Pertemuan 15SN0060606

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 15

NASKH-MANSUKH

MOHAMAD RANA
DEFINISI

Terminologi Etimologi
Secara etimologis, kata naskh yang • Nasikh adalah mengangkat hukum
bentuk isim failnya “nasikh” dan isim syara’ dengan dalil syara’ yang
maf’ulnya “mansukh”, mempunyai arti
yang beragam, antara lain : datang kemudian dengan
menghilangkan (al-Izalah), menghilangkan ‘amal pada hukum-
menggantikan ( at-Tabdil), at-tahwil ( hukumnya atau menetapkannya.
peralihan), dan al-naql“ Pemindahan.
Jadi “nasikh” adalah sesuatu yang
• Dalam terminologi hukum Islam
membatalkan, menghapus, (fiqih) hukum yang dibatalkan
memindahkan dan mengubah, sedang namanya mansukh, sedangkan
“mansukh” adalah sesuatu yang hukum yang datang kemudian
dibatalkan. dihapus. dipindahkan. (menghapus)disebut nasikh.
dirubah dan lain sebagainya.
Syarat-syarat Nasikh

1. Hukum yang terkandung pada 4. Hukum yang di-nasakh tidak


nasikh bertentangan dengan terbatas waktu tertentu, mesti
hukum pada mansukh. berlaku sepanjang waktu.
2. Yang mansukh harus lebih 5. Hukum yang terkandung
awal dari Nasikh. dalam mansukh telah
3. Hukum yang di-nasakh mesti ditetapkan sebelum
hal-hal yang menyangkut munculnya nasikh.
dengan perintah, larangan, 6. Status nash nasikh mesti sama
dan hukuman. dengan nash mansukh.
Rukun Nasakh

1. An-nasikh yaitu peryataan 3. Mansukh yaitu: yaitu hukum


yang menunjukan pembatalan yang di batalkan, dihapuskan,
(penghapusan) berlakunya atau dipindahkan.
hukum yang telah ada. 4. Mansukh ‘anhu yaitu: orang
2. Nasikh yaitu: Allah SWT, yang dibebani hukum.
karena Dia-lah yang membuat
hukum dan Dia pula yang
membatalkannya, sesuai
dengan kehendak-Nya. Oleh
sebab itu, nasikh itu
hakikatnya adalah Allah SWT.
Pola Nasikh - Mansukh

Nasikh-Mansukh

Al-Qur’an dengan Al-Qur’an dengan Sunnah dengan Sunnah dengan


Al-Qur’an Sunnah al-Qur’an Sunnah
Al-Qur’an di naskh al-Qur’an

ُ‫اج َأ ْه ِل ِه ِم ْن ُه َأ ْك َبر‬
ُ ‫اَّلل َو ُك ْف ٌر به َو ْاْلَ ْسجد ْال َح َرام َوإ ْخ َر‬
ِ ِ ِِ
َّ َ ْ َ ٌّ َ َ ٌ َ ٌ َ ْ ُ َ َ َ ْ ْ َّ َ َ َ َُ ْ َ
ِ ‫يسألونك ع ِن الشه ِر الحر ِام ِقت ٍال ِف ِيه ۖ قل ِقتال ِف ِيه ك ِبير ۖ وصد عن س ِب ِيل‬
ِ ِ
ْ َ ْ َ ُ َ ْ َ ُ َ ْ ْ َ َّ َ ْ
ۗ ‫اَّلل ۚ وال ِفتنة أكبر ِمن القت ِل‬
ِ ‫ِعند‬
“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa
besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir
penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada
membunuh...” (QS. Al-Baqarah: 217)
ketidakbolehan berperang pada bulan-bulan tertentu (Muharram, Rajab, Dzul Qa’dah dan Dzul Hijjah) di naskh
oleh QS. at-Taubah :36 tentang kebolehan memerangi orang Musyrik yang mengadakan peperangan di bulan
tersebut
ََ ُ َ ْ ُ َ ََٰ ٌ ُ ُ ٌ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ َّ َ َ َ َ ْ َ َّ َ ‫اَّلل ْاث َنا َع َش َر َش ْه ًرا في ك‬َّ َ ْ ‫َّ َّ َ ُّ ُ ر‬
‫الدين الق ِيم ۚ فَل‬
ِ ‫ك‬ ‫ل‬ِ ‫ذ‬ ۚ ‫م‬‫ر‬‫ح‬ ‫ة‬ ‫ع‬ ‫ب‬ ‫أ‬ ‫ا‬
‫ِ ر ِ ر‬‫ه‬ ‫ن‬‫م‬ ‫ض‬ ‫اْل‬‫و‬ ‫ات‬ ‫او‬ ‫م‬‫الس‬ ‫ق‬ ‫ل‬‫خ‬ ‫م‬ ‫و‬ ‫ي‬ ‫اَّلل‬
ِ ِ ِ ِ‫اب‬ ‫ت‬ ِ ‫إ ِِن ِعدة الشهو ِ ِعند‬
ُ ْ َ َ َ َّ َّ َ ُ َ ْ َ ً َّ َ ْ ُ َ ُ َ ُ َ َ ً َّ َ َ ْ ُ ْ ُ َ َ ْ ُ َ ُ ْ َ َّ
َ‫اْل َّتقين‬ ُ ْ َ
ِ ‫م‬ ‫اَّلل‬ ‫ن‬ ‫أ‬ ‫وا‬ ‫م‬‫ل‬ ‫اع‬‫و‬ ۚ ‫ة‬ ‫اف‬ ‫ك‬ ‫م‬ ‫ك‬‫ون‬ ‫ل‬ ‫ت‬
ِ ‫ا‬‫ق‬ ‫ي‬ ‫ا‬‫م‬ ‫ك‬ ‫ة‬ ‫اف‬ ‫ك‬ ‫ين‬ ‫ك‬‫ر‬
ِِ ‫ش‬ ‫اْل‬ ‫وا‬ ‫ل‬‫ت‬ِ ‫ا‬‫ق‬ ‫و‬ ۚ ‫م‬ ‫ك‬‫س‬ ‫ف‬ ‫ن‬‫أ‬ ‫ن‬‫يه‬‫ف‬ ‫وا‬
ِِ ِ ‫ت‬‫م‬ ‫ل‬‫ظ‬
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan
langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya
diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi
kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. at-Taubah : 36 )
Naskh al-Qur’an dengan Hadits

Jenis ini ada dua model yaitu: Pertama, al-Qur’an dinaskh oleh hadits ahad
yang dalam hal ini jumhur ulama menolak. Kedua, al-Qur’an di naskh oleh
hadis mutawatir, hal ini diterima oleh Jumhur, kecuali Imam Syafi’i. Seperti
QS. aI-Baqarah: 180:
َ َّ ُ ْ َ َ ًّ َ ُ ْ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ ُ َّ َ ْ ً ْ َ َ َ َ ْ ُ ْ َ ْ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ ْ ُ ْ َ َ َ ُ
)١٨٠( ‫ك ِتب عليكم ِإذا حضر أحدكم اْلوت ِإن ترك خيرا الو ِصية ِللو ِالدي ِن واْلقرِبين ِباْلعرو ِف حقا عَل اْلت ِقين‬
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-
tanda) kematian, jika ia meninggalkan harta banyak, berwasiat untuk ibu,
bapak, dan kerabatnya secara baik, (ini adalah kewajiban orang yang
bertaqwa.”
Ayat di atas, dimansukh oleh hadits Nabi, Saw:
“Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada setiap orang yang memiliki
hak akan haknya, maka tidak ada wasiat bagi seorag waris.” (HR. Abu
Dawud)
Al-Sunnah di Naskh al-Qur’an

Terkait nasikh jenis ini, alam hal ini jumhur ulama’ menerima dan
sepakat. Contoh:
Berdasarkan ketentuan hadist Nabi, Saw., tentang keharaman
menggauli istri pada malam bulan Ramadhan.
Ketentuan tersebut, kemudian di naskh dengan ayat:
ْ‫الر َف ُث إ َل ن َسائ ُكم‬
َّ َ َ َ ْ َ ْ ُ َ َّ ُ
ِ ِ ِ ‫الصي ِام‬
ِ ‫أ ِحل لكم ليلة‬
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur
dengan istri-istri kamu.
Al-Sunnah di Naskh Sunnah

Al-Sunnah di naskh oleh al-Sunnah, yang dalam hal ini ada 4 model :
pertama, hadits mutawatir dinaskh oleh hadits mutawatir; kedua,
hadis ahad dinaskh oleh hadis ahad; ketiga, hadis ahad dinaskh dengan
hadis mutawatir dan keempat hadis mutawatir dinaskh dengan hadis
ahad. Pola pertama, kedua dan ketiga diterima oleh jumhur ulama’
sedang pola terahir ditolak oleh jumhur.
Contoh sabda Nabi yang diriwayatkan Ibnu Majah tentang Ziarah kubur
yang dulunya dilarang kemudian diperbolehkan.
‫كنت نهيتكم عن زيارةالقبور أال فزوروها‬
“”Saya telah melarang kalian untuk berziarah qubur. Ingatlah!
Berziarah kuburlah kalian semua.”
Cara Mengetahui Naskh
1. Petunjuk dari al-Qur’an , tentang adanya petunjuk naskh;
2. Penjelasan dari Nabi Saw., mengenai pen-naskh-an;
3. Perbuatan Nabi, Saw., seperti perajaman yang dilakukan kepada sahabat Ma’iz
dan tidak menderanya. Hal ini me-naskh pernyataan Nabi Saw., sendiri, yang
mengatakan:
“Apabila seorang lelaki yang telah beristri (menikah) berzinah dengan wanita
yang telah menikah maka didera seratus kali dan dirajam dengan batu.”
4. Kesepakatan (ijma) para sahabat bahwa ayat atau dalil ini adalah al-nasikh dan
dalil itu al-mansukh, seperti halnya pe-naskh-an puasa tanggal 10 muharram
(assyura) dengan puasa ramadan dan pe-naskh-an hak-hak yang berkaitan
dengan harta benda dengan kewajiban zakat.
5. Penukilan yang dilakukan oleh seorang rawi dari sahabat bahwa salah satu
dari dua hukum tentang sebuah permaslahan lebuh didahulukan dari pada
hukum yang lainnya, karena tidak memiliki peluang untuk melalukan ijtihad
dalam masalah tersebut.
6. Keberadaan salah satu hukum dari dua buah hukum merupakan hukum
syariat, sedangkan hukum yang lainnya lebih mirip atau cocok dengan adat
pada zaman dulu. Maka hukum syariat me-naskh adat tersebut.
Polemik di Sekitar Nasikh - mansukh
2. Syariat Islam ternyata memerintahkan
Ulama yang menerima sesuatu perbuatan yang dibatasi dengan
Naskh-Mansukh waktu tertentu, seperti puasa Ramadlan,
sehingga dengan datangnya bulan syawal
Argumentasi Rasional: berarti perintah puasa terhapus;
1. Kehendak Allah SWT 3. Risalah yang dibawa Nabi Muhammad
SAW diperuntukkan kepada umat manusia
bersifat mutlak, absolut, secara keseluruhan (kafah). Sedang
sehingga Allah SWT sebelumnya telah ada syariat para Rasul
bebas menyuruh yang terdahulu. Dengan datangnya Islam
syariat agama terdahulu terhapus
hambanya untuk (mansukh);
melakukan sesuatu atau 4. Tidak ada dalil naqli (Nash) yang jelas
melarangnya. melarang. Oleh sebab itu logis
dimungkinkannya adanya nasakh dan
mansukh.
Polemik di Sekitar Nasikh - mansukh

Ulama yang menerima


Naskh-Mansukh
Argumentasi naqli : 2. Beberapa ayat al-Qur’an menunjukkan
1. Syari’at para Rasul terdahulu secara eksplisit 2. tentang absahnya naskh
di naskh dengan syariat dalam Islam seperti : QS. al-Baqarah :106,
Rasul yang kemudian, QS. al-Nahl: 101, QS. al-Ra’d : 39, QS. al-
seperti dibolehkannya nikah Nisa’ : 160;
dengan saudara sekandung
pada syariat Nabi Adam AS,
3. Kesepakatan ulama salaf tentang adanya
kemudian di-naskh oleh nasikh – mansukh;
syariat sesudahnya baik 4. Bukti riil (nyata) dalam al-Qur’an dan al-
Yahudi, Nasrani maupun Sunnah banyak terdapat nasikh - mansukh.
Islam.
Polemik di Sekitar Nasikh - mansukh
2. Kebanyakan bentuk hukum dalam al-
Ulama yang menolak Qur’an bersifat kulli dan ijmal (global),
Naskh-Mansukh bukan juz’i (parsial) dan tafsil (terperinci).
Hal ini agar supaya bisa fleksibel, sehingga
Argumentasi Rasional: tidak perlu naskh;
1. Syariah adalah bersifat 3. Tidak ada ayat al-Qur’an maupun al-
Sunnah yang jelas tentang adanya naskh;
kekal abadi sampai hari
4. Pendapat ulama’ tidak sama tentang
qiyamat, hal a. ini jumlah ayat-ayat yang d. mansukh.
menghendaki hukumnya 5. Ayat-ayat yang kelihatannya berlawanan
herlaku sepanjang masa, ternyata dapat dikompromikan, baik
tidak ada yang di dengan teknik `am dan takhsis maupun
nasakhkan ijmal dan tafshil;
6. Tidak ada hikmah yang didapat dari
fenomena naskh
Polemik di Sekitar Nasikh - mansukh

Ulama yang menolak


Naskh-Mansukh
Argumentasi naqli : 2. Penafsiran Surat d. al-Baqarah:106 bahwa
1. Pernyataan QS. a. Allah tidak mengganti ayat atau membuat
Fushshilat: 42 bahwa Dalam manusia lupa tentang ayat kecuali Allah
al-Qur’an tidak ditemukan menggantikan yang lebih baik. Kelompok ini
adanya kebatilan, padahal memahami bahwa kata “ayat” disitu
hukum Tuhan yang diartikan “mu’jizat” atau ayat pada kitab
dibatalkan adalah kebatilan. sebelum al-Qur’an yang di-naskh oleh al-
Qur’an.
Hikmah dan Manfaat

1. Terciptanya kemaslahatan 3. Menguji pada mukallaf untuk


umat, sesuai dengan melaksanakan atau
perubahan kondisi meninggalkan;
sosiokultural; 4. Adanya tujuan kebaikan dan
2. Menunjukkan adanya proses kemudahan pada umat. Jika
syariat dari awal nasikh lebih berat ada
pertumbuhannya menuju kebaikan bertambahnya
kesempurnaannya; pahala, dan jika lebih ringan
berarti ada tujuan
memudahkan dan
meringankan.

Anda mungkin juga menyukai