MAKALAH Ilmu Qashashil Qur'an Kelompok 4
MAKALAH Ilmu Qashashil Qur'an Kelompok 4
MAKALAH Ilmu Qashashil Qur'an Kelompok 4
Disusun Oleh :
Makalah ini di susun dan di ajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Pendidikan Anti Korupsi. Dalam menyusun makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan
dari temen – temen serta materi dari internet sebagai referensi tersusunnya makalah ini. Penulis
menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna.
Besar harapan kami bahwa makalah ini dapat bermanfa`at dan dapat dijadikan sebagai
pegangan dalam mempelajari materi tentang ``ILMU QASHASHIL QUR`AN ``. Harapan kami
dengan hadirnya makalah ini, akan mempermudah semua pihak dalam proses perkuliahan mata
kuliah Ulumul Qur`an.
Sesuai kata pepatah ``tak ada gading yang tak retak``, kami mengharapkan saran dan
kritik, khususnya dari rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi. Kesempurnaan hanyalah milik
ALLAH SWT. Akhir kata, semoga segala daya dan upaya yang kami lakukan dapat bermanfaat,
Aamiin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
1.3. TUJUAN..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................3
3.1. KESIMPULAN.........................................................................................12-13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian qashashil qur`an?
2. Ada berapa macam qashashil qur`an?
3. Apakah tujuan mempelajari qashashil qur`an?
4. Bagaimanakah pengulangan kisah dalam al-qur`an dan apakah hikmahnya?
1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi qashashil qur`an
2. Untuk mengetahui macam-macam qashashil qur`an
3. Untuk mengetahui tujuan qashashil qur`an
4. Untuk mengetahui kisah dalam al-qur`an dan hikmahnya
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Susilawati, ``Nilai-nilai Pendidikan Melalui Kisah Dalam Al-qur`an``, dalam Jurnal Pendidikan Islam vol. 1, no. 1,
2016. hlm. 25.
2
Ira Puspita Jati, ``Kisah-Kisah Dalam Al-qur`an Dalam Perspektif Pendidikan``, hlm.27.
3
sangat keras terhadap orang-orang kafir tapi berkasih sayang dengan sesama orang-orang
beriman. Surat Al-Munafiqun mengisahkan kemunculan kaum munafiq ketika revolusi Islam
hampir mencapai kemenangan. Surat Nuh dan Surat Hud menuturkan kisah para Nabi yang
dalam berdakwah dan memperjuangkan misi islam (tauhid dan keadilan) di tengah kaum `Ad
dan kaum Tsamud yang kaya raya dan melecehkanseruan islam. Surat Al-Fil dan Surat Al-
Quraisy yang mengisahkan karunia Allah bagi kaum Quraisy tapi malah disalah artikan dengan
tenggelam dalam kehidupan jahiliyah. Surat At-Takatsur yang menuturkan kisah orang-orang
kaya yang tidak puas-puasnya menumpuk-numpuk harta hingga ajal menjemputnya. Serta Surat
Al-Lahab yang mengisahkan perlawanan Abu Lahab terhadap perjuangan Nabi Muhammad Saw
dengan segala kekuatan dan hartanya, tapi sia-sia belaka karena Allah SWT membela hamba-
hamba Allah yang saleh dan selalu berjihad dijalan-Nya.
Selain surat diatas ada satu surat dalam Al-qur`an yang diberi nama dengan kisah, yaitu
Surat Al-Qashash. Serta selain surat-surat yang bertemakan kisah terdapat ayat-ayat Al-Qur`an
yang menguraikan kisah-kisah umat terdahulu.3
Dari definisi tersebut terdapat beberapa unsur-unsur yang terkandung dalam kisah-kisah
Al-Qur`an mencakup:
1. Keadaan suatu subyek yang dipaparkan. Sekalian tokoh yang dimaksud bukan sebagai
titik sentral dan bukan pula tujuan dalam kisah bahkan sang tokoh kadang-kadang tidak
disebutkan.
2. Kisah mengandung unsur waktu latar belakang lahirnya kisah.
3. Mengandung tujuan-tujuan keagamaan.
4. Peristiwa tidak selamanya diceritakan sekaligus tapi secara bertahap atau pengulangan
sesuai dengan kronologis.
Sedangkan menurut Ahmad Jmal al Umry, bahwa kisah dalam Al-Qur`an terdiri atas :
a) Kisah Waqiyyat : yang mengungkapkan gejala-gejala kejiwaan manusia seperti dua putra
Nabi Adam (QS. AL-Maidah [5] : 27 – 30)
b) Kisah Tamsiliyyat : yang tidak menggambarkan kejadian yang sebenarnya akan tetapi
kejadian tersebut mungkin terjadi pada waktu yang lain seperti kisah Ashbab al Jannah
yang telah digambarkan kejadian dan peristiwa dalam Surat al-Kahfi.
3
Susilawati. ``Nilai-Nilai Pendidikan Melalui Kisah Dalam Al-qur`an ``. hlm. 27
4
c) Kisah Tarrikhiyat : yang mengungkap tentang tempat, peristiwa dan orang yang terlibat
dalam peristiwa tersebut. Seperti kisah para nabi, kisah orang-orang yang mendustakan
nabi, kisah fir`aun, bani Israil dan lain-lain.4
4
Ira Puspita Jati, ``Kisah-Kisah Dalam Al-qur`an Dalam Perspektif Pendidikan``, hlm.80
5
Muhammad Said Mursi,``Seni Mendidik Anak``, (Jakarta : Pustaka Al-Kaustsar,2001), hlm.117
6
Ira Puspita Jati, ``Kisah-Kisah Dalam Al-qur`an Dalam Perspektif Pendidikan``, hlm. 82.
5
pendengar secara langsung bisa merenungkan makna dan mengikuti kisah dari tokoh dan
topiknya.
b) Mampu mengarahkan emosi, mengikutsertakan unsur psikis yang membawa pembaca
larut dalam setting emosional cerita.
c) Pola keteladanan dari pengejawantahan kisah Al-Quran, pola keteladanan ini bisa
mempengaruhi orang lain dengan cara mengikuti sifat yang diperankan tokoh.
d) Mengandung ibrah atau nasehat 7, kisah dalam al-Qur’an sejatinya bukanlah crita fiktif.
Setiap crita yang dipaparkan dalam ak-Qur’an selalu memiliki nilai edukasi yaitu
pembeljaran atau nilai ibrah yang dapt diambil sebagai pelajaran. Kemudian akan
menjadi suatu acauan atau tatanorma nasehat yang membimbing dalam melakukan setiap
amalam perbutan.
Secara implisit telah dipaparkan di atas bahwa kisah dalam al-Qur’an bukanlah karya seni
melainkan sebagai firman Allah yang mempunyai nilainilai estetis yang sangat tinggi, yang tidak
bisa dibandingkan dengan karya seni biasa. Al-Qur’an memuat sejumlah informasi penting
tentang kehidupan dan peris tiwa-peristiwa yang terjadi pada manusia dan masyarakat terdahulu.
Melalui metode kisah tersebut diharapakan akan mempunyai pengaruh yang besar dalam
menarik perhatian serta mudah diingat dan dipahami untuk dijadikan i’tibar bagi setiap umat
dalam menjalani kehidupan.
6
Materi Pendidikan Akhlak
Keseluruhan ajaran islam, menempatkan akhlak pada kedudukan yang istimewa dan
sangat penting. Al-Qur’an didalamnya terdapat keterangan berkisar 1500 ayat yang berbicara
tentang akhlak dua setengah kali lebih banyak dari ayat-ayat tentang hukum baik yang teoritis
maupun yang praktis. Belum terhitung hadis-hadis Nabi, baik perkataan maupun perbuatan, yang
memberikan pedoman akhlak yang mulia dalam seluruh aspek kehidupan. Dari keterangan
tersebut menunjukan bahwa islam sangat memperhatikan akhlak dan mengangapnya sebagai
sesuatu yang sangat penting.
Ajaran akhlak dalam islam disesuaikan dengan fitrah manusia yaitu sebagai mahluk
sosial. Manusia akan mendapatkan kebahagian yang hakiki bukan semu dalam lingkungan
sosilanya bila mengikuti nilai-nilai akhlak yang diajarkan oleh al-Qur’an dan sunah. Kedua
sumber akhlak dalam islam ini yang nantinya menjadikan akhlak sebagai ciri has setiap manusia.
Manusia dikatakan baik atau buruk dalam lingkungan sosial diukur dengan akhlak. Terlebih lagi
akhlak akan membedakan antara manusia dengan hewan dan dapat meningkatkan derajatnya
sebagai makhluk terhormat. Dalam kamus besar bahasa indonesia, kata akhlak diartikan sebagai
budi pekerti atau kelakuan. Kata akhlak walaupun terambil dari bahasa arab namun tidak
ditemukan dalam al-Qur’an, hanyalah ditemukan bentuk tunggal kata tersebut yaitu khuluk yang
tercantum dalam QS. Al-Qalam ayat 4 yaitu: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di
atas budi pekerti yang agung``.7
Secara etimologi, akhlak berasal bahasa arab yang merupakan bentuk jamak dari kata
khuluq, yang berarti budi pekerti, tingkah laku, atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang
berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan
khalaq (penciptaan). Kesamaan akar kata diatas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercangkup
pengertian keterkaitannya antara tuhan dan makhluk. Maka akhlak dapat diartikan sebagai suatu
tata aturan atau norma prilaku yang mengatur hubungan keterkaitan antara manusia, manusia
dengan tuhan bahkan dengan alam semesta.
Secara terminologi, akhlak didefinisikan oleh para ulama dan tokoh pendidikan dalam bentuk
yang sangat beragam diantaranya sebagai berikut:
7
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Pt Mizan Pustaka, 2013), hlm. 336
7
a. Imam Al-Ghazali mendefinisikan bahwa akhlak adalah sifat yng tertanam dalam jiwa,
yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan
pemikiran dan pertimbangan.8
b. Ibnu Maskawaih mendefinisikan bahwa akhlak adalah keadaan gerak jiwa yang
mendorong ke arah melakukaan perbuatan dengan tidak mengahajatkan pikiran.9
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
seseorang, yang mengakibatkan seseorang tersebut melakukan perbuatan baik atau buruk,
dengan mudah tanpa adanya pemikiran panjang atau secara spontan. Muhammad Abdullah Draz
membagi ruang lingkup akhlak kepada liama bagian sebgai berikut:
a. Akhlak pribadi (al-akhlaq al-fardiyah) terdiri dari; yang diperintahkan (al-Awamir), yang
dilarang (an-nawahi) yang dibolehkan (al-mubahat) dan akhlak dalam keadaan daruarat
(al-mukhalafah bi al-idhthirah).
b. Akhlak berkeluarga (al-akhlaq al-usrotiyah) terdiri dari kewajiban tinggal balik orang tua
dan anak, kewajiban suami isatri, dan kewajiban terhadap karib kerabat.
c. Akhlak bermasyarakat (al-akhlaq al-ijtimaiyah) terdiri dari yang dilarang, yang
diperintahkan dan kaedah-kaedah adab.
d. Akhlak bernegara (al-akhlaq ad-daulah) terdiri dari , hubungan antara pemimpin dan
rakyat dan hubungan luar negri.
e. Akhlak beragama (al-akhlaq ad-diniyah) yaitu kewajiban terhadap Allah SWT.10
Dari sistematika yang dibuat oleh Abu Draz tampak bahwa ruang lingkup akhlak sangat luas
mencangkup seluruh aspek kehidupan, baik sedar vertikal maupun horizontal. Dari sistematika
tersebut dapat dipahami bahwa ruang lingkup akhlak meliputi, akhlak terhadap Allah SWT,
terhadap Rasulullah SAW, akhlak pribadi, dalam keluarga, bermasyarakat, serta akhlak
bernegara. Maka pendidikan akhlak dapat dipahami sebagai suatu rangkaian proses
pengintegrasian nilai-nilai kepribadian luhur terhadap peserta didik. Sebagai bekal kemampuan
peserta didik dalam menempuh kehidupan sosial yang baik.
8
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian Dan Pengalaman Islam,
2002), hlm. 1-2.
9
Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islami, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992), hlm. 26-27
10
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, hlm. 5
8
Asbabul Nuzul Q.S Al-Lahab
Berhubungan dengan asbabul nuzul Q.S al-Lahab yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan
lainya bersumber dari Ibnu Abbas bahwa, dikisahkan pada suatu ketika rasullah saw naik ke
bukit Shafa sambil berseru; “Mari berkumpul pada hari ini” maka berkumpulah kaum Quraisy,
rasullulah bersabda, “Bagaiman pendapt kalian seandainya aku beriatahu bahwa musuh akan
datang besok pagi atau petang, apakah kalian percaya padaku?, kaum Qurais berkata kami pasti
percaya, Rasullah bersabda, “Aku peringatkan kalian bahwa siksa Allah yang dahsyat akan
datang.” Berkatalah Abu Lahab, “Celakalah engkau, apakah hanya untuk ini, engkau kumpulkan
kami.” Maka berkenaan dengan kisah ini turunlah Q.S al-Lahab.
Adapun riwayat lain dari Ibnu Jarir dari Isra’il dari Abi Ishaq yang bersumber dari orang
hamdan diriwayatkan bahwa istri Abu Lahab menyebar duri-duri di tempat yang akan dilalui
nabi Muhammad saw, yang berlukiskan bahwa orang yanag menghalang-halangi dan
menyebarkan permusuhan terhadap islam akan mendapatkan siksaan Allah.11 Kedua asbabul
nuzul tersebut setidaknya memberikan gambaran bahwa sebab turunya surat al-Lahab berkenaan
dengan perilaku Abu Lahab dan istrinya yang selalu mengahalangi dakwah nabi. Mereka ingin
menentang ajaran nabi dengan segala upaya dan cara yang mereka kehendaki. Berkenaan dengan
peristiwa tersebut melukiskan bahwa kecelakaan itu akan terkena kepada orang yang memfitnah
dan menghalang-halangi Agama Allah.
Artinya: Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah
berpelajaran kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke
dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar.Yang di lehernya
ada tali dari sabut. [QS. Al-Lahab : 1-5]
Pada ayat ke-1 kata tabbat memili arti kesinambungan dalam kerugian atau dapat
diartikan celaka, binasa dan tercela. Sedangkan kata yada yang berarti tangan, sebagian
berpendapat bahwa Abu Lahab menggunakan tangannya untuk melempari Nabi. Ada juga yang
memaknai keduanya di dunia dan akhiratnya. Maka makna kecelakan yang dimaksudkan
memiliki arti kecelakaan bagi Abu Lahab didunia dan akherat.12
11
Qomarudin Shaleh dkk, “Asbabul Nuzul”, (Bandung; Cv Diponegoro, 1993), hlm. 624.
12
M. Qurais Shihab, “Tafsir Al-Qur’anul Karim”, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), hlm. 366.
9
Pada ayat ke-2 menunjukan bahwa harta benda harus memiliki fungsi sosial, Abu Lahab
merasa bahwa harta yang ada dalam genggaman tanagannya adalah hartanya sendiri, dan karena
itu di sini Allah mengecamnya sekaligus menyatakan bahwa hartanya yang demikian itu tidak
akan berguna baginya. Demikian juga semua usaha yang dilakukannya. Usaha-usaha di sini
mencangkup segala yang dilakukan dengan sadar oleh yang bersangkutan. Bahkan temasuk di
dalamnya anak-anaknya karena anak adalah hasil usaha orangtua.
Pada ayat ke-3 Abu Lahab sendiri mempunyai beberapa orang istri, karena itu di sini dijelaskan
gelar istrinya yang dimaksud adalah Hammalah al-Hathah. Wanita ini sangat memusuhi Nabi
saw. sebagaimana sikap suaminya Ada yang memahami gelar ini secara harfiah dan mengaitkan
dengan prilaku buruk Ummu Jamil yang membawa kayu-kayu berduri untuk ditaburkan di jalan
yang dilalui nabi. Sedangkan yang memahami secara majazi adalah pembawa berita bohong
yang memecah belahkan antar secara manusia atau dalam arti orang yang memikul dosa-dosa
yang di hari kemudian akan menjadi kayu bakar di api neraka.13
Pada ayat ke-4 menjelaskan tentang adzab yang akan diterimanya bahwa kelak dia akan
dimasukan dalam api neraka. Kata Lahab disimbolkan dalam al-Quran sebagai julukan namanya
karena dia mempunyai muka yang berbinar-binar seperti api neraka. Pada ayat ke-5 bila difahami
secara harfiah, maka ia sejajar dengan makna harfiah ayat-ayat setelahnya. Sedangkang secara
majazi, maka untuk menggambarkan keburukan dan kehinaan sekaligus mengisyaratkan
keadaanya kelak di hari kemudian. Tali tersebut dapat dipahami sebagai talitali yang terbuat dari
besi dan kayu yang dipikulnya kelak di hari kemudian terambil kayu yang berasal dari satu
pohon yang dinamai al-Qur’an syajarat az-zaqqum dan yang tumbuh di dasar neraka jahim.14
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
16
Muhammad Said Mursi, Seni Mendidik Anak, (Jakarta: Pustaka Al-Kaustsar, 2001), hlm. 117
17
Ira Puspita Jati,” Kisah-Kisah Dalam Al-Quran Dalam Perspektif Pendidikan”, hlm. 80
11
QASHASHIL QUR`AN Secara bahasa kisah berasal dari bahasa arab qishshah yang
berarti suatu cerita, hikayat atau riwayat. Kata tersebut berasal dari kata al-qish yang berarti
menelusuri atsar(jejak). Kisah menurut istilah ialah suatu media untuk menyalurkan tentang
kehidupan atau suatu kebahagiaan tertentu dari kehidupan yang mengungkapkan suatu peristiwa
atau sejumlah peristiwa yang satu dengan yang lain saling berkaitan, dan kisah harus memiliki
pendahuluan dan bagian akhir.
Sedangkan Hasby Ash Shidiqiy mendefinisikan kisah ialah pemberitaan masa lalu
tentang umat, serta menerangkan jejak peninggalan kaum masa lalu. Maka pengertian Qashash
Al-Qur`an merupakan kejadian, cerita atau kisah dalam Al-qur`an yang menceritakan hal-ihwal
umat-umat terdahulu dan Nabi-nabi mereka dan peristiwa yang telah terjadi, yang sedang terjadi
dan akan terjadi.
Al-qur`an mempunyai tujuan-tujuan tertentu, sebagaimana diterangkan oleh Manna
Khalil al-Qathan sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan dasar-dasar dakwah dan pokok-pokok syari`at yang dibawa oleh para
Rasul.
2. Untuk memantapkan hati Rasulullah dan umatnya dalam menegakkan agama Allah.
3. Mengabadikan usaha-usaha para Nabi dan mengungkapkan bahwa Nabi-Nabi terdahulu
adalah benar.
4. Menempakkan kebenaran Nabi Muhammad Saw dalam dakwahnya dengan dapat
menerangkan keadaan-keadaan umat yang terdahulu.
5. Menyingkap kebohongan ahli al-Kitab yang telah menyembunyikan isi kitab mereka
yang masih murni. Menarik perhatian pendengar dan pembacanya yang diberikan
pelajaran pada mereka.
12
4. Menunjukkan adanya tujuan yang berbeda di setiap kisah itu disebutkan.
DAFTAR PUSTAKA
13
Susilawati, ``Nilai-nilai Pendidikan Melalui Kisah Dalam Al-qur`an``, dalam Jurnal Pendidikan
Islam vol. 1, no. 1, 2016. hlm. 25.
Ira Puspita Jati, ``Kisah-Kisah Dalam Al-qur`an Dalam Perspektif Pendidikan``, hlm.27.
Susilawati. ``Nilai-Nilai Pendidikan Melalui Kisah Dalam Al-qur`an ``. hlm. 27
Ira Puspita Jati, ``Kisah-Kisah Dalam Al-qur`an Dalam Perspektif Pendidikan``, hlm.80
Muhammad Said Mursi,``Seni Mendidik Anak``, (Jakarta : Pustaka Al-Kaustsar,2001), hlm.117
Ira Puspita Jati, ``Kisah-Kisah Dalam Al-qur`an Dalam Perspektif Pendidikan``, hlm. 82.
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Pt Mizan Pustaka, 2013), hlm. 336
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian Dan Pengalaman Islam, 2002),
hlm. 1-2.
Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islami, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992), hlm. 26-27
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, hlm. 5
Qomarudin Shaleh dkk, “Asbabul Nuzul”, (Bandung; Cv Diponegoro, 1993), hlm. 624.
M. Qurais Shihab, “Tafsir Al-Qur’anul Karim”, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), hlm. 366.
M. Qurais Shihab, “Tafsir Al-Qur’anul Karim”,hlm.369
M. Qurais Shihab, “Tafsir Al-Qur’anul Karim”,hlm.370
Suryani, “Hadist Tarbawi”, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 19
Muhammad Said Mursi, Seni Mendidik Anak, (Jakarta: Pustaka Al-Kaustsar, 2001), hlm. 117
Ira Puspita Jati,” Kisah-Kisah Dalam Al-Quran Dalam Perspektif Pendidikan”, hlm. 80
14