Teori Pembenaran Negara 2024609
Teori Pembenaran Negara 2024609
Teori Pembenaran Negara 2024609
2024609
MALANG
1. Dalam Ilmu Negara Umum disebutkan bahwa keberadaan negara
(existence) dapat dibenarkan berdasarkan sumber-sumber kekuasaan antara
lain:
Kewenangan langsung maupun yang tidak langsung dari Tuhan Semesta
Alam, yang diterapkan dalam bentuk konstitutif dan kepercayaan yang
diformalkan dalam ketentuan negara ( Teori Teokrasi ).
Kekuatan jasmani maupun rohani, serta materi (finansial) yang
diefektifkan sebagai alat berkuasa, dalam bentuknya yang modern
seperti kekuatan militer yang represif, kharisma para rohaniawan yang
berpolitik, atau dalam bentuk money politics ( Teori Kekuatan ).
Ada perjanjian, baik yang dipersepsi sebagai perjanjian perdata maupun
publik, serta adanya pandangan dari perspektif hukum keluarga dan
hukum benda ( Teori Yuridis ).
Secara rasional, pemerintah mana pun di dunia tidak mungkin lagi menyadarkan
klaim wewenang dan kekuasaannya atas dasar kekuatan fisik angkatan perang
(militer) yang represif atau mitos-mitos feodlistik maupun teokratik. Klaim-klaim
yang bersifat tidak rasional dan dipaksakan semakin lama akan semakin
ditinggalkan sejalan dengan kemajuan gerakan-gerakan pemikiran kritis filsafat
dan politik serta perkembangan teknologi yang menafikan irasionalitas. Dapat
disimpulkan bahwa tanpa legitimasi yang rasional dan objektif, suatu negara
tidak akan mungkin berjalan efektif.
Teori ini beranggapan tindakan penguasa / negara selalu benar, sebab negara
diciptakan oleh Tuhan, ada yang secara langsung / tidak langsung.
Preidrich Julius Stahl mengatakan negara itu timbul dari takdir Illahi. Preidrich
Hegel, mengatakan negara adalah lau Tuhan di dunia.
Menurut teori ini, siapa yang berkemampuan maka akan mendapat kekuasaan
dan memegang tampuk kekuasaan atau pemerintahan. Kekuatan yang
meliputi jasmani, rohani, materi dan politik.
Menurut Leon Dugut, yang memaksakan kehendak pada orang lain maka
ialah yang paling kuat. Baik kekuatan dari segi fisik, intelegensi, ekonomi dan
agama.
Yang diangkat sebagai kepala keluarga adalah orang yang kuat, berjasa,
bijaksana (primus interparis).
Ialah hak milik, raja memiliki hak terhadap daerahnya, rakyat tunduk
padanya.
c. Hukum perjanjian
Perjanjian masyarakat :
Berdasarkan teori ini, suatu negara ada karena adanya suatu keharusan
susila, maka ada 3 pendapat dari para ahli ilmu negara, yaitu :
Menurut Plato dan Aristoteles, manusia tidak akan berarti bila belum
bernegara. Negara merupakan sesuatu hal yang mutlak, tanpa negara
maka tidak ada manusia. Oleh karena itu seluruh tindakan negara
dapat dibenarkan.
2) Immanuel Kant
3) Wolft
Menurut Hegel, tujuan manusia adalah kembali pada citacita yang abolut.
Penjelmaan cita-cita yang absolut dari manusia adalah negara. Tindakan
negara dibenarkan karena negara adalah sesuatu yang dicita-citakan oleh
manusia.
c. Teori Psychologis
1. Kepastian hokum
2. Penyederhanaan hokum
3. Kesatuan hukum.
Di Eropa :
Corpus iuris Civilis (mengenai hukum perdata) yang diusahakan oleh kaisar
Justinianus dari kerajaan Romawi timur dalam tahun 527-565.
Code Civil (mengenai hukum perdata) yang diusahakan oleh kaisar Napoleon di
Prancis dalam tahun 1604
Di Indonesia :
Bahwa ayah yg berkuasa dlm keluarga dan garis keturunan ditarik dari pihak
ayah. Keluarga berkembang biah dan terjadi beberapa keluarga yg semuanya
dipimpin oleh (ayah) kepala keluarga induk. Lambat laun keluarga-keluarga
merupakan kesatuan etnis yg besar dan terjadilah suku patriarkal (gens) yg
pertama. Kepala suku merupakan primus inter pares (sistem pemilihan seorang
pemimpin atau kepala adat atau kepala suku yg cara pelaksanaannya
berdasarkan kelebihan fisik dan spiritual), sampai saat dibentuk semacam
pemerintahan yg disentralisasi. Suku-suku inilah yg menjadi persekutuan-
persekutuan etnis yg bercorak ragam, dan inilah benih pertama dari negara.
Negara adl perkelompokan beberapa suku.
2. Teori organis
3. Teori patrimonial
Raja mempunyai hak milik thd daerahnya, maka semua penduduk di daerahnya
hrs tunduk kepadanya. Hak memerintah dan menguasai timbul dr pemberian
tanah. Dalam keadaa perang, raja-raja menerima bantuan dr kaum bangsanwan
utk mempertahankan negaranya dr serangan musuh. Jika perang selesai dg
kemenangan, para bangsawan yg membantu mendapat sebidang tanah sbg
hadiah. Sehingga mereka mendapat hak utk memerintah thd semua yg ada di
atas tanah itu.
5. Teori Pembenaran dari sudut Hukum, Teori ini menyatakan bahwa tindakan
pemerintah dibenarkan karena didasarkan kepada hukum.
Teori ini merinci lagi hukum ke dalam 3 jenis, yaitu :
a. Hukum Keluarga (Teori Patriarchal)
Teori patriachal berdasarkan hukum keluarga karena pada zaman dulu
masyarakat masih sangat sederhana dan negara belum terbentuk.
Masyarakat hidup dalam kesatuan-kesatuan keluarga besar yang dipimpin
oleh kepala keluarga.
b. Hukum Kebendaan (Teori Patrimonial)
Patrimonial berasal dari istilah patrimonium yang berarti hak milik. Raja
mempunyai hak milik terhadap daerahnya, oleh karena itu semua penduduk di
daerahnya harus tunduk pada raja. Raja biasanya mendapat bantuan dari
kaum bangsawan untuk mempertahankan wilayahnya. Jika perang berakhir
maka raja memberikan hak atas tanah kepada bangsawan. Hak atas tanah
berpindah dari raja kepada bangsawan sehingga para bangsawan mendapat
hak untuk memerintah (overheidsrechten).
c. Hukum Perjanjian (Teori Perjanjian)
Tokohnya antara lain adalah :
1) Thomas Hobbes
Menurut Thomas Hobbes, manusia harus selalu mempunyai kekuatan karena
memiliki rasa takut diserang oleh manusia lain yang lebih kuat. Oleh karena itu
rakyat mengadakan perjanjian dan dalam perjanjian tersebut, raja tidak
diikutsertakan. Oleh karena itu raja mempunyai kekuasaan mutlak setelah
hak-hak rakyat diserahkan kepadanya (Monarchie Absoluut).
2) Jhon Locke
Rakyat dan raja mengadakan perjanjian. Oleh karena itu raja berkuasa untuk
melindungi rakyatnya. Jika raja bertindak sewenang-wenang maka rakyat
dapat meminta pertanggung jawabannya. Perjanjian antara raja dengan
rakyatnya menimbulkan monarki terbatas (monarchie constitusionil) karena
kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi.
Dalam perjanjian masyarakat tersebut terdapat dua macam pactum, yaitu :
a. Pactum Uniones ð perjanjian untuk membentuk suatu kesatuan
(kolektivitas)antara individu-individu.
b. Pactum Subjectiones ð perjanjian untuk menyerahkan kekuasaan antara
rakyat dengan raja.
Jhon Locke berpendapat bahwa pactum uniones dan pactum subjectiones
memiliki pengaruh yang sama kuatnya sehingga dalam penyerahan kekuasaah,
raja harus berjanji akan melindungi hak asasi rakyatnya.
Ajaran Jhon Locke hampir sama dengan ajaran Monarchemachen yaitu suatu
aliran yang timbul dalam abad pertengahan yang memberikan reaksi atas
kekuasaan raja yang mutlak. Aliran tersebut mengadakan perjanjian untuk
membatasi kekuasaan raja. Hasil perjanjian tersebut diletakkan dalam Leges
Fundamentalis yang menetapkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.
Oleh karena itu ajaran Jhon Locke sering disebut sebagai warisan
Monarchemachen.
3) J.J. Rousseau
Menurut Rousseau, kedaulatan dan kekuasaan rakyat tidak pernah
diserahkan kepada raja. Jika raja memerintah maka raja hanya merupakan
mandataris rakyat. Menurut Rousseau, hal yang pokok dari perjanjian
masyarakat adalah menemukan suatu bentuk kesatuan, membela dan
melindungi kekuasaan bersama disamping kekuasaan pribadi dan milik setiap
orang sehingg semua orang dapat bersatu, namun setiap orang tetap bebas
dan merdeka. Rouseeau tidak mengenal adanya hak alamiah, hak dasar atau
hak asasi.
Dalam perjanjian masyarakat berarti setiap orang menyerahkan semua haknya
kepada masyarakat. Akibat adanya perjanjian masyarakat adalah :
a) Terciptanya kemauan umum (Volonte Generale)
Yaitu kesatuan dari kemauan orang-orang yang telah menyelenggarakan
perjanjian masyarakat.Volonte generale merupakan kekuasaan yang tertinggi
atau kedaulatan.
b) Terbentuknya masyarakat (Gemeinschaft)
Gemeinschaft merupakan kesatuan dari orang-orang yang menyelenggarakan
perjanjian masyarakat. Masyarakatlah yang memiliki kemauan umum,
kekuasaan tertinggi atau kedaulatan yang tidak dapat dilepaskan yang disebut
sebagai kedaulatan rakyat.
Perjanjian masyarakat telah menciptakan negara. Berarti, ada peralihan dari
keadaan bebas ke keadaan bernegara.
6. Empat Teori Legitimasi yang menajdi pembenaran suatu Negara
1. Legitimasi Teologis
Teori ini beranggapan tindakan penguasa / negara selalu benar, sebab negara
diciptakan oleh Tuhan, ada yang secara langsung / tidak langsung, Negara
secara langsung adalah dimana penguasa wahyu dari Tuhan, Negara secara
tidak langsung adalah dimana penguasa berkuasa mendapat kodrat dari Tuhan.
Preidrich Julius Stahl mengatakan negara itu timbul dari takdir Illahi. Preidrich
Hegel, mengatakan negara adalah lau Tuhan di dunia.
Bangsa Indonesia mengakui kemerdekaan negaranya sebagai rahmat Allah Yang
Mahakuasa. Keberadaan negara juga dibenarkan sebagai perpanjangan tangn
dari kekuasaan Tuhan yang memerintahkan hamba-Nya agar hidup teratur dalam
mengabdi pada-Nya. Bernegara merupakan manifestasi pengabdian hamba
terhadap Khaliqnya, Pandangan ini kerapkali disebut teokratis. Namun,
sebenarnya lebih tepat dinyatakan sebagai teosentris (berorientasi kepada
Tuhan) sebagai wujud bangsa yang religius, yaitu bahwa Tuhan diinsyafi telah
memberikan berkah dan rahmat-Nya bagi bangsa Indonesia merupakan wujud
legitimasi teologis yang kita sadari.
2. Legitimasi Sosiologis
Menurut teori ini, siapa yang berkemampuan maka akan mendapat kekuasaan
dan memegang tampuk kekuasaan atau pemerintahan. Kekuatan yang meliputi
jasmani, rohani, materi dan politik.
Menurut Leon Dugut, yang memaksakan kehendak pada orang lain maka ialah
yang paling kuat. Baik kekuatan dari segi fisik, intelegensi, ekonomi dan agama.
Menurut Pranz Oppenheimer bahwa negara merupakan susunan masyarakat
dimana golongan yang menang memaksakan kehendak pada golongan yang
ditaklukan, dengan maksud mengatur kekuasaan dan melindungi ancaman dari
pihak lain.
Pengakuan masyarakat atas adanya kekuasaan negara biasanya terlihat dari
kenyataan politik yang menunjukkan adanya kekuatan kelembagaan negara yang
menguasai peri kehidupannya sebagai warga negara. Pengakuan ini kemudian
menjadi persetujuan sosial di mana rakyat tunduk kepada ketentuan-ketentuan
negara. Misalnya, negara dibenarkan dapat mengeluarkan ‘sertifikat hak milik’
atas tanah untuk diberikan kepada warga negaranya yang telah memiliki
persyaratan untuk itu.
3. Legitimasi Yuridis
Teori ini membagi hukum 3 bagian :
1. Hukum kekeluargaan (Patriarchal)
Yang diangkat sebagai kepala keluarga adalah orang yang kuat, berjasa,
bijaksana (primus interparis).
2. Hukum kebendaan (Patrimonial)
Ialah hak milik, raja memiliki hak terhadap daerahnya, rakyat tunduk padanya.
3. Hukum perjanjian
Perjanjian masyarakat :
a. Menurut Thomas Hobbes (Pactum Uniones) : Manusia hidup dalam
kekuatan karena takut diserang manusia lainnya yang lebih kuat keadaan
jasmaninya. Sehingga diadakan perjanjian masyarakat. Dalam perjanjian
ini hanya rakyat dan rakyat. Jhone Locke (Pactum Subjektiones): Raja
berkuasa dapat melindungi hak-hak rakyatnya, apabila raja sewenang-
wenang maka rakyat dapat meminta pertanggung jawaban dalam
perjanjian ini antara raja dan rakyat.
b. Menurut Jean Jecques Rousseau : Menurutnya kedaulatan rakyat dan
kekuasaan tidak pernah diserahkan pada raja-raja yang hanya sebagai
mandataris. Dalam perjanjian ini menyerahkan kekuasaan antara rakyat
dengan raja.
Pembenaran dari sudut hukum (yuridis) terlihat dari adanya dasar hukum yang
jelas (legalitas) atas keberadaan entitas negara. Negara Republik Indonesia
dengan proklamasi keberadaannya sebagai nation-state baru. Entitas negara
baru ini masuk dalam pergaulan masyarakat hukum internasional pada
tanggal 17 Agustus 1945. Dari sudut teori kontrak, proklamasi ini adalah
unilateral contract yang mendapat pengakuan dari dunia internsional sebagai
subjek hukum internasional baru yang memiliki hak-hak dan kewajiban
sebagai anggota masyarakat hukum internasional. Keberadaan konstitusinya,
UUD 1945, menegaskan dasar yuridis eksistensi ketatanegaraannya sebagai
komunitas politik yang mandiri (independen); tidak berada di bawah
kedaulatan negara lain dan mampu mempertahankan kemerdekaan secara
politik maupun sosiologis. Keberadaan unsur-unsur negara dan adanya
pengakuan internasional menjadi dasar legitimasi konstatasi de jure bagi
Republik Indonesia.
Dalam hal ini suatu regime pemerintahan negara sudah semestinya berdiri tegak
di atas legitimasi yang kokoh (penuh). Legitimasi yang kokoh ini tidak hanya
bersifat sosiologis- dalam arti mendapat pengakuan masyarakat- dan bersifat
yuridis, dalam arti berlaku sebagai hukum positif dalam format yuridis-
ketatanegaraan tertentu, melainkan lebih dalam lagi, yaitu absah (legitim) secara
etisfilosofis.
Dalam hal ini perlu ditegasklan bahwa legitimasi politik tidak selalu sama dengan
legitimasi moral (etis-filosofis). Legitimasi politik secara sederhana dapat
dipahami sebagai legitimasi sosial (sosiologis) yang telah mengalami proses
artikulatif dalam institusi-institusi politik yang representatif.
Proses tarik-menarik kepentingan kekuasaan yang telah tersimpul menjadi
keputuan politik itu disebut memiliki legitimasi politik. Artinya, legitimasi politik
dapat dipahami pula sebagai legitimasi sosiologis yang telah mengalami proses
transformasi politis. Sementara itu, legitimasi moral (etis) mempersoalkan
keabsahan wewenang kekuasaan politik dari segi norma-norma moral, bukan dari
segi kekuatan politik riil yang ada dalam masyarakat, bukan pula atas dasar
ketentuan hukum (legalitas) tertentu. Dengan demikian, “tidak seluruh legitimasi
politik langsung dapat dikatakan berlegitimasi etis”.