Membaca Ulang Pemikiran Gandhi Tentang Kemanusiaan: P-ISSN: 2303-2898 Vol. 7, No.1, April 2018
Membaca Ulang Pemikiran Gandhi Tentang Kemanusiaan: P-ISSN: 2303-2898 Vol. 7, No.1, April 2018
Membaca Ulang Pemikiran Gandhi Tentang Kemanusiaan: P-ISSN: 2303-2898 Vol. 7, No.1, April 2018
1, April 2018
Abstrak
Mohandas Karamchand Gandhi adalah sosok pejuang humanis dari negeri India. Pergulatan
kehidupannya baik di India maupun di Afrika Selatan telah mendorong dirinya untuk menjadi
pejuang kemanusiaan dengan “Gerakan Anti-Kekerasan” (non-violence). Gandhi, meski
orangnya sudah tiada ratusan tahun silam, tetapi pemikirannya masih menyisakan hal yang
menarik untuk dikaji pada massa kini dan pada massa-massa mendatang. Pemikiran Gandhi
tentang kemanusiaan sangat mendalam dan utopia, sehingga tetap memiliki daya tarik untuk
dikaji oleh penekun dan pemerhati anti-kekerasan. Setiap gerak langkah perjuangan Gandhi
selalu menekankan pentingnya menghargai kemanusiaan, karena manusia dapat
mengembangkan diri dan membina persatuan ke seluruh dunia dengan cinta. Kemampuan
untuk mencintai membuat manusia mampu berubah, berkembang menuju pada perbaikan dan
kesempurnaan. Pemikiran kemanusiaan Gandhi, kemudian bercabang dengan melihat
kekejaman Inggris di India terutama “Pembantaian Amritsar” dan kekejaman lainnya di Punyab
oleh kolonial Inggris, membawa dirinya hanyut ke dunia politik yang sesungguhnya tidak dia
kehendaki. Upaya Gandhi menentang penjajahan Inggris bukan berarti pemusnahan orang
Inggris, melainkan suatu gerakan menentang praktek kolonialisme dengan gerakan ahimsa,
satyagraha, swadesi, dan hartal (civil-disobedience, non-kooperasi, dan puasa). Artinya
perjuangan Gandhi melawan kolonial Inggris tetap pada penghargaan dan penghormatan
kemanusiaan, musuh harus dikalahkan tidak dengan mempermalukan, tetapi dengan
mengangkat derajatnya.
Kata Kunci: Pemikiran Gandhi, Kemanusiaan, Ahimsa, Satyagraha, Swadesi, dan Hartal.
Abstract
Mohandas Karamchand Gandhi is a humanist fighter from India. The struggles of his life both in
India and in South Africa have prompted him to become a humanitarian fighter with the
"Nonviolent Movement". Gandhi, even though his people were gone hundreds of years ago, but
his thoughts still leave interesting things to be studied in the present masses and in the
upcoming masses. Gandhi's thoughts about humanity are profound and utopian, so they still
have the appeal to be studied by the persecutors and observers of nonviolence. Every move
Gandhi struggle always stressed the importance of respecting humanity, because humans can
develop themselves and foster unity throughout the world with love. The ability to love enables
human beings to change, evolves toward improvement and perfection. Gandhi's humanitarian
thoughts, then branched out by seeing British atrocities in India, especially the "Amritsar
Massacre" and other atrocities in Punyab by British colonials, brought him into the realm of
politics he did not really want. Gandhi's efforts against British rule did not mean the destruction
of the English, but a movement against the practice of colonialism with the movements of
ahimsa, satyagraha, swadesi, and hartal (civil-disobedience, noncooperation and fasting). It
means that Gandhi's struggle against the British colonial remains on the respect and respect of
humanity, the enemy must be defeated not by humiliation, but by uplifting.
mengembangkan diri dan membina daya tarik. Alam dapat menjadi lestari
persatuan antara seluruh dunia dengan berkat adanya rasa kasih sayang yang
cinta. Kemampuan untuk mencintai timbal-balik (Gandhi, 1988:138).
membuat manusia mampu berubah, Realitas timbal-balik antar mahluk hidup
berkembang menuju pada perbaikan yang demikian itu dirumuskan oleh
dan kesempurnaan. Menurut Gandhi Gandhi (1988: 139-140) sebagai
manusia yang sempurna adalah berikut: “Keterkaitan dan
manusia ‘satyagrahi’, artinya orang ketergantungan yang timbal balik
yang mampu mengatasi kekuatan- seharusnya dijadikan cita-cita umat
kekuatan jahat, tidak hanya yang manusia, selain dari hasrat untuk
datang dari luar tetapi juga yang ada di berswasembada. Manusia adalah
dalam dirinya, yang dilaksanakan mahluk sosial. Tanpa Keterkaitan
dengan sikap ahimsa dan pemurnian dengan masyarakat, tidak mungkin
diri, yaitu mencakup sikap lepas bebas akan disadarinya persatuan dengan
terhadap harta milik dan bebas seluruh alam semesta dan tidak
terhadap kelezatan serta kenikmatan mungkin ditindasnya nafsu kepentingan
makanan melalui pengekangan diri, sendiri. Keterkaitan timbal-balik dengan
puasa, dan brahmacharya (Wegig, masyarakat memungkinkan dia menguji
1986: 60). Menjadi satyagrahi berarti imannya pada batu ujian kenyataan.
menjadi orang yang mampu Ketergantungannya kepada masyarakat
menjalankan sikap kemanusiaan. membuat dirinya sadar akan sifat umat
Selain sebagai mahluk individu manusia”.
yang otonom, Gandhi juga memahami Kutipan di atas menunjukkan
manusia dari aspek sosialitas manusia. bahwa Gandhi sangat menekankan
Penekanan kepada mahluk sosial manusia sebagai mahluk yang bersifat
mengartikan bahwa manusia harus individu sekaligus sosial. Manusia
menjalin hubungan dengan Tuhan sebagai mahluk individu sekaligus
sebagai penciptanya dan dengan mahluk sosial saling menjalin korelasi
mahluk lain baik dengan sesama secara timbal balik di dalam
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan masyarakat, bahkan di dalam menjalin
maupun alam semesta. Bagi Gandhi korelasi itu tidak jarang individu
jalan untuk menemukan Tuhan adalah berkorban demi kepentingan
melihat Dia dalam ciptaanNya dan masyarakat seperti yang dilakukan oleh
bersatu dengan ciptaan itu. Inilah Gandhi sendiri. Hal tersebut terungkap
kebenaran yang dimaksud Gandhi. dalam kutipan berikut; “Saya
Cara bersatu, berdamai dan selaras memutuskan bahwa saya tidak akan
dengan alam ciptaan itu disebut memiliki benda-benda ini. Saya
ahimsa. menyusun surat pernyataan mengenai
Ahimsa yang diajarkan Gandhi sesuatu trust untuk kepentingan
tidak hanya terbatas pada keyakinan masyarakat serta mengangkat Parsi
atau sikap saja, melainkan lebih jauh Rustomji dan beberapa orang lainnya
melingkupi pikiran, tindakan dan kata- sebagai anggotanya. Esoknya saya
kata. Ahimsa bukan hanya ditujukan berunding dengan istri dan anak-anak
kepada manusia saja, tetapi juga saya dan akhirnya membebaskan diri
ditujukan kepada binatang, tumbuh- dari hantu yang mengintai ini” (Gandhi,
tumbuhan dan alam. Menurut Gandhi 1982: 208).
sekalipun di dalam alam cukup terdapat Dalam konteks ini Gandhi
daya tolak, tetapi alam itu hidup berkat menganjurkan kepada semua orang
adalah kemampuan untuk mengatur diri yang lemah. Asal saja bangsa India
sendiri dalam kehidupan nasional menjaga wataknya sendiri ia akan
melalui para wakil rakyat. Jika mampu untuk mengurus dirinya sendiri
kehidupan nasional sudah menjadi (membentuk pemerintahan sendiri).
sempurna sehingga seakan-akan Seseorang tidak boleh terus menerus
seperti mengatur diri sendiri, maka tidak ikut serta dalam kelaliman, karena takut
perlu lagi wakil rakyat. Ini berarti telah menjadi menderita. Bahkan sebaliknya
tercapainya keadaan anarkhi yang arif- seseorang harus menentang kelaliman
bijaksana, artinya setiap penduduk itu dengan menghentikan dukungan
bertindak selaku penguasanya sendiri, langsung atau tidak langsung kepada
dengan menguasai dirinya sendiri pihak yang melakukan kelaliman itu.
sedemikian rupa sehingga tidak Dengan demikian setiap warga negara
menjadi pengganggu bagi sesamanya. turut bertanggungjawab atas setiap
Dalam satu negara yang ideal, tidak tindakan pemerintah itu, dan sungguh
perlu ada kekuasaan politik, karena layak tindakan pemerintah itu didukung
sesungguhnya sudah tidak ada negara. selama tindakan-tindakan itu wajar.
Namun negara ideal itu tidak mungkin Namun apabila tindakan pemerintah itu
tercapai dengan sempurna dalam merugikan warga negara dan bahkan
kehidupan nyata. Seperti yang terhadap bangsa sendiri, maka wajib
diintrodusir Thoreau bahwa pemerintah pula mereka mencabut dukungannya,
yang sempurna adalah pemerintah sebagaimana diungkapkan Gandhi
yang memerintah sesedikit mungkin (1988: 171), sebagai berikut;
(Kustiniyati-Mochtar, 1988: 163). “Demokrasi tidak berjalan seiring
Gagasan Gandhi tentang dengan kekerasan. Berbagai negara
kemanusiaan, demokrasi, kejujuran, yang menyebut dirinya demokratis ada
dan pantang-kekerasan sesungguhnya yang terang-terangan berubah sifatnya
telah menyatu dalam dirinya dan menjadi totaliter, ataupun jika sungguh-
bangsa India, sebagaimana yang sungguh bersifat demokratis, haruslah
diterjemahkan Kustiniyati-Mochtar dengan terpaksa mendukung paham
(1988: 171) berikut: “Seorang demokrat pantang-kekerasan. Menyatakan
sejati adalah dia yang mempertahankan bahwa paham pantang-kekerasan
kemerdekaannya dengan menerapkan hanya mungkin diterapkan oleh
paham pantang-kekerasan, serta perorangan, dan tidak mungkin
sekaligus mempertahankan diterapkan oleh suatu bangsa yang
kemerdekaan bangsanya dan akhirnya berdiri atas sejumlah perorangan
pula kemerdekaan seluruh umat sungguh naïf”.
manusia. Demokrasi yang berdisiplin Menurut Gandhi, satu-satunya
dan bijaksana adalah suatu yang cara untuk mencapai swaraj adalah
bernilai sangat tinggi di dunia ini. kemampuannya membela diri terhadap
Demokrasi yang berdasarkan seluruh dunia dan menempuh
prasangka, kebodohan, dan takhayul kehidupan dalam kebebasan yang
pasti akan menjadi kacau-balau dan sempurna, sekalipun banyak sekali
menghancurkan diri sendiri”. cacadnya. Pemerintahan sendiri jauh
Jadi seorang demokrat sejati lebih baik daripada pemerintahan
adalah orang yang berdisiplin tinggi dan kolonial. Seseorang tidak boleh dengan
bijaksana, tindakan teror dan tipu daya sabar menantikan penghapusan
bukanlah senjata bagi yang kuat untuk penganiayaan itu sampai suatu saat
membenarkan tindakannya menindas pelaku kelaliman itu akan menyadari
kolonial Inggris di India, (2) Non- Bagoes Oka. Yayasan Bali Santi
cooperation; menolak mengambil Sena: Denpasar.
bagian dalam sistem yang tidak adil Gandhi, M.K., 1979. From Yeravda
dengan cara mogok, dan (3) Puasa; Mandir. terj. Gedong Bagoes
pengendalian diri agar menghasilkan Oka. Yayasan Bali santi Sena:
kewaspadaan dan sikap hormat pada Bali.
orang lain. Puasa membuat seseorang Gandhi, M.K.,1982. Gandhi Sebuah
tidak hanya mengenali kecenderungan- Otobiografi, Kisah Ekspremen-
kecenderungan batinnya sampai yang Ekspremenku Dalam Mencari
paling lembut sekalipun, dengan puasa Kebenaran. terj. Gedong
juga diharapkan dapat memurnikan Bagoes Oka. Sinar Harapan:
intensi-intensinya. Ketiga; swadesi, Jakarta.
yaitu cinta akan tanah air. Gandhi Gandhi, M.K., 1950. Religi Susila. terj.
secara gamblang memberikan urutan Sumirat. Balai Pustaka: Jakarta.
swadesi sebagai berikut; pengabdian Gandhi, M.K., 1951. Satyagraha.
diri untuk keluarga, pengorbanan Navajivan Publishing House:
keluarga untuk desa, desa untuk Ahmedabad.
negara, dan negara untuk Gandhi, M.K., 1958. Satyagraha (ed.
kemanusiaan. Pelaksanaan swadesi Bharatan Kamurappa).
sebisa mungkin membeli/menggunakan Navajivan Publishing House:
segala keperluan dari dalam negeri, Ahmedabad.
tidak membeli barang-barang import, Gandhi, M.K., 1988. Semua Manusia
apabila barang-barang tersebut dapat Bersaudara, Kehidupan dan
dibuat dalam negeri sendiri. Keempat; Gagasan Mahatma Gandhi
hartal, yaitu semacam pemogokan Sebagaimana Diceritakannya
nasional (massal), toko-toko dan urusan Sendiri. terj. Kustiniyati Mochtar;
dagang ditutup, para pekerja/buruh kata pengantar Mochtar Lubis.
mogok, sekolah-sekolah dan kantor- Obor dan Gramedia: Jakarta.
kantor ditutup, sebagai protes politik Gandhi, M.K., 1953. Toward New
terhadap pemerintah kolonial Inggris. Education. Navajivan Publishing
Namun, hari-hari mogok itu dilakukan House: Ahmedabad.
dengan berpuasa dan kegiatan Gandhi, M.K., 1982. Tuhanku (oh My
keagamaan lainnya. Gandhi). Ashram Gandhi: Bali.
Lubis, Mochtar, 1988. Menggapai Dunia
DAFTAR PUSTAKA Damai. Yayasan Obor
Bakker, A. dan A. Charis Zubair, 1990. Indonesia: Jakarta.
Metodologi Penelitian Filsafat. Nicholson, Michael, 1994. Mahatma
Kanisius: Yogyakarta. Gandhi, Pahlawan yang
Gandhi, M.K., 1959. Ashram Membebaskan India dan
Observances Action. Navajivan Memimpin Dunia dalam
Publishing House: Ahmedabad. Perubahan Tanpa Kekerasan.
Gandhi, M.K.,1981. Ashram terj. Hilman Farid Seiadi.
Observance in Action. terj. Gramedia Pustaka Utama:
Gedong Bagoes Oka. Yayasan Jakarta.
Bali Santi Sena: Bali. Pleyser, 1992. Gandhi Pelopor
Gandhi, M.K., 1978. A Story of My Kemerdekaan India. Jambatan:
Experiments with Truth. terj. Gd. Yogyakarta.