Makalah KIMIA PANGAN

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

IDENTIFIKASI PENGGUNAAN BORAKS PADA MIE

BASAH YANG DIJUAL OLEH PEDAGANG


PANGSIT DI KOTA KENDARI

Nama Kelompok :

1. Ahmad Fadli (1010181147)


2. Intan Yulia Restu (1010181043)
3. Fhatimah Az Zahra (1010181202)

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MH THAMRIN


PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN
JAKARTA
KATA PENGANTAR

Pertama kami akan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, atas segala kebesaran dan kelimpahan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah Kimia Pangan tentang “ Identifikasi Penggunaan Boraks
pada Mie Basah yang di jual oleh pedagang pangsit diKota Kendari” dengan baik.

Saya menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini. Materi yang telah saya susun
dalam makalah ini adalah identifikasi penggunaan boraks pada mie basah yang tersusun
dengan sistematika yang baik dan jelas serta di tulis dengan bahasa yang mudah
dimengerti dan dipahami. Dengan menggunakan makalah ini maka seorang mahasiswa
akan mudah dalam mempelajari identifikasi penggunaan boraks pada mie basah.

Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Jakarta, 16 April 2020

Penulis 

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Peningkatan kualitas hidup manusia tidak hanya melalui peningkatan pendidikan


dan ilmu pengetahuan, tetapi juga ditentukan oleh kualitas pangannya. UU no. 7 tahun
1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikomsumsi harus memenuhi beberapa
kriteria, diantaranya adalah aman, bergizi, bermutu dan dapat terjangkau oleh daya beli
masyarakat. Aman yang dimaksud mencakup bebas dari pencemaran biologis,
mikrobiologi, logam berat dan pencemaran lain yang dapat mengganggu, merugikan
dan membahayakan kesehatan manusia.

Selama ini Kementerian Kesehatan telah bekerja keras untuk memasyarakatkan


penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang diizinkan dalam proses
produksi makanan dan minuman. Hal ini tertuang dalam peraturan Menteri
Kesehatan dengan acuan UU No.23/1992 tentang kesehatan yang menekankan
aspek keamanan, sedangkan UU No.7/1992 tentang pangan, selain mengatur aspek
keamanan mutu dan gizi, juga mendorong terciptanya perdagangan yang jujur dan
bertanggung jawab serta terwujudnya tingkat kecukupan pangan yang terjangkau
sesuai kebutuhan masyarakat. Salah satu masalah keamanan pangan yang masih
memerlukan pemecahan adalah penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTM) pada
industri pengolahan pangan, maupun dalam pembuatan berbagai pangan jajanan
yang umumnya dihasilkan oleh industri kecil atau rumah tangga.

Mie merupakan salah satu produk makanan yang sangat digemari oleh masyarakat,
baik anak-anak maupun orang dewasa,terbuat dari tepung gandum, tepung beras, atau
tepung tapioka. Pada proses pembuatannya terutama pada mie basah yang memiliki
kadar 51 % sering ditambahkan boraks untuk memperpanjang daya tahanya terhadap
kerusakan dan kebasian (Chamdani, 2005).
Boraks yang berasal dari bahasa arab yaitu Bouraq pada awal mula dikenal
mempunyai aktivitas sebagai bahan antiseptik yang digunakan sebagai bahan pembersih,
pengawet kayu, dan herbisida. tetapi pada umumnya boraks digunakan sebagai
pengawet dan pengeyal makanan. Boraks banyak digunakan oleh industri kecil seperti
industri rumah tangga dalam pembuatan adonan Mie basah, gender, bakso, dan kerupuk
gender (kerupuk nasi). Meskipun jumlah penambahan boraks tidak terlalu banyak,
akan tetapi mempunyai efek akumulasi yang sangat berbahaya. Dalam air, Boraks
merupakan campuran natrium bikaborat dan asam boraks.sedangkan dalam suasana
asam boraks dapat terurai menjadi asam boraks (Payu, 2008).

Efek jangka panjang pada pengguanaan boraks dapat menyebabkan merah pada
kulit, gagal ginjal, iritasi pada mata, iritasi pada saluran respirasi, mengganggu
kesuburan kandungan dan janin.dosis yang dapat menyebabkan kematian atau biasa
disebut dengan dosis letal pada orang dewasa adalah sebanyak 10-25 gram, sedangkan
pada anak-anak adalah sebanyak 5-6 gram.kasus keracuan boraks yang bukan dari
makanan, dilaporkan pertama kali pada tahun 1907. Menurut laporan tersebut, hanya
anak usia dini menderita sariawan pada mulut, kemudian dioleskan campuran madu
dan boraks (Payu, 2008).

Berdasarkan data Balai Penelitian Obat dan Makanan (BPOM)


pada tahun 2005 bahwa bahan makanan yang menduduki peringkat teratas mengandung
formalin dan boraks adalah ikan laut, mie basah, tahu dan bakso. Menurut penelitian
Balai Besar Penelitian Obat dan Makanan (BB POM) Makassar pada tahun 2005
dari 37 sampel bakso yang beredar di Makassar mengandung boraks. Hal ini
menunjukkan bahwa masih banyak orang yang belum menyadari dampak dari
penggunaan bahan pengawet ini. Di indonesia tepatnya di Kota Palembang
menunjukkan bahwa dari sejumlah sampel yang diteliti, persentase sampel yang
mengandung boraks adalah mie basah sebanyak 72%, bakso sebanyak 70% dan empek-
empek sebanyak 35% (Tumbel, 2010).
Beberapa penilitian telah dilakukan terkait penambahan boraks pada makanan.
Penilitian yang dilakukan terhadap mie basah yang beredar di pasar Ciputat tahun 2009
terdeteksi 4 dari 5 sampel mengandung boraks. Hasil penilitian pada Kurma Curah di
pasar Tanah Abang tahun 2013 menyatakan bahwa 9 dari 13 sampel yang di uji
terdeteksi mengandung boraks. Penilitian pada bakso di Medan dihasilkan bahwa 80%
dari sampel yang diperiksa mengandung boraks dengan kadar berkisar antara 0,09-
0,29%.Larangan penggunaan boraks pada makanan diperjelas dengan adanya Permenkes
RI No.1168/MENKES/PER/X/1999 menyatakan bahwa salah satu Bahan Tambahan
Makanan yang dilarang digunakan dalam makanan adalah boraks (Depkes, 2002).

Hasil laporan tahunan BPOM Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2010 menyatakan,
dari 1263 sampel makanan yang di uji, diperoleh 0,07% mengandung Formalin, 1,10%
mengandung Rhodamin B, dan 0,15% mengandung boraks walaupun presentasi
kejadianya khususnya di Kota Kendari cukup rendah. Namun jika tidak diantisipasi
lebih lanjut maka akan menyebabkan resiko yang sangat besar bagi kesehatan (Syaputri,
2012). Karena hal tersebut maka penelitian dapat dilakukan identifikasi boraks pada Mie
basah yang dijual oleh pedagang pangsit dikota kendari, kenapa di ambil pedagang
pangsit. ini dikarenakan pedagang pangsit mudah ditemukan dan sampel yang
dibutuhkan mudah di dapatkan. Identifikasi kadar boraks dilakukan dengan
menggunakan uji kualitatif metode uji nyala. Pada metode ini sampel yang berupa
mie basah akan dimasukan kedalam oven menggunakan cawan porselin dan
diabukan menggunakan tanur selama 48 jam. Kemudian sampel yang ada di dalam
cawan porselin akan dibakar, apabila dibakar terjadi perubahan warna hijau pada nyala
api maka sampel tersebut positif menggunakan boraks.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini Apakah mie basah yang dijual pada pedagang mie pangsit
di kota kendari mengandung boraks?
1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi boraks boraks pada mie basah yang di jual oelh
pedagang pangsit di kota kendari.

2. Tujuan khusus

a. Melakukan pemeriksaan boraks dengan cara uji nyala pada


pedagang pangsit di kota kendari
b. Mengidentifiikasi boraks pada mie basah yang di jual pada
pedagang pangsit di kota kendari
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mie Basah

2.1.1 Pengertian Mie Basah

Mie merupakan produk makanan yang sering dikonsumsi oleh


masyarakat Indonesia. Definisi mie menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI) adalah produk makanan yang dibuat dari tepung gandum atau tepung
terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan
makanan yang diijinkan, bentuk khas mie dan siap dihidangkan setelah dimasak
(Akmal, 2005).

Gambar 1. Mie Basah


(Sumber : http://google.co.id)

Mie merupakan makanan yang paling populer di Asia. Sekitar 40% dari
konsumsi tepung terigu di Asia digunakan untuk pembuatan mie. Di Indonesia
pada tahun 1990, penggunaan tepung terigu untuk pembuatan mie mencapai 60-
70% (Menurut Irviani dan nisa, 2014),). Menurut Chamdani (2005), Mie
merupakan makanan yang populer di Asia khususnya di indonesia hingga saat
ini Mie pertama kali dibuat dari bahan baku beras dan tepung kacang-kacangan
mie basah memiliki ketahanan masa simpan selama 1 hari. Menurut
(Kastalani, 2011)., mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan
setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air mencapai 52 %
sehingga daya tahan simpannya relatif singkat yaitu 40 jam dalam suhu kamar.
Menurut (Kastalani, 2011)., mie basah yang baik adalah mie yang secara kimiawi
mempunyai nilai kimia yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
oleh Departem Perindustrian melalui SNI 2046-90.Komposisi gizi mie
basah secara lengkap dapat dilihat pada Tabel:

Tabel 1. Komposisi Gizi Mie Basah per 100 gram Bahan

Zat Gizi Mie Basah Zat Gizi Mie Basah


Energy (kal) 86 Besi 0,8
Protein (g) 0,6 Vitamin A -
Lemak (g) 3,3 Vitamin B1(mg) -
Karbohidrat (g) 14 Vitamin C (mg) -
Kalsium (mg) 13 Air (mg) 80
Sumber : Astawan, (1999)

Tabel 2. Syarat mutu mie basah SNI 01-2987 (1992)

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan


1 A. Keadaan
1. Bau Normal

2. Rasa
% b/b
3 kadar abu %b/b Maksimal 3
4 Kadar protein(N x %b/b Maksimal 2
6,25)
5 Bahan tambahan
pangan Tidak boleh ada sesuai

1. Boraks dan asam SNI-022-M dan peraturan


borat MenkesNo.722/Menkes/per/IX/88
tidak boleh
2. pewarna
Yang diizinkan
3. Formalin
6 Cemaran Logam
1. Timbal (pb) Maksimal 1

2.Tembaga (cu) Maksimal 10


mg/kg
3. seng (Zn) Maksimal 40
7 Arsen (As) mg/kg Maksimal 0,05
8 Cemaran mikroba
1.Angka lempeng Koloni/g Maksimal 1x106
total

2. E.coli
APM/g Maksimal 10
Sumber : SNI 01-2987 (1992)

2.1.2 Jenis Mie Basah

Mie dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok. Pembagian jenis


mie yang paling umum yaitu berdasarkan warna, ukuran diameter mie, bahan
baku, cara pembuatan, jenis produk yang dipasarkan, dan kadar air. Berdasarkan
warnanya, mie yang ada di Asia dibagi menjadi dua jenis, yaitu mie putih dan
mie kuning karena penambahan alkali (Cahyadi, 2008).

Berdasarkan bahan bakunya, mie dapat dibedakan menjadi dua jenis,


yaitu mie dengan bahan baku dari tepung terutama tepung terigu dan mie
transparan dengan bahan baku dari pati misalnya soun dan bihun. Berdasarkan
cara pembuatannya, mie dibedakan menjadi mie basah mentah dan mie basah
matang, sedangkan berdasarkan jenis produk yang tersedia di pasar terdapat dua
jenis mie yaitu mie basah (contohnya mie ayam dan mie kuning) dan mie kering
contohnya mie telur dan mie instan.

Berdasarkan kadar air dan tahap pengolahannya, Winarno (2002) membagi


mie yang terbuat dari gandum menjadi lima golongan, yaitu:

1. mie basah mentah yang dibuat langsung dari proses pemotongan


lembaran adonan dengan kadar air 35%.
2. mie basah matang, yaitu mie basah mentah yang telah mengalami
perebusan dalam air mendidih sebelum dipasarkan dengan kadar air
52%.
3. mie kering, yaitu mie basah mentah yang langsung dikering dengan
kadar air 10%.
4. mie goreng, yaitu mie mentah yang lebih dahulu digoreng sebelum
dipasarkan.
5. mie instan, yaitu mie basah mentah yang telah mengalami pengukusan
dan pengeringan sehingga menjadi mie instan kering atau digoreng
sehingga menjadi mie instan goreng.

2.1.3 Cara Pembuatan Mie Basah

Mie basah umumnya terbuat dari tepung gandum (tepung terigu), air, dan
garam dengan/tanpa penambahan garam alkali. Terigu merupakan bahan
utama dalam pembuatan mie basah mentah. Fungsi terigu adalah sebagai bahan
pembentuk struktur, sumber karbohidrat, sumber protein, dan pembentuk sifat
kenyal gluten. Garam berfungsi memberikan rasa, memperkuat tekstur, dan
mengikat air (Astawan, 2000). Proses pembuatan mie basah meliputi
pencampuran semua bahan (tepung, air dan garam) menjadi adonan lalu dibentuk
menjadi lembaran-lembaran yang tipis dengan mesin rollpress, diistirahatkan,
kemudian dipotong menjadi bentuk benang- benang mie. Selanjutnya ditaburkan
tapioka sebagai pemupur.

Proses pencampuran semua bahan menjadi satu dimaksudkan untuk


membuat adonan yang homogen. Selain itu, proses ini juga memicu terjadinya
hidrasi air dengan tepung yang merata dan menarik serat-serat gluten sehingga
menjadi adonan yang elastis dan halus. Pada proses pencampuran, pembentukan
gluten sudah mulai terjadi meskipun belum maksimal (Kruger 2001). Jumlah
air yang ditambahkan ke dalam adonan mie juga berperan dalam sukses
tidaknya pembuatan mie Basah.
Menurut SNI 01-2987-1992, jumlah air yang ditambahkan untuk
pembuatan mie basah adalah sekitar 20% hingga 35% dari bobot tepung.
Sedangkan menurut Badrudin (2002), jumlah air terbaik dalam adonan mie
basah mentah adalah sekitar 34% hingga 40% dari bobot tepung.

Proses pencampuran semua bahan menjadi satu dimaksudkan untuk


membuat adonan yang homogen. Selain itu, proses ini juga memicu terjadinya
hidrasi air dengan tepung yang merata dan menarik serat-serat gluten sehingga
menjadi adonan yang elastis dan halus. Pada proses pencampuran, pembentukan
gluten sudah mulai terjadi meskipun belum maksimal (Kruger, 2010).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan mie basah
yaitu suhu adonan, waktu pengadukan, dan jumlah air yang
ditambahkan. Menurut Badrudin (2000), waktu pengadukan terbaik pada proses
pembuatan mie mocaf adalah 15 hingga 25 menit. Apabila waktu pengadukan
kurang dari 15 menit, adonan akan menjadi lunak dan lengket, sedangkan jika
lebih dari 25 menit adonan akan menjadi keras, rapuh, dan kering. Jumlah air
yang ditambahkan ke dalam adonan mie juga berperan dalam sukses tidaknya
pembuatan mie mocaf.

Menurut SNI 01-2987-1992, jumlah air yang ditambahkan untuk


pembuatan mie basah mentah adalah sekitar 20% hingga 35% dari bobot tepung.
Sedangkan menurut Badrudin (2000), jumlah air terbaik dalam adonan mie
basah mentah adalah sekitar 34% hingga 40% dari bobot tepung. Hal ini
disebabkan karena tesktur mie yang mudah keras, rapuh, dan lengket. Jika air
yang ditambahkan kurang dari 34%, maka mie yang dihasilkan akan menjadi
keras, rapuh, dan sulit dibentuk lembaran. Sedangkan bila air yang ditambahkan
lebih dari 40%, maka mie yang dihasilkan akan menjadi basah dan lengket.

o o
Suhu adonan terbaik untuk membuat mie berkisar 25 C hingga 40 C. Jika
o
suhu adonan mencapai kurang dari 25 C, maka adonan yang dihasilkan akan
menjadi keras, rapuh dan kasar, sedangkan jika suhu adonan mencapai lebih dari
o
40 C maka adonan yang dihasilkan menjadi lengket dan mie menjadi
kurang elastis. Mutu mie yang diinginkan oleh konsumen adalah mie yang
bertekstur lunak, lembut, elastis, halus, tidak lengket, dan mengembang
dengan normal. Gluten adalah massa kenyal yang melengket yang menyatukan
komponen-komponen mie, jadi membentuk dasar struktur lunak mie. Sifat itu
disebabkabn sifat gluten yang terhidrasi dan mengembang bila tepung
terigu dicampur dengan air (Winarno, 2000).

Faktor utama penting dalam ciri adonan adalah matrik gluten. yang
menyertakan granula pati dan fragmen serat. Protein gluten secara umum
dicirikan dengan mempunyai kandungan proline dan asam glutamik yang tinggi.
Gliadin dan glutenin berbeda dalam ciri fisik, khususnya dalam
viskoelastisitasnya. Gliadin adalah kohesif, tetapi dengan elastisitas yang
rendah, sementara glutenin bersifat kohesif dan elastis (Dahlia, 2014).

Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan


mie adalah gluten. Protein dalam tepung terigu untuk pembuatan mie harus
dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mie menjadi elastis dan tahan terhadap
penarikan sewaktu proses produksi berlangsung (Bogasari,2010).

Gambar 2. Struktur ikatan gluten dan air

Jenis protein yang terdapat pada gandum adalah albumin, globulin, prolamin,
gliadin dan glutelin. Kadar gliadin dan glutelin sekitar 8% dan apabila kedua
jenis protein ini membentuk adonan yang kuat dengan penambahan air dan
garam maka dinamakan protein gluten.
2.2 Boraks

2.2.1 Pengertian Boraks

Boraks merupakan senyawa kimia turunan dari logam berat boron (B) dan
biasa digunakan sebagai bahan anti jamur, pengawet kayu, dan antiseptik
pada kosmetik (Svehla, G).Boraks berbentuk kristal berwarna putih yang
terjadi dalam suatu deposit hasil proses penguapan hot spring (pancuran air
panas) atau danau garam. Boraks termasuk kelompok mineral borat, suatu
senyawa kimia alami yang terbentuk dari boron (B) dan oksigen (O2).
Menurut (Bambang, 2008). dalam Tubagus (2013) boraks adalah senyawa
berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil pada suhu ruangan.Menurut
Kamus Kedokteran Dorland, boraks dikenal sebagai bahan pembasa preparat
farmasi. Boraks juga digunakan sebagai bahan bakterisida lemah dan astringen
ringan dalam lotion, obat kumur dan pembersih mulut. Boraks juga disebut
sebagai sodium pyroborate dan sodium tetraborate.

Gambar 3. Boraks

(Sumber : http://google.co.id)

Karekteristik boraks antara lain (Riandini, 2008):

1. Warna adalah jelas bersih


2. Kilau seperti kaca
3. Kristal ketransparanan adalah transparan ke tembus cahaya
4. Sistem hablur adalah monoklin
5. Perpecahan sempurna di satu arah
6. Warna lapisan putih
7. Mineral yang sejenis adalah kalsit, halit, hanksite, colemanite, ulexite
dan garam asam bor yang lain.
8. Karakteristik yang lain: suatu rasa manis yang bersifat alkali.

Efek boraks yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki struktur


dan tekstur makanan. Seperti contohnya bila boraks diberikan pada bakso dan
lontong akan membuat bakso/lontong tersebut sangat kenyal dan tahan lama,
sedangkan pada kerupuk yang mengandung boraks jika digoreng akan
mengembang dan empuk serta memiliki tekstur yang bagus dan renyah.
Parahnya, makanan yang telah diberi boraks dengan yang tidak atau masih alami,
sulit untuk dibedakan jika hanya dengan panca indera, namun harus dilakukan
uji khusus boraks di Laboratorium (Depkes RI, 2002).Asam borat atau boraks
(boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan
digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa kimia
dengan rumus Na2B4O7 10H2O berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil
pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium
hidroksida dan asam borat (Syah, 2005).

Gambar 4. Stuktur kimia boraks

Sumber : Ra’ike, 2007

Asam borat (H3BO3) merupakan senyawa bor yang dikenal juga dengan
nama borax. Di Jawa Barat dikenal juga dengan nama “bleng”, di Jawa Tengah
dan Jawa Timur dikenal dengan nama “pijer”. Digunakan/ditambahkan ke dalam
pangan/bahan pangan sebagai pengental ataupun sebagai pengawet (Cahyadi,
2008).
2.2.2 Sifat Boraks

Boraks mempunyai rumus kimia Na2B4O2(H20)10 dengan berat


molekul 381,43 dan mempunyai kandungan boron sebesar 11,34 %. Boraks
bersifat basa lemah dengan pH (9,15 – 9,20). Boraks umumnya larut dalam air,
kelarutan boraks berkisar 62,5 g/L pada suhu 25°C dan kelarutan boraks dalam
air akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu air dan boraks tidak larut
dalam senyawa alcohol.

Gambar 5. Rumus bangun boraks

2.2.3 Boraks dalam Mie Basah

Menurut Janny (2009), secara alami boraks dan asam borat terbentuk di
dalam air dan tanah. Oleh karena itu, secara alami pula asam borat terbentuk di
dalam makanan kita. Bedasarkan kadar airnya mie basah paling cepat mengalami
kerusakan atau busuk, karena itu banyak produsen menambahkan pengawet, dan
yang biasa ditambahkan adalah boraks. Senyawa ini sangat berbahaya bagi
kesehatan. Menurut standar internasional WHO, dosis fatal boraks berkisar 3-6
gram perhari untuk anak kecil dan bayi, untuk dewasa sebanyak 15-20 gram
perhari dapat menyebabkan kematian. Dampak negatif yang membahayakan
kesehatan manusia yang mengkonsumsi suatu makanan yang mengandung
boraks adalah sebesar 8,8 mg/kg berat badan perhari (EPA,2006).

2.2.4 Penggunaan Boraks

Boraks digunakan dalam industri gelas, bahan pelapis kayu, semen,


pelicin porselin, alat pembersih, pengawet, dan pembasmi. Alasan penggunaan
boraks sebagaipengawet makanan karena asam boraks dapat menghabat
pertumbuhan dari mikroorganisme, sehingga makanan tetap segar dan tahan
lama. Boraks bisa didapatkan dalam bentuk padat atau cair (natrium hidroksida
atau asam borat).

Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik dan biasa digunakan
oleh industri farmasi sebagai ramuan obat, misalnya dalam salep, bedak, larutan
kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata. Selain itu boraks juga
digunakan sebagai bahan solder, pembuatan gelas, bahan pembersih/pelicin
porselin,pengawet kayu dan antiseptik kayu (Aminah dan Himawan, 2009).
Dalam industri tekstil boraks digunakan untuk mencegah kutu, lumut, dan jamur.
Boraks juga digunakan sebagai insektisida dengan mencampurkannya dalam
gula untuk membunuh semut, kecoa, dan lalat (Sugiyatmi, 2006).

Alasan penggunaan boraks sebagai bahan pengawet makanan karena


asam boraks dapat menghambat pertumbuhan dan mikroorganisme.
Sehingga makanan tetap segar dan tahan lama. Selain itu asam borat yang
ditambahkan pada makanan pati dapat mengontrol gelantinasi zat tepung,
sehingga dapat meningkatkan ketajaman warna,tekstrur, dan cita rasa makanan.
(Yiu dkk. 2008).

Di masyarakat, boraks atau biasa disebut bleng atau pijer biasanya


digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan makanan berikut ini:

1. Karak/ lempeng (Kerupuk beras), sebagai komponen


pembantu pembuatan gender (adonan calon kerupuk)
2. Mie, sebagai pengenyal dan tidak mudah putus
3. Lontong dan ketupat, sebagai pengeras
4. Bakso, sebagai pengawet dan pengeras
5. Kecap, sebagai pengawet
6. Cenil, sebagai pengeras

Penambahan boraks bertujuan untuk menambah kerenyahan, meningkatkan


kekenyalan, memberikan tekstur padat, dan memberikan rasa gurih serta bersifat
tahan lama terutama pada makanan yang mengandung pati atau terigu.
2.2.5 Dampak Boraks untuk Kesehatan

Bahaya utama terhadap kesehatan adalah iritasi saluran pernapasan,


kulit dan mata. Organ sasaran diantaranya darah, ginjal, jantung, sistem
saraf pusat, hati, limpa, sistem pencernaan, mata, sistem reproduksi, dan kulit.
Paparan jangka pendek terhadap boraks dapat menyebabkan iritasi saluran
pernapasan, konjungtivitis, eritema dan macular rash, mengiritasi saluran
pencernaan dan menyebabkan takikardia, sianosis, delirium, kejang- kejang dan
koma. Kematian telah dilaporkan terjadi pada dewasa dengan dosis 5 sampai 20
gram/KgBB.

Paparan jangka panjang terhadap boraks jika kontak dengan kulit


menimbulkan kerusakan kulit lokal dan dermatitis, secara oral dapat
mengakibatkan efek sistemik, seperti mual dan muntah persisten, jika
terabsorpsi ,menyebabkan gangguan sistemik, depresi sirkulasi darah, syok, dan
koma. Karena efeknya yang sangat berbahaya bagi kesehatan maka
pemerintah mengeluarkan peraturan larangan penggunaan boraks sebagai bahan
tambahan pangan pada peraturan Menteri Kesehatan RI
No.033/Menkes/Per/2012 tentang bahan tambahan pangan, mengatakan bahwa
boraks termaksuk bahan yang berbahaya dan beracun (B3) sehingga tidak boleh
digunakan sebagai bahan tambahan dalam makanan.

Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ


tubuh tergantung kosentrasi yang tercapai dalam organ tubuh, karena kadar
teringgi tercapai pada waktu di ekskresi maka ginjal merupakan organ yang
paling terpengaruh dibandingkan dengan organ yang lainya. Bila mengkonsumsi
makanan yang mengandung boraks tidak langsung berakibat buruk terhadap
kesehatan, tetapi senyawa tersebut diserap dalam tubuh secara akumulatif,
disamping melalui saluran pencernaan boraks dapat diserap melalui kulit.
Konsumi boraks yang tinggi dalam makanan dan dierap dalam tubuh akan
disimpan secara akumulatif dalam hati otak dan testis serta akan menyebabkan
timbulnya gejala pusing, muntah, mencret, dan kram perut. Boraks dapat
mempengaruhi alat reproduksi, selain ini juga dapat mempengaruhi alat
reproduksi, juga dapat mempengaruhi metabolisme enzim (BPOM,2004).

2.3 Cara Identifikasi Boraks pada Makanan

Ciri-ciri makanan yang mengandung boraks dapat ditandai dengan: bau yang
menyengat, bersifat membal (jika ditekan terasa sangat kenyal, sedangkan yang normal
jika ditekan akan membekas; lebih tahan lama, dan tidak dihinggapi lalat karena
beracun juga bagi lalat tersebut.

Berikut beberapa diantara makanan yang dapat diidentifikasi menurut bentuk


fisiknya

1. Bakso

Bakso yang mengandung boraks biasanya lebih kenyal dari pada bakso tanpa
boraks. Bila digigit akan kembali ke bentuk semula, tahan lama dan awet
hingga beberapa hari. Warna lebih putih, berbeda dengan bakso tanpa boraks
yang berwarna abu-abu dan merata di semua bagian. Bila dilempar ke lantai,
bakso yang mengandung boraks akan memantul.

2. Mie
Mie yang mengandung boraks tekturnya kenyal, mengkilat, tidak
lengket dan tidak cepat putus.

3. Lontong

Lontong yang mengandung boraks biasanya teksturnya sangat kenyal, berasa


tajam seperti sangat gurih dan membuat lidah bergetar dan memberikan rasa
getir.

4. Kerupuk gendar

Kerupuk gendar yang mengandung boraks teksturnya renyah dan bisa


menimbulkan rasa getir

Temuan baru di Jakarta Timur mengungkapkan bahwa jenis jajanan yang sering
dikonsunsi oleh anak-anak sekolah adalah lontong, otak-otak, tahu goreng, mie basah
dengan saus, ketan uli, es sirop, dan cilok. Wawancara dengan PKL menunjukkan
bahwa mereka tidak tahu adanya bahan tambahan makanan ilegal pada bahan baku
jajanan yang mereka jual (Februhartanty dan Iswarawanti, 2004). Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) melalui Warta Konsumen (2000) melaporkan, sekitar
86,49 persen sampel mie basah yang diambil di Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya
mengandung asam borat (boraks). Lalu 76,9 persen mie basah mengandung boraks
dan formalin secara bersama-sama.

2.4 Macam-macam Metode Uji Boraks

Ada berbagai metode yang dapat digunakan untuk menguji kandungan boraks
pada makanan. Uji tersebut dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu uji boraks secara
kualitatif dan uji boraks secara kuantitatif. Uji boraks secara kualitatif hanya mampu
menunjukkan apakah suatu bahan makanan mengandung boraks atau tidak
mengandung boraks tanpa mampu menunjukkan seberapa banya boraks di
dalamnya.sedangkan uji kuantitatif dapat mengetahui kadar atau mengetahui
seberapa banyak boraks dalam sampel makanan (Rohman dan Sumantri, 2007).

Kedua cara pengujian diatas mempunyai sifat yang sama yaitu hanya membuktikan
apakah bahan makanan yang diuji mengandung boraks atau tidak mengandung
boraks dan untuk mengetahui kadar dari boraks tersebut. Dalam upaya pembuktiannya
peneliti boleh memilih salah satu diantara kedua uji tersebut atau dalam kata lain tidak
harus dilakukan kedua-duanya (Rohman dan Sumantri, 2007).

Kedua cara pengujian diatas mempunyai sifat yang sama yaitu hanya
membuktikan apakah bahan makanan yang diuji mengandung boraks atau tidak
mengandung boraks dan untuk mengetahui kadar dari boraks tersebut. Dalam upaya
pembuktiannya peneliti boleh memilih salah satu diantara kedua uji tersebut atau
dalam kata lain tidak harus dilakukan kedua-duanya (Rohman dan Sumantri, 2007).
Uji kualitatif

Berikut Beberapa macam uji kualitatif dalam penentuan boraks pada


makanan yaitu:

a. Uji Nyala

Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam
makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang
digunakan dibakar, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna nyala
boraks asli. Serbuk boraks murni dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau.
Jika sampel yang dibakar menghasilkan warna hijau maka sampel dinyatakan
positif mengandung boraks. Prosedur dilakukan dengan melarutkan senyawa uji
dengan metanol dalam wadah (cawan penguap) kemudian dibakar, warna api hijau
menunjukkan terdapat senyawa boraks. Asam Sulfat Pekat dan Alkohol (uji nyala
api) H3BO3 + 3 CH3OH →B(OCH3)3↑ + 3 H2O

b. Uji warna dengan kertas turmerik

Kertas turmerik adalah kertas saring yang dicelupkan ke dalam larutan


turmerik (kunyit) yang digunakan untuk mengidentifikasi asam borat. Uji warna
kertas kunyit pada pengujian boraks yaitu dengan cara membuat kertas tumerik
dahulu yaitu :

1. Ambil beberapa potong kunyit ukuran sedang


2. Kemudian tumbuk dan saring sehingga dihasilkan cairan kunyit
berwarna kuning
3. Kemudian, celupkan kertas saring ke dalam cairan kunyit tersebut dan
keringkan. Hasil dari proses ini disebut kertas tumerik.
Selanjutnya, buat kertas yang berfungsi sebagai kontrol positif
dengan memasukkan satu sendok teh boraks ke dalam gelas yang
berisi air dan aduk larutan boraks. Teteskan pada kertas tumerik
yang sudah disiapkan. Amati perubahan warna pada kertas
tumerik. Warna yang dihasilkan tersebut akan dipergunakan sebagai
kontrol positif. Blender bahan yang akan diuji dan beri sedikit air.
Teteskan air larutan dari bahan makanan yang diuji tersebut pada
kertas tumerik. Apabila warnanya sama dengan pada kertas tumerik
kontrol positif, maka bahan makanan tersebut mengandung boraks.
Dan bila diberi uap ammonia berubah menjadi hijau-biru yang gelap
maka sampel tersebut positif mengandung boraks.

c. Uji warna dengan kertas turemik


Kertas turmerik adalah kertas saring yang dicelupkan ke dalam larutan
turmerik (kunyit) yang digunakan untuk mengidentifikasi asam borat. Uji warna
kertas kunyit pada pengujian boraks yaitu dengan cara membuat kertas tumerik
dahulu yaitu :
1. Ambil beberapa potong kunyit ukuran sedang
2. Kemudian tumbuk dan saring sehingga dihasilkan cairan kunyit
berwarna kuning
3. Kemudian, celupkan kertas saring ke dalam cairan kunyit tersebut dan
keringkan. Hasil dari proses ini disebut kertas tumerik.
Selanjutnya, buat kertas yang berfungsi sebagai kontrol positif dengan
memasukkan satu sendok teh boraks ke dalam gelas yang berisi air
dan aduk larutan boraks. Teteskan pada kertas tumerik yang sudah
disiapkan. Amati perubahan warna pada kertas tumerik. Warna yang
dihasilkan tersebut akan dipergunakan sebagai kontrol positif. Blender
bahan yang akan diuji dan beri sedikit air. Teteskan air larutan dari
bahan makanan yang diuji tersebut pada kertas tumerik. Apabila
warnanya sama dengan pada kertas tumerik kontrol positif, maka bahan
makanan tersebut mengandung boraks. Dan bila diberi uap ammonia
berubah menjadi hijau-biru yang gelap maka sampel tersebut positif
mengandung boraks.
d. Uji warna kertas kurkuma
Uji warna kertas kurkuma pada pengujian boraks yaitu sampel ditimbang
sebanyak 50 gram dan dioven pada suhu 1200 C, setelah itu ditambahkan dengan
10 gram kalsium karbonat. Kemudian masukkan ke dalam furnance hingga
menjadi abu selama 6 jam dan dinginkan. Abu kemudian tambahkan 3 ml asam
klorida 10%, celupkan kertas kurkumin. Bila di dalam sampel terdapat boraks,
kertas kurkumin yang berwarna kuning menjadi berwarna merah kecoklatan.

2.5 Pembuatan Sampel Uji

2.5.1 Sampel Uji

Mie basah yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari pedagang
pangsit di 10 Kecamatan Di Wilayah Kota Kendari yang diambil secara
Accidental Sampling (pengambilan sampel yang didasarkan secara
kebetulan). mie basah yang diambil adalah mie basah putih yang belum
dicampurkan untuk pembuatan mie pangsit, mie basah yang mengandung
boraks yaitu akan bertahan lebih lama dan mempunyai tekstur kenyal, mengkilat,
tidak lengket dan tidak cepat putus.

2.5.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

a. Alat :
1. Cawan porselin

2. Cawan petri

3. Blender

4. Penjepit

5. Batang pengaduk/ spatula


6. Pipet tetes

7. Sendok tanduk

8. Tanur
9. Timbangan digital

b. Bahan :
1. Aquades
2. H2SO4 pekat
3. Metanol
4. Mie Basah

2.5.3 Prosedur Kerja

Analisis Kualitatif adalah suatu proses dalam mengidentifikasi


keberadaan suatu senyawa kimia dalam suatu larutan/ sampel yang tidak
diketahui. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan yaitu berupa mie basah
yang dijual oleh pedagang pangsit di Kota Kendari. Pengujian dilakukan
menggunakan metode uji nyala.
Pembuatan sampel uji
1. Mie basah diambil dari pedagang pangsit yang ada di 10
kecamatan di Kota Kendari Untuk setiap jenis sampel, diambil
sebesar 50 gram sampel untuk pengujian. Mie basah yang telah
dikumpulkan dipotong- potong kecil, kemudian diberi tanda sesuai
dengan lokasi pengambilan sampel.
2. Sampel yang sudah ada dihaluskan menggunakan blender
dan ditimbang sebanyak 10 gram dan dimasukan kedalam cawan
porselin.
3. Setelah ditimbang sampel dimsukan kedalam tanur dan
o
dipijarkan dengan suhu 500 C selama 2 jam.
4. Setelah terbentuk arang berwarna hitam kecoklatan sampel
di tambahkan H2SO4 pekat 1-2 tetes dan methanol 5-6 tetes
kemudian diratakan menggunakan spatula atau batang pengaduk
pada sampel sampai terbentuk uap.
5. Uap yang dihasilkan ini kemudian dibakar, jika sampel
menunjukan nyala api berwarna hijau maka sampel dinyatakan
positif dan apabila sampel tidak menunjukan warna hijau maka
sampel dinyatakan negatif.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Astawan 2000, Identifikasi dan Penetapan Kadar Boraks pada Mie Basah
yang Beredar di Beberapa pasar Di Kota Padang. Fakultas Kedokteran
Padang.

BPOM. 2004. Informasi Penanganan Bahan Berbahaya : Boraks (Borax).

Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, Deputi


Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Jakarta :
BPOM.

Chamdani 2005. Uji Kandungan Boraks Pada Bakso. Skripsi. Skripsi. Jember :
Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Cahyadi, W. 2008. Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan


Pangan.Bumi Aksara. Jakarta.

Depkes 41/MA/93. 2002. Identifikasi Boraks dalam Makanan. dalam: Metode

.Analisis. Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan. Direktorat


Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan RI;
Jakarta.

Efendy, S. 2004. Penggunaan Bahan Tambahan Makanan. http:www.media


indonesia.co.id. Media Indonesia. Jakarta.

Menkes RI. PeraturanMenteri KesehatanRepublik Indonesia Nomer 033 Tahun

2012 : Tentang Bahan Tambahan Makanan.

Syah, Dahrul. dkk. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan


Syaputri, Fadillah 2012. Identifikasi Kandungan Rhodamin B dan Methanil
Yellow Yang Terdapat Pada Minuman Jajanan Anak SD di Kota
Kendari.Karya Tulis Ilmiah.Jurusan Gizi Poltekkes Kendari. Kota

Anda mungkin juga menyukai