Laporan Bacaan Misi Lintas Dunia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Bermisi atau mengabarkan Injil Kristus kepada semua orang adalah sesuatu hal yang tidak asing lagi
bagi orang-orang percaya. Banyak orang-orang percaya, Misionaris-misionaris baik dari dalam dan
luar negeri melakukan pekabaran Injil Keselamatan keseluruh dunia. Melakukan misi penginjilan ke
berbagai tempat, daerah, bahkan ke seluruh dunia, merupakan perintah Tuhan atau yang sering
dikenal dengan sebutan “Amanat Agung” (Matius 28:19-20), yang harus dilaksanakan. Pekabaran Injil
adalah nafas hidup orang Kristen. Lembaga-lembaga dan gereja-gereja dengan aktif melakukan misi
baik dalam maupun keluar. Tetapi tidak semua orang-orang terpanggil untuk melakukan misi ke luar
ke keseluruh penjuru dunia. Meski demikian orang-orang Kristen dapat melakukan misi lintas budaya
lokal.

Sebelum lebih jauh masuk ke dalam bagaimana cara orang-orang Kristen mengkomunikasikan Injil
Kristus melalui misi lintas budaya, penulis mencoba menguraikan tentang apa itu misi, apa panggilan
misi, apa budaya dan apa itu lintas budaya, mengapa perlu melakukan misi lintas budaya dan
bagaimana cara untuk dapat melakukan misi lintas budaya di era modern dewasa ini. Supaya gereja
baik secara individu maupun kelompok dapat meningkatkan keterlibantannya dalam pelayanan misi
lintas budaya.
PENGERTIAN

MISI & PANGGILAN MISI

Misi adalah memanggil orang-orang untuk datang kepada Allah. Misi juga dapat didefinisikan sebagai
mengkomunikasikan Injil, yang artinya misi bukan lagi hal yang utama untuk dimengerti secara
pengembangan geografi umat Kristen, tetapi lebih tepatnya sebuah tugas yang diberikan Allah
kepada semua orang dimanapun, baik di dalam gereja maupun di luar gereja. Mengkomunikasikan
kabar baik, bukan hanya dengan kata-kata tetapi dengan seluruh aspek hidup dan tindakan. Misi
merupakan sifat komunal dari umat Allah. Ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Goheen:

“the church must understand its mission as particioation in the mission of the triune God. And this
mission has a communal nature: it is a mission of God “people”.

Sehingga dapat disimpulkan misi adalah seluruh gereja harus menceritakan seluruh Injil Kristus,
kepada seluruh orang di seluruh dunia. Misi merupakan keutuhan dari tugas gereja untuk
menceritakan Injil ke seluruh dunia, yang melibatkan keutuhan hidup umat Allah, berkumpul dan
terceraiberai, umum, privasi, individual dan sekutu, dimensi dan tujuan. Misi merupakan bentuk
yang luas yang memiliki persamaan dengan bentuk yang sering dipakai yaitu “bersaksi”

Bersaksi adalah memberitakan Injil Kristus sampai ke ujung bumi dan biasanya disebut misi lintas
budaya. Mengapa? Sebab memberitakan Injil dengan bersaksi ke ujung bumi yang memiliki tradisi
dan kebudayaan yang berbeda. Diberbagai tempat misi maupun misionaris memiliki citra yang
negative. Sebagian besar dari sejarah gerakan missioner modern mulai dengan conquistadores
Spanyol dan Portugis pada abad ke -16, ditafsirkan sebagai persekutupn mempengaruhi orang-orang
untuk berpindah agama dewasa ini sering disebut dengan Kristenisasi. Meskipun demikian sebagai
murid-murid Kristus, tidak boleh gentar dan takut untuk melakukan misi baik ke dalam maupun
keluar.
Misi dapat dilakukan dengan cara apapun, sesuai dengan amanat Agung Tuhan, sesuai dengan jalan
Kristus, dari berbagai metode yang dilakukan oleh para Misionaris dan juga orang-orang Kristen, yang
paling berpengaruh dalam pekabaran Injil adalah melalui lintas budaya. Berdasarkan Alkitab, gereja
ada oleh karena misi Allah, sehingga misi adalah sebagai wujud, tugas, dan tanggung jawab utama
dari gereja dan umat Allah.

BUDAYA & MISI LINTAS BUDAYA

Budaya ibarat udara, dimana udara berada disekitar kita, tetapi kita tidak banyak memberi perhatian
sampai udara itu hilang atau ada bau yang tercium. Demikian budaya, orang berada dalam budaya
yang unik dan beragam, tetapi mereka tidak memperhatikannya. Kebudayaan adalah bagian yang
utuh dari kemanusiaan. Setiap grup etnik atau komunitas individu yang memiliki kesamaan yang
tidak terlihat, tetapi mereka memanifestasikan dirinya dalam kepribadian kelompok tertentu disebut
budaya.

Marvin J, mengungkapkan bahwa “cultural is the distinctive beliefs, values, and customs of a
particular group of people that determine how they think, feel, and behave” Kebudayaan merupakan
perbedaan kepercayaan, nilai, dan adat dalam sebuah kelompok masyarakat yang menentukan
bagaimana mereka berpikir, merasakan dan berperilaku.

Sejarah misi lintas budaya, dimulai dari Eropa dengan Roma Khatolik pada abad ke enam belas dan
Protestan pada abad delapan belas, yang kemungkinan baru diketahui oleh monk pada masa
pertengahan. Hubungan Injil dengan konteks kebudayaan baru diasumsikan bahwa kebudayaan barat
lebih superior dan Kekristenan, dan yang lebih rendah adalah kebudayaan non-western dan
paganism. Kata “kebudayaan” dalam bentuk jamak, belum pernah pernah dipakai, hingga kira-kira
abad ke Sembilan belas baru muncul tetapi masih langka. Pada abad ke dua puluh mereka sering
menggunakan kata “civilazation” yang memiliki kesetaraan dengan “culture”. Dengan dukungan teori
evaluasi kebudayaan, bangsa barat percaya bahwa kebudayaan mereka telah meraih puncak
perkembangan yang sangat maju dan yang lainnya harus segera mengejarnya. Sedangakan
kebudayaan timur naik ke atas tangga hirarki dan yang lainnya di bawah.

Gereja hari ini telah ditanam di setiap berbagai kebudayaan, dan Injil sekarang ini telah banyak
mengadopsi berbagai bentuk kebudayaan. Peninggalan gerakan misionaris modern, telah
meninggalkan banyak isu topic tentang Injil dan kebudayaan di seluruh bagian dunia. Tetapi yang
menjadi permasalahan penting hari ini adalah apa hubungannya Injil dengan kebudayaan dan
kontektualisasi iman. Kritikal isu yang terjadi disetiap gereja di masing-masing kebudayaan setempat
di seluruh dunia adalah bukan pada masalah tentang apakah Injil terbentuk dari berbagai
kebudayaan, tetapi apakah konteks Injil itu sendiri dapat dipercaya kebenarannya ataukah tidak.
Kontekstualisasi merupakan esensi dari Injil, yang memberikan suatu tekanan pada masalah misi
diseluruh gereja dimana-mana. Isu ini muncul supaya kita dapat menghidupi dan
mengkomunikasikan Injil ke seluruh dunia.

Mengapa perlu melakukan misi lintas budaya?

Matius 28:19-20, merupakan perintah Allah yang harus dilakukan oleh seluruh murid-murid Kristus,
yaitu orang-orang Kristen yang percaya kepada Yesus Kristus. Amanat Agung Tuhan menjadi salah
satu alasan kita perlu melakukan misi lintas budaya. Tuhan memerintahkan kita untuk memberitakan
Injil ke seluruh bangsa-bangsa, sampai ke ujung bumi, yang berarti bukan hanya disekitar lingkup kita
saja. Kita harus pergi kepada bangsa-bangsa lain dan suku-suku yang terabaikan. Hal tersebut tentu
menjadi sebuah tantangan bagi orang-orang Kristen dan para misionaris dalam menyampaikan kabar
baik keselamatan, kepada saudara-saudara kita, sebab kebudayaan dan suku mereka berbeda
dengan kebudayaan kita. Kedua pelayanan misi lintas budaya merupakan kebutuhan yang Krisis dan
menjadi sangat penting untuk itu kita perlu melakukan misi lintas budaya.

Kisah Para Rasul 1:8, memberikan kita bukti sangat kuat bahwa kebudayaan menjadi suatu
permasalah bagi pelayanan misi, terkhusus pada budaya. Dalam Kisah Para Rasul, Yesus menunjukan
kepada murid-muridNya, ruang lingkup seluruh dunia, dari Yerusalem, di seluruh Yudea dan di
seluruh Samaria dan sampai keujung bumi. Hal tersebut tidak mengacu kepada geografi ataupun
tembok-tembok pemisah, namun Yesus sedang berbicara mengenai jarak budaya yang menjadi
factor utama bagi murid-muridNya untuk melakukan pelayanan.

Allah menciptakan manusia dengan latar belakang budaya yang berbeda satu dengan yang lain,
kebudayaan manusia memiliki kreatifitas untuk berbudaya. Kluchohn, mengatakan bahwa
kebudayaan adalah cara berpikir, merasa dan meyakini, yang merupakan kelompok pengetahuan
yang disimpan untuk penggunaan masa mendatang. Luzbetak mengatakan bahwa kebudayaan
adalah satu rancangan untuk kehidupan yang berdasarkan mana masyarakat mengadopsi dirinya
dengan lingkungan fisikal, social, dan ideasionalnyaa.

Kebudayaan adalah sesuatu hal yang dapat kita pelajari dan dibatasi oleh suatu ras, merupakan satu
system bersama yang seluruh bagian-bagiannya berfungsi untuk mempengaruhi satu sama lain.
Sehingga tidak jarang seseorang dapat menjadi bicultural atau multicultural , seperti contohnya
adalah Rasul Paulus, ia adalah seorang yang mempunyai karakteristik multicultural. Untuk itu orang-
orang Kristen yang telah dipanggil untuk melaksanakan Amanat Agung perlu belajar kebudayaan-
kebudayaan lain, supaya Injil dapat diberitakan ke bangsa-bangsa dan suku-suku lain. Pertanyaanya
mengapa kita perlu melakukan misi lintas budaya? Sebab penginjilan melalui kebudayaan lebih cepat
berpengaruh. Meskipun tidak mudah untuk bagi setiap orang untuk mempelajari kebudayaan orang
lain, tidak banyak orang yang begelut di bidang misi lintas budaya.

Adanya kebutuhan pelayanan misi lintas budaya di seluruh dunia, orang-orang Kristen dan para
misionaris di dorong untuk melakukan pelayanan misi lintas budaya. Misi lintas budaya tidak hanya
dilakukan oleh para misionaris dan penginjil tetapi juga dapat dilakukan oleh para pemimpin-
pemimpin gereja, mereka harus terlibat dalam melakukan misi lintas budaya. Pemimpin gereja
memiliki pengaruh besar dalam pekabaran Injil, supaya gereja Tuhan menjadi gereja yang missioner.

Dalam misi lintas budaya hal yang sering terjadi yang dialami oleh para missioner, para pendeta
dalam melakukan misi lintas budaya adalah mereka mengalami adanya konflik dan ketegangan-
ketegangan yang terjadi seperti: Ketegangan waktu, Ketegangan dalam penilaian, Ketegangan
menangani krisis, Ketegangan mengenai tujuan, Ketegangan tentang harga diri, Ketegangan berkaitan
dengan kerapuhan hati, Konflik antar lintas budaya. Mereka perlu beradaptasi dengan kebudayaan
lain, tentu penuh dengan kesulitan dan menyakitkan tetapi, menghasilkan sesuatu yang manis jika
mereka dapat memahami kebudayaan-kebudayaan mereka.

Bagaimana melakukan misi lintas budaya?

Alkitab dengan jelas memberikan pemahaman kepada kita Yesus adalah teladan yang sempurna di
dalam melakukan misi lintas budaya. Ia yang adalah Allah mengambil rupa sama dengan manusia
(Filipi 2:6-7), belajar bahasa dan budaya menusia, dengan menjadi sama dengan manusia Ia dapat
masuk kepada manusia sehingga Injil keselamatan dan kerajaan Allah dapat disampaikan kepada
semua manusia.

Ezra Tari mengungkapkan pendapatnya Charles Kraft bahwa secara ringkas ia merangkum
pedekatan Yesus sebagai orientasi pada penerimaan pesan dan pribadi, sebuah model yang
seharusnya menjadi tujuan kita dalam berkomunikasi dalam pelayanan misi. Kebudayaan yang
dimiliki bersama dengan mendengarkan mereka dapat dikembangkan menjadi teologi rakyat.

Enrique Dussel mendefinisikan sebagai suatu teologi yang dilakukan oleh rakyat yang tertindas, oleh
orang miskin, oleh yang menderita. Hal tersebut memberi implikasi bagi pelayanan lintas budaya
merupakan praksis dalam cara yang polpuler, mencerminkan pengalaman rakyat.

Pelayanan lintas budaya merupakan tantangan yang sulit dan cukup rumit dan berat untuk dilakukan.
Ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan sebelum melakukan misi lintas budaya, yang perlu
kita pelajari:

a. Bahasa, setiap suku dan bangsa memiliki bahasa yang berbeda-beda. Bahasa merupakan alat
komunikasi untuk kita menyampaikan Injil Kristus. Untuk itu sebagai duta-duta Kristus kita
perlu belajar bahasa dari suku-suku bangsa lain.

b. Pandangan hidup, pandangan hidup dari suku-suku yang terabaikan memiliki pandangan
filsafat dan teologi berbeda, sehingga mereka sukar untuk menerima Injil Kristus.
c. Nilai-nilai, untuk memberitakan Injil ke suku-suku terabaikan, kita perlu mempelajari nilai-
nilai yang dihargai oleh suku tertentu. Ketika kita mengerti nilai-nilai mereka, maka akan
membuka banyak peluang untuk Injil. Dengan menghormati nilai-nilai mereka yang baik akan
menguatkan nilai-nilai yang sesuai dengan pandangan hidup Alkitab.

d. Kepemimpinan, cara kepemimpinan setiap suku memiliki ciri khas yang berbeda, yang perlu
diperhatikan. Jika kita tidak berusaha memimpin jemaat baru dengan cara yang dihormati
dan dimengerti oleh mereka, maka mereka tidak bisa menerima kehadiran kita dan Injil tidak
dapat tersampaikan.

e. Organisasi social, system organisasi suatu suku penting untuk kita pelajari, supaya kita dapat
masuk keruang lingkup kehidupan mereka.

f. Situasi pluralitas agama dan kebudayaan merupakan tantangan besar bagi misi Gereja,
sehingga tidak semua tempat terdapat kemungkinan mewartakan secara eksplisit iman akan
Yesus Kristus.
Langkah-langkah praktis berikut dapat diupayakan oleh pribadi dan gereja-gereja yang mau
menanggapi dengan setia kepada Allah dalam misi pelayanan misi lintas budaya:

1. Setiap orang percaya semestinya mengakui bahwa memberitakan Injil kepada semua
suku dan bangsa di seluruh bumi adalah tugas utama yang dipercayakan Tuhan
kepada gereja, oleh sebab itu sertiap orang percaya memiliki peran dalam misi lintas
budaya ( Matius 28: 18-20, Kisah Para Rasul 1: 8)

2. Semua orang Kristen dapat berpartisipasi dalam pelayanan misi dengan mendoakan
seorang atau tim missionaris tertentu dan mempersembahkan dukungan finansial
khusus untuk misi. Gereja dapat mengembangkan doa misi dengan menjalin
kemitraan bersama lembaga misi dan mendistribusikan berita dan pokok doa para
msisionaris baik di Indonesia maupun di luar negeri dan meminta pemimpin doa
syafaat umum menjadikan misi sebagai pokok doa

3. Gereja-gereja dan sinode yang mengalokasikan 10% atau lebih dari anggaran mereka
khusus untuk pekabaran Injil dan misi adalah gereja yang bertumbuh. Prioritas
mencerminkan dan membentuk prioritas hati kita. Mempersembahkan dana untuk
misi memperluas pandangan dan meningkatkan iman jemaat dengan
menghubungkan bersama karya utama Allah, yaitu memberkati bangsa-bangsa.

4. Jangan menunggu bimbingan supranatural khusus, baru mau mengambil langkah


awal untuk masuk dalam pelayanan misi lintas budaya, orang yang menyerahkan diri
kepda Kristus harus melangkah dalam iman yang didasari oleh asumsi Alkitabiah
bahwa Allah bisa memakai siapapun untuk melakukan pelayanan misi lintas budaya,
daripada berasumsi bahwa Allah memanggil mereka untuk tetap tinggal dilingkungan
dan budaya asal.

5. Megakui bahwa tidak semua orang Kristen akan memiliki atribut fisik, pendidikan
dan pribadi yang diperlukan untuk pelayanan lintas budaya, gereja harus mendukung
setiap anggota untuk mengidentifikasi dan mengembangkan karunia pelayanan
mereka masing-masing, termasuk secara aktif mengidentifikasi dan membina orang-
orang yang bisa melayani misi lintas budaya.

6. Gereja dapat memperoleh lebih banyak pemahaman dan mendorong keterlibatan


jemat dalam misi dengan melaksanakan kesadaran khusus misi seperti ‘’kairos’’.
Menjalankan konferensi misi, mengundang pembicara misioaris untuk menantang
anggota untuk terlibat dalam pelayanan misi misal, misi jangka pendek.
7. Individu yang mau mengikuti kehendak Allah dalam kehidupan mereka dan dengan
patuh mengejar peran khusus mereka dari Amanat Agung sebagai misionaris lintas
budaya, harus dapat menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga misi local untuk
mengetahui lebih lanjut, menguji kesesuaian mereka dan menerima saran dan
dorongan supaya mereka dapat bertumbuh sampai siap melayani Tuhan dalam
konteks lintas budaya.

Beberapa strategi pendekatan misi lintas budaya yang dapat diupayakan untuk mendukung
pelayanan misi lintas budaya:

1. Melalui kebudayaan yang sedang populer sekarang ini, misal melalui music pop, rok atau pun
jazz, untuk menjangkau anak-anak muda dewasa ini, mereka adalah generasi-generasi yang
harus diselamatkan. Budaya popular merupakan akumulasi dari produk kebudayaan seperti:
music, art, literature, fashion, dance, film, cyberculture, televise dsb, yang dinikmati oleh
sebagian besar penduduk. Penyebaran Injil melalui budaya populer sekarang ini, memiliki
dampak yang cukup besar di era sekarang ini. Sebab nilai-nilai yang ada dalam budaya
populer mudah diikuti oleh anak-anak muda hari ini.

2. Melalui pendekatan komunikasi

Manusia adalah mahluk yang berkomunikasi, meskipun manusia bukanlah satu-satunya mahluk
ciptaan yang dapat berkomunikasi, tetapi manusia juga satu-satunya yang dapat berkomunikasi
dalam bentuk symbol. David mengatakan bahwa, komunikas merupakan fundamental bagi manusia.
Dalam melakukan misi lintas budaya, pendekatan komunikasi sangatlah penting untuk memberitakan
Injil kepada mereka. Ketika seseorang sudah berkenalan dengan budaya tertentu dan kemudian
dihadapkan pada tantangan penerapan lintas budaya, maka ia tergoda untuk mengangkat tangan dan
menyerah pada bagian yang satu atau yang lain.

Bagi kita yang akan menyeberangi batas-batas kultural untuk mengkomunikasikan Kristus dan Injil,
maka harus belajar sebanyak mungkin kebudayaan-kebudayaan baru dan sebanyak mungkin juga
menerapkan usaha-usaha komunikasi mereka. Untuk dapat menyeberangi batas-batas kebudayaan
tertentu kita harus dapat menguasai pemahaman yang baru, kategori dan konsep yang baru.

Pendekatan komunikasi merupakan pendekatan yang paling efektif, sebab orang dapat percaya dan
beriman kepada Kristus Yesus adalah ketika Firman Tuhan diberitakan dan dikomunikasikan,
bagaimana supaya kita dapat mengkomunikasikan Injil dan dapat dimengerti oleh mereka, yaitu
dengan belajar budaya mereka, orang-orang yang akan dijangkau. Berdialog dengan rendah hati dan
menghargai serta menghormati budaya setempat akan lebih mudah untuk memberi pengaruh
kepada mereka.

3. Melalui Kesaksian Hidup

Dalam situasi yang pluralitas tidak dipungkiri seringkali misi tidak mendapat peluang untuk
mewartakan Injil, tetapi hal tersebut seharusnya tidak menjadi penghambat bagi umat Krsitiani untuk
melakukan misi, ada hal yang sangat penting yang dapat dilakukan yaitu melalui kesaksian hidup di
dalam Kristus yang berkualitas sebagai teladan bagi dunia.

Ecclesia in Asia menekankan pentingnya kesaksian itu sebagai modalitas yang memungkinkan
aktivitas misioner dalam dunia modern ini. Kesaksian hidup yang sesuai dengan kebenaran Injil
menjadi penting terlebih lagi di dalam menghadap tantangan moralitas dalam dunia modern ini.

4. Teologi misi kontekstual

Di dalam konteks yang multikutural agama dan budaya, teologi misi kontekstual dapat dikembangkan
untuk melakukan pendekatan misi lintas budaya di dunia modern ini. Beberapa teologi misi
kontekstual yang dapat dikembangkan dalam misi sbb; Teologi misi kerajaan Allah. Kerajaan Allah
adalah tema utama pesan Yesus, dengan karakteristik kebenaran, kehidupan, kekudusan dan rahmat,
keadilan, cinta kasih dan perdamaian. Misi bergerak maju mewartakan Injil untuk membangun
Kerajaan Allah yang masuk sekaligus mengatasi waktu, tempat, agama dan budaya, sehingga menjadi
bagian dari Kerajaan Allah itu sendiri untuk melayani manusia.
5. Teologi misi rekonsiliasi. Teologi untuk menghadirkan rekonsiliasi sabagai instrument untuk
memperbaharui relasi manusia dengan Allah dan sesama. Pendekatan rekonsiliasi dapat
membangun suasana cinta kasih di tengah-tengah perbedaan suku dan budaya yang ada di
seluruh dunia.
PENUTUP

Kesimpulan

Misi lintas budaya di era modern ini sangat dibutuhkan. Jika melihat keadaan dunia yang semakin
kacau dan keadaan alam yang semakin rusak. Bagaimana sikap kita sebagai orang Kristen yang
memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus diselesaikan sebelum kedatangan Tuhan yang kedua
kali, yaitu memberitakan Injil Tuhan ke seluruh bangsa-bangsa dan sampai ke ujung bumi. Untuk
dapat mencapai itu kita perlu belajar kebudayaan-kebudayaan populer yang sedang marak hari ini,
sehingga Injil Kristus dapat dikomunikasikan kepada mereka orang-orang yang belum terjangkau,
orang-orang dan suku-suku yang terabaikan yang belum mendengar Injil keselamatan Kristus Yesus.
Kiranya orang-orang Kristen hari ini, tergerak hatinya untuk memiliki empati dan belas kasihan
kepada saudara-saudara kita yang diluar sana yang rindu mendapatkan keselamatan, tetapi belum
mendapatkan. Melakukan misi lintas budaya berarti harus berani keluar meninggalkan kebudayaan
sendiri, dan menggeluti kebudayan bangsa-bangsa lain atau suku-suku terabaikan, supaya Injil Kristus
dapat diberitakan, sehingga nama Tuhan Yesus Kristus sang Juruselamat terus dipermuliakan. Amin

Anda mungkin juga menyukai