Makalah Trislan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

FUNGSI MUHAMMADIYAH DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA

OLEH

Trislan Kari

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)

MUHAMMADIYAH KALABAHI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunianya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu. Tidak lupa
pula salam dan salawat penulis kirimkan kepada nabi Muhammad SAW ialah nabi yang
mengantar kita dari sejarah kelam menuju sejarah yang berkesan.

Penyusunan makalah yang berjudul Fungsi Muhammadiyah Dalam Pendidikan Di


Indonesia ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Kemuhammadiyaan 2
(Dua) dan juga untuk menambah wawasan Mahasiswa.

Penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada semua yang terlibat dalam
penyusunan makalah ini . Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat diperlukan oleh penulis.

Kalabahi.....September 2023,
Penulis..

........................................
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 4

A. Latar belakang......................................................................................................... 4
B. Rumusan masalah.................................................................................................... 5
C. Tujuan ..................................................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 6

A. Sejarah Pendidikan Muhammadiyah...................................................................... 6


B. Perkembangan Pendidikan Muhammadiyah........................................................... 7
C. Manajemen Pendidikan Muhammadiyah................................................................ 12

BAB III PENUTUP............................................................................................................. 18

A. Kesimpulan.............................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu organisasi sosial keagamaan terbesar dan terpenting yang ada di
Indonesia adalah Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8
Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan tanggal 18 November 1912M di Yogyakarta.
Muhammadiyah didirikan dengan tujuan “menegakkan dan menjunjung tinggi ajaran
Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
Jauh sebelum Muhammadiyah resmi berdiri pada tahun 1912, KH. Ahmad Dahlan
telah merintis pendidikan modern yang memadukan antara pendidikan Barat yang hanya
mengajarkan “ ilmu-ilmu umum” dan pendidikan Islam yang hanya mengajarkan “ilmu-
ilmu agama”.Gagasan pembaharuan Muhammadiyah di dalamnya sudah termasuk
gagasan pembaharuan di bidang pendidikan. KH. Dahlan melihat adanya problematika
obyektif yang dihadapi oleh pribumi yaitu terjadinya keterbelakangan pendidikan yang
takut karena adanya dualisme model pendidikan yang masing-masing memiliki akar dan
kepribadian yang saling bertolak belakang. Di satu pihak pendidikan Islam yang berpusat
di pesantren mengalami kemunduran karena terisolasi dari perkembangan pengetahuan
dan perkembangan masyarakat modern, di pihak lain sekolah model Barat bersifat sekuler
dan a-nasional mengancam kehidupan batin para pemuda pribumi karena dijauhkan dari
agama dan budaya negerinya.
Dalam sejarah perkembangan kehidupan manusia, pendidikan telah menjadi
semacam teknologi yang memproduksi manusia masa depan paling efektif. Dari
fenomena perkembangan yang terakhir, memberikan petunjuk bahwa pendidikan bukan
saja menjadi alat suatu lembaga atau suatu masa dalam berbagai proyeksi berbagai
macam tujuan mereka, pendidikan bahkan telah menjadi kebutuhan manusia sendiri
secara masal, karenanya pendidikan yang diterima oleh manusia hendaknya pendidikan
yang seimbang antara pendidikan lahir dan batin, antara pendidikan dunia dan akhirat,
sehingga manusia dalam memperoleh pendidikan tersebut memiliki keseimbangan dalam
mengelola kehidupannya untuk dapat mencapai tujuan yang ideal yakni “fi al-dunya
hasanatan wa fi al-akhirati hasanatan”. Tujuan ideal inilah yang digagas oleh KH.
Ahmad Dahlan dalam hal perjuangan di bidang pendidikan yang menjadi warna
pendidikan Muhammadiyah.
Gagasan pembaharuan di bidang pendidikan yang menghilangkan dikotomi
pendidikan umum dan pendidikan agama pada hakikatnya merupakan terobosan besar
dan sangat fundamental karena dengan itu Muhammadiyah ingin menyajikan pendidikan
yang utuh, pendidikan yang seimbang yakni pendidikan yang dapat melahirkan manusia
utuh dan seimbang kepribadiannya, tidak terbelah menjadi manusia yang berilmu umum
saja atau berilmu agama saja.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Sejak kapan pendidikan Muhammadiyah digunakan?
2. Bagaimana perkembangan pendidikan Muhammadiyah?
3. Apa prntingnya pendidikan Muhammadiyah?
4. Apa tujuan pendidikan Muhammadiyah?
5. Apa kaitannya pendidikan Muhammadiyah dengan pendidikan Islam?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui bagaimana perkembangan pendidikan Muhammadiyah.
2. Mencari tahu pentingnya Muhammadiyah dalam pendidikan.
3. Menanamkan sifat ke-Muhammadiyahan dalam pendidikan.
4. Mengamalkan ajaran Muhammadiyah dalam pendidikan.
5. Menjadikan siswa/generasi yang santun sesuai dengan ajaran dan kaidah Muhammadiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pendidikan Muhammadiyah
Sebenarnya jika dikaji lebih dalam, berdirinya Muhammadiyah juga didasari oleh
faktor pendidikan. Sutarmo, Mag dalam bukunya Muhammadiyah, Gerakan Sosisal,
Keagamaan Modernis mengatakan bahwa Muhammadiyah didirikan oleh KHA. Dahlan
didasari oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu
faktor yang berkaitan dengan ajaran Islam itu sendiri secara menyeluruh dan faktor
eksternal adalah faktor-faktor yang berada di luar Islam. Maka pendidikan
Muhammadiyah adalah salah satu faktor internal yang mendasari Muhammadiyah
didirikan. Kita ketahui bahwa pada masa awal berdirinya Muhammadiyah, lembaga-
lembaga pendidikan yang ada dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar sistem
pendidikan. Dua sistem pendidikan yang berkembang saat itu, pertama adalah sistem
pendidikan tradisional pribumi yang diselenggarakan dalam pondok-pondok pesantren
dengan Kurikulum seadanya. Pada umumnya seluruh pelajaran di pondok-pondok adalah
pelajaran agama. Proses penanaman pendidikan pada sistem ini pada umumnya masih
diselenggarakan secara tradisional, dan secara pribadi oleh para guru atau kyai dengan
menggunakan metode srogan (murid secara individual menghadap kyai satu persatu
dengan membawa kitab yang akan dibacanya, kyai membacakan pelajaran, kemudian
menerjemahkan dan menerangkan maksudnya) dan weton (metode pengajaran secara
berkelompok dengan murid duduk bersimpuh mengelilingi kyai juga duduk bersimpuh
dan sang kyai menerangkan pelajaran dan murid menyimak pada buku masing-masing
atau dalam bahasa Arab disebut metode Halaqah) dalam pengajarannya. Dengan metode
ini aktivitas belajar hanya bersifat pasif, membuat catatan tanpa pertanyaan, dan
membantah terhadap penjelasan sang kyai adalah hal yang tabu. Selain itu metode ini
hanya mementingkan kemampuan daya hafal dan membaca tanpa pengertian dan
memperhitungkan daya nalar. Kedua adalah pendidikan sekuler yang sepenuhnya dikelola
oleh pemerintah kolonial dan pelajaran agama tidak diberikan.
Bila dilihat dari cara pengelolaan dan metode pengajaran dari kedua sistem
pendidikan tersebut, maka perbedaannya jauh sekali. Tipe pendidikan pertama
menghasilkan pelajar yang minder dan terisolasi dari kehidupan modern, akan tetapi taat
dalam menjalankan perintah agama, seangkan tipe kedua menghasilkan para pelajar yang
dinamis dan kreatif srta penuh percaya diri, akan tetapi tidak tahu tentang agama, bahkan
berpandangan negatif terhadap agama.
Maka atas dasar dua sistem pendidikan di atas KHA. Dahlan kemudian dalam
mendirikan lembaga pendidikan Muhammadiyah coba menggabungkan hal-hal yang
posistif dari dua sistem pendidikan tersebut. KHA. Dahlan kemudian coba
menggabungkan dua aspek yaitu, aspek yang berkenaan secara idiologis dan praktis.
Aspek idiologisnya yaitu mengacu kepada tujuan pendidikan Muhammadiyah, yaitu
utnuk membentuk manusia yang berakhlak mulia, pengetahuan yang komprihensif, baik
umum maupun agama, dan memiliki keasadaran yang tinggi untuk bekerja membangun
masyrakat (perkembangan filsafat dalam pendidikan Muhmmadiyah, syhyan rasyidi).
Sedangkan aspek praktisnya adalah mengacu kepada metode belajar, organisasi sekolah
mata pelajaran dan kurikulum yang disesuaikan dengan teori modern. Maka inilah sejarah
awal berdirinya lembaga pendidikan Muhammadiyah yang jika disimpulkan ihwal
berdirinya lembaga pendidikan Muhammadiyah untuk mencetak ulama atau pemikir yang
mengedepnkan tajdid atau tanzih dalam setiap pemikiran dan gerakannya bukan ulama
atau pemikir yang say yespada kemapanan yang sudah ada (established) karena KHA.
Dahlan dalam memadukan dua sistem tersebut coba untuk menciptakan ulama/pelajar
yang dinamis dan kreatif serta penuh percaya diri dan taat dalam menjalankan perintah
agama.
B. Perkembangan Pendidikan Muhammadiyah
Cita-cita pendidikan yang digagas Kyai Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia
baru yang mampu tampil sebagai “ulama-intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seorang
muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani.
Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, Kyai Dahlan
melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda
yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan
umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan itu sekarang sudah menjadi fenomena
umum; yang pertama sudah diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak dilakukan
oleh yayasan pendidikan Islam lain. Namun, ide Kyai Dahlan tentang model pendidikan
integralistik yang mampu melahirkan muslim ulama-intelek masih terus dalam proses
pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya warisan yang musti kita
eksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu, masalah teknik pendidikan bisa
berubah sesau dengan perkembangan ilmu pendidikan atau psikologi perkembangan.
Dalam rangka menjamin kelangsungan sekolahan yang ia dirikan maka atas saran
murid-muridnya Kyai Dahlan akhirnya mendirikan persyarikatan Muhammadiyah tahun
1912. Metode pembelajaran yang dikembangkan Kyai Dahlan bercorak kontekstual
melalui proses penyadaran. Contoh klasik adalah ketika Kyai menjelaskan surat al-Ma’un
kepada santri-santrinya secara berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu
menganjurkan supaya kita memperhatikan dan menolong fakir-miskin, dan harus
mengamalkan isinya. Setelah santri-santri itu mengamalkan perintah itu baru diganti surat
berikutnya. Ada semangat yang musti dikembangkan oleh pendidik Muhammadiyah,
yaitu bagaimana merumuskan sistem pendidikan ala al-Ma’un sebagaimana dipraktekan
Kyai Dahlan.
Anehnya, yang diwarisi oleh warga Muhammadiyah adalah teknik pendidikannya,
bukan cita-cita pendidikan, sehingga tidak aneh apabila ada yang tidak mau menerima
inovasi pendidikan. Inovasi pendidikan dianggap sebagai bid’ah. Sebenarnya, yang harus
kita tangkap dari Kyai Dahlan adalah semangat untuk melakukan perombakan atau etos
pembaruan, bukan bentuk atau hasil ijtihadnya. Menangkap api tajdid, bukan arangnya.
Dalam konteks pencarian pendidikan integralistik yang mampu memproduksi ulama-
intelek-profesional, gagasan Abdul Mukti Ali menarik disimak. Menurutnya, sistem
pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia ini yang paling baik adalah sistem
pendidikan yang mengikuti sistem pondok pesantren karena di dalamnya diresapi dengan
suasana keagamaan, sedangkan sistem pengajaran mengikuti sistem madrasah/sekolah,
jelasnya madrasah/sekolah dalam pondok pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan
pendidikan agama Islam yang terbaik. Dalam semangat yang sama, belakangan ini
sekolah-sekolah Islam tengah berpacu menuju peningkatan mutu pendidikan. Salah satu
model pendidikan terbaru adalah full day school, sekolah sampai sore hari, tidak
terkecuali di lingkungan Muhammadiyah.
Satu dekade terakhir ini virus sekolah unggul benar-benar menjangkiti seluruh
warga Muhammadiyah. Lembaga pendidikan Muhammadiyah mulai Taman Kanak-kanak
(TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) berpacu dan berlomba-lomba untuk meningkatkan
kualitas pendidikan untuk menuju pada kualifikasi sekolah unggul. Sekarang ini hampir
di semua daerah kabupaten atau kota terdapat sekolah unggul Muhammadiyah, terutama
untuk tingkat TK dan Sekolah Dasar. Sekolah yang dianggap unggul oleh masyarakat
sehingga mereka menyekolahkan anak-anak di situ pada umumnya ada dua tipe; sekolah
model konvensional tetapi memiliki mutu akademik yang tinggi, atau sekolah model baru
dengan menawarkan metode pembelajaran mutakhir yang lebih interaktif sehingga
memiliki daya panggil luas.
Apabila Muhammadiyah benar-benar mau membangun sekolah/universitas
unggul maka harus ada keberanian untuk merumuskan bagaimana landasan filosofis
pendidikannya sehingga dapat meletakkan secara tegas bagaimana posisi lembaga-
lembaga pendidikan Muhammadiyah dihadapan pendidikan nasional, dan kedudukannya
yang strategis sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fungsinya
sebagai wahana dakwah Islamiyah. Ketiadaan orientasi filosofis ini jelas sangat
membingungkan; apa harus mengikuti arus pendidikan nasional yang sejauh ini
kebijakannya belum menuju pada garis yang jelas karena setiap ganti menteri musti ganti
kebijakan. Kalau memang memilih pada pengembangan iptek maka harus ada keberanian
memilih arah yang berbeda dengan kebijakan pemerintah. Model pondok gontor bisa
dijadikan alternatif, dengan bahasa dan kebebasan berfikir terbukti mampu mengantarkan
peserta didik menjadi manusia-manusia yang unggul. . Filsafat pendidikan
memanifestasikan pandangan ke depan tentang generasi yang akan dimunculkan. Filsafat
yang dianut dan diyakini oleh Muhammadiyah adalah berdasarkan agama Islam, maka
sebagai konsekuensinya logik, Muhammadiyah berusaha dan selanjutnya melandaskan
filsafat pendidikan Muhammadiyah atas prinsip-prinsip filsafat yang diyakini dan
dianutnya
Jika menengok sekolah/universitas Muhammadiyah saat ini, dari sisi
kurikulumnya itu sama persis dengan sekolah/universitas negeri ditambah materi al-Islam
dan kemuhammadiyahan. Kalau melihat materi yang begitu banyak, maka penambahan
itu malah semakin membebani anak, karenanya amat jarang lembaga pendidikan
melahirkan bibit-bibit unggul. Apakah tidak sudah waktunya untuk merumuskan kembali
Al-Islam dan kemuhammadiyahan yang terintegrasikan dengan materi-materi umum, atau
paling tidak disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik; misalnya, evaluasi materi
ibadah dan Al-Qur’an, serta bahasa dengan praktek langsung tidak dengan sistem ujian
tulis seperti sekarang ini.
Perhatian dan komitmen Muhammadiyah dalam bidang pendidikan tidak pernah
surut, hal ini nampak dari keputusan-keputusan persyarikatan yang dengan konsisten
dalam setiap muktamar (sebagai forum tertinggi persyarikatan Muhammadiyah)
senantiasa ada agenda pembahasan dan penetapan program lima tahunan bidang
pendidikan, sejak pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Dalam lima belas tahun
terakhir (tiga kali muktamar) dapat dilihat bahwa Muhammadiyah senantiasa memiliki
agenda yang jelas berkenaan dengan program pendidikan, keputusan-keputusan dalam
muktamar sebagaimana dapat kita lihat sebagai berikut:
Rincian program bidang pendidikan keputusan Muktamar 43 Banda Aceh;
1. Peningkatan kualitas Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah dilakukan
dengan empat tema pokok, yaitu pengembangan kualitas, pengembangan
keunggulan, pengembangan kekhasan program, dan pengembangan kelembagaan
yang mandiri. Empat tema pokok ini diimplementasikan dalam proses belajar
mengajar agar secara terpadu merupakan aktivitas alih pengetahuan, alih metoda dan
alih nilai.
2. Menata kembali kurikulum Pendidikan dasar dan Menengah Muhammadiyah pada
semua jenjang dan jenis sekolah Muhammadiyah yang meliputi pendidikan al-Islam
Kemuhammadiyahan dan sebagai kekhasan sekolah Muhammadiyah, spesifikasi
setiap wilayah sesuai kebutuhan dan kondisi setempat, pendidikan budaya dan seni
yang bernafas Islam.
3. Menyusun peta Nasional Pendidikan Muhammadiyah yang memuat spesifikasi tiap
wilayah/daerah, agar didapatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat
setempat.
4. Merespon secara positif pengembangan “sekolah unggulan” dengan tetap
mengembangkan kekhasan pendidikan Muhammadiyah, terutama dalam
pengembangan kurikulum dan proses belajar mengajar, sehingga misi pendidikan
Muhammadiyah tetap terlaksana.
5. Dalam pengembangan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), penyelenggaraan
pendidikan diorientasikan kepada peningkatan kompetensi lulusan yang elastis dan
antisipatif terhadap tuntutan dan kebutuhan masa depan, yang meliputi kompetensi
akademik, kompetensi professional, kompetensi menghadapi perubahan, kompetensi
kecendekiaan dan kompetensi iman dan taqwa.
6. Mengarahkan program PTM untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
relevan dengan kebutuhan masyarakat dan kebutuhan masa depan.
7. Qaidah pendidikan dasar dan menengah serta qaidah PTM perlu disempurnakan,
sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat.
8. Koordinasi dan pengawasan pelaksanaan qaidah pendidikan dasar dan menengah
serta perguruan tinggi perlu ditingkatkan.
9. Meningkatkan dan memantapkan kerjasama antara Majlis Dikdasmen dan Majlis
Dikti.
9. Mengupayakan beasiswa Muhammadiyah bagi para siswa dan atau mahasiswa yang
berprestasi.
10. Melalui amal usaha pendidikan meningkatkan kualitas kader-kader ulama yang
tersebar diseluruh pelosok Indonesia.
11. Mengembangkan berbagai lembaga pendidikan khusus seperti pesantren dan
madrasah diniyah, taman pendidikan al-Qur’an, serta taman kanak-kanak al-Qur’an.
Penanganan pondok pesantren dan madrasah menjadi tanggungjawab dan wewenang
dari Majlis Dikdasmen.
 Rencana Strategis Pendidikan Muhammadiyah
Membangun kekuatan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan dan
pengembangan sumber daya insani, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dan
eksplorasi aspek-aspek kehidupan yang bercirikan Islam, sehingga mampu menjadi
alternatif kemajuan dan keunggulan di tingkat nasional atau regional.
 Garis Besar program pendidikan muhammadiyah:
1. Membangun system informasi kekuatan Sumber Daya Insani (SDI)
Muhammadiyah dalam bidang Iptek.
2. Menyusun road map pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Muhammadiyah
3. Memobilisasi kekuatan Muhammadiyah dalam bidang Iptek melalui pusat-pusat
keunggulan yang berbasis lembaga pendidikan Muhammadiyah.
4. Membangun cetak biru (blue print) pendidikan Muhammadiyah untuk menjawab
ketertinggalan pendidikan Muhammadiyah selama ini, dan sebagai langkah
antisipasi bagi masa depan pendidikan yang lebih kompleks.
5. Menegaskan posisi dan implementasi nilai Islam, Kemuhammadiyahan dan
kaderisasi dalam seluruh system pendidikan Muhammadiyah.
6. Mempercepat proses pengembangan institusi perndidikan Muhammdiyah sebagai
pusat keunggulan dengan menyusun standar mutu.
7. Menjadikan mutu sebagai tujuan utama bagi seluruh usaha pengembangan amal
usaha pendidikan Muhammadiyah.
8. Mengintegrasikan pengembangan amal usaha pendidikan Muhammadiyah dengan
program pengembangan masyarakat.
9. Menyusun system pendidikan Muhammadiyah yang berbasis al-Qur’an dan
sunnah.
10. Mengembangkan program-program penelitian dan pengembangan di bidang
pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi dan berbagai aspek kehidupan yang
penting dan strategis sebagai basis bagi pengambilan kebijakan dan
pengembangan kemajuan persyarikatan.
11. Mengembangkan jaringan dan kerjasama lembaga-lembaga serta pusat-pusat
penelitian dan pengembangan di lingkungan persyarikatan.
Keputusan setiap Muktamar berkenaan dengan program pendidikan bukan hanya
sekedar daftar keinginan, akan tetapi program-program tersebut merupakan bentuk
komitmen persyarikan Muhammadiyah dalam dunia pendidikan dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, keputusan-keputusan muktamar berkenaan dengan
bidang pendidikan tersebut menggambarkan betapa Muhammadiyah menjadikan lembaga
pendidikan sebagai pilar yang strategis dalam mendukung tujuan Muhammadiyah.
Program-program tersebut juga mencerminkan dinamika pendidikan yang dikelola oleh
persyarikatan Muhammadiyah.
C. Manajemen Pendidikan Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah organisasi yang tumbuh dan berkembang dari inisiatif
masyarakat secara perorangan yang kemudian menjadi inisiatif kelompok. Karena
kesepahaman dengan visi dan misi serta tujuan persyarikatan itu maka kelompok-
kelompok masyarakat tersebut dapat mendirikan sebuah ranting Muhammadiyah dengan
pengesahan pimpinan di atasnya. Pendirian ranting Muhammadiyah tersebut biasanya
disertai dengan amal usaha sebagai bentuk nyata aktivitasnya, tidak sedikit amal usaha itu
merupakan sebuah sekolah.
Dalam persyarikatan Muhammadiyah, lembaga pendidikan dapat didirikan oleh
Pimpinan Ranting, Pimpinan Cabang, Pimpinan Daerah, Pimpinan Wilayah atau
Pimpinan Pusat. Manajemen yang diterapkan oleh Muhammadiyah sangat unik, Pimpinan
Pusat Muhammadiyah dalam mengelola lembaga pendidikan yang ada di Muhammadiyah
melakukan pengawasan dan pembinaan secara umum. Untuk melaksanakan tugas
pengawasan dan pembinaan tersebut Muhammadiyah membentuk Majlis pendidikan
dasar dan menengah untuk pengawasan dan pembinaan tingkat SD/MI,SMP/Tsanawiyah,
SMA/SMK/Aliyah. Sedangkan untuk pengawasan dan pembinaan Perguruan Tinggi
Muhammadiyah menyerahkan kewenangannya kepadaMajlis Pendidikan Tinggi. Dalam
hal-hal yang bersifat teknis, Muhammadiyah menyerahkan sepenuhnya kepada tingkat
pimpinan yang mendirikan lembaga pendidikan tersebut.
Dengan kebijakan seperti ini maka manajemen pendidikan di Muhammadiyah
menjadi sangat unik, terjadi keanekaragaman kebijakan pada setiap pimpinan yang
menguasai lembaga pendidikan tersebut, seperti terjadinya keanekaragaman dalam
rekrutmen guru, dosen, karyawan. Keanekaragaman dalam penggajian dan lain
sebagainya. Gaji (honor) karyawan, guru dan dosen pada satu sekolah atau perguruan
tinggi Muhammadiyah berbeda dengan gaji karyawan, guru dan dosen pada sekolah atau
perguruan tinggi Muhammadiyah yang lain, hal ini merupakan suatu hal yang biasa
dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah. Sehingga dalam kenyataan saat ini, ada
lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah yang sangat maju tetapi di tempat lain ada
lembaga pendidikan Muhammadiyah yang sangat terpuruk.
Untuk masa yang akan datang, penulis berpendapat bahwa Muhammadiyah harus
segera meninjau kebijakan seperti ini, Persyarikatan Muhammadiyah hendaknya
membuat rambu-rambu yang lebih rinci, sehingga keberadaan lembaga pendidikan
Muhammadiyah bisa eksis secara merata, tidak ada lembaga pendidikan yang sangat
terpuruk, tetapi semuanya bisa maju secara bersama-sama. Status guru, dosen karyawan
di berbagai lembaga pendidikan Muhammadiyah sama, sehingga out put siswa atau
mahasiswa dari lembaga pendidikan Muhammadiyah memiliki kemampuan yang relative
sama.

 Perkembangan Perguruan Muhammadiyah


Sekolah Muhammadiyah menurut Malik bisa untuk terus berkembang dengan
tetap berbasis pada lingkungan sosial budaya, demografisnya dan geografisnya,
namun semua dalam kerangka dan paradigma Muhammadiyah.
Sementara itu menyoroti perkembangan sekolah Muhammadiyah, Malik
mengingatkan bahwa ke depan pendidikan harus berwawasa pada keunggulan,
kompetensi dan kuatnya jaringan. “Ini kalau kita ingin melahirkan generasi unggulan
yang kompetitif, dan kalau kita ingin merebut masa depan” tegasnya. “Bukankah kita
punya ajaran kompetitif yaitu seboyan fastabiqul Khairat ? bahkan tidak hanya itu
saja” lanjutnya.
Menurut Malik, siapa saja yang mendalami filosofi Muhammadiyah, akan
sukses membesarkan amal usaha pendidikan Muhammadiyah.” Dan kalau sudah tua
ya berhenti, doronglah generasi penerus” pesannya. “ Saya melihat generasi penerus
kita cemerlang. Antarkan mereka dengan memperdalam cita-cita Muhammadiyah.
Muhammadiyah sudah besar dan jauh, jangan dikecilkan “.
“Pengkajian dan penelitian tentrang Muhammadiyah tidak ada habis-habisnya.
Muhammadiyah ibarat sebuah rumah besar yang bisa dilihat dari berbagai sudut,
sehingga memunculkan banyak objek penelitian yang sangat penting untuk di teliti.
Apalagi Muhammadiyah itu bukan hanya menggarap bidang dakwah (Islam) semata,
melainkan suatu gerakan praksis yang membumikan ajaran Islam dalam realitas sosial
yang nyata” (Drs. Haedar nasir, Msi).
Pernyataan haedar nasir diatas yang juga salah seorang pimpinan pusat
Muhammadiyah bukanlah sebuah kata-kata isapan jempol belaka. Karena dari
pernyataan “Rumah besar yang dapat diteliti dari berbagai sudut” memunculkan
keunikan tersendiri bagi Muhammadiyah. Bagaimana tidak bahkan Nurcholis Madjid
(Alm) sendiri pernah memuji gerakan Muhammadiyah sebagai “cerita sukses umat
Islam khususnya dalam bidang pendidikan dan merupakan kesuksesan terbesar dalam
gerakan praksis sosial yang telah melahirkan ribuan amal usaha (lembaga pendidikan)
yang tersebar di seluruh penjuru tanah air.

 Realita sistem pendidikan muhammadiyah jelang satu abad


Sejarah awal berdirinya lembaga pendidikan Muhammadiyah diatas telah
menunjukkan kepada kita bahwa pada awalnya lembaga pendidikan Muhmmadiyah
itu didasari atas realita pendidikan dengan kedua sistem tersebut tidak mampu
mencapai tujuan pendidikan Muhmmadiyah untuk mencetak manusia yang mampu
mengusung tajdid dan tnajih gerakan bahkan pula tidak mampu mencapai tujuan
pendidikan dalam arti khusu yaitu khusus yaitu pendidikan sebagai proses
pembentukan dan pengembangan jiwa. Model pendidikan seperti itu hanya
menempatkan objek didik sebagai gudang kosong atau murid dianggap berada dalam
kebodohan absolut (basolute ignorance). Menyadari dua sistem tersebut tidak akan
mampu mencapai tujuan pendidikan Muhmmadiyah maka KHA. Dahlan merumuskan
sebuah sistem baru model pendidikan dengan menggabungkan sistem posistif dari dua
sistem tersebut demi mencetak manusia yang mempunyai landasan gerakan tjdid dan
tanzih dalam koridor Islam, dan mengesampingkan status sosial maupun fasilitas
yamg ada.
Tetapi apa yang dapat kita lihat saat ini sungguh merupakan kebalikan dari
sejarah awal berdirinya lembaga pendidikan Muhmmadiyah. Lembaga pendidikan
Muhmmadiyah yang ada saat ini ternyata lebih mementingkan sarana fasilitas yang
akan membawa nama besar sekolah untuk menggapai yang namanya prestise dan
untuk menarik banyak orang masuk ke lembaga pendidikan tersebut dan
mengesampingkan seperti apa manusia yang akan dihasilkan dikemudian kelak.
Sepeti yang disampaiakan oleh Prof. Azyumardi Azra dalam bukunya Pendidikan
Islam, Tradisidan Modernisasi , Menuju Mellinium Baru mengatakan bahwa “ di
Indonesia belajar pada sebuah lembaga pendidikan ibarat memilih sebuah hotel untuk
menginap. Semakin mewah hotel yang dipilih maka semakin tinggi prestise yang
didapat padahal esensi dari semua hotel adalah sama hanya sebagai tempat
menginap”. Di tambahkannya lagi bahwa di Indonesia belajar ke sebuah perguruan
pendidikan pertama-tama adalah untuk mengejar status dan selembar ijazah, bukan
keahlian, keterampilan dan profesionalisme. Tidak bisa kita nafikan bahwa fakta yang
ada dilapangan khusunya di beberapa perguruan Muhammadiyah sendiri lebih
mengedepankan status kemewahan fasilitas dan berapa jumlah siswa yang mendaftar
ke sekolah tersebut sampai dengan lulus dalam sastu tahun pengajaran tanpa melihat
sudah sejauh mana manusia-manusia lulusan itu mampu berkompetisi di dunia luar.
Maka mahfumlah kita apabila kader-kader gerakan semakin hari semakin sulit
didapatkan khususnya kader tajdid dan tanzih.
Belum lagi kita menjumpai bahwa di beberapa perguruan Muhammadiyah
masih sering menggunakan metode sorogan dan wton tetapi dengan gaya baru. Tidak
lagi duduk bersimpuh sudah duduk dikursi empuk, tidak lagi menggunakan kitab
tetapi menggunakan alat-alat canggih yang semakin membuat si guru semakin
nyaman duduk di kursi empuknya dan hanya menerangkan pelejaran dari kursinya
tersebut. Peserta didik yang ada hanya menjadi subjek didik yang pasif tanpa adanya
proses dialogis dalam teknik pengajaran. Disinilah terjadinya stagnasi terhadap
pencetakan kader tadi. Para subjek didik terus dianggap sebagai seorang yang
memiliki kebodohan absolut. Meminjam istilah yang diperkenalkan paulo fereire,
sistem yang banyak digunakan oleh lembaga pendidikan Muhammadiyah adalah
“Banking Concept of Education”(konsep pendidikan Bank)”, yang akan mematikan
potensi kreatifitas berpikir subjek didik, dan posisi subjek didik hanya sebagai gudang
penyimpanan (Banking Concept) yang tidak tahu untuk apa barang yang disimpan
digudang otak mereka.
Maka pertanyaan “apa sebenarnya sistem yang digunakan oleh lembaga
pendidikan Muhammadiyah sudah dapat terjawab. Jika kita lihat sistem pendidikan
Muhmmadiyah yang ada sekarang lebih condong kepada sistem Liberal di satu sisi
dan disisi lain sistem konservatif. Sistem liberal dalam pengelolaan sekolah dan
sistem konservatif dalam sistem pengajaran. Seperti yang kita ketahui bahwa sistem
pendidikan liberal lebih memecahkan masalah pendidikan dengan usaha “Reformasi
Kosmetik” (Pendidikan Popular) yang lebih menekankan fasilitas baru, memodernkan
peralatan sekolah serta berbagai usaha untuk meningkatkan rasio murid-guru.
Sedangkan sistem pendidikan konservatif adalah sebuah sistem pendidikan yang
seperti dikatakan diatas (sorogan dan weton) menempatkan murid berada dlam
kebodohan absolut dan guru dalam kebenaran absolut sehingga murid tidak di
perkenankan untuk berpikir, hanya menerima pelajaran dari si guru dan ini merupakan
sebuah kemapanan yang harus di prtahankan.
Jelas sudah terjawab, mengapa kader tajdid dan tanzih serta produk tajdid
Muhammadiyah mengalami kemunduran, karena sistem pendidikan yang digunakan
saat ini adalah sistem yang mendukung untuk mematikan kreatifitas berfikir. Maka
kritikan yang mengatakan bahwa Muhammadiyah seperti “Gajah Bengkak” tidak
salah diberikan, karena dengan fasilitas pendidikan yang cukup fantastis dan luar
biasa banyak ternyata tidak mapu untuk melakukan gerak dinamis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhammadiyah sebagai organisasi Islam sejak awal berdiri memiliki komitmen
yang teguh dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui jalur pendidikan, hingga saat
ini lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah terus berkembang dan bertambah
baik secara kuantitas maupun kualitas, walaupun di sisi lain tidak dapat dipungkiri ada
lembaga pendidikan Muhammadiyah yang mengalami keterpurukan bahkan ada yang
tutup, hal ini merupakan dinamika lembaga pendidikan yang dimiliki oleh
Muhammadiyah.
Manajemen yang selama ini berlaku di Muhammadiyah justru membuat para
perintis lembaga pendidikan di Muhammadiyah bersemangat untuk berkompetisi secara
positif, walaupun demikian, menurut hemat penulis manajemen yang sekarang berlaku
membutuhkan evaluasi secara mendalam untuk peningkatan mutu pendidikan
Muhammadiyah secara umum.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, MT. Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah. Surakarta: Pustaka Jaya.1985.
Daulay, Haidar Putra. Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: Rineka
Cipta.2009.
Mulkhan, Abdul Munir. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah. Jakarta: Bumi
Aksara.1990.
PP Muhammadiyah. Tanfidz Keputusan Muktamar Muhammadiyah 43 Banda Aceh tahun
1995.
PP Muhammadiyah. Tanfidz Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-44 di Jakarta tahun
2000.
PP Muhammadiyah. Berita Resmi Muhammadiyah (tanfidz keputusan Muktamar
Muhammadiyah 45 di Malang tahun 2005).
Yusuf, M. Yunan (ed.). Filsafat Pendidikan Muhammadiyah (naskah awal). Jakarta: Majlis
Dikdasmen PP Muhammadiyah. 2000.

Anda mungkin juga menyukai