Makalah Manajemen Pendidikan Multikultural
Makalah Manajemen Pendidikan Multikultural
Makalah Manajemen Pendidikan Multikultural
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN
MULTIKULTURAL DI INDONESIA
OLEH :
Suradi & Jaylan
1
A. Latar Belakang
Oleh sebab itu kegiatan pendidikan merupakan perwujudan dari cita-cita bangsa. Dengan
demikian kegiatan pendidikan nasional perlu diorganisasikan dan dikelola sedemikian rupa
supaya pendidikan nasional sebagai suatu organisasi dapat menjadi sarana untuk mewujudkan
cita-cita nasional. Secara rinci cita-cita nasional yang terkait dengan kegiatan pendidikan telah
dituangkan dalam Undang-Undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003, bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertkwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokraatis serta bertanggung jawab.
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Selain itu, fungsi pendidikan juga dapat dilihat dalam dua perspektif.
Pertama, secara mikro ( sempit ), pendidikan berfungsi untuk membantu secara sadar
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik. Kedua, secara makro ( luas ), pendidikan
dipaksakan selama orde baru perlu dievaluasi, karena telah berimplikasi negatif bagi rekonstruksi
kebudayaan Indonesia yang multicultural. Di lain pihak masih sering kita jumpai adanya
2
fenomena perpecahan di tengah masyarakat, baik berupa kerusuhan/ tawuran antar pelajar, antar
RT, antar suku sampai keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI sampai saat ini masih sering
mewarnai media nasional baik cetak maupun elePendidikan multicultural dapat dirumuskan
sebagai wujud kesadaran tentang keanekaragaman cultural, hak-hak asasi manusia serta
pengurangan atau penghapusan jenis prasangka atau prejudice untuk suatu kehidupan masyarakat
yang adil dan maju. Pendidikan multicultural juga dapat dijadikan instrument strategis untuk
multicultural kita dapat memberi seluruh siswa-tanpa memandang status sosioekonomi; gender;
orientasi seksual; atau latar belakang etnis, ras atau budayakesempatan yang setara untuk belajar
di sekolah. Pendidikan multibudaya juga didasarkan pada kenyataan bahwa siswa tidak belajar
dalam kekosongan, budaya mereka memengaruhi mereka untuk belajar dengan cara tertentu.
B. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan permasalah yang telah dikemukakan di atas, maka untuk menghindari
pembahasan yang terlalu umum maka penulisan makalah ini dibatasi pada beberapa hal sebagai
berikut:
a. konsep pendidikan multicultural di Indonesia
b. Implementasi pendidikan multicultural di Indonesia.
3
D. Sistematika Penulisan
metode kualitatif melalui studi literatur yakni mengumpulkan, menelaah dan mengembangkan
informasi dari berbagai pustaka . Rujukan makalah ini akan ditampilkan pada daftar pustaka.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
gender, orientasi seksual, keterbatasan, dan kelas sosial diakui dan seluruh siswa
dipandang sebagai sumber yang berharga untuk memperkaya proses belajar mengajar.
Proses belajar mengajar atau proses pembelajaran merupakan suatu proses yang
rumit dan kompleks, karena tidak semua faktor yang terlibat bisa dikendalikan oleh guru.
Dalam analisisnya, Maurianne Adams and Barbara J. Love (2006). Menyebutkan bahwa
ada empat faktor yang terdapat dalam proses pembelajaran, yaitu : 1). Faktor bawaan
siswa, 2) faktor bawaan guru, 3) faktor pedagogy, dan 4) faktor isi kurikulum. Faktor-
faktor dalam pembelajaran tersebut dapat digambarkan dapat digambarkan sebagai
berikut.
Faktor pertama; guru, ketika guru memasuki suatu kelas, sudah memiliki bawaan
sendiri-sendiri, ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat sangat pribadi. Kedua;
siswa, demikian pula siswa juga memiliki bawaan sendiri-sendiri, ada yang bersifat umum
dan ada yang bersifat sangat pribadi. Ketiga; kurikulum, bisa dipersepsi dan memiliki
dampak berbeda untuk setiap individu siswa. Keempat; pedagogy, di tangan guru berbeda
bisa memiliki makna dan dampak yang berbeda pula. Keempat faktor tersebut harus
diramu oleh seorang guru dalam suatu proses. Kegagalan dalam proses meramu guru
menyebabkan siswa dengan status sosial ekonomi rendah tidak dapat mengikuti
pembelajaran sebagaimana mereka siswa yang datang dari kelompok sosial ekonomi
tinggi. Demikian pula halnya bagi siswa yang memiliki latar belakang budaya yang
berbeda akan gagal beradaptasi dalam proses pembelajarannya. Pendidikan multikultural
merupakan suatu proses transformasi yang tentunya membutuhkan waktu panjang untuk
mencapai maksud dan tujuannya. Menurut Zamroni (2011) disebutkan beberapa tujuan
yang akan dikembangkan pada diri siswa dalam proses pendidikan multikultural, yaitu : a.
Siswa memiliki kemampuan berpikir kritis atas apa yang telah dipelajari. b. Siswa
memiliki kesadaran atas sifat sakwasangka atas fihak lain yang dimiliki, dan mengkaji
mengapa dan dari mana sifat itu muncul, serta terus mengkaji bagaimana cara
menghilangkannya c. Siswa memahami bahwa setiap ilmu pengetahuan bagaikan sebuah
pisau bermata dua: dapat dipergunakan untuk menindas atau meningkatkan keadilan
sosial. d. Para siswa memahami bagaimana mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang
6
dimiliki dalam kehidupan. e. Siswa merasa terdorong untuk terus belajar guna
mengembangkan ilmu pengetahuan yang dikuasainya. f. Siswa memiliki cita-cita posisi
apa yang akan dicapai sejalan dengan apa yang dipelajari. g. Siswa dapat memahami
keterkaitan apa yang dilakukan dengan berbagai permasalahan dalam kehidupan
masyarakat-berbangsa.
Dalam menghadapi pluralisme budaya tersebut, diperlukan paradigma baru yang
lebih toleran dan elegan untuk mencegah dan memecahkan masalah benturan-benturan
budaya tersebut, yaitu paradigma pendidikan multikultural. Hal ini penting untuk
mengarahkan anak didik dalam mensikapi realitas masyarakat yang beragam, sehingga
mereka akan memiliki sikap apresiatif terhadap keragaman perbedaan tersebut. Bukti
nyata tentang maraknya kerusuhan dan konflik yang berlatar belakang suku, adat, ras, dan
agama menunjukkan bahwa pendidikan kita telah gagal dalam menciptakan kesadaran
akan pentingnya multikulturalisme. Adapun bangunan paradigma pendidikan
multikultural yang ditawarkan Zamroni ( 2011 ) adalah sebagai berikut : a. Pendidikan
multikultural adalah jantung untuk menciptakan kesetaraan pendidikan bagi seluruh
warga masyarakat. b. Pendidikan multikultural bukan sekedar perubahan kurikulum atau
perubahan metode pembelajaran. c. Pendidikan multikultural mentransformasi kesadaran
yang memberikan arah kemana transformasi praktik pendidikan harus menuju. d.
Pengalaman menunjukan bahwa upaya mempersempit kesenjangan pendidikan salah arah
yang justru menciptakan ketimpangan semakin membesar. e. Pendidikan multikultural
bertujuan untuk berbuat sesuatu, yaitu membangun jembatan antara kurikulum dan
karakter guru, pedagogi, iklim kelas, dan kultur sekolah guna membangun visi sekolah
yang menjunjung kesetaraan.
Untuk itu, para guru yang memberikan pendidikan multibudaya harus memiliki
keyakinan bahwa; perbedaan budaya memiliki kekuatan dan nilai, sekolah harus menjadi
teladan untuk ekspresi hak-hak manusia dan penghargaan untuk perbedaan budaya dan
kelompok, keadilan dan kesetaraan sosial harus menjadi kepentingan utama dalam
kurikulum, sekolah dapat menyediakan pengetahuan, keterampilan, dan karakter ( yaitu
nilai, sikap, dan komitmen ) untuk membantu siswa dari berbagai latar belakang, sekolah
7
bersama keluarga dan komunitas dapat menciptakan lingkungan yang mendukung
multibudaya. Urgensi Pendidikan Multikultural di Indonesia Menurut Gibson ( 1997 ),
sebagaimana dikutip Djohar ( 2003: 85 ) menyatakan bahwa masa depan bangsa memiliki
kriteria khusus yang ditandai oleh hiper kompetisi, suksesi revolusi teknologi serta
dislokasi dan konflik sosial, menghasilkan keadaan yang non-linier dan sangat tidak dapat
diperkirakan dari keadaan masa lampau dan masa kini. Masa depan hanya dapat dihadapi
dengan kreativitas, meskipun posisi keadaan sekarang memiliki peranan penting untuk
memicu kreativitas. Lebih lanjut dijelaskan bahwa perubahan keadaan yang nonlinier ini
tidak akan dapat diantisipasi dengan cara berpikir linier. Pemikiran linier dan rasional
yang sekarang kita kembangkan tidak lagi fungsional untuk mengakomodasi perubahan
keadaan yang akan terjadi. Keadaan ini mestinya dapat mendorong kita untuk memiliki
disain pendidikan masa depan yang memungkinkan peserta didik dan pelaku praksis
pendidikan dapat mengaktualisasikan dirinya. Sebagai bangsa dengan beragam kultur
memiliki resistensi yang tinggi terhadap muncunya konflik sebagai konsekuensi dinamika
kohesivitas sosial masyarakat. Akar munculnya konflik dalam masyarakat multikultur
disebabkan oleh : (1) adanya perebutan sumber daya, alat-alat produksi, dan kesempatan
ekonomi ( acces to economic resources and to means of production ); (2) perluasan batas-
batas sosial budaya ( social and cultural borderline expansion ); (3) dan benturan
kepentingan politik, idiologi, dan agama ( conflict of political, ideology, and religious
interest ).
Spektrum kultur masyarakat Indonesia yang amat beragam memang merupakan
tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan untuk mengolah bagaimana ragam perbedaan
tersebut justru dapat dijadikan asset, bukan sumber perpecahan. Di era globalisasi ini
pendidikan multikultural memiliki tugas ganda, yaitu selain menyatukan bangsa sendiri
yang terdiri dari berbagai macam budaya tersebut, juga harus menyiapkan bangsa
Indonesia untuk siap menghadapi arus budaya luar yang masuk ke negeri ini. Pendidikan
multikultural juga dapat dimanfaatkan untuk membina siswa agar tidak tercerabut dari
akar budayanya, sebab pertemuan antar budaya di era globalisasi ini bisa jadi dapat
menjadi ancaman serius bagi anak didik kita. Dalam kaitan ini siswa perlu diberi
8
penyadaran akan pengetahuan yang beragam, sehingga mereka memiliki kompetensi yang
luas akan pengetahuan global, termasuk aspek kebudayaan. Praktek Pendidikan
Multikultural di Indonesia Sampai saat ini pendidikan multicultural memang masih
sebatas wacana. Praktek pendidikan multikultural di Indonesia nampaknya tidak dapat
dilaksanakan seratus persen ideal seperti di Amerika Serikat, walaupun ditinjau dari
keragaman budaya memang banyak kemiripan. Hal itu disebabkan oleh perjalanan
panjang histori penyelenggaraan pendidikan yang banyak dilatarbelakangi oleh
primordialisme. Misalnya pendirian lembaga pendidikan berdasar latar belakang agama,
daerah, perorangan maupun kelompok. Oleh karenanya praktek pendidikan multikultural
di Indonesia dapat dilaksanakan secara fleksibel dengan mengutamakan prinsipprinsip
dasar multikultural. Apapun dan bagaimanapun bentuk dan model pendidikan
multikultural, mestinya tidak dapat lepas dari tujuan umum pendidikan multikultural,
yaitu : (1) Mengembangkan pemahaman yang mendasar tentang proses menciptakan
sistem dan menyediakan pelayan pendidikan yang setara. (2) Menghubungkan kurikulum
dengan karakter guru, pedagogi, iklim kelas, budaya sekolah dan konteks lingkungan
sekolah guna membangun suatu visi “lingkungan sekolah yang setara”.
dijadikan instrument rekayasa sosial lewat pendidikan formal, artinya institusi sekolah harus
mengembangkan sikap tenggang rasa dan toleransi untuk mewujudkan kebutuhan serta
kemampuan bekerjasama dengan segala perbedaan yang ada. Sekolah harus dipandang sebagai
suatu masyarakat, masyarakat kecil; artinya, apa yang ada di masyarakat harus ada pula di
sekolah. Perspektif sekolah sebagai suatu masyarakat kecil ini memiliki implikasi bahwa siswa
dipandang sebagai suatu individu yang memiliki karakteristik yang terwujud dalam bakat dan
9
minat serta aspirasi yang menjadi hak siswa. Pada level sekolah, dengan adanya berbagai
perbedaan yang dimiliki masingmasing individu, maka sekolah harus memperhatikan : a) setiap
siswa memiliki kebutuhan perkembangan yang berbeda-beda, termasuk kebutuhan personal dan
sosial, b) kebutuhan vokasi dan karier, c) kebutuhan psikologi dan perkembangan moral spiritual.
Pada level masyarakat, yang perlu dipenuhi kebutuhannya adalah mencakup : a) kebutuhan
Pendidikan harus dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Sekolah harus dapat dijadikan tempat
yang aman, memiliki suasana kekerabatan dan juga terdapat semangat saling dukung
mendukung. Berkaitan dengan itu, maka prosses pembelajaran diarahkan pada pengembangan
individu secara utuh yang mencakup intelektual, sosial, dan moral spiritual. Tekanan dan
dorongan siswa untuk bekerja keras tidak hanya bersifat ekstrinsik, bahkan lebih dari itu harus
pendidikan multikultural memiliki tiga sasaran yang dikembangkan pada diri setiap siswa;
Pertama, pengembangan identitas kultural yakni merupakan kompetensi yang dimiliki siswa
untuk mengidentifikasi dirinya dengan suatu etnis tertentu. Kompetensi ini mencakup
pengetahuan, pemahaman dan kesadaran akan kelompok etnis dan menimbulkan kebanggaan
serta percaya diri sebagai warga kelompok etnis tertentu. Kedua, hubungan interpersonal. Yakni,
kompetensi untuk melakukan hubungan dengan kelompok etnis lain, dengan senatiasa
mendasarkan pada persamaan dan kesetaraan, serta menjauhi sifat syakwasangka dan stereotip.
Ketiga, memberdayakan diri sendiri. Yakni suatu kemampuan untuk mengembangkan secara
terus menerus apa yang dimiliki berkaitan dengan kehidupan multikultural. Secara detail,
kompetensi kultural mencakup berbagai hal sebagi berikut : 1. Kompetensi invidu untuk
10
menerima, menghormati dan membangun kerjasama dengan siapapun juga yang memiliki
perbedaan-perbedaan dari dirinya. 2. Kompetensi kultural merupakan hasil dari kesadaran atas
pengetahuan dan “bias kultural” yang dimilikinya atau sebagai faktor yang mempengaruhi
pengetahuan, ketrampilan, sikap dan perilaku yang memungkinkan seseorang memahami dan
berinteraksi secara efisien dengan orang yang memiliki perbedaan kultur. Berkaitan dengan
kompetensi kultural dan bagaimana kompetensi tersebut dibentuk, Papadopoulos & Lee ( 2003)
dibentuk oleh berbagai faktor: penguasaan pengetahuan, critical thingking, daya kritis,
kemampuan mengembangkan sesuatu, dan kemampuan praktis. Keempat faktor tersebut tidak
multikultural juga sangat relevan dengan pendidikan demokrasi di masyarakat plural seperti
Indonesia, yang menekankan pada pemahaman akan multi etnis, multi ras, dan multikultur yang
Pendidikan multikultural berasal dari dua kata pendidikan dan multikultural. Pendidikan
merupakan proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan dan cara-cara
yang mendidik. Disisi lain Pendidikan adalah Transfer of knowledge atau memindah ilmu
pengetahuan. Sedangkan Multikultural secara etimologis multi berarti banyak, beragam dan
aneka sedangkan kultural berasal dari kata culture yang mempunyai makna budaya,
colour. Usaha menanamkan kesadaran multikultural lewat pendidikan inilah yang disebut
11
pendidikan multicultural. Seperti yang terkait dengan gender, suku bangsa, ras, budaya, kelas
sebagai proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan
heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran (agama).
setinggi-tingginya terhadap harkat dan martabat manusia darimanapun dia berasal dan apapun
budayanya. Sehingga tercipta kedamaian yang sejati, keamanan tanpa adanya kecemasan dan
ketakutan, kesejahteraan tanpa manipulasi, dan kebahagiaan tanpa rekayasa social . Dalam
merupakan prinsip utama dan inti dari pendidikan yang diajarkan kepada peserta didik. Dengan
pendidikan multicultural diharapkan tidak akan terjadi sikap ego sentris, arogansi budaya,
pemaksaan pendapat, klaim kebenaran dan merendahkan pihak lain di masyarakat. Prinsip
pendidikan multicultural.Untuk menghasilkan prestasi belajar siswa yang tinggi, guru dituntut
untuk mendidikan mengajar siswa dengan menggunakan metode pembelajaran yang dibutuhkan
merupakansalah satu kompenen yang harus ada dalam proses pembelajaran agar peserta didik
dapat belajar efektif. Metode pembelajaran adalah cara pembentukan atau pemantapan
pengertian peserta didik (penerima informasi) terhadap suatu penyajian informasi/bahan ajar.
Kedudukan metode adalah sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran danjuga
sebagai alat untuk mencapai tujuan. Metode pembelajaran dalam pendidikan. multicultural
diharapkan sebagai cara untuk mengajarkan peserta didik dalam hal keragamandengan
menanamkan nilai- nilai toleransi, kesamaan, keadilan dan dialog. Sebagai seorangtenaga
12
pendidikan guru harus dapat menguasai keadaan kelas sehingga tercipta suasana belajar yang
Metode discovery learning, Discovery learning merupakan model yang mengarahkan siswa
menemukan konsep melalui berbagai informasi atau data yang diperoleh melalui pengamatan
atau percobaan. Model discovery learning menuntut siswa terlibat aktif dalam proses
pembelajaran dan menemukan sendiri suatu konsep pembelajaran . Melalui metode discovery
learning peserta didik didorong untuk mengembangkan kreativitas berfikirnya berkenaan dengan
simulasi merupakan metode mengajar yang sangat efektif karena dapat membantu siswa untuk
memperjelas suatu pengajaran dan membantu peserta didik untuk mempermudah menerima
materi pelajaran sehingga dapat membekas dalam ingatan, karena belajar melalui melihat,
mendengar serta mempraktikkan . Peserta didik diberi pemahaman niliai- nilai multicultural
dengan mempraktekan di kelas bagaimana sikap saling menghormati, menghargai dan toleran di
tengah keaneka ragaman budaya, suku, agama dan keyakinan. c. Diskusi Metode, diskusi
menumbuhkan motivasi siswa untuk berpikir atau mengeluarkan pendapatnya sendiri dengan
wawasan pengetahuan yang mampu mencari jawaban. Penerapan metode diskusi dalam
pendidikan multicultural dapat menaikkan prestasi kepribadian individu, seperti sikap toleransi,
demokrasi, berfikir kritis, sistimatis, sabar, dan mengakui keragaman. Diskusi melatih dan
mengantarkan peserta didik untuk berjiwa lapang dan menghargai setiap pendapat sesuai dengan
nilai multicultural. d. Pembelajaran di luar kelas Pembelajaran outdoor merupakan satu jalan
bagaimana guru meningkatkan kapasitas belajar anak. Anak dapat belajar secara lebih mendalam
13
melalui objekobjek yang dihadapi. Dengan belajar di luar kelas, para peserta didik atau para
siswa akan beradaptasi dengan lingkungan, alam sekitar, serta dengan kehidupan masyarakat.
Media pembelajaran adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta perangsang
peserta didik untuk belajar, contoh buku, film, kaset. Pada proses pembelajaran, media
pengajaran merupakan wadah dan penyalur pesan dari sumber pesan, dalam hal ini guru, kepada
penerima pesan, dalam hal ini siswa. Media pembelajaran sebagai segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk memahami
keragaman yang ada dalam bingkai persamaan dan keadilan. Manfaat media dalam pengajaran
adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan mutu pendidikan dengan cara meningkatkan kecepatan
belajar (rate of learning), b. Memberi kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual, c.
Memberi dasar pengajaran yang lebih ilmiah dan pengajaran dilakukan secara mantap, d.
Revolusi industri 4.0 meninggalkan persoalan baru yang berkaitan dengan hilangnya nilai-
nilai sosial humaniora. Generasi milenial, generasi yang lahir pada sekitar tahun 1990- 2000an,
kebebasan yang tanpa batas, kurang peduli social, intoleran, sulitnya berinteraksi soal serta
hilangnya perilaku etis di media sosial adalah serangkaian contoh dari degradasi tersebut. Maka
sesuai dengan zaman. Komponen pendidikan multikultural adalah kumpulan dari beberapa item
yang saling berhubungan satu sama lain yang merupakan hal penting dalam proses belajar
14
komponenkomponen yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses pembelajaran
merupakan rangkaian kegiatan yang melibatkan berbagai komponen yang Komponen pendidikan
adalah untuk mengembangkan kesadaran dan kepekaan kultural, toleransi kultural, penghargaan
terhadap identitas kultural. Peserta didik diharapkan memiliki kepahaman dan memiliki sikap
responsif terhadap budaya, agama, adat istiadat dan keragaman yang ada. Sehingga peserta didik
15
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Tujuan Pendidikan menciptakan siswa yang memiliki sikap toleransi terhadap budaya
dan etnis seluruh bangsa Indonesia menjadi faktor penting untuk mengembangkan
pendidikan multikultural.
mempersiapkan guru yang memiliki persepsi, sikap dan perilaku multikultur, sehingga
kompeten untuk menyampaikan nilai-nilai tersebut, baik dalam wilayah kognitif, afektif
B. Saran-saran
sebagai berikut :
16
1. Seorang guru diharapkan untuk dapat memahami dan melek terhadap perkembangan
pendidikan agar setiap aktivitasnya selaras tanpa mengorbankan siswa dalam kepentingan
politik yang bersifat dinamis.
2. Guru harus memastikan instrument-instrumen yang digunakan untuk mengetahui
perkembangan peserta didik dapat mencakup semua ranah perkembangan multikultural.
Mengenal karakteristik peserta didik juga merupakan salah satu cara untuk mengetahui
perkembangan siswa dalam beradaptasi terhadap perkembangan pendidikan.
17
DAFTAR PUSTAKA
18