Peta Ketahanan Dan Kercntanan Pangan Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2021
Peta Ketahanan Dan Kercntanan Pangan Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2021
Peta Ketahanan Dan Kercntanan Pangan Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2021
PENDAHULUAN
1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Ujung Rembun, Desa Pancur Mas, Desa
Sukabanjar Kecamatan Lumbok Seminung, Desa Kubu Prahu Kecamatan Balik
Bukit, Desa Kutabesi, Desa Sukabumi Kecamatan Batu Brak, Desa Sukamarga,
Desa Ringinsari, Desa Sumber Agung, Desa Tuguratu, Desa Banding Agung
Kecamatan Suoh, Desa Hantatai, Desa Tembelang, Desa Gunung Ratu
Kecamatan Bandar Negeri Suoh Kabupaten Lampung Barat, Desa Gunung Doh
Kecamatan Bandar Negeri Semuong, Desa Ngarit, Desa Rejosari, Desa Petekayu,
Desa Sirnagalih Kecamatan Ulu Belu, Desa Datar Lebuay Kecamatan Naningan
Kabupaten Tanggamus, Desa Way Beluah, dan Desa Melaya Kecamatan
Banding Agung Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Provinsi Sumatera
Selatan;
1
2. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Tampang Tua Kecamatan Pematang
Sawa, Desa Sedayu, Desa Sidomulyo Kecamatan Semaka Kabupaten
Tanggamus;
1. Tipe iklim Zona A, yang memiliki > 9 bulan basah yang mengalami musim
penghujan (tingkat kelembaban pada bulan tersebut tinggi), zona ini terdapat di
bagian barat Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) termasuk di
dalamnya wilayah Krui (Kabupaten Pesisir Barat) dan Bintuhan (Kabupaten
Kaur Provinsi Bengkulu);
2. Tipe iklim Zona B, dengan jumlah bulan basah 7-9 bulan, yang terdapat
dibagian Timur Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Secara umum curah
hujan di daerah ini berkisar antara 2500-3000 mm/tahun yang masuk dalam
kategori sedang. Tingkat kelembaban berkisar antara 50-80%, yang dikendalikan
oleh regim sirhudari panas (isohypothermic) pada dataran pantai di bagian barat
sampai dingin (iosthermic) di wilayah perbukitan.
Sebagai tindak lanjut penyusunan FSVA Nasional disusun pula FSVA Provinsi
dengan analisis sampai tingkat kecamatan dan FSVA Kabupaten dengan analisis
sampai tingkat desa. Dengan demikian, permasalahan pangan dapat dideteksi
secara cepat sampai level yang paling bawah. FSVA kabupaten telah disusun sejak
tahun 2012 dan dimutakhirkan pada tahun 2016. Untuk mengakomodir
perkembangan situasi ketahanan pangan dan pemekaran wilayah desa, maka
dilakukan pemutakhiran FSVA Kabupaten pada tahun 2021.
3
Seperti halnya FSVA Nasional dan Provinsi, FSVA Kabupaten menyediakan
sarana bagi para pengambil keputusan untuk secara cepat dalam mengidentifikasi
daerah yang lebih rentan, dimana investasi dari berbagai sektor seperti pelayanan
jasa, pembangunan manusia dan infrastruktur yang berkaitan dengan ketahanan
pangan dapat memberikan dampak yang lebih baik terhadap penghidupan,
ketahanan pangan dan gizi masyarakat pada tingkat desa.
Peran pangan bukan hanya penting untuk memenuhi kebutuhan fisik dasar
dan mencegah kelaparan, namun lebih jauh dari itu peran pangan dengan
kandungan gizi di dalamnya bagi kecerdasan bangsa dan peningkatan kualitas
hidup manusia untuk menghasilkan manusia yang sehat, cerdas, aktif dan produktif
seperti disebutkan dalam definisi ketahanan pangan. Kecukupan pemenuhan
pangan dalam jumlah dan mutunya berkorelasi dengan produktivitas kerja dan
pertumbuhan otak serta kecerdasan dan pada akhirnya berperan dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
4
nasional, Bab III Undang-undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 mengamanatkan
bahwa Pemerintah harus melakukan perencanaan penyelenggaraan pangan. Pada
pasal 6, penyelenggaraan pangan diarahkan untuk mewujudkan kedaulatan,
kemandirian dan ketahanan pangan.
Definisi ketahanan pangan (food security) yang dianut oleh Food and Agricultural
Organisation (FAO) dan dirujuk oleh UU Pangan saat ini mengacu pada konsep awal
food security yang dihasilkan oleh World Food Summittahun 1996. Merujuk pada
konsep tentang pentingnya nutrition security yang diajukan oleh Unicef pada awal
tahun 1990an yang menambahkan aspek penyakit infeksi sebagai penyebab masalah
gizi disamping ketahanan pangan rumahtangga, maka International Food Policy
Research Institute (IFPRI) menyebut konsep ketahanan pangan FAO tersebut sebagai
Food and Nutrition Security. Pada tahun 2012 FAO1 mengajukan definisi food security
menjadi food and nutrition security untuk menyempurnakan konsep dan definisi
sebelumnya.
Upaya FAO ini sejalan dengan upaya Standing Committee on Nutrition (SCN),
suatu lembaga non struktural yang juga berada di bawah United Nations (PBB) yang
pada tahun 20132 juga merekomendasikan penyempurnaan definisi ketahanan
pangan (food security) menjadi ketahanan pangan dan gizi (food and nutrition security).
Dalam pemahaman baru ini, perwujudan ketahanan pangan tidak hanya
berorientasi pada upaya penyediaan pangan dalam jumlah yang cukup bagi setiap
individu, namun juga harus disertai upaya untuk meningkatkan efektivitas
pemanfaatan pangan bagi terciptanya status gizi yang baik bagi setiap individu.
Dalam konteks ini optimalisasi utilisasi pangan tidak cukup hanya dari kualitas
pangan yang dikonsumsi, namun juga harus didukung oleh terhindarnya setiap
individu dari penyakit infeksi yang dapat mengganggu tumbuh kembang dan
kesehatan melalui kecukupan air bersih dan kondisi sanitasi lingkungan dan higiene
yang baik. Kerangka pikir ketahanan pangan dan gizi ini dituangkan dalam Gambar
1.1.
1
Disampaikan pada Commitee on World Food Security, 36th sessions of 15-22 October 2012, Rome-Italia
2
Disampaikan pada UNSCN Meeting of the Minds and Nutrition Impact of Food System, 25-28 March di New
York
5
Gambar 1.1. KonsepKetahanan Pangan dan Gizi
(Sumber: FAO dan UNSCN)
6
Akses pangan adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup
pangan yang bergizi, melalui satu atau kombinasi dari berbagai sumber seperti:
produksi dan persediaan sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan bantuan
pangan. Pangan mungkin tersedia di suatu daerah tetapi tidak dapat diakses oleh
rumah tangga tertentu jika mereka tidak mampu secara fisik, ekonomi atau sosial,
mengakses jumlah dan keragaman makanan yang cukup.
Dampak gizi dan kesehatan merujuk pada status gizi individu, termasuk
defisiensi mikronutrien, pencapaian morbiditas dan mortalitas. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan pangan, serta praktek-praktek perawatan umum, memiliki
kontribusi terhadap dampak keadaan gizi pada kesehatan masyarakat dan
penanganan penyakit yang lebih luas.
7
struktural dan faktor-faktor yang tidak berubah dengan cepat, seperti iklim
setempat, jenis tanah, sistem pemerintahan daerah, infrastruktur publik, sistim
kepemilikan lahan, distribusi pendapatan dan mata pencaharian, hubungan antar
suku, tingkat pendidikan, sosial budaya/adat istiadat dll.
1.3. Metodologi
Indikator
Indikator yang digunakan dalam FSVA Kabupaten terdiri dari 6 (enam) indikator
yang mencerminkan tiga aspek ketahanan pangan.
9
Indikator Definisi Sumber Data
Desa yang tidak memiliki Desa yang tidak memiliki akses Potensi Desa 2020,
akses penghubung penghubung memadai dengan BPS
memadai melalui darat kriteria:(1) Desa dengan sarana
transportasi darat tidak dapat
atau air atau udara
dilalui sepanjang tahun; (2)
Desa dengan sarana transportasi
airatauudara namun tidak
tersedia angkutan umum
C. Aspek Pemanfaatan Pangan
Rasio jumlah rumah Jumlah rumah tangga desil 1 Data Terpadu
tangga tanpa akses air s/d 4 dengan sumber air Kesejahteraan Sosial;
bersih terhadap jumlah bersih tidak terlindung Dinas
rumah tangga desa dibandingkan jumlah rumah Kependudukan dan
tangga desa Catatan Sipil, 2021
Rasio jumlah tenaga Jumlah tenaga kesehatan Potensi Desa 2020,
kesehatan terhadap jumlah terdiri atas: 1) Dokter BPS
penduduk desa umum/spesialis; 2) dokter Jumlah penduduk
gigi; 3) bidan; 4) tenaga dari SP 2020
kesehatan lainnya (perawat,
tenaga kesehatan masyarakat,
tenaga gizi, apoteker/asisten
apoteker) dibandingkan
jumlah penduduk desa
Metode Analisis
10
Sementaraitu data kategorik mengikuti standar pengelompokkan yang sudah
ditetapkan oleh BPS.
2. Analisis Komposit
Langkah-langkahperhitungananalisiskompositadalahsebagaiberikut:
𝟗
𝒀(𝒋) = ∑ 𝒂𝒊 𝑿𝒊𝒋………………………………………………………...… (1)
𝒏=𝟏
Dimana:
Yj : Skor komposit kabupaten/kota ke-j
ai : Bobot masing-masing indikator
Xij : Nilai standarisasi masing-masing indikator pada kabupaten/kota ke-j
11
Besaran bobot masing-masing indicator dibagi sama besar untuk setiap aspek
ketahanan pangan, karena setiap aspek memiliki peran yang sama besar terhadap
penentuan ketahanan pangan wilayah. Bobot untuk setiap indicator mencerminkan
signifikansi atau pentingnya indicator tersebut dalam menentukan tingkat
ketahanan pangan suatu wilayah.
Bobot
No Indikator
Kabupaten Kota
1. Rasio luas lahan pertanian terhadap jumlah 1/6 -
penduduk
2. Rasio jumlah sarana dan prasarana penyedia 1/6 1/3
pangan terhadap jumlah rumah tangga
Sub Total 1/3 1/3
3. Rasio jumlah penduduk dengan tingkat 1/6 1/6
kesejahteraan terendah terhadap jumlah
penduduk desa
4. Desa yang tidak memiliki akses penghubung 1/6 1/6
memadai melalui darat atau air ata udara
Sub Total 1/3 1/3
5. Rasio jumlah rumah tangga tanpa akses air bersih 1/6 1/6
terhadap jumlah rumah tangga desa
6. Rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah 1/6 1/6
penduduk desa
Sub Total 1/3 1/3
12
………………………………………………………...… (2)
Dimana:
Kj : cut off point komposit ke-J
ai : Bobot indikator ke-i
Cij : Nilai standarisasi cut off point indikator ke-I kelompok ke-j
3. Pemetaan
13
BAB 2
KETERSEDIAAN PANGAN
3
Yudhistira (2013) Analisis Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan
Pangan di Kabupaten Bekasi Jawa Barat. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
14
pertanian terhadap jumlah penduduk maka diasumsikan ketersediaan pangan juga
akan semakin baik, begitu pula sebaliknya.
Dari 118 Pekon di Kabupaten Pesisir Barat, 17 pekon masuk dalam prioritas 1
(14 %) yaitu Pekon Kotakarang, Pekon Sukamarga, Pekon Pekon Lok, Pekon Bandar
Dalam, Pekon Pasar Pulau Pisang, Pekon Sukadana, Pekon Labuhan, Pekon
Penggawa Lima Ulu, Pekon Rawas, Pekon Kampung Jawa, Kelurahan Pasar Krui,
Kelurahan Pasar Kota Krui, Pekon Sumber Rejo, Pekon Penyandingan, Pekon
Pemerihan, Pekon Tanjungrejo, dan Pekon Pagar Bukit, 18 pekon, prioritas 2 (15 %)
dan 24 pekon prioritas 3 (20 %). Kecamatan yang memiliki rasio luas lahan pertanian
terhadap jumlah penduduk prioritas 1-3 sebagian besar tersebar di Kecamatan
Bangkunat yaitu sebanyak 11 pekon.
15
Tabel 2.1 Sebaran rasio luas lahan pertanian terhadap jumlah penduduk
berdasarkan prioritas
Jumlah Desa Persentase
Prioritas Rasio lahan sawah
(Pekon)
1 ≤ 0,0292 17 14%
Gambar 2.2 Sebaran rasio luas lahan pertanian terhadap jumlah penduduk
berdasarkan prioritas
2.2. PRODUKSI
1 Padi
2 Jagung
3 Ubi Kayu
4 Ubi Jalar
Tabel 2.3 Produksi Total Serealia per Tahun dan Laju Pertumbuhan Produksi (2016-2020)
Produksi Total Serealia Laju
Kecamatan Pertumbuhan
2016 2017 2018 2019 2020 2016 – 2020
1. Bangkunat 28.194,45 29.186,61 35.763,00 31.867,66 10.565,74 -13%
2. Karya 6.428,80 5.914,11 7.536,00 6.688,69 5.807,56 -2%
Penggawa
3. Krui 4.418,06 4.411,23 5.635,00 4.096,16 5.148,79 3%
Selatan
4. Lemong 7.312,14 5.313,58 4.027,00 5.755,67 4.513,00 -8%
5. Ngambur 23.481,94 24.666,41 24.250,00 21.745,87 20.368,66 -3%
6. Ngaras 13.147,00 12.647,66 15.942,00 11.460,37 26.563,06 20%
7. Pesisir 26.347,77 26.599,85 24.051,00 24.509,16 24.486,53 -1%
Selatan
8. Pesisir 3.498,67 3.078,04 3.167,00 2.437,90 2.766,16 -4%
Tengah
9. Pesisir 5.449,61 5.012,52 5.127,00 5.359,71 4.853,16 -2%
Utara
10. Pulau 358,43 37,05 218,00 178,11 197,90 -9%
Pisang
11. Way Krui 3.390,14 3.947,10 3.947,00 2.218,54 3.179,08 -1%
Jumlah 122.026,99 120.814,18 129.663,00 116.317,84 108.449,64 -2%
18
2016 2017 2018 2019 2020
Padi
Produksi padi pada tingkat kecamatan di Kabupaten Pesisir Barat selama 5
tahun terakhir (2016-2020) telah dianalisis dan disajikan pada Tabel 2.4. Produksi
padi mengalami peningkatan di 3 (tiga) kecamatan. Peningkatan terjadi di
kecamatan Ngambur, Krui Selatan, dan Ngaras. Produksi padi tertinggi di
Kecamatan Pesisir Selatan sebesar 25.262,28 ton pada tahun 2017.
19
Produksi Padi Laju
Kecamatan Pertumbuhan
2016 2017 2018 2019 2020 2016 – 2020
8. Pesisir 2.914,25 2.761,92 2.984,00 2.373,14 2.593,52 -2%
Tengah
9. Pesisir Utara 5.065,15 5.012,52 4.539,00 4.930,28 4.784,40 -1%
Jagung
Pada tahun 2020, produksi jagung mencapai 19.337,16 ton. Hal ini
menunjukkan terjadi penurunan 30%. Penurunan produksi pada tahun 2020
disebabkan alih fungsi lahan. Sebaran produksi jagung terbesar terjadi pada tahun
2019, yaitu sebesar 27.515,95 ton. Kontribusi terbesar terjadi di Kecamatan
Bangkunat sebesar 15.684,90 ton, menyusul Kecamatan Ngambur sebesar 6.247,01
ton dan terendah Kecamatan Pulau Pisang dan Kecamatan Way Krui sebesar 0 Ton.
Secara rinci produksi jagung tahun 2016-2020 disajikan pada Tabel 2.5.
20
Tabel 2.5 Produksi Jagung 2016 - 2020 (Ton)
Produksi Jagung Laju
Kecamatan Pertumbuhan
2016 2017 2018 2019 2020 2016 – 2020
1. Bangkunat 11.177,97 12.760,80 16.272,00 15.684,90 2.824,36 -15%
21
Ubi Kayu
Produksi ubi kayu meningkat/menurun dari 2.750,81 ton pada tahun 2016
menjadi 2.236,27 ton pada tahun 2020. Daerah yang merupakan sentra produksi ubi
kayu terbesar pada tahun 2020 berada di Kecamatan Ngaras Rincian produksi ubi
kayu tahun 2016-2020 disajikan pada Tabel 2.6.
22
Gambar 2.7 Grafik Produksi Ubi Kayu 2016 - 2020
Ubi Jalar
Produksi ubi jalar terbesar selama kurun waktu 5 tahun (2016 - 2020) terjadi
pada tahun 2020, yaitu sebesar 845 Ton. Kecamatan Ngaras merupakan
penyumbang terbesar, yaitu sebesar 460 ton, Kecamatan Pesisir Selatan sebesar
244,14 ton, Kecamatan Ngambur sebesar 75,12 ton dan Kecamatan Bangkunat
sebesar 56,34 ton. Rincian produksi ubi jalar tahun 2016 - 2020 disajikan pada Tabel
2.7.
2. Karya - - - - - -
Penggawa
3. Krui Selatan - 48,12 29,00 - - -
4. Lemong - - - - - -
24
Dari 118 pekon di Kabupaten Pesisir Barat, 17 pekon masuk dalam prioritas 1
(14,4%), 18 pekon prioritas 2 (15,3 %) dan 24 pekon prioritas 3 (20,3 %). Seperti
terlihat pada gambar dan table di bawah ini.
25
Gambar 2.10. Rasio Sarana Ekonomi
Sebaran
SebaranRasio Sebaran Rasio
Rasio Sarana Prasarana Ekonomi Berdasarkan Prioritas Persentase
Sarana Prasarana Sarana Prasarana
Ekonomi Ekonomi
Berdasarkan Berdasarkan
Prioritas Persentase, Prioritas Persentase,
Prioritas 6, 14%, Prioritas 1, 14%,
Sebaran Rasio
15% 15%
Sarana Prasarana
Ekonomi
Berdasarkan
Prioritas Persentase,
Prioritas 1
Sebaran Rasio Prioritas 2, 15%,
Sarana Prioritas 2
15%
Prasarana Prioritas 3
Ekonomi
Berdasarkan Prioritas 4
Prioritas Prioritas 5
Persentase, Sebaran Rasio
Prioritas 5, 15%, Sebaran Rasio Sarana Prasarana Prioritas 6
15% Sarana Prasarana Ekonomi
Ekonomi Berdasarkan
Berdasarkan Prioritas Persentase,
Prioritas Persentase, Prioritas 3, 20%,
Prioritas 4, 20%, 20%
20%
26
mengurangi dampak iklim-terkait resiko; (iv) memperkuat kelembagaan bagi petani.
Strategi untuk masing-masing tujuan adalah sebagai berikut:
(i) Peningkatan produktivitas
a. Perbaikan penggunaan varietas tanaman
b. Penyediaan sarana dan Prasarana Pertanian
c. Melaksanakan sosialisasi dalam penggunaan pestisida dalam perawatan
tanaman pangan dan pertanian
d. Melakukan optimalisasi dalam penggunaan bahan organik.
e. Pemberdayaan Sumber daya hasil pertanian
27
BAB 3
AKSES TERHADAP PANGAN
Tabel 3.1 Persentase Populasi di Bawah Garis Kemiskinan Kabupaten Pesisir Barat
Tahun
Keterangan
2016 2017 2018 2019 2020
Persentase penduduk 15,91 15,61 14,82 14,48 14,29
miskin
Sumber: Kabupaten Dalam Angka, BPS
28
Pada tingkat Pekon berdasarkan data Data Terpadu Kesejahteraan Sosial
tahun 2018, terdapat 18 Pekon yang memiliki rasio rumah tangga dengan dengan
tingkat kesejahteraan terendah diatas 0,2382 (Prioritas 1). Sebanyak 18 Pekon
(15,25%) masuk prioritas 2, dan 23 Pekon (19,49%) masuk Prioritas 3. Oleh karena
itu, program-program penanggulangan kemiskinan Kabupaten ke depan masih
harus ditingkatkan dan diprioritaskan di 59 Pekon tersebut.
Pada gambar 3.1 dan tabel 3.2 memperlihatkan kondisi sebaran sekala
prioritas pekon/desa dengan tingkat kesejahteraan terendah yang merupakan
indikator penyebab terjadinya kerentanan pangan di suatu wilayah.
29
Tabel 3.2 Sebaran Pekon dengan tingkat kesejahteraan terendah berdasarkan skala
prioritas
Prioritas Range Jumlah Pekon Persentase (%)
1 ≥0,2382 18 15,25
2 0,1868 < 0,2382 18 15,25
3 0,1297 < 0,1868 23 19,49
4 0,1077 < 0,1297 25 21,19
5 0,0811 < 0,1077 18 15,25
6 < 0,0811 16 13,56
25
20
15
10
0
≥0,2382 0,1868 < 0,1297 < 0,1077 < 0,0811 < < 0,0811
0,2382 0,1868 0,1297 0,1077
1 2 3 4 5 6
Jumlah Desa 18 18 23 25 18 16
Persentase (%) 15.25 15.25 19.49 21.19 15.25 13.56
Gambar 3.2. Grafik sebaran Pekon/Desa dengan tingkat kesejahteraan penduduk terendah
berdasarkan skala prioritas.
30
landasan pertumbuhan ekonomi dan partisipasi yang lebih besar dari masyarakat
yang tinggal di daerah terpencil.
Berdasarkan data PODES (Potensi Desa) 2020, BPS, di Kabupaten Pesisir Barat,
hampir semua pekon memiliki akses penghubung bagi kendaraan roda 4 sepanjang
tahun. Pekon yang bisa dilalui kendaraan roda 4 sepanjang tahun kecuali saat
tertentu (ketika turun hujan, longsor, pasang, dll) terdapat di Kecamatan Pulau
Pisang (Pekon Sukamarga, Pekon Pekon Lok, Pekon Bandar Dalam, Pasar Pulau
Pisang, Sukadana dan Labuhan) dan Kecamatan Bangkunat (Pekon Siring Gading
dan Pekon Way Tias). Sementara Pekon yang bisa dilalui kendaraan roda 4
sepanjang tahun kecuali sepanjang musim hujan terdapat di 2 Pekon yaitu di
Kecamatan Bangkunat (Pekon Way Haru dan Bandar Dalam)
31
Jalan merupakan moda transportasi utama di Kabupaten Pesisir Barat akan
tetapi terdapat beberapa kecamatan di mana moda transportasi air masih menjadi
bagian penting dari moda transportasinya. Kondisi geografis hanya memungkinkan
mengunakan moda transportasi air. Masyarakat menggunakan perahu motor
sebagai moda transportasinya, contohnya di wilayah Kabupaten Pulau Pisang. Data
yang akurat untuk moda transportasi air tidak tersedia, jenis transportasi ini tidak
dimasukkan sebagai salah satu indikator akses infrastruktur.
32
BAB 4
PEMANFAATAN PANGAN
Rasio jumlah rumah tangga tanpa akses air bersih terhadap jumlah rumah
tangga merupakan perbandingan antara jumlah rumah tangga Desil 1-4 dengan
sumber air bersih tidak terlindung dengan jumlah rumah tangga di desa. Air bersih
adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi
syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak4. Sumber air bersih yang
tidak terlindungi berpotensi meningkatkan angka kesakitan serta menurunkan
kemampuan dalam menyerap makanan yang pada akhirnya akan mempengaruhi
status gizi individu.
Kondisi Rasio rumah tangga tanpa akses air bersih terhadap jumlah rumah
tangga dari hasil pemetaan dapat dilihat pada gambar 4.1 di bawah ini.
4
Permenkes 416 Tahun 1990
33
Gambar 4.1. Peta rasio rumah tangga tanpa akses air bersih terhadap jumlah rumah tangga
Kondisi sebaran desa berdasarkan rumah tangga tanpa akses air bersih
berdasarkan skala prioritas dari hasil peta diatas secara rinci terdapat pada table 4.1
dibawah ini.
Tabel 4.1 Sebaran desa berdasarkan rumah tangga tanpa akses air bersih
berdasarkan skala prioritas
34
Sebaran desa berdasarkan rumah tangga tanpa akses air bersih
berdasarkan skala prioritas
25
20
15
10
0
≥0,4948 0,3774 < 0,2395 < 0,0928 < 0,0370 < < 0,0370
0,4948 0,3774 0,2395 0,0928
1 2 3 4 5 6
Jumlah Desa 18 18 23 25 18 16
Persentase 15.25 15.25 19.49 21.19 15.25 13.56
Gambar 4.2. Sebaran Desa dengan Rumah Tangga tanpa akses air Bersih berdasarkan skala prioritas
35
Gambar 4.1. Rasio tenaga kesehatan terhadap kepadatan penduduk.
Tabel 3.2 Sebaran rasio tenaga kesehatan di desa berdasarkan skala prioritas
Prioritas Range Jumlah Desa Persentase
1 ≥ 8,9898 18 15,25
2 4,7825 < 8,9898 18 15,25
3 2,1743 < 4,7825 23 19,49
4 1,1724 < 2,1743 25 21,19
5 0,3133 < 1,1724 18 15,25
6 < 0,3133 16 13,56
36
Sebaran Rasio Tenaga Kesehatan terhadap kepadatan penduduk
berdasarkan skala prioritas
25
20
Jumlah Pekon
15
10
0
≥ 8,9898 4,7825 < 2,1743 < 1,1724 < 0,3133 < < 0,3133
8,9898 4,7825 2,1743 1,1724
1 2 3 4 5 6
Jumlah Desa 18 18 23 25 18 16
Persentase 15.25 15.25 19.49 21.19 15.25 13.56
1. Berat Badan Kurang dan Berat Badan Sangat Kurang yang biasa dikenal dengan
underweight (berat badan berdasarkan umur (BB/U) dengan Zscore dari-2 dari
median menurut referensi WHO 2005, yang mengacu kepada gabungan dari
kurang gizi akut dan kronis);
2. Pendek atau stunting (tinggi badan berdasarkan umur (TB/U) dengan Zscore
kurang dari-2 dari median menurut referensi WHO 2005, yang mengacu ke
kurang gizi kronis jangka panjang); dan
3. Kurus atau wasting (berat badan berdasarkan tinggi badan (BB/TB) dengan
Zscore kurang dari-2 dari median menurut referensi WHO 2005, yang mengacu
kepada kurang gizi akut atau baru saja mengalami kekurangan gizi).
Jumlah penderita gizi buruk di Kabupaten Pesisir Barat pada tahun 2016 - 2020
sebanyak 3 balita. Jumlah penderita gizi buruk yang ditemukan di Kecamatan
37
Bangkunat ( 1 balita), Kecamatan Ngambur (1 balita), dan di Kecamatan Karya
Penggawa (1 balita).
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Lemo Pesisir Pulau Karya Way Pesisir Krui Pesisir Ngam Ngara Bangk
ng Utara Pisang Pengg Krui Tenga Selata Selata bur s unat
awa h n n
2016 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2017 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2018 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
2019 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
2020 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
Gambar 4.2 Grafik data series penderita gizi buruk kabupaten Pesisir Barat 2016 - 2020
Angka kematian balita dan ibu saat melahirkan merupakan dampak dari
status kesehatan dan gizi. Angka kematian balita di Kabupaten Pesisir Barat pada
tahun 2021 adalah 1 jiwa. Sementara angka kematian ibu saat melahirkan di
Kabupaten Pesisir Barat sebanyak 6 jiwa. Angka kematian balita terdapat di
38
Kecamatan Lemong sebanyak 1 jiwa sedangkan angka kematian ibu saat melahirkan
pada tahun 2021 terdapat di Kecamatan Pesisir Tengah 2 jiwa, Kecamatan Pesisir
Selatan sebanyak 2 Jiwa, kecamatan Karya Penggawa sebanyak 1 Jiwa dan
kecamatan Bangkunat sebanyak 1 Jiwa, untuk lebih lengkap dapat dilihat pada
Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Jumlah Kematian Balita dan Ibu Saat Melahirkan per Kecamatan
Jumlah Jumlah Kematian
No. Kecamatan Kematian Ibu Saat Total
Balita Melahirkan
1 Lemong 1 0 1
2 Pesisir Utara 0 0 0
3 Pulau Pisang 0 0 0
4 Karya Penggawa 0 1 1
5 Way Krui 0 0 0
6 Pesisir Tengah 0 2 2
7 Krui Selatan 0 0 0
8 Pesisir Selatan 0 2 2
9 Ngambur 0 0 0
10 Ngaras 0 0 0
11 Bangkunat 0 1 1
Total 1 6 7
2
1.8
1.6
1.4
Jumlah Kematian
1.2
1
0.8 Balita
0.6 Ibu Saat Melahirkan
0.4
0.2
0
Gambar 4.3 Grafik Jumlah Kematian Balita dan Ibu Saat Melahirkan per Kecamatan
39
4.4. STRATEGI PENINGKATAN PEMANFAATAN PANGAN
Strategi Untuk Memperbaiki Status Gizi dan Kesehatan Kelompok Rentan
Masalah gizi kronis (stunting) masih tetap ada di Kabupaten Pesisir Barat
yang merupakan masalah gizi kronis akibat kurang optimalnya pertumbuhan janin
dan bayi di usia dua tahun pertama kehidupannya, terutama gabungan dari
kurangnya asupan gizi, paparan terhadap penyakit yang tinggi serta pola
pengasuhan yang kurang tepat. Semua faktor ini dapat menyebabkan kerusakan
yang tidak dapat diperbaiki, yang akhirnya dapat menyebabkan meningkatnya
beban penyakit dan kematian pada balita.
41
a. Intervensi langsung dengan manfaat langsung terhadap gizi (terutama
melalui Sektor Kesehatan):
▪ Memperbaiki gizi dan pelayanan ibu hamil, terutama selama 2 trimester
pertama usia kehamilan: makan lebih sering, beraneka ragam, dan bergizi;
minum pil besi atau menggunakan suplemen gizi mikro tabor (sprinkle)
setiap hari; memeriksakan kehamilan sekurangnya 4 kali selama periode
kehamilan.
▪ Promosi menyusui ASI selama 0-24 bulan: inisial menyusui dini segera
sesudah bayi lahir; menyusui ASI ekslusif sampai 6 bulan pertama,
melanjutkan pemberian ASI sampai 24 bulan; melanjutkan menyusui
walaupun anak sakit.
▪ Meningkatkan pola pemberian makanan tambahan untuk anak usia 6-24
bulan; mulai pemberian makanan tambahan sejak anak berusia 7 bulan;
pemberian makanan lebih sering, jumlah sedikit, beraneka ragam dan
bergizi (pangan hewani, telur, kacang-kacangan, polong-polongan, kacang
tanah, sayur, buah dan minyak); hindari pemberian jajan yang tidak sehat.
▪ Pemantauan berat dan tinggi badan bayi 0-24 bulan atau jika sumber daya
memungkinkan, untuk anak 0-59 bulan secara teratur, untuk mendeteksi
kurang gizi secara dini sehingga bisa dilakukan intervensi sedini mungkin.
Meningkatkan komunikasi mengenai berat badan anak, cara mencegah dan
memperbaiki kegagalan berat dan tinggi anak dengan keluarga.
▪ Mengatasi masalah kurang gizi akut pada balita dengan menyediakan
fasilitas- fasilitas dan manajemen berbasis masyarakat berdasarkan
pedoman dari WHO/UNICEF dan Kementerian Kesehatan.
▪ Memperbaiki asupan gizi mikro: promosi garam beryodium;
penganekaragaman asupan makanan; fortifikasi makanan; pemberian bil
besi untuk ibu hamil; pemberian vitamin A setiap 6 bulan sekali untuk
anak 6-24 bulan (atau anak 6-59 bulan jika alokasi anggaran mencukupi),
serta ibu menyusui dalam jangka waktu 1 bulan setelah melahirkan atau
masa nifas; pemberian obat cacing.
42
b. Intervensi tidak langsung dengan manfaat tidak langsung terhadap gizi
(terutama melalui sektor di luar kesehatan)
3. Prioritas dan peningkatan investasi serta komitmen dalam hal gizi untuk
mengatasi masalah gizi.
Dampak ekonomi akibat kekurangan gizi pada anak-anak adalah sangat tinggi.
Kekurangan gizi pada anak akan menyebabkan hilangnya produktivitas pada
masa dewasa, dan tingginya biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan. Ada
beberapa macam bentuk dari malnutrisi pada masa anak-anak yang dapat
menyebabkan hilangnya produktivitas mereka pada masa dewasa yang
berkaitan dengan rendahnya kemampuan kognitif. Kekurangan energi-protein
berkontribusi sebesar 10% dari hilangnya produktivitas pada masa dewasa,
kekurangan zat besi (anemia) berkontribusi sebesar 4% dan kekurangan zat
yodium sebesar 10%. Malnutrisi pada masa anak-anak juga berpotensi
menyebabkan hilangnya produktivitas tenaga kerja kasar.
Investasi dibidang gizi merupakan salah satu jenis intervensi pembangunan
yang paling efektif dari segi biaya, karena memiliki rasio manfaat-biaya yang tinggi,
bukan hanya untuk individu, tetapi juga pembangunan negara yang berkelanjutan,
sebab intervensi ini dapat melindungi kesehatan, mencegah kecacatan dan dapat
memacu produktivitas ekonomi dan menjaga kelangsungan hidup.
43
BAB 5
KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN KOMPOSIT
Berdasarkan hasil analisis tersebut, dari 2 Kelurahan dan 116 Pekon yang ada
diwilayah Kabupaten Pesisir Barat maka didapatkan 4 Pekon (Prioritas 1), 4 Pekon
(Prioritas 2), 22 Pekon (Prioritas 3), 45 Pekon (Prioritas 4), 30 Pekon (Prioritas 5) dan
13 Pekon (Prioritas 6).
1 4 3,39
2 4 3,39
3 22 18,64
4 45 38,14
5 30 25,42
6 13 11,02
45
Pekon rentan terhadap kerawanan pangan prioritas 1 hanya terdapat di
wilayah Kecamatan Bangkunat (4 Pekon), sebagaimana terlihat pada Gambar 5.2
berikut.
BANGKUNAT, 4
PESISIR UTARA,
1
BANGKUNAT, 3
46
Pekon rentan terhadap kerawanan pangan prioritas 3 terdapat di wilayah
Kecamatan Pesisir Utara (3 Pekon), Kecamatan Lemong (3 Pekon), Kecamatan Pulau
Pisang (6 Pekon), Kecamatan Karya Penggawa (1 Pekon), Kecamatan Krui Selatan
(1 Pekon), Kecamatan Pesisir Selatan (1 Pekon), Kecamatan Ngambur ( 1 Pekon),
Kecamatan Ngaras (1 Pekon) dan Kecamatan Bangkunat (5 Pekon) sebagaimana
terlihat pada Gambar 5.4 berikut.
LEMONG, 3
BANGKUNAT, 5
PESISIR UTARA, 3
NGARAS, 1
NGAMBUR, 1
PULAU PISANG, 6
PESISIR
SELATAN, 1
KRUI SELATAN, 1
KARYA
PENGGAWA, 1
47
tersebut, (3) Akses masyarakat di desa tersebut terhadap kebutuhan air bersih dan
(4) Kebutuhan tenaga kesehatan terhadap kepadatan penduduk di Pekon tersebut
48
BAB 6
REKOMENDASI KEBIJAKAN
- Desa-desa yang lokasinya jauh dari ibu kota kabupaten atau di wilayah yang
berbatasan dengan kabupaten lain
- Desa-desa yang masih terkendala terhadap akses melalui jalur darat yang bisa
dilalui roda 4 sepanjang tahun.
49
Gambar 6.1 Kerangka Intervensi untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan
Masalah Infrastruktur
Pembangunan Infrastruktur Dasar Perbaikan infrastrukur
Terbatasnya akses terhadap air
(air bersih)
bersih
50
e. Penanganan kemiskinan melalui penyediaan lapangan kerja, padat karya,
redistribusi lahan; pembangunan infrastruktur dasar (jalan, air bersih), dan
pemberian bantuan sosial; serta pembangunan usaha produktif/UMKM/padat
karya untuk menggerakan ekonomi wilayah.
f. Peningkatan akses air bersih melalui penyediaan fasilitas dan layanan air bersih;
sosialisasi dan penyuluhan.
h. Peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan pada seluruh tingkat baik
secara individu, keluarga maupun masyarakat.
51
SAMBI,]TAN BUPATI PESISIR BARAT
PROVINSILAMPUNG
,}
KATA PENGANTAR
informasi yang akurat dan tertata dengan baik. Untuk mengatasi hal tersebut, Badan
Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia telah menvusun
inlormasi mengcnai ketahanan dan kerawanan pangan'Iahun 2020 daiam bentuk Peta
Kerau,anan dan Ketahanan Pangan (Food Securittl and Vrlnernbilittl ALlas/FSVA) d,alar:.L
bentuk Rasio dengan berdasarkan data yang dikeluarkan dari data PODES, TNP2K,
PBDT dan BPS Pusat.
Penvusunan FSVA ini mengacu pada beberapa indikator yang terkait dengan
masalah rawan pangan sehingga diharapkan dapat memJasilitasi kebutuhan tentan€i
inlormasi lokasi keberadaaan kantung-kantung rawan pangan di tingkat kecamatan
dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
Diharapkan dengan adanva Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) ini
dapat di€iunakan oleh para pcngambil kcbijakan dan praktisi pembangunan karcna
FSVA ini memberikan arah prioritas kebutuhan dan rckomendasi kegiatan secaia
konkrit- Di:ngan upaya bersarra antar para pemangku kepentingal secara bersama kiia
merancang strategi dan menjalankan strategi ketahanan pangan secara efekti{ dengan
prioritas utama terhadap masyarakat miskin dan kekrmpok )-ang paling ra\4-an pangan.
Kami berharap kerja sama yang berkelanjutan daiam mewujudkan ketahanan
pangan bagi seluruh masvarakat di Kabupaten Pcsisir Barat. Saran vang membangun
untuk kesempurnaan FSVA ini akan kami te ma dengan senang hati.
K?
oi N;i
'tlq{
Marauru i,""
\\..
uda/ IV.c
NIP. 19620311 1
DAFTAR ISI
SAMBUTAN BUPATI
KATA PENGANTAR
RINGKASAN EKSEl(UTIF
I PENOAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1-2- Kerangka (onsep Ketahanan Pangan dan Gjzi
1.3. Metodologi
2 KETERSEOIAAN PANGAN
2.1. Lahan Pertanian
2.2. Produksi PanBan
2.3.sarana dan Prasdrana Ekonomi
2.4. Strategi Pemenuhan Ketersediaan Pangan
3 AKSES PANGAN
4 PEMANFAATAN PANGAN
4.1. Akses Air Bersih
4.2. Akses Tenaga Kesehatan
4.3. Strategi Pemenuhan Pangan
6 RE(OMENDASIKEBIJAKAN
RINGKASAN EKSEI(UTIF
1.. Ketersediaan informasi kctahanan p;rngan yang akurat, kornprehensif, dan terfata
dengan baik sangat pentinE untuk mendukung upava pcncegahan clan
penanganan kerawanan pangan tlan gizi, karena dapat memberikarn arah dan
rckomendasi kepada pcmbuat kcputusan dalan-r penyusunan program, kebija*an,
serta pelaksanaall intervensi di tingkat pusat dan daerah. Penyediaan informasi
ketahanan pangan sejalan (lengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan dan Peraturan Pcmerintah Nomot 17 Tahun 2015 tcntang
Ketahanan I'angan dan Cizi yanu mengamanatkan Pemerintah dan Pemerintah
Daerah sesuai dengan kcr-enangannya unfuk rncmbangun, rnenyusun, dan
mengembangkan Sistcm Informasi Pangan dan Gizi vang terintcgrasi.
2. Peta Ketahanan clan Kerentanan Pangan (Fbod SecurihJ atd Vulrcrabilihl Atlas -
FSVA) n-rerupakan peta tematik vang menggambarkan visualisasi geogra{is ciari
hasil analisa data jnclikator ketentanan ierhadap kerananan pangan. lnformasi
daiam FSVA menjclaskan lokasi wiiayah rentan terhadap kerawanan pangan dan
indikator utama daerah tersebut rentan tclhadap kerawanan pangan.
4. Inclikator pada aspek ketersecliaan pangan adalah (1) Ilasio luas lahan pertanian
terhadap juniah penduduk; dan (2) Rasio jumlah sarana cian prasarana penvcdia
pangan terhadap jurnlah runrah tangga. lndikator pada akscs pangan adala}r (1)
Rasio penduciuk dengan tingkat kcscjahteraan terendah terhadap total jumlair
penducluk; clan (2) Desa dengan akses penghubung kutang memadai. Indikator
pada aspek pemanfaatan pangan aclalah: (1) Rasio rumah tangga tanpa akses air
bersih; dan (2) Rasio tenaga kesehatan terhadap pencluduk.
6. Hasil analisis FSVA 202-t menunjcrkkan bahwa rlesa rentan paDgan Plioritas l-3
sebanyak 30 desa/Pekon dari 1lfl cicsa/pekon (25,12%) yang terciiri dari ,1
Nama Pekon
No Kecamatan
Prioritas 1 Prioritas 2 Prioritas 3
Ma13ya, Pagar Dalam,
1 Lemong
5
6 PesisirTeneah
7 KrulSelatan Su ka Jadi
8 Pesisir Selatan Tulung Bamban
9 NBambur Ulok Mukti
10 NEaras Mulang Maya
Sumber Rejo, Suka
Way Haru, Siring TanjLlng Kemala,
Negeri, Kota lawa,
11 B3ngkunat Gading, Way Tias, Sukamarga, Pagar
Penyandingan, Tanjung
Bandar Dalam Bukit
Reio
7. Karakteristik desa rentan pangan r.litandai tlengan laktor ketersediaan pangan di
suatu pekon vang tcrlihat tlari luas lahan pertanian tcrhadap jumlah penduduk,
sarana penl,edia pangan cli suatu pekon terhadap jumlah rumah tangga, jumlah
tenaga kesehatan yang tidak merata antu tiap desa/pekon serta dava beli
masyarak.rt terl1adap penenuhan pangan yang di tandai clengan kondisi
kcscjahteraan penduduk cli suatu clesa/pekon.
iv
g. PcD,vediaan prasarana, sarana dan utilitas unum (P!iU) untuk memenuhi
kelrutuhan perumahan dan permukimaq serta kebutuhan sektor terkait
lainnya seperti industrv, pcrdagan€lan, transportasi, pariu,isata dan iasa
iainnl,a sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan peiavanan
sosial.
h. Peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan pada seluruh tingkat baik
secara inciividu, keluarga rnaupun lnasvarakat.