LP Cedera Kepala Profesi Ners

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

I.

KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFINISI
Cedera kepala adalah (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara
langsung maupun tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di
kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan
jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir,
2012).
Cedera kepala merupakan suatu proses terjadinya cedera langsung maupun
deselerasi terhadap kepala yang dapat menyebabkan kerusakan tengkorak dan
otak (Pierce dan Nail, 2014). Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi
trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak (Morton, 2012). Cedera kepala meliputi
luka pada kulit kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala merupakan adanya
pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran (Susan Martin, 2011).

B. ETIOLOGI
Beberapa etiologi cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013) :
1. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam: menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan
cedera lokal. Kerusakan local meliputi contusion serebral, hematom serebral,
kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran
otak atau hernia.
2. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi) :
kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk, yaitu cedera
akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar pada hemisfer
serebral, batang otak atau kedua-duanya.
Akibat cedera tergantung pada (Yessie dan Andra, 2013) :
1. Kekuatan benturan (parahnya kerusakan)
2. Akselerasi dan deselerasi
3. Cup dan kontra cup

1
a) Cedera cup adalah kerusakan pada daerah dekat yang terbentur
b) Cedera kontra cup adalah kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan
benturan
4. Lokasi benturan
5. Rotasi: pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan
dan robekan substansia alba dan batang otak. Depresi fraktur: kekuatan yang
10 mendorong fragmen tulang turun menekan otak lebih dalam. Akibatnya
CSS mengalir keluar ke hidung, kuman masuk ke telinga kemudian
terkontaminasi CSS lalu terjadi infeksi dan mengakibatkan kejang.

C. KLASIFIKASI
Penilaian cedera kepala dapat dinilai menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
(Tim Pusbankes, 2018) :
1. Berdasarkan keparahan cedera
a. Cedera Kepala Ringan (CKR)
1) Tidakada fraktur tengkorak
2) Tidak ada kontusio serebri, hematom
3) GCS 13-15
4) Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi < 30 menit
b. Cedera Kepala Sedang (CKS)
1) Kehilangan kesadaran
2) Muntah
3) GCS 9-12
4) Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung)
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
1) GCS 3-8
2) Hilang kesadaran > 24 jam
3) Adanya kontusio serebri, laserasi/hematom intracranial

2
Macam-macam tingkat kesadaran (Tim Pusbankes, 2018) :
1. Composmentis (normal)
a. Sadar penuh
b. Dapat dirangsang oleh rangsangan : nyeri, bunyi atau gerak
c. Tanda-tanda: sadar, merasa mengantuk atau sampaitertidur. Jika tidur
dapat disadarkan dengan memberikan rangsangan
2. Apatis (acuh tak acuh)
a. Acuh
b. Lama untuk menjawab terhadap rangsangan yang diberikan
c. Tanda-tanda: sadar tapi tidak kooperatif
3. Somnolent (ngantuk)
a. Keadaan ngantuk
b. Dapat dirangsang dengan rangsangan: dibangunkan atau dirangsang nyeri
c. Tanda-tanda: sadar tapi kadang tertidur, susah dibangunkan, kooperatif
dan mampu menangkis rangsangan nyeri
4. Dellirium (mengigau)
a. Penurunan kesadaran disertai peningkatan yang abnormal
b. Dapat dirangsang dengan rangsangan nyeri
c. Tanda-tanda: gaduh, gelisah, kacau, teriak-teriak, disorientasi
5. Koma/sopor (tidak sadar)
a. Keadaan tidak sadarkan diri
b. Tidak dapat dibangunkan bahkan dengan diberikan rangsangan yang kuat
c. Tanda-tanda: tidak adanya jawaban terhadap rangsangan yang diberikan

3
D. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi

a. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau
kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau
galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang
longgar dan pericranium Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria)
dan basis kranii.

Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal,


temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis,
namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata
sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu :
fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa
posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.

b. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3


lapisan yaitu :

1) Dura mater

4
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang
keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada
permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput
arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang
subdura) yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana
sering dijumpai perdarahan subdural.
2) Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus
pandang.Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam
dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan
dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan
dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor
serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan
akibat cedera kepala.
3) Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater
adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak,
meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam.Membrana
ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan
epineuriumnya.Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga
diliputi oleh pia mater.
c. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang
dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon
(otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak
tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula
oblongata dan serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan
dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara.Lobus
parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang.Lobus

5
temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital
bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons
bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam
kesadaran dan kewapadaan.Pada medula oblongata terdapat pusat
kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi
dan keseimbangan.
d. Cairan Serebrospinal (CSS)
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari
ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus
dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam
sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus
sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio
arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan
kenaikan takanan intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi
dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per
hari.
e. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang
supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan
ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).
f. Vaskularisasi otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri
vertebralis.Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior
otak dan membentuk circulus Willisi.Vena-vena otak tidak mempunyai
jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai
katup.Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus
venosus cranialis.
(Yessie dan Andra, 2013)

2. Fisiologi

6
Menurut judha dan rahil (2011) otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh.
Jika otak sehat, maka akan mendorong kesehatan tubuh serta menunjang
kesehatan mental. Sebaliknya, apabila otak anda terganggu, maka kesehatan
tubuh dan mental anda bisa ikut terganggu. Seperti terlihat pada gambar di
atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu :
a. Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak depan. Cerebrum
merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang.
Cerebrum membuat manusia memiliki lesaian kemampuan berfikir,
analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan
visual. Kecerdasan intelektual atau IQ anda juga ditentukan oleh kualitas
bagian ini.
Cerebrum terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian
lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai
parit disebut suleus. Keempat lobus tersebut masing- masing adalah: lobus
frontal, lobus pariental, lobus occipital dan lobus temporal (Judha & Rahil,
2011).
1) Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari
Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat
alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian
masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol
perilaku seksual dan kempuan bahasa secara umum.
2) Lobus Pariental berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
3) Lobus Temporal berada di bagianbawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara.
4) Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interprestasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina

7
mata.
b. Cerebellum (Otak Kecil)
Menurut Judha dan Rahil (2011) otak kecil atau Cerebellum. Terletak di
bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas.
Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya:
mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi
otot dan gerakan tubuh. Otak kecil juga menyimpan dan melaksanakan
serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan
mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci
pintu dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada
sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi,
misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam
mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.
c. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau
sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur suhu tubuh, mengatur
proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu
fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.
Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh
karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil
mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting primitif. Contahnya anda
akan merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang yang tidak anda
kenal terlalu dekat dengan anda. Batang otak terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1) Mesencephalon atau otak tengah (Mid Brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan otak besar dan otak kecil. Otak
tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan
pendengaran.
2) Medulla Oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah

8
kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya.
Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak jantung,
sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
3) Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat
otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah
kita terjaga atau tertidur.

d. Limbic System (Sistem Limbik)


Sistem limbik terletak dibagian tengah otak, membungkus batang otak
ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah.
Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga
sering disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik, antara lain
Hipotalamus, Thalamus, Amigdala, Hipocampus, dan Korteks limbik.
Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi
hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks,
pusat rasa senang, metabolisme dan memori jangka panjang.

9
E. PATHWAYS

Cedera Kepala

Tulang cranial Intra cranial


Ekstra cranial

Jaringan otak
Terputusnya rusak,
Terputusnya
kontunuitas kontatio,
kontunuitas
Jaringan laserasi
jaringan
otot, kulit tulang

Perubahan
protoregulasi
Perdarahan Gangguan Risiko
dan suplai Infeksi
hematoma darah Kejang

Penurunan
Peningakatan
Iskemia
kesadaran
TIK

Hipoksia
Bedrest
Peregangan Kompresi total
doramen dan batang Akumulasi
Risiko
pembuluh otak cairan
ketidakefektifan
darah
perfusi jaringan 10
otak Ketidakefektifan
Nyeri akut bersihan jalan
nafas
F. PATOFISIOLOGI
Padila,
Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul dan benda tajam atau2012
kecelakaan
dapat menyebabkan cedera kepala. Cedera otak primer adalah cedera otak yang
terjadi segera setelah trauma. Cedera kepala primer dapat menyebabkan kontusio
dan laserasi. Cedera kepala ini dapat berlanjut menjadi cedera sekunder. Akibat
trauma terjadi peningkatan kerusakan sel otak sehingga menimbulkan gangguan
autoregulasi. Penurunan aliran darah ke otak menyebabkan penurunan suplai
oksigen ke otak dan terjadi gangguan metabolisme dan perfusi otak. Peningkatan
rangsangan simpatis menyebabkan peningkatan tahanan vaskuler sistematik dan
peningkatan tekanan darah. Penurunan tekanan pembuluh darah di daerah
pulmonal mengakibatkan peningkatan tekanan hidrolistik sehingga terjadi
kebocoran cairan kapiler. Trauma kepala dapat menyebabkan odeme dan
hematoma pada serebral sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra
kranial. Sehingga pasien akan mengeluhkan pusing serta nyeri hebat pada daerah
kepala (Padila, 2012).

G. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013) :
1. Cedera kepala ringan-sedang
a. Disoerientasi ringan
Disorientasi adalah kondisi mental yang berubah dimana seseorang yang
mengalami ini tidak mengetahui waktu atau tempat mereka berada saat itu,
bahkan bisa saja tidak mengenal dirinya sendiri.
b. Amnesia post traumatik
Amnesia post traumatik adalah tahap pemulihan setelah cedera otak
traumatis ketika seseorang muncul kehilangan kesadaran atau koma.
c. Sakit kepala

11
Sakit kepala atau nyeri dikepala, yang bisa muncul secara bertahap atau
mendadak.

d. Mual dan muntah


Mual adalah perasaan ingin muntah, tetapi tidak mengeluarkan isi perut,
sedangkan muntah adalah kondisi perut yang tidak dapat dikontrol
sehingga menyebabkan perut mengeluarkanisinya secara paksa melalui
mulut.
e. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran adalah salah suatu keadaan yang umumnya
disebabkan oleh factor usia atau sering terpapar suara yang nyaring atau
keras.
2. Cedera kepala sedang-berat
a. Oedema pulmonal
Edema paru adalah suatu kondisi saat terjadi penumpukan cairan diparu-
paru yang dapat mengganggu fungsi paru-paru. Biasanya ditandai dengan
gejala sulit bernafas.
b. Kejang infeksi
Kejang infeksi adalah kejang yang disebabkan oleh infeksi kumandi dalam
saraf pusat.
c. Tanda herniasi otak
Herniasi otak adalah kondisi ketika jaringan otak dan cairan otak bergeser
dari posisi normalnya. Kondisi ini dipicu oleh pembengkakan otak akibat
cedera kepala, stroke, atau tumor otak.
d. Hemiparase
Hemiparase adalah kondisi ketika salah satu sisi tubuh mengalami
kelemahan yang dapat mempengaruhi lengan, kaki, dan otot wajah
sehingga sulit untuk digerakkan.
e. Gangguan akibat saraf kranial

12
Manifestasi klinis spesifik :

1. Gangguan otak
a. Comosio cerebri (gegar otak)
1) Tidak sadar < 10 menit
- Muntah-muntah
- Pusing
- Tidak ada tanda defisit neurologis
- Contusio cerebri (memar otak)
2) Tidak sadar > 10 menit, jika area yang terkena luas dapat berlangsung
>2-3 hari setelah cedera
- Muntah-muntah
- Amnesia
- Ada tanda-tanda defisit neurologis
2. Perdarahan epidural (hematoma epidural)
a. Suatu akumulasi darah pada ruang tulang tengkorak bagian dalam dan
meningen paling luar. Terjadi akibat robekan arteri meningeal
b. Gejala : penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis dari kacau
mental sampai koma
c. Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan pernafasan, bradikardi,
penurunan TTV
d. Herniasi otak yang menimbulkan :
Dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang
1) Isokor dan anisokor
2) Ptosis

13
3. Hematom subdural
a. Akut: gejala 24-48 jam setelah cedera, perlu intervensi segera
b. Sub akut: gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu setelah cedera
c. Kronis: 2 minggu sampai dengan 3-4 bulan setelah cedera
4. Hematom intracranial
a. Pengumpulan darah >25 ml dalam parenkim otak
b. Penyebab: fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi peluru,
gerakan akselerasi-deselerasi tiba-tiba
5. Fraktur tengkorak
a. Fraktur linier (simple)
1) Melibatkan Os temporal dan parietal
2) Jika garis fraktur meluas kearah orbital atau sinus paranasal (resiko
perdarahan)
b. Fraktur basiler
1) Fraktur pada dasar tengkorak
2) Bisa menimbulkan kontak CSS dengan sinus, memungkinkan bakteri
masuk

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic dari cedera (Andra dan Yessi, 2013) :
1. Pemeriksaan diagnostik
a. X ray/CT Scan
1) Hematom serebral
2) Edema serebral
3) Perdarahan intracranial
4) Fraktur tulang tengkorak
b. MRI: dengan atau tanpa menggunakan kontras
c. Angiografi cerebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
d. EEG: mermperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis
2. Pemeriksaan laboratorium

14
a. AGD: PO2, PH, HCO2, : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi
(mempertahankan AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran
darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah oksigenasi yang dapat
meningkatkan TIK.
b. Elektrolit serum: cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan
regulasi natrium, retensi Na berakhir beberapa hari, diikuti dengan dieresis
Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat ketidakseimbangan
elektrolit.
c. Hematologi: leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.
d. CSS: menenetukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid (warna,
komposisi, tekanan).
e. Pemeriksaan toksilogi: mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan
kesadaran.
f. Kadar antikonvulsan darah: untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup
efektif mengatasi kejang.

I. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari cedera kepala (Andra dan Yessie, 2013) :
1. Epilepsi pasca cedera
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa
waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang bisa
saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera. Obat-
obat anti kejang 14 misalnya: fenitoin, karbamazepin atau valproat) biasanya
dapat mengatasi kejang pasca trauma.
2. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena
terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami
atau mengekspresikan kata-kata. Bagian kepala yang mengendalikan fungsi
bahasa adala lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis di
sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari area tersebut karena stroke,

15
tumor, cedera kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari
fungsi bahasa.
3. Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan
ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya
disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis atau lobus frontalis.
Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, yang telah
menyebabkan kelainan fungsi otak.
4. Agnosis
Agnosis merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan
merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran
atau fungsi normal dari benda tersebut. Penderita tidak dapat mengenali
wajah-wajah yang dulu dikenalinya dengan baik atau benda-benda umum
(misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat melihat dan
menggambarkan benda-benda tersebut. Penyebabnya adalah fungsi pada lobus
parietalis dan temporalis, dimana ingatan akan benda-benda penting fungsinya
disimpan. Agnosis seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala
atau stroke. Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami
perbaikan secara spontan.
5. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk
mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama
berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti. Cedera pada
otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat
sebelum terjadinya kecelakaan (amnesia retrograde) atau peristiwa yang
terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca trauma). Amnesia
hanya berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung pada
beratnya cedar) dan akan hilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang
hebat, amnesia bisa bersifat menetap. Mekanisme otak untuk menerima
informasi dang mengingatnya kembali dari memori terutama terletak di dalam
lobus oksipitalis, parietalis, dan temporalis.

16
6. Fistel karotis-kavernosus
Ditandai dengan trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan briit orbita, dapat
timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.

7. Diabetes insipidus
Disebabkan karena kerusakan traumatic pada tangkai hipofisis, menyebabkan
penghentian sekresi hormone antidiuretik. Pasien mengekskresikan sejumlah
besar volume urin encer, menimbulkan hipernatremia, dan deplesi volume.
8. Kejang pasca trauma
Dapat terjadi (dalam 24 jm pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut
(setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predisposisi untuk
kejang lanjut, kejang dini menunjukkan risiko yang meningkat untuk kejang
lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulasan.
9. Edema serebral dan herniasi
Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, puncak edema terjadi setelah
72 jam setelah cedera. Perubahan TD, frekuensi nadi, pernafasan tidak teratur
merupakan gejala klinis adanya peningkatan TIK. Tekanan terus menerus
akan meningkatkan aliran darah otak menurun dan perfusi tidak adekuat,
terjadi vasodilatasi dan edema otak.Lama-lama terjadi pergeseran
supratentorial dan menimbulkan herniasi. Herniasiakan mendorong hemusfer
otak ke bawah/lateral dan menekan di enchepalon dan batang otak, menekan
pusat vasomotor, arteri otak posterior, saraf oculomotor. Mekanisme
kesadaran, TD, nadi, respirasi dan pengatur akan gagal.
10. Defisit neurologis dan psikologis
Tanda awal penurunan neurologis: perubahan TIK kesadaran, nyeri kepala
hebat, mual dan muntah proyektil.

J. PENATALAKSANAAN
Beberapa penatalaksaan pada pasien cedera kepala (Tim Pusbankes, 2018) :

17
1. Penatalaksanaan cedera kepala ringan
a. Obsevasi atau dirawat di Rumah Sakit
1) CT scan tidak ada
2) CT scan abnormal
3) Semua cedera tembus
4) Riwayat hilang kesadaran
5) Kesadaran menurun
6) Sakit kepala sedang-berat
7) Intoksikasi alcohol/obat-obatan
8) Fraktur tengkorak
9) Rhinorea/otorea
10) Tidak ada keluarga dirumah
11) Amnesia
b. Rawat jalan
Tidak memenuhi criteria rawat. Berikan pengertian kemungkinan kembali
ke RS jika memburuk dan berikan lembar observasi
Lembar observasi: berisi mengenai kewaspadaan baik keluarga maupun
penderita cedera kepala ringan. Apabila dijumpai gejala-gejala dibawah
ini maka penderita harus segera dibawa ke RS :
1) Mengantuk berat atau sulit dibangunkan
2) Mual dan muntah
3) Kejang
4) Perdarahan atau keluar cairan dari hidung dan telinga
5) Sakit kepala hebat
6) Kelemahan pada lengan atau tungkai
7) Bingung atau perubahan tingkah laku
8) Gangguan penglihatan
9) Denyut nadi sangat lambat atau sangat cepat
10) Pernafasan tidak teratur
2. Penatalaksanaan cedera kepala sedang (GCS 9-13)

18
Penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk, namun masih
mampu menuruti perintah-perintah.
Pemeriksaan awal :
a. Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah
sederhana
b. Pemeriksaan CT scan kepala
c. Dirawat untuk observasi

Perawatan :

a. Pemeriksaan neurologis periodic


b. Pemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau bila
penderita akan dipulangkan

Bila kondisi membaik (90%)

a. Pulang
b. Kontrol di poli

Bila kondisi memburuk (10%)

Bila penderita tidak mampu melakukan perintah lagi segera lakukan


pemeriksaan CT scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protocol cedera
kepala berat.

3. Penatalaksanaan cedera kepala berat (GCS 3-8)


Penderita tidak mampu melakukan perintah-perintah sederhana karena
kesadarannya menurun.
a. Airway
1) Penderita dibaringkan dengan elevasi 20-30 untuk membantu
menurunkan tekanan intracranial
2) Pastikan jalan nafas korban aman, bersihkan jalan nafas dari lender,
darah atau kotoran, pasang pipa guedel dan siapkan untuk intubasi
endotrakeal, berikan oksigenasi 100% yang cukup untuk menurunkan
tekanan intracranial

19
3) Jangan banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera servikal
dapat disingkirkan
b. Sirkulasi
1) Berikan cairan secukupnya (Ringer Laktat/Ringer Asetat), untuk
resusitasi korban. Jangan memberikan cairan berlebih atau yang
mengandung Glukosa karena dapat menyebabkan odema otak
2) Atasi hipotensi yang terjadi, yang biasanya merupakan petunjuk
adanya cedera di tempat lain yang tidak tampak
3) Berikan transfuse darah jika Hb kurang dari 10g/dl

II. KONSEP KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
1. Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal Kaji :
a) Bersihkan jalan nafas
b) Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
c) Distress pernafasan
d) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2. Breathing dan ventilasi Kaji :
a) Frekuensi nafas, usaha nafas dan pergerakan dinding dada
b) Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
c) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
3. Circulation dengan kontrol perdarahan Kaji :
a) Denyut nadi karotis
b) Tekanan darah
c) Warna kulit, kelembaban kulit
d) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
4. Disability Kaji :
a) Tingkat kesadaran
b) Gerakan ekstremitas

20
c) Glasgow coma scale (GCS), atau pada anak tentukan : Alert (A), Respon
verbal (V), Respon nyeri/pain (P), tidak berespons/unresponsive (U)
d) Ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya
5. Exposure control Kaji :
a) Tanda-tanda trauma yang ada
(Yessie dan Andra, 2013)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d cedera kepala
3. Risiko infeksi d.d kerusakan integritas kulit
4. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan d.d penurunan mobilitas
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
6. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
(SDKI, 2016)

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN
(SDKI, 2016) (SLKI,2018) (SIKI, 2018)
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
dengan agen pencedera tindakan keperawatan Observasi
fisik 1x60 menit diharapkan - Identifikasi lokasi,
masalah dapat teratasi karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
Luaran Utama : intensitas nyeri
Tingkat Nyeri - Identifikasi skala
1. Keluhan nyeri dari nyeri

21
meningkat (1) Terapeutik
menjadi sedang (3) - Berikan teknik
2. Meringis dari nonfarmakologis
meningkat (1) untuk mengurangi
menjadi sedang (3) rasa nyeri
Edukasi
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian analgetik
Risiko perfusi serebral Setelah dilakukan Manajemen
tidak efektif d.d cedera tindakan keperawatan Peningkatan Tekanan
kepala 1x60 menit diharapkan Intrakranial
masalah dapat teratasi Observasi
dengan kriteria hasil: - Monitor tanda/gejala
Luaran Utama : peningkatan TIK
Perfusi Serebral - Monitor MAP
1. Sakit kepala dari - Monitor status
meningkat (1) pernapasan
menjadi sedang (3) Terapeutik
2. Gelisah dari - Cegah terjadinya
meningkat (1) kejang
menjadi sedang (3) Kolaborasi
3. Kecemasan dari - Kolaborasi
meningkat (1) pemberian anti
menjadi sedang (3) konvulsan, jika
perlu
Risiko infeksi d.d Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi

22
kerusakan integritas tindakan keperawatan Observasi
kulit 1x60 menit diharapkan - Monitor tanda dan
masalah dapat teratasi gejala infeksi
dengan kriteria hasil: lokaldan sistemik
Luaran Utama : Terapeutik
Tingkat Infeksi - Berikan perawatan
1. Kemerahan dari kulit pada area
cukup meningkat (2) edema
menjadi cukup Edukasi
menurun (4) - Jelaskan tanda dan
2. Nyeri dari gejala infeksi
meningkat (1) - Anjurkan
menjadi sedang (3) meningkatkan
3. Bengkak dari cukup asupan nutrisi
meningkat (2)
menjadi cukup
menurun (4)
Risiko gangguan Setelah dilakukan Perawatan Integritas
integritas kulit/jaringan tindakan keperawatan Kulit
d.d penurunan mobilitas 1x60 menit diharapkan Observasi
masalah dapat teratasi - Identifikasi
dengan kriteria hasil: penyebab gangguan
Luaran Utama : integritas kulit
Integritas Kulit dan Terapeutik
Jaringan - Ubah posisi tiap 2
1. Kerusakan jaringan jam
dari meningkat (1) Edukasi
menjadi sedang (3) - Anjurkan
2. Kerusakan lapisan menggunakan
kulit dari meningkat pelembab
(1) menjadi sedang - Anjurkan mandi dan

23
(3) menggunakan sabun
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
fisik berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan nyeri 1x60 menit diharapkan - Identifikasi adanya
masalah dapat teratasi nyeri atau keluhan
dengan kriteria hasil: fisik lainnya
Luaran Utama : - Identifikasi toleransi
Mobilitas Fisik fisik melakukan
1. Nyeri dari pergerakan
meningkat (1)
menjadi sedang (3) Terapeutik
2. Kaku sendi dari - Fasilitasi melakukan
meningkat (1) pergerakan
menjadi sedang (3) - Libatkan keluarga
3. Kecemasan dari untuk membantu
meningkat (1) pasien dalam
menjadi sedang (3) meningkatkan
pergerakan
Edukasi
- Ajarkan mobiliasi
sederhana yang
harus dilakukan
Bersihan jalan napas Setelah dilakukan Manajemen Jalan
tidak efektif tindakan keperawatan Napas
berhubungan dengan 1x60 menit diharapkan Observasi
sekresi yang tertahan masalah dapat teratasi - Monitor pola napas
dengan kriteria hasil: - Monitor bunyi napas
Luaran Utama : tambahan
Bersihan Jalan Napas Terapeutik
1. Frekuensi napas dari - Berikan oksigen
cukup memburuk (2) - Lakukan

24
menjadi cukup penghisapan lender
membaik (4) Edukasi
2. Pola napas dari - Anjurkan asupan
cukup memburuk (2) cairan 2000 ml/hari
menjadi cukup
membaik (4)

DAFTAR PUSTAKA

BIBLIOGRAPHY Andra, S. W. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

H.N, J. M. (2011). Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Gosyen


Publishing.

Martin, S. (2011). Standar Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Morton, P. G. (2012). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Pierce A.G, N. R. (2014). At A Glance Ilmu Bedah Ed.3. Surabaya: Airlangga University Press.

Pusbankes. (2018). Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD), Basic. Yogyakarta:


Persi DI.

Sjahrir, H. (2012). Nyeri Kepala dan Vertigo. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press.

TIM POKJA SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta :Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

25
TIM POKJA SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

TIM POKJA SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

26

Anda mungkin juga menyukai