PDBBM No 33 TH 2023 Tentang Kebijakan Pelayanan Kefarmasian

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BUNGA BANGSA

MEDIKA NOMOR 3 3 /RSBBM/PDBBM/I/2023


TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN RUMAH SAKIT BUNGA BANGSA
MEDIKA

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

DIREKTUR RUMAH SAKIT BUNGA BANGSA MEDIKA,

Menimbang : a. Bahwa Rumah Sakit Bunga Bangsa Medika berkomitmen menyediakan


pelayanan kefarmasian yang bermutu tinggi bagi semua pasien;
b. Bahwa Rumah Sakit Bunga Bangsa Medika terus berupaya meningkatkan
mutu layanan kefarmasian agar sesuai dengan standar dan peraturan
perundangan yang berlaku serta memenuhi prinsip-prinsip syariah;
c. Bahwa Peraturan Direktur Nomor 21 tahun 2019 tentang pelayanan
kefarmasian perlu disesuakan dengan perkembangan rumah sakit;
d. Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka perlu ditetapkan
peraturan direktur tentang kebijakan Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit
Bunga Bangsa Medika.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;


2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan;
6 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian;
7 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor;
8 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2015 tentang Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit;
9 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit;
10 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi;
11 Fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 10 Februari 1976 M tentang
penyalahgunaan narkotika;
12 Fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 2 september 1996 M tentang
penyalahgunaan ecstasy dan zat-zat jenis lainnya;
13 Fatwa Dewan Syariah MUI nomor 002 tahun 2000 tentang penggunaan
organ tubuh, ari-ari dan air seni manusia bagi kepentingan obat-obatan dan
kosmetik;
14 Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia Nomor 004
tahun 2016 tentang imunisasi;
15 Fatwa Dewan Syariah MUI nomor 016 Tahun 2005 Tentang Penggunaan
Vaksin Polio Oral (OPV);
16 Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia Nomor
107/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit
Berdasarkan Prinsip Syariah;
17 Peraturan Pengurus Rumah Sakit Bunga Bangsa Medika Nomor 01/P-
PRSNH/I/2021 tentang Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws);
18 Keputusan Direktur RS Nomor 33/RSBBM/PDBBM/I/2023 tentang
Pemberlakuan Kode Etik di RS Bunga Bangsa Medika..

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BUNGA BANGSA MEDIKA


TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN RUMAH SAKIT
BUNGA BANGSA MEDIKA
KESATU : Kebijakan Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit Bunga Bangsa Medika
sebagaimana tercantum dalam lampiran peraturan.
KEDUA : Pembinaan dan pengawasan terhadap kebijakan pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit Bunga Bangsa Medika dilaksanakan oleh
Direktur.
KETIGA : Dengan diterbitkannya Peraturan Direktur ini maka Keputusan Direktur nomor
tentang pelayanan kefarmasian dinyatakan dicabut dan sudah tidak berlaku.
KEEMPAT : Peraturan ini berlaku sejak ditetapkan dan akan dilakukan peninjauan jika
diperlukan.

Ditetapkan di
pada tanggal :

DIREKTUR

Dr. Shinta Vembriana Pamuji, Sp. B, FINACS

Tembusan :
1. Seluruh Unit Terkait;
2. Arsip.
Lampiran
Peraturan Direktur RS Bunga Bangsa
MEDIKA Nomor:
33/RSBBM/PDBBM/I/2023

Tanggal :

KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI RUMAH SAKIT BUNGA BANGSA MEDIKA

BAB I
ORGANISASI DAN MANAJEMEN

Pasal 1
Lokasi dan jam buka pelayanan farmasi

1. Pelayanan farmasi Rumah Sakit Bunga Bangsa Medika berada didalam lokasi Rumah Sakit
Bunga Bangsa Medika.
2. Pelayanan kefarmasian buka 24 jam non stop termasuk hari ahad dan libur nasional.

Pasal 2
Pengorganisasian Kefarmasian

1. Struktur organisasi kefarmasian harus menggambarkan uraian tugas, fungsi, wewenang dan
tanggungjawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan farmasi.
2. Struktur organisasi dan pembagian tugas dapat direvisi kembali dan diubah bila terdapat
perubahan pola kepegawaian, perubahan standar pelayanan farmasi, perubahan peran rumah
sakit dan penambahan atau pengurangan pelayanan.
3. Bagian farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker Penanggungjawab yang ditunjuk oleh rumah
sakit dengan kriteria: apoteker berijazah S1 dan profesi apoteker, memiliki Surat Ijin Praktek
Apoteker (SIPA), memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku, memiliki sertifikat
pelatihan manajemen farmasi dan sertifikat pelatihan lain yang menunjang fungsi manajerial
farmasi rumah sakit.
3. Apoteker Penanggungjawab dibantu oleh Apoteker Pendamping, Tenaga Teknis Kefarmasian
(TTK), dan juga pekarya yang dalam melaksanakan tugasnya harus dibawah supervisi Apoteker
Penanggungjawab, meliputi proses seleksi, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penarikan, pemusnahan, pengendalian, dan administrasi
4. Apoteker Penanggungjawab dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Apoteker Pendamping,
Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK), dan pekarya dalam pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai.
5. Seluruh Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta
pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping, Tenaga Teknis
Kefarmasian, dan Reseptir harus dibawah supervisi Apoteker Penanggungjawab.
6. Tim Farmasi dan Terapi (TFT) bertugas menjaga dan memonitor daftar obat, pengelolaan
obat (proses seleksi, pemesanan, penyaluran, pemberian, monitoring obat, dan evaluasi),
penggunaan obat di rumah sakit termasuk penggunaan baru, efek obat baru, dan KTD yang
tidak diantisipasi
7. Apoteker di Instalasi Farmasi menjadi Sekretaris dalam Tim Farmasi dan Terapi (TFT) dan
anggota dalam TFT mewakili Instalasi Farmasi
8. Para praktisi kesehatan (tenaga medis/dokter, tenaga keperawatan, dan tenaga kefarmasian)
dilibatkan dalam proses pemesanan, penyaluran/distribusi, pemberian obat, monitoring efek obat
pada pasien, serta mengevaluasi kepatuhan penggunaan obat formularium sesuai kompetensi
dan kewenangan masing-masing.

Pasal 3 Manajemen
umum kefarmasian

1. Seluruh pelayanan farmasi di rumah sakit berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien
dengan mengupayakan pemenuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
aspek maqosid syariah dalam penjagaan agama berupa komitmen penyediaan obat
bersertifikat halal atau tidak mengandung unsur yang diharamkan dan penyampaian pesan-
pesan agama baik lisan atau tertulis.
2. Instalasi farmasi bertanggungjawab penuh terhadap pelayanan kefarmasian dan semua sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang beredar di rumah sakit.
3. Obat yang bersifat esensial, tergolong narkotika dan psikotropika atau tergolong high alert
harus mendapat perhatian dan pengelolaan khusus.
4. Prinsip komunikasi yang dijalankan disemua pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus
memenuhi prinsip syariah, yaitu benar dan tegas, tepat dan lugas, baik, mulia, lemah lembut,
dan mudah dimengerti.
5. Pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai menggunakan prinsip-prinsip manajemen
meliputi pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
penarikan, pemusnahan, pengendalian, dan administrasi.
6. Penggunaan obat diorganisir dan dikelola di seluruh rumah sakit secara efektif dan efisien oleh
petugas Instalasi farmasi, seluruh manajer dan Profesional Pemberi Asuhan (PPA) sesuai
undang-undang dan peraturan yang berlaku.
7. Identifikasi penggunaan obat dilakukan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan dengan memberikan obat secara akurat dengan memastikan 5 (lima) benar obat,
yaitu benar pasien, benar obat, benar dosis, benar cara/rute pemberian, dan, benar waktu
pemberian
8. Sistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP dikembangkan dan diarahkan
menggunakan sistem stock less inventory.
9. Sistem distribusi farmasi, alat kesehatan, dan BMHP terdiri dari : sistem resep perseorangan
pada unit rawat jalan, sistem unit dosis ODD (one daily dose) dan Unit Dose Dispensing
(UDD) pada unit rawat inap, sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock) pada Instalasi
Gawat Darurat, Instalasi Bedah Centraldan CSSD, Kamar Bersalin, Instalasi Rawat Jalan,
Instalasi Rawat Inap, Instalasi Laboratorium, Instalasi Radiologi, Box/troley emergensi, dan
sediaan kamar jenazah.
10. Instalasi farmasi hanya melayani resep yang berasal dari dalam rumah sakit, formulir
permintaan obat dan BMHP pasien rawat inap, dan lembar permintaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan BMHP untuk persediaan lengkap di ruangan (floor stock)
11. Instalasi Farmasi tidak melayani pembelian obat bebas atau resep yang bukan berasal dari
dokter
12. Pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat
penggunaan obat, rekonsiliasi obat, konseling, pelayanan informasi obat (PIO), konseling,
ronde/visite, pemantauan terapi obat (PTO), monitoring efek samping obat (MESO), evaluasi
penggunaan obat (EPO), dispensing sediaan steril, dan pemantauan kadar obat dalam darah
(PKOD).
13. Instalasi Farmasi turut berperan dalam program pengendalian resistensi antibiotik (PPRA)
berupa peningkatan pelayanan farmakologi klinik dalam memantau penggunaan antibiotik dan
dalam memandu penggunaan antibiotic di rumah sakit
14. Kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kefarmasian meliputi pemberian informasi
obat, konseling pasien rawat inap/rawat jalan dan edukasi/pendidikan umum didalam atau
diluar rumah sakit.
15. Harga jual perbekalan farmasi didasarkan pada ketentuan umum margin obat yang wajar yaitu
25% dari Harga Netto Apotek + PPN 10% atau maksimal sesuai Harga Eceran Tertinggi
(HET).
16. Instalasi Farmasi melakukan rapat atau pertemuan untuk membahas masalah- masalah terkait
pelayanan kefarmasian sebagai upaya peningkatan mutu yang hasilnya didokumentasikan
dengan baik.
17. Akad kerjasama dengan distributor, sub distributor, maupun rekanan fasilitas kesehatan lain
dapat berupa:
a. Akad bai '; rumah sakit sebagai pembeli (musytari), dan pemasok obat/ABHP
sebagai penjual (ba'i'), baik secara tunai (naqdan), angsuran (taqsith), maupun
tangguh (ta Jil); atau
b. Akad wakalah bi al-ujrah; Rumah Sakit sebagai wakil, dan pemasok obat/ABHP
sebagai pemberi kuasa (muwakkil) untuk menjual obat kepada pasien.

Pasal 4
Review manajemen kefarmasaian

1. Manajemen pengelolaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis
habis pakai (BMHP) direview sekurang-kurangnya satu tahun sekali, meliputi semua informasi
dan pengalaman yang berhubungan dengan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
BMHP serta pelayanan farmasi klinik, termasuk angka kesalahan penggunaan obat serta upaya
untuk peningkatan mutu pelayananya.
2. Isi review tahunan manajemen obat dan penggunaanya didahului oleh identifikasi, evaluasi, dan
memberikan rekomendasi langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang
ada.
3. Metode pengawasan obat dilakukan dengan menilai kepatuhan peresepan terhadap Formularium
RS untuk pasien umum, kepatuhan peresepan terhadap Formularium Nasional untuk pasien
BPJS, monitoring efek samping obat atau efek lain yang tidak diharapkan termasuk kasus KTD.
4. Review harga sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP dilakukan setiap ada perubahan harga
atau paling sedikit dilakukan 1 (satu) tahun sekali

Pasal 5
Sumber informasi obat termasuk kehalalannya

1. Instalasi Farmasi bertanggungjawab atas pengadaan dan penyajian informasi tentang obat bagi
semua pihak terkait di rumah sakit, yaitu bagi petugas kesehatan ataupun pasien.
2. Sumber informasi obat yang tersedia bagi semua yang terlibat dalam penggunaan obat dapat
berupa Formularium Rumah Sakit, Formularium Nasional, buku MIMS atau ISO,
sistem informasi elektronik, dan atau penyampaian informasi secara langsung oleh petugas
farmasi kepada pihak yang membutuhkan.
3. Obat bersertifikat halal, obat yang tidak mengandung bahan yang diharamkan namun belum
bersertifikat halal, dan obat dengan kandungan bahan yang diharamkan diinformasikan secara
jelas didalam formularium dan diberi tanda / kode khusus
4. Obat bersertifikat halal dan obat yang tidak mengandung bahan yang diharamkan dibuatkan
daftar tersendiri.
5. Dalam proses telaah resep secara klinis, Apoteker atau TTK terlatih dapat menggunakan
program software “Medscape” dan “Lexicom” yang diperbarui secara berkala, atau literatur
dari buku seperti MIMS, ISO, atau “Drug Information Handbook” yang disediakan di Instalasi
Farmasi.

Pasal 6
DP dan Gratifikasi

1. Down payment (DP)/diskon di muka dari rekanan hanya diberikan kepada rumah sakit dan
tidak diperbolehkan untuk perorangan, dilakukan dalam kondisi terpaksa untuk meningkatkan
kualitas pelayanan rumah sakit berupa penambahan/penggantian fasilitas dan peningkatan
kompetensi SDI.
2. Setiap petugas termasuk staf medis dilarang menerima gratifikasi dalam bentuk apapun untuk
kepentingan pribadi.
3. Gratifikasi dari pihak rekanan farmasi yang ditujukan kepada seluruh petugas termasuk staf
medis hanya diperkenankan jika disetujui direktur dan melalui mekanisme pengumpulan dana
(pooling) di level rumah sakit.

BAB II
SELEKSI SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN BMHP

Pasal 7
Seleksi oleh Tim Farmasi dan Terapi

1. Tim Farmasi dan Terapi (TFT) beranggotakan para praktisi pelayanan kesehatan bertugas
menjaga dan memonitor daftar obat, pengelolaan obat, dan penggunaan obat di rumah sakit
mulai proses seleksi, pemesanan, penyaluran, pemberian , monitoring obat, dan evaluasi.
2. Tim Farmasi dan Terapi mengumumkan secara terbuka tentang kegiatan penyusunan
formularium, membuka usulan obat baru, dan meminta/menerima surat penawaran dari
rekanan yang ada atau calon rekanan.
3. Rumah sakit melalui Tim Farmasi dan Terapi melakukan seleksi obat yang akan digunakan di
rumah sakit dalam bentuk Formularium Obat Rumah Sakit Bunga Bangsa Medika.
4. Proses penyusunan formularium obat rumah sakit dilakukan secara kolaboratif dengan
melibatkan unsur tenaga medis/dokter, tenaga kefarmasian/apoteker, dan tenaga keperawatan.
5. Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP mengutamakan produk yang memiliki
standar kualitas tinggi, yaitu memiliki ijin edar, berlisensi Standar nasional Indonesia (SNI),
sertifikat halal dari MUI, atau standar lain yang diakui oleh pemerintah, dan tidak melanggar
peraturan agama termasuk bebas alkohol dan kandungan bahan yang diharamkan.
6. Pemilihan merk obat yang akan digunakan pada formularium dilakukan dengan
membandingkan beberapa informasi produk atau penawaran dari calon rekanan.
7. Keputusan untuk memasukkan atau mengeluarkan obat dari formularium dilakukan atas
persetujuan Direktur berdasarkan usulan Tim Farmasi dan Terapi dengan mempertimbangkan
masukan dari komite medik, komite syariah, atau rekomendasi dari manajeman rumah sakit.
8. Obat baru yang ditambahkan dalam formularium harus di monitor penggunaanya oleh Tim
Farmasi dan Terapi, berupa monitoring efek samping dan monitoring Kejadian Tidak
Diinginkan (KTD).
9. Tim Farmasi dan Terapi membuat usulan kebijakan terkait penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan BMHP (termasuk obat dan antibiotika) di rumah sakit yang merupakan
implementasi dari peraturan perundang-undangan

Pasal 8 Formularium
sebagai hasil seleksi

1. Formularium Obat Rumah Sakit Bunga Bangsa Medika merupakan daftar obat yang disepakati
staf medis, disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi dengan mendapat rekomendasi dari Komite
Syariah (KomSyar) dan disetujui oleh Direktur dievaluasi secara berkala minimal 1 (satu)
tahun sekali berdasarkan atas informasi tentang keamanan/safety dan efektivitas obat.
2. Formularium Obat Rumah Sakit Bunga Bangsa Medika disusun berdasarkan Formularium
Nasional, Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN), mengutamakan obat generik, efektifitas
obat, praktis dalam penggunaan dan penyimpanan, memiliki rasio manfaat biaya tinggi, sesuai
kelas rumah sakit, atau kebutuhan pelayanan.
3. Obat dalam formularium harus siap tersedia di rumah sakit setiap saat dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan.
4. Apabila obat dalam formularium tidak tersedia dan dalam keadaan mendesak harus diadakan
maka obat dapat diadakan dari sumber luar rumah sakit, yaitu apotek atau rumah sakit rekanan
sesuai perjanjian dalam jumlah yang cukup selama masa tunggu pemesanan kepada
distributor, dan item sediaan sesuai kesepakatan.

Pasal 9
Seleksi rekanan penyedia sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP

1. Rekanan pedagang besar farmasi dipilih berdasarkan legalitas institusinya, reputasi baik,
produk memenuhi standar mutu, memiliki garansi keaslian produk, mampu menjamin mutu
produk (memenuhi CDOB), memberikan hak akses kepada RS untuk meninjau ke tempat
penyimpanan dan transportasi sewaktu-waktu, dan menginformasikan dengan lengkap dan
jelas terkait penggunaan teknologi medik dan atau obat yang bersifat “trial”.
2. Performa rekanan distributor pedagang besar farmasi (PBF) dapat dilihat dari respon waktu
pelayanan, kesesuaian pesanan, ketersediaan sediaan, kemudahan dalam prosedur retur, dan
respon terhadap pesanan.
3. Rekanan penyedia sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP utama adalah Pedagang Besar
Farmasi dan Sub Distributor, namun dalam keadaan mendesak saat terjadi kekosongan
persediaan, maka kebutuhan dapat dipenuhi oleh fasilitas kesehatan lain, yaitu rumah sakit
atau apotek resmi yang bekerjasama dengan tetap memperhatikan syarat2 dan faktor
pendukung mutu sediaan.
4. Seleksi rekanan penyedia sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP harus bebas dari
korupsi, kolusi, nepotisme dan riswah (suap).

BAB III
PENYEDIAAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN,
DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI
Bagian kesatu
PENGADAAN

Pasal 10
Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP
1. Kepala Instalasi Farmasi menyusun rencana belanja tahunan dan rencana belanja bulanan yang
harus mendapatkan persetujuan dari Direktur.
2. Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai direncanakan berdasarkan
metode konsumsi, metode epidemiologi, target pelayanan, dan disesuaikan dengan anggaran
yang tersedia.
3. Metode konsumsi didasarkan pada penggunaan bulan sebelumnya dan bulan yang sama di
tahun sebelumnya dengan mempertimbangkan target pertumbuhan pelayanan sedangkan
metode epidemiologi didasarkan pada penyebaran pola penyakit periode sebelumnya.
4. Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP dilakukan setiap bulan untuk
memenuhi kebutuhan bulan berjalan.
5. Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP memperhitungkan sistem stockless
inventory, yaitu persediaan di RS (instalasi farmasi, gudang, instalasi lain) dalam jumlah
cukup tidak berlebih sesuai standar masing-masing tempat memiliki sisa akhir bulan tidak
lebih dari 25% dari penggunaan bulan berjalan
6. Pemesanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP kepada pihak rekanan dilakukan oleh
Apoteker Penanggungjawab sesuai rencana belanja bulanan.

Pasal 11
Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP CITO dan donasi

1. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP dapat diterima dari program pemerintah dengan
tetap memperhatikan kebutuhan RS, aspek syariah, dan administrasi pelaporan
2. Kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP CITO dapat diadakan dari Pedagang
Besar Farmasi (PBF) dengan kriteria pelayanan CITO, atau fasilitas kesehatan lain yang telah
bekerjasama berdasarkan kecepatan pelayanan dengan cara dikirim dari rekanan atau diambil
oleh pihak RS.
3. Rekanan diluar PBF penyedia sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP melayani kebutuhan
RS sesuai daftar obat yang telah tercantum dalam perjanjian.
4. Obat yang dibutuhkan diluar Formularium Rumah Sakit dapat diadakan dalam kondisi
mendesak dan atas persetujuan Kepala Instalasi Farmasi dengan tetap memperhatikan mutu
dan aspek syariah (kehalalannya) serta segera melaporkan kepada direktur.
5. Sampel obat maupun obat donasi yang diterima rumah sakit dari distributor, produsen obat,
atau instansi pemerintah terbatas pada sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang
dibutuhkan rumah sakit dengan jumlah sesuai kebutuhan dan waktu kadaluwarsa minimal 1
(satu) tahun.
Bagian kedua
PENERIMAAN

Pasal 12
Penerimaan dari rekanan

1. Penerima sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP dari rekanan dilakukan oleh Apoteker
yang memiliki Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) atau Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)
yang memiliki Surat Ijin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK).
2. Penerima sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP dari rekanan melakukan pemeriksaan
kesesuaian antara pesanan dan barang datang berupa jenis, jumlah, ED kondisi fisik, harga,
dan suhu pengiriman untuk obat-obat termolabil.
3. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang telah sesuai dengan pesanan dapat langsung
diterima dengan diberi tanda tangan, nama terang, dan nomor ijin praktik penerima, sedangkan
sediaan yang tidak sesuai dengan pesanan namun dapat dilakukan konfirmasi kepada rekanan
apabila diperlukan dilakukan karantina di untuk disimpan di box “Hold”, dan sediaan yang
tidak sesuai pesanan maka dapat dikembalikan dengan tidak menandatangani penerimaan
barang.
4. Proses “Hold” yang diperbolehkan adalah maksimal 14 (empat belas) hari kerja.
5. Faktur yang diterima adalah yang mencantumkan nama Apoteker penanggungjawab, tanda
tangan dan nomor ijin Apoteker dengan cap basah distributor.

Pasal 13 Penerimaan
oleh bagian gudang

1. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang telah dinyatakan diterima diserahkan kepada
Penanggungjawab Gudang Farmasi.
2. Petugas gudang farmasi melakukan pemeriksaan kesesuaian antara barang dan faktur dan
melakukan dokumentasi transaksi barang
3. Petugas gudang memisahkan faktur obat Narkotika dan Psikotropika dengan faktur obat
lain, alat kesehatan, maupun BMHP.
4. Faktur disimpan per bulan sesuai nama distributor
Bagian ketiga
PENYIMPANAN

Pasal 14
Persyaratan penyimpanan, pengelompokan dan penanggungjawab

1. Proses penyimpanan harus dapat menjamin kualitas, keamanan, disimpan secara baik dan
benar agar kondisi obat tetap stabil termasuk obat yang disimpan di luar Instalasi Farmasi.
2. Persyaratan penyimpanan semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
pakai di rumah sakit adalah memenuhi persyaratan stabilitas dan kemanan, sanitasi, cahaya,
kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenisn masing- masing sediaan.
3. Untuk melindungi penyimpanan sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dari risiko kehilangan atau pencurian di seluruh rumah sakit maka semua lokasi
penyimpanan harus ada penanggungjawab penyimpanannya, dilengkapi dokumen monitoring
penyimpanan, dan dilakukan monitoring rutin setiap shift per hari
4. Letak penyimpanan didasarkan pada kelas terapi, bentuk sediaan, jenis sediaan, kondisi
penyimpanan, stabilitasnya, mudah dan tidaknya terbakar, tahan atau tidaknya terhadap
cahaya, disusun secara alfabetis, memperhatikan kriteria Look Alike Sound Alike (LASA),
dan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO), dan First In First Out (FIFO).
5. Kondisi penyimpanan khusus untuk obat golongan narkotika, obat golongan psikotropika dan
obat high alert medication harus mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku.
6. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label secara jelas
terbaca memuat nama/komposisi, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa, dan
peringatan khusus.
7. Obat donasi disimpan tersendiri dengan penandaan “Obat Donasi”
8. Obat sampel disimpan tersendiri dengan penandaan “Obat Sampel”
9. Persediaan lengkap disetiap ruangan (floor stock) harus memiliki petugas penanggungjawab
bagian yang melakukan serah terima pengelolaan obat dengan petugas farmasi.
10. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai secara umum yang diterima
dengan waktu kadaluwarsa paling lambat 1 (satu) tahun hanya untuk obat – obat yang
digolongkan “ cito “ dan segera dipakai.
11. Seluruh tempat penyimpanan obat diinspeksi secara periodik minimal sebulan sekali untuk
memastikan obat disimpan dengan benar
12. Sediaan di emergency kit dimonitor secara berkala minimal setiap 6 bulan sekali dan diganti
secara tepat waktu untuk menghindari sediaan yang kadaluwarsa, segera diganti setelah
digunakan atau bila ada sediaan yang rusak.
13. Pengembalian perbekalan farmasi near ED bagian lain yang disimpan sebagai floor stock ke
bagian farmasi paling lambat 6 (enam) bulan dari tanggal kadaluarsa yang tertera pada
kemasan perbekalan farmasi tersebut.

Pasal 15
Penyimpanan obat high alert

1. Yang termasuk dalam obat high alert adalah obat golongan Look Alike Sound Alike (LASA),
elektrolit konsentrat, dan obat lain yang telah ditetapkan oleh rumah sakit dalam daftar tersendiri
karena resiko tinggi jika tidak digunakan secara tepat.
2. Obat high alert dilengkapi label/penanda khusus, disimpan ditempat khusus yang terpisah dari
obat lain, tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting, dan
diawasi secara ketat untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
3. Elektrolit konsentrat hanya boleh disimpan di ruang HCU, Kamar Operasi, KAMAR
BERSALIN dan KIA, dan IGD.

Pasal 16
Penyimpanan obat pada emergency kit

1. Daftar sediaan Emergency kit disediakan sesuai dengan standar kebutuhan di masing-
masing unit pelayanan pasien, dalam kondisi siap dipakai, mudah diakses, dan aman dari
risiko pencurian dan penyalahgunaan.
2. Emergency kit yang disimpan di unit pelayanan dijaga dan dilindungi dari risiko
penyalahgunaan dan pencurian dengan cara dikunci menggunakan kunci disposible bernomor
seri yang tercatat di Instalasi Farmasi, hanya dapat dibuka dengan medirusak kunci saat akan
digunakan.
3. Emergency kit yang sudah digunakan harus segera diantar ke Instalasi farmasi untuk
disesuaikan kembali dengan daftar stock yang telah ditentukan.
4. Petugas pelayanan mengembalikan box emergency kit yang telah terpakai beserta resep
sediaan yang telah digunakan oleh pasien sebagai persyaratan kelengkapan administrasinya.
5. Saat emergency kit dilengkapi di Instalasi Farmasi maka terdokumentasi di Instalasi yang
mengembalikan dan saat ada kebutuhan emergency lain maka petugas dapat mengakses
emergency kit di Instalasi yang paling dekat.
Pasal 17
Penyimpanan obat golongan narkotika dan psikotropika

1. Narkotika dan Psikotropika disimpan dalam lemari khusus dengan kunci ganda terbuat dari
bahan yang kuat, tidak mudah dipindahkan, lokasi tidak terlihat pasien/ pengunjung lain selain
petugas farmasi.
2. Obat golongan narkotika dan psikotropika tidak termasuk dalam daftar floor stock Instalasi
pelayanan, kecuali diazepam suppositoria dan injeksi di Emergency kit.
3. Kunci lemari narkotika dan psikotropika harus selalu dibawa oleh Apoteker atau Tenaga
Teknis Kefarmasian (TTK) yang telah diberi pendelegasian tugas untuk mengelola kunci lemari
sediaan narkotika dan psikotropika saat Apoteker tidak berpraktik.
4. Penggunaan obat narkotika dan psikotropika dilaporkan secara akurat melalui program Sistem
Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Pasal 18
Penyimpanan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)

1. Penyimpanan B3 di masing-masing Instalasi pelayanan adalah tempat penyimpanan terpisah


yang dilengkapi dengan tempat tersendiri yang dilengkapi dengan tanda B3
2. Gas medis disimpan dalam tempat dengan konstruksi bangunan kuat terkunci, tertutup,
strategis untuk bongkar muat bahan, serta dilengkapi simbol B3 eksplosif.
3. Klasifikasi umum B3 adalah bahan kimia beracun, korosif, mudah terbakar, peledak,
Oksidator, reaktif terhadap asam, gas bertekanan, dan radioaktif.

Pasal 19
Penyimpanan Obat yang dibwa Pasien

1. Obat pasien baik oral ataupun injeksi yang dibawa dari rumah saat pasien dinyatakan dirawat
di Rumah Sakit BUNGA BANGSA MEDIKA dan dinyatakan masih tetap digunakan oleh
dokter penanggungjawab (DPJP) dikelola oleh petugas untuk kemudian digunakan sesuai
aturan pakai yang gtelah ditetapkan oleh DPJP.
2. Syarat obat pasien masih dapat digunakan adalah utuh, kemasan tidak rusak, nama obat
terbaca, disimpan dengan baik oleh pasien, dan bukan termasuk obat yang dilarang untuk
digunakan oleh BPOM.
Pasal 20
Penyimpanan Floor Stock Instalasi

1. Floor stock sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP di Instalasi masih dibutuhkan untuk
mempercepat pelayanan selama belum ada depo farmasi di unit pelayanan
2. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang diperbolehkan untuk disimpan sesuai
daftar yang telah ditetapkan Direktur berisi nama sediaan dan standar jumlah.
3. Daftar floorstock dapat direvisi sesuai perkembangan pelayanan dan kebutuhan di masing-
masing Instalasi

Pasal 21
Penyimpanan produk nutrisi

1. Produk nutrisi yang digunakan di RS BUNGA BANGSA MEDIKA adalah produk nutrisi
parenteral yang sudah melalui proses pencampuran atau pengemasan ulang atau merupakan
sediaan jadi, berbeda dengan produk nutrisi parenteral yang dicampur secara teknik aseptik
2. Sistem penyimpanan produk nutrisi disemua tempat penyimpanan di rumah sakit harus
menjamin sediaan disimpan dengan baik, benar, dan aman sesuai ketentuan yang telah
ditetapkan
3. Montiroring penyimpanan produk nutrisi dilakukan rutin setiap shift per hari oleh petugas
pelayanan dan 1 (satu) bulan sekali supervisi oleh Apoteker Instalasi Farmasi.

Pasal 22
Penyimpanan Obat Program Pemerintah

1. Obat bantuan pemerintah yang diterima Rumah Sakit Bunga Bangsa Medika adalah Obat TB,
pot dahak, dan Vaksin Hepatitis nol.
2. Penyimpanan obat TB hanya di Instalasi farmasi.
3. Vaksin hepatitis nol yang di perbantukan ke Rumah Sakit Bunga Bangsa Medika disimpan
menjadi satu dengan vaksin lain di Rumah sakit, yaitu di Kulkas khusus vaksin dengan
mengacu pada prosedur pengelolaan cold chain.
Pasal 23
Penyimpanan Vaksin

1. Vaksin adalah suatu yang yang merupakan suatu bentuk produk biologi yang diketahui berasal
dari virus, bakteri, atau dari kombinasi antara keduanya yang dilemahkan. Standar
penyimpanan vaksin secara umum adalah suhu 2-8 °C.
2. Peletakan vaksin dalam kulkas vaksin didasarkan pada sifat masing-masing vaksin.
3. Perawatan lemari es khusus vaksin dilakukan harian, pekanan, dan bulanan.

Pasal 24
Penyimpanan Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP rusak atau kadaluwarsa

1. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP rusak / kadaluwarsa disimpan di tempat khusus
tersendiri dengan penandaan yang jelas
2. Sediaan kadaluwarsa sebelum disimpan dicatat terlebih dahulu dalam register sediaan
kadaluwarsa.
3. Setiap ruang pelayanan di rumah sakit harus terbebas dari sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
BMHP rusak atau kadaluwarsa agar tidak ada risiko kesalahan penyerahan obat ke pasien.
4. Setiap satu tahun sekali obat kadaluwarsa di musnahkan.

BAB IV
PENGGUNAAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN BMHP

Bagian kesatu
Permintaan dan Pencatatan

Pasal 25
Permintaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP

1. Peresepan obat untuk pasien rawat inap dan rawat jalan hanya boleh dilakukan oleh dokter yang
memiliki SIP, SPK, RKK dan dibuktikan dengan surat penetapan sebagai dokter penulis resep
oleh Direktur.
2. Pendelegasian penulisan resep dari Dokter Penanggungjawab Pasien (DPJP) kepada dokter jaga
dapat dilakukan ketika DPJP tidak berada di tempat.
3. Rumah Sakit melalui Tim Farmasi dan Terapi atau Instalasi farmasi melakukan pelatihan dan
atau sosialisasi terkait praktek penulisan resep dan pemesanan alat kesehatan kepada Dokter dan
petugas yang diberi kewenangan oleh rumah sakit dan dievaluasi secara berkala maksimal 1
tahun sekali.
4. Resep ditulis secara lege artis sebagai upaya meningkatkan keselamatan pasien dengan
memenuhi:
a. Aspek Administratif memuat identitas dokter, identitas pasien, berat badan pasien
khususnya untuk pasien anak, asal resep, tanggal penulisan resep, paraf dokter, dan
memenuhi standar penulisan resep.
b. Aspek Farmasetik memuat tanda R/ setiap awal penulisan resep, bentuk sediaan, kekuatan
sediaan dan dosis, cara penyiapan sediaan dan jumlah
c. Aspek Klinis memuat riwayat alergi pasien, tidak ada duplikasi terapi, aturan pakai,
interaksi, efek samping obat, kontra indikasi, dan perhatian efek adiksi.
d. Aspek lain yang diperlukan seperti pro renata (p.r.n) mencantumkan aturan maksimal
pemberian, prosedur NORUM/LASA dan lain-lain.
5. Resep ditulis oleh dokter yang diberi wewenang oleh rumah sakit secara lengkap, jelas, dapat
dibaca sesuai Panduan Penulisan Resep disesuaikan dengan kemampuan pasien/status
pembayaranya dan didokumentasikan pada rekam medis.
6. Resep obat anestesi golongan narkotika seperti fentanyl dan pethidin hanya dapat diresepkan
oleh dokter spesialis anestesi.
7. Perawat atau Bidan yang diperbolehkan meminta obat, alat kesehatan, dan BMHP menyalin
resep dokter ke lembar permintaan adalah yang tercantum dalam ketetapan Perawat atau Bidan
yang berwenang melakukan standing order.
8. Setiap Instalasi di rumah sakit dapat meminta sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai sesuai kebutuhanya untuk persediaan lengkap diruang (floor stock) mengacu pada
daftar yang telah ditetapkan dengan menuliskanya pada lembar Permintaan Sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan BMHP Instalasi.
9. Perawat atau Bidan yang diperbolehkan menulis Permintaan Sediaan Farmasi, alat kesehatan,
dan BMHP instalasi adalah penanggungjawab shift, petugas penanggungjawab sediaan farmasi
Instalasi, dan Kepala Instalasi.
10. Petugas farmasi tidak diperbolehkan mengira-ngira tulisan pada resep dan lembar permintaan
alat kesehatan pasien, atau Lembar Permintaan Perbekalan farmasi bagian dan diwajibkan
untuk menghubungi pemesan jika tidak jelas terbaca.
11. Permintaan obat secara lisan/verbal atau melalui telepon hanya dilakukan dalam keadaan
mendesak dan didasarkan pada resep/instruksi dokter, dipesan dengan prosedur TBK-KU (tulis,
baca, konfirmasi, dan konfirmasi ulang), dan tidak berlaku untuk obat golongan narkotika,
psikotropika, dan High Alert.
12. Permintaan cito unit lain dilayani menggunakan resep atau permintaan obat, bila tidak
memungkinkan permintaan menggunakan resep, maka resep dapat disusulkan maksimal 1x 24
jam sejak obat diserahkan.
13. Obat yang diberikan pada pasien wajib dicatat dalam rekam medis meliputi :
a. Obat dicatat pada lembar asesmen pasien rawat jalan atau assesmen pasien gawat darurat
untuk pasien rawat jalan atau gawat darurat.
b. Obat dicatat pada lembar Catatan Pemberian Obat pasien untuk pasien rawat inap

Pasal 26
Rekonsiliasi obat

1. Profesional pemberi asuhan (PPA) melakukan identifikasi obat pasien sebelum dirawat di RS
2. Pasien yang masih menggunakan obat saat periksa atau dirawat di rumah sakit harus melalui
prosedur assesmen oleh Dokter/Perawat dan rekonsiliasi obat oleh Apoteker dan
didokumentasikan dalam rekam medis
3. Apoteker melakukan rekonsiliasi guna membandingkan instruksi pengobatan dengan obat yang
telah didapat pasien dan mendokumentasikanya dalam rekam medis
4. Keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan obat yang dibawa pasien ada pada DPJP
sebagai pimpinan klinis memperhatikan masukan dari tim asuhan pasien lainnya
5. Obat yang dinyatakan tetap digunakan oleh DPJP disimpan dan dikelola oleh perawat untuk
digunakan sesuai aturan pemakaian terbaru, sedangkan obat yang tidak digunakan diserahkan
kepada pasien/keluarga dengan disertai bukti penyerahan.
6. Pasien yang ingin tetap menggunakan obat yang telah dinyatakan tidak digunakan oleh DPJP
menjadi tanggungjawab pasien setelah mendapatkan informasi yang adekuat bahwa obat
tersebut tidak boleh digunakan dari PPA RS.

Pasal 27
Peresepan obat dengan kandungan yang diharamkan

1. Penggunaan obat yang mengandung bahan yang diharamkan hanya diperbolehkan dalam
keadaan darurat termasuk karena ketiadaan obat pengganti yang halal.
2. Peresepan obat dengan kandungan bahan yang diharamkan harus melalui penyampaian
informasi yang cukup kepada pasien dan atau keluarga disertai informed consent obat tidak
halal oleh dokter penulis resep.
Pasal 28
Peresepan susu formula bagi bayi

1. Susu formula digolongkan sebagai obat sehingga pemberiannya kepada bayi usia 0-6 bulan
harus berdasarkan perintah DPJP.
2. Perintah DPJP untuk pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan harus dituliskan dalam
rekam medis dan dibuatkan resep dokter yang memberi perintah.

Bagian kedua
PERSIAPAN

Pasal 29
Telaah resep atau Formulir Permintaan Alat Kesehatan pasien

1. Instalasi Farmasi hanya melayani permintaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang
berasal dari rumah sakit dan tidak melayani pembelian obat bebas atau resep bukan berasal dari
dokter.
2. Resep pasien rawat jalan dilayani ketika sudah lolos telaah/verifikasi administrasi, farmasetis,
dan klinis serta sudah menyelesaikan proses pembayaran di kasir.
3. Resep pasien rawat inap atau Formulir Permintaan Obat dilayani ketika sudah lolos
telaah/verifikasi administrasi, farmasetis, dan klinis yaitu dimulai sejak dinyatakan rawat inap
sampai dengan pasien dinyatakan keluar rumah sakit.
4. Dokumentasi verifikasi 5 benar obat tersedia untuk pelayanan obat pasien rawat inap
5. Apoteker melakukan pengkajian atau telaah (pemeriksaan kelayakan) terhadap resep meliputi
aspek administratif, farmasetis, klinis kesesuaian dengan formularium rumah sakit, atau
formularium nasional untuk pasien BPJS.
6. Apoteker menjalanlan pekerjaan kefarmasian sesuai kompetensinya dengan penilaian dari
internal RS melalui testing kemampuan person ataupun eksternal melalui organisasi profesi.
7. Tenaga teknis kefarmasian diuji kompetensinya dalam hal melakukan telaah resep dengan
metode testing kasus
8. Dalam hal Apoteker tidak berada di tempat, maka TTK dapat melakukan telaah/verifikasi resep
berdasarkan pendelegasian wewenang dan penetapan TTK yang diperbolehkan melakukan
telaah resep oleh Direktur
9. Proses telaah resep secara klinis, apoteker atau TTK terlatih dapat menggunakan program
software Medscape dan Lexicom yang di up date secara berkala atau auto up
date atau literatur dari buku seperti Drug Information Handbook yang disediakan di Instalasi
Farmasi.

Pasal 30
Peresepan obat formularium dan obat sampel

1. Peresepan obat pasien umum berpedoman pada formularium rumah sakit.


2. Peresepan obat pasien BPJS berpedoman pada formularium nasional
3. Peresepan obat sampel/donasi dilakukan hanya sampai obat tersebut habis
4. Peresepan obat diluar formularium dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari TFT dan
Direktur

Pasal 31
Penyiapan dan pencampuran obat

1. Instalasi farmasi melayani permintaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP untuk rawat
jalan, rawat inap, ataupun kebutuhan Instalasi.
2. Obat disiapkan dalam bentuk yang paling siap digunakan, yaitu obat sesuai resep perseorangan
untuk rawat jalan, dan Unit Dose Dispensing (UDD) untuk rawat inap.
3. Pencampuran obat intra vena, epidural, dan nutrisi parenteral serta pengemasan kembali obat
suntik dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan dan praktik profesi, disiapkan oleh
petugas terlatih, memahami, dan mempraktikkan prinsip penyiapan obat dan teknik aseptik.
4. Penyiapan sediaan tidak steril menggunakan prinsip bersih.
5. Obat dapat disiapkan oleh Apoteker atau TTK yang kompeten dan memiliki ijin kerja, atau
Reseptir sesuai pengarahan dan dibawah supervisi Apoteker.
6. Staf diberikan pelatihan tentang penyiapan obat yang baik (good dispensing practices)
termasuk staf khusus yang diberi tugas menyiapkan obat intravena diberi pelatihan
7. Penyiapan obat injeksi dilakukan oleh Instalasi Farmasi, namun dapat dilakukan pendelegasian
tugas kepada Perawat, Bidan, atau TTK di Instalasi pelayanan setelah mendapatkan pelatihan
pencampuran obat suntik secara aseptik saat Apoteker belum mampu memberikan pelayanan
dispensing sediaan steril untuk semua pasien rawat inap.
Pasal 32
Akses perbekalan farmasi dalam keadaan persediaan terkunci

1. Rumah sakit menjamin akses terhadap sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP saat
persediaan terkunci tetap dapat dilakukan.
2. Pada saat persediaan obat terkunci, petugas dapat mengakses obat yang dibutuhkan ke
Instalasi lain atau mengakses emergency kit.
3. Dalam keadaan mendesak sedangkan obat dibutuhkan untuk menyelamatkan jiwa pasien, maka
petugas dapat merusak lemari penyimpanan obat yang terkunci tersebut.

Pasal 33
Waktu Tunggu dan Retur

1. Waktu tunggu pelayanan resep pasien rawat jalan untuk sediaan jadi adalah 15 menit,
sedangkan sediaan racikan adalah 30 menit terhitung dari pasien telah menyelesaikan
administrasi/pembayaran.
2. Resep/permintaan obat rawat inap maksimal diserahkan ke farmasi pukul 24.00 WIB dan
dikirim maksimal pukul 05.00 WIB ke rawat inap oleh petugas farmasi.
3. Ketepatan waktu penyiapan obat dievaluasi secara berkala untuk peningkatan mutu pelayananan
4. Obat yang sudah dibeli dapat dilakukan retur ke bagian farmasi dengan syarat obat berasal dari
RS Bunga Bangsa Medika, atas pertimbangan klinis, kondisi baik, dan disertai nota pembelian
atau FPO untuk pasien rawat inap.

Pasal 34
Obat Stockout Atau Non Formularium

1. Obat yang tidak tersedia karena stok out atau tidak masuk dalam formularium rumah sakit atau
formularium Nasional dikonfirmasikan kepada penulis resep dan diajukan saran substitusinya,
jika dokter tidak bersedia menggantinya maka obat dapat dicopy resep untuk pasien rawat jalan
dan diadakan dengan mekanisme pengadaan obat insidentil dan mendesak untuk pasien rawat
inap.
2. Instalasi farmasi dapat melakukan penggantian obat merk dagang dengan obat generik dengan
komposisi sama di dalam Formularium Nasional untuk pasien BPJS
Bagian ketiga
PENDISTRIBUSIAN, PEMBERIAN / PENYERAHAN
Pasal 35
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP

1. Sistem distribusi perbekalan farmasi terdiri dari :


b. Sistem resep perorangan (individual prescribtion) untuk pasien rawat jalan,
c. Sistem kombinasi ODD (One Daily Dose) dan UDD (Unit Dose Dispensing) untuk
pasien rawat inap,
d. Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock ) pada Instalasi Gawat Darurat (IGD),
Instalasi Bedah Sentral dan Central Sterilization Supply Department (CSSD), kamar
bersalin (KB), Rawat Jalan, Hemodialisa (HD), Kamar jenazah, Radiologi, Laboratorium,
dan Rawat Inap.
2. Obat dipersiapkan dan dikeluarkan dalam lingkungan yang aman, bersih dengan peralatan dan
suplai yang memadai serta mengikuti standar yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan
3. Obat didistribusikan dalam bentuk yang paling siap untuk digunakan termasuk obat- obatan
yang memerlukan pengenceran seperti sirup kering dan UDD untuk pasien rawat inap.
4. Obat-obatan yang disalurkan tidak dalam kemasan aslinya atau disalurkan dalam bentuk/wadah
yang berbeda ( dan obat tidak segera diberikan), maka obat harus diberi label berisi nama
pasien, nama obat, dosis/konsentrasi, tanggal penyiapan dan tanggal kadaluwarsa obat.
5. Obat didistribusikan pada pasien secara akurat setelah memastikan “5 Benar” yaitu benar
pasien, benar obat, benar dosis, benar rute/cara pemberian, dan benar waktu pemberian

Pasal 36
Petugas Yang Berwenang Menyerahkan Obat

1. Petugas yang berwenang menyerahkan obat adalah Apoteker, sedangkan Tenaga Teknis
Kefarmasian berwenang menyerahkan obat jika telah mendapatkan pendelegasian dari
Apoteker.
2. Rumah sakit mengidentifikasi petugas yang berwenang menyerahkan obat melalui :
a. Surat ijin praktek
b. Uraian jabatan
c. Surat Penugasan Klinik (SPK)
d. Standing order/pendelegasian kewenangan sesuai keperluan
3. Pemberian atau penyerahan obat oleh Apoteker dan TTK harus di sertai dengan penjelasan
tentang nama, fungsi, dosis, aturan pakai, efek samping, kontraindikasi, penyimpanan,
kemungkinan reaksi alergi dan cara penanganannya serta pesan-pesan agama.
4. Petugas yang diberikan wewenang oleh Apoteker untuk menyerahkan obat di ruang perawatan
selama pasien di rawat di rumah sakit adalah Perawat dan Bidan sesuai waktu dan obat yang
telah disiapkan oleh petugas farmasi di sertai penjelasan tentang nama, fungsi, dosis, aturan
pakai, kemungkinan reaksi alergi dan cara melaporkan serta pesan-pesan agama.
5. Pesan-pesan agama saat penyerahan obat berupa anjuran tawakal, ikhtiar, dan berdoa sebelum
dan sesudah menggunakan obat.
6. Batasan pemberian obat khusus diberikan pada pemberian obat dengan pengawasan seperti
narkotika dan High Alert .
7. Pemberian obat High Alert kepada pasien hanya boleh dilakukan oleh tenaga medis atau
perawat yang berkompeten dan terlatih.

Pasal 37
Pelayanan Informasi Obat (PIO)

1. Penyampaian informasi obat harus memperhatikan kaidah-kaidah syariah dalam memberikan


pendidikan, antara lain Qualan Sadida (benar), Qaulan Baligha (jelas), Qaulan Ma’rufa (baik),
Qaulan Karima (mulia), Qaulan Layina (lembut) dan Qaulan Maysura (mudah).
2. Kegiatan informasi obat meliputi menjawab pertanyaan, menyampaikan informasi obat
kepada Tim, kelompok masyarakat, atau perseorangan baik secara langsung ataupun tidak
langsung, atau melakukan penelitian.
3. Apoteker dan TTK bertugas memberikan informasi terkait obat yang akurat dan adekuat
kepada pasien (rawat jalan dan rawat inap), keluarga pasien, tenaga kesehatan lain di rumah
sakit, ataupun institusi lain diluar rumah sakit apabila diperlukan.
Pasal 38
Pencegahan Kesalahan Dalam Penyerahan Obat

1. Pencegahan kesalahan penyerahan obat adalah dengan pengecekan ganda dimana petugas
yang menyiapkan resep dan menyerahkan obat adalah dua orang yang berbeda.
2. Sebelum pemberian obat high alert medication kepada pasien harus dilakukan pengecekan
ganda (double cek) dengan petugas yang berbeda untuk menghindari kesalahan.
3. Kesalahan penggunaan obat dilaporkan sesuai aturan pelaporan IKP

BAB V
PEMANTAUA
N

Pasal 39 Pemantauan
Berkala

1. Efek pengobatan terhadap pasien dimonitor termasuk efek yang tidak diharapkan atau
adverse drug reaction (ADR)
2. Proses monitoring pemberian obat pada pasien termasuk identifikasi efek samping dilakukan
secara kolaboratif baik antar tenaga kesehatan (dokter, perawat, apoteker) maupun antara
petugas dengan pasien dan keluarganya.
3. Kejadian efek samping obat dan ADR yang terjadi pada pasien harus dicatat dalam formulir
pemantauan efek samping obat dalam rekam medis.
4. Pelaporan kejadian efek samping obat direkap dan dilaporkan ke TFT setiap 2 bulan
5. TFT membahas kejadian efek samping, melakukan analisa dan melaporkan kepada Direktur
6. Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan
sebagai upaya untuk melindungi dari kehilangan atau pencurian di farmasi atau lokasi lainnya
termasuk di emergency kit dengan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS), kartu stok dan
pemilihan penanggungjawab bagian.
7. Rumah sakit menetapkan metode pengawasan obat dengan berbagai cara :
a. Menilai kepatuhan peresepan obat pasien umum dengan Formulairum RS
b. Menilai kepatuhan peresepan obat pasien BPJS dengan Formulairum Nasional
c. Menilai efek obat baru, efek samping obat dan efek obat yang tidak diharapkan termasuk
kasus KTD terkait penggunaan obat di rumah sakit
8. TFT menggunakan laporan kejadian kesalahan obat untuk mengevaluasi proses penggunaan
obat dengan memberikan usulan kebijakan pengelolaan dan penggunaan obat di RS.
\\

Pasal 40 Pemantauan
IKP Terkait Obat

1. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) yang meliputi Kejadian Potensial Cedera (KPC), Kenjadian
Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Diinginkan (KTD), Sentinel Event dimonitor,
didokumentasikan dan dilaporkan maksimal 2 x 24 jam sejak kejadian ditemukan.
2. Setiap proses komunikasi yang disertai edukasi, termasuk didalamnya adalah proses pelayanan
informasi obat berupa edukasi, visite, konseling oleh petugas farmasi harus menyertakan
penyampaian pesan-pesan agama kepada pasien dan atau keluarga.
Pasal 41
Penarikan dan Pemusnahan Resep

1. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang sudah kadaluwarsa, ketinggalan jaman dan
rusak ditarik dari pelayanan, disimpan tersendiri oleh Instalasi Farmasi, dan dilaporkan kepada
direktur untuk direncanakan pemusnahan.
2. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang ditarik oleh rekanan (produsen, distributor,
BPOM, Dinas kesehatan) dilacakan penggunaannya dalam waktu satu bulan sebelumnya
dengan pembiayaan dibebankan kepada produsen atau distributor.
3. Pemusnahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan
secara mandiri atau bekerjasama dengan pihak ketiga.
4. Proses pemusnahan oleh rumah sakit dilakukan dengan membuat berita acara pemusnahan
dengan terlebih dahulu memberikan surat pemberitahuan ke Dinas Kesehatan Tingkat II (
Kabupaten bantul)
5. Pemusnahan yang melibatkan pihak ketiga harus memenuhi persyaratan administrasi apabila
diperlukan pihak rumah sakit mengirimkan saksi untuk menyaksikan proses pemusnahan
tersebut.
6. Resep dimusnahkan setelah disimpan minimal 3 tahun dengan memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Ditetapkan di Sleman
pada tanggal :
DIREKTUR

Dr. Shinta Vembriana Pamuji, Sp. B, FINACS

Anda mungkin juga menyukai