Tugas Paper Berduka
Tugas Paper Berduka
Tugas Paper Berduka
JUDUL PAPER
DISUSUN OLEH :
Nama : Ismi Utari Fadhilla
NIM : C1021106
Kelas : 3B
i
KATAPENGANTAR
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
B. Saran…………………………………………………………………………………………………………………..9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehilangan merupakan peristiwa yang semua orang pernah alami dalam
kehidupannya, dan dapat berupa kehilangan harta benda, kehilangan pekerjaan,
kehilangan anggota tubuh atau fungsi dari tubuh, kehilangan tempat tinggal, atau
pun kehilangan orang terdekat baik keseluruhan atau pun hanya sebagian, serta
secara perlahan ataupun tiba-tiba, dan baik bersifat sementara ataupun selama-
lamanya . Kehilangan merupakan suatu situasi yang berat untuk diterima, karena
selain individu harus terbiasa dengan kondisi yang baru akibat kehilangan, juga
karena kehilangan sangat berkaitan erat dengan kontrol emosi individu.
Kehilangan menimbulkan perasaan kehilangan. Perasaan kehilangan
adalah proses yang bervariasi, yang dapat berupa kesedihan yang mendalam,
keadaan merana, depresi, identitas yang berubah, keadaan kesehatan yang
memburuk, kesepian, dan menarik diri dari pergaulan. Pada kehilangan juga
dapat muncul perubahan kekacuan pada pola hidup dan kegiatan sehari-hari.
Respon fisiologis yang dapat terjadi adalah kehilangan nafsu makan, gangguan
tidur, kehilangan energi dan kelelahan, keluhan somatic, dan keluhan fisik lain
yang sering terjadi pada seseorang yang memiliki beban kehilangan.
Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan
dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam
kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami
kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental
dan sosial yang serius. Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering
terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat
berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan
dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika
merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika
hubungan klien-kelurga- perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi
1
mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya
selama kehilangan dan kematian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kehilangan dan berduka ?
2. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi kehilangan dan berduka ?
3. Bagaimana fase atau tahapan pada kehilangan?
4. Bagaimana peran perawat dalammenghadapi klien dengan kehilangan
dan berduka ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kehilangan dan berduka.
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kehilangan dan berduka.
3. Untuk mengetahui bagaimana fase atau tahapan pada kehilangan.
4. Untuk mengetahui peran perawat dalam menghadapi klien dengan
kehilangan dan berduka.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
B. Faktor Yang Mempengaruhi Kehilangan dan Berduka
Seseorang menjalani proses berduka bergantung pada banyak faktor, diantaranya :
1. Hubungan yang dimiliki orang yang berduka dengan orang yang meninggal.
2. Penyebab kematian, misalnya apakah orang tersebut meninggal mendadak
atau sakit dalam waktu yang lama.
3. Usia dan jenis kelamin orang yang berduka.
4. Riwayat hidup orang yang berduka, termasuk pengalaman masa lalu dengan
kehilangan.
5. Kepribadian dan gaya coping orang yang berduka.
6. Dukungan yang tersedia dari teman dan keluarga.
7. Adat istiadat dan keyakinan agama atau spiritual orang yang berduka.
4
bertanya-tanya bagaimana hidup kita kelak akan berjalan jika situasi berbeda
terjadi. Kita tidak siap ketika tahu bahwa hidup yang kemarin kita lalui dengan
baik bisa berubah dalam sekejap.
Pada fase penolakan, kita tidak lagi hidup di realita yang sesungguhnya,
melainkan pada realita yang kita harapkan. Menariknya, justru pada fase
penolakan ini bisa membantu kita untuk bertahan melawan rasa sedih dan
kehilangan. Daripada merasakan luapan emosi karena kehilangan, kita justru
menolaknya, tidak menerima hal tersebut hingga secara tidak sadar penolakan
tersebut dapat menurunkan intensitas perasaan sedih yang melanda. Hal ini bisa
disebut sebagai mekanisme pelindungan diri.
2. Anger (Marah)
Ketika kita sudah mulai hidup di realita yang sesungguhnya, kita mungkin
akan mulai merasakan marah. Pada fase ini kita akan bertanya-tanya, ‘kenapa
saya?’, ‘ hidup tidak adil!’. Kemudian kita mulai menyalahkan orang sekitar
sebagai penyebab kita kehilangan, atau bahkan kita melampiaskan marah kita ke
keluarga atau teman terdekat karena kita percaya bahwa kejadian tersebut tidak
mungkin terjadi pada kita. Para profesional kesehatan jiwa mengatakan bahwa
fase ini merupakan fase yang sangat penting dalam tahap berduka.
Melampiaskan perasaan marah merupakan respon yang normal. Kita
semua setuju bahwa memendam perasaan marah sangatlah tidak sehat. Semakin
kita merasakan marah, maka semakin cepat perasaan marah itu akan hilang yang
dsusul akan semakin cepat juga kita mulai dapat menerima. Pada fase ini, orang
yang berduka beresiko melakukan perbuatan yang membahayakan diri sendiri
maupun orang lain, oleh karena itu pertimbangkan untuk menjauhkan barang-
barang yang berpotensi membahayakan dari jangkauan orang yang berduka.
3. Bargaining (Tawar menawar)
Tahap ketiga ini melibatkan harapan bahwa entah bagaimana individu
yang akan menghadapi kehilangan dapat menunda sesuatu. Pada tahapan ini
individu bernegoisasi untuk kehidupan yang lebih panjang dengan banyak
mempertimbangkan informasi-informasi yang didapatkan. Sebelum kehilangan,
sepertinya seseorang akan melakukan apapun supaya terhindar dari kehilangan.
5
Kata-kata seperti, "Tolong Tuhan, saya tidak akan pernah marah kepada keluarga
saya lagi jika Anda membiarkannya hidup."
Biasanya, negosiasi ini diperpanjang dengan kekuatan yang lebih besar
dalam pertukaran gaya hidup yang dapat diibaratkan berupa gencatan senjata
sementara. "Bagaimana jika saya mencurahkan sisa hidup saya untuk membantu
orang lain. Lalu bisakah aku terbangun dan menyadari bahwa ini semua adalah
mimpi buruk? " Seseorang akan tersesat dalam labirin pernyataan "Kalau saja ..."
atau "Bagaimana jika ...". Kita ingin hidup kembali pada apa adanya; Kami ingin
orang yang kita cintai dipulihkan. Kami ingin kembali ke masa lalu: temukan
tumor lebih cepat, kenali penyakitnya lebih cepat, hentikan kecelakaan itu terjadi
... jika saja, kalau saja, kalau saja. Rasa bersalah sering menjadi tawar-menawar.
Kata-kata "Jika hanya" menyebabkan seseorang menemukan kesalahan pada diri
sendiri dan apa yang "dipikir" bisa dilakukan secara berbeda. Seseorang bahkan
mungkin menawar dengan rasa sakit dan akan melakukan apapun untuk tidak
merasakan sakitnya kehilangan.
4. Tahap depression (depresi)
Pada tahap ini, seseorang yang mengalami kehilangan mungkin menjadi
menghabiskan banyak waktu untuk menangis dan berduka dengan lebih banyak
diam atau menolak keberadaan orang lain. Setelah tawar menawar, perhatian
seseorang yang kehilangan bergerak lurus ke masa kini. Perasaan kosong muncul,
dan kesedihan memasuki kehidupan pada tingkat yang lebih dalam, lebih dalam
dari yang pernah dibayangkan. Tahap depresi ini terasa seolah akan berlangsung
selamanya.
Depresi pada tahap ini bukanlah pertanda gangguan jiwa. Tahap ini adalah
respon yang tepat untuk kerugian besar. Seseorang yang kehilangan akan menarik
diri dari kehidupan, meninggalkan kabut dalam kesedihan yang mendalam,
mungkin akan bertanya-tanya, “apakah ada gunanya pergi sendirian? Mengapa
tidak berubah sama sekali?”
Depresi setelah kehilangan terlalu sering dianggap tidak wajar yang
menjadi keadaan yang harus diperbaiki atau sesuatu yang bisa gagal. Pertanyaan
pertama yang harus ditanyakan kepada diri sendiri adalah apakah situasinya benar
6
atau tidak. Hilangnya orang yang dicintai adalah situasi yang sangat
menyedihkan, dan depresi adalah respons yang normal dan tepat. Untuk tidak
mengalami depresi setelah kehilangan akan menjadi hal yang tidak biasa. Bila
kehilangan sepenuhnya mengendap dalam jiwa, kesadaran bahwa yang dicintai
tidak menjadi lebih baik saat ini dan tidak kembali pastinya akan sangat
menyedihkan. Depresi adalah salah satu dari banyak langkah yang diperlukan
dalam proses penyembuhan.Proses ini memungkinkan seseorang yang mengalami
kehilangan untuk melepaskan diri dari rasa cinta dan kasih sayang. Tidak
dianjurkan untuk mencoba menghibur seseorang yang berada pada tahap ini.
Tahap ini adalah waktu yang penting dalam kehilangan/ berduka yang
memerlukan proses.
5. Tahap acceptance (penerimaan)
Pada tahapan ini, mulai hadir perasaan kedamaian dan rasa cinta pada
seseorang yang kehilangan. Namun penerimaan sering dikacaukan dengan
gagasan "baiklah" atau "OK" dengan apa yang telah terjadi. Kebanyakan orang
tidak pernah merasa baik-baik saja atau baik tentang kehilangan orang yang
dicintai. Tahap ini adalah tentang menerima kenyataan bahwa orang yang kita
cintai hilang secara fisik dan menyadari bahwa kenyataan baru ini adalah
kenyataan permanen.
Seseorang yang mengalami kehilangan tidak akan pernah menyukai
kenyataan ini atau membuatnya baik-baik saja, tapi akhirnya menerimanya.
Seseorang mulai belajar untuk hidup bersama kehilangannya. Ini adalah norma
baru yang harus dipelajari untuk melanjutkan hidup. Seseorang yang mengalami
kehilangan harus mencoba hidup sekarang di dunia di mana sesuatu yangdicintai
hilang. Dalam melawan norma baru ini, pada awalnya banyak yang ingin
mempertahankan kehidupan sama seperti sebelum mengalami kehilangan. Pada
waktunya, melalui potongan-potongan penerimaan, bagaimanapun seseorang
tidak dapat mempertahankan masa lalu secara utuh. Keadaan telah berubah
selamanya dan harus menyesuaikan diri kembali. Seseorang harus belajar menata
ulang peran, menugaskannya kembali ke orang lain atau membawanya ke diri
sendiri.
7
D. Peran Perawat Menghadapi Klien Dengan Kehilangan dan Berduka
1. Membina dan meningkatkan hubungan saling percaya dengan cara mendengarkan
pasien bicara, memberi dorongan agar pasien mau mengungkapkan perasaannya,
menjawab pertanyaan pasien secara langsung. menunjukkan sikap menerima dan
empati.
2. Mengenali faktor-faktor yang mungkin menghambat dengan cara, Bersama pasien
mendiskusikan hubungan pasien dengan orang atau objek yang pergi atau hilang dan
menggali pola hubungan pasien dengan orang yang berarti.
3. Mengurangi atau menghilangkan faktor penghambat dengan cara bersama pasien
mengingat kembali cara mengatasi perasaan berduka di masa lalu, memperkuat
dukungan serta kekuatan yang dimiliki pasien dan keluarga dan mengenali dan
menghargai sosial budaya, agama serta kepercayaan yang dianut oleh pasien dan
keluarga dalam mengatasi perasaan kehilangan.
4. Memberi dukungan terhadap repsons kehilangan pasien dengan caramenjelaskan
kepada pasien atau keluarga bahwa sikap mengingkari, marah, tawar menawar,
depresi dan menerima adalah wajar dalam menghadapi kehilangan dan memberi
gambaran tentang tata cara mengungkapkan perasaan yang bisa diterima, serta
menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara konseptual, keluarga yang berduka dapat disebut juga dengan duka cita
artinya terdapat penderitaan batin yang sangat besar akibat suatu peristiwa kehilangan.
Duka merupakan respon manusia dimana seseorang berusaha mempertahankan diri
ketika mengalami kehilangan. Duka juga dapat digolongkan atau mencakup penderitaan
mental yang sangat mendalam akibat peristiwa kehilangan. Duka merupakan
pengalaman hidup yang juga bersifat universal, dialami atau dialami Setiap orang pasti
akan mengalami hal ini suatu saat nanti.
B. Saran
Setelah memahami konsep Kehilangan dan berduka sebaiknya sebagai manusia
yang pada dasar mahluk social,Pendampingan adalah hal yang menjadi pali penting saat
terjadi kehilangan untuk meminimalisir resiko berduka berlebihan. Keluarga atau saat
sekitar kita mengalami kehilangan alangkah baiknya kita bisa memberikan kontribusi
kepedulian diri kita kepada orang tersebut agar bisalebih legowo menerima apa yang
sudah terjadi.
9
DAFTAR PUSTAKA
Amira dkk. (2021). Gambaran Fase Berduka Pada Pasien Stroke Di Wilayah
Kerja Puskesmas Pembangunan
Dian Rista dan Puspita Sylvie. (2019). Modul Pembelajaran Psikososial Dan
Budaya Dalam Keperawatan. Jombang. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husada
Jombang
Abineno, J.L.Ch. Pedoman Praktis Untuk Pelayanan Pastoral. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2010.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2017). Data Kebencanaan (diakses
melalui www.bnpb.go.id diakses pada tanggal 9 Mei 2017).
Kansil, Y. O., & Wagiu, M. M. (2021). Pendampingan Pastoral Kristiani Bagi
Keluarga Yang Berduka Akibat Kematian Karena Covid-19. POIMEN Jurnal Pastoral
Konseling, 2(1), 49-65.
10