Makalah Tasawuf Sebagai Media Memajukan Peradaban Manusia
Makalah Tasawuf Sebagai Media Memajukan Peradaban Manusia
Makalah Tasawuf Sebagai Media Memajukan Peradaban Manusia
Disusun Oleh :
2023
DaftarIsi
2. URGENSITASAWUFIBNUQAYYIMQALAM.........................................c...............
.................,.................
3. JALANTASAWUF..................................................................................................
..................................
5.TASAWUFDANSOSIAL.........................................................................................
................................
6.TASAWUFDANINTELEKTUALISME.....................................................................
..................................
BAB III
PENUTUP .................................................................................................................................
A
KESIMPULAN… … … ..… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
………………………………………………
B.
SARAN… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … …
…………………………………………………
Saya mengucapkan terima kasih kepada Drs. Amron HMS,Mpd.I selaku dosen
pengampu mata kuliah Ilmu Tasawuf. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang kami tekuni. Saya juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang membantu proses penyusunan
makalah ini hingga selesai.
Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan saya terima demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2. Maka terlepas dari itu juga bahawa, dalam kajian-kajian keislaman, ilmu
tasawuf merupakan salah dimednsi spiritual dari ajaran islam. Hal ini di
sebabkan karena tasawuf memerlukan pendalaman ilmu dan bahkan
merupakan pengalaman yang bersifat rohani dan jasmani. Namun demikian
sebagian lainnya memandang tasawuf sebagai bagian dari ajaran islam yang
secara perlu di pelajara secara seksama menuju kehidupan yang hakiki.
3. Inti dari taswuf mendekatkan diri ataupun mencari jalan yang pas dalam rangka
pendekatan maupun pengabdian kepada yang maha Esa, hal ini hanya untuk
menjadikan diri di ridhai oleh Allah, sehingga kita bisa termasuk orang yang
dilindungi oleh Allah SWT.
BAB II
PEMBAHASAN
pakar sejarah peradaban Islam terkemuka, mengemukakan bahwa kaum Muslim dari
kalangan ini memandang tasawuf sebagai “ pelestarian takhayul” , “ kemunduran
budaya” , atau penyimpangan dari “ Islam sejati” . Gibb tampaknya cukup sensitif
dengan realitas tasawuf sampai-sampai memahami bahwa sikap semacam ini
cenderung “ memupuskan ekspresi pengalaman keagamaan paling autentik” dari
Dunia Islam. Dalam perkembangannya, tasawuf sering menjadi obyek kritikan keras
baik dari muslim atau non-muslim. Kritik ini diargumentasikan dari sebagian para
pengikut tasawuf yang terlalu jauh tenggelam dalam dunia tasawuf sehingga terkesan
‘ lari’ dari kehidupan dunia. Bersifat a-sosial; bersifat terlalu spiritualistik, dengan
melupakan segi-segi kesalehan sosial atau substansial. Tasawuf juga sering
disejajarkan dengan spiritualisme isolatif; spiritualisme orang-orang yang lemah dan
egois, yang tidak tahan menghadapi kejahatan dan bahaya, kemudi.an lari ke `uzlah
tanpa mengindahkan aspek-aspek sosial. Dikalangan kaum Muslim berpendidikan
Barat dan berkecenderungan politik, tasawuf menjadi kambing hitam bagi
“ kemunduran” Islam. Menurut pendapat ini, tasawuf menjadi agama kaum awam
dan mengandung unsur-unsur takhayul yang diambil dari agama-agama lain atau
budaya-budaya lokal. Karena itu, agar Islam kembali berjaya-yang menurut para
pengkritik seperti itu mencakup sains dan tekhnologi modern- tasawuf haruslah
dienyahkan. Dari sini tasawuf sering diidentikkan dengan pelarian dari dunia kasat
mata menuju ke dunia spiritual, pelakunya menjadi individu yang egois, lari dari dunia
yang penuh dengan kebengisan, kedzaliman dan kejumudan. Tanggung jawab
tasawuf bukanlah dengan melarikan diri dari kehidupan dunia nyata, sebagaimana
dituduhkan oleh sementara orang yang kurang setuju terhadap tasawuf, akan tetapi ia
adalah suatu usaha untuk mempersenjatai diri dengan nilai-nilai rohaniah yang baru,
yang akan membentengi diri saat menghadapi problema hidup dan kehidupan yang
serba materialistik.
menyebut para pembahas ilmu ini telah sependapat bahwa tasawuf adalah moral.
Barang siapa di antara kamu semakin bermoral tentu jiwamu semakin bening.
Berawal dari moral yang baik, maka peradaban akan terbentuk suatu peradaban yang
lebih beradab. Contohnya pada saat Nabi Muhammad SAW membangun suatu
peradaban Islam di Madinah. Selanjutnya Syaikhul Islam Zakaria Al-Anshari
menyebutkan tasawuf adalah ilmu yang menerangkan hal-hal tentang cara
mensucikan jiwa, tentang cara pembinaan kesejahteraan lahir dan batin untuk
mencapai kebahagiaan yang abadi. Apabila hati telah bersih dari noda, seorang sufi
akan merefleksikan kebenaran sebagaimana adanya. Pandangannya akan terhindar
dari gangguan angan-angan, kesalahan, cinta diri (self love), atau kehendak mencari
keuntungan pribadi (profit seeking). Dalam keadaan hati yang bersih itu seorang sufi
akan mampu mempergunakan akal universal atau kesadaran hati
(heart-counsiosness) yang secara potensial sudah ada dalam dirinya.
Dengan demikian, nampak jelas bahwa tasawuf sebagai ilmu agama, khusus
berkaitan dengan aspek-aspek moral serta tingkah laku yang merupakan subtansi
Islam. Hakikat tasawuf adalah perpindahan sikap mental, keadaan jiwa dari suatu
keadaan kepada keadaan lain yang lebih baik, lebih tinggi dan lebih sempurna, suatu
perpindahan dari alam kebendaan kepada alam alami.
3. Jalan Tasawuf
terminologis mempunyai banyak makna yang berupa, indah, baik dan sempurna.
Makna yang terkandung secara terminologis tersebut tidak hanya berlaku pada
kondisi hubungan internal seorang individu dengan Tuhannya tetapi termanifestasikan
dalam bentuk hubungan antar manusia lewat etika dan moral. Tasawuf mengajarkan
bahwa perbuatan manusia didorong oleh bisikan hati. Itu sebabnya hati harus
dibersihkan dari hal-hal yang buruk, kemudian diisi dengan hal-hal yang baik. Kalau
hati terbiasa dengan hal-hal yang baik, maka bisikan hatinya akan baik, sehingga akan
melahitkan perbuatan yang baik pula. Sebaliknya, bila hati terbiasa dengan hal-hal
buruk, maka bisikan hatinya menjadi buruk, yang kemudian mendorongnya kepada
perbuatan buruk pula.
Di dalam tasawuf ada ajaran-ajaran yang sangat berkaitan dengan kehidupan konkrit
yang menata hubungan antarsesama manusia. Esklusivitas dalam dunia tasawuf
adalah satu bagian stigma yang harus dipugar menjadi tasawuf yang lebih ramah
pada realitas, sehingga kemudian terciptalah satu tasawuf yang inklusif. Nilai-nilai
yang terkandung dalam tasawuf adalah nilai-nilai Islam, dalam hal ini termasuk ajaran
yang disebut futuwwah dan Itsar. Doktrin ini sangat prinsipil dalam tasawuf, yakni mau
mengorbankan apa saja yang dimilkinya. Sejalan dengan futuwwah ialah al-Itsar, yaitu
mementingkan orang lain daripada diri sendiri. Sepintas lalu nilai itsar tidak mengenal
kompetisi, karena kompetesi mengandung nilai yang kebalikannya, yaitu
mendahulukan diri sendiri daripada orang lain. Jika futuwwah mempunyai banyak titik
berat pada dampak perseorangan, maka alItsar mempunyai dampak sosial. Sikap
menyantuni kaum lemah, mendorong untuk melakukan tindakan yang mencerminkan
solidaritas sosial. Bersamaan dengan kecintaan kepada orang miskin ini ada sikap
lain yang mnyertainya, yakni sikap menahan diri untuk tidak hidup mewah. Sikap-sikap
seperti itu, hanya ada pada diri seorang (sufi) yang telah benar-benar menghayati
agama Islam.
Intelektualisme adalah ruh peradaban Islam. Tak sulit melacak peran serta kaum sufi
dalam ranah intelektual. Tokoh-tokoh fikih seperti Imam Syafii, Imam Malik dan para
mujtahid lainnya adalah kaum sufi seperti al-Nawawi yang dikenal sebagai Quthbil
Aqthab pada masanya, tak kalah pula Imam Subki, Abdul Wahab As Sya’ rani dan
tokoh lainnya. Dalam literatur Islam ditemukan banyak fakta bahwa tasawuf sejalan
dengan ilmu pengetahuan dan semangat intelektualisme. Dalam sejarah ilmu
pengetahuan Islam, al-Farabi adalah sufi yang brilian. Konon, dia membaca buku fisika
Ariestoteles tidak kurang dari 40 dan De Animenya Ariestoteles 200 kali. Ia menulis
Ihshan al-Ulum(ensiklopedi sains yang pertama). Ia menulis Madinah al-Fadhilah
(buku sosiologi dan politik). Al-Farabi adalah seoang raksasa dalam sains Islam,
tetapi hal itu tidak pernah mengahmbatnya menjadi sufi. Salah seorang murid
al-Farabi mendirikan kelompok pecinta ilmu pengetahuan di Baghdad pada tahun 970
Kelompok ini menghidupkan tradisi intelektual yang mulai terancam di zaman itu. Tiga
belas tahun kemudian, mungkin diilhami oleh kelompok murid al-Farabi ini, di Bashrah
berdiri Ikhwan al-Shafa yang ingin memperbaiki umat Islam, menyucikan mereka
secara moral, spiritual dan politik. Ikhwan alShafa adalah semacam gerakan sufi
sebagai gerakan ilmu pengetahuan. Mereka berkumpul,
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan akhir dari sufisme adalah penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak
mutlak Tuhan, karena dialah penggerak utama dari semua kejadian di ala mini dan
penanggalan secara total semua keinginan pribadi dan melepas diri dari sifat-sifat
buruk yang berkenaan dengan kehidupan duniawi serta pemusatan diri pada
perenungan terhadap Tuhan semata, tiada yang dicari kecuali dia.
B. Saran
Kami mengharapkan kepada pembaca untuk lebih mempelajari secara
mendalam tentang kedudukan dan tujuan tasawuf dalam Islam, karena kami merasa
makalah ini kurang lengkap dan kurang sempurna. Untuk itu kami sebagai pemapar
makalah sangat mengharapkan kritikan atau saran dari kawan-kawan demi
membaiknya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA