Makalah Ulumul Hadist Zidni
Makalah Ulumul Hadist Zidni
Makalah Ulumul Hadist Zidni
Disusun oleh:
Nama NPM
Zidni Fiqhan : 22221009
Assalamu’allaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas karena nikmat dan karunia-Nya
penyusun dapat menyelesaikan makalah Ulumul Hadist yang berjudul “HADIST
DOIF DAN MACAM-MACAMNYA” tanpa kendala dan masalah yang berarti.
Tak lupa shalawat bertangkaikan salam selalu terlimpah curah kepada
Nabi Besar Muhammad SAW.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Ulumul Hadist Semester III dengan dosen pengampu Setyabudi Daryono M.Sy.
Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada dosen, keluarga, serta teman-
teman yang telah ikut membantu memberikan arahan serta bimbingannya dalam
pembuatan makalah ini sehingga penulis bias menyelesaikan makalah ini dengan
lancar.
Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pembaca. Dengan segala kerendahan hati, saran, dan kritik konstruktif sangat
penulis harapkan dari pembaca guna meningkatkan pembuatan makalah pada
tugas yang lain pada waktu mendatang.
Penuli
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................................................1
1.3 TUJUAN PEMBAHASAN..........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................................3
2.1 Pengertian Hadist Doif...........................................................................................................3
2.2 Macam – Macam Hadist Doif.................................................................................................3
1) Hadits dhaif karena gugurnya rawi........................................................................................5
2. Hadits dhaif karena cacat pada matan atau rawi...................................................................9
BAB III PENUTUP..............................................................................................................................14
3.1 KESIMPULAN........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Hadits tersebut dikatakan Dha`if karena diriwayatkan dari Abu Qais Al-
Audi, seorang rawi yang masih dipersoalkan.
2
2.2Macam – Macam Hadist Doif
Hadist Dhaif dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu: Hadits
Dhaif karena gugurnya rawi dalam sanadnya, dan hadits dhaif karena adanya
cacat pada rawi atau matan
Yang dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu atau
beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada
permulaan sanad, maupun pada pertengahan atau akhirnya. Ada beberapa
nama bagi hadits dhaif yang disebabkan karena gugurnya rawi, antara lain
yaitu:
Hadits Mursal
3
Kebanyakan Ulama memandang hadits mursal ini sebagai hadits
dhaif, karena itu tidak bisa diterima sebagai hujjah atau landasan
dalam beramal. Namun, sebagian kecil ulama termasuk Abu Hanifah,
Malik bin Anas, dan Ahmad bin Hanbal, dapat menerima hadits
mursal menjadi hujjah asalkan para rawi bersifat adil.
Hadits Munqathi’
Hadits di atas diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Abu Bakar bin
Ali Syaibah, dari Ismail bin Ibrahim, dari Laits, dari Abdullah bin
Hasan, dari Fatimah binti Al-Husain, dan selanjutnya dari Fathimah
Az-Zahra. Menurut Ibnu Majah, hadits di atas adalah hadits
munqathi’, karena Fathimah Az-Zahra (putri Rasul) tidak berjumpa
dengan Fathimah binti Al-Husain. Jadi ada rawi yang gugur (tidak
disebutkan) pada tingkatan tabi’in.
Hadits Mu’dhal
Hadits mu’allaq
Hadits Maudhu’
6
Hadits yang dikarang oleh Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam; ia
katakana bahwa hadits itu diterima dari ayahnya, dari kakeknya,
dan selanjutnya dari Rasulullah SAW. berbunyi : “Sesungguhnya
bahtera Nuh bertawaf mengelilingi ka’bah, tujuh kali dan shalat di
maqam Ibrahim dua rakaat” Makna hadits tersebut tidak masuk
akal.
Adapun hadits lainnya : “anak zina itu tidak masuk surga tujuh
turunan”. Hadits tersebut bertentangan dengan Al-Qur’an. ”
Pemikul dosa itu tidaklah memikul dosa yang lain”. ( Al-An’am :
164 )
hadits; aku halalkan barang yang haram dan aku haramkan barang
yang halal”.
7
ada wanita, tentu Allah dita’ati dengan sungguh-sungguh”.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ya’qub bin Sufyan bin ‘Ashim
dengan sanad yang terdiri dari serentetan rawi-rawi, seperti :
Muhammad bin ‘Imran, ‘Isa bin Ziyad, ‘Abdur Rahim bin Zaid dan
ayahnya, Said bin mutstayyab, dan Umar bin Khaththab. Diantara
nama-nama dalam sanad tersebut, ternyata Abdur Rahim dan ayahnya
pernah tertuduh berdusta. Oleh karena itu, hadits tersebut ditinggalkan
/ dibuang.
Hadits Munkar
Hadist munkar, secara bahasa berarti hadits yang diingkari atau
tidak dikenal. Batasan yang diberikan para ‘ulama bahwa hadits
munkar ialah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah dan
menyalahi perawi yang kuat, contoh :
Artinya:“Barangsiapa yang mendirikan shalat, membayarkan
zakat, mengerjakan haji, dan menghormati tamu, niscaya masuk
surga. ( H.R Riwayat Abu Hatim )”
Hadits di atas memiliki rawi-rawi yang lemah dan matannya pun
berlainan dengan matan-matan hadits yang lebih kuat.
Hadits Mu’allal
Menurut bahasa, hadits mu’allal berarti hadits yang terkena illat .
Para ulama memberi batasan bahwa hadits ini adalah hadits yang
Contoh :
Rasulullah bersabda, “penjual dan pembeli boleh berkhiyar,
selama mereka belum berpisah”.
Hadits di atas diriwayatkan oleh Ya’la bin Ubaid dengan bersanad
pada Sufyan Ats-Tsauri, dari ‘Amru bin Dinar, dan selanjutnya dari
Ibnu umar. Matan hadits ini sebenarnya shahih, namun setelah diteliti
dengan seksama, sanadnya memiliki illat. Yang seharusnya dari
Abdullah bin Dinar menjadi ‘Amru bin Dinar.
8
Hadits mudraj
Hadist ini memiliki pengertian hadits yang dimasuki sisipan, yang
sebenarnya bukan bagian dari hadits itu. Contoh:
Rasulullah bersabda: “Saya adalah za’im (dan za’im itu adah
penanggung jawab) bagi orang yang beriman kepadaku, dan
berhijrah; dengan tempat tinggal di taman surga”.
Kalimat akhir dari hadits tersebut adalah sisipan (dengan tempat
tinggal di taman surga), karena tidak termasuk sabda Rasulullah
SAW.
Hadits Maqlub
Menurut bahasa, berarti hadits yang diputarbalikkan. Para ulama
menerangkan bahwa terjadi pemutarbalikkan pada matannya atau pada
nama rawi dalam sanadnya atau penukaran suatu sanad untuk matan
yang lain.
Contoh:
Rasulullah SAW bersabda : Apabila aku menyuruh kamu
mengerjakan sesuatu, maka kerjakanlah dia; apabila aku melarang
kamu dari sesuatu, maka jauhilah ia sesuai kesanggupan kamu.
(Riwayat Ath-Tabrani)
Hadits Syadz
Secara bahasa, hadits ini berarti hadits ayng ganjil. Batasan yang
diberikan para ulama, hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan
oleh rawi yang dipercaya, tapi hadits itu berlainan dengan hadits-
hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang juga dipercaya.
Haditsnya mengandung keganjilan dibandingkan dengan hadits-hadits
lain yang kuat. Keganjilan itu bisa pada sanad, pada matan, ataupun
keduanya.
9
Contoh :
“Rasulullah bersabda: “Hari arafah dan hari-hari tasyriq adalah
hari-hari makan dan minum.”
Hadits di atas diriwayatkan oleh Musa bin Ali bin Rabah dengan
sanad yang terdiri dari serentetan rawi-rawi yang dipercaya, namun
matan hadits tersebut ternyata ganjil, jika dibandingkan dengan hadits-
hadits lain yang diriwayatkan oleh rawi-rawi yang juga dipercaya.
Pada hadits-hadits lain tidak dijumpai ungkapan . Keganjilan hadits di
atas terletak pada adanya ungkapan tersebut, dan merupakan salah
satu contoh hadits syadz pada matannya. Lawan dari hadits ini adalah
hadits mahfuzh.
10
BAB III
PENUTUP
Dari uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa Hadits Dho’if adalah
hadits dimana pengamalannya tidak diperbolehkan menurut kesepakatan para ulama
hadits, meskipun ada beberapa ulama yang berbeda pendapat tentang memperbolehkan
pengamalannya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Hartati Intan Sri (Desember 2021) Manajemen Pemasaran Syariah. Diakses pada
tanggal 30 oktober melalui: https://anyflip.com/fzhsl/ostx/basic
12