Makalah Landasan Religius Kelompok 9

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 20

Landasan Religius

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Makalah Landasan Kependidikan

Dosen Pengampu:

Dr. Sugeng Widodo, M.Pd.

Disusun Oleh :

Yamafaza Aulia Syukri 2313034010

Ariel Hadi Pradana 2313034016

Idha Rahma Amelia 2313034049

PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2023
DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI............................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan Makalah .......................................................................................... 2

1.4 Manfaat Makalah......................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………………4

2.1 Pengertian Landasan Pendidikan……………………………………………………..4

2.2 Pandangan Asas-asas Pendidikan ................................................................................ 5

2.2.1 Asas Tut Wuri Handayani…………………………………………………………..5

2.2.2 Asas Belajar Sepanjang Hayat ................................................................................... 5

2.2.3 Asas Kemandirian Dalam Belajar…………………………………………………..6

BAB III PEMBAHASAN .......................................................................................................... 7

3.1 Pengertian Landasan Religius...................................................................................... 7

3.2 Hubungan Manusia Sebagai Makhluk Tuhan Menurut Landasan


Religius…………………………………………………………………….…………10

3.3 Implikasi Landasan Religius Dalam Pendidikan……………………………………..13

BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………………...16

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………........17

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Landasan Religius Pendidikan”.

Adapun penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan
Kependidikan sebagai bahan informasi serta dasar pengetahuan dan pendalaman materi terkait
cabang Landasan Religius Pendidikan. Mengenai penjelasan lebih lanjut penulis memaparkannya
dalam bagian pembahasan makalah ini. Harapannya makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembaca, terkhususnya pendidik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Sugeng Widodo, M.Pd. selaku
dosen pengampu mata kuliah Landasan Kependidikan sehingga dapat menambah wawasan dan
pengetahuan sesuai dengan bidang yang ditekuni. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membagikan informasi sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Maka dari itu, penulis meminta kritik dan saran diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dan
penulis berharap semoga para pembaca dapat menambah pengetahuan dari makalah yang penulis
buat.

Bandar Lampung, 2 November 2023

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Landasan religius merupakan sesuatu yang sangat penting dilakukan oleh manusia
yang ditampakkan dalam sikap dan perilaku patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Landasan religius senantiasa mengajarkan
hal-hal untuk membedakan yang baik dan yang buruk. Jadi, dengan adanya keimanan
yang dimiliki oleh seorang manusia, maka ia akan takut untuk melakukan suatu
kesalahan walaupun lumrahnya manusia tidak luput daripada kesalahan. Dengan adanya
religius dalam diri manusia, maka ia akan berusaha untuk menghindari segala bentuk
perbuatan-perbuatan yang mengarahkan dirinya kepada dosa atau perbuatan buruk.

Secara umum, landasan religius dapat berasal dari tiga faktor. Yakni faktor
internal, faktor external dan faktor ketaatan. Faktor internal sendiri meliputi genetika
atau keturunan, kepribadian, usia dan kondisi kejiwaan. Faktor external meliputi
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Serta ketaatan yakni tampilan dari arahan
dalam menghayati dan mengamalkan ajaran agama. Menurut Thouless dalam bukunya,
faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas ada empat yaitu pengaruh pendidikan atau
1 2 pengajaran dari berbagai tekanan sosial (faktor sosial), berbagai pengalaman yang
dialami oleh individu dalam membentuk nilai religius terutama pengalaman mengenai
keindahan , keselarasan, dan kebaikan dunia luar (faktor alamiah). Keseluruhan dari
faktor ini sebagian timbul dari kebutuhankebutuhan yang tidak terpenuhi terutama
kebutuhan terhadap keamanan,cinta kasih, harga diri, dan ancaman kematian.

Landasan religius merupakan nilai yang memiliki manfaat yang sangat luar biasa
apabila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain menjauhkan diri dari perbuatan
dosa dan juga mendapatkan pahala, seseorang yang memiliki nilai religius juga akan
mendapatkan beberapa manfaat yang lainnya, diantaranya: dapat meningkatkan
kebahagiaan, lebih bisa mengendalikan diri, dan memiliki kepercayaan diri yang lebih
besar. Dengan demikian, maka nilai religius keberadaannya sangatlah penting dan
utama. Disamping dapat meningkatkan kualitas keimanan dari seorang manusia, nilai
religius menjadi suatu sikap dan perilaku yang patuh kepada ajaran agama Islam untuk
senantiasa beribadah karena tugas manusia sebagai hamba Allah adalah untuk mengabdi

1
kepada-Nya.

Religius merupakan suatu keadaan dan keyakinan yang ada dalam diri seseorang
yang dapat mendorong seseorang itu bertingkah laku, bersikap, berbuat dan bertindak
sesuai dengan ajaran agama yang telah dianutnya. Nilai religius sangat mempengaruhi
manusia dalam bertingkah laku dan bersikap, seseorang bila tingkah laku dan sikapnya
baik maka orang tersebut memiliki nilai religius yang baik pula kepada agamanya.
Religius sebagai pendorong manusia dalam membangun keimanan kepada tuhan
sehingga manusia dapat selalu berbuat kebaikan dan selalu mengingat kebesaran
tuhannya dan memiliki keyakian yang bertambah kepada tuhannya. Religius itu
menyangkut diri pribadi seseorang, tingkat kereligiusan seseorang itu berbeda-beda,
religius memiliki hubungan yang sangat khusyuk antara manusia dengan tuhannya.
Nilai-nilai religius ini memiliki tujuan untuk mendidik dan mendorong manusia berjalan
di jalan Allah, membuat manusia berbuat baik dan meningkatkan iman hanya kepada
Allah.

Dimensi religius dapat dijelaskan dengan adanya perasaan dan hubungan batin
antara manusia dengan tuhannya. Perasaan yang muncul antara lain rasa ketuhanan, rasa
cinta akan Tuhan merupakan salah satu rasa kepekaan yang ada pada diri siswa yang
harus dikembangkan dan diwujudkan agar siswa selalu mengingat Allah, selalu
bertingkah laku dan bersikap yang baik dan positif sesuai dengan ajaran-ajaran agama.
Dengan adanya dimensi religius diharapkan dapat menciptakan pendidikan yang
berkarakter dan dapat menciptakan siswa yang memiliki sikap yang bermoral baik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengertian landasan religius

2. Bagaimana manusia sebagai makhluk tuhan menurut landasan religius

3. Implikasi landasan religius dalam pendidikan

1.3 Tujuan Penulisan Makalah

1. Mengetahui pengertian landasan religius

2. Mengetahui hubungan manusia sebagai makhluk tuhan menurut landasan religius

2
3. Mengetahui implikasi landasan religius dalam pendidikan

1.4 Manfaat Penulisan Makalah

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah harapannya untuk dapat


menyumbangkan pemikirannya dalam bidang pendidikan, khususnya pemikiran yang
berkaitan dengan konsep landasan religius pendidikan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Landasan Pendidikan

Implikasi Secara leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan
merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik tolak atau dasar pijakan ini
dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat terbang); dapat pula bersifat konseptual
(contoh: landasan pendidikan). Landasan yang bersifat koseptual identik dengan asumsi, adapun
asumsi dapat dibedakan menjadi tiga macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan premis
tersembunyi.

Pendidikan antara lain dapat dipahami dari dua sudut pandang, pertama dari sudut praktik
sehingga kita mengenal istilah praktik pendidikan, dan kedua dari sudut studi sehingga kita kenal
istilah studi pendidikan. Praktik pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang
atau lembaga dalam membantu individu atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan
pedidikan. Kegiatan bantuan dalam praktik pendidikan dapat berupa pengelolaan pendidikan
(makro maupun mikro), dan dapat berupa kegiatan pendidikan (bimbingan, pengajaran dan atau
latihan). Studi pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang dalam rangka
memahami pendidikan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan pendidikan
merupakan asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau titik tolak dalam rangka praktik
pendidikan dan atau studi pendidikan.

Landasan pendidikan adalah landasan filosofi, sosiologis, dan kultural, yang sangat
memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah
dan teknologi akan mendorong pendidikan itu menjemput masa depan. Secara leksikal, landasan
berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan merupakan tempat bertumpu atau titik tolak
atau dasar pijakan. Titik tolak atau dasar pijakan ini dapat bersifat material (contoh: landasan
pesawat terbang); dapat pula bersifat konseptual (contoh: landasan pendidikan). Landasan yang
bersifat koseptual identik dengan asumsi.

Implikasi landasan-landasan pendidikan diantaranya, Implikasi religius yang dipengaruhi


pemikiran al-Ghazali khususnya dalam dunia pendidikan Islam. Implikasi filosofi pendidikan
adalah seperangkat filosofi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Isosial yang terjadi di

4
masyarakat tentu saja mempengaruhi pendidikan, baik sebagai ilmu maupun aktivitas. Implikasi
kultural kurikulum harus disusun berdasarkan kondisi sosial kultural dari masyarakat. Implikasi
psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Implikasi ilmiah dan teknologi adalah
pembangunan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka
mempercepat terwujudnya ketangguhan dan keunggulan bangsa.

2.2 Pengertian Asas-asas Pendidikan

Asas-asas pendidikan merupakan suatu kebenaran menjadi dasar atau tumpukan berpikir, baik
pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Salah satu dasar utama pendidikan
adalah bahwa manusia itu dapat dididik dan dapat mendidik diri sendiri. Diantara asas-asas
tersebut adalah Asas tut wuri handayani, asas belajar sepanjang hidup, dan asas kemandirian
dalam belajar. Macam-macam Asas Pendidikan adalah:

2.2.1 Asas Tut Wuri Handayani

Sebagai asas pertama, Tut Wuri Handayani merupakan inti dari sitem Among
perguruan. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dwantara ini kemudian
dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan
lagi, yaitu Ing Ngarsa Sung Sung Tulada dan Ing Madya Mangun Karsa. Kini ketiga
semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu: a. Ing Ngarsa
Sung Tulada (jika di depan menjadi contoh). b. Ing Madya Mangun Karsa (jika
ditengah-tengah memberi dukungan dan membangkitkan semangat). c. Tut Wuri
Handayani (jika di belakang memberi dorongan/mengikuti dengan awas).

2.2.2 Asas Belajar Sepanjang Hayat

Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari
sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Kurikulum yang
dapat meracang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi yaitu
dimensi vertikal dan horisontal. Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi
keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan
kehidupan peserta didik di masa depan. Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah
yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar
sekolah.

5
2.2.3 Asas Kemandirian dalam Belajar

Baik asas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung erat
kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri handayani pada
prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri
dalam belajar. Selanjutnya, asas belajar sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apa
bila didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik mau dan mampu mandiri dalam
belajar.

6
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Landasan Religius

a. Landasan Religius Pendidikan


Landasan religius pendidikan memposisikan siswa sebagai makhluk ciptaan Allah dengan
segenap kemuliaan yang Allah berikan kepadanya. Oleh karenanya, dalam pendidik memberikan
pengajaran kepada siswa harus dengan penuh kemuliaan juga. Namun demikian, perbedaan
keyakinan agama pada tiap siswa, maka konselor harus bersikap hati-hati dan bijak dalam
menerapkan landasan religius tersebut. Pada dasarnya, tujuan yang hendak di capai dalam
penerapan landasan religius pendidikan adalah ingin menempatkan siswa sebagai makhluk Tuhan
dengan segenap kemuliaannya. Landasan religius adalah sebagai upaya mengintegrasikan nilia-
nilai agama dalam Pendidikan. Dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwasannya agama
dijadikan sebagai landasan dalam proses pembelajaran dalam menghadapi suatu problematika
kehidupan.

Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang besifat adikodrati
menyertai manusia dalam kehidupan yang luas. Agama memiliki nilai dalam kehidupan manusia
baik bagi diriya sendiri maupun hubungannya dengan kehidupan masyarakat. Agama juga
berdampak pada kehidupan sehari-hari. Karenanya, secara psikologis agama berfungsi sebagai
motif intrinsik, motif ektrinsik dan motif yang didorong keyakinan agama dinilai memiliki
kekuatan yang mengagumkan dan sulit ditandingi oleh keyakinan nonagama, baik doktrin
maupun ideologi yang bersifat profan.

Landasan religius dalam pendidikan yaitu suatu dasar yang bersumber dari agama. Tujuan
dari landasan religius dalam pendidikan merupakan semua proses dan hasil dari pendidikan dapat
mempunyai manfaat dan makna hakiki.

Nilai-Nilai Karakter Religius: 1. Nilai Ibadah Manusia sebagai ciptaan Tuhan mempunyai
kewajiban terhadap Tuhan dan juga sesamanya. 2. Nilai Akhlak mulia yaitu suatu sikap atau
perilaku yang wajib dimiliki oleh setiap umat muslim, baik yang hubungan kepada Allah maupun
dengan makhluk-makluk-Nya. 3. Nilai Ikhlas merupakan sikap murni dalam tingkah laku dan
perbuatan, semata-mata demi memperoleh ridha dari Allah SWT, dan tanpa mengharapkan
imbalan apapun dari Allah SWT, baik tertutup maupun terbuka. 4. Nilai Sabar merupakan sikap
batin yang tumbuh karena kesadaran tujuan hidup yaitu Allah. 5. Nilai Jujur Secara harfiah, jujur

7
berarti lurus hati, tidak berbohong, tidak curang.

b. Landasan Religius Bimbingan Konseling

Landasan religius dalam bimbingan dan konseling memposisikan klien sebagai makhluk
ciptaan Allah dengan segenap kemuliaan yang Allah berikan kepadanya. Oleh karenanya, dalam
konselor memberikan bimbingan dan konseling kepada klien harus dengan penuh kemuliaan
juga. Namun demikian, perbedaan keyakinan agama pada tiap klien, maka konselor harus
bersikap hatihati dan bijak dalam menerapkan landasan religius tersebut.

Implementasi layanan bimbingan dan konseling dalam Islam haruslah meujuk pada ajaran
agama Islam, yakni al Qur’an dan hadits. Ini artinya, bagi klien yang menganut keyakinan agama
Islam, maka pelayanan bimbingan dan konseling harus sesuai/merujuk pada keyakinan
agamanya, tidak boleh bertentangan dengan agama yang dianutnya. Jadi, konselor harus
mengenal lebih dulu keyakinan agama yang dianut dan diyakini oleh klien, untuk kemudian
konselor menyesuaikan dengan agama yang dianutnya tersebut.

Pengintegrasian nilai-nilai agama dalam proses bimbingan dan konseling sepatutnya


mendapat tempat dalam praktik-praktik konseling, hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh
Marsha Wiggins Frame sebagai berikut:

a. Mayoritas orang Amerika meyakini Tuhan dan mereka banyak melakukan ritual
ibadah mereka sesuai dengan keyakinan yang mereka anut. Hal ini menunjukkan
bahwa klien memiliki latar belakang agama yang membentuk sikap, keyakinan,
perasaan dan tingkah lakunya.

b. Terdapat tumpang tindih dalam nilai dan tujuan antara konseling dan agama, misalnya
terkait fungsinya sebagai upaya membantu individu agar dapat mengelola berbagai
kesulitan hidupnya. Dengan demikian, dibutuhkan pengakuan profesi konseling
terhadap nilai-nilai agama klien dan konselor. Ini artinya, dalam proses bimbingan
dan konseling tidak boleh mengabaikan nilainilai agama karena antara nilai dan tujuan
konseling dan agama saling berkesinambungan antara satu denga lainnya.

c. Keyakinan bahwa beragama berkontribusi positif terhadap kesehatan mental. Agama


dapat digunakan oleh klien sebagai upaya menunjang kesehatan mental.

d. Agama mampu mengubah pola berfikir/ mindset yang berkembang di akhir abad 20.
Gerakan postmodern telah menjembatani perbedaan antara ilmu dan agama dan telah
mengintegrasikan kedua dimensi tersebut ke dalam pendekatan psikoterapi

8
(konseling) yang holistik (komprehensif).

e. Kebutuhan yang serius untuk mempertimbangkan konteks dan latar belakang budaya
klien, mengimplikasikan bahwa konselor harus memperhatikan secara sungguh-
sungguh tentang peranan agama dalam budaya. Keyakinan dan praktik beragama
merupakan aspek fundamental dalam budaya klien.

Ditegaskan pula oleh Surya bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah
bimbingan dan konseling spiritual. Tren bimbingan ini berangkat dari kehidupan modern dengan
kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa
barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan
kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini, muncul kecenderungan
menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong
berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi. Bahwa bukan
hanya warga Amerika saja yang saat ini membutuhkan perhatian terhadap aspek spiritual dan
agama. Para konselor harus mempersiapkan konseling dengan memperhatikan masalah spiritual
dan agama. Konselor harus mempersiapkan pelayanan bagi klien yang memiliki perspektif
tentang agama dan spiritual sebagai sumber penyembuhan (healing) di dalam kehidupan mereka.

Hal demikian karena dengan keyakinan beragama berkontribusi positif terhadap


kesehatan mental. Artinya, agama dapat digunakan oleh klien sebagai upaya menunjang
kesehatan mental. Hal ini didasarkan bahwa agama Islam dalam menghadapi kesehatan mental
manusia berperan sebagai berikut:

a. Ajaran Islam beserta seluruh petunjuk yang ada di dalamnya merupakan penawar bagi
segala jenis penyakit hati yang ada dalam jiwa manusia.

b. Ajaran Islam memberikan bantuan kejiwaan kepada manusia dalam menghadapi


cobaan dan mengatasi kesulitan.

c. Ajaran Islam memberikan rasa aman dan tenteram yang menimbulkan keimanan
kepada Allah dalam jiwa seorang mukmin.

d. Bagi seorang muslim, ketenangan jiwa, rasa aman, dan ketenteraman jiwa akan
terealisasi dengan keimanannya kepada Allah yang akan membekali harapan kan
pertolongan, lindungan dan penjagaanNya.

Dimensi spiritual pada manusia menunjukkan bahwa manusia pada hakikatnya adalah
makhluk religious, manusia sebagai makhluk yang bertuhan. Hal ini mengisyaratkan bahwa

9
manusia memiliki ketinggian derajat dibandingkan makhluk tuhan lainnya, hal ini sekaligus
menunjukkan bahwa manusia mengemban tugas sebagai khalifah Allah di bumi. Karena
kemuliaannya, maka manusia harus mampu semaksimal mungkin untuk memuliakan dirinya.
Sehingga dalam manusia menjalankan amanahnya sebagai pemimpin harus dengan penuh
kemuliaan.

Setiap manusia adalah pemimpin, terutama menjadi pemimpin untuk dirinya sendiri.
Dalam memikul amanah yang telah Allah berikan tersebut, manusia dibekali oleh Allah dengan
beberapa keistimewaan. Sebagaimana dijelaskan dalam al Qur’an surat at Tin ayat 95 bahwa
manusia adalah makhluk yang terbaik, indah dan sempurna: “Sesungguhnya Kami telah
menciptakan seorang manusia dengan sebaik-baik bentuk”. Kemuliaan yang ada dalam diri
manusia perlu dikembangkan dan dimuliakan melalui berbagai upaya diantaranya melalui
pendidikan dan bimbingan.

Landasan religious dalam bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok,
yakni: 1) Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk Allah. 2) Sikap
yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan
kaidah-kaidah agama. 3) Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya seecara
optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta
kemasyarakatan yang sesuai dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu
perkembangan dan pemecahan masalah individu.
Landasan religious adalah sebagai upaya mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam
proses bimbingan dan konseling. Tujuan yang hendak di capai dalam penerapan landasan
religious bimbingan dan konseling adalah menempatkan siswa sebagai makhluk Tuhan dengan
segenap kemuliaannya. Hal ini karena beragama berkontribusi positif terhadap kesehatan mental.
Artinya, agama dapat digunakan oleh klien sebagai upaya menunjang kesehatan mental. Dari sini
dapat kita ambil kesimpulan bahwasannya agama dijadikan sebagai landasan dalam proses
bimbingan dan konseling dalam menghadapi suatu problematika kehidupan.

3.2 Hubungan Manusia Sebagai Makhluk Tuhan Menurut Landasan Religius

Tuhan memberi kepercayaan kepada manusia untuk menjadi khalifah, terutama menjadi
pemimpin bagi dirinya sendiri. Tugas ini menjadi tugas yang paling mendasar, karena jika untuk
memimpin dirinya sendiri saja tidak mampu, maka itu artinya kehidupan manusia dan
kemanusiaan manusia akan hancur. Sebaliknya, jika manusia sanggup untuk memimpin dirinya

10
sendiri, itu artinya ia mampu untuk menjadi pemimpin bagi makhluk Tuhan yang lainnya. Ketika
manusia berhasil memimpin dirinya sendiri maka akan mewujudkan kemuliaan kemanusiaan
yang mengantarkannya pada kemuliaan makhluk Tuhan yang lainnya.

a. Sikap Keberagamaan

Pada setiap diri manusia dari zaman ke zaman selalu dijumpai praktik-praktik
kehidupan keagamaan. Kehidupan keagamaan yang semula dianggap sesuatu yng
sacral karena segala sesuatunya didasarkan pada firman Tuhan dapat merosot menjadi
sekedar upacara rutin belaka. Sikap kemerosotan dan pengabaian nilai-nilai agama
akan mengakibatkan kemerosotan kemuliaan kehidupan manusia dipandang dari
tuntutan Tuhan berdasarkan firman-firmannya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak akan mampu mengatasi pemerosotan tersebut, namun justru semakin
memperparah. Sikap keberagamaan menjadi tumpuan bagi keseimbangan hidup di
dunia dan akhirat. Agama yang berketuhanan yang Maha Esa memadukan secara
dinamis keterkaitan kehidupan dunia dan akhirat yang kaidah-kaidahnya mampu
diterapkan oleh manusia dengan ciri-ciri keberadaannya itu. Agama seperti itulah
yang hendaknya menjadi isi dari sikap keberagamaan. Penyikapan yang dimaksud itu
pertama difokuskan kepada agama itu sendiri yakni penyikapan yang tidak
merendahkan atau mengabaikan agama. Karenanya, kaidah-kaidah agama harus
diresapi dan diamalkan sebagai petunjuk, pembeda, dan pembimbing kemuliaan
akhlak dan perilaku.

Kedua, penyikapan yang menyerapkan segenap upaya manusia dalam


peningkatan ilmu dan teknologi, ditundukkan pada tuntutan keserasian hidup di dunia
dan akhirat. Keyakinan bahwa Tuhan adalah benar, dan ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah upaya dan menerapkan kebenaran, maka tidak perlu ada
pertentangan antara agama dan iptek. Penyikapan yang demikian justru menjadikan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai wahana peningkatan kemuliaan
manusia yang berdimensi dunia dan akhirat. Pegembangan ilmu dan teknologi
dihayati dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemuliaan
manusia sesuai dengan tuntutan dan tuntunan agama.

b. Peranan Agama

Landasan religious dalam bimbingan dan konseling menghendaki klien sebagai

11
makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaan kemanusiaannya menjadi fokus netral
upaya bimbingan dan konseling. Oleh karenanya, dalam melakukan proses bimbingan
dan konseling harus dengan menghadirkan suasana yang sarat akan kemuliaan
kemanusiaan pula. Kemuliaan kemanusiaan manusia diungkapkan melalui ajaran agama.

Agama memberikan dampak yang cukup berarti dalam kehidupan manusia, termasuk
dalam hal kesehatan. Menurut Guire, agama sebagai sistem nilai berpengaruh dalam
kehidupan masyarakat modern dan berperan dalam membuat perubahan sosial. Layaknya
institusi sosial lainnya, agama berperan besar dalam perubahan sosial. Agama juga
menunjukkan kemampuan adaptasi dan vital dalam berbagai segi kehidupan sosial, hingga
perubahanperubahan dalam struktur sosial dalam skala besar tak jarang berakar dari
pemahaman terhadap agama.

Hubungan spiritual manusia dengan penciptanya ketika beribadah akan memunculkan


kekuatan spiritual berupa limpahan ilahiah atau petikan spiritual berupa al hikmah. Tekad
bertambah kuat, kemauannya semakin keras, dan semangatnya kian meningkat sehingga ia
pun lebih memiliki kesiapan untuk menerima ilmu pengetahuan atau hikmah.

Pentingnya menghadirkan agama (Islam) sebagai sistem kehidupan karena peradaban


modern yang didominasi peradaban barat telah gagal menyejahterakan aspek moral-spirital
manusia. Menurut Erich Fromm,1 bahwa manusia modern mengalami suatu ironi. Manusia
modern memang berjaya dalam hal material, namun mereka merasakan keresahan jiwa.
Mereka rentan terhadap stress, depresi, teralienasi, mengalami berbagai penyakit kejiwaan,
hingga memutuskan untuk bunuh diri. Ini artinya, kejayaan yang dicapai dan diraih seseorang
dalam hal material tidak selalu menjamin orang tersebut untuk hidup bahagia, tenteram dan
sejahtera.

Agama adalah suatu system yang berdimensi banyak. Agama dalam pengertian Glock &
Strk adalah sistem symbol, sistem keyakinan, sistem nilai dan sistem perilaku yang
terlembagakan, yang semuanya berpusat pda persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang
paling maknawi.

Islam menyuruh umatnya untuk beragama secara menyeluruh. Setiap muslim, baik dalam
berpikir, bersikap maupun bertindak, diperintahkkan untuk berislam. Dalam melakukan
aktivitas ekonomi, social, politik atau aktivitas apapun, seorang muslim diperintahkan untuk
melakukannya dalam rangka beribadah kepada Allah. Dimanapun dan dalam keadaan apapun,
setiap muslim hendaknya berislam.

Demikian halnya dalam aktivitas/ bidang pendidikan, siapapun yang terlibat di dalamnya

12
dihimbau untuk berislam. Dalam hal ini, pemberian bimbingan dan konseling di dasarkan atas
ajaran agama Islam, terutama dalam menangani dampak puber pada peserta didik. Esensi
islam adalah tauhid atau pengesaan Tuhan, tindakan yang menegaskan Allah sebagai yang
Esa, Pencipta yang mutlak dan transenden, penguasa segala yang ada. Tidak ada satupun
perintah dalam islam yang bisa dilepaskan dari Tauhid.

Ketika manusia beragama, itu artinya manusia memiliki Tuhan sehingga kita harus selalu
mendekat kepadanya. Karena pada dasarnya, ketika manusia menjauhkan diri dari Tuhan, itu
artinya nilai-nilai agama tidak ada dalam dirinya. Hal ini yang menyebabkan manusia dalam
keadaan merugi. “Mereka Itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka
tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mendapat petunjuk” (Q.S 2:16).
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (Q.S 13:28)

Fakta yang terjadi adalah agama hanya dianggap sebagai anutan, sesuatu yang datang dari
luar dan asing. Padahal potensi agama sudah bersemi dalam batin sebagai fitrah manusia.
Potensi yang ditelantarkan oleh keangkuhan egoisme manusia, maka jalinan keharmonisan
antara kebutuhan fisik dan mental spiritual terputus terputus. Akibatnya manusia kehilangan
kemampuan untuk mengenal dirinya. Menyelami potensi diri sebagai makhluk beragama.

Orang yang di dalam hatinya tidak ada ketenangan dan ketenteraman adalah orang yang
sakit rohani atau mentalnya, tuls H. Carl Whiterington. Para ahli psikiatri meyakni bahwa
setap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang diperlukan untuk melangsungkan
proses kehidupan secara lancar. Kebutuhan tersebut dapat berupa kebutuhan jasmani, rohani
maupun sosial. Bila kebutuhannya tidak terpenuhi, maka ia akan berusaha menyesuaikan diri
dengan kenyataan yang dihadapinya. Kemampuan menyesuaikan diri ini akan
mengembalikan ke kondisi semula hingga proses kehidupan berjalan lancar seperti apa
adanya. Namun tak jarang dijumpai bahwa seorang tak mampu menahan keinginan bagi
terpenuhinya kebutuhan dirinya. Kondisi ini mengakibatkan pertentangan (konflik) dalam
batin. Pertentangan ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan rohani yang dalam
kesehatan mental disebut jejusutan rohani (kekusutan fungsional). Kondisi demikian adalah
sebagai dampak yang muncul ketika manusia melepaskan diri dari agama, sehingga nilai-nilai
agama tidak melekat dalam dirinya.

3.3 Implikasi Landasan Religius dalam Pendidikan

a) Pendidikan Sekolah
Pengaruhnya pendidikan agama di lembaga pendidikan pada pembentuksn jiwa
keagamaan pada anak. Pendidikan agama lebih menitikberatkan pada bagaimana membentuk

13
kebiasaan yang selaras dengan tuntunan agama. Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan
pembentukan jiwa keagamaan pada anak, antara lain sebagai pelanjut pendidikan agama
dilingkungan keluarga atau membentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang tidak menerima
pendidikan agama di keluarganya. Dalam konteks ini, peranan guru agama harus mampu
mengubah sikap anak didiknya agar menerima pendidikan agama yang diberikannya.

b) Pendidikan di Luar Sekolah

1. Pendidikan di Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam proses
pendidikan. Dan kedua orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama dalam proses
tersebut. Kewajiban kedua orang tua untuk selalu membentuk, membimbing, mengarahkan, dan
mengawasi perkembangan dan pertumbuhan anak-anaknya. Pendidikan keluarga merupakan
pendidikan dasar dan utama bagi pembentukan jiwa keagamaan.

2. Pendidikan Masyarakat
Para ahli pendidikan menyepakati bahwa pendidikan di masyarakat termasuk pada lembaga
pendidikan yang dapat mempengaruhi terhadap perkembangan jiwa keberagamaan seorang
peserta didik. Fungsi dan peran masyarakat dalaam pembentukan jiwa keagamaan akan sangat
tergantung dari seberapa jauh masyarakat tersebut menjungjung norma-norma keagamaan itu
sendiri.

c) Urgensi Agama bagi Landasan Pendidikan


Pendidikan adalah suatu usaha disengaja yang diperuntukan dalam upaya untuk
mengantarkan peserta didik menuju pada tingkat kematangan atau kedewasaan, baik moral
maupun intelektual. Pendidikan tidak semata-mata hanya berorientasi pada cita-cita intelektual
saja. Namun tidak melupakan nilai-nilai ketuhanan, individual dan social. Artinya, proses
pendidikan disamping akan menuntuk dan memancing potensi intelektual seseorang, juga
menghidupkan dan mempertahankan unsur manusiawi dalam dirinya dengan landasan iman dan
takwa.

Oleh karena itu menjelaskan bahwa pendidikan agama itu tidak akan berhasil bila hanya
diserahkan kepada guru agama. Dia mengatakan pendidikan keimanan dan ketakwaan, inti dari
pendidikan agama, itu adalah tugas bersama antara guru, sekolah, orang tua, dan masyarakat.

14
Dalam arti bahwa perlu adanya keterpaduan, baik keterpaduan tujuan, materi, proses, dan
lembaga. Dengan adanya undang-undang dan fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan,
menjadikan agama sebagai suatu yang wajib untuk dijadikan landasan dalam proses pendidikan,
baik di tingkat dasr maupun menengah, dan bahkan sampai ke perguruan tinggi.

15
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pendidikan tidak semata-mata hanya berorietasi cita-cita pada intelektual saja. Namun tidak
melupakan nilai-nilai ketuhanan, individual, dan sosial. Artinya, peruses pendidikan di samping
akan menuntut dan memancing potensi intlektual seseorang, juga menghidupkan
mempertahankan unsur manusiawi dengan dirinya dengan landasan iman dan takwa. Dengan
demikian jelas, bahwa peran agama, terutama keimanan dan ketakwaan serta akhalak yang
mulia,sangnatlah penting bagi pemberdayaan manusia Indonesia.

Agama sangat penting demi keberlangsungan pendidikan Indonesia karena banyak orang
pintar intelktual tapi tidak sedikit juga yang lemah agamanya jadi akhirnya malah terjebak dalam
ranah yang tidak baik. Pendidikan selalu berkaitan dengan manusia, dan hasilnya tidak segera
tampak. Diperlukan satu generasi untuk melihat suatu akhir dari pendidikan itu. Oleh karena itu
apabila terjadi suatu kekeliruan yang berakibat kegagalan, pada umumnya sudah terlambat untuk
memperbaikinya. Kenyataan ini menuntut agar pendidikan itu dirancang dan dilaksanakan
secermat mungkin dengan memperhatikan sejumlah landasan dan asas pendidikan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Antika, Rindi Nur, M. Darojat Ariyanto, and S. Pd I. Istanto. Implementasi Pendidikan Karakter
Religius Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Siswa Kelas VII A Di SMP Negeri
2 Colomadu Karanganyar Tahun Ajaran 2019/2020. Diss. Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 2020.
Rasid, Abdul. "Implikasi Landasan-Landasan Pendidikan." AL-FIKRAH: Jurnal Studi Ilmu
Pendidikan dan Keislaman 1.1 (2018): 1-15.
Rochanah, Rochanah. "Implementasi Landasan Religius dalam Kegiatan Bimbingan dan
Konseling Sebagai Upaya Penanganan Dampak Masa Puber." Konseling Edukasi: Journal Of
Guidance and Counseling 2.1 (2018).
Wardani, Niken. (2015). Landasan Religius Pendidikan. Jakarta, Indonesia: UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
https://eprints.ums.ac.id/33133/4/BAB%20I.pdf (Diakses pada tanggal 2 November 2023, pukul
14.55 WIB)

17

Anda mungkin juga menyukai