MAKALAH Filsafat Ilmu

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FILSAFAT ILMU

Disusun Oleh:
KAHARYONO
220203502027

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang berfikir. Berfikir merupakan kegiatan untuk menemukan
suatu yang dianggap benar. Seseorang boleh sependapat atau tidak sependapat dengan orang lain
tentang kebenaran. Apa yang disebut benar bagi seseorang, boleh jadi benar bagi orang lain,
demikian sebaliknya apa yang disebut benar bagi seseorang belum tentu benar bagi orang lain.
Kegiatan berfikir merupakan suatu usaha untuk menentukan pengetahuan yang benar atau
kriteria-kriteria kebenaran. Kriteria kebenaran merupakan suatu tanda yang memungkinkan kita
mengetahui kebenaran. Dengan mengetahui kriteria kebenaran kita dapat dapat menemukan
kebenaran yang dapat kita pertanggungjawabkan, kebenaran yang terbuka untuk diperdebatkan
kembali ked an diuji demi mencapai kebenaran yang lebih pasti. Tak sedikit pemikir yang
menganggap bahwa fakta tak lain dari kebenaran itu sendiri. Fakta merupakan tolak ukur untuk
menunjukan kebenaran. Dengan kata lain, apa yang terlihat, terdengar, terasa, dan terjadi adalah
suatu fakta sekaligus kebenaran.
Namun dalam kehidupan kita, terkadang apa yang sejauh ini diyakini sebagai ‗fakta‘
yang mengandung penafsiran yang jamak, sehingga secara intristic tidak dengan sendirinya
menjadi kebenaran. Dengan mempertimbangkan argument tersebut, pertanyaan yang lahir
adalah: apakah fakta itu adalah suatu kebenaran dan kebenaran itu fakta? Atau apakah sama
antara fakta dan kebenaran? Pertanyaanpertanyaan tersebut relevan dalam perspektif filsafat.
Salah satu sifat filsafat adalah mencari kebenaran demi kebenaran itu sendiri, dan kebenaran
yang dicari adalah kebenaran yang hakiki, kebenaran yang meyakinkan dan lebih pasti.

Di dalam ilmu filsafat dikenal tiga obyek kajian filsafat. Pertama, ontologi. Ontologi
adalah asas filsafat yang menegaskan ―hakikat sesuatu dibalik sesuatu‖. Kedua, epistemologi.
Epistemologi diartikan kerangka berpikir (cara berpikir) untuk menelaah suatu objek. Ketiga,
aksiologi. Aksiolologi diartikan pada nilai (value) atau kegunaan.
Ilmu filsafat memiliki aliran-aliran (mazhab) yang menjadi asumsi dasar sumber
pengetahuan. Rasionalisme, empirisme, intuisionisme. Rasionalisme adalah aliran filsafat yang
mengunggulkan akal (rasionalitas) manusia untuk menjustifikasi sebuah kebenaran. Aliran
rasionalisme sudah diproklamirkan Socrates di zaman yunani kuno. Socrates memandang
kejadian pada saat itu di Yunani mengalami krisis pemikiran, mengapa? Karena Socrates melihat
gejolak sosial yang ―tidak beres‖, masyarakat Yunani menyembah dewa-dewa yang mereka
buat sendiri. Melalui mitologi Dewa Zeus, Dewa Atlas, dll. yang bagi masyarakat itu adalah
Tuhan. Socrates menilai, mana mungkin Tuhan diciptakan oleh mereka sendiri dalam bentuk
seni rupa (patung).
Secara historis filsafat merupakan induk ilmu, dalam perkembangannya ilmu makin
terspesifikasi dan mandiri, namun mengingat banyaknya masalah kehidupan yang tidak bisa
dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan untuk menjawabnya. Filsafat memberi
penjelasan atau jawaban substansial dan radikal atas masalah tersebut. Sementara ilmu terus
mengembangakan dirinya dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal.
Proses atau interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian Filsafat Ilmu, oleh karena
itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang pemisah antara filsafat
dengan ilmu, sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada filsafat, dan filsafat tidak
memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam secara dangkal.
Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya pengkajian dan pendalaman
mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun
manfaat ilmu bagi kehidupan manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok
filsafat yang tercakup dalam bidang ontologi, epistemologi, dan axiologi dengan berbagai
pengembangan dan pendalaman yang dilakukan oleh para akhli.

B. Pengertian Filsafat
Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku
maupun karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah segenap
pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan
ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu
merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung
pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Sehubungan dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telah digambarkan
pada bagian pendahuluan dari tulisan ini bahwa filsafat ilmu merupakan penerusan
pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa
meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk
mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa
ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
Filsafat ilmu menurut Surajiyo (2010 : 45), merupakan cabang filsafat yang membahas
tentang ilmu. Tujuan filsafat ilmu adalah mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan
cara bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang
ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah
proses penyelidikan ilmiah itu sendiri.
Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi
pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi
kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti
maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997).
Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu
pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu
kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan
kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari
sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari
sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang
merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk
memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Lebih lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut
masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuwan dalam
menjawab pertanyaan tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn) itu. Inilah awal-mula sehingga
seseorang akan memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis dan
lain sebagainya, yang implikasinya akan sangat menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu
cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak
dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan
dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.
Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo (dalam Koento Wibisono,
1984), dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan-kemungkinan
pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu, simplifikasi dan artifisialitas ilmu dan lain
sebagainya, yang vital bagi penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu, dikatakan bahwa dengan
filsafat ilmu, kita akan didorong untuk memahami kekuatan serta keterbatasan metodenya,
prasuposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran ilmiah dalam konteks dengan realitas
in conreto sedemikian rupa sehingga seorang ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta
kerabunan intelektualnya.
Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia”
yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah philos (philia, cinta) dan
sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat
berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali.
Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama,
pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan
bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).
Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah
dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), secara
harafiah filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya adalah pengetahuan tentang
kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam
segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.
Menurut Surajiyo (2010:1) secara etimologi kata filsafat, yangg dalam bhs Arab dikenal
dengan istilah falsafah dan dalam Bahasa Inggris di kenal dengan istilah philoshophy adalah
dari Bahasa Yunani philoshophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love)
dan shopia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti
cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian,
seorang filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan.
Secara terminologi, menurut Surajiyo (2010: 4) filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal sampai
pada hakikatnya. Filsafat bukan mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari
adalah hakikat dari sesuatu fenomena. Hakikat adalah suatu prinsip yang menyatakan “sesuatu”
adalah “sesuatu” itu adanya. Filsafat mengkaji sesuatu yang ada dan yang mungkin ada secara
mendalam dan menyeluruh. Jadi filsafat merupakan induk segala ilmu.
Susanto (2011: 6) menyatakan bahwa menurut Istilah, filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang berupaya mengkaji tentang masalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala
sesuatu, baik yang sifatnya materi maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan
hakikat sesuatu yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara
rasional-logis, mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu
menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan manusia.
Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai
istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni seorang ahli
matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 =
c2. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang
sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para
penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan
seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan
Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta
untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).

C. Pengetian Dan Hakekat Ilmu


Menurut Burhanudin Salam (2005:10) Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir
secara obyektif dalam menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia fuktual dan
berprinsip untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense. Sehingga definisi
ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang benar-benar disusun dengan sistematis
dan metodologis untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat diuji atau diverifikasi
kebenarannya. Secara filosofis, semua kajian yang menelaah secara kritis dan analitis tentang
dasar-dasar teoritis pengetahuan secara menyeluruh adalah epistemology atau teori pengetahuan
(theory of knowledge; Erkentnistheorie). Istilah ini berasal dari bahasa yunani yaitu “episteme”
yang berarti pengetahuan dan “logos” yang berarti ilmu. Secara harfiah episteme berarti
pengetahuan sebagai upaya untuk “menempatkan sesuatu tepat pada kedudukannya”.
The Liang Gie (1987) (dalam Surajiyo, 2010) memberikan pengertian ilmu adalah
rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh
pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan
pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.
Secara filosofis, semua kajian yang menelaah secara kritis dan analitis tentang dasar-
dasar teoritis pengetahuan secara menyeluruh adalah epistemology atau teori pengetahuan
(theory of knowledge; Erkentnistheorie). Istilah ini berasal dari bahasa yunani yaitu “episteme”
yang berarti pengetahuan dan “logos” yang berarti ilmu. Secara harfiah episteme berarti
pengetahuan sebagai upaya untuk “menempatkan sesuatu tepat pada kedudukannya”.
Sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi pada hakikatnya merupakan suatu kajian
Filosofis yang bermaksud mengkaji masalah umum secara menyeluruh dan mendasar untuk
menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan manusia. Membahas Bagaimana
pengetahuan itu pada dasarnya diperoleh dan dapat diuji kebenarannya?, manakah ruang lingkup
dan batasan-batasan kemampuan manusia untuk mengetahui?, serta membahas pengandaian-
pengandaian dan syarat-syarat logis yang mendasari adanya pengetahuan dan memberi
pertanggung jawaban secara rasional terhadap klaim kebenaran dan objektivitasnya. Sehingga
epistemologi merupakan disiplin ilmu yang bersifat :
a) Evaluative, yaitu menilai apakah teori yang digunakan dapat dipertanggung
jawabkan secara nalar atau tidak.
b) Normative, yaitu menentukan tolok ukur kebenaran atau norma dalam bernalar.
c) Kritis, yaitu menguji penalaran cara dan hasil dari pelbagai akal (kognitif) manusia
untuk dapat ditarik kesimpulan.
Adapun cara kerja metode pendekatan epistemologi adalah dengan cara bagaimana objek
kajian itu didekati atau dipelajari. Cirinya adalah dengan adanya berbagai macam pertanyaan
yang diajukan secara umum dan mendasar dan upaya menjawab pertanyaan yang diberikan
dengan mengusik pandangan dan pendapat umum yang sudah mapan. Dengan tujuan agar
manusia bisa lebih bertanggung jawab terhadap jawaban dan pandangan atau pendapatnya dan
tidak menerima begitu saja pandangan dan pendapat secara umum yang diberikan.
Berdasarkan cara kerja atau metode yang digunakan, maka epistemologi dibagi menjadi
beberapa macam. Berdasarkan titik tolak pendekatannya secara umum, epistemologi dibagi
menjadi 3, yaitu:
1) Epistemologi metafisis
Epistemologi metafisis adalah pemikiran atau pengandaian yang berasal dari paham
tertentu dari suatu kenyataan lalu berusaha bagaimana cara mengetahui kenyataan itu.
Kelemahan dari pendekatan ini adalah hanya menyibukkan diri dalam mendapatkan uraian dari
masalah yang dihadapi tanpa adanya pertanyaan dan tindakan untuk menguji kebenarannya.
2) Epistemologi skeptis
Epistemologi skeptis lebih menekankan pada pembuktian terlebih dahulu dari apa yang
kita ketahui sampai tidak adanya keraguan lagi sebelum menerimanya sebagai pengetahuan.
Kelemahan dari pendekatan ini adalah sulitnya mencari jalan keluar atau keputusan.
3) Epistemologi kritis
Pada Epistemologi ini tidak memperioritaskan Epistemologi manapun, hanya saja
mencoba menanggapi permasalahan secara kritis dari asumsi, prosedur dan pemikiran, baik
pemikiran secara akal maupun pemikiran secara ilmiah, dengan tujuan untuk menemukan alasan
yang rasional untuk memutuskan apakah permasalahan itu bisa diterima atau ditolak.
Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan atau sistem yang bersifat
menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian
tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkkan penjelasan yang ada dengan metode
tertentu. Dalam hal ini, ilmu mempunyai struktur dalam menjelaskan kajiannya. Struktur ilmu
menggambarkan bagaimana ilmu itu tersistematisir, terbangun atau terkonstruksi dalam suatu
lingkungan (boundaries), di mana keterkaitan antara unsur-unsur nampak secara jelas. Struktur
ilmu merupakan A scheme that has been devided to illustrate relationship among facts, concepts,
and generalization, yang berarti struktur ilmu merupakan ilustrasi hubungan antara fakta, konsep
serta generalisasi. Dengan keterkaitan tersebut akan membentuk suatu bangun kerangka ilmu
tersebut. sementara itu, definisi struktur ilmu adalah seperangkat pertanyaan kunci dan metode
penelitian yang akan membantu untuk memperoleh jawabannya, serta berbagai fakta, konsep,
generalisasi dan teori yang memiliki karakteristik yang khas yang akan mengantarkan kita untuk
memahami ide-ide pokok dari suatu disiplin ilmu yang bersangkutan. Dengan demikian nampak
dari dua pendapat di atas bahwa terdapat dua hal pokok dalam suatu struktur ilmu, yaitu:
a. A body of Knowledge (kerangka ilmu) yang terdiri dari fakta, konsep, generalisasi,
dan teori yang menjadi ciri khas bagi ilmu yang bersangkutan sesuai dengan lingkungan
(boundary) yang dimilikinya. Kerangka ilmu terdiri dari unsur-unsur yang berhubungan, dari
mulai yang konkrit (berupa fakta) sampai ke level yang abstrak (berupa teori), semakin ke fakta
maka semakin spesifik, sementara semakin mengarah ke teori maka semakin abstrak karena
lebih bersifat umum.
b. A mode of inquiry, yaitu cara pengkajian atau penelitian yang mengandung
pertanyaan dan metode penelitian guna memperoleh jawaban atas permasalahan yang berkaitan
dengan ilmu tersebut.
Terkadang, “pengetahuan” dan “ilmu” disama artikan, bahkan terkadang dijadikan
kalimat majemuk yang mempunyai arti tersendiri. Padahal, jika kedua kata tersebut dipisahkan,
akan mempunyai arti sendiri dan akan tampak perbedaannya.
Ilmu adalah pengetahuan. Jika dilihat dari asal katanya, “pengetahuan” di ambil dari
bahasa inggris yaitu knowledge, sedangakan “ilmu” dari kata science dan peralihan dari kata
arab ilm atau ‘alima (ia telah mengetahui) sehingga kata jadian ilmu berarti juga pengetahuan.
Dari pengertian ini dapat diambil kesimpulan bahwa ditinjau dari segi bahasa, antara
pengetahuan dan ilmu mempunyai sinonim arti, namun jika dilihat dari segi arti materialnya
(kata pembentuknya) maka keduanya mempunyai perbedaan.
Dalam encyclopedia Americana, di jelaskan bahwa ilmu (science) adalah pengetahuan
yang besifat positif dan sistematis. The Liang Gie mengutip Paul Freedman dari buku The
Principles Of Scientific Research dalam Amsal Bakhtiar.(2008:91) memberi batasan definisi
ilmu, yaitu suatu bentuk proses usaha manusia untuk memperoleh suatu pengetahuan baik
dimasa lampau, sekarang, dan kemudian hari secara lebih cermat serta suatu kemampuan
manusia untuk menyesuaikan dirinya dan mengubah lingkungannya serta merubah sifat-sifatnya
sendiri, sedangkan menurut Carles Siregar masih dlam dalam Amsal Bakhtiar.(2008:91)
menyatakan bahwa ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan.

D. Pengertian Filsafat Ilmu Dan Tujuan Mempelajari Filsafat Ilmu


Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku
maupun karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah segenap
pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan
ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu
merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung
pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Sehubungan dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telah digambarkan
pada bagian pendahuluan dari tulisan ini bahwa filsafat ilmu merupakan penerusan
pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa
meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk
mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa
ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
Filsafat ilmu menurut Surajiyo (2010 : 45), merupakan cabang filsafat yang membahas
tentang ilmu. Tujuan filsafat ilmu adalah mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan
cara bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang
ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah
proses penyelidikan ilmiah itu sendiri.
Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi
pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi
kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti
maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997).
Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari
ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu
kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan
kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari
sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari
sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang
merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk
memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Lebih lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut
masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuwan dalam
menjawab pertanyaan tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn) itu. Inilah awal-mula sehingga
seseorang akan memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis dan
lain sebagainya, yang implikasinya akan sangat menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu
cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak
dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan
dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.

E. HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN ILMU-ILMU LAIN


Filsafat adalah induk dari ilmu penegtahuan. Ilmu – ilmu khusus merupakan bagian dari
filsafat. Karena obyek filsafat sangat umum (seluruh kenyataan), sedangkan ilmu membutuhkan
obyek material yang khusus, mengakibatkan berpisahnya ilmu dari filsafat (namun tidak berarti
hubungannya putus). Ciri – ciri yang dimilki oleh setiap ilmu, menimbulkan batas - batas yang
tegas antar masing – masing ilmu. Disinilah filsafat bertugas :
1) Berusaha menyatupadakan masing – masing ilmu
2) Mengatasi spesialisasi
3) Merumuskan pandangan yang didasarkan atas pengalaman manusia
4) Mengatur hasil – hasil berbagai ilmu khusus ke dalam sesuatu pandangan hidup dan
pandangan dunia yang tersatupadukan (integral), komperhensif, dan konsisten. (Komprehensif :
tidak ada satu bidang yang berada di luar jangkuan filsafat, Konsisten : uraian kefilsafatan tidak
menyusun pendapat –pendapat yang saling berkontradiksi
Hubungan timbak balik antara ilmu dan filsafat, bahwa ilmu dapat menyediakan bahan
berupa fakta – fakta yang sangat penting bagi perkembangan ide filsafat, sehingga sejalan
dengan pengetahuan ilmiah.
Filsafat ilmu secara kritis menganalisis konsep – konsep dasar dan memeriksa asumsi –
asumsi dari ilmu – ilmu untuk memperoleh arti validitasnya, sehingga hasil yang dicapai
mempunyai landasan yang kuat. Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah
merupakan suatu kesatuan, namun dalam perkembangannya mengalami divergensi, dimana
dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong pada upaya
untuk memposisikan ke duanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing-masing,
bukan untuk mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam
konteks lebih memahami khazanah intelektuan manusia
Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan ringkas
mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan sekaligus perbedaan
antara ilmu dan filsafat, disamping dikalangan ilmuwan sendiri terdapat perbedaan pandangan
dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu, dimikian juga dikalangan filsuf terdapat perbedaan
pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat.
Adapaun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah bahwa
keduanya menggunakan berfikir reflektif dalam upaya menghadapi/memahami fakta-fakta dunia
dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berfikiran
terbuka serta sangat konsern pada kebenaran, disamping perhatiannya pada pengetahuan yang
terorganisisr dan sistematis.
Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan, dimana
ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif dalam
pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data pengalaman indra
serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat
berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan
mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat
sintetis dan sinoptis dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi kehidupan secara
menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam
mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih luas,
filsafat juga mengkaji hubungan antara temuan-temuan ilmu dengan klaim agama, moral serta
seni.

F. SIMPULAN
Filsafat ilmu merupakan cabang filsafat yang membahas tentang ilmu. Tujuan filsafat
ilmu adalah mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana ilmu
pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan
ilmiah dan cara memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan
ilmiah itu sendiri.
Tujuan mempelajari filsafat ilmu pada dasarnya adalah untuk memahami persoalan
ilmiah dengan melihat ciri dan cara kerja setiap ilmu atau penelitian ilmiah dengan cermat dan
kritis.
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan lain adalah bahwa Filsafat mempunyai objek
yang lebih luas, sifatnya universal, sedangkan ilmu-ilmu pengetahuan objeknya terbatas, khusus
lapangannya saja. Selain itu Filsafat hendak memberikan pengetahuan, insight/pemahaman lebih
dalam dengan menunjukan sebab-sebab yang terakhir, sedangkan ilmu pengetahuan juga
menunjukkan sebab-sebab tetapi yang tak begitu mendalam.
Keberadaan manusia di dunia sesuunguhnya sebagai mahluk yang diciptakan Allah SWT
yang diberi kemampuan untuk berpikir (akal), sedangkan tujuan akhir hidup manusia menurut
Islam adalah mendapatkan kebahagiaan hakiki. Sebagai mahluk yang berpikir (memiliki akal)
itulah yang menyebabkan manusia berfilsafat.
Filsafat dapat dimaknai sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya mengkaji tentang
masalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala sesuatu, baik yang sifatnya materi
maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat sesuatu yang sebenarnya,
mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara rasional-logis, mendalam dan bebas,
sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah dalam
kehidupan manusia. Sedangkan ilmu dapat dimaknai sebagai suatu metode berpikir secara
obyektif dalam menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia fuktual dan berprinsip
untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense.
Sedangkan Filsafat pendidikan dapat dimaknai sebagi upaya menerapkan kaidah-kaidah
berpikir filsafat dalam ragam pencarian solusi berbagai ragam problem kependidikan yang akan
melahirkan pemikiran utuh tentang pendidikan yang tentunya merupakan langkah penting dalam
menemukan teori-teori tentang pendidikan.
Antara filsafat ilmu, dengan pendidkan dan dengan filsafat pendidikan memimiliki
hubungan yang saling melengkapi. Filsafat ilmu dapat membantu perkembangan pendidikan dan
filsafat pendidikan. Di lain pihak, perkembangan pendidikan dan filsafat pendidikan dan
membantu perkembangan Filsafat Ilmu.
1. Manusia dalam pandangan Antropologi terbentuk dari satu sel sederhana yang
mengalami perubahan secara bertahap dengan waktu yang sangat lama (evolusi).
2. Konsep manusia dalam Sosiologi adalah mahluk sosial, yakni mahluk yang tidak
dapat hidup tanpa bantu orang lain.
3. Konsep Manusia menurut ilmu pendidikan adalah individu yang memiliki
kemampuan dalam dirinya (bakat/potensi), tetapi potensi itu hanya dapat berkembang
jika ada pengarahan pembinaan serta bimbingan dari luar (lingkungan).
4. Manusia menurut pandangan filsafat ilmu, dapat dilihat dari teori descendensi dan
Metafisika
a) Menurut teori descendensi:
1) manusia sejajar dengan hewan berdasarkan sebab mekanis;
2) Keistimewaan ruhaniyah manusia dibandingkan dengan hewan terlihat dalam
kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir, berpolitik, mempunyai
kebebasan/kemerdekaan, memiliki sadar diri, mempunyai norma, tukang bertanya
atau tegasnya manusia adalah makhluk berbudaya.
b) Menurut Metafisika.
Asal manusia dari suatu yang ada dan tak bergantung dari yang lain. Hakikat
manusia ialah dari ruh yang ditiupkan oleh Tuhan. Artinya manusia tersusun dari
zat yang ada dengan diberikannya ruh oleh Tuhan sehingga menyebabkan
manusia dapat hidup. Manusia mempunyai fisik yaitu jasadnya. Selain jasad
manusia juga mempunyai ruh atau yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera
yakni berhubungan dengan jiwa mencakup ingatan, gagasan, imajinasi, kemauan,
perasaan dan penghayatan.
5. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara
mendalam dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya. (Surajiyo,2010:4)
6. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang
7. Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan atau sistem yang bersifat
menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian
tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkkan penjelasan yang ada dengan
metode tertentu.
8. Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan
mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan
segala segi dari kehidupan manusia (The Liang Gie,1999)

DAFTAR PUSTAKA
 https://www.academia.edu/37378445/Makalah_filsafat_ilmu
 Muhammad Sabri, Muhammad Saleh Tadjuddin dan Wahyuddin Halim. Filsafat
Ilmu. Makassar : Alauddin Press. 2009.
 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka,
2006
 Jujun S.Sumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: PT Gelora
Aksara Pratama, 1990
 https://nurhibatullah.blogspot.com/2015/12/makalah-filsafat-ilmu.html
 Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada

 Frondizi, Resieri. 2001. Pengantar Filsafat Nilai (Terjemahan oleh: Cuk Ananto
Wijaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 Muslih, Muhammad. 2005. Filsafat Umum: Dalam Pemahaman Praktis.


Yogyakarta: Belukar.

 Salam, Burhanuddin . 2005. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai