Bagi peneliti

Menjadi pengalaman berharga dan memperluas wawasan keilmuan, cakrawala

pengerahuan dan pemngembangan keterampilan.

5
c. Bagi Profesi Keperawatan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran

dan informasi dalam mengembangkan program pembelajaran keperawatan anak.

d. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kepustakaan dan menjadi

sumber bacaan dan menjadi salah satu referensi penelitian yang dikembangkan

dikemudian hari.

6
E. Kebaruan penelitian

Tabel 1. Kebaruan Penelitian

No Nama dan Tahun Judul penelitian Metode penelitian Hasil penelitian


1 Farida Hidayati, Dian Peran ayah dalam pengasuhan penelitian ini bersifat hasil penelitian ini menggambarkan proses
Veronika Sakti Kaloeti, anak deskriptif, dan dalam parenting yang melibatkan peran ayah (fathering).
Karyono. 2022 pengumpulan datanya tanggung jawab kebersamaan ayah dan ibu dalam
mengunakan kuesioner menjalankan peran pengasuhan cukup tinggi,
berupa pertanyaan karena 86% responden menyatakan bahwa
terbuka yang akan pengasuhan anak adalah tugas bersama. temuan
mengungkap mengenai rata-rata waktu yang digunakan ayah
pengasuhan ayah dari dalam berinteraksi dengan anak adalah 6 jam.
perspektif ayah itu secara kuantitas dapat dikatakan bahwa waktu
sendiri. ayah bersama anak cukup memadai untuk
melakukan aktifitas bersama dengan anak. salah
satu peran penting ayah di keluarga adalah
economic provider, sehingga di hari libur kerja
beberapa masih melakukan aktifitas untuk mencari
nafkah dengan kerja sampingan.
2 Havni Van Gobel. Hubungan Pengetahuan penelitian ini termasuk hasil penelitian menggambarkan variabel bebas
2021 Dengan Peran Ibu Dalam jenis penelitian analitik yaitu pengetahuan dan variabel terikat adalah
Perkembangan Motorik Kasar korelasi peran. analisis data pada penelitian ini
Bayi Usia 6-9 Bulan Di menggunakan uji statistik “chi square
Posyandu Kelurahan Libuo (x2).”berdasarkan hasil penelitian didapatkan
bahwa x2 tabel, α; 0,05 =3,481 dan x2 hitung =
3,78; berarti x2 hitung lebih besar dari x2 tabel.
3 Ayu thabita , agustus Peran ibu dalam pemenuhan desain korelasi analitik. data tersebut dianalisis menggunakan uji
werdiningsih kebutuhan dasar anak terhadap responden penelitian ini spearman rho dengan ingkat kemaknaan α <0.05.
Kili astarani 2021 Perkembangan anak usia adalah anak-anak hasilnya menunjukkan bahwa perkembangan
prasekolah berusia 3-6 tahun motorik halus p= 0.001 dengan coefficient

7
beserta ibunya correlation 0.406, perkembangan motorik kasar
berjumlah 65 p= 0.007 dengan coefficient correlation 0.331,
responden, perkembangan bahasa 0.369 dengan coefficient
responden diambil correlation 0.11, perkembangan personal sosial
dengan menggunakan p= 0.001 dengan coefficient correlation 0.400
teknik purposive
sampling.
4 Parmanti, Dan Santi Peran Ayah Dalam Pengasuhan penelitian ini berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang
Esterlita Purnamasari. Anak menggunakan metode telah dijelaskan,maka dapat diambil kesimpulan
2020 kualitatif dengan bahwa kedua partisipan dalam mengasuh anaknya
pendekatan studi kasus berdasarkan pengalaman yang dimilikinya. kedua
(case study). partisipan partisipan tidak pernah membaca buku tentang
penelitian ini adalah 2 pengasuhan anak tetapi mereka mendapatkan
orang ayah yang pengetahuan tentang cara mengasuh anak dari
berperan langsung orang tua ataupun dari cerita para rosul yang
dalam mengasuh didengarnya. interaksi antara anak dengan ayah
anaknya yaitu periode terbina dengan baik karena ke dua partisipan
anak usia dini 4-6 berusaha dekat dengan anaknya melalui
tahun, pra remaja 6-12 mendampingi anak ketika sedang melihat televisi,
tahun dan remaja 18-21 saat belajar ataupun mendampingi anak dikala
tahun. pengumpulan anak sedang ada masalah tentang pelajaran di
data dilakukan dengan sekolah.
metode wawancara
mendalam.
5 Christiani Bumi Hubungan peran ibu dengan desain penelitian yang pengolahan data menggunakan program spss. hasil
Pangesti dan Wahyu konsep diri digunakan adalah penelitian menunjukkan bahwa peran ibu
Dwi Agussafutri 2021 Anak usia 3-5 tahun penelitian deskriptif berhubungan positif dengan konsep diri anak di
korelasi. kb/tk sinar kasih nusukan surakarta; hal ini
terbukti dari nilai korelasi sebesar 0,644 dengan
signifikansi 0,000 < 0,05. hasil korelasi bernilai
positif hal ini berarti bahwa semakin baik peran
ibu maka konsep diri anak juga semakin baik.

8
6 Trinh Nguyen dkk., Neural synchrony in mother– Forty mothers (mean Results from linear mixed-effects modeling
2021 child conversation: Exploring age 36.37 years; s.d.= revealed that turn-taking, but not relevance,
the role of conversation 4.51 years; range = 28– contingency or intrusiveness predicted neural
patterns 47 years) and their synchronization during the conversation over
preschool children (20 time. Results are discussed to point out possible
boys and 20 girls, mean variables affecting parent–child conversation
age 5;07 years; s.d.= quality and the potential functional role of
0;04 years; range = interpersonal neural synchronization for parent–
4;11–6;01) were child conversation.
included in the present
study. Out of initially,
46 recruited mother–
child pairs, six were
excluded due to
technical problems or
self-reported
iredness/fussiness. All
included dyads took
part in the condition for
the whole of the 4 min.
Fifty-eight percent of
mothers graduated with
a university degree,
while the remaining
mothers graduated from
vocational school. Each
mother–child pair was
biologically related.
Participants were
recruited from a pre-
existing database of
volunteers and mothers

9
gave written informed
consent for both
themselves and their
children before
participating in the
study.
7 Yair Ziv and Reout Association between the Three hundred and one presents the means, standard deviations, and
Arbel, 2019 Mother’s Social Cognition and children (152 girls, 149 bivariate correlations among the study’s five main
the Child’s Social Functioning boys, mean age 5.72 variables and a number of potential background
in Kindergarten: The years, SD = 0.53) and moderators: Child’s age and sex, mother’s
Mediating Role of the Child’s their mothers education, family income, and sector (Jewish or
Social Cognition participated in the Arabs). As can be seen in the table, two
study. Data were background variables were particularly associated
collected between the with the study’s main variables: Mother’s
years 2016 and 2019 in education and sector, and more sporadic
a large metropolitan associations were found for the other background
area in the north part of variables. As for the associations between the
Israel. About 80 study’s main variables, the mother’s hostile
mothers were college- attribution bias was positively associated with
educated, and all were authoritarian parenting style and with higher
married. Mothers had, levels of conflict, as well as with higher levels of
on average, 2.83 (SD = incompetent response generation by the children.
1.11) children. Family The mother’s authoritarian style was strongly
income was rated on a associated with the level of conflict in the
five-point scale. The relationships and positively associated with
question about income incompetent response generation and the child’s
included the average problem behavior. The mother’s conflict was
monthly income in positively associated with incompetent esponse
Israel per family and generation and with the child’s problem behavior.
parents were asked Finally, the child’s incompetent response
whether their income generation and total problem behavior were
was much below this positively associated. Thus, all the preliminary

10
mean (1), below conditions for examining the mediations in our
the mean (2), about main analyses were fulfilled.
equivalent to the mean
(3), above the mean (4),
or much above the
mean (5). Thus, the
mean score in the study.
8 Craig F. Garfield Development and Validation of qualitative work and The mean age of the sample was 33.6 with
dkk., ,2019 a Father Involvement in Health vetted through resident fathers (x̄= 34.4) being a few years older
Measure cognitive interviews than non-resident fathers (x̄= 31.8). Cronbach’s α
with 21 fathers of for the scale was 0.953 and the mean item-total
children ages 3–5 correlation was 0.53 (range 0.40 – 0.63). Items
(preschool). In phase 2 were primarily skewed towards greater
psychometric involvement in fatherhood (i.e. primarily endorsed
validation, 560 fathers “quite a bit” or “very much” options). Three items
of 3–5 year olds (n=392 from the 47 were initially removed from scale
resident, n=168 non- production for low α values or low item-total
resident) completed the correlations.
FIH-PS item bank.
Participants were
predominantly white
(64%), had private
health insurance (53%),
had a mean age of 33
years, and half were
married. Item Response
Theory was used to
determine measurement
scoring. The FIH-PS
scale was reduced from
a 47-item bank to a
total of 20 items

11
supporting a 4-factor
scale made up of Acute
Illness, General Well-
being, Emotional
Health, and Role
Modeling. Following
exploratory (n=280)
and confirmatory factor
(n=280) analyses, the
scale followed a
bifactor structure, was
internally consistent
(Cronbach’s α=0.953),
and discriminated
among fathers with
lower involvement.
9 Italo Lopez Garciaa,1, Father involvement and early The data for this In this paper we show the potential promises and
Lia C.H. Fernaldb, child development in a low- manuscript came from challenges of involving fathers in an ECD
Frances E. Aboudc, resource setting the RCT community parenting intervention in a rural LMIC setting
Ronald Otienod, Edith effectiveness evaluation characterized by strong gender norms, as well as
Alud, Jill E. Luotoa,. of Msingi Bora the promising potential role for fathers in
2022 implemented between improving maternal and child outcomes. Our
October 1, 2018, and results, though based on correlational analyses,
November 1, 2019, that strongly suggest that greater father intrahousehold
tested two alternative involvement in offering interpersonal support to
delivery models for a the mother and sharing household decision-
responsive parenting making duties can improve maternal wellbeing
intervention across 60 and behaviors, as well as children’s development.
villages in rural western However, greater father-child direct engagement
Kenya. Full details of in stimulation activities did not translate into
the sample, study added benefits for children. Overall, our results
setting, and trial design suggest that fathers matter for family and child

12
are described wellbeing in LMIC settings, and parenting
elsewhere. interventions that successfully engage fathers in
positive intrahousehold interactions could result in
improvements in parental behaviors and child
development beyond what interventions that focus
only on mother-child dyads may achieve. Future
research in ECD programming would greatly
benefit from testing such interventions in similar
low-resource settings to gain a deeper
understanding of the causal impact of fathers in
children’s lives

13
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Tentang Tumbuh Perkembangan Anak

1. Pengertian

Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih

kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta

sosialisasi dan kemandirian (Kementerian Kesehatan RI, 2020).

Andriana (2018), menyebutkan bahwa perkembangan adalah bertambahnya

kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang

teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses kematangan. Hal ini berarti

menyangkut proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan

sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat

memenuhi fungsinya. Perkembangan juga merupakan perubahan secara kualitatif,

yaitu bertambahnya fungsi tubuh sebagai hasil dari proses kematangan dan

pengalaman.

2. Parameter Perkembangan Anak

Dalam masa perkembangan anak, terdapat masa kritis dimana diperlukan

rangsangan atau stimulasi yang berguna bagi potensi perkembangan anak. Oleh

karena itu perlu adanya perhatian yang lebih serius, agar anak dapat berkembang

lebih optimal sesuai dengan usianya. Perkembangan anak akan maksimal bila

interaksi sosial dilakukan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap

perkembangan (Adriana, 2018).

14
Frankenburg dkk (1981) dalam Adriana (2018) mengemukakan ada 4 parameter

perkembangan yang digunakan dalam menilai perkembangan anak balita melalui

DDST (DenverDevelopmental Screening Test), yaitu:

a) Kepribadian/tingkah laku sosial (Personal social)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan

berinteraksi dengan lingkungannya. Contoh membuka pakaian, mengikat tali

sepatu.

b) Gerakan motorik halus (Fine motor adaptive)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,

melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan

dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat. Contoh :

menggenggam, melipat dan menggunting, meniru, membuat garis.

c) Bahasa (Language)

Mengikuti perintah dan berbicara spontan. Perkembangan bahasa sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan interaksi antara anak dengan orang tua atau orang

dewasa lainnya. Perkembangan bahasa akan optimal bila kemampuan berbahasa

anak disesuaikan dengan usianya yaitu dengan dilatih melafalkan atau

mendengarkan suara. Sedangkan lingkungan yang tidak mendukung akan

menghambat perkembangan anak. Contoh: mengucap nama, bersuara.

d) Perkembangan motorik kasar (Gross motor)

Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. Contoh:

merangkak, berjalan, berlari, melompat, naik turun tangga.

15
Martira Maddepungeng (2018) mengemukakan Kuesioner Pra Skrining

Perkembangan (KPSP) merupakan suatu instrumen deteksi dini dalam

perkembangan anak usia 0 sampai 6 tahun. KPSP ini berguna untuk mengetahui

perkembangan anak normal atau ada penyimpangan. Pemeriksaan KPSP adalah

penilian perkembangan anak dalam 4 sektor perkembangan yaitu : motorik kasar,

motorik halus, bicara/bahasa dan sosialisasi /kemandirian. Interpretasi Hasil

KPSP 1) Hitung jawaban Ya (bila dijawab bisa atau sering atau kadang– kadang).

2) Hitung jawaban Tidak (bila jawaban belum pernah atau tidak pernah). 3) Bila

jawaban YA = 9−10, perkembangan anak sesuai dengan tahapan perkembangan

(S). 4) Bila jawaban YA = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M). Jadwal

pemeriksaan atau skrining KPSP rutin adalah pada umur 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24,

30, 36, 42, 48, 54, 60, 66 dan 72 bulan, jika anak belum mencapai umur skrining

tersebut, minta ibu datang kembali pada umur skrining yang terdekat untuk

pemeriksaan rutin. Kuesioner KPSP ini diisi oleh ayah dan bunda, dengan metode

pengisian sebagai berikut : Setiap 3 bulan untuk anak usia 0 bulan sampai dengan

24 bulan (2 tahun). Kuesioner praskrining perkembangan merupakan kuesioner

untuk skrining pendahuluan anak umur 3 bulan sampai 6 tahun yang dilakukan

oleh orang tua.

Deteksi dini penyimpangan mental emosional adalah pemeriksaan untuk

menemukan secara dini adanya masalah mental emosional, autisme dan gangguan

pemusatan perhatian dan hiperaktivitas pada anak, agar dapat segera dilakukan

tindakan intervensi (Kemenkes, 2016).

16
Beberapa jenis alat yang digunakan untuk mendeteksi secara dini adanya

penyimpangan mental emosional pada anak yaitu Kuesioner Masalah Mental

Emosional (KMME) bagi anak umur 36 bulan sampai 72 bulan, ceklis autis anak

prasekolah (Checklist for Autism in Toddlers/CHAT) bagi anak umur 18 bulan

sampai 36 bulan dan formulir deteksi dini Gangguan pemusatan Perhatian dan

Hiperaktivitas (GPPH) menggunakan Abreviated Conner Rating Scale bagi anak

umur 36 bulan ke atas (Kemenkes RI, 2016).

Tabel 2. Jadwal kegiatan dan jenis deteksi dini ditunjukkan dalam tabel dibawah ini.

Umur Jenis Deteksi Tumbuh Kembang Yang Harus Dilakukan


Anak Deteksi Dini Deteksi Dini Deteksi Dini penyimpangan
(bulan) Penyimpangan penyimpangan Mental Emosional (dilakukan
pertumbuhan perkembangan atas indikasi)
BB/TB LK KPSP TDD TDL KMPE M-CHAT GPPH
0 √ √
3 √ √ √ √
6 √ √ √ √
9 √ √ √ √
12 √ √ √ √
15 √ √ √ √
18 √ √ √ √ √
21 √ √ √
24 √ √ √ √ √ √
30 √ √ √ √ √ √
36 √ √ √ √ √ √ √ √
42 √ √ √ √ √ √ √
48 √ √ √ √ √ √ √
54 √ √ √ √ √ √ √
60 √ √ √ √ √ √ √
66 √ √ √ √ √ √ √
72 √ √ √ √ √ √ √

17
Jadwal dan jenis deteksi dini tumbuh kembang dapat berubah sewaktu-waktu yaitu

pada kasus rujukan, ada kecurigaan anak mempunyai penyimpangan tumbuh dan ada

keluhan anak mempunyai masalah tumbuh kembang (Kemenkes, 2016).

3. Ciri-ciri Perkembangan

Menurut IDAI 2019, perkembangan anak memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a) Perekembangan melibatkan perubahan Karena perkembangan terjadi bersamaan

dengan pertumbuhan maka setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan

fungsi.

b) Perkembangan awal menetukan pertumbuhan selanjutnya seseorang tidak akan

bisa melewati suatu tahap perkembangan sebelum ia melewati tahap

sebelumnya.

c) Perkembangan mempunyai pola yang tepat. Perkembangan fungsi organ tubuh

terjadi menurut dua hukum yang tetap, yaitu:

1. Perkembangan terjadi lebih dahulu didaerah kepala, kemudian menuju

kearah kaudal. Pola ini disebut pola sefalokaudal.

2. Perkembangan terjadi lebih dulu didaerah proksimal (gerakan kasar) lalu

berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan

dalam gerakan halus. Pola ini disebut proksimosdial.

d) Perkembangan memiliki kecepatan yang berbeda Seperti halnya pertumbuhan,

perkembangan berlangsung dalam kecepatan yang berbeda-beda. Kaki dan

tangan berkembang pesat pada awal masa remaja, sedangkan bagian tubuh yang

lain mungkin berkembang pesat pada masa lainnya.

18
e) Perkembangan berkolerasi dengan pertumbuhan Pada saat pertumbuhan

berlangsung cepat, perkembangan pun demikian, terjadi peningkatan mental,

ingatan, daya nalar, assosiasi dan lain-lain.

4. Prinsip-prinsip Perkembangan

Proses tumbuh kembang anak juga mempunyai prinsipprinsip yang saling

berkaitan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut (Kementerian Kesehatan

RI, 2020) :

a) Perkembangan menurut hasil proses kematangan dan belajar.

Kematangan merupakan proses intrinsic yang terjadi dengan sendirinya, sesuai

dengan potensi yang ada pada individu. Belajar merupakan perkembangan yang

berasal dari latihan dan usaha. Melalui belajar,anak memperoleh kemampuan

menggunakan sumber yang diwariskan dan potensi yang dimiliki anak.

b) Pola perkembangan dapat diramalkan.

Terdapat persamaan pola perkembangan bagi semua anak. Dengan demikian

perkembangan seorang anak dapat diramalkan. Perkembangan berlangsung dari

tahapan umum ke tahapan spesifik , dan terjadi berkesinambungan.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Kemenkes RI (2020), pada umumnya anak memiliki pertumbuhan dan

perkembangan yang normal, dan ini merupakan hasil interaksi banyak faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Faktor-faktor tersebut dibagi

dalam dua golongan, yaitu faktor internal dan eksternal.

19
a. Faktor internal

1) Perbedaan ras/etnik atau suku bangsa

Ras atau suku bangsa mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Beberapa suku bangsa menunjukkan karakteristik yang khas, misalnya suku Asmat

di Irian Jaya secara turun temurun berkulit hitam. Demikian juga kebangsaan

tertentu menunjukkan karakteristik tertentu seperti bangsa Asia cenderung pendek

dan kecil, sedangkan bangsa Eropa dan Amerika cenderung tinggi dan besar.

2) Keluarga

Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi pendek,

gemuk atau kurus.

3) Umur

Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun

pertama kehidupan dan masa remaja.

4) Jenis kelamin

Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada

laki-laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan

lebih cepat.

5) Genetik

Genetik adalah bawaan anak yaitu potensi yang akan menjadi ciri khasnya.

Ada beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada tumnbuh kembang anak

seperti dwarfisme (kerdil)

20
6) Kelainan kromosom

Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan

seperti pada Sindroma Down’s dan Sindroma Turner’s.

b. Faktor Ekternal / Lingkungan

1) Faktor pranatal :

a) Gizi. Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan akan

mempengaruhi pertumbuhan janin.

b) Mekanis. Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital

seperti club foot.

c) Toksin/zat kimia. Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin, Thailidomid

dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisis.

d) Endokrin. Diabetes mellitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali,

hiperplasia adrenal.

e) Radiasi. Paparan radium dan sinar rontgen dapat mengakibatkan kelainan

pada janin seperti mikrosefali, spina bifida , retardasi mental, dan deformitas

anggota gerak, kelainan kongenital mata, kelainan jantung.

f) Infeksi. Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH

(Toksoplasma, Rubella, Sitomegalo virus, Herpes Simpleks) dapat

menyebabkan kelainan pada janin: katarak, bisu, tuli, mikrosefali, retardasi

mental dan kelainan jantung kongenital.

g) Kelainan imunologi. Eritroblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan

golongan darah antara janin dan ibu sehingga membentuk antibodi terhdap sel

21
darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk dalam peredaran darah

yang selanjutnya mengakibatkan hiperlbilirubininemia dan Lern icterus yang

akan menyebabkan kerusakan jaringan otak.

h) Anoksia embrio. Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi

plasenta menyebabkan pertumbuhan tergamggu.

i) Psikologi ibu. Kehamilan persalinan pada bayi seperti trauma kepala dan

asfiksia dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.

2) Faktor persalinan

Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala dan asfiksia dapat

menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.

3) Pasca natal :

a) Gizi. Untuk tumbuh kembang bayi, dibutuhkan zat makanan yang adekuat

b) Penyakit kronis / kelainan congenital. Tuberkulosis, anemia, kelainan jantung

bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.

c) Lingkungan fisik dan kimia. Lingkungan adalah tempat anak tersebut hidup

yang berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak (provider). Sanitasi

lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari, paparan sinar

radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, mercuri, rokok dll) mempunyai dampak

yang negatif terhdap pertumbuhan anak.

d) Psikologi. Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seseorang anak tidak

dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan, akan

mengalami hambatan didalam pertumbuhan dan perkembangannya.

22
e) Endokrin. Gangguan hormon, misalnyapada penyakit hipotiroid akan

menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan. Defisiensi hormon

pertumbuhan akan menyebabkan anak menjadi kerdil.

f) Sosio-ekonomi. Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan,

kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan akan menghambat

pertumbuhan anak.

g) Lingkungan pengasuhan. Pada lingkungan, interaksi ibuanak sangat

mempengaruhi tumbuh kembang anak.

h) Stimulasi. Perkembangan memerlukan rangsangan stimulasi khususnya

dalam keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak,

keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.

i) pengetahan ibu. Faktor pengetahuan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi perilaku ibu dalam tumbuh kembang anak, dengan terbatasnya

kemampuan ibu dalam pengetahuan sehingga memungkinkan terhambatnya

perkembangan anak. Pengetahuan ibu mempunyai pengaruh terhadap

perkembangan motorik anak pada periode tertentu.

j) Obat-obatan. Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat

pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap

susunan saraf yang menyebabkan terhambatnya produksi hormon

pertumbuhan (Kemenkes RI, 2020).

23
B. Tinjauan Teori Tentang Peran Ibu

1. Pengertian

Peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang

melakukan hak dan kewajiban sesuai kedudukannya, dia menjalankan suatu

peranan (Soekanto, 2012). Peran adalah suatu rangkaian pola pada perilaku yang

diharapkan yang dikaitkan dengan seseorang yang menduduki posisi tertentu dalam

unit sosial (Robbins, 2015). Ibu adalah wanita yang telah melahirkan seseorang

(KBBI, 2016). Suparyanto (2018) mengatakan bahwa, Ibu adalah pengurus generasi

keluarga dan bangsa sehingga keberdaan wanita yang sehat jasmani dan rohani

serta sosial sangat diperlukan. Penjelasan-penjelasan diatas tentang peran Ibu

menunjukkan bahwa kemampuan ibu untuk megasuh, merawat dan mendidik

anaknya merupakan hal yang penting.

2. Peran dan fungsi ibu

Ibu sebagai pengasuh mempunyai peran yang penting dalam hal yang berkaitan

dengan makanan, mulai dari

a. Penyusunan menu makanan, yaitu menentukan kombinasi menu makanan yang

tepat dan seimbang sesuai kebutuhan nutrisi anak.

b. Pembelian makanan, yaitu bagaimana ibu mendapatkan bahan makanan yang

tidak harus mahal namun bergizi tinggi.

c. Pemberian makanan pada anak, yaitu menyajikan makanan yang menarik dan

disukai oleh anak.

24
d. Pola makan anak, yaitu bagaimana ibu mengatur berapa kali anak makan dalam

sehari, baiknya 3 kali makan dan 2 kali selingan.

e. Frekuensi makan anak, yaitu bagaimana ibu mengatur porsi makan anak untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi.

Pola asuh yang tidak memadai akan menyebaban anak tidak suka makan atau

tidak diberikan makanan seimbang (Yendi, Eka, & Maemunah, 2017). Werdiningsih

& Astarani (2012) mengatakan bahwa Ibu adalah seorang yang mempunyai peran

mendidik, mengasuh atau merawat dan memberikan kasih sayang, dan diharapkan

dapat ditiru oleh anaknya. Peran ibu dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :

a) Asih

Kebutuhan asih meliputi memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman,

kehangatan kepada keluarga sehinga mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia

dan kebutuhannya.

b) Asuh

Kebutuhan asuh dalam pemenuhan kebutuhan emosi atau kasih sayang

meliputi memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya

terpelihara, sehingga diharapkan mereka menjadi anak-anak yang sehat baik fisik,

mental, sosial dan spiritual. Kebutuhan fisik – biologis anak (asuh) meliputi

kebutuhan sandang, pangan, papan seperti: nutrisi, imunisasi, kebersihan tubuh dan

lingkungan, pakaian, pelayanan / pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, olahraga,

bermain dan istirahat (Kemenkes, 2018).

25
c) Asah

Kebutuhan asah dalam pemenuhan stimulasi mental meliputi pemenuhan

kebutuhan pendidikan anak, sehingga menjadi anak mandiri dalam mempersiapkan

masa depan.

3. Tugas-tugas ibu

Menurut Arwanti dalam (Taslim, 2018), ibu memiliki tugas sebagai berikut :

a) Ibu sebagai pendamping suami

Dalam keluarga dimana suami berbahagia dengan istrinya, demikian pula

sang istri berbangga terhadap suaminya, kebahagiaannya pasti kekal abadi.

b) Ibu sebagai pengatur rumah tangga

Ibu sebagai pengatur di dalam keluarganya untuk menuju keharmonisan

antara semua anggota keluarga secara lahir dan batin.

c) Ibu sebagai penerus keturunan

Sesuai kodratnya seorang ibu merupakan sumber kelahiran manusia baru

yang menjadi generasi penerusnya.

d) Ibu sebagai pembimbing anak

Peranan ibu menjadi pembimbing dan pendidik anak dari sejak lahir sampai

dewasa khususnya dalam hal beretika dan susila untuk bertingkah laku yang baik.

e) Ibu sebagai pelaksana kegiatan agama

Dimana seorang ibu dihormati, disanalah para dewata memberikan

anugerah, tetapi dimana mereka tidak dihargai, tidak akan ada upacara suci apapun

yag akan berpahala.

26
C. Tinjauan Teori Tentang Peran Ayah

1. Peran Ayah

Perubahan sosial, ekonomi, serta budaya saat ini memberikan pengaruh besar di

masyarakat mengenai peran ayah dalam mengasuh anak. Peran ayah dalam

pengasuhan anak selama ini seringkali dianggap kurang penting, namun pada

kenyataannya peran ayah sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Selama

ini pengasuhan lebih sering diambil alih oleh ibu, akan tetapi seiringnya waktu

banyak orangtua yang membagi tugas dalam pengasuhan. Peran ayah identik

dengan watak yang keras dan tegas. Sehingga ayah biasanya mendapat tugas

memperkenalkan anak mengenai tugas-tugas yang berkaitan dengan kedisiplinan

atau aturan-aturan yang berlaku.Ibu lebih sering bermain dengan anak, memberikan

dukungan emosional serta memberikan pengasuhan dasar kepada anak.

Ayah merupakan peran penting dalam suatu keluarga yang dapat memenuhi

segala kebutuhan anak.Good fathering merefleksikan keterlibatan positif ayah

dalam pengasuhan melalui aspek afektif, kognitif, dan perilaku. (Hidayati dkk,

2018). Keterlibatan dalam pengasuhan anak sering diartikan seberapa besar usaha

yang dilakukan oleh ayah dalam berpikir, merencanakan, merasakan,

memperhatikan, memantau, mengevaluasi serta mengkhawatirkan anak.

Lamb, dkk (dalam Palkovits, 2021) membagi indikator keterlibatan ayah dalam

3 komponen yaitu:

27
a) Patrenal engagement: pengasuhan yang melibatkan interaksi langsung antara

ayah dan anaknya, misalnya lewat bermain, mengajari sesuatu, aktivitas santai

lainnya.

b) Aksesibiltas : kehadiran dan ketersediaan ayah secara fisik maupun psikologis

untuk anak pada saat dibutuhkan saja. Pada keterlibatan ini ayah ada di dekat

anak tetapi tidak berinteraksi secara langsung dengan anak.Misalnya kegiatan

saat ayah menemani anak belajar, ayah memberi semangat anak ketika

mengerjakan PR.

c) Paternal Responsibility : sejauh mana ayah memahami dan memenuhi

kebutuhan anak. Selain itu ayah bertanggung jawab dan berperan dalam hal

menyusun rencana pengasuhan bagi anak untuk masa depan. Misalnya ayah

bertanggung jawab dalam finansial dalam menunjang pendidikan untuk masa

depan anak.

Tidak diragukan lagi bahwa ayah itu berperan penting dalam perkembangan

anaknya secara langsung. Mereka dapat membelai, mengadakan kontak bahasa,

berbicara, atau bercanda dengan anaknya. Semuanya itu akan sangat mempengaruhi

perkembangan anak selanjutnya. Ayah juga dapat mengatur serta mengarahkan

perkembangan dan aktivitas anak. Misalnya menyadarkan anak bagaimana

menghadapi lingkungannya, memberi dorongan anak mengenal hal lain lebih

banyak, mengajak anak memperhatikan kejadian-kejadian dan hal-hal yang menarik

di luar rumah, serta mengajak anak berdiskusi. Semua tindakan ini adalah cara ayah

untuk memperkenalkan anak dengan lingkungan hidupnya dan dapat mempengaruhi

28
anak dalam mengahadapi perubahan sosial dan membantu perkembangan kogntifnya

di kemudian hari.

2. Pendekatan dalam Pengukuran Keterlibatan Ayah pada Pengasuhan

Allen & Daly (2007) merangkum beberapa pendekatan dalam pengukuran

keterlibatan ayah dalam pengasuhan, yaitu:

a) Keterlibatan ayah diukur sebagai waktu yang dihabiskan bersama. Hal ini

mencakup frekuensi bertemu, jumlah waktu yang dihabiskan bersama

(melakukan suatu aktivitas atau kegiatan bersama), dan dipersepsi mudah

dijangkau (accessibility) dan adanya ayah (availibilty). Ini dapat juga termasuk

jumlah waktu ayah menghabiskan waktu bermain bersama anak dan seberapa

efektif interaksi timbal balik ketika ayah-anak bermain.

b) Keterlibatan ayah diukur dari kualitas hubungan-anak Seorang ayah dapat

dikatakan sebagai ayah yang terlibat jika terdapat hubungan yang hangat, dekat,

peka, akrab dengan anak. Ayah juga mendukung, mengasihi, merawat,

membesakan hati, memberi kenyamanan dan menerima anak. Sebagai

tambahan, ayah diklasifikasikan sebagai ayah yang terlibat jika anak mereka

telah mengembangkan kelekatan yang aman dan kuat pada sang ayah.

c) Keterlibatan diukur sebagai upaya dalam menjalankan peran ayah. Pengukuran

melihat tingkat upaya dalam pengasuhan anak, termasuk kemampuan ayah untuk

menjadi orangtua yang otoritatif (melakukan control secara tepat, bertanggung

jawab terhadap disiplin yang diterapkan, memonitor aktivitas anak), kebutuhan

29
anak, jumlah dukungan yang diberikan pada anak yang berhubungan dengan

aktivitas yang berhubungan dengan sekolah.

Disimpulkan bahwa keterlibatan ayah dapat diukur dengan beberapa

pendekatan pengkuran. Pendekatan tersebut meliputi waktu yang ayah habiskan

waktu bersama anak seperti halnya berinteraksi langsung saat bermain, kemudian

kualitas hubungan ayah dengan anak yang telah dibangun. Ayah dituntut

membangun hubungan yang hangat, dekat serta akrab dengan anak. Kedekatan

yang ayah bangun tersebut memberi kenyamanan dan ketenangan terhadap

kehidupan anak. Kemudian yang terakhir upaya ayah dalam menjalankan perannya.

Yaitu ayah upaya ayah dalam pengasuhan anak. Ayah memiliki tugas mengajarkan

kedisiplinan, keberanian pada anak. Selain itu ayah bertanggung jawab terhadap

dukungan yang berhubungan dengan sekolah anak.

3. Peran Ayah di Keluarga

Hart (dalam Yuniardi, 2020) menegaskan bahwa ayah memiliki peran dalam

keterlibatannya dengan keluarga yaitu :

a) Ekonomic Provider, yaitu ayah dianggap sebagai pendukung financial dan

perlindungan bagi keluarga. Sekalipun tidak tinggal serumah dengan anak,

namun ayah tetap dituntut untuk menjadi pendukung financial.

b) Friend & Playmate, ayah dianggap sebagai fun parent serta memiliki waktu

bermain yang lebih banyak dibandingkan dengan ibu. Ayah banyak

berhubungan dengan anak dalam memberikan stimulasi yang bersifat fisik.

30
c) Caregiver, ayah dianggap sering memberikan stimulasi afektif dalam berbagai

bentuk sehingga memberikan rasa aman dan penuh kehangatan.

d) Teacher & Role Model, sebagaimana dengan ibu, ayah juga bertanggung jawab

terhadap apa saja yang dibutuhkan anak untuk masa mendatang melalui latihan

dan teladan yang baik bagi anak.

e) Monitor and disciplinary, ayah memenuhi peranan penting dalam pengawasan

terhadap anak, terutama begitu ada tanda-tanda penyimpangan, sehingga disiplin

dapat ditegakkan.

f) Protector, ayah mengontrol dan mengorganisasi lingkungan anak, sehingga anak

terbebas dari kesulitan/ bahaya.

g) Advocate, ayah menjamin kesejahteraan anaknya dalam berbagai bentuk,

terutama kebutuhan anak ketika berada di instuti di luar keluarganya.

h) Resource, dengan berbagai cara dan bentuk, ayah mendukung keberhasilan anak

dengan memberikan dukungan di belakang layar.

Keterlibatan ayah dalam kehidupan anak berkorelasi positif dengan kepuasaan

hidup anak, kebahagiaan (Flouri, 2005) dan rendahnya pengalaman depresi

(Dubowist, dkk, 2001; Formoso, dkk, 2007). Secara keseluruhan kehangatan yang

ditunjukkan oleh ayah akan berpengaruh besar bagi kesehatan dan kesejahteraan

psikologis anak dan meminimalkan masalah perilaku yang terjadi pada anak

(Rohner & Veneziano, 2001). Perkembangan sosial, keterlibatan ayah dalam

pengasuhan secara positif berkorelasi dengan kompetensi, inisiatif, kematangan

sosial dan relatedness (Stolz, dkk. 2005).

31
4. Dampak Positif Keterlibatan Ayah dalam Perkembangan Anak

Allen & Daly (2007) merangkum berbagai hasil penelitian tentang dampak

keterlibatan ayah dalam pengasuhan :

a) Pengaruh pada perkembangan kognitif Anak menunjukkan fungsi/ kemampuan

kognitif yang lebih tinggi, mampu memecahkan masalah secara baik dan

menunjukkan IQ yang lebih tinggi. Penelitian pada anak usia sekolah, anak

mempunyai ketrampilan kuantitatif dan verbal. Anak dengan ayah yang terlibat

dalam pengasuhan lebih senang bersekolah, mempunyai sikap yang lebih baik

terhadap sekolah, ikut serta dalam aktifitas ekstrakulikuler, lebih banyak yang

naik kelas, lebih sering masuk dan lebih sedikit yang mengalami problem

perilaku di sekolah.

b) Pengaruh pada perkembangan emosional Anak mempunyai kelekatan yang

nyaman, lebih dapat menyesuaikan diri ketika menghadapi siatuasi asing, lebih

tahan ketika menghadapi situasi yang penuh tekanan, lebih mempunyai rasa

ingin tahu untuk mengeksplorasi lingkungan, dapat berhubungan secara lebih

dewasa pada orang-orang asing, bereaksi secara lebih kompeten. Keterlibatan

ayah dalam pengasuhan secara positif berhubungan dengan kepuasan hidup

naka, lebih sedikit depresi, lebih sedikit yang mengalami tekanan emosi dan

lebih sedikit ekspresi emosional negatif seperti takut dan rasa bersalah. Anak

menunjukkan toleransi terhadap stress dan frustasi, mempunyai ketrampilan

memecahkan masalah dan ketrampilan beradaptasi yang baik, lebih dapat

menikmati aktiitas bermain, trampil, dan penuh perhatian ketika berhadapan

32
dengan masalah, lebih dapat mengatur emosi dan impuls-impuls secara adaptif.

Anak yang ayahnya terlibat dalam pengasuhan lebih banyak menunjukkan pusat

kendali internal, menunjukkan kemampuan yang lebih baik untuk mengambil

inisiatif, dapat melakukan control diri dan lebih sedikit yang menunjukkan

impulsivitas.

c) Pengaruh pada perkembangan sosial Keterlibatan ayah secara positif

berhubungan dengan kompetensi sosial anak, kemasakan dan kemampuan untuk

berhubungan dengan orang lain, mempunyai hubungan dengan teman sebaya

yang positif, menjadi populer dan menyenangkan, mereka termasuk dalam

kelompok teman sebaya yang minim agresivitas ataupun konflik, lebih banyak

saling membantu, dan mempunyai kualitas pertemanan yang lebih positif. Anak

yang terlibat dengan ayah menunjukkan interaksi yang bersifat proposial,

menunjukkan lebih sedikit reaksi emosi negative atau pun ketegangan selama

bermain dengan teman sebaya, dapat memecahkan konflik mereka sendiri, lebih

toleran dan mempunyai kemampuan untuk memahami, dapat bersosialisasi

dengan baik, dalam jangka panjang menjadi orang dewasa yang sukses, berhasil

dalam pernikahan. Anak mempunyai pertemanan yang awet (mampu bertahan

lama), dan dapat menyesuaikan diri dengan sekolah, baik secara personal

maupun sosial.

d) Pengaruh penurunan perkembangan anak yang negatif Keterlibatan ayah

melindungi anak dari perilaku delinkuen, dan berhubungan dengan rendahnya

penggunaan obat-obatan terlarang dimasa remaja, perilaku membolos, mencuri,

33
minum-minuman keras, dan rendahnya frekuensi externalizing dan internalizing

symptom seperti perilaku merusak, depresi, sedih, dan berbohong.

Berdasarkan penjabaran diatas diketahui bahwa peran ayah memberi pengaruh

baik terhadap perkembangan anak. Ayah yang berkorelasi positif dengan anak

memberi dampak positif pada perkembangan anak. Baik perkembangan kognitif,

emosional, sosial, dan memberikan penurunan terhadap perkembangan negatif.

Ayah yang dapat memberikan kebutuhan anak secara cukup maka perkembangan

anak akan tumbuh secara optimal.

5. Dampak Negatif Kurangnya Keterlibatan Ayah dalam Perkembangan


Anak

Sejak tahun 1970-an, banyak ahli psikologi secara langsung meneliti peran ayah

dalam keluarga. Hasil dari penelitian tersebut terhadap perkembangan anak yang

tidak mendapat asuhan dan perhatian ayah menyimpulkan, bahwa perkembangan

anak menjadi kurang optimal. Kelompok anak yang kurang mendapat perhatian

ayahnya memiliki kemampuan akademis yang menurun, aktivitas sosial terhambat,

dan interaksi sosial terbatas. Bahkan bagi anak laki-laki, ciri maskulinnya (ciri-ciri

kelakian) bisa menjadi kabur (Dagun, 2021). Dalam kelompok anak yang

ditinggalkan ayah sebelum usia 5 tahun terlihat bahwa kemampuan akademiknya

menurun dibandingkan dengan anak yang ayahnya terlibat penuh dalam proses

pembinaan perkembangan anak.

Meskipun ayah hidup bersama dengan anak tetapi kurang terlibat dalam

pembinaan anak, maka kehadirannya hampir tidak banyak dampaknya, bahkan

perkembangan anaknya dapat dikatakan sama dengan anak yang ditinggalkan ayah,

34
Blanchard dan Biller dalam Dagun (2021). Lerner, (2018) mengemukakan bahwa

ketiadaan peran ayah akan berdampak negatif pada diri anak, adapun dampak

tersebut yaitu:

a) Self-esteem. Rendahnya harga diri Harga diri merupakan suatu proses penilaian

yang dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri. Karena penilaian yang

dilakukan berkaitan dengan diri sendiri maka dapat bersifat penerimaan ataupun

penolakan. Rendahnya harga diri merupakan penilaian negatif seseorang

terhadap diri sendiri. Anak yang fatherless mengalami rendahnya harga diri

karena menganggap dirinya berbeda dengan teman lainnya.

b) Anger/ Marah. Marah adalah suatu pola perilaku yang dirancang untuk

memperingatkan pengganggu untuk menghentikan perilaku mengancam mereka.

Perilaku marah dapat juga mengakibatkan kesalahan sebab perilaku marah

seringkali di luar kontrol diri seseorang.Anak seringkali marah akibat kondisi

yang berbeda dengan teman sebaya lainnya. Emosi yang sulit dikendalikan

akibat kurangnya penerimaan kondisi yang diterimanya.

c) Shame / Rasa malu. Malu adalah kondisi yang dialami manusia akibat sebuah

tindakan yang dilakukan sebelumnya, dan kemudian ingin ditutupinya. Orang

yang memiliki rasa malu menyembunyikan diri dari orang lain. Akibat dari

kehilangan sosok ayah bagi anak mengakibatkan rasa malu, dikarenakan anak

merasa berbeda dengan yang lain.

d) Loneliness/ Kesepian. Kesepian adalah keadaan emosi dan kognitif yang tidak

bahagia yang diakibatkan oleh hasrat akan berhubungan akrab tetapi tidak

35
tercapai. Anak merasa kesepian atau kehilangan sosok ayah, tidak dapat bermain

bersama mengakibatkan rasa kesepian akan kesendiriannya.

e) Envy/ Kecemburuan. Kecemburuan adalah suatu pengalaman emosi yang

menunjukkan kepada suatu usaha untuk menyamai atau melebihi. Anak yang

kehilangan sosok ayah seringkali cemburu dengan teman yang memiliki sosok

ayah yang dibanggakan.

f) Grief/ Kedukaan. Kedukaan adalah proses yang melibatkan segala pikiran,

kenangan yang berhubungan dengan kehilangan, sampai tercapai suatu

penerimaan. Dampak negatif fatherless bagi anak rasa kedukaan yang

mendalam, dikarenakan anak merasa dikucilkan atau berbeda.

g) Lost/ Kehilangan. Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah

dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi

sebagian atau keseluruhan. Bagi anak yang tidak memiliki sosok ayah dalam

hidupnya mereka merasakan kehilangan yang amat dalam. Terlebih lagi

kehilangan sosok ayah dikarenakan perpisahan (broken home) atau meninggal.

h) Self-control/ Kontrol diri. Kontrol diri adalah pengaturan proses-proses fisik,

psikologis, dan perilaku seseorang dengan kata lain serangkaian proses yang

membentuk dirinya sendiri.

i) Risk-taking/ Keberanian mengambil resiko. Resiko adalah bahaya, akibat

konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung

atau kejadian yang akan datang. Anak yang mengalami kehilangan sosok ayah

kurang berani dalam mengambil resiko.

36
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa peran

seorang ayah dalam perkembangan anak sangat dibutuhkan. Pemikiran bahwa

pengasuhan anak hanya dilakukan oleh seorang ibu sekarang seharusnya mulai

berubah dengan pemikiran yang baru. Bahwa peran ayah justru penting dalam

perkembangan anak. Anak yang memiliki intensitas waktu dalam bertemu ayah

secara langsung akan berpengaruh pada sikap dan kepribadian anak. Sebaliknya

pada seorang ayah yang tidak membangun kehangatan dan memberikan waktu

untuk anak maka anak memiliki kesulitan dalam bersosialisasi dilingkungannya.

D. Kajian Empiris

1. Havni Van Gobel, 2020

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tentang Hubungan Pengetahuan

dengan peran ibu dalam perkembangan motorik kasar bayi usia 6-9 bulan di

Posyandu Kelurahan Libuo. Penelitian ini termasuk jenis penelitian analitik

korelasi. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah populasi yang memiliki

bayi usia 6-9 bulan yang ditemukan pada saat melakukan kunjungan serta

dikunjungi ke rumah di wilayah kerja Posyandu Rajawali I Kelurahan Libuo yaitu

40 responden. Variabel bebas yaitu pengetahuan dan variabel terikat adalah peran.

Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji statistik “Chi Square

(X2).”Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa X2 tabel, α; 0,05 =3,481 dan

X2 hitung = 3,78; berarti X2 hitung lebih besar dari X2 tabel. Kesimpulan penelitian

ini menemukan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan peran

ibu dalam perkembangan motorik kasar bayi usia 6-9 bulan di Posyandu Kelurahan

37
Libuo. Saran bagi ibu diharapkan supaya lebih memantau perkembangan bayi

khususnya dalam perkembangan motorik kasar.

2. Farida Hidayati, Dian Veronika Sakti Kaloeti, Karyono

Ayah turut memberikan kontribusi penting bagi perkembangan anak,

pengalaman yang dialami bersama dengan ayah, akan mempengaruhi seorang anak

hingga dewasa nantinya. Walaupun penelitan tentang ayah terus meningkat selama

tiga dekade, namun penelitian yang membahas tentang keluarga, lebih banyak

difokuskan pada figur ibu. Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran deskriptif

mengenai keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak. dan dalam pengumpulan

datanya mengunakan kuesioner berupa pertanyaan terbuka yang akan mengungkap

pengasuhan ayah dari perspektif ayah itu sendiri. Sebanyak 100 orang laki-laki

dewasa dan memiliki anak terlibat dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini

menggambarkan proses parenting yang melibatkan peran ayah (fathering).

Tanggung jawab kebersamaan ayah dan ibu dalam menjalankan peran pengasuhan

cukup tinggi, karena 86% responden menyatakan bahwa pengasuhan anak adalah

tugas bersama. Temuan mengenai rata-rata waktu yang digunakan ayah dalam

berinteraksi dengan anak adalah 6 jam. Secara kuantitas dapat dikatakan bahwa

waktu ayah bersama anak cukup memadai untuk melakukan aktifitas bersama

dengan anak. Salah satu peran penting ayah dikeluarga adalah economic provider,

sehingga di hari libur kerja beberapa masih melakukan aktifitas untuk mencari

nafkah dengan kerja sampingan.

38
3. Ayu Tabita Agustus Werdiningsih Daan Kili Astarani

Perkembangan anak merupakan pola perubahan yang dimulai pada tahapan

awal kehidupan dan terus berlajut seumur hidup. Ibu yang kurang berperan dalam

memenuhi kebutuhan dasar anak mempunyai dampak pada perkembangan anak

yang kurang baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara

peran ibu pada pemenuhan kebutuhan dasar anak-anak terhadap perkembangan

anak usia prasekolah di TK Baptis Setia Bakti Kediri. Desain yang digunakan

adalah Korelasi Analitik. Responden penelitian ini adalah anak-anak berusia 3-6

tahun beserta ibunya berjumlah 65 responden, Responden diambil dengan

menggunakan teknik purposive sampling. Variable independen penelitian ini adalah

peran ibu dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak-anak dan variable dependen

adalah perkembangan anak-anak prasekolah. Perkembangan anak-anak prasekolah

terdiri atas perkembangan motorik halus, motorik kasar, bahasa,dan personal sosial.

Pengumpulan data peran ibu dengan menggunakan kuisioner dan observasi dengan

mengunakan format DDTS untuk mengukur perkembangan anak. Selanjutnya, data

tersebut dianalisis menggunakan uji Spearman Rho dengan tingkat kemaknaan α

<0.05. Hasilnya menunjukkan bahwa perkembangan motorik halus p= 0.001

dengan coefficient correlation 0.406, perkembangan motorik kasar p= 0.007

dengan coefficient correlation 0.331, perkembangan bahasa 0.369 dengan

coefficient correlation 0.11, perkembangan personal sosial p= 0.001 dengan

coefficient correlation 0.400. Kesimpulannya adalah ada hubungan peran ibu dalam

pemenuhan kebutuhan dasar anak terhadap perkembangan motorik halus, motorik

39
kasar dan personal sosial anak prasekolah usia 3-6 tahun di TK Baptis Setia Bakti

Kediri.

4. Parmanti, Santi Esterlita Purnamasari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran ayah dalam

pengasuhan anak. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan

studi kasus (case study). Partisipan penelitian ini adalah 2 orang ayah yang

berperan langsung dalam mengasuh anaknya yaitu periode anak usia dini 4-6 tahun,

pra remaja 6-12 tahun dan remaja 18-21 tahun. Pengumpulan data dilakukan

dengan metode wawancara mendalam. Partisipan penelitian ini adalah KR dan HR.

Penelitian ini memperoleh hasil bahwa peran KR pada anak usia dini dalam

membina kedekatan dengan anak dengan cara menemani anak ketika bermain yaitu

membuatkan aneka mainan dari kertas seperti pesawat terbang dan kapal laut. KR

memberikan kebebasan bermain pada anak seperti bermain balok atau mobil-

mobilan di dalam rumah tetapi KR selalu mengawasi anak. Pada usia 2,5 sampai 3

tahun KR telah melatih anak untuk mandiri seperti makan, mandi, berpakaian

ataupun toilet training. Peran HR terhadap anak pra remaja yaitu sering menemani

anak belajar misalnya mengajari anak ketika sedang mengerjakan pekerjaan rumah.

HR mengijinkan anaknya untuk melihat televisi tentang tata cara mengambar untuk

mengembangkan bakat anak. Sementara itu peran ayah pada anak remaja, kedua

partisipan mengijinkan anak untuk bermain dengan siapa saja asalkan saat bermain

anak tersebut ingat waktu shalat, istirahat serta saatnya belajar. Kedua partisipan

40
saat mengasuh anaknya yang remaja lebih mendalami masalah pada remaja

terutama masalah pergaulannya.

5. Christiani Bumi Pangesti, Wahyu Dwi Agussafutri

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan peran ibu dengan konsep

diri anak usia 3-5 tahun. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan

pendekatan cross sectional Penelitian dilakukan di KB/TK Sinar Kasih Nusukan

Surakarta. Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak 3-5

tahun di KB/TK Sinar Kasih Kelurahan Nusukan Kecamatan Banjarsari Kota

Surakarta dengan jumlah 30 anak sehingga keseluruhannya digunakan sebagai

sampel penelitian dengan teknik penelitian populasi. Alat pengumpul data

menggunakan kuesioner dan dokumentasi. Analisis data menggunakan Kendall

Tau. Pengolahan data menggunakan program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa peran ibu berhubungan positif dengan konsep diri anak di KB/TK Sinar

Kasih Nusukan Surakarta; hal ini terbukti dari nilai korelasi sebesar 0,644 dengan

signifikansi 0,000 < 0,05.

6. Nafidlotul Sarofah, Warsiti

Ayah dan ibu memiliki peran yang sama dalam pengasuhan anak-anaknya.

Namun, ada sedikit perbedaan dalam sentuhan dari apa yang ditampilkan oleh ayah

dan ibu. Masalah kesehatan reproduksi yang memungkinkan dialami oleh remaja

diantaranya yaitu kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), aborsi, penyakit

menular seksual (PMS), kekerasan seksual, serta masalah keterbatasan akses

informasi dan pelayanan kesehatan. Untuk mengetahui perbedaan peran ayah dan

41
ibu dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi remaja di Kelurahan

Ngampilan. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kuantitatif dengan

metode komparasi dengan pendekatan waktu cross sectional. Sampel yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi 23 reponden (ayah dan ibu) dengan teknik

pengambilan sampel purposive sampling. Metode pengolahan data menggunakan

uji validitas dan reliabilitas, instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Analisis

data menggunakan uji mann withney U. Perbedaan peran ayah dan ibu dalam

pemberian pendidikan kesehatan reproduksi remaja menggunakan uji statistik

nonparametris dengan “uji mann withney U” diperoleh nilai p- value sebesar

0,024< 0,05.

42
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pikir Penelitian

Dalam masa perkembangan anak, terdapat masa kritis dimana diperlukan

rangsangan atau stimulasi yang berguna bagi potensi perkembangan anak. Oleh karena

itu perlu adanya perhatian yang lebih serius, agar anak dapat berkembang lebih optimal

sesuai dengan usianya. Perkembangan anak akan maksimal bila interaksi sosial

dilakukan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangan.

Ibu adalah pengurus generasi keluarga dan bangsa sehingga keberdaan wanita yang

sehat jasmani dan rohani serta sosial sangat diperlukan. Penjelasan-penjelasan diatas

tentang peran Ibu menunjukkan bahwa kemampuan ibu untuk megasuh, merawat dan

mendidik anaknya merupakan hal yang penting. Ayah merupakan peran penting dalam

suatu keluarga yang dapat memenuhi segala kebutuhan anak. Good fathering

merefleksikan keterlibatan positif ayah dalam pengasuhan melalui aspek afektif,

kognitif, dan perilaku.

B. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Peran Ibu
Perkembangan anak usia 3-6
Peran Ayah tahun

Gambar 1. Kerangka Konsep

43
Keterangan :

= Variabel Independen (bebas)

= Variabel Dependen (terikat)

= Pengaruh antara variabel yang diteliti

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (Independen)

Variabel independen adalah variabel yang nilainya mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahan variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2016). Variabel

bebas dalam penelitian ini yaitu peran ibu dan peran ayah.

2. Variabel Terikat (Dependen)

Variabel dependen adalah variabel yang nilainya dipengaruhi atau yang menjadi

akibat karena adanya variabel independen (Sugiyono, 2016). Variabel terikat dalam

penelitian ini yaitu Perkembangan anak usia 3-6 tahun.

D. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

1. Perkembangan anak usia 3-6 tahun

Perkembangan anak balita adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur

dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat

diramalkan, sebagai hasil dari proses kematangan. Hal ini berarti menyangkut

proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ

yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi

fungsinya. Yang diteliti adalah tentang perkembangan anak balita. Dalam

penelitian ini akan menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP).

44
Kriteria objektifnya :

Sesuai : Jika anak umur 3-6 tahun tumbuh kembangnya sudah sesuai

Meragukan : Jika anak umur 3-6 tahun tumbuh kembang meragukan.

Penyimpangan :Jika anak umur 3-6 tahun tumbuh kembang mengalami

penyimpangan

2. Peran Ibu

Peran ibu adalah pengurus generasi keluarga dan bangsa sehingga keberdaan

wanita yang sehat jasmani dan rohani serta sosial sangat diperlukan. Penjelasan-

penjelasan diatas tentang peran Ibu menunjukkan bahwa kemampuan ibu untuk

megasuh, merawat dan mendidik anaknya merupakan hal yang penting. Jika

responden menjawab ya diberi skor 1 dan jawaban tidak diberi skor 0. Dihitung

dengan menggunakan rumus interval kelas menurut Arikunto, S, 2019 :

I= R/K

Dimana :

I = Interval

R = Range atau Kaisaran (100-0)

K = Kategori (2)

Skor Tertinggi = 1x 12 = 12 (100%)

Skor Terendah = 0 x 12 = 0 (0%)

Kriteria Objektif :

Baik : Jika responden mampu menjawab ≥ 50%

Cukup : Jika responden mampu menjawab < 50%

45
3. Peran Ayah

Ayah merupakan peran penting dalam suatu keluarga yang dapat memenuhi

segala kebutuhan anak.Good fathering merefleksikan keterlibatan positif ayah

dalam pengasuhan melalui aspek afektif, kognitif, dan perilaku. Skala pengukuran

yang digunakan adalah skala Likers, jumlah pertanyaan sebanyak 16 nomor.

Dengan bobot penilaian :

Sangat sering =5

Sering =4

Sedang =3

Sedikit =2

Tidak sama sekali = 1

Jawaban tertinggi berbobot 5 dan terendah berbobot 1

Skor teringgi = jumlah pertanyaan kali bobot tertinggi

16 x 5 = 80 (100%)

Skor terendah = jumlah pertanyaan kali bobot terendah

16 x 1= 16 (25%)

Skor antara = skor tertinggi – skor terendah

= 100% - 25 % = 75%

Kriteria objektif sebanyak 2 kategori baik dan cukup

Interval = skor antara/ kategori

=75%/2

46
=37,5%

Skor terendah = 100%- 37,5 %

= 62,5 %

Kriteria Objekti :

Baik : Jika responden mampum enjawab ≥ 62,5 % dari total skor pertanyaan

Cukup : Jika responden mampu menjawab < 62,5 %

E. Hipotesis Penelitian

1. Peran Ibu

Ho : Tidak ada hubungan peran ibu dengan perkembangan anak usia 3-6 tahun

di wilayah kerja puskesmas Puuwatu

Ha : Ada hubungan peran ibu dengan perkembangan anak usia 3-6 tahun di

wilayah kerja puskesmas Puuwatu

2. Peran ayah

Ho : Tidak ada hubungan ayah dengan perkembangan anak usia 3-6 tahun di

wilayah kerja puskesmas Puuwatu

Ha : Ada hubungan peran ayah dengan perkembangan anak usia 3-6 tahun di

wilayah kerja puskesmas Puuwatu

47
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif

dengan desain penelitian Cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan

peran ibu dan ayah dengan perkembangan anak usia 3-6 tahun di wilayah kerja

puskesmas Puuwatu.

Populasi/Sampel

Faktor Risiko Faktor Risiko

Efek (+) Efek (-) Efek (+) Efek (-)

Gambar 2 Desain Penelitian Cross Sectional

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini rencana dilaksanakan pada bulan juni sampai dengan bulan juli

tahun 2023.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini rencana akan dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas Puuwatu.

48
C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti

(Sugiyono, 2020). Menurut data laporan bulanan puskesmas Puuwatu tahun 2023

jumlah semua anak usia 3-6 tahun sebanyak 674 orang.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

(Sugiono, 2017). Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat memiliki anak usia

3-6 tahun yang berkunjung di Puskesmas Puuwatu. Pengambilan responden melalui

tehnik pengambilan sampel secara purposive sampling yang mewakili populasi.

Purposive sampling adalah suatu tehnik penetapan sampel dengan cara memilih

sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah

dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karateristik populasi

yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2013).

Dalam menentukan jumlah sampel dilakukan perhitungan dengan

menggunakan rumus, yaitu: (Nursalam, 2013)

N
n = -----------------
1 + N (d)2
Keterangan:

n = Besar sampel

N = Besar populasi

49
d = Tingkat signifikansi (p) = 0,1 atau 10 %.

Maka, ukuran sampel yaitu:

674
n = -------------------
1 + 674 (0.1)2

674
n = -----------------
1 + 6,74

674
n = -----------------
7,74

n = 87,08 atau 88 responden

Jadi, besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 88 orang.

Dengan kriteria sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi

1) Balita yang berada diwilayah kerja puskesmas puuwatu

2) ibu dan ayah yang memiliki anak balita

3) Mengerti bahasa indonesia

b. Kriteria eksklusi

1) Tidak bersedia menjadi responden

2) Ayah dan Ibu tidak bisa membaca dan menulis

D. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian dalam bentuk kuesioner,

baik variabel dependen maupun independen. Kisi-kisi instrumen dalam penelitian

50
ini adalah : Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) merupakan

suatu instrumen deteksi dini dalam perkembangan anak usia 0 sampai 6 tahun.

KPSP ini berguna untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada

penyimpangan. Pemeriksaan KPSP adalah penilian perkembangan anak dalam 4

sektor perkembangan yaitu : motorik kasar, motorik halus, bicara/bahasa dan

sosialisasi /kemandirian. Interpretasi Hasil KPSP 1) Hitung jawaban Ya (bila

dijawab bisa atau sering atau kadang– kadang). 2) Hitung jawaban Tidak (bila

jawaban belum pernah atau tidak pernah). 3) Bila jawaban YA = 9−10,

perkembangan anak sesuai dengan tahapan perkembangan (S). 4) Bila jawaban YA

= 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M). Jadwal pemeriksaan atau

skrining KPSP rutin adalah pada umur 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54,

60, 66 dan 72 bulan, jika anak belum mencapai umur skrining tersebut, minta ibu

datang kembali pada umur skrining yang terdekat untuk pemeriksaan rutin.

Kuesioner KPSP ini diisi oleh ayah dan bunda, dengan metode pengisian sebagai

berikut : Setiap 3 bulan untuk anak usia 0 bulan sampai dengan 24 bulan (2 tahun).

Kuesioner praskrining perkembangan merupakan kuesioner untuk skrining

pendahuluan anak umur 3 bulan sampai 6 tahun yang dilakukan oleh orang tua.

E. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui kuisioner,

kelompok fokus, dan panel. Atau juga data hasil wawancara peneliti dengan

narsumber. Data yang diperoleh dari data primer ini harus diolah lagi (Sujarweni,

51
2020). Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer adalah seluruh data

yang diperoleh dari kuisioner yang disebarkan kepada responden di Data registrasi

Puskesmas Puuwatu.

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah pengumpulan informasi dari pihak di Puskesmas Puuwatu.

F. Pengolahan Data

Menurut Hidayat (2013) dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah

yang harus ditempuh, di antaranya:

a. Editting

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh

atau dikumpulkan.Dalam penelitian ini peneliti melakukan pemeriksaan pada

lembar kuesioner yang telah diberikan pada responden, memastikan responden

telah mengisi semua pertanyaan pada lembar kuesioner yang telah diberikan pada

saat penelitian dilakukan.

b. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data

yang terdiri atas beberapa kategori.Memberikan kode yang saya dapat berupa angka

atau nilai terhadap data yang terdiri dari beberapa kategori sehingga mempermudah

saya mengelola data pada analisa data saya.

52
c. Entri data

Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam

master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi

sederhana atau bisa juga dengan mebuat tabel kontingensi.

d. Melakukan teknik analisis

Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan

menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak di

analisis.

G. Teknik Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis Univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang

distribusi frekuensi masing-masing variabel independen dan dependen.

2. Analisis Bivariat

Setelah data terkumpul dianalisis secara analitik dengan menggunakan

perhitungan uji chi-square dengan rumus (Sugiyono, 2012) :

n ( ad−bc ) 2
X2= ∑
( a+b )( c +d ) ( a+ c ) ( b+ d )

Keterangan :

n : Jumlah sampel

a, b, c, d : Sel-sel

Interprestasi hasil uji, dikatakan bermakna bila dengan kriteria :

53
a) Jika X2 hitung ≥ X2 tabel : H0 ditolakdan Ha diterima yang berarti ada

hubungan yang bermakna.

b) Jika X2 hitung < X2 tabel : H0 diterima yang berarti tidak ada hubungan

yang bermakna.

c) Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% dengan tingkat kepercayaan

95%.

Tetapi bila uji chi-square tidak memenuhi syarat maka dilakukan uji fisherʼs

exact test dengan rumus :

(a+ b)! (c +d )! (a+c )!(b+ d) !


P=
n! a! b ! c ! d !

Keterangan :

a, b, c, d : nilai sel

n : jumlah sel

Taraf signifikansi 5% (ɑ = 0,05) dengan tingkat kepercayaan 95% pengambilan

keputusan dilakukan sebagai berikut :

a. Jika nilai ρ Value ˂ ɑ maka H0ditolak dan Hayang berarti ada hubungan

antara variabel dependent dan variabel independent.

b. Jika nilai ρ Value ˃ ɑ maka H0 diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak

ada hubungan antara variabel dependent dan variabel independent.

Keterangan : X2= nilai chi-square (Sugiyono, 2012).

H. Etika Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti juga sangat mempertimbangkan masalah etika yang

terdiri dari :

54
1. Informed Consent

Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti yang

memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian, bila

subyek menolak maka peneliti tidak akan memaksakan kehendak dan tetap

menghormati hak-hak subyek.

2. Anonymity

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden pada kuesioner tetapi pada kuesioner tersebut diberikan kode responden.

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi reponden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok

data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian (Sugiyono, 2015).

55

Anda mungkin juga menyukai