Proposal Preti Purwati-123
Proposal Preti Purwati-123
Proposal Preti Purwati-123
PRETI PURWATI
21031062
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pangan merupakan salah satu kebutuhan primer yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Sumber dari pangan ini bisa dari karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, dan lain-lain, yang dimana kebanyakan sumber
pangan berasal dari hewan maupun tumbuhan (Ruswanto, 2019). Salah satu
tumbuhan yang umumnya menjadi sumber protein adalah kedelai (Swarinastiti
et al., 2018).
Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein nabati utama bagi
masyarakat Indonesia. Saat ini, sebagian besar kedelai dimanfaatkan untuk
pembuatan tahu, tempe, dan susu kedelai (Cahyadi W., 2007). Kedelai
memiliki kandungan 35-38% protein, 15% asam lemak jenuh, 60% lemak
tidak jenuh. Kedelai juga kaya vitamin (vitamin E, K, dan beberapa jenis
vitamin B) dan mineral (Ca, P, Fe, Bo, Mg dan Zn) (Krisna, 2015). Salah satu
bahan makanan yang diolah dari kedelai adalah tahu. Tahu merupakan
makanan yang populer dan sering dikonsumsi oleh masyarakat. Tahu menjadi
makanan yang banyak dinikmati karena rasanya yang enak, harganya relatif
murah, mempunyai kandungan yang cukup tinggi, dan juga mudah ditemukan
di pasar-pasar tradisional. Tahu juga sering dijadikan salah satu menu diet
rendah kalori karena kandungan hidrat arangnya yang rendah (Utami, 2012).
Formaldehid adalah suatu senyawa kimia yang berbentuk gas dengan
rumus CH2O. Formaldehid merupakan suatu aldehida yang juga disebut
metanal. Larutannya tidak berwarna dan baunya sangat menusuk dan biasanya
ditambah metanol hingga 15% sebagai stabilisator. (Dir. Jen. POM., 2003 ;
Winarno, 2007). Formaldehid biasa digunakan sebagai pembunuh kuman
sehingga dimanfaatkan untuk pembersih, bahan pengawet produk kosmetika
dan pengeras kuku dalam konsentrasi <1%, cairan pembalsam atau pengawet
mayat (Dreisbach, 1982).
Penyalahgunaan bahan-bahan kimia berbahaya sebagai bahan
tambahan bagi produk makanan maupun minuman yang tidak
sesuai dengan
peruntukkannya telah banyak membuat resah masyarakat. Penggunaan bahan
kimia seperti pewarna dan pengawet untuk makanan ataupun bahan makanan
dilakukan oleh produsen agar produk olahannya menjadi lebih menarik, lebih
tahan lama dan juga tentunya lebih ekonomis sehingga diharapkan dapat
menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun dampak kesehatan
yang ditimbulkan dari penggunaan bahan- bahan berbahaya tersebut sangatlah
buruk bagi masyarakat yang mengkonsumsinya. Keracunan makanan yang
bersifat akut serta dampak akumulasi bahan kimia yang bersifat karsinogen
merupakan beberapa masalah kesehatan yang akan dihadapi oleh konsumen
(Aghnan, 2016).
Salah satu bahan makanan yang mengandung formalin yaitu tahu.
Tahu dibuat dari kedelai yang digumpalkan dengan asam cuka, kalsium sulfat.
Tahu merupakan bahan pangan dengan kandungan protein yang tinggi dan
kadar air mencapai 85% sehingga tahu tidak dapat bertahan lama, satu hari
setelah produksi tahu akan mulai rusak. Tahu yang diberi formalin akan
membuat tahu menjadi lebih keras, tidak mudah hancur, tahan terhadap
mikroorganisme, dan dapat bertahan hingga tujuh hari (Sarwenda, 2015).
Pembuatan tahu yang ada di Indonesia sebagian besar masih
menggunakan cara tradisional,sehingga berpengaruh terhadap kualitas produk
tahu yang dihasilkan. Produk makanan akan memiliki kualitas yang baik
apabila dilakukan perbaikan dalam proses produksi dan pengolahannya
(Nurhayati et al., 2012). Hal ini jugalah yang menyebabkan persaingan
industri semakin ketat pada kualitas dan keawetan produk, sehingga ada
ditemukan beberapa pabrik tahu yang menambahkan bahan kimia sebagai
pengawet. Salah satu bahan kimia yang dilarang penggunaanya adalah
formalin. Penelitian mengatakan apabila formalin masuk melalui saluran
pencernaan akan menyebabkan nyeri hebat disertai inflamasi, ulserasi dan
nekronis membran mukosa lambung (Sudjarwo et al., 2013)
Formalin mudah bereaksi dengan protein karena formalin akan
mengikat unsur protein mulai dari bagian permukaan hingga kedalam tahu.
Setelah matinya protein karena terikat unsur kimia dari formalin menyebabkan
tahu menjadi kenyal dan tidak akan diserang bakteri pembusuk yang
menghasilkan senyawa asam sehingga tahu yang berformalin akan awet dan
tahan lama (Ariani et al., 2016).
Dalam pengolahan tahu biasanya produsen menggunakan formalin
sebagai pengawet agar produksinya dapat bertahan lama dan dapat disimpan
jika tidak habis terjual oleh para pedagang tahu di pasaran. Tahu yang
berformalin mempunyai ciri-ciri antara lain tekstur kenyal, tidak padat tetapi
tidak mudah hancur; awet sampai 3 hari pada suhu kamar, tahan sampai 15
hari dalam lemari es; dan aroma menyengat bau formalin (kadar 0,5-1,0 ppm)
(Artikel Kesehatan, 2016).
Formaldehid atau formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya
bagi kesehatan manusia. Dampak yang ditimbulkan dari konsumsinya tidak
langsung terlihat tetapi akan terasa bertahun-tahun kedepan setelah kadar
formaldehid pada tubuh terakumulasi. Dosis Fatal formaldehid adalah 60 – 90
mL (Dreisbach, 1982). Ambang batas kadar Formaldehid yang dapat ditolerir
oleh tubuh adalah 0,2 miligram per kilogram berat badan. (Anonim, 2006 ;
Dir. Jen. POM., 2003 ).
Kurangnya pengetahuan produsen tahu tentang dampak buruk yang
dapat ditimbulkan dari penggunaan formalin untuk jangka waktu yang lama
maka masih banyak produsen tahu yang menggunakan formalin dalam proses
pengolahan produksinya. Hal ini tentu saja dapat merugikan masyarakat
terutama konsumen tahu. Salah satu upaya untuk meminimalisir masuknya
formalin ke dalam tubuh sebaiknya masyarakat mulai selektif dalam memilah
makanan yang akan dikonsumsi, terutama yang diisukan kerap menggunakan
bahan formalin seperti tahu (N.N., 2016).
Ada 3 dasar hukum yang melarang penggunaan formaldehid. Pertama,
UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Kedua, formaldehid merupakan bahan tambahan pangan (BTP)
yang dilarang penggunaannya dalam makanan menurut peraturan Menteri
Kesehatan (Menkes) Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999. Ketiga, Peraturan
Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan. (Depkes RI, BPOM 2003).
B. Rumusan masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui penggunaan pengawet formalin pada tahu di Pasar
kemuning kota pontianak.
2. Tujuan khusus
1) Untuk mengetahui kandungan pengawet formalin pada tahu di pasar
kemuning kota pontianak.
2) Menganalisi dpamak dari mengkonsumsi tahu yang memiliki kadar
formalin.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi peneliti
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
dan wawasan penulis khususnya di bidang kesehatan mengenai bahaya
formalin sebagai bahan tambahan pangan.
2. Manfaat bagi institusi
Diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada
institusi khususnya bagi mahasiswa sebagai salah satu acuan dan
perbandingan
dalam penelitian selanjutnya.
3. Manfaat bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi kepada
masyarakat tentang tahu yang dijual disekitar pasar kemuning kota
pontianak.
E. Keaslian penelitian
LANDASAN TEORI
Dalam udara bebas formalin berada dalam wujud gas, tetapi bisa
larut dalam air biasanya dijual dalam kadar larutan 37% menggunakan
merk dagang formalin atau formol. Umumnya, larutan ini mengandung 10-
15% metanol sebagai stabilisator dan untuk membatasi polimerisasinya.
Meskipun formalin menampilkan sifat kimiawi seperti pada umumnya
aldehida, senyawa ini lebih reaktif dari pada aldehida lainnya. Formalin
bisa dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi asam format, karena itu
larutan
formaldehida harus ditutup serta diisolasi supaya tidak masuk udara
(Sinaga, 2009).
4. Fungsi Formalin
D. Hipotesis Penelitian
Diduga adanya kandungan formalin dalam tahu yang dijual di pasar
Kemuning Kota pontianak.
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Tahu merupakan salah satu bahan makanan yang terbuat dari kacang
kedelai yang mempunyai nilai gizi seperti protein, lemak, vitamin dan mineral
dalam jumlah yang cukup tinggi. Selain memiliki kelebihan, tahu juga
mempunyai kelemahan, yaitu kandungan airnya yang tinggi sehingga mudah
rusak dan mudah ditumbuhi mikroba. Untuk memperpanjang masa
penyimpanannya, pedagang tahu yang ada di Indonesia menambahkan
formalin sebagai bahan pengawet.
Para pedagang tahu menggunakan formalin sebagai bahan pengawet
karena tahu merupakan salah satu makanan yang memiliki kadar protein yang
sangat tinggi sehingga tahu tersebut tidak tahan lama, cepat hancur, mudah
busuk, dan juga harga kedelai sebagai bahan baku pembuatan tahu terus
mengalami peningkatan sehingga harga tahu yang dijual dari para industri
tahu ke para pedagang-pedagang di pasaran cukup mahal.
Formalin adalah bahan kimia beracun yang tidak berwarna dengan bau
yang sangat menyengat. Formalin juga digunakan sebagai pembunuh kuman
dan pengawet mayat. Para pedagang biasanya membubuhkan formalin dengan
kadar minimal, sehingga konsumen pada umumnya bingung ketika harus
membedakan tahu yang mengandung formalin dan yang tidak mengandung
formalin karena hanya dibubuhi sedikit formalin, sehingga bau formalin tidak
tercium (Nur’an, 2011).
B. Kerangka Pikir
Survey
Pengambilan
Sampel
Uji Laboratorium
Analisis Kualitatif
Formalin
Hasil
Positif Negatif