Tesis Grace Compressed

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 81

PENGARUH KONSUMSI KELAKAI (Stechnolaena palustris)

TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN MAHASISWI


AKADEMI KEBIDANAN BETANG ASI RAYA
PALANGKA RAYA

TESIS

Yogyakarta

GRACEA PETRICKA
201520102020

PROGRAM STUDI ILMU KEBIDANAN PROGRAM MAGISTER


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2018
PENGARUH KONSUMSI KELAKAI (Stechnolaena palustris)
TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN MAHASISWI
AKADEMI KEBIDANAN BETANG ASI RAYA
PALANGKA RAYA

TESIS

Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat


Magister Kebidanan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

GRACEA PETRICKA
201520102020

PROGRAM STUDI ILMU KEBIDANAN PROGRAM MAGISTER


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2018

i
ii
KATA PENGANTAR

Shalom, Salam dalam damai sejahtera.


Segala puji, hormat serta syukur kepada Tuhan yang Maha Pemurah karena
berkatNya peneliti dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul
“Pengaruh Konsumsi Kelakai (Stechnolaena palustris) terhadap Kadar
Hemoglobin Mahasiswi Akademi Kebidanan Betang Asi Raya Palangka Raya”.
Tesis ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Magister
Kebidanan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari
semua pihak.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Warsiti, M.Kep., Sp.Mat., selaku Rektor Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta.
2. Moh. Ali Imron, S.Sos., M.Fis, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
3. Ketua Program Studi Magister Kebidanan Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta.
4. DR. S.N. Nurul Makiyah, S.Si, M.Kes, selaku pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan masukan selama penyusunan tesis ini.
5. Retno Mawarti, M.Kes selaku pembimbing II yang telah membimbing dan
memberikan saran kepada peneliti berkaitan dengan penelitian dan
penyusunan tesis.
6. Prof. dr. Djaswadi Dasuki Sp.OG (K), MPH, Ph.D selaku penguji utama
dalam sidang tesis yang telah memberikan arahan, saran dan bimbingan
berkaitan dengan penelitian.
7. Direktur Akademi Kebidanan Betang Asi Raya Palangka Raya yang telah
banyak membantu selama proses penelitian berlangsung.
8. Agung Nugroho, AMG., MPH., selaku pembimbing statistik yang telah
bersedia membagikan ilmu, membimbing dan memberikan masukan yang
bermanfaat.
9. Anggriyani W.P, SKM., MPH., selaku pembimbing statistik yang telah
bersedia membagikan ilmu, membimbing dan memberikan masukan yang
bermanfaat.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan laporan tesis ini masih terdapat
kekurangan, oleh karena itu saran dan masukan yang membangun sangat
diharapkan.

Yogyakarta, Januari 2018

Peneliti

iii
iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………….... i


HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………......... ii
KATA PENGANTAR …………………………………………………. iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN…………….. iv
DAFTAR ISI …………………………………………………………… v
DAFTAR TABEL ……………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………... viii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………... ix
INTISARI…………….………………………………………………… x
ABSTRACT…………….……………………………………………… xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………….………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………….... 4
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 5
E. Ruang Lingkup ................................................................................. 5
F. Keaslian Penelitian ………………………………………………... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Permasalahan Gizi Remaja….................................................... 9
2. Kebutuhan Zat Besi (Fe) Remaja Putri ………………………. 10
3. Metabolisme dan Absorbsi Zat Besi (Fe) Non-Heme ……...... 11
4. Anemia Defisiensi Besi............................................................. 13
5. Faktor yang Mempengaruhi Kadar Hemoglobin……………... 15
6. Hemoglobin………………………………………………....... 17
7. Suplementasi Zat Besi (Fe)…………………………………… 18
8. Kelakai (Stechnolaena palustris)………………………..……. 19
B. Kerangka Teori ……………………………………………………. 22
C. Kerangka Konsep …………………………………………………. 23
D. Hipotesis …………………………………………………………... 23
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ………………………………………………….. 24
B. Populasi dan Sampel Penelitian …………………………………... 25
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………… 27
D. Variabel Penelitian ………………………………………………... 28
E. Definisi Operasional Variabel …………………………………….. 29
F. Instrumen Penelitian ……………………………………………… 30
G. Cara Pengumpulan Data …………………………………………... 30
H. Alur Penelitian…………………....................................................... 33
I. Pengolahan dan Analisis Data........................................................... 34
J. Etika Penelitian ……………………………………………………. 36

v
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian………………………………. 38
B. Hasil Penelitian ……………………………………………………. 39
C. Pembahasan……………...……………………….………………... 43
D. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian…..........……………………... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……….……………………………………………….. 51
B. Saran ………………………………………………..……………... 51

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian..................................................................... 7
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian................................... 29
Tabel 4.1 Distribusi Usia, IMT dan Kadar Hb Subjek Penelitian .............. 40
Tabel 4.2 Analisis Bivariabel Kadar Hb pada Konsumsi Sayur
Kelakai dan Tablet Zat Besi ......................................................... 42
Tabel 4.3 Analisis Multiple Linear Regression Pengaruh Konsumsi
Sayur Kelakai, Tablet Zat Besi dan IMT terhadap Kadar Hb ...... 43

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Kelakai (Stechnolaena palustris) ........................................... 19
Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian ...................................................... 22
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian .................................................. 22
Gambar 3.1 Skema Alur Penelitian ............................................................ 33
Gambar 4.1 Lokasi Penelitian .................................................................... 38
Gambar 4.2 Hasil Uji Visual Kadar Hb pada Kelompok Sayur Kelakai
(Stechnolaena palustris) dan Tablet Zat Besi ......................... 41

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Time Schedule Penyusunan Tesis


Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 3. Ethical Clearence
Lampiran 4. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Fe Kelakai
Lampiran 5. Informed Consent Penelitian
Lampiran 6. Lembar Karakteristik Responden
Lampiran 7. Lembar Observasi Konsumsi Harian
Lampiran 8. Lembar Rekapitulasi Kadar Hemoglobin
Lampiran 9. Kartu Bimbingan

ix
PENGARUH KONSUMSI KELAKAI (Stechnolaena palustris)
TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN MAHASISWI
AKADEMI KEBIDANAN BETANG ASI RAYA
PALANGKA RAYA

Gracea Petricka1, SN Nurul Makiyah2, Retno Mawarti3

INTISARI
Latar Belakang: Prevalensi kejadian anemia pada remaja putri (10-19 tahun) di
Indonesia mencapai 49,2%. Kelakai (Stenochlaena palustris) mengandung Fe
sebesar 291,32 mg/100 g yang secara empirik dikonsumsi oleh Suku Dayak untuk
mencegah anemia defisiensi besi, namun belum banyak bukti klinis untuk
menunjang hal tersebut.
Tujuan: Mengetahui pengaruh konsumsi Kelakai (Stenochlaena palustris)
terhadap kadar Hemoglobin (Hb) remaja putri.
Metode: Penelitian kuasi eksperimen dengan pre-test and post-test pada 66 orang
remaja putri yang anemia (8-11 gr/dl). Subjek penelitian dipilih menggunakan
purposive sampling dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Enam puluh enam subjek
penelitian dibagi menjadi dua kelompok yang masing-masing terdiri dari 33
orang. Kelakai (250 gr) diberikan sebagai intervensi dan tablet zat besi (60 mg)
sebagai kontrol selama tujuh hari berturut-turut. Kadar Hb diukur satu hari
sebelum intervensi diberikan dan satu hari setelah intervensi selesai menggunakan
alat Hb testing system quick-check. Analisis data menggunakan Mann Whitney,
paired t-test, independent t-test, dan multiple linear regression dengan nilai CI
95% dan p value < 0,05.
Hasil: Terjadi peningkatan kadar Hb sebesar 3,24 gr/dl setelah mengonsumsi
Kelakai selama tujuh hari (p≤0,05). Kenaikan kadar Hb pada kelompok yang
diberikan tablet zat besi lebih tinggi 0,03 gr/dl dibandingkan kelompok yang
diberikan Kelakai (p≥0,05). Kelakai dapat dijadikan sebagai alternatif sumber zat
besi untuk meningkatkan kadar hemoglobin.

Kata Kunci: Kelakai, Stechnolaena palustris, Anemia, Remaja putri

1
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
2
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
3
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

x
THE EFFECT OF KELAKAI (Stechnolaena palustris) CONSUMPTIONS
ON HEMOGLOBIN LEVELS AMONG STUDENTS
OF BETANG ASI RAYA ACADEMY OF MIDWIFERY,
PALANGKA RAYA, CENTRAL KALIMANTAN, INDONESIA

Gracea Petricka1, SN Nurul Makiyah2, Retno Mawarti1

ABSTRACT
Background: It is estimated that 49,2% of Indonesian adolescent (10-19 years)
have iron deficiency anemia. Green vegetables can be used as an alternative
consumptions to meet the body's need for iron. Kelakai (Stenochlaena palustris)
contains 291,32 mg-100 g of Fe has been consumed by Dayak ethnic society to
prevent anemia.
Purpose: The aim of this study is to determine the effect of consumptions of
Kelakai (Stenochlaena palustris) to increase Hb levels among late adolescent (17-
19 years).
Method: It was a quasy-experiment with pre-test and post-test study in anemic
midwifery students (8-11 gr/dl). In which Kelakai are given as dietary
supplements in the subject and ferro fumarat as a control. There were 66 subjects
recruited by purposive sampling, were divided into 33 subjects for each group.
Kelakai (Stenochlaena palustris) (250 mg) and ferro fumarat (60 mg) was
administrated daily for a week. Hb levels were measured before and after
intervention using the Hb testing system quick-check tool. Data were analyzed
using paired and independent t-test.
Result: The result showed significant increases of Hb levels (3,24 gr/dl) after
consuming Kelakai (Stenochlaena palustris) for a week (p≤0,05). The Hb levels
after intervention in control group were 0,03 gr/dl higher than Kelakai group, but
based on the analysis, there is no significant difference on both group (p≥0,05).
Thus, Kelakai (Stenochlaena palustris) could be suggested as a food
supplementation to prevent iron deficiency anemia.

Key Word: Kelakai, Stechnolaena palustris, Iron Deficiency Anemia,


Adolescent, Adolescence

1
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
2
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemia defisiensi zat besi menjadi permasalahan gizi terbesar di dunia

yang paling banyak terjadi pada anak pra-sekolah, remaja, wanita usia subur

dan ibu hamil (Haider, 2013; Camashcella, 2015; Low 2016). Stang (2005)

menyebutkan bahwa prevalensi kejadian kekurangan zat besi (Fe) dan anemia

defisiensi zat besi pada remaja putri mencapai 13-18% lebih tinggi

dibandingkan dengan remaja laki-laki. Prevalensi kejadian anemia pada

remaja putri di Indonesia mencapai angka 30% dan hal ini menjadi sebuah

permasalahan kesehatan yang moderat di mata dunia (WHO, 2011). Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan bahwa peluang

terjadinya anemia pada remaja putri adalah sebesar 22,7% dan WHO (2011)

memaparkan bahwa 49,2% remaja putri (10-19 tahun) di Indonesia

mengalami anemia defisiensi zat besi.

Besarnya peluang kejadian anemia pada remaja putri disebabkan oleh

kehilangan darah melalui menstruasi dimana cadangan zat besi dalam tubuh

sebesar 20-58 mg hilang setiap siklusnya (Stang, 2005). Grooms (2013)

menyebutkan bahwa 75% remaja putri tidak dapat memenuhi kebutuhan zat

besi akibat tingginya aktivitas dan pola makan yang tidak sehat yang pada

akhirnya semakin memperbesar peluang terjadinya anemia defisiensi zat besi.

1
2

Stang (2005) menjelaskan bahwa anemia defisiensi zat besi pada remaja

putri mengakibatkan turunnya sistem imunitas tubuh, meningkatnya risiko

infeksi, meningkatkan terjadinya gangguan kognitif dan memori, serta

meningkatkan komplikasi kehamilan pada masa mendatang. Anemia

defisiensi zat besi juga mengakibatkan kelelahan, menurunnya daya tahan

tubuh, aktivitas fisik, konsentrasi, dan prestasi belajar (Depkes, 2008).

Sebuah penelitian Randomized Control Trial (RCT) yang melibatkan 87

orang remaja putri di India tentang dampak non-hematologi yang ditimbulkan

dari keadaan defisiensi zat besi pada remaja putri adalah terdiri dari hambatan

pertumbuhan dan perkembangan, menurunnya imunitas, menurunkan

performa aktivitas fisik dan fungsi kognitif (More et al., 2013).

Tujuan “ending all forms of malnutrition’ dari program Sustainable

Development Goals dirumuskan dalam Global Nutrition Target for 2025.

Rumusan tersebut menyebutkan bahwa pada tahun 2025 angka kejadian

anemia pada wanita usia subur harus diturunkan sampai 50% (Global

Nutrition Report, 2016). Pada tanggal 16 Maret 2016 Persatuan Dokter Gizi

Medik Indonesia (PDGMI) meluncurkan kampanye kesadaran publik dengan

tema “Indonesia Bebas Anemia” yang bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran masyarakat akan gejala dan dampak anemia dengan harapan

masyarakat mengetahui bagaimana cara untuk mengatasinya (PDGMI, 2016).

Upaya pemerintah Indonesia untuk menangani kejadian anemia defisiensi

tertuang dalam Program Penanggulangan Anemia Gizi Zat Besi yang

diwujudkan dengan pemberian suplemen tablet zat besi bagi remaja, wanita
3

usia subur, ibu hamil, dan ibu nifas (Kemenkes, 2014). Bertolak belakang

dengan hal tersebut, data-data resmi yang dirilis oleh pemerintah hanya

melaporkan pemberian tablet zat besi pada masa kehamilan dan nifas saja

sedangkan tidak ada data penunjang untuk program penanggulangan anemia

pada remaja dan WUS (SDKI, 2012; Profil Kesehatan RI, 2015; Infodatin,

2015; Profil Kesehatan Kalimantan Tengah, 2014).

Program suplementasi zat besi di kota Palangka Raya hanya ditujukan

kepada ibu hamil sementara balita dengan gizi buruk, anak usia sekolah dan

remaja belum tersentuh (Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah,

2015). Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) yang

dilakukan tanggal 29 Juli 2017 di Akademi Kebidanan Betang Asi Raya

Palangka Raya terhadap 20 orang mahasiswi diketahui terdapat sembilan

orang mengalami anemia ringan, lima orang mengalami anemia sedang dan

enam orang tidak anemia.

Salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan zat besi adalah melalui

konsumsi sayuran yang mengandung zat besi (Hurrel dan Egli, 2010).

Kelakai (Stenochlaena palustris) merupakan jenis sayuran yang mengandung

zat besi sebesar 291,32 mg/100 g. Kelakai (Stenochlaena palustris) secara

empirik digunakan oleh Suku Dayak untuk mengobati anemia (Purwandari,

2013). Penelitian Mahyuni (2015) membuktikan bahwa konsumsi Kelakai

(Stenochlaena palustris) selama 22 hari berturut-turut terbukti secara

signifikan meningkatkan kadar Hb ibu hamil p=0,000 (α=0,05) dan terbukti


4

sama efektifnya dengan mengkonsumsi tablet zat besi untuk meningkatkan

kadar Hb.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah ”Apakah daun Kelakai (Stenochlaena palustris) dapat

meningkatkan kadar Hb remaja putri?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi

Kelakai (Stenochlaena palustris) terhadap peningkatan kadar Hb remaja

putri.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui kadar Hb pada kelompok intervensi sebelum konsumsi

Kelakai (Stenochlaena palustris).

b. Mengetahui kadar Hb pada kelompok kontrol sebelum konsumsi

tablet zat besi.

c. Mengetahui kadar Hb pada kelompok intervensi setelah konsumsi

Kelakai (Stenochlaena palustris).

d. Mengetahui kadar Hb pada kelompok kontrol setelah konsumsi tablet

zat besi.

e. Mengetahui selisih kadar Hb pada kelompok yang mengkonsumsi

Kelakai (Stenochlaena palustris) dan kelompok yang mengkonsumsi

tablet zat besi.


5

f. Mengetahui hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap kadar Hb

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan menjadi sebuah sarana informasi mengenai

potensi Kelakai (Stenochlaena palustris) yang mengandung zat besi (Fe)

dan vitamin C.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

dalam upaya pencegahan dan penanggulangan anemia defisiensi zat besi

melalui suplementasi makanan lokal Kalimantan Tengah. Penelitian ini

juga diharapkan dapat menjadi dasar penelitian lanjutan sehingga Kelakai

(Stenochlaena palustris) dapat dikembangkan menjadi tablet zat besi yang

efektif, efisien dengan efek samping yang minimal sehingga dapat

dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat.

E. Ruang Lingkup

1. Lingkup Materi

Penelitian ini menggunakan materi mengenai anemia defisiensi zat

besi pada remaja, hematologi, potensi tumbuhan tradisional Kelakai

(Stenochlaena palustris) sebagai sumber zat besi.

2. Lingkup Responden

Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswi

semester I Akademi Kebidanan Betang Asi Raya Palangka Raya yang

memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti.


6

3. Lingkup Waktu

Penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret-Oktober 2017.

4. Lingkup Tempat

Asrama Akademi Kebidanan Betang Asi Raya Palangka Raya dipilih

sebagai tempat penelitian karena dalam studi pendahuluan diketahui

bahwa terdapat peluang terjadinya anemia sebesar 70%. Selain itu peneliti

perlu mengendalikan variabel-variabel luar untuk mengurangi bias

penelitian (Sugiyono, 2015). Pengendalian variabel luar dapat dilakukan

di lingkungan asrama dimana karakteristik sampel (umur, jenis kelamin),

pola dan jenis makanan harian, jenis aktivitas harian yang hampir serupa.
7

F. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian


Nama
No Judul dan Sumber Jenis Penelitian Hasil
Peneliti
1 Low et al. Daily IronSuplementation Systematic Review pada - Wanita usia reproduktif yang mengonsumsi suplemen
(2015) for Improving Anemia, penelitan kuasi eksperimen zat besi (Fe) secara rutin mengalami peningkatan kadar
Iron Status and Health in dan randomized control hemoglobin (Hb) dan feritin pada akhir intervensi.
Menstruating Women. trial (RCT) yang - Rentang waktu konsumsi suplemen zat besi (Fe) yang
membandingkan optimal adalah 1-3 bulan berturut-turut.
suplementasi rutin tablet zat - Suplementasi zat besi (Fe) secara rutin mampu
besi (Fe) pada wanita usia memaksimalkan produktivitas dan mengurangi
subur (WUS) (12-50 kelelahan.
tahun). - Efek samping konsumsi suplemen zat besi (Fe) (dosis >
30 mg/hari) adalah mual, muntah, diare, feses menjadi
kehitaman, konstipasi dan nyeri abdomen.

2 Haider et al. Anaemia, Prenatal Iron Systematic Review pada 48 - Rata-rata kadar hemoglobin meningkat sebesar 4,59
(2013) Use, and Risk of Adverse penelitian RCT dan 44 g/L dengan konsumsi suplemen zat besi (Fe)
Pregnancy Outcomes. penelitian kohort prospektif dibandingkan dengan kelompok kontrol.
mengenai konsumsi zat besi - Suplementasi zat besi (Fe) terbukti mengurangi risiko
(Fe) selama masa prenatal kejadian anemia defisiensi besi dan kelahiran prematur.
yang dihubungkan dengan
hematologi ibu dan luaran Rekomendasi penelitian selanjutnya:
kehamilan. Mencari strategi baru yang mungkin diterapkan dalam
konsumsi suplemen zat besi (Fe) melalui fortifikasi dan
diversifikasi makanan.
8

Nama
No Judul dan Sumber Jenis Penelitian Hasil
Peneliti

3 Coopman et Body Mass Index, Iron Crossectional Study pada Penyerapan Fe dengan nilai terendah terjadi pada wanita
al. (2014) Absorption, and Iron 318 wanita usia subur dengan status obesitas dibandingkan dengan wanita yang
Status in Childbearing berstatus normal (p 0,02) dan gemuk (p 0,005).
Age Women. Penyerapan Fe tersebut berbanding terbalik dengan status
Hb. Kadar Hb pada status obesitas lebih tinggi
dibandingkan dengan yang berstatus normal (p 0,02).

4 Irawan et al. Etnobotanical Study Nutrient Analysis - Kelakai mengandung protein (2,36 g/100 g), serat
(2006) and Nutrient Potency of (4,44 g/100 g), lemak (-,11 g/100 g), kalsium (0,49
Local Traditional ppm), Fe (41,53 ppm), dan vit C (15,41 ppm).
Vegetables in Central - Batas konsumsi harian yang disarankan untuk Kelakai
Kalimantan. adalah 290 gr/hari.

5 Negara et al. Pengaruh ekstrak Kelakai Kuasi eksperimen dengan Pemberian ekstrak Kelakai selama satu minggu berturut-
(2017) (Stechnolaena palustris) pre-test post-test with turut dapat meningkatkan rata-rata kadar Hb 2 kali lipat
terhadap kadar Hb pada control group pada 10 ekor lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (p
Tikus Putih (Rattus tikus putih yang anemia. 0,001).
norvegicus).

6 Mahyuni et Perbandingan antara Kuasi eksperimen dengan Hasil paired t-test membuktikan bahwa konsumsi sayuran
al. (2015) Pemberian Tablet Fe dan rancangan pre-test post-test Kelakai signifikan dalam meningkatkaan kadara
Mengkonsumsi Sayuran dengan grup kontrol. hemoglobin pada kelompok perlakukan dengan nilai p
Kelakai pada Ibu Hamil 0,00 (α=0,05).
Terhadap Peningkatan - Konsumsi sayuran Kelakai sama efektifnya dengan
Kadar Hemoglobin di tablet zat besi (Fe) dalam meningkatkan kadar hb ibu
Puskesmas Gambut. hamil.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Permasalahan Gizi Remaja

Masa remaja adalah perkembangan individu saat pertama kali

menunjukan tanda-tanda seks sekunder sampai saatnya mencapai

kematangan seksual yang diikuti dengan perkembangan psikologik dan

pola identifikasi dari kanak-kanak sampai dewasa (Sarwono, 2011).

World Health Organization (WHO) tahun 2014 mengartikan bahwa

rentang usia remaja adalah 10-19 tahun dengan klasifikasi remaja awal

(10-13 tahun), remaja pertengahan (14-16 tahun) dan remaja akhir (17-19

tahun). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

(Permenkes) Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak,

remaja merupakan kelompok umur 10 sampai 18 tahun sedangkan Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) mengelompokan

remaja pada umur 10-24 tahun dan belum menikah (Kemenkes RI, 2016).

Masa remaja merupakan periode formatif terjadinya perubahan fisik,

psikologi, dan perilaku. Pada masa ini remaja putri menjadi rentan

terhadap permasalahan gizi karena terjadi percepatan pertumbuhan dan

perkembangan tubuh yang memerlukan energi serta zat gizi lebih banyak,

menstruasi, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan (Arisman, 2010;

Suryani, 2015). Keadaan tersebut diperberat dengan munculnya persepsi


9
10

remaja putri akan bentuk tubuh sehingga seringkali membatasi makanan

dengan melewatkan sarapan pagi dan makan malam, kurang minum air

putih, diet yang tidak sehat dengan tujuan mengurangi berat badan

sehingga mengabaikan sumber protein, karbohidrat, vitamin dan mineral,

kebiasaan konsumsi makanan rendah gizi dan makan makanan siap saji

(junk food) (Arisman, 2010; Rohimah dan Haryati, 2014).

Pola makan tersebut mengakibatkan remaja tidak mampu memenuhi

keanekaragaman zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuhnya untuk

proses sintesis pembentukan Hb. Bila hal ini terjadi dalam jangka waktu

yang lama akan menyebabkan kadar Hb terus berkurang dan

menimbulkan anemia (Gaxiola, 2011).

2. Kebutuhan Zat Besi (Fe) Remaja Putri

Zat besi adalah mineral esensial yang berfungsi untuk membentuk

hemoglobin, mioglobin, enzim dan sitokrom, sebagai alat bantu

pengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut

elektron di dalam sel dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim

di dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2009; Bailey et al., 2015). Terdapat

dua jenis zat besi berdasarkan sumbernya yaitu zat besi heme dan non-

heme. Zat besi heme berasal dari jenis pangan hewani (daging, ikan, telur)

sedangkan zat besi non-heme merupakan sumber zat besi yang lebih

penting yang ditemukan dalam berbagai jenis makanan khususnya dalam


11

sayuran hijau, kacang-kacangan, gandum, dan buah-buahan (WHO, 1989;

Bailey et al., 2015).

Kebutuhan remaja putri akan zat besi cukup besar karena pada masa

remaja terjadi pertumbuhan pesat akibat ekspansi dari total volume darah,

kenaikan massa tubuh, dan periode menstruasi. Kebutuhan zat besi pada

periode ini sekitar 10-11 mg/hari dan jumlah besi yang diserap usus setiap

hari setara dengan ekskresi besi melalui eksfoliasi yaitu 1-2 mg (Beard,

2001). WHO (2011) melaporkan bahwa 70% remaja putri tidak dapat

memenuhi 50% kebutuhan zat besi hariannya.

Arisman (2010) menyebutkan bahwa zat besi yang hilang dalam

setiap siklus menstruasi adalah sebesar 12,5-15 mg atau diperkirakan 0,4-

0,5 mg zat besi hilang setiap harinya. Sumber lain menyebutkan bahwa

jumlah kehilangan besi dalam satu siklus menstruasi berkisar 20-58

mg/hari ditambah dengan kehilangan basal (feses, urine, keringat) sebesar

0,8 mg/hari (Beard, 2001; More, 2013). Selain itu. Pada kasus cacingan

diperkirakan zat besi hilang sebesar 0,8-1,2 mg/hari (Camaschella, 2015).

3. Metabolisme dan Absorbsi Zat Besi (Fe) Non-Heme

Metabolisme dan absorbsi zat besi non-heme dimulai dengan proses

pencernaan zat besi non-heme yang disebut dengan ferri (Fe3+) yang

terdapat dalam sumber makanan masuk di dalam tubuh. Di dalam

lambung Fe3+ berikatan dengan gastroferin dan tereduksi menjadi ferro

(Fe2+) dengan bantuan asam askorbat (vitamin C). Selanjutnya di dalam


12

duodenum Fe2+ mengalami proses oksidasi sehingga berubah menjadi

Fe3+ dan berikatan dengan apoferitin untuk ditransformasi menjadi feritin

dan membebaskan Fe2+ ke dalam plasma darah. Di dalam plasma darah

Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ dan berikatan dengan transferitin. Fe2+

diangkut oleh transferitin menuju hati, sumsum tulang belakang, limpa

dan sistem retikuloendotelial untuk kemudian dioksidasi menjadi Fe3+

yang pada akhirnya berikatan dengan apoferitin menjadi feritin (Price dan

Wilson, 2006).

Absorbsi zat besi paling banyak terjadi di duodenum melalui tiga

tahapan yaitu fase luminal, fase mukosal dan fase korporal. Fase luminal

dimulai ketika zat besi yang terkandung didalam makanan diolah di dalam

lambung sehingga siap untuk diserap oleh duodenum. Kemudian di dalam

mukosa duodenum terjadi proses aktif penyerapan zat besi yang disebut

dengan fase mukosal. Fase korporal terjadi disaat zat besi yang sudah

diserap masuk ke dalam sirkulasi untuk dilakukan utilisasi besi oleh sel-

sel yang memerlukan. Pada akhirnya zat besi disimpan dalam organ-organ

seperti hati, limpa, dan sumsum tulang belakang dalam bentuk feritin dan

hemosiderin. Feritin dan hemosiderin berfungsi untuk menjaga

keseimbangan kadar hemoglobin dalam darah (Bakta, 2009).

Perbandingan antara jumlah zat besi yang dikonsumsi dengan yang

diserap tubuh (bioavailabilitas) sangat bergantung pada jenis protein yang

dikonsumsi. Pada umumnya zat besi yang terdapat pada protein hewani

(heme) lebih mudah diserap oleh tubuh dibandingkan zat besi pada
13

protein nabati (non-heme). Hal ini disebabkan oleh bentuk besi di dalam

masing-masing protein berbeda-beda.

4. Anemia Defisiensi Besi

Anemia merupakan penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit

(Ht) dan jumlah eritrosit yang mengakibatkan turunnya kemampuan darah

untuk mengangkut oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer

(penurunan oxygen carrying capacity) (Febrianti, 2013; Bailey et al.,

2015). Prevalensi anemia masih terbilang tinggi bagi kelompok ibu dan

anak-anak, termasuk remaja putri yang sudah memasuki periode

menstruasi (Oktavia, 2015). Remaja putri banyak mengalami kekurangan

zat-zat gizi dalam konsumsi makanan sehari-harinya dan defisiensi zat

besi dianggap penyebab paling umum dari anemia selain kekurangan gizi

(termasuk folat, vitamin B12 dan vitamin A), peradangan kronis, parasit

infeksi (cacingan) dapat menyebabkan anemia (Camaschella, 2015).

Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana tubuh mengalami

kekurangan cadangan besi untuk membentuk sel darah merah (Tesfaye,

2015). Tanda gejalanya pucat pada telapak tangan-kuku-conjungtiva

palpebral, mudah lelah, berdebar, takikardia dan sesak nafas (Gibney et

al., 2009; Arisman, 2010).

Beberapa etiologi anemia defisieni besi adalah kehilangan darah

alamiah melalui siklus menstruasi, peningkatan kebutuhan akan zat besi

untuk pembentukan sel darah merah, asupan zat besi tidak cukup dan
14

penyerapannya tidak adekuat maupun kehilangan darah secara kronis

seperti pada kasus ulkus peptikum, hemoroid, infestasi parasit dan

keganasan (Arisman, 2010; Pasricha et al., 2013; Cheah et al., 2016).

Anemia defisiensi besi terjadi melalui tiga tahapan deplesi zat besi

didalam tubuh yang dimulai dari berkurangnya simpanan zat besi yang

dapat dilihat dari hasil pemeriksaan kadar serum feritin yang mengalami

penurunan. Tahap kedua adalah terjadinya perubahan biokimia yang

ditandai dengan penurunan tingkat saturasi transferrin atau peningkatan

protoporfirin eritrosit dan peningkatan jumlah reseptor transferrin. Pada

akhirnya seluruh proses deplesi zat besi itu mengakibatkan anemia

defisiensi besi yang ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin

dalam darah (Gibney et al., 2009).

Perempuan (dalam kondisi tidak hamil) yang berusia mulai dari 15

tahun dikatakan anemia bila kadar hemoglobin kurang dari 12 gr/dl yang

diklasifikasikan menjadi anemia ringan (10-11,9 gr/dl), anemia sedang (8-

9,9 gr/dl) dan anemia berat (< 8 gr/dl) (WHO, 2011).

Anemia defisiensi besi pada remaja putri dapat berimplikasi pada

menurunnya daya konsentrasi sehingga prestasi belajar menurun, daya

tahan fisik rendah sehingga mudah lelah, aktivitas fisik menurun, mudah

sakit karena daya tahan tubuh rendah (Suryani, 2015). Dampak jangka

panjang dari anemia adalah terganggunya perkembangan fisik dan mental

remaja, juga mengakibatkan remaja putri menjadi calon ibu dengan risiko

melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah dan melahirkan prematur
15

(Febrianti, 2013) serta meningkatkan kejadian kematian maternal dan

neonatal (Camashcella, 2015).

5. Faktor yang Mempengaruhi Kadar Hemoglobin

a. Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan individu yang diakibatkan oleh

konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dalam jangka waktu

yang lama (Arumsari, 2008). Supariasa et al. (2012) menyebutkan

bahwa pengukuran paling reliabel untuk menentukan status gizi

remaja diperoleh dengan perhitungan Indeks Masa Tubuh (IMT)

dengan rumus:

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)


𝐼𝑀𝑇 =
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)2

Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk kepada

FAO/WHO. Namun untuk kepentingan Indonesia, batas ambang

tersebut dimodifikasi sebagai berikut: sangat kurus (< 17,0), kurus

(17- 18,49), normal 18,5-25,0, gemuk (over weight) 25,1-27,0 dan

obesitas >27,0 (Permenkes, 2014).

Hasil penelitian Sukarno et al. (2016) menunjukan bahwa status

gizi memiliki korelasi positif dengan kadar hemoglobin, semakin

rendah status gizi maka kadar hemoglobin juga semakin rendah,

dimana dalam sebuah penelitian yang melibatkan 60 orang remaja

putri membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

IMT dengan kadar hemoglobin p= 0,015 (< 0,05).


16

b. Menstruasi

Menstruasi adalah perdarahan uterus secara periodik dan siklik

diikuti dengan deskuamasi endometrium yang berlangsung selama 1-2

hari dengan darah yang sedikit, 3-7 hari dan lebih dari 7 hari

(Winkjosastro, 2009). Siklus haid normal berada pada rentang 15-45

hari dengan lama perdarahan 2-8 hari (Proverawati, 2011).

Kelainan menstruasi meliputi metroragia (perdarahan yang

terjadi di masa antara dua periode menstruasi), hipermenorrhoe (lama

menstruasi 7-8 hari dengan jumlah darah yang banyak disertai dengan

bekuan darah, siklus teratur), polimenorrhoe (siklus menstruasi <21

hari), oligomenorrhoe (sikluas menstruasi sangat panjang >35 hari

dan perdarahan dalam jumlah sedikit) dan amenorrhoe (tidak

mengalami menstruasi selama tiga bulan berturut-turut atau lebih)

(Price dan Wilson, 2006).

Penelitian Prastika (2011) menyatakan bahwa terdapat hubungan

negatif antara lama waktu haid dengan kadar hemoglobin dimana

semakin panjang waktu menstruasi semakin rendah kadar

hemoglobinnya dengan nilai p=0,000 (α<0,05). Anggarini dan

Cahyaningrum (2012) menyatakan bahwa nilai rerata kadar

hemoglobin pada remaja dengan pola menstruasi normal lebih tinggi

dibanding dengan remaja dengan pola menstruasi yang tidak normal.

Selanjutnya Pratiwi (2016) menyatakan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara pola menstruasi dengan kejadian anemia p=


17

0,000 (<0,05) dan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh

OR=49,500 (95% CI 156,16-15,69) yang berarti remaja dengan pola

haid tidak normal berpeluang 49,5 kali untuk menderita anemia

defisiensi besi.

c. Jenis Makanan

Penyerapan zat besi dalam tubuh dipengaruhi oleh jenis makanan

yang dikonsumsi. Jenis makanan yang mengandung fitat (gandum,

kacang-kacangan dan tepung) dan tanin (teh, kopi dan cokelat) dapat

menghambat penyerapan zat besi dalam tubuh (WHO, 2011; Hurrel

dan Egli, 2010). Vitamin C dan protein (daging, unggas, ikan, produk

seafood) merupakan fasilitator absorpsi besi yang dapat mereduksi

ferri dalam pangan protein nabati menjadi ferro sehingga lebih mudah

diserap oleh usus. Absorpsi besi dalam bentuk non-heme meningkat

empat kali lipat bila ada vitamin C (Batty, 2014).

6. Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin adalah molekul protein yang ditemukan dalam sel

darah merah dan memberi warna merah pada darah (Kee, 2014).

Hemoglobin bergabung dengan O2 dan CO2 untuk diedarkan melalui

sistem peredaran darah (Proverawati, 2011). Hemoglobin merupakan

parameter yang ideal untuk mengklasifiksi status besi dalam tubuh (Arija

et al., 2014).
18

Adapun kadar Hb normal wanita dewasa adalah 12 gr/dl (Depkes,

2006). Selain itu WHO (2011) mengklasifikasikan anemia pada wanita

(usia ≥15 tahun) menjadi anemia ringan (11-11,9 gr/dl), anemia sedang

(8-10,9 g/dl) dan anemia berat (< 8 gr/dl).

7. Suplementasi Zat Besi (Fe)

Defisiensi zat besi dapat dicegah dan ditanggulangi dengan terapi

nutrisi melalui bahan pangan yang mengandung zat besi setidaknya 15

mg/hari. WHO sudah sejak lama merekomendasikan pemberian suplemen

zat besi sejak prakonsepsi terutama dinegara berkembang. Suplementasi

zat besi merupakan suatu upaya preventif dan rehabilitatif yang terbukti

meningkatkan kadar hemoglobin rata-rata 4.59 g/L (Haider, 2013).

Zat besi yang umum digunakan dalam suplementasi zat besi adalah

ferrous sulfat dengan dosis 60-120 mg/hari bagi remaja dan orang dewasa

(Masrizal, 2007; Arisman, 2010). Dewoolker et al., (2014) menyebutkan

bahwa diperlukan 325 mg tablet ferrous sulfat yang dibagi dalam tiga

dosis/hari untuk memenuhi kebutuhan zat besi. Berkaitan dengan batas

kemampuan duodenum untuk menyerap zat besi maka dosis pemberian

zat besi harian sebesar 150-180 mg/hari harus dibagi menjadi 2-4 dosis

harian yang diminum satu jam sebelum makan atau dua jam setelah

makan (Friedman et al., 2015).

Tablet ferrous sulfat akan meningkatkan kadar hemoglobin setelah 2-

3 minggu dikonsumsi (Friedman et al., 2015). Kenaikan kadar


19

hemoglobin karena konsumsi tablet zat besi adalah 0,1g/dl perhari dan

dapat diukur mulai hari ke lima setelah mulai dikonsumsi (Dewoolker,

2014; Arisman, 2010). Peluang munculnya efek samping pada sistem

pencernaan setelah konsumsi tablet ferrous sulfat adalah 20-40% berupa

mual, kembung, nyeri abdomen, diare, konstipasi, dan feses berwarna

hitam (Yakoob, 2011; Friedman et al., 2015).

8. Kelakai (Stechnolaena palutris)

Kalimantan Tengah adalah satu dari banyaknya daerah di Indonesia

yang kaya akan keanekaragaman tanaman tradisional. Tanaman

tradisional yang sangat dikenal dan banyak dikonsumsi oleh penduduk

suku Dayak di daerah Palangkaraya adalah Kelakai (Stenochlaena

Palutris) (Chotimah, 2013).

Gambar 2.1 Kelakai (Stechnolaena palutris)

Kelakai (Stenochlaena palutris) merupakan tanaman paku-pakuan

khas Kalimantan Tengah yang biasa ditemukan di daerah rawa, pinggir

jalan, area pertanian, lahan terbuka dan area bekas lahan terbakar

(Rahmawati, 2015) yang tumbuh tanpa menggunakan pestisida maupun

pupuk (Purwandari, 2013). Masyarakat suku Dayak Kalimantan Tengah


20

biasa mengkonsumsi Kelakai (Stenochlaena palutris) sebagai olahan

sayuran dengan cara ditumis, direbus, dibuat menjadi sayur bening

maupun dimakan dalam keadaan mentah (Irawan et al., 2006). Selama

masa nifas dan menyusui, perempuan Dayak diwajibkan untuk

mengkonsumsi sayur Kelakai (Stenochlaena palutris) yang secara

empirik dapat memperbanyak produksi ASI dan mencegah anemia

(Thursina, 2010).

Terdapat dua jenis Kelakai yang biasa dikonsumsi yaitu Kelakai

putih dan Kelakai merah. Kelakai merah adalah Kelakai hijau dengan

warna kemerahan, sedangkan Kelakai putih adalah Kelakai hijau dengan

warna pucat (Irawan et al., 2006). Warna ujung daunnya pun berbeda,

yaitu berwarna hijau terang, hijau gelap, hingga merah (Thursina, 2010).

Adapun taksonomi dari tumbuhan Kelakai sebagai berikut Kingdom

(Plantae), Divisi (Pteridophyta), Kelas (Polypodiidae), Ordo

(Polypodiidae), Famili (Blechnaceae (C. Presl) Cope), Genus

(Stenochlaena J. Sm), Spesies (Stenochlaena palustris (Burm) Bedd).

Berdasarkan hasil skrining fitokimia Kelakai (Stenochlaena palustris

(Burm) Bedd) memiliki senyawa aktif flavonoid, alkaloid, steroid

(Adenan dan Suhartono, 2010; Anggraeni, 2015), berperan sebagai

antipiretik, antiinflamasi (Suhartono et al., 2008), antifungal dan

antibacterial (Chai et al.,2012). Selain itu beberapa hasil penelitian

membuktikan bahwa Kelakai (Stenochlaena palutris) mengandung nilai

gizi sebagai berikut:


21

a. Maharani et al. (2005) membuktikan terdapat protein (11,48%),

lemak (2,63%), Ca (182,07 mg/100 gr), Fe (291,32 mg/100 mg) dan

vitamin C (219,7 mg/100 ml).

b. Irawan et al. (2006) membuktikan bahwa terdapat beta karoten

(15,41 mg/100 gr) dan asam folat (1,13 mg/100 gr).

c. Thursina (2010) membuktikan bahwa terdapat kandungan Fe (33,64

mg/100 gr) dan Ca (639,9 mg/100 gr).

d. Purwandari (2015) membuktikan bahwa terdapat kandungan Fe

(4,153 mg/100 gr), vitamin C (41 mg/100 gr), protein (2,36%), beta

karoten (6,699 mg/ 100 gr) dan asam folat (1,13 mg/100 gr).

Adapun keamanan konsumsi harian Kelakai (Stenochlaena palutris)

yang ditentukan berdasarkan konsentrasi logam berbahaya dibandingkan

dengan regulasi nilai provisional maximum tolerable daily (PMTDI) dan

provisional tolerable weekly intake (PWTI) oleh Codex Alimentarius

Commission (CAC) adalah 63,21 gr berat basah daun per-hari atau 290 gr

berat kering per-hari bagi orang dewasa (Rahmawati, 2015).

Dengan kandungan zat besi yang cukup tinggi maka Kelakai

(Stenochlaena palutris) dapat dijadikan sumber zat besi non-heme yang

berpotensi untuk mengatasi anemia (Irawan et al., 2006; Thursina, 2010).

Zat besi yang terkandung di dalam Kelakai merupakan zat besi non-heme

yang berbentuk senyawa ferri. Agar dapat diserap oleh duodenum maka

senyawa ferri akan dirubah oleh HCl didalam lambung menjadi bentuk

ferro (Abdulsalam dan Daniel, 2002).


22

B. Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka bahwa kandungan zat besi dalam daun

Kelakai (Stenochlaena palutris) dapat meningkatkan hemoglobin sehingga

anemia defisiensi besi dapat ditangani, maka kerangka teori penelitian

diuraikan sebagai berikut:

Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia


Etiologi defisiensi besi defisiensi besi:
remaja: 1. Status gizi (IMT)
1. Peningkatan kebutuhan 2. Riwayat penyakit berat dan infeksi
zat besi (Fe) 3. Menstruasi
2. Asupan dan penyerapan 4. Jenis Makanan
zat besi (Fe) inadekuat
3. Menstruasi
4. Cacingan
Anemia defisiensi
5. Penyakit berat
besi remaja:
1. Tidak anemia
Proses deplesi besi: (>12 gr/dl)
1. Penurunan cadangan Kadar Hemoglobin
2. Ringan
besi dalam tubuh: kadar (11-11,9 gr/dl)
feritin menurun 3. Sedang
2. Penurunan tingkat (8-10,9 gr/dl)
saturasi transferrin 4. Berat
3. Penurunan kadar (<8 gr/dl)
hemoglobin

Proses metabolisme dan absorbsi zat


Kelakai (Stenochlaena Palustris):
besi (Fe) non-heme:
1. Zat besi non-heme (Fe3+)
1. Fase Luminal (Lambung)
2. Vitamin C
Fe3+ + gastoferin + asam askorbat
 Fe2+
2. Fase Mukosal (Duodenum)
Oksidasi Fe2+  Fe3+ + apoferitin Faktor yang mempengaruhi
 feritin absorbsi zat besi:
3. Fase Korporal (Plasma darah) 1. Penghambat (Inhibitor)
Fe2+ + transferrin diangkut ke Tanin dan fitat
sumsum tulang untuk 2. Pendukung (Enhancer)
pembentukan hemoglobin Vitamin C dan protein

Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian (Irawan et al., 2006; Price dan Wilson,
2006; Bakta, 2009; Gibney et al., 2009; Thursina, 2010; WHO, 2011;
Pasricha et al., 2013; Batty, 2014; Bailey, 2015; Cheah et al., 2016)
23

C. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Pemberian sayuran Kelakai Kadar hemoglobin (Hb)


(Stenochlaena palustris) remaja putri
2. Pemberian suplemen zat besi

Variabel Luar

Status gizi (IMT)


Riyawat penyakit berat
Menstruasi
Jenis makanan

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh konsumsi sayur Kelakai

(Stechnolaena palutris) terhadap peningkatan kadar Hb remaja putri.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan

eksperimental design. Penelitian eksperimen merupakan rancangan penelitian

yang digunakan untuk mencari hubungan sebab-akibat (cause-effect

relationship). Melalui penelitian eksperimen peneliti dapat meniadakan atau

mengurangi berbagai bias termasuk bias yang diakibatkan oleh variabel luar

yang mempengaruhi proses eksperimen (Campbell dan Stanley, 1963).

Desain penelitian yang digunakan adalah quasy-experiment with pre-test

and post-test yang merupakan rancangan eksperimen yang memiliki

perlakuan, pengukuran dampak, unit eksperimen namun tidak menerapkan

randomisasi perlakuan (Campbell dan Stanley, 1963).

Penelitian diawali dengan pemeriksaan awal (pre-test) kadar Hb seluruh

responden sebelum diberikan intervensi. Kemudian dilakukan pengamatan

bersama pada kelompok remaja yang mengonsumsi Kelakai (Stenochlaena

palustris) dan kelompok remaja yang mengonsumsi tablet zat besi selama

tujuh hari. Satu hari setelah pemberian intervensi terakhir dilakukan

pemeriksaan untuk mengetahui peningkatan kadar hemoglobin pada setiap

kelompok.

24
25

Selanjutnya menggunakan grafis rancangan non-equivalent control group

design Campbell dan Stanley (1963) rancangan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

A O1--------------------X1--------------------O2

B O3--------------------X2--------------------O4

Arah Penelitian
Waktu

Keterangan:

A : Kelompok intervensi Kelakai (Stechnolaena palustris)

B : Kelompok intervensi tablet zat besi

O1 : Pengukuran Hb sebelum pemberian Kelakai (Stechnolaena palustris)

O2 : Pengukuran Hb setelah pemberian Kelakai (Stechnolaena palustris)

O3 : Pengukuran Hb sebelum pemberian tablet zat besi

O4 : Pengukuran Hb setelah pemberian tablet zat besi

X1 : Pemberian Kelakai (Stechnolaena palustris)

X2 : Pemberian tablet zat besi

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Batasan Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah populasi

terjangkau (accessible population) dimana populasi yang dijadikan target

penelitian dibatasi oleh tempat dan waktu Lameshow et al. (1990).

Peneliti menetapkan accessible population dalam penelitian ini adalah


26

seluruh mahasiswi semester I Akademi Kebidanan Betang Asi Raya

Palangka Raya yang berjumlah 80 orang.

2. Kriteria Sampel

Sampel merupakan bagian (subset) dari populasi yang dipilih

menggunakan cara tertentu untuk mewakili populasinya. Sejumlah bagian

dari populasi yang dijadikan sampel penelitian harus dapat mewakili

karakteristik populasi Lameshow et al. (1990). Kriteria inklusi dan

eksklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah mahasiswi semester I

Akademi Kebidanan Betang Asi Raya Palangka Raya yang berusia

17-19 tahun, memiliki siklus menstruasi normal (21-35 hari), memiliki

status anemia ringan-sedang (8-11,9 gr/dl), dan bersedia dijadikan

sampel penelitian.

b. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah mahasiswi semester I

Akademi Kebidanan Betang Asi Raya Palangka Raya yang memiliki

riwayat penyakit berat (gagal ginjal, penyakit paru, gangguan limfe,

kanker dan malaria) dan mengalami gangguan menstruasi meliputi

metroragia, hipermenorrhoe, polimenorrhoe, oligomenorrhoe dan

amenorrhoe.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability

sampling dengan purposive sample dimana sampel diambil bukan

berdasarkan strata, random atau daerah tetapi didasarkan dengan


27

pertimbangan tertentu Lameshow et al. (1990). Pemilihan sampel pada

penelitian ini sudah ditentukan menggunakan kriteria inklusi.

Berdasarkan penelitian serupa yang dilakukan Rohmatika et al.

(2016) terdapat nilai beda mean sebesar 10,66 pada kelompok intervensi

dan 10.44 pada kelompok kontrol. Pengukuran besar sampel

menggunakan rumus Lameshow et al. (1990):


2
(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽 )𝑠
𝑛 = 𝑛2 = 2 [ ]
𝑥1 − 𝑥2

Keterangan :

𝑛 : Besar sampel untuk setiap kelompok

𝑠 : Standar Deviasi = 0,32

𝛼 : 5% dengan 𝑍𝛼 = 1,64

𝛽 : 80% dengan 𝑍𝛽 = 0,84

𝑋1 : Rata-rata peningkatan kadar Hb pada kelompok perlakuan

𝑋1 : Rata-rata peningkatan kadar Hb kelompok kontrol

Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan jumlah sampel sebanyak 30

orang. Sebagai antisipasi peneliti menambahkan 10% dari jumlah sampel

sehingga pada tiap kelompok terdiri dari 33 orang sampel.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2017 di asrama Akademi

Kebidanan Betang Asi Palangka Raya.


28

D. Variabel Penelitian

Variabel didefinisikan sebagai atribut yang melekat pada seseorang atau

obyek yang memiliki variasi antara satu dengan yang lainnya (Hatch dan

Farhady, 1981). Berikut variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian

ini:

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsumsi sayur Kelakai

(Stechnolaena palutris) dan tablet zat besi.

2. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar Hb remaja putri.

3. Variabel Luar

Variabel luar yang diteliti adalah Indeks Massa Tubuh (IMT).

Variabel luar yang terdiri dari siklus menstruasi, jenis makanan dan

riwayat penyakit berat sudah dalam keadaan yang seragam pada semua

subjek penelitian. Siklus menstruasi dikendalikan dengan memilih subjek

penelitian yang memiliki siklus menstruasi yang normal (25-35 hari).

Jenis makanan dikendalikan dengan cara memberikan menu yang

seragam setiap harinya dengan tidak memberikan faktor-faktor inhibitor

dan enhancer zat besi. Penyakit berat dikendalikan dengan cara memilih

subjek penelitian yang tidak memiliki penyakit-penyakit yang

berhubungan dengan kadar Hb.


29

E. Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian


Variabel Definisi Alat Ukur Skala Hasil
Operasional Data Penilaian
Variabel
Bebas:
Pemberian Pemberian zat Lembar Observasi Nominal 0:Diberikan
zat besi besi melalui 250 g tablet zat besi
sayur Kelakai
(Stechnolaena 1:Diberikan
palustris) yang Kelakai
ditumis selama 2
menit dan tablet
tambah darah
NEO yang
mengandung
Ferro Fumarat 60
mg satu kali
sehari selama
tujuh hari.

Variabel
Terikat:
Kadar Konsentrasi Hemoglobin Kontinyu Kadar
hemoglobin hemoglobin (Hb) testing system hemoglobin
dalam darah yang quick check (Hb) dalam
dinyatakan dalam gr/dl
satuan gr/dl dan
diukur 1 hari
sebelum inter-
vensi dan 1 hari
setelah intervensi.
Variabel
Luar:
Indeks Indikator status Berat badan Kontinyu Nilai Indeks
Massa gizi remaja putri diukur Massa Tubuh
Tubuh yang dihitung menggunakan
(IMT) dengan cara timbangan digital
membagi berat SECA yang sudah
badan (kg) dikalibrasi dengan
dengan kuadrat tingkat
tinggi badan (m). keakuratan 0,1 kg.

Tinggi badan
diukur dengan
microtoise dengan
ketelitian 0,1 cm.
30

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Lembar isian karakteristik data responden untuk mengetahui apakah

subjek penelitian memenuhi kriteria inklusi dan ekskusi yang telah

ditetapkan yang berisi nomor induk mahasiswa, kode responden, usia

responden, tinggi badan (TB), berat badan (BB), riwayat penyakit berat,

riwayat menstruasi, kadar Hb sebelum dan setelah intervensi.

2. Lembar follow up intervensi berisi keterangan waktu konsumsi sayuran

Kelakai (Stechnolaena palustris) dan tablet zat besi.

G. Cara Pengumpulan Data

1. Persiapan Penelitian

Studi pendahuluan dilaksanakan sejak tanggal 21-25 Juli 2017 di

Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya dan Akademi Kebidanan Betang

Asi Raya Palangka Raya. Selanjutnya persiapan penelitian dilakukan

dengan penyusunan proposal penelitian melalui proses konsultasi kepada

pembimbing I dan II sampai pada ujian proposal. Setelah ujian proposal

dilaksanakan maka peneliti mengajukan surat kelayakan etik (Ethical

Clearence) kepada Komisi Etik Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

sebagai sebuah jaminan bahwa penelitian layak untuk dilakukan. Pada

akhir tahap persiapan peneliti mengajukan permohonan izin penelitian

kepada Direktur Akademi Kebidanan Betang Asi Raya Palangka Raya

dan melakukan persamaan persepsi mengenai pelaksanaan penelitian

dengan asisten penelitian.


31

Asisten penelitian berjumlah dua orang yang terdiri dari satu orang

dosen Akademi Kebidanan Betang Asi Raya dengan latar belakang

pendidikan S2 Kebidanan dan satu orang ahli gizi. Asisten penelitian

memiliki tugas yang sama dengan peneliti yaitu menjelaskan tujuan

penelitian, mengumpulkan data-data yang diperlukan tercantum dalam

instrumen penelitian serta memastikan responden mengonsumsi Kelakai

(Stechnolaena palustris) dan tablet zat besi.

2. Proses Penelitian

a. Penelitian dilakukan pada bulan September 2017.

b. Sampel penelitian dipilih sesuai kriteria inklusi dan jumlah kebutuhan

sampel. Subjek yang memenuhi kriteria penelitian diberikan

penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian, hal-hal yang harus

dilakukan oleh subjek, hak-hak subjek dan hak-hak peneliti.

Selanjutnya subjek penelitian menandatangani lembar informed

consent.

c. Pemeriksaan (pre-test) Hb menggunakan hemoglobin testing system

quick check terhadap semua sampel penelitian. Pemberian tablet

pirental pamoat tidak dilakukan berdasarkan penelitian (Suwarni,

2011) yang membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan

peningkatan kadar Hb antara kelompok yang diberikan dan tidak

diberikan obat cacing sebelum intervensi tablet zat besi (Fe).

d. Sampel penelitian dibagi menjadi dua kelompok dengan cara

mengurutkan sampel penelitian berdasarkan nomor induk mahasiswa


32

kemudian dilakukan acak menggunakan program komputer. Kepada

kelompok intervensi diberikan sayuran Kelakai (Stechnolaena

palustris) dan kelompok kontrol diberikan tablet zat besi selama tujuh

hari dengan pengawasan kepatuhan. Satu hari setelah pemberian

intervensi terakhir dilakukan pemeriksaan Hb (Dewoolker, 2014;

Arisman, 2010) menggunakan hemoglobin testing system quick check.

3. Akhir Penelitian

Tahap akhir dari penelitian ini adalah dengan melakukan

rekapitulasi data, coding data, analisis data hasil penelitian dengan

menggunakan software statistik, interpretasi hasil analisis, pembahasan

hasil temuan penelitian, membuat kesimpulan serta menyusunnya dalam

bentuk laporan tesis.


33

H. Alur Penelitian

Populasi mahasiswa
semester 1
(n=80 orang)
Kriteria inklusi dan
eksklusi
Subjek penelitian
yang layak
(n=66 orang)
Alokasi random sampel

Kelompok sayur Kelakai Kelompok tablet zat besi


(n=33 orang) (n=33 orang)

Pengukuran kadar Hb
sebelum intervensi

Konsumsi sayur Kelakai 1 Konsumsi tablet zat besi 1 kali


kali sehari selama 7 hari sehari selama 7 hari

Pengukuran kadar Hb
setelah intervensi

Analisis kadar Hb Analisis kadar Hb


kelompok sayur Kelakai kelompok tablet zat besi
(n=33 orang) (n=33 orang)

Gambar 3.1. Skema Alur Penelitian


34

I. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tahapan sebagai

berikut:

a. Editing

Merupakan kegiatan untuk konfimasi kembali data-data yang

terdapat didalam lembar karakteristik responden dan lembar follow

up konsumsi sayuran Kelakai (Stechnolaena palustris) dan tablet zat

besi. Seluruh data yang diperlukan untuk penelitian sudah terpenuhi

dan tidak ada data yang meragukan.

b. Coding

Merupakan suatu kegiatan merubah data dari huruf menjadi

bilangan atau angka pada hasil observasi dengan tujuan untuk

memudahkan dalam tahap pengolahan data. Peneliti memberikan

kode 0 pada variabel konsumsi tablet zat besi dan kode 1 pada

variabel konsumsi sayur Kelakai.

c. Data Entry

Merupakan tahapan memasukan data kedalam program komputer

untuk selanjutnya dilakukan analisis data. Tahap data entry dimulai

dengan memasukan koding dari variabel-variabel penelitian untuk

kemudian dilakukan analisis data menggunakan software statistik.

d. Tabulating

Tahap memasukan data kedalam tabel sesuai dengan kriterianya.

Pada penelitian ini tabulasi data dilakukan berdasarkan hasil analisis


35

unibivariabel bivariabel dan multivariabel, kemudian dilakukan

interpretasi data.

2. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan terdiri dari:

a. Analisis Univariabel

Analisis univariabel digunakan untuk mendeskripsikan

karakteristik dari setiap variabel. Hasil analisis dapat disajikan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi, ukuran tendensi sentral atau grafik.

b. Analisis Bivariabel

Analisis bivariabel bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara

satu variabel terhadap outcome yaitu dengan cara menguji variabel

bebas dengan variabel terikat dan variabel luar dengan variabel

terikat.

Pada penelitian ini akan diidentifikasi dan dianalisis mengenai

perbedaan kadar hemoglobin setelah diberikan intervensi daun

Kelakai (Stechnolaena palustris) dibandingkan dengan kelompok

kontrol. Pengujian normalitas data dilakukan dengan Shapiro Wilk.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji independent

t test. Kemaknaan klinis menggunakan ∆ mean dengan confidence

interval 95% dan nilai p < 0,05. Uji independent t test dapat

digunakan apabila data berdistribusi normal. Apabila persyaratan

tersebut tidak terpenuhi maka dilakukan uji non parametrik Mann

Whitney dengan confidence interval 95% dan nilai p < 0,05.


36

c. Analisis Multivariabel

Analisis multivariabel dilakukan untuk menjelaskan hubungan

variabel bebas yaitu pemberian sayuran Kelakai (Stechnolaena

palustris) dan tablet zat besi dengan variabel terikat yaitu kadar

hemoglobin yang dilihat berdasarkan perubahan variabel luar yang

bermakna pada saat dilakukan analisis bivariabel. Uji statistik yang

digunakan adalah multiple linear regression dengan melihat koefisien

dan 95% confidence interval.

J. Etika Penelitian

Penelitian dilaksanakan berdasarkan persetujuan dari komite etik

Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta nomor 11/KEP-UNISA/IX/2017 dengan

memperhatikan aspek-aspek etika penelitian sebagai berikut:

1. Self Determination

Setiap subjek penelitian diberikan kebebasan menentukan pilihan

untuk menerima atau menolak untuk mengikuti penelitian. Subjek

penelitian terlebih dahulu diberikan penjelasan mengenai penelitian yang

akan dilakukan.

2. Privacy

Peneliti menjamin keharasiaan subjek penelitian dengan menampilkan

dan melaporkan data-data yang diperlukan dalam penelitian.

3. Anonymity

Identitas subjek penelitian ditampilkan dalam bentuk koding yang

telah ditetapkan oleh peneliti. Peneliti memberikan informasi bahwa


37

identitas pribadi subjek penelitian yang tidak terkait dengan keperluan

penelitian tidak akan ditampilkan.

4. Justice

Subjek penelitian dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

yang telah ditetapkan sehingga setiap anggota populasi memiliki

kesempatan yang sama untuk menjadi subjek penelitian.

5. Protection of discomfort

Peneliti menjamin bahwa kegiatan penelitian ini tidak akan

merugikan subjek penelitian. Setiap subjek penelitian diberikan

kebebasan untuk menyampaikan keluhan maupun ketidaknyamanan yang

dirasakan selama menjalani proses penelitian. Subjek penelitian berhak

memutuskan untuk melanjutkan atau mundur dari proses penelitian terkait

ketidaknyamanan yang dirasakan.

6. Informed Consent

Calon subjek penelitian yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan

secara lisan memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini

akan diberikan lembar informed consent. Lembar informed consent berisi

penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian. Apabila mahasiswa

bersedia secara sukarela ikut serta dalam proses penelitian, maka mereka.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Akademi Kebidanan Betang Asi Raya

Palangka Raya (Akbid Betara) berlokasi di Jl. Ir. Soekarno no 7, Kota

Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Tujuan Akbid Betara adalah

menghasilkan tenaga Bidan yang profesional dengan kompetensi yang

mumpuni untuk menyejahterakan kesehatan ibu dan anak di Provinsi

Kalimantan Tengah. Profil lulusan D-3 Kebidanan yang diunggulkan adalah

bidan yang bekerja dengan berpegang pada Ketuhanan yang Maha Esa, asas

kemanusiaan dan profesionalisme dengan memperhatikan kearifan lokal

dalam menjalankan tugas tanggung jawabnya.

Sumber: google earth


Gambar 4.1 Lokasi Penelitian

38
39

Akbid Betara merupakan satu-satunya institusi pendidikan kesehatan di

kota Palangka Raya yang menerapkan sistem asrama selama masa

pendidikan. Asrama Akbid Betara berada dalam lingkungan yang sama

dengan gedung kampus. Seluruh kebutuhan harian mahasiswi disediakan oleh

pihak pengelola asrama.

Salah satu kebutuhan mahasiswi yang berkaitan dengan penelitian ini

adalah pola dan jenis konsumsi makanan harian. Menu makanan yang

disajikan selama proses penelitian berlangsung ditentukan bersama dengan

seorang ahli gizi sehingga porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi selalu

seragam. Menu makanan yang disajikan selama tujuh hari dikendalikan untuk

menghindari faktor-faktor enhancer dan inhibitor penyerapan zat besi.

B. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariabel

Analisis univariabel bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik

subjek penelitian. Penelitian ini menggunakan 66 orang mahasiswi

semester satu yang masuk kategori usia remaja akhir (17-19 tahun),

memiliki siklus menstruasi normal (21-35 hari), dan memiliki status

anemia ringan dan anemia sedang (Hb=8-11,9 gr/dl).

Karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia dan IMT dan

perubahan rerata kadar Hb dapat dilihat pada Tabel 4.1.


40

Tabel 4.1 Distribusi Usia, IMT dan Kadar Hb Subjek Penelitian


Variabel Mean Median SD Min Max
Usia Remaja Akhir 18 18 0,72 17 19
IMT 21,04 20,15 4,45 15,38 35,19
Kadar Hb
Pre-test 11,1 11,1 0,67 9,3 12,9
Post-test 12,1 12 0,993 9,8 14,6
Kadar Hb Kelompok
Tablet Zat Besi
Pre-test 11,14 11,1 0,68 9,3 12,9
Post-test 12,08 12 1,09 9,8 14,6
Kadar Hb Kelompok
Sayur Kelakai
Pre-test 11,06 11,1 0,66 9,4 11,9
Post-test 12,10 12 0,75 10,4 13,8
Sumber: Hasil analisis data univariabel

Tabel 4.1 menunjukan bahwa usia rata-rata subjek penelitian ini

adalah 18 tahun dan rerata IMT senilai 21,04 (normal). Kadar Hb pada

kelompok kontrol sebelum perlakuan adalah 11,14 gr/dl dan mengalami

peningkatan rata-rata sebesar 0,94 gr/dl setelah satu minggu mengonsumsi

tablet zat besi. Pada kelompok intervensi rata-rata kadar Hb sebelum

perlakuan adalah 11,06 gr/dl dan meningkat sebesar 1,04 gr/dl setelah

mengonsumsi sayur Kelakai selama satu minggu. Apabila dilakukan

perbandingan antar kelompok dapat diketahui kelompok intervensi

mengalami peningkatan kadar Hb 0,02 gr/dl lebih tinggi dibandingkan

dengan kelompok kontrol.

2. Analisis Uji Normalitas Data Penelitian

Pengujian normalitas data penelitian dilakukan untuk menentukan

jenis analisis bivariabel. Pada penelitian ini uji asumsi normalitas data

dilakukan melalui uji visual dan uji statistik sebagai berikut:


41

a. Normalitas Kadar Hb pada Kelompok Sayur Kelakai dan Tablet

Zat Besi

Gambar 4.1 Hasil Uji Visual Kadar Hb pada Kelompok Sayur


Kelakai (Stechnolaena palustris) dan Tablet Zat Besi

Gambar 4.3 memperlihatkan bahwa kadar Hb pada kedua

kelompok berdistribusi normal mengikuti kurva normal. Hasil uji

visual normalitas data tersebut diperkuat dengan hasil uji statistik

menggunakan Shapiro Wilk (p=0,72). Jenis analisis bivariabel yang

digunakan adalah uji parametrik independent t-test.

3. Analisis Bivariabel

Analisis bivariabel pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

signifikansi dan kekuatan hubungan antara kadar Hb, jenis intervensi dan

IMT.
42

Tabel 4.2 Analisis Bivariabel Rerata Kadar Hemoglobin pada


Konsumsi Sayur Kelakai dan Tablet Zat Besi
Karakteristik Rerata Hb t Hitung/Z hitung P-value
Tablet Zat Besiδ
Sebelum - -
Sesudah - -5,007 0,0000
Kelakai ʃ
Sebelum 9,38 -
Sesudah 12,62 3,91 0,0005
Intervensi ǂ
Tablet Fe 11,62 - -
Kelakai 11,58 -0,44-0,47 0.938
Ket: δ = analisis Mann Whitney, ʃ = Paired t-test, ǂ= Independent t-test, CI= Nilai
konfidensi interval, P-value (CI =95%, α=5%).
Sumber: Hasil analisis data perubahan kadar Hb

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui pada kelompok intervensi sayur

Kelakai terjadi peningkatan kadar Hb yang signifikan secara statistik

sebesar 3 gr/dl dan pada kelompok kontrol juga terjadi peningkatan kadar

hemoglobin yang signifikan (p=0,000) setelah diberikan perlakuan selama

satu minggu. Selisih kenaikan rerata kadar Hb antara dua kelompok adalah

sebesar 0,04 gr/dl lebih tinggi pada kelompok yang mengonsumsi tablet

zat besi walaupun jumlah tersebut tidak signifikan secara statistik.

4. Analisis Multivariabel

Analisis multivariabel dilakukan untuk menjelaskan hubungan

variabel bebas sayur Kelakai (Stechnolaena palustris) dan tablet zat besi

terhadap variabel terikat (kadar Hb) dengan mempertimbangkan peran

variabel luar (IMT). Uji statistik yang digunakan adalah regresi linier

berganda dengan melihat koefisien korelasi dan 95% confidence interval.


43

Tabel 4.3 Analisis Multiple Linear Regression Pengaruh Konsumsi


Tablet Zat Besi, Sayur Kelakai (Stechnolaena palustris)
dan IMT terhadap Kadar Hb
Karakteristik Unadjusted Coef (CI) Adjusted Coef (CI)
Intervensi
Tablet Zat Besi Ref Ref
Kelakai 0,018 (-0,44-0,47) 0,026 (-0,44-0,49)
IMT -0,011 (-0,64-0,40) -0,012 (-0,64-0,40)
Ket: CI=confedence interval 95%, α=5%, Ref=reference
Sumber: Hasil analisis pengaruh variabel luar penelitian.

Pada lingkup penelitian ini analisis multivariabel membuktikan

bahwa konsumsi sayur Kelakai (Stechnolaena palustris) selama satu

minggu mampu meningkatkan kadar Hb 0,02 gr/dl lebih tinggi

dibandingkan tablet zat besi. Nilai koefisien korelasi tersebut (0,02 gr/dl)

mengalami perubahan positif menjadi 0,03 gr/dl setelah IMT

dipertimbangkan dalam intervensi yang diberikan walaupun tidak

signifikan secara statistik. Selain itu tidak terjadi perubahan yang

signifikan dalam koefisien korelasi kadar Hb pada setiap status IMT yang

ada.

C. Pembahasan

1. Pengaruh Konsumsi Sayur Kelakai (Stechnolaena palustris) terhadap

Kadar Hb

Rata-rata kadar Hb pada kelompok intervensi sebelum mengonsumsi

sayur Kelakai (Stechnolaena palustris) adalah 11,06 gr/dl. Pemeriksaan

kadar Hb dilakukan pada hari ke delapan untuk melihat perubahan setelah

konsumsi sayur Kelakai (Stechnolaena palustris). Analisis statistik

Shappiro-wilk membuktikan bahwa kadar Hb pada kelompok Kelakai

(Stechnolaena palustris) berdistribusi normal. Setiap porsi Kelakai


44

(Stechnolaena palustris) yang dikonsumsi dalam penelitian ini

mengandung zat besi sebesar 0,48 µg/250 g dan mampu meningkatkan

kadar Hb secara signifikan yaitu sebesar 3 gr/dl. Kemampuan Kelakai

(Stechnolaena palustris) untuk meningkatkan kadar Hb yang signifikan

dalam waktu 1 minggu berkaitan dengan kandungan senyawa-senyawa

lain pada Kelakai (Stechnolaena palustris) yang berperan sebagai faktor

enhancer, namun dalam penelitian ini tidak dilakukan analisis lebih dalam

mengenai hal tersebut.

Potensi Kelakai (Stechnolaena palustris) untuk meningkatkan kadar

hemoglobin didukung oleh penelitian Negara et al. (2017) membuktikan

bahwa pemberian ekstrak Kelakai (Stechnolaena palustris) (624,2 mg)

selama satu minggu mampu meningkatkan kadar Hb tiga kali lipat

(p=0,001). Penelitian Mahyuni et al. (2015) juga membuktikan bahwa

konsumsi sayur Kelakai (Stechnolaena palustris) selama 22 hari mampu

meningkatkan kadar Hb ibu hamil sebesar 1,86 gr/dl (p=0,000).

Kemampuan Kelakai (Stechnolaena palustris) dalam meningkatkan kadar

Hb dikaitkan dengan kandungan zat besi didalamnya (Chai, 2015).

Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa Kelakai (Stechnolaena

palustris) mengandung Fe sebesar 33,64-41 mg/100 gr dan 4,153 mg/100

gr (Rahmawati et al., 2017; Irawan et al., 2006).

Hasil penelitian ini memperkuat bukti empirik mengenai potensi

Kelakai (Stechnolaena palustris) untuk mencegah anemia yang selama ini

diyakini oleh suku Dayak (Zannah, 2015; Negara, 2017). Berdasarkan


45

hasil analisis pada penelitian ini Kelakai (Stechnolaena palustris)

merupakan alternatif pilihan dalam upaya meningkatkan kadar Hb secara

alami (Zannah, 2015).

2. Pengaruh Konsumsi Tablet Zat Besi terhadap Kadar Hb

Rata-rata kadar Hb sebelum mengonsumsi tablet zat besi adalah 11,14

gr/dl. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa subjek penelitian dalam

kelompok ini mengalami anemia ringan. Selama 1 minggu subjek

penelitian mengonsumsi tablet zat besi (Ferro Fumarat 60 mg). Hasil

pemeriksaan quick check rata-rata kadar Hb meningkat sebanyak 0,94

gr/dl. Analisis statistik Shappiro-wilk membuktikan bahwa kadar Hb pada

kelompok tablet zat besi tidak berdistribusi normal. Melalui uji statistik

paired t-test dibuktikan bahwa konsumsi tablet zat besi selama satu

minggu signifikan untuk meningkatkan kadar Hb (p=0,0000).

Penelitian serupa dilakukan oleh Rohmatika et al. (2016) yang

memberikan tablet zat besi kepada ibu hamil selama tujuh hari berturut-

turut. Setelah intervensi diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar Hb

sebesar 0,22 gr/dl (p=0,060). Terjadinya peningkatan kadar Hb dalam

jangka waktu satu minggu intervensi mendukung teori Dewoolker (2014)

yang menyebutkan bahwa kenaikan kadar Hb karena konsumsi tablet Fe

adalah 0,1gr/dl perhari dan dapat diukur mulai hari ke lima setelah mulai

dikonsumsi.
46

3. Perbandingan Kadar Hb Kelompok Tablet Zat Besi dan Sayur

Kelakai (Stechnolaena palustris)

Analisis terhadap kadar Hb kedua kelompok setelah intervensi

dilakukan untuk mengetahui perbandingan efektifitas intervensi yang

diberikan. Hasil analisis independent t-test menyatakan bahwa tablet zat

besi mampu meningkatkan kadar Hb 0,04 gr/dl lebih tinggi dibandingkan

dengan sayur Kelakai (Stechnolaena palustris). Peningkatan kadar Hb

tersebut tidak berarti secara klinis dimana Dewoolker (2014) dan Arisman

(2010) mengemukakan bahwa kenaikan kadar hemoglobin karena

konsumsi tablet zat besi adalah 0,1g/dl perhari.

Zat besi yang terkandung dalam Kelakai (Stechnolaena palustris)

adalah zat besi non-heme yang penyerapannya bergantung pada faktor

penguat dan penghambat yang dikonsumsi (Hurrel & Egli, 2010). Teori

lain menyebutkan bahwa absorpsi besi dalam bentuk non-heme meningkat

empat kali lipat bila ada vitamin C (Rocha et al., 2014). Pada penelitian ini

faktor penghambat dan penguat penyerapan zat besi non-heme

dikendalikan untuk melihat seberapa kuat peran tunggal zat besi non-heme

Kelakai (Stechnolaena palustris) untuk meningkatkan kadar Hb.

Penelitian Mahyuni et al. (2015) juga membuktikan bahwa tidak

terjadi perbedaan signifikan peningkatan rata-rata kadar Hb antara

kelompok sayur Kelakai (Stechnolaena palustris) dan tablet zat besi

(p=0,262). Persamaan hasil signifikansi penelitian Mahyuni et al. (2015)

dengan penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh terdapat persamaan


47

bentuk intervensi Kelakai (Stechnolaena palustris) yang diberikan. Pada

kedua penelitian ini Kelakai (Stechnolaena palustris) dikonsumsi dalam

bentuk sajian masakan yang sudah mengalami pemanasan. Berdasarkan

penelitian Chai et al. (2015) Kelakai (Stechnolaena palustris) yang sudah

melalui proses pemanasan (tumis, rebus) akan mengalami penurunan kadar

Fe sebesar 9-43%.

Pengaruh proses pengolahan Kelakai (Stechnolaena palustris)

terhadap signifikansi peningkatan kadar Hb dikuatkan dengan bukti

penelitian Negara et al. (2017) yang memberikan intervensi Kelakai

(Stechnolaena palustris) dalam bentuk ekstrak. Konsumsi ekstrak Kelakai

(Stechnolaena palustris) pada tikus putih (Rattus norvegicus) terbukti

mampu meningkatkan kadar Hb empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan

dengan kelompok kontrol.

Masing-masing intervensi yang dilakukan pada penelitian ini mampu

meningkatkan kadar Hb secara signifikan. Hal tersebut dapat terjadi karena

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kadar Hb khususnya pola

menstruasi sudah terlebih dahulu dikontrol. Anggarini dan Cahyaningrum

(2012) menyatakan bahwa nilai rerata kadar hemoglobin pada remaja

dengan pola menstruasi normal lebih tinggi dibanding dengan remaja

dengan pola menstruasi yang tidak normal.

Data lain yang dikumpulkan dari penelitiaan ini adalah efek samping

yang ditimbulkan dari kedua jenis intervensi yang diberikan. Alasan

pengumpulan data penunjang mengenai efek samping konsumsi zat besi


48

dilakukan berdasarkan teori dan hasil penelitian (Yakoob, 2011; Tolkien,

2013; Friedman et al., 2015) yang menyebutkan bahwa peluang

munculnya efek samping pada sistem pencernaan setelah konsumsi tablet

ferrous sulfat adalah 20-40% berupa mual, kembung, nyeri abdomen,

diare, konstipasi, dan feses berwarna hitam.

Pada kelompok yang mengonsumsi tablet zat besi 81,8% subjek

penelitian mengeluh merasa pusing, mual dan perubahan warna feses sejak

hari pertama konsumsi. Keluhan rasa pusing dan mual juga dirasakan oleh

15,2% subjek penelitian yang mengonsumsi sayur Kelakai (Stechnolaena

palustris). Efek samping yang timbul dari konsumsi tablet zat besi lima

kali lipat lebih tinggi dari efek samping konsumsi sayur Kelakai

(Stechnolaena palustris).

4. Pengaruh Status Gizi (IMT) terhadap Kadar Hb pada Pemberian

Intervensi

Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat antara konsumsi,

penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi atau keadaan fisiologik akibat

dari tersedianya zat gizi dalam tubuh (Nuttall, 2015). Pada penelitian ini

terdapat 23 orang (34,8%) subjek penelitian yang masuk dalam kategori

sangat kurus-kurus dan 11 orang (33,3%) masuk kategori gemuk-obesitas.

Permasalahan gizi yang terjadi pada masa remaja diakibatkan dari pola

makan yang salah. Pola makan tersebut mengakibatkan tidak

terpenuhinya zat gizi yang diperlukan untuk proses sintesis pembentukan


49

Hb. Pada akhirnya pemenuhan zat gizi yang tidak adekuat menyebabkan

kadar Hb terus berkurang dan menimbulkan anemia (Gaxiola, 2011).

Hasil uji statistik multiple linear regression pada penelitian ini

menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara status gizi (IMT)

dengan peningkatan kadar Hb (CI -0,33-0,33). Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian Coopman et al. (2014) melalui studi cross-sectional

pada 318 wanita usia subur yang membuktikan bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan antara IMT dengan penyerapan Fe dalam tubuh (p=

0,283). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Waseem et al.

(2015) terhadap mahasiswi kedokteran di India yang membuktikan IMT

mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kadar Hb (p=0,001).

Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan antara IMT dengan

kadar Hb pada penelitian ini dapat terjadi karena hampir separuh (48,4%)

subjek tergolong dalam status gizi normal. Kemungkinan lainnya

dikemukakan oleh Indartanti & Kartini (2014) dimana status gizi

berdasarkan indikator IMT pada kategori usia (IMT/U) lebih dipengaruhi

oleh asupan zat gizi makro (karbohidrat, lemak, protein) sehingga asupan

zat gizi mikro (Fe) tidak akan berpengaruh pada status gizi. Pada

penelitian ini data mengenai analisis asupan gizi mikro tidak dilakukan

sehingga kontribusi diet gizi mikro terhadap berat badan, kadar Hb dan

status anemia tidak dapat dilihat.


50

D. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian

1. Kekuatan Penelitian

Penelitian ini membuktikan bahwa konsumsi sayur Kelakai

(Stechnolaena palustris) yang mengandung zat besi 0,48 µg/250 g dalam

waktu yang relatif singkat (7 hari) mampu meningkatkan rerata kadar Hb

secara siignifikan. Intervensi konsumsi sayur Kelakai (Stechnolaena

palustris) diberikan kepada remaja putri anemia yang tidak mengalami

faktor hemodilusi seperti pada penelitian-penelitian sebelumnya.

Penelitian ini mengusung bukti ilmiah mengenai potensi Kelakai sebagai

bagian dari kearifan lokal Kalimantan Tengah dalam hubungannya

meningkatkan kadar Hb.

2. Kelemahan Penelitian

Pada penelitian ini Kelakai (Stechnolaena palustris) yang diberikan

kepada subjek penelitian mengandung zat besi 0,48 µg/250 g. Kandungan

zat besi tersebut kemungkinan sudah mengalami perubahan akibat proses

pemanasan.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kadar Hb pada kelompok Kelakai (Stechnolaena palustris) lebih tinggi

dibandingkan dengan kadar Hb kelompok tablet zat besi setelah

melakukan kontrol pada variabel confounding.

2. IMT tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar Hb pada pemberian

intervensi Kelakai (Stechnolaena palustris) dan tablet zat besi.

B. Saran

1. Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah

Perlu dilakukan upaya promotif oleh instansi terkait kepada

masyarakat Kalimantan Tengah mengenai potensi Kelakai (Stechnolaena

palustris) sebagai sayuran lokal yang mengandung zat besi serta

potensinya dalam meningkatkan kadar Hb.

2. Dinas Kesehatan Provinsi/Kota/Kabupaten

a. Perlu dilakukannya program penyuluhan rutin oleh tenaga kesehatan

terkait gizi seimbang dan anemia kepada remaja.

b. Perlu dilakukannya program posyandu remaja dan program

pencegahan-penanganan anemia pada remaja dengan pemeriksaan

kadar Hb dan pemberian suplemen zat besi rutin kepada remaja

bekerja sama dengan institusi pendidikan (Akademi Kebidanan

Betang Asi Raya).

51
52

c. Perlu dilakukannya inovasi untuk membuat suplemen zat besi dalam

bentuk serbuk simplisia, kapsul maupun tablet yang berbahan dasar

Kelakai (Stechnolaena palustris) agar kebermanfaatannya lebih

optimal.

3. Akademi Kebidanan Betang Asi Raya (Akbid Betara)

a. Perlu dilakukannya kerjasama lintas sektoral terkait penyediaan waktu

khusus untuk melaksanakan program promotif potensi Kelakai

(Stechnolaena palustris) dan pencegahan dan penanganan anemia

pada kelompok remaja di lingkungan Akbid Betara.

b. Perlu memperhatikan gizi seimbang pada menu makanan yang

disediakan (kantin, asrama) bagi mahasiswi.

4. Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan analisis mengenai

kandungan senyawa-senyawa dalam tumbuhan Kelakai (Stechnolaena

palustris) yang berpotensi sebagai inhibitor dan enhancer zat besi.

Pertimbangan waktu yang lebih panjang dalam memberikan intervensi

agar peningkatan kadar Hb lebih optimal perlu dilakukan pada penelitian

selanjutnya. Selain itu diperlukan penelitian lebih dalam untuk membuat

Kelakai (Stechnolaena palustris) dalam bentuk sediaan yang kandungan

zat besinya lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Abdulsalam M, Daniel A. 2002. Diagnosa, Pengobatan dan Pencegahan Anemia


Defisiensi Besi. Sari Pediatri 4: 74-77.

Adenan, dan Suhartono E. 2010. S. palutris Aqueous Extract Reduces Hepatic


Peroxidative Stress in Marmota Caligata with Induced fever. Universa
Medicina 29:123-8.

Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Arisman, MB. 2010. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi Dalam Daur Kehidupan. Edisi
Kedua. Cetakan Pertama. EGC. Jakarta.

Anggarini, T. dan F. Cahyaningrum. 2012. Hubungan Kadar Hemoglobin, Status


Gizi dan Pola Siklus Menstruasi pada Remaja Akhir Akademi Kebidanan
Kota Semarang. Jurnal Dinamika Kebidanan 2 (1): 17-19.

Anggraeni D, Erwin, dan Suryani. 2016. Chemical Analysis and Antibacterial


Activity of the Ethanolic Extract of Stenochlaena palustris. Scholars
Research 8(1): 233–236.

Arija V, Fargas F, March G, Abajo S, Basora J, Ribot B, and Aparicio. 2014.


Adapting Iron Dose Suplementation in Pregnancy for Greater
Effectiveness on Mother and Child Health: Protocol of the ECLIPSES
RCT. Bio Medical Central Pregnancy and Childbirth 14 (33):1-10.

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Kelima


Belas. Rineka Cipta. Jakarta

Bailey R, West K, and Black R. 2015. The Epidemiology of Global Micronutrient


Deficiencies. National Institutes of Health (NIH). Annals of Nutritions and
Metabolism, 66 (2):22–33.

Bakta, IM. 2009. Hematologi Klinis Ringkasan. Edisi Kelima. EGC. Jakarta.

Beard, J. 2001. Iron Requirements in Adolescent Females. Journal Nutritions 130


(2):440S-442S.

Cahaya N, Aulia R, dan Nurlely. 2016. Efek Daun Kelakai (Stenochlaena


palustris) terhadap Jumlah Eritrosit, Bentuk Eritrosit dan Kadar
Hemoglobin (Hb) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Anemia.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 2: 531-538.
Camaschella, C. 2015. Iron Deficiency Anemia: Review Article. The New
England Journal of Medicine 372:18-43.

Campbell, D., dan Stanley, J.C. 1963. Experimental and Quasy Experimental
Design for Reasearch. Houghton Mifflon, Co. Boston.

Chai T., Kwek M., Ong H., and Wong F. 2015. Phenolic Contents and
Antioxidant Properties of Sp. palutris. Elsevier, Ltd. Food Chemistry, 186:
26–31.

Cheah K., Dalrymple J., Goddard A., Hanks K., Jenkins D., Klara P., Mitchell R.,
Pearce J., and Thomas W. 2016. Anemia Manifesto for Improving Iron
Deficency Anemia Care in England. Vifor Pharma Ltd. England.
https://www.nursingtimes.net/download?ac=3012460. 20 Maret 2017.

Chotimah H., Kresnatita S., dan Miranda Y. 2013. Ethnobotanical Study and
Nutrient Content of Local Vegetables Consumed in Central Kalimantan,
Indonesia. Biodiversitas 14 (2):106-111.

Coopman, M., Brito, A., Romana, D., Pizarro, F., and Olivares, M. 2014. Journal
of Trace Elements in Medicine and Biology 30: 215-219.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi Untuk


Remaja Putri dan Wanita Usia Subur. Ditjen Pembinaan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta.

---------------------------------. 2006. Pedoman Praktis Gizi Medis. Dirjen Bina


Kesehatan Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta.

Dewoolker AN, Patel, and Dodich C. 2014. Iron Deficiency and Iron Deficiency
Anemia in Adolescent Athletes: a Systematic Review. International
Journal Child Health and Human Development 1:11-19.

Febrianti, Utomo W, dan Adriana. 2013. Lama Haid dan Kejadian Anemia pada
Remaja Putri. Jurnal Kesehatan Reproduksi. Volume 4:11-15.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/kespro/article/view/3897/37
42. Februari 2017.

Friedman A, Shander A, and Martin S. 2015. Iron Deficiency Anemia in Women:


a Practical Guide to Detection, Diagnose and Treatment. Obstetrical and
Gynecological Survey 7(5):342-353.

Gaxiola, F. 2014. Intermittent Iron Suplementation for Reducing Anaemia and Its
Associated Impairments in Menstruating Women (Review). The Cochrane
Collaboration. 12:1-123.
Gibney. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Penerbit Buku Kedokteraan. Cetakan
Kesebelas. EGC. Jakarta.

Global Nutrition Report. 2016. From Promise to Impact: Ending Malnutrition by


2030. pdgmi.org/wp-content/uploads/2016/09/Global-Nutritional-Report-
2016-Summary-pdf//. Maret 2017.

Grooms L, Walsh M, and Monnat L. 2013. Treatment of Anemia in the


Adolescent Female. Pediatric Annal 42(1):36-39.

Hatch E, and Farhady H. 1981. Research Design and Statistics for Applied
Linguistics. Newbury House Publishers. Rowley.

Haider B, Olofin I, Wang M, Spiegelman D, Ezzati M, and Fawzi W. 2013.


Anaemia, Prenatal Iron Use, and Risk of Adverse Pregnancy Outcomes:
Systematic Review and Meta-analysis. British Medical Journal
346:F3443.

Hurrel R, and Egli I. 2010. Iron Bioavailability and Dietary Reference Values.
The American Journal of Clinical Nutrition 346:1-19.

Indartanti D, Kartini A. 2014. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia


pada Remaja Putri. Journal of Nutrition College 3(2):33-39.

Infodatin 2016 Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja Tahun 2015. Pusat


Informasi dan Data Kemenkes RI. Kementerin Kesehatan RI. Jakarta.

Irawan D, Wijaya HC, Limin SH, Hashidoko Y, Osaki M, and Kulu IP. 2006.
Etnobotanical Study and Nutrient Potency of Local Traditional Vegetables
in Central Kalimantan. J-STAGE Japan Acedemic Journal 15(4):441-448.

Kee, JL. (2014). Laboratory and Diagnostic Test with Nursing Implications. Edisi
Kesembilan. EGC. Jakarta.

Lemeshow S, Hosmer D, Klar J, Lwanga S, and Organization WH. 1990.


Adequacy of Sample Size in Health Studies. Wiley. Chicester.
http://www.who.int/iris/handle/10665/41607. 25 Mei 2017.

Low MSY, Speedy J, Styles CE, De-Regil LM, and Pasricha SR. Daily Iron
Supplementation for Improving Anaemia, Iron Status and Health in
Menstruating Women. 2016. Cochrane Database of Systematic Reviews.
Issue 4. Art. No.: CD009747. DOI: 10.1002/14651858.CD009747.pub2.

Maharani DM, Haidah SN, dan Haiyinah. 2005. Studi Potensi Kelakai
(Stenochlaena palustris (Burm.f.) Bedd) sebagai Pangan Fungsional.
Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Kreativitas
Mahasiswa Penelitian. 13(1): 1 – 13.

Mahyuni, A. 2015. Perbandingan Antara Pemberian Tablet Fe dan Mengkonsumsi


Sayuran Kalakai pada Ibu Hamil Terhadap Peningkatan Kadar
Hemoglobin di Puskesmas Gambut. Jurnal Kesehatan Indonesia 6:10-16.

Masrizal. 2007. Anemia Defisiensi Besi: Studi Literatur. Jurnal Kesehatan


Masyarakat 2(1):140-145.

More S, Shivkumar VB, Gangane N, and Shende S. 2013. Effect of Iron


Deficiency on Cognitive Function in School Going Adolescent Females in
Rural Area of Central India. Hindawi Journal 2013:1-5.

Negara C, Murjani, dan Basyid A. 2017. Pengaruh Ekstrak Kelakai (Stechnolaena


palutris) terhadap Kadar Hemoglobin Tikus Putih (Rattus norvegicus).
Borneo Journal of Pharmascientist 1(1): 10-17.

Nuttall F., Body Mass Index-Obesity, BMI and Health: a Critical Review.
Nutritian Research. Nutritian Today. 50(3): 117-128.

Parischa SR., Drakesmith H., James B., Hipgrave D., and Biggs BA. 2013.
Control of Iron Deficiency Anemia in Low and Midle-Income Country:
Review Article. Blood Journal 121: 2601-2617.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2014 Standar


Tablet Tambah Darah Bagi Wanita Usia Subur dan Ibu Hamil.
Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2014 Upaya Kesehatan


Anak. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.

Persatuan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI). 2016. Kampanye Kesadaran


Publik: Indonesia Bebas Anemia. http://pdgmi.org/2016/08/012/36091/. 22
April 2017.

Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. Cetakan Kedua.


Bina Pustaka. Jakarta.

Price A, and Wilson L. 2006. Gangguan Sistem Hematologi. Pathophysiology:


Clinical Concept of Disease Process. Edisi Keenam. EGC. Jakarta.

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Kementerian Kesehatan RI 2016. Jakarta.

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2015. Dinkes Kalimantan


Tengah 2016. Palangka Raya.
Proverawati A, dan Wati E. 2011. Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi
Kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta.

Rahmawati D, Wijaya CH, Hashidoko Y, Djajakirana G, Haraguchi A, Watanabe


T, Kuramochi K, and Nion YA. 2017. Concentration of Some Trace Elements
in Two Wild Edible Ferns, Dizplalzium esculentum and Stechnolaena palustris,
Inhabiting Tropical Peatlands under Different Environment in Central
Kalimantan. Eurasian Journal of Forest Research Hokaido University 20: 11-20.

Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Balitbangkes. Kementerian Kesehatan RI


2014. Jakarta.

Rocha DS, Capanema FD, Netto MP, Almeida CA, Franceschini SC, and
Lamounier JA. 2011. Effectiveness of fortification of drinking water with
iron and vitamin C in the reduction of anemia and improvement of
nutritional status in children attending day-care centers in Belo Horizonte,
Brazil. Food and Nutrition Bulletin 32 (4): 340-346.

Rohimah Y, dan Haryati D. 2014. Pengaruh Pemberian Zat besi (Fe) Heme dan
Non-heme pada Diet Harian terhadap Kadar Hemoglobin Remaja Putri
yang Mengalami Anemia. Jurnal Terapan Ilmu Kesehatan 3: 150-155.

Rohmatika D., Supriyana., Ramlan D. 2016. Perbandingan Pengaruh Pemberian


Ekstrak Bayam Hijau dengan Preparat Fe terhadap Perubahan Kadar
Hemoglobin Ibu Hamil di Puskesmas. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada
7:60-68.

Sarwono, P. 2011. Psikologi Remaja. Edisi 12. Rajawali Pers. Jakarta.

Stang. Story. 2005. Guidelines for Adolescent Nutritional Services. Diakses


melalui: //www.epi.edu/let/pub/adol_book.shtn//. Januari 2017.

Suhartono E, dan Bahriansyah M. 2016. The Inhibition Effect of Kelakai


(Stenochlaena palustris) Extract on Cadmium-Induced Glycation and
Fructation In-vitro. International Journal of Pharmaceutical and Clinical
Research 8(4): 248–253.

Sumathy V, Zuraini Z, and Sasidharan S. 2010. Effects of Stenochlaena palustris


Leaf Extract on Growth and Morphogenesis of Food Borne Pathogen,
Aspergillus niger. Malaysia Journal Nutritions 16(3): 439-446.

Sukarno JK, Marunduh S, Pangemanan D. 2016. Hubungan Indeks Masa Tubuh


dengan Kadar Hemoglobin Remaja di Kecamatan Bolangitang Barat
Kabupaten Bolaan Mongondow Utara. Jurnal Kedoktran Klinik 1(1):1-7.
Supariasa, IGN. 2012. Pendidikan dan Konsultasi Gizi. Cetakan 20. EGC. Jakarta.

Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2012. Badan Pusat Statistik (BPS),


BKKBN, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan ICF International.
2013. Jakarta.

Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan ke-2. Jakarta: Yayaan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009

World Health Organization. 1989. Preventing and Controling Iron Deficiency


Anemia through Primary Health Care. A Guide Administrators and
Programme Managers. Geneva.

---------------------------------. 2011. Haemoglobin Concentration for the Diagnosis


of Anaemia and Assasment of Saverity. Vitamin and Mineral Information
System.

---------------------------------. 2011. Prevention of Iron Deficiency Anaemia in


Adolescents. Role of Weekly Iron and Folc Acid Suplementation

---------------------------------. 2014. Health for the World’s Adolescent: a Second


Chance in the Second Decade. Diakses melalui www.who.int/maternal-
child-adolescent/documents/second-decade/en//. April 2017.

Yakoob M, and Bhuta Z. 2011. Effect of Routine Iron Suplementation with or


without Folic Acid on Anemia during Pregnancy. BioMed Central Public
Health 11(3): S21.

Waseem SMA, Bano R, Ahmad N, Kumar J, and Khan A. 2015. Study of


Haematological Profile and Body Mass Index in Undergraduate Medical
Students in Lucknow. Int J Health 5(6):257-62

Zannah, F., Amin, M., Suwono, H., Lukiati, B. 2015. Ethnobotany Study of
Kelakai (Stecnolaena palutris Bedd) as an Endemic Fern at Central of
Kalimantan. International Conference on Global Resource Conservation
(ICGRG). Hal:31-33
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai