Kearifan Lokal Di Bidang Seni Arsitektur
Kearifan Lokal Di Bidang Seni Arsitektur
Kearifan Lokal Di Bidang Seni Arsitektur
A. Pe ndahulua n
Seni arsitektur merupakan cerminan kekayaan budaya suatu masyarakat yang terwujud
dalam bentuk bangunan. Kearifan lokal sebagai ciri khas masyarakat juga menyumbang
identitas khas pada seni arsitektur di suatu wilayah. Dengan telaah yang mendalam
terhadap karya- karya arsitektur yang mencakup nilai- nilai lokal, kita dapat menyadari
pentingnya melestarikan warisan budaya dalam upaya mengembangkan desain masa kini
yang tidak hanya memperhatikan keindahan visual, tetapi juga memperjuangkan
keberlanjutan dan keseimbangan dengan lingkunga n.
Artikel ini bertujuan untuk menggali lebih dalam tentang kearifan lokal dalam seni
arsitektur, menyoroti cara budaya lokal secara unik memengaruhi dan memperkaya
desain bangunan. Dari prinsip filosofis yang mendasari penggunaan bahan alami hingga
tata letak yang mencerminkan keterhubungan harmonis dengan lingkungan sekitar,
kearifan lokal telah menjadi sumber inspirasi yang tak terbatas bagi para arsitek.
Seni arsitektur melibatkan seni dan praktek dalam merancang serta membangun
struktur bangunan atau struktur serbaguna lainnya. Secara lebih luas, seni arsitektur
merujuk pada proses perencanaan dan pembangunan dalam lingkup makro seperti
perencanaan kota atau taman kota.
Menurut Y.B. Mangunwijaya dan Wastu Citra, asal- usul kata arsitektur berasal dari
bahasa Yunani "archee" dan "tectoon". "Archee" merujuk pada yang asli, utama, atau
yang pertama. Sementara "tectoon" merujuk pada kokoh, tidak mudah roboh, atau
stabil. Dengan demikian, Archeetoon menggambarka n sesuatu yang orisinal dan kuat.
Dari interpretasi etimologi di atas, dapat disimpulkan bahwa arsitektur minimal harus
memenuhi dua kriteria, yaitu keunikan atau keindahan serta ketahanan struktur.
Beberapa tokoh telah menyampaika n atau mendefinis ika n seni arsitektur, antara lain:
a. Y.B. Mangunwija ya
Y.B. Mangunwijaya memandang arsitektur sebagai vastuvidya atau
wastuwidya yang merujuk pada ilmu bangunan yang juga mencakup tata
bumi, tata gedung, dan tata lalu lintas.
Marcus Pollio Vitruvius
Menurut Marcus Pollio Vitrovius, seni arsitektur terbagi menjadi dua aspek:
1. Kekuatan (virmitas), keindahan (venustas), serta kegunaan (utilitas).
2. Ilmu yang tumbuh dari pengetahuan lain dan dipenuhi dengan proses
pembelajaran.
b. Robert Gutman
Definisi arsitektur menurut Robert Gutman adalah suatu lingkungan produksi
yang bukan hanya sebagai penghubung antara manusia dan lingkungan, tetapi
juga sebagai wadah ekspresi budaya yang mengatur kehidupan fisik dan
psikologis.
c. Claudil
Claudil mengartikan seni arsitektur sebagai hasil dari persepsi dan apresiasi
manusia terhadap ruang dan bentuk, yang terdiri dari tiga dimensi empiris: fisik,
emosional, dan intelektual.
d. Djauhari Sumintardja
Menurut Djauhari Sumintardja, arsitektur adalah konstruksi manusia untuk
melindungi tubuhnya dari gangguan serta memenuhi kebutuhan jiwa seperti
kenyamanan dan ketenangan.
2. Je nis ars ite ktur tradis ional yang me njadi ke banggan di nus antara
a. Candi
Candi adalah bangunan kuno terbuat dari batu sebagai tempat pemujaan,
penyimpanan abu jenazah raja- raja dan pendeta Hindu- Buddha pada zaman
dahulu. Pada masa modern, pengertian candi merujuk kepada tempat beribadah
peninggalan peradaban Hindu- Buddha dan biasa difungsikan sebagai tempat
memuliakan Buddha. Bangunan Candi Borobudur terdiri dari enam platform
persegi dan di atasnya terdapat tiga platform melingkar yang dihiasi dengan 2.672
panel relief dan 504 patung Buddha. Candi Borobudur tidak hanya memiliki luas
struktur bangunan secara fisik, tetapi juga menyimpan ajaran Budha yang
disampaikan melalui simbol- simbol pada arca, relief, dan stupa. Struktur
bangunan Candi Borobudur terdiri dari tiga bagian, yaitu: kepala, badan, dan kaki.
Bagian- bagian Candi Borobudur ini memiliki makna berbeda dan berhubungan
secara tersirat berdasarkan konsep Buddhisme, yaitu fase perkembangan jiwa dan
episode kehidupan Sang Buddha. (Utami et al., 2020)
b. Masjid
Setiap manusia selalu mencoba untuk mendakatkan diri dengan Tuhannya melalui
berbagai aktivitas- aktivitas keagamaan seperti ke tempat- tempat yang memiliki
nilai religi dan ke makam manusia yang dianggap suci Salah satu tempat yang
memiliki nilai religi adalah Masjid Agung Demak. Masjid ini merupakan masjid
pertama di Jawa yang didalamnya terdapat kompleks pemakaman tokoh agama
dan tokoh kerajaan Demak. Selain itu, Masjid Agung Demak juga sebagai pusat
kegiatan para Ulama Islam pada masa lalu. (Qodriana, 2007)
c. Rumah Adat
Rumah adat adalah bangunan yang dibuat dengan ciri khusus digunakan sebagai
tempat hunian, pusat pertemuan serta berbagai fungsi lainnya. Setiap daerah
memiliki ciri khasnya masing- masing seperti Joglo berasal dari Jawa, Gadang
Berasal dari Minangkabau, dan Tongkonan Toraja. Adapun rumah adat memiliki
fungsi secara umum yaitu, sebagai identias suku bangsa, rekam jejak, simbol
filosofi. (Almerio & Lebang, 2017)
3. Ke arifan lokal dan ars ite ktur Tradisional
Arsitektur tradisional merupakan salah satu hasil dari kearifan lokal yang berwujud
nyata (tangible). Khususnya di Indonesia memiliki begitu banyak arsitektur
tradisional yang tersebar diwilayah nusantara. Arsitektur yang lahir dari masyarakat
di kepulauan nusantara, memiliki kekayaan keragaman kehidupan pada kondisi iklim
tropis. Rumah- rumah tradisional merupakan salah satu keunikan, keragaman,
mengandung nilai alam dan budaya, muncul dengan ciri khas yang berbeda pada
rumah tradisional Aceh, Batak, Nias, Riau, Minang, Jawa, Sunda, Madura, Bali,
Banjar, Bugis, Toraja, Maluku hingga ke Papua. Beberapa nilai kearifan lokal yang
ada dalam arsitektur tradisional diantaranya nilai pemahaman terhadap alam, pola
permukiman, sistem struktur, hingga unsur- unsur simbolik yang terkandung
didalamnya.
Sedangkan di suku Bugis Kajang salah satu pesan berbunyi: "Anjo boronga anre
nakkulle nipanraki. Punna nipanraki boronga, nupanraki kalennu" artinya (Hutan
tidak boleh dirusak. Jika engkau merusaknya, maka sama halnya engkau merusak
dirimu sendiri). Kondisi lingkungan alam seperti iklim dan topografi juga menjadi
perhatian arsitektur tradisional yang kemudian mempengaruhi bentukan
arsitekturalnya.
a. Pada Rumah di kampung Naga di Tasik Malaya dan Permungkiman Toraja pola
permukiman keduanya terbentuk menyesuaikan dengan kondisi topografi
lingkungan, rumah- rumah tradisional tersebut di bangun tanpa merubah kondisi
lingkungan yang sudah ada. Diluar unsur kepercayaan atap dari kedua rumah
tradisional ini bidangnya dibuat miring untuk mengalirkan air hujan dengan cepat
pada saat musim hujan.
Sirkulasi angin dimana angin masuk melalui celah- celah pada selubung bangunan
dan kolong yang dapat menurunkan hawa panas yang ada di dalam bangunan dan
menyejukkan manusia yang berada di dalam bangunan tersebut (Herniwati,
2008). Pemanfaatkan udara secara alami merupakan salah satu bentuk kearifan
lokal yang menunjukkan arsitektur yang hemat energi dengan cara memanfaatkan
kondisi iklim tropis yang ada di Indonesia. Selain itu, arsitektur tradisionla juga
memanfaatkan pencahayaan secara alami disiang hari.
b. Pada rumah tradisional bugis berupa rumah panggung dengan sistem struktur
knockdown yang dapat dibongkar pasang dan juga memiliki tradisi angkat rumah
untuk memindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lainnya yang dilakukan
secara gotong- royong oleh masyarakat setempat.
Nilai kearifan lokal pada arsitektur tradisonal tentunya tidak hanya dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan alam saja, tetapi juga dipengaruhi sosial budaya setempat
yang meliputi perilaku, tradisi, adat, dan kepercayaan setempat, yang pada
penerapannya juga hanya dapat dilakukan oleh masyarakat setempat. Terhadap
nilai- nilai tersebut perlu sebuah pengkajian secara mendalam untuk penerapan
nilai tersebut dalam kondisi global diluar dari masyarakat setempat tersebut.
4. Ke arifan lokal dalam bis ang ars ite ktur tradis ional dalam pe rke mbangan IT di
e ra digital
Untuk mengembangkan IT pada era digital, kearifan lokal dalam bidang arsitektur
tradisional tetap memiliki peran yang penting. Meskipun teknologi digital
memberikan kemajuan dalam desain dan konstruksi bangunan, kearifan lokal dalam
arsitektur tradisional dapat memberikan nilai tambah yang unik dan berkelanjuta.
Kedua, kearifan lokal dalam arsitektur tradisional juga dapat memberikan solusi
berkelanjutan dalam penggunaan energi dan sumber daya alam. Banyak arsitektur
tradisional yang telah mengintegrasikan prinsip- prinsip ramah lingkungan jauh
sebelum teknologi digital ada. Dengan mempelajari dan menerapkan pengetahuan ini
dalam desain bangunan digital, kita dapat menciptakan bangunan yang lebih efisien
energi dan berkelanjutan.
Selain itu, kearifan lokal dalam arsitektur tradisional juga dapat memberikan inspirasi
dalam desain ruang yang lebih manusiawi. Arsitektur tradisional sering kali
memperhatikan aspek kenyamanan penghuni, seperti sirkulasi udara alami,
pencahayaan alami, dan integrasi dengan alam sekitar. Dengan mempertimbangkan
prinsip- prinsip ini dalam desain bangunan digital, kita dapat menciptakan ruang yang
lebih nyaman dan sehat bagi pengguna.
5. Analis is kas us : kontribus i lokal di bidang s e ni ars ite ktur e ra konte mpore r
Masjid Raya Sumatera Barat atau juga dikenal sebagai Masjid Mahligai
Minang adalah salah satu masjid terbesar di Indonesia yang terletak di Kecamatan
Padang Utara, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Masjid yang pembangunannya
masih dalam tahap pengerjaan ini merupakan masjid terbesar di Sumatera Barat.
Arsitektur masjid ini merupakan hasil rancangan Rizal Muslimin. Secara umum,
arsitektur masjid ini mengikuti tipologi arsitektur Minangkabau dengan ciri bangunan
berbentuk gonjong, hingga penggunaan ukiran Minang sekaligus kaligrafi pada
dinding bagian luar.
C. Pe nutup
1. Ke s impulan
Kearifan lokal dalam arsitektur merupakan pengetahuan, nilai, dan praktik yang
berakar pada budaya suatu daerah dan tercermin dalam desain dan konstruksi
bangunan. Penerapan kearifan lokal dalam arsitektur memungkinkan kami
menciptakan bangunan yang erat kaitannya dengan lingkungan, budaya, dan
kebutuhan masyarakat setempat. Hal ini juga dapat mendorong kelestarian
lingkungan dan memperkaya warisan budaya tempat tersebut. Dengan memanfaatkan
kearifan lokal, arsitek dapat menciptakan desain yang unik, berkelanjutan, dan sesuai
dengan nilai dan identitas masyarakat setempat.
Daftar Rujukan
Almerio, Y., & Lebang, P. (2017). Analisis Semiotik a Simbol Kek uasaan pada Rumah Adat
Toraja ( Tongk onan Layuk ). 55–62.
Utami, R. N. F., Muhtadi, D., Ratnanings ih, N., Sukirwan, S., & Hamid, H. (2020).
Etnomatematika : Eksplorasi Candi Borobudur. JP3M (Jurnal Penelitian Pendidik an Dan
Pengajaran Matematik a), 6(1), 13–26.