Makalah Tafsir Tahlili

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

METODE TAFSIR AT-TAHLILI

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Studi Al-Qur’an dan Hadits

Disusun Oleh:
Miqdad (12010230018)
Ali Manshur (12010230021)

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan segala macam nikmat dan
karuniak-Nya sehingga penulis dapat menyalesaikan apa yang sudah seharusnya menjadi
tugas seorang mahasiswa, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Metode Tafsir At-Tahlili”. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
junjungan Nabi kita Nabi Agung Muhammad saw, yang kita nanti-nantikan syafaatnya
kelak di hari akhir.

Penulis sangat bersyukur dengan terselesaikannya makalah ini tepat pada waktunya.
Selanjutnya, kami selaku penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi untuk menyelesaikan makalah ini. Terutama kepada dosen
pengampu matakuliah Metode Studi Al-Qur’an dan Haidts yakni Prof. Budiharjo yang
selalu membimbing kami sehingga makalah ini telah kami selesaikan. Penulis hanya
berharap kritik dan saran yang membangun, karena setiap karya itu tidak lah luput dari
kesalahan dan keliputan, terkecuali karya Tuhan Yang Maha Esa.

Akhir kata, semoga makalah ini nantinya menjadi manfaat bagi penulis dan
pembaca dikemudian hari. Amin yaa robbal ‘alamin.

Salatiga, 27 September 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

METODE TAFSIR AT-TAHLILI.........................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah................................................................................................1


B. Rumusan Masalah..........................................................................................................2
C. Tujuan Masalah.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................3

A. Pengertian Metode Tafsir At-Tahlili..............................................................................3


B. Langkah-Langkah Metode Tafsir Tahlili.......................................................................5
C. Ragam Kecenderungan Metode Tafsir At-Tahlili..........................................................6
D. Contoh Pengaplikasian Tafsir Tahlili...........................................................................10
E. Kelebihan Dan Kekurangan Metode Tafsir At-Tahlili.................................................20
BAB III PENUTUP.............................................................................................................23

A. Kesimpulan..........................................................................................................................23
B. Kritik & Saran......................................................................................................................23
DAFTAR ISI........................................................................................................................24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
sebagai pedoman hidup umat manusia agar bisa selamat di dunia dan di akhirat. Maka
dari itu, kita sebagai umat manusia harus bisa memahami isi kandungan ayat-ayat Al-
Qur’an agar dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk bisa memahami
isi kandungannya lahirlah ilmu tafsir. Pemahaman terhadap Al-Qur’an oleh masyaraat
Islam zaman Rasulullah dan umat Islam sekarang memiliki perbedaan dan
perkembangan yang salah satunya dikarenakan perluasan wilayah Islam yang pesat.

Perkembangan zaman dan perluasan wilayah Islam membawa perubahan


terhadap penafsiran Al-Qur’an. Permasalahan yang terjadi di masyarakat masa kini
semakin kompleks dan membutuhkan penjelasan-penjelasan Al-Qur’an lebih
mendalam. Kebutuhan masyarakat dan umat terhadap Al-Qur’an tentunya berbeda dari
masa ke masa bahkan dari tenpat ke tempat. Hal inilah yang menyebabkan adanya
pembaharuan dari sebuah metode yang ada (Rokim et al., n.d., p. 5).

Metode tafsir merupakan epistemologi pengetahuan, yaitu sebuah cara agar


pengetahuan didapatkan. Para Ahli Tafsir mengemukakan empat metode yang dipakai
dalam menafsirkan Al-Qur’an yaitu, metode tahlili, ijmali, maudhu’i, serta muqarran.
Prinsip metodologis dalam hal ini bukan maksud sekedar langkah-langkah metodis,
melainkan asumsi-asumsi yang melatar belakangi munculnya sebuah metode. Dalam
pembahasan epistemologi tafsir, hendaknya kita memahami mengenai konteks
metodologi tafsir (metode penafsiran Al-Qur’an) (Akhyar, 2021, p. 4).

iv
Metodologi tafsir dapat diartikan sebagai pengetahuan mengenai cara yang
ditempuh dalam menelaah, membahas dan merefleksikan kandungan Al-Qur’an secara
apresiasif berdasarkan kerangka konseptual tertentu sehingga menghasilkan suatu
karya tafsir yang representatif. Metodologi tafsir merupakan alat dalam upaya
menggali pesan-pesan yang terkandung dalam kitab suci umat islam. Hasil dari upaya
yang sungguh-sungguh tersebut dengan menggunakan alat (metodologi) sehingga
terwujud sebagai tafsir (Mu’min, 2016, p. 27).

Pada pembahasan ini, penulis akan membahas metode penafsiran tahlili yang
meliputi pembahasan kemunculan tafsir tahlili, dasar dan urgensi tafsir tahlili, langkah-
langkah tafsir tahlili, dan kelebihan serta kekurangan tafsir tahlili. Dan untuk lebih
jelasnya tentang tafsir Tahlili akan dibahas pada bab selanjutnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud metode tahlili?

2. Bagaimana langkah-langkah metode tahlili?

3. Bagaimana ragam kecenderungan metode tahlili?

4. Bagaimana contoh pengaplikasian metode tahlili?

5. Apa kelebihan dan kekurangan metode tahlili?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian metode tahlili

2. Untuk mengetahui langkah-langkah metode tahlili

3. Untuk mengetahui ragam kecenderungan metode tahlili

4. Untuk mengetahui pengaplikasian metode tahlili

5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan metode tahlili

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Tafsir At-Tahlili


Sebelum masuk pada pembahasan metode tafsir at-tahlili, penulis berusaha
memaparkan definisi kata metode, tafsir, dan tahlili. Kata metode berasal dari bahasa
latin Yunani yaitu methodos. Methodos berasal dari akar kata meta yang bermakna
menuju, melalui, mengikuti, sedangkan hodos bermakna jalan, arah, dan cara
(Akhyar, 2021, p. 4).
Sedangkan dalam bahasa Inggris kata metode adalah methode yang
bermakna proses atau jalan yang harus ditempuh untuk menuju sesuatu yang
diinginkan. Dalam Kamus Besa Bahasa Indonesia metode bermakna suatu proses atau
pekerjaan yang harus ditempuh dengan teratur dan terencana agar tercapai tujuan yang
diinginkan (Rokim, 2019, p. 28).

Kata tafsir berasal dari bentuk mashdar ‫َتْف ِس رْي ًا‬- ‫ُيَف ِّش ُر‬- ‫ َفَّس َر‬yang memiliki dua arti kata

yaitu Al-Bayan menjelaskan dan Al-Kasyfu menyingkap. Ini serupa dengan kata tafsir
pada surat Al-Furqan ayat 33 yang bermakna penjelasan. Adapun kata tafsir secara
istilah menurut Ar-Rumi merupakan ilmu yang memahami dan menerangkan secara
komprehensif isi Al-Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad ‫ ﷺ‬dan
memahami kandungan, makna, menggali hukum-hukum serta mengambil hikmah dan
pelajaran di dalamnya (Rosalinda, 2019, p. 183). Sedangkan tahlili berasal dari bentuk

kata mashdar ‫ْحَتِلْيًال‬-‫َحُيِّل ُل‬-‫ َح َّل َل‬yang bermakna membuka sesuatu terikat atau mengurai.

Secara umum tahlili bermaksud membahas atau menganalisis secara terperinci makna-
makna yang terkandung dalam setiap ayat Al-Qur’an (Ainun et al., 2023, p. 13).

Metode at-tahlili, menurut Quraish Shihab dikutip oleh Amin, lahir jauh
sebelum metode maudhu’i. Metode tahlili dikenal sejak Tafsir al-Farra (w. 206 H./821

vi
M), atau Ibnu Majah (w. 237 H/851 M), atau paling lambat Ibn Jarir al-Thabari (w. 310
H/922 M) (tafsir Jami’ al-Bayan ‘an takwil ayi Al-Qur’an). Kitab-kitab tafsir Al-
Qur’an yang ditulis para mufasir masa-masa awal pembukuan tafsir hampir semuanya
menggunakan metode tahlili. Sebagaimana menurut Quraish Shihab metode tafsir
tahlili merupakan metode yang menjeaskan secara terperinci dan berurutan dari segala
segi setiap ayat yang ada di dalam mushaf (Amin, 2017, p. 37).

Menurut Al-Kumi metode tahlili merupakan metode penafsiran secara


terperinci dan detail setiap urutan ayat seluruhnya dalam Al-Qur’an dapat juga
diartikan metode tafsir deskriptif. Metode ini menguraikan segala segi aspek yang
dimaksud mulai dari lafadz (kosakata), makna lafadz, gaya bahasa, latar belakang
asbabun nuzul, dan pelajaran atau hikmah yang ada di dalamnya (Elhany, 2018, p. 25).

Metode tahlili merupakan metode yang tidak sembarang orang dapat


menafsirkan Al-Qur’an, karena metode ini pasti membutuhkan pengetahuan, kaidah-
kaidah dan aturan-aturan yang harus diperhatikan dan dipahami oleh para mufassir
agar tidak menyebabkan masalah, kerancuan, dan salah pemahaman dari tujuan ayat
yang dimaksud (Amin, 2017, p. 18).

Perlu diketahui bahwa Rasulullah saw telah menjelaskan isi kandungan


AlQur’an kepada para sahabat. Beliau memaparkan setiap ayatnya sebagaimana
dijelaskan oleh Allah dalam surat An-Nahl ayat 44:

‫ِبٱۡل َبِّيَٰن ِت َوٱلُّزُبِۗر َوَأنَزۡل َنٓا ِإَلۡي َك ٱلِّذۡك َر ِلُتَبَنِّي ِللَّناِس َم ا ُنِّزَل ِإَلۡي ِه ۡم َو َلَعَّلُه ۡم َيَتَف َّك ُروَن‬

Artinya: Keterangan-keterangan (mu’jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan


kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan (Agama RI, 2018, p. 362).
Dengan demikian dari definisi diatas penulis dapat memahami bahwa metode
tahlili ini dalam penafsirannya, penafsir mengikuti ayat-ayat sesuai dengan runtutan

vii
yang ada di dalam mushaf. Penfasir mulai menguraikan ayat dengan menjelaskan segi
kosa kata, memaparkan arti lafadz secara global. Penafsir juga mengemukakan
munasabat atau korelasi hubungan ayat dengan ayat-ayat lain yang dimaksud. Selain
itu juga menjelaskan asbabun nuzul dengan dasar dalil-dalil dari Rasulullah ‫ﷺ‬,
begitu pula para sahabat, tabi’in yang juga bercampur dengan pendapat penafsir sendiri
sesuai dengan latar belakang pendidikan dan corak ilmu dan juga kebutuhan-kebutuhan
pemikiran yang dapat membantu untuk memahami nash Al-Qur’an.

B. Langkah-Langkah Metode Tafsir Tahlili


Secara umum, ada tujuh langkah yang lazim digunakan mufasir dalam
menerapkan metode penafsiran tahlili, berikut uraiannya:

1. Menerangkan makki dan madani di awal surah;


2. Menerangkan munasabat
3. Menjelaskan asbabun nuzul
4. Menerangkan arti mufradat (kosakata), termasuk di dalamnya kajian bahasa yang
mencakub i’rab dan balaghah, qira’at
5. Menerangkan unsur fasahah, bayan, dan i’jaz-nya.
6. Memaparkan kandungan ayat secara umum, hukum fiqih dan maksudnya
7. Menjelaskan makna tujuan syara’ yang dapat digali dari ayat yang dibahas
berdasarkan korelasi ayat lain, hadits, pendapat sahabat dan tabi’in
(Amin, 2017, p. 24)
.
Dari beberapa langkah penguraian metode tafsir tahlili dapat dipahami bahwa
pengaplikasian penafsiran tahlili meliputi penukilan ayat serta artinya dengan sesuai
urutan dalam mushaf, penjelasan makiyyah dan madaniyyah, munasabah, penjelasan
asbabun nuzul, pemaparan segi bahasa atau balaghahnya, i’rabnya, dan juga
pemaparan makna serta kandungan hukum syara’ yang bersumber dari Al-Qur’an,

viii
sunnah, dan pendapat sahabat atau tabi’in. Selain itu, mufassir juga memaparkan
beberapa ijtihad berdasarkan ra’yi sesuai dengan pembahasan ayat.

C. Ragam Kecenderungan Metode Tafsir At-Tahlili


Metode tahlili dalam penerapan penafsirannya memberikan peluang yang luas
bagi mufassir untuk mencuahkan ide-ide gagasan. Para mufassir dalam penafsirannya
banyak memiliki latar belakang corak macam dan tidak seragam ada yang
menguraikannya secara ringkas dan juga ada yang menguraikannya secara detail dan
terperinci. Menurut Abdul Hayy al-Farmawi ada beberapa ragam corak tafsir tahlili di
antaranya, tafsir bi al- Ma’tsur, tafsir bi al-Ra’yi, tafsir ash Shufi, tafsir al Fiqhi, tafsir
al Falsafi, tafsir al ‘ilmi dan tafsir al Adabi Al Ijtima (Rosalinda, 2019, pp. 13–14).

1. Tafsir Bi Al- Ma’tsur


Secara bahasa tafsir bil ma’tsur yaitu penafsiran yang menjadikan riwayat
sebagai sumber penafsiran sehingga tafsir bil ma’tsur dikenal juga dengan sebutan
tafsir bil riwayah atau tafsir dengan periwayatan atau dengan sebutan lain tafsir bi
al manqul atau tafsir dengan menggunakan pengutipan. Jadi tafsir bil ma’tsur
yaitu pendekatan tafsir yang merujuk pada Al-Qu’ran dengan Al-Qur’an, Al-
Qur’an dengan hadits, dan penuturan perkataan para sahabat maupun tabi’in
(Ushama, 2000, p. 6).
Diantara kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode bi al ma’tsur adalah
Jami’u al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an (Tafsir al-Thabari) karya Muhammad bin
Jarir at-Thabari, Bahrul ‘Ulum (Tafsir al-Samarqandi) karya Nashar bin
Muhammad As Samarqandi, Al Kasyf Wa al-Bayan (Tafsir Ats Tsa’labi) karya
Ahmad bin Ibrahim Al Naisaburi, Ma’alim al-Tanzil (Tafsir Al Baghawi) karya Al
Husain bin Mas’ud Al Baghawi, Al Muharraru Al Wajiz Fi Tafsir Al Qur’an al-
Aziz (Tafsir Ibnu ‘Uthiyyah) karya Abdul Haq bin Ghalib Al Andalusi, Tafsir Al-
Qur’an Al ‘Adzim (Tafsir Ibn Katsir) karya Ismail bin Umar Ad Dimisyqi, Al

ix
Jawahirul Hasan Fi Tafsiril Qur’an (Tafsir Al Jawahir) karya Abdurrahman bin
Muhammad Ats Tsa’labi, Ad Durr al-Ma’tsur Fi al-Tafsir Bil Ma’tsur (Tafsir As
Suyuthi) karya Jalaluddin Al Suyuthi (Yahya et al., 2022, p. 9).
2. Tafsir Bi Al-Ra’yi
Tafsir Ra’yi adalah penafsiran yang mengandalkan akal pola pikir dan
ijtihad pendapat dari mufassir sendiri yang mempertimbangkan pada tata bahasa,
budaya, corak ilmu, dan kesadaran akan perlunya ilmu pengetahuan oleh mereka
yang ingin menafsirkan Al-Qur’an. Dari segi bahasa al-Ra’yi berarti keyakinan,
analogi, dan ijtihad. Orang-orang yang melakukan analogi biasanya disebut
sebagai ahli ra’yi, karena mereka mengatakan sesuai pendapat (ra’yu) mereka
pada saat mereka tidak mendapatkan dalil yang berupa hadits maupun atsar. Tafsir
bi al-ra’yi muncul sebagai sebuah metodologi pada saat periode mutakhir
munculnya tafsir bi al-ma’tsur (Mu’min, 2016, p. 75).
Menurut Muhammad Ali ash Shobuny tafsir bi al-ra’yi adalah suatu ijtihad
dengan dibangun diatas dasar-dasar yang benar serta kaidah-kaidah yang lurus
yang harus dipergunakan oleh setiap orang yang hendak menafsirkan Al-Qur’an
atau menggali maknanya (Elhany, 2018, p. 21).
Sedangkan kitab tafsir tahlili dalam bentu ra’yi antara lain: Tafsir
Mafatihul Ghaib (ar-Razi), Lubabut Ta’wil fi Ma’ani Tanzil (al-Khazin), Anwa al-
Tanzil wa Asrar al-Ta’wil (al-Baidhawy), Tafsir Al-Qur’an al-Karim (Muhammad
Rasyid Ridha) (Elhany, 2018, p. 22).
3. Tafsir Ash Shufi
Seiring dengan semakin luasnya cakrawala budaya dan berkembang
pesatnya ilmu pengetahuan, ilmu tasawuf pun berkembang dan membentuk
pemahaman kecenderungan para penganutnya menjadi dua arah yang mempunyai
pengaruh di dalam penafsiran Al-Qur’an.

x
a. Tasawuf Teoritis
Para penganut aliran ini mencoba meneliti dan mengkaji Al-Qur’an
berdasar teori-teori madzhab dan sesuai dengan ajaran-ajaran mereka. Mereka
berupa maksimal untuk menemukan, di dalam Al-Qu’an tersebut, faktor-
faktor yang mendukung teori dan ajaran mereka. Sehingga mereka tampak
terlalu berlebih-lebihan di dalam memahami ayat-ayat dan penafsirannya
sering keluar dari didukung oleh kajian bahasa (Ainun et al., 2023, p. 37).
b. Tasawuf Praktis
Yang dimaksud dengan tasawuf praktis adalah tasawuf yang
mempraktekkan gaya hidup sengsara, zuhud dan meleburkan diri dalam
ketaatan kepada Allah. Para tokoh aliran ini menamakan tafsir mereka dengan
al tafsir al-isyari, yaitu mentakwilkan ayat-ayat berbeda dengan arti
dzahirnya, berdasarkan isyarat-isyarat, namun tetap dapat dikompromikan
dengan arti dzahir yang dimaksudkan (Ainun et al., 2023, p. 37).
Tafsir dengan corak ini dapat diterima dengan beberapa syarat, di
antaranya, Tidak meninggalkan makna lahir atau pengetahuan tekstual Al-Qur’an,
Penafsiran diperkuat oleh dalil syara’ yang lain, Penafsiran tidak bertentangan
dengan syara’, Mengakui pengertian tekstual terlebih dahulu.
4. Tafsir Al Fiqh
Corak Tafsir Fikih adalah tafsir yang lebih cenderung pada tinjauan hukum
dari ayat yang di tafsirkan. Tafsir ini banyak di temukan dalam kitab-kitab fikih
yang dikarang oleh imam-imam dari berbagai mazhab yang berbeda. Tafsir ini
muncul seiring dengan kemunculan tafsir bil ma’tsur pada masa Rasulullah dan
para sahabat. Hal tersebut karena dalam pembinaan masyarakat Islam di Madinah
nabi banyak sekali mendapat pertanyaan dari para sahabat terkait dengan
pertanyaan hukum. Kemudian jawaban-jawaban nabi tersebut dijadikan pedoman
hukum dan secara lisan diriwayatkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

xi
Para sahabat setelah Rasulullah wafat banyak melakukan ijtihad dalam
menetapkan hukum-hukum terkait dengan persoalan-persoalan yang belum ada
pada masa Rasulullah dan tidak ditemukan hadis yang membahas persoalan
tersebut. Maka dari itu, para sahabat berusaha menarik kesimpulan hukum syara’
berdasarkan ijtihad, dan hasil ini dijadikan tafsir fiqhi (Amin, 2017, p. 29).
5. Tafsir Al Falsafi
Tafsir Falsafi merupakan ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan
menggunakan pendekatan filsafat. Pendekat filsafat yang digunakan adalah
pendekatan yang berusaha melakukan sintesis antara teori-teori filsafat dengan
ayat-ayat Al-Qur’an, selain itu juga menggunakan pendekatan yang berusaha
menolak teori-teori filsafat yang dianggap bertentangan dengan ayat-ayat Al-
Qur’an (Akhyar, 2021, p. 31).
6. Tafsir Al ‘Ilmi
Tafsir ini mulai muncul akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sangat pesat, sehingga tafsir ini dalam menafsirkan Al-Qur’an
dengan menggunakan pendekatan ilmiah atau dengan menggunakan teori-teori
ilmu pengetahuan atau sains. Dalam tafsir ini mufasir berusaha mengkaji Al-
Qur’an dengan dikaitkan dengan gejala atau fenomena-fenomena kauniyah yang
terjadi di alam semesta ini. Dalam perkembangannya saat ini tafsir ‘ilmi menjadi
tafsir maudhū’i karena ayat-ayat Al-Qur’an dipilah pilah dalam disiplin ilmu
(Yahya et al., 2022, p. 45).
7. Tafsir Al Adabi Al Ijtima
Tafsir Adabi Al-Ijtima’i adalah suatu metode tafsir yang coraknya
menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat Al-Qur’an dan berusaha memahami ayat-
ayatnya yang berkaitan langsung dengan kehidupan kemasyarakatan, serta usaha-
usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah
kemasyarakatan sosial maupun budaya berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dengan

xii
mengemukakannya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan indah
didengar serta mengandung banyak makna hikmah pelajaran yang bisa dipetik
(Rosalinda, 2019, p. 202).

D. Contoh Pengaplikasian Tafsir Tahlili


Penulis mencoba memberikan contoh metode tafsir tahlili yang diaplikasikan
pada tafsir Al-Qur’anul Adzim karya Ibnu Katsir dan al-Munir. Berikut merupakan
contoh uraian surah al-Fatihah dengan metode tafsir tahlili yang ada dalam tafsir al-
Munir karya Wahbah al-Zuhaili dan Tafsir Al-Qur’anul Adzim karya Imam Ibnu
Katsir:

xiii
xiv
xv
xvi
xvii
Terjemah tafsir ibnu katsir Surat Al-Fatihah ayat 2 dalam Tafsir Al-Qur’anul
Adzim karya Ibnu Katsir:
Al-Qurra' as-Sab'ah (tujuh ahli qira’ah) membacanya dengan memberi harakat
dhammah pada huruf dai pada kalimat alhamdulillah, yang merupakan mubtada’ dan
khabar.
Abu Ja'far bin Jarir mengatakan, alhamdulillah berarti syukur kepada Allah
semata dan bukan kepada sesembahan selain-Nya, bukan juga kepada makhluk yang
telah diciptakan-Nya, atas segala nikmat yang telah Dia anugerahkan kepada hamba-
hamba-Nya yang tidak terhingga jumlahnya, dan tidak ada seorang pun selain Dia yang
mengetahui jumlahnya. Berupa kemudahan berbagai sarana untuk menaati-Nya dan
anugerah kekuatan fisik agar dapat menunaikan kewajiban-kewajiban-Nya. Selain itu,
pemberian rizki kepada mereka di dunia, serta pelimpahan berbagai nikmat dalam
kehidupan, yang sama sekali mereka tidak memiliki hak atas hal itu, juga sebagai
peringatan dan seruan kepada mereka akan sebab-sebab yang dapat membawa kepada

xviii
kelanggengan hidup di surga tempat segala kenikmatan abadi. Hanya bagi Allah segala
puji, baik di awal maupun di akhir.
Ibnu Jarir rahimahullah mengatakan, alhamdulillah merupakan pujian yang
disampaikan Allah untuk diri-Nya. Di dalamnya terkandung perintah kepada hamba-
hamba-Nya supaya mereka memuji-Nya. Seolah-olah Dia mengatakan, "Ucapkanlah,
alhamdulillah."
Lebih lanjut Ibnu Jarir menyebutkan, telah dikenal dikalangan para ulama
mutaa'khkhirin, bahwa al-Hamdu adalah pujian melalui ucapan kepada yang berhak
mendapatkan pujian disertai penyebutan segala sifat-sifat baik yang berkenaan dengan
dirinya maupun berkenaan dengan pihak lain. Adapun asy-syukru tiada lain kecuali
dilakukan terhadap sifat-sifat yang berkenaan dengan selainnya, yang disampaikan
melalui hati, lisan, dan anggota badan. Sebagaimana diungkapkan oleh seorang
penyair:
Nikmat paling berharga, yang telah kalian peroleh dariku ada tiga macam.
Yaitu melalui kedua tanganku, lisanku, dan hatiku yang tidak tampak ini.
Namun demikian, mereka berbeda pendapat mengenai mana yang lebih umum,
al-hamdu ataukah asy-syukru. Mengenai hal ini terdapat dua pendapat. Dan setelah
diteliti antara keduanya terdapat keumuman dan kekhususan. Alhamdu lebih umum
daripada asy-syukru, karena terjadi pada sifat-sifat yang berkenaan dengan diri sendiri
dan juga pihak lain, misalnya anda katakan, "Aku memujinya (al-hamdu) karena
sifatnya yang kesatria dan karena kedermawanannya." Tetapi juga lebih khusus,
karena hanya bisa diungkapkan melalui ucapan. Sedangkan asy-syukru lebih umum
daripada al-hamdu, karena ia dapat diungkapkan melalui ucapan, perbuatan, dan juga
niat. Tetapi lebih khusus, karena tidak bisa dikatakan bahwa aku berterima kasih
kepadanya atas sifatnya yang kesatria, namun bisa dikatakan aku berterima kasih
kepadanya atas kedermawanan an dan kebaikannya kepadaku.

xix
Demikian itu yang dapat disimpulkan oleh sebagian ulama muta’'akhkhirin.
Diriwayatkan dari al-Aswad bin Sari , (katanya):
Aku berkata kepada Nabi ‫ﷺ‬: “Ya Rasulullah, maukah engkau aku puji
dengan berbagai pujian seperti yang aku sampaikan untuk Rabb-ku, Allah Tabaaraka
wa Ta’ala.” Maka beliau bersabda: “Adapun, (sesungguhnya) Rabbmu menyukai
pujian (Alhamdu)” (HR. Imam Ahmad dan Nasa’i).
Diriwayatkan Abu Isa, at-Tirmidzi, an-Nasa'i, dan Ibnu Majah, dari Jabir bin
Abdullah, ia berkata, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:
“Sebaik-baik dzikir adalah kahmat Laa ilaaha illallaah, dan sebaik-baik do’a
adalah Alhamdulillah."
Menurut at-Tirmidzi, hadits ini hasan gharib. Dan diriwayatkan Ibnu Majah
dari Anas bin Malik katanya, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:
"Allah tidak menganugerahkan suatu nikmat kepada seorang hamba, lalu ia
mengucapkan, alhamdulillah, melainkan apa yang diberikan-Nya itu lebih baik dari
pada yang diambil-Nya."
‫ ا‬dan ‫ ل‬pada kata ‫الحمد‬adalah dimaksudkan untuk melengkapi bahwa segala
macam jenis dan bentuk pujian itu, hanya untuk Allah semata.
‫الرب‬adalah pemilik, penguasa dan pengendali. Menurut bahasa, kata Rabb
ditujukan kepada tuan dan kepada yang berbuat untuk perbaikan. Semuanya itu benar
bagi Allah Ta’ala. Kata ar-Rabb tidak digunakan untuk selain dari Allah kecuali jika
disambung dengan kata lain setelahnya, misalnya " ‫( ”َر ُّب الَّد ِر‬pemilik rumah).
Sedangkan kata ar-Rabb (secara mutlak), hanya boleh digunakan untuk Allah
Ada yang mengatakan, bahwa ar-Rabb itu merupakan nama yang agung (al-
Ismul A ’zham). Sedangkan " ‫"الَع اَلِم ْيَن‬adalah bentuk jama' dari kata yang berarti segala
sesuatu yang ada selain Allah " ‫"َع اَلٌم‬merupakan bentuk jama’ yang tidak memiliki
mufrad (bentuk tunggal) dari kata itu. " ‫"الَع واِلُم‬berarti berbagai macam makhluk yang

xx
ada di langit, bumi, daratan maupun lautan. Dan setiap angkatan (pada suatu
kurun/zaman) atau generasi disebut juga alam.
Bisyr bin Imarah meriwayatkan dari Abu Rauq dari adh-Dhahhak dari Ibnu
Abbas, "Alhamdulillahirabbil 'aalamin. Artinya, segala puji bagi Allah pemilik seluruh
makhluk yang ada di langit dan di bumi serta apa yang ada di antara keduanya, baik
yang kita ketahui maupun yang tidak kita ketahui."
Az-Zajjaj mengatakan, " ‫"الَع اَلُم‬berarti semua yang diciptakan oleh Allah di dunia
dan di akhirat. Sedangkan al-Qurthubi mengatakan, apa yang dikatakan az-Zajjaj itulah
yang benar, karena mencakup seluruh alam (dunia dan akhirat).
Menurut penulis (Ibnu Katsir) "‫ "الَع َالَم ة‬berasal dari kata karena alam merupakan
bukti yang menunjukkan adanya Pencipta serta keesaan-Nya. Sebagaimana Ibnu al-
Mu’taz pernah mengatakan: Sungguh mengherankan, bagaimana mungkin seorang bisa
mendurhakai Rabb, atau mengingkari-Nya, padahal dalam setiap segala sesuatu
terdapat ayat untuk-Nya yang menunjukkan bahwa Dia adalah Esa.
Sedangkan tafsir Surat Al-Fatihah dalam kitab Al-Munir karya Wahbah Az-
Zuhaili:
1. Surah al-Fatihah adalah surah makiyyah yang berjumlah tujuh ayat.
2. Penafsir mencantumkan ayat serta arti ayat dari surah al-Fatihah
3. Penafsir mencantumkan ragam qira’at yang berkaitan dengan lafadz-lafadz yang
ada dalam surah al-Fatihah

Lafadz Qira’at

‫اِلِك‬ bacaan Ashim, Al-Kisa’i, ‘Ubay, Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abas dan
‫َم‬ sahabat serta tabi’in

‫الِّص َر اَط‬ bacaan Jumhur

‫الِّس َر اَط‬ bacaan Qunbul

xxi
‫ِه‬ bacaan Jumhur
‫َعَلْي ْم‬
bacaan Hamzah
‫َعَلْيُه ْم‬

4. Kandungan surah al-Fatihah. Wahbah al-Zuhaili menjelaskan bahwa surah al-


Fatihah mencakup pokok bahasan akidah, ibadah, iman, minta pertolongan, dan
permohonan agar dihindarkan dari orang yang menyimpang di jalan Allah.
5. Nama-nama surah al-Fatihah. Surah al-fatihah dinamakan juga surah ash-shalah,
al-hamdu, fatihatul kitab, ummul kitab, ummul qur’an, al-mashani, al-qur’an al-
azhim, asy-syifa, ar-ruqyah, al-asas, al-wafiyah, dan al-kafiyah.
6. Keutamaan surah al-Fatihah. Salah satu hadits yang mengungkap keutamaan surah
al-Fatihah yaitu dalam riwayat, “sungguh aku akan mengajarimu sebuah surah
yang paling agung, yaitu alhamdu lillahi rabbil ‘alamin; dialah sab’ul mashani
dan al-Qur’an yang agung yang diberikan kepadaku.
7. Penjelasan i’rab. Huruf ba pada lafadz ِ ‫ بسم اهلل‬merupakan ba bermakna ilshaq,

namun ada pula yang berpendapat bahwa maknanya yaitu sebagai isti’anah.
Menurut madzhab Bashrah, susunan jar majrur tersebut adalah khabar yang
mubtadanya dihapus, yaitu ‫ ابتدائ بسم اهلل‬atau ‫ابتدأت بسم اهلل‬

8. Penjelasan balaghah. Wahbah al-Zuhaili menjelaskan bahwa lafadz ‫احلم د هلل‬


merupakan susunan kalimah khabariyyah. Namun jika dilihat secara makna
menunjukkan kepada kalimah insyaiyyah. Pujian yang dimaksud pada lafadz
tersebut yaitu pujian yang hanya ditujukan kepada Allah Swt.
9. Mufradat lughawiyyah. Lafadz‫ احلم د هلل‬menunjukkan kepada makna pujian yang

dilakukan dengan penuh rasa suka dan kerelaan. Berbeda dengan kata asy-syukru
yang merupakan ungkapan atas suatu imbalan atau karunia.

xxii
10. Perbedaan pendapat dalam merahasiakan amin. Merahasiakan suara amin lebih
utama dalam madzhab Hanafi dan Maliki, hal tersebut berkaitan dengan surah Al-
A’raf ayat 55 agar berdo’a dengan suara yang lembut. Adapun dalam madzhab
Syafi’i dan Hanbali dikatakan bahwa bacaan amin sebaiknya disuarakan pada
shalat yang mengencangkan suara dan dilirihkan pada shalat yang melirihkan
suara, hal tersebutlah yang dicontohkan oleh Rasulullah‫ ﷺ‬.
11. Tafsir dan penjelasan. Wahbah al-Zuhaili menjelaskan bahwa segala aktivitas
kegiatan yang hendak dilakukan harus diawali dengan basmalah. Basmalah
merupakan permohonan hamba kepada Tuhannya agar dapat menolong dengan
kebesaran nama-Nya.
12. Fikih kehidupan atau hukum-hukum. Surah al-Fatihah membahas permasalahan
relasi hamba dengan Khaliq serta cara untuk mendekatkan diri kepada-Nya serta
membahas petunjuk kepada manusia bahwa dalam berkehidupan harus mengikuti
jalan yang lurus dan tidak menyimpang (Az-Zuhaili, 2013, pp. 30–43).

E. Kelebihan Dan Kekurangan Metode Tafsir At-Tahlili


Metode panfsiran tahlili sudah digunakan sejak zaman masa sahabat Rosulullah
‫ﷺ‬. Terlepas dari itu, setiap metode pasti memiliki keunggulan dan kekurangan
masing-masing termasuk metode tahlili ini. Menurut penulis metode tahlili mengajak
pembaca untuk memahami secara mendalam dari berbagai komponen yang ada dalam
Al-Qur’an. Metode ini memperlihatkan bagaimana mufassir jeli dan berhati-hati dalam
meguraikan untuk menyampaikan pesan moral dan berbagai kandungan di dalamnya
(Ainun et al., 2023, p. 15).

1. Berikut beberapa kelebihan yang terdapat dalam metode tahlili yaitu:

a. Metode ini menafsirkan secara komprehensif setiap ayat dalam Al-Qur’an dari
berbagai segi komponen baik dari lafadz, korelasi ayat, asbabun nuzul, i’jaz,
dan isi kandungannya.

xxiii
b. Metode ini memiliki keotentikan dalam memahami Al-Qur’an secara
menyeluruh. Pembaca diajak untuk memahami isi kandungan ayat per ayat
dari Al-Qur’an yang berlandaskan sumber Al-Qur’an, sunnah dan pemahaman
sahabat serta dibantu beberapa ide pemikiran mufassir sendiri.

c. Memuat berbagai ide dan gagasan mufassir yang diberi kebebasan dalam
menafsirkan sehingga mampu menghasilkan pemikiran-pemikiran dan karya
tafsir yang berjilid-jilid.

d. Metode tahlili sering digunakan pada masa zaman klasik dan pertengahan.
Yang mana para mufassir pada waktu itu memiliki keilmuan yang mumpuni.

e. Metode tahlili dapat memberikan kontribusi terhadap metode-metode tafsir


lain sebagai pijakan dalam menghimpun ayat-ayat yang mengacu pada suatu
topik khususnya metode maudhu’i (tematik) dan dapat diibaratkan sebagai
bahan baku bagi tafsir maudhu’i (Akhyar, 2021, p. 7).

2. Sedangkan kekurangan dari metode tahlili, antara lain:


a. Peluang masuknya hasil kisah-kisah israiliyyat disebabkan kebebasan
mufassir untuk mencurahkan penafsirannya
b. Para mufassir yang mengunkan metode ini umumnya pasif, karena Al-Qur’an
hanya ditonjolkan arti harfiahnya, mencatat sejauh kemampuannya,
membatasi dirinya terhadap pengungkapan arti ayat-ayat Al-Qur’an secara
terinci.
c. Metode ini melahirkan penafsiran sebjektifitas. Metode ini sering digunakan
oleh mufassir sebagai alat untuk melegitimasi pendapat-pendapatnya sendiri
dengan ayat-ayat Al-Qur’an, dengan kata lain mufassir dapat menemukan
ayat-ayat Al-Qur’an yang bisa digunakan untuk memperkuat pendapat
pribadinya. Dengan demikian, nilai objektifitas penafsiran menjadi berkurang.

xxiv
d. Metode ini tidak mampu memberikan jawaban yang tuntas dan menyeluruh
terhadap berbagai problem yang dihadapi umat. Karena pasti seiring
berjalannya waktu akan terus bermunculan problematika yang terjadi di
masyarakat.
e. Metode tahlili biasanya menghasilkan pandangan-pandangan parsial serta
kontradiktif dalam kehidupan umat Islam. Ini sebagaimana diungkapkan oleh
Qurasih Shihab, bahwasanya metode tahlili seperti halnya menyajikan
hidangan dalam bentuk prasmanan. Para tamu dipersilahkan memilih apa yang
dikehendakinya dari aneka hidangan, mengambil sedikit atau banyak, tetapi
kendati demikian, diduga keras masih ada sesuatu yang dibutuhkan tamu
tetapi tidak terhidang di sana. Di sisi lain sang tamu pasti akan repot
mengambil dan memilih sendiri apa yang dikehendaki
(Ainun et al., 2023, p. 23)
.

xxv
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tafsir Tahlili merupakan suatu metode tafsir Al-Qur’an yang cara penafsirannya
dilakukan secara detail dari setiap ayat-ayat yang ditafsir. Aspek yang dibahas dalam
metode tafsir tahlili, yaitu kosa kata, lafadz, arti yang dikehendaki, dan sasaran yang
dituju dari kandungan ayat yang ditafsir, yaitu unsur ijaz, balaghah, dan keindahan
kalimat.

Metode ini telah dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam yaitu,
tafsir ma’tsur, tafsir ra’yi, tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir ‘Ilmi, dan tafsir
Adab Al-Ijtima’i. Semua bentuk atau corak dari metode tafsir tahlili di atas memiliki
karakter tersendiri, namun metode penafsirannya sama yaitu dengan menggunakan
metode tafsir tahlili.

Selain itu semua, metode tafsif tahlili ini juga memiliki beberapa keistimewaan
dan kelemahan. Keistimewaan dari tafsir ini antara lain, ruang lingkupnya luas,
memuat berbagai ide. Adapun kelemahannya, yaitu Al-Qur’an sebagai petunjuk terlihat
menjadi parsial, menghasilkan penafsiran yang subyektif, masuknya pemikiran
isra’iliat, dan lain-lain.

B. Kritik & Saran


Demikianlah makalah sederhana yang dapat penulis susun terkait metodologi
tafsir tahlili dan ijmali. Kami menyadari penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan demi perbaikan penyusunan makalah yang lebih baik. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. Amin.

xxvi
DAFTAR ISI

Agama RI, K. (2018). Al-Qur’an dan terjemahnya (1st ed.). Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Ainun, I. N., Aisyiyyah, L., & Yunus, B. M. (2023). Metode Tafsir Tahlili dalam Menafsirkan
Al-Qur’an: Analisis pada Tafsir Al-Munir. Jurnal Iman Dan Spiritualitas, 3(1), 33–
42. https://doi.org/10.15575/jis.v3i1.21788
Akhyar, S. (2021). Eksistensi Metode Tafsir Tahlili Dalam Penafsiran Alqur’an. Al-I’jaz :
Jurnal Kewahyuan Islam, 7(1), 1–13.
Az-Zuhaili, W. (2013). TafsirAl-Munir: Akidah, Syariah, & Manhaj Jilid 1 (1st ed.). Gema
Insani.
Amin, F. (2017). Metode Tafsir Tahlili: Cara Menjelaskan al-Qur’an dari Berbagai Segi
Berdasarkan Susunan Ayat-ayatnya. KALAM, 11(1), 235–266.
https://doi.org/10.24042/klm.v11i1.979
Elhany, H. (2018). Metode Tafsir Tahlili dan Maudhu’i. Jurnal Institut Agama Islam Negeri
Metro Lampung.
Mu’min, M. (2016). Metodologi Ilmu Tafsir (1st ed.). Idea Press Yogyakarta.
Rokim, S. (2019). Mengenal Metode Tafsir Tahlili. https://www.merriam-
Rosalinda. (2019). Tafsir Tahlili: Sebuah Metode Penafsiran Al-Qur’an. Hikmah, 17(2), 181–
216.
Ushama, T. (2000). Metodologi Tafsir Al-Qur’an (Kajian Kritis, Objektif, & Komprehensif) (H.
Basri & Amroeni, Eds.). Riora Cipta.
Yahya, A., Yusuf, K. M., & Alwizar, A. (2022). Metode Tafsir (al-Tafsir al-Tahlili, al-Ijmali, al-
Muqaran dan al-Mawdu’i). PALAPA, 10 (1), 1–13.

xxvii

Anda mungkin juga menyukai