Nanda Zulisma Yenni, 150103040, FSH, PMH, 082278824316
Nanda Zulisma Yenni, 150103040, FSH, PMH, 082278824316
Nanda Zulisma Yenni, 150103040, FSH, PMH, 082278824316
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
NANDA ZULISMA YENNI
NIM. 150103040
Mahasiswi Fakultas Syari’ah dan Hukum
Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum
v
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah swt. yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
atas segala taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis diberi kesempatan untuk
menuntut ilmu hingga menjadi sarjana. Serta atas izin dan pertolongan Allah
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Selawat dan salam kepada
junjungan alam Nabi Muhammad saw. beserta para sahabatnya.
Skripsi yang berjudul“Tafsir Surat Al-Isra’ Ayat 33 (Studi Perbandingan
Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki Terhadap Pembunuhan Janin)”, sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar sarjana S1 Fakultas Syari’ah dan Hukum
pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum UIN Ar-Raniry
Darussalam, Banda Aceh. Dengan beberapa rintangan dan tantangan, namun
atas rahmat Allah swt, doa, motivasi, dukungan, dan kerja sama dari berbagai
pihak maka segala kesulitan dapat dilewati.
Sebelumnya dalam penulisan skripsi ini penulis mengalami hambatan,
namun segala persoalan tersebut telah dapat penulis atasi dengan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih sebesar-besarnya kepada: bapak Drs. Jamhuri, MA., yang telah
meluangkan waktu untuk berdiskusi dan memberikan arahan kepada penulis
ditengah kesibukan beliau, juga terima kasih kepada bapak Dr. Husni Mubarak,
Lc., MA, sebagai ketua prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum, yang selalu
mendorong kami dan memberikan semangat kepada kami dalam penulisan
skripsi dan telah banyak membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.
Juga terima kasih kepada bapak Prof. Dr. H. Al Yasa’ Abubakar, MA.,
sebagai pembimbing I dan bapak Misran, M. Ag., sebagai pembimbing II, yang
telah meluangkan waktu memberi bimbingan, pengarahan dan petunjuk sejak
awal sampai akhir selesainya skripsi ini.
Juga terima kasih kepada bapak Prof. Muhammad Siddiq, M.H., Ph.D
sebagai dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry, juga terima kasih
kepada seluruh staf prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum. Dan terkhusus
penulis ucapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua
penulis, Zulkarnaini S.Pd (Ayah) dan Lismayanti (Ibu) atas segala kasih sayang,
jerih payahnya dan pengorbanan kedua orang tua penulis dari awal masuk
hingga diakhir penghujung pendidikan penulis yang tidak akan dapat penulis
ganti dengan apapun juga.
vi
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Perpustakaan Syari’ah
dan seluruh karyawannya yang telah melayani serta memberikan layanan
peminjaman buku-buku yang mempermudah penulis dalam proses penulisan
skripsi ini hingga selesai.
Diakhir penulisan ini, penulis sangat menyadari bahwa tiada satu hal pun
yang sempurna begitupula skripsi ini, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritikan dan saran yang dapat membangun. Penulis berharap
skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri penulis sendiri dan kepada para pembaca
semua. Maka kepada Allah Yang Maha Agunglah kita berserah diri dan
meminta pertolongan, seraya memohon taufiq, ridho dan hidayah-Nya untuk
kita semua. Amin Yarabbal ‘Alamin.
vii
TRANSLITERASI
Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K
Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543b/U/1987
1. Konsonan
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan
dengan huruf dan sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lagi
dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab itu dan
transliterasinya dengan huruf Latin.
Huruf Huruf Huruf Huruf
Nama Nama Nama Nama
Arab Latin Arab Latin
tidak di- te
ا Alīf lambang
tidakdilam-
bangkan
ط t}ā’ t} (dengantitik
-kan di bawah)
zet
ب Bā’ B Be ظ z}a z{ (dengantitik
di bawah)
ت Tā’ T Te ع ‘ain ‘
komaterbali
k (di atas)
es
ث S|a’ s\ (dengantitik غ Gain g Ge
di atas)
ج Jīm J Je ؼ Fā’ f Ef
ح Hā’ H
ha (denganti-
tik di bawah
ؽ Qāf q Ki
ص S{ad s}
es (denganti-
tik di bawah)
م Yā’ y Ye
viii
ض D{a
d
d{
de (denganti-
tik di bawah)
2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
1) Vokal Tunggal
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau
harkat, transliterasinya sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf Latin Nama
َػىsػ Fath}ah Ā A
ًػ ػ Kasrah Ī I
ػ ػي D{amah Ū U
2) Vokal rangkap
ٍَك...
ى Fath{ah dan
wāu
Au a dan u
Contoh:
ذيكًىَر - żukira
َيى ٍذ ىى ي
ب - yażhabu
س ٍْ ًْ ىَؿ
ي -su’ila
ix
َف ىكٍي ى - kaifa
3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harakat dan Huruf dan Nama
Nama
huruf Tanda
ىل...
َ َى...
َا Fath{ah dan alīfatauyā’ Ā a dan garis di atas
ًَ ٍم...
َ Kasrah dan yā’ Ī i dan garis di atas
يٍَك...
َ D{ammah dan wāu Ū u dan garis di atas
Contoh:
ىرىمى - ramā
4. Tā’marbūt}ah
1. Tā’marbūt}ah hidup
2. Tā’marbūt}ah mati
x
3. Kalau pada kata yang berakhir dengan tā’marbūt}ah diikuti oleh kata
yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah
maka tā’marbūt}ah itu ditransliterasikan dengan ha (h)
Contoh
َضةيَاٍألىطٍىف ًاؿ
ىرٍك ى - raud{ah al-at}fāl
- raudatul atfāl
5. Syaddah (Tasydīd)
Contoh:
ىربػَّنىا - rabbanā
َنىػَّزىؿ - nazzala
ًر
َالب - al-birr
xi
6. Kata Sandang
َالر يج يل
ى - ar-rajulu
السيِّ ىدَةي
ى - as-sayyidatu
َس
الش ٍم ي
ى - asy-syamsu
7. Hamzah
Contoh:
xii
َتىأٍ يخ يذ ٍك ىف - ta’khużūna
َت ً
أيم ٍر ي - umirtu
8. Penulisan kata
Pada dasarnya setiap kata, baik fail, isim maupun harf ditulis terpisah.
Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim
dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harkat yang dihilangkan
maka transliterasi ini, penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain
yang mengikutinya.
Contoh:
ً َّ كإًنَّاللىهلىهوخيػر
الرا ًزق ٍى
َي ى ى يى ىٍي Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn
َىكأ ٍىكفيػ ٍواَالٍ ىكٍي ىل ىَكالٍ ًمٍيػىزا ىف Wa auf al-kaila wa-almīzān
Wa auful-kaila wal-mīzān
َاخلىلًٍيل
ٍ إىبٍػىر ًاىٍي يم Ibrāhīm al-Khalīl
Ibrāhīmul-Khalīl
ً َّاس
ً َح رجَالٍبػي
َت ً َعلىىَالن ًً
ٍى ىكللو ى Walillāhi ‘alan-nāsi h{ijju al-baiti
xiii
َ َسبًٍي
الن ً ً م ًنَاستىطى
اعَإلىٍيو ى
ى ٍ ى man istat}ā‘a ilaihi sabīla.
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital seperti
apa yang berlaku dalam EYD, di antaranya: Huruf kapital digunakan untuk
menuliskan huruf awal nama diri dan permulaan kalimat. Bilamana nama diri itu
didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf
awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.
Contoh:
َّاسَلىلَّ ًذم
ً ت نَك ًض ىعَلًلن
إً َّفَأ َّىكىؿَبػي و
ٍى Inna awwala baitin wud{i‘a linnāsi lallażī
ً
ببى َّك ىة ي
ََمبى ىارىك نة bibakkata mubārakan
xiv
ً ً نى
صهَرَم ىنَاهلل ىَكفىػٍت هحَقى ًريٍ ه
َب ٍ Nas}run minallāhi wa fath{un qarīb
ًَاألىمر ى
ََجٍيػ نعا ًً
للو ٍ ٍ ي Lillāhi al-amru jamī‘an
Lillāhil-amru jamī‘an
10. Tajwid
Catatan:
Modifikasi
2. Nama negara dan kota ditulis menurut ejaan Bahasa Indonesia, seperti
Mesir, bukan Mis}r; Beirut, bukan Bayrūt; dan sebagainya.
xv
DAFTAR ISI
LEMBARAN JUDUL
PENGESAHAN PEMBIMBING
PENGESAHAN SIDANG
LEMBARAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
ABSTRAK .................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
TRANSLITERASI ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 6
D. Penjelasan Istilah ................................................................... 7
E. Kajian Pustaka ....................................................................... 9
F. Metode Penelitian .................................................................. 12
G. Sistematika Pembahasan ........................................................ 14
BAB II KONSEP JANIN MENURUT FIKIH DAN ILMU
KEDOKTERAN ........................................................................ 15
A. Definisi Janin ......................................................................... 15
B. Tahap Kejadian Janin atau Perkembangan Janin ................... 18
1. Menurut Ilmu Fiqih ........................................................... 18
2. Menurut Ilmu Kedokteran ................................................. 32
C. Peniupan Ruh ......................................................................... 37
1. Menurut Ilmu Fiqih ........................................................... 37
2. Menurut Ilmu Kedokteran ................................................. 44
BAB III TAFSIR SURAT AL-ISRA’ AYAT 33 TENTANG
PEMBUNUHAN JANIN MENURUT MAZHAB HANAFI
DAN MAZHAB MALIKI SERTA ILMU KEDOKTERAN . 47
A. Tafsir Surat Al-Isra’ Ayat 33 Tentang Pembunuhan Janin .... 47
B. Hukum Pembunuhan Janin Menurut Mazhab Hanafi ............ 51
C. Hukum Pembunuhan Janin Menurut Mazhab Maliki ............. 60
D. Hukum Pembunuhan Janin Menurut Ilmu Kedokteran .......... 68
E. Analisis Penulis Terhadap Hukum Pembunuhan Janin .......... 74
xvi
BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 83
A. Kesimpulan ................................................................................. 83
B. Saran ........................................................................................... 85
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, Kamus Arab Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), hlm. 215-216.
1
2
2
Muhammad Salam Madzkur, al-Janῑn wa al-Ahkām al-Muta‟alliqah bihῑ fi Fikihi al-
Islām (Kairo: Dar al-Nahda al-Arabiyyah, 1969), hlm. 32.
3
C.B. Kusmaryanto. SCJ, Tolak Pengguguran Janin, Budaya Kehidupan Versus
Budaya Kematian (Cet. 1; Yogyakarta: Kanisius, 2005), hlm. 69.
4
Ibid., hlm. 69.
5
Achmad Musyahid Idrus, al-Daulah Vol. 4/No. 1/Juni 2015, hlm. 81
6
C.B. Kusmaryanto, SCJ, Tolak Pengguguran.., hlm. 69.
3
berarti menghentikan atau menghilangkan kehidupan yang telah ada dan yang
demikian haram hukumnya,7 sebagaimana dijelaskan dalam QS. al-Isra/17; 33.
7
Himpunan Fatwa Ulama Majelis Ulama Indonesia Sejak Tahun 1975 (Jakarta:
Erlangga, t. th), hlm. 398.
8
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an. Juz
IX, Cet. 1. (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 457.
9
Js. Badudu, dan Sultan Mohamad Zair, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1996), hlm. 15.
4
Aborsi dalam bahasa inggris yaitu abortion yang berasal dari bahasa
latin yang berarti pengguguran kandungan atau keguguran. 10 Para ahli fikih
sering menyebut ijhāḍ dengan kata-kata sinonimnya seperti isqāṭ, ilqā‟, thārah,
dan imlāṣ.11 Majma‟ al-Lughah al-„Arabiyyah menetapkan makna ijhāḍ dengan
keluarnya janin sebelum bulan keempat dan isqath dengan menggugurkan janin
antara bulan keempat dan ketujuh. Dalam istilah fikih, penggunaan kata ijhāḍ
tidak keluar dari makna bahasa yaitu menggugurkan kandungan yang kurang
masa kejadiannya dan ahli fikih membedakannya karena perbuatan manusia dan
jatuhnya kandungan secara tidak sengaja.12
Sedangkan definisi aborsi menurut ilmu kedokteran terlihat adanya
keseragaman pendapat, diantaranya aborsi dilakukan dengan membatasi usia
maksimal kehamilan sekitar 20 minggu atau sebelum janin mampu hidup diluar
kandungan. Lebih dari usia tersebut tidak tergolong aborsi, tetapi disebut
pembunuhan bayi yang sudah mampu hidup diluar kandungan.13
Pengertian aborsi menurut ilmu kedokteran tersebut berbeda dengan ahli
fikih, karena tidak menetapkan usia maksimal, baik pengguguran kandungan
dilakukan dalam usia kehamilan nol minggu, 20 minggu maupun lebih dari itu
dianggap sama sebagai aborsi. Pengertian aborsi menurut para ahli fikih yaitu
pengguguran janin dari rahim ibu hamil baik sudah berbentuk sempurna ataupun
belum berbentuk sempurna.14
Secara umum, aborsi atau pengguguran kandungan dapat diartikan
sebagai: “Keluarnya pembuahan janin yang belum waktunya dari kandungan ibu
dan belum dapat hidup diluar kandungan”. Secara umum pengertian aborsi
10
Jhon M Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia,
2003), hlm. 2.
11
Abbas Syauman, Hukum Aborsi dalam Islam, (Jakarta: Cendikia Sentra Muslim,
2004), hlm. 60.
12
Ibid.
13
Maria Ulfah Anshor, Fikih Aborsi, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara), hlm. 33.
14
Ibid., hlm. 34.
5
kriminalis adalah suatu kelahiran dini sebelum bayi itu pada waktunya dapat
hidup sendiri di luar kandungan. Pada umumnya janin yang keluar itu sudah
tidak bernyawa lagi.Sedangkan secara yuridis abortus provokatus criminalis
adalah setiap penghentian kehamilan sebelum hasil konsepsi dilahirkan, tanpa
memperhitungkan umur bayi dalam kandungan dan janin dilahirkan dalam
keadaan mati atau hidup.
Pembunuhan (al-qatl) merupakan salah satu tindak pidana yang
menghilangkan nyawa seseorang dan termasuk dosa besar. Dalam fikih, tindak
pidana pembunuhan (al-qatl) disebut juga dengan al-jināyah „alā an-nafs al-
insāniyyah (kejahatan terhadap jiwa manusia).15
Ulama fikih mendefinisikan pembunuhan dengan “perbuatan manusia
yang berakibat hilangnya nyawa seseorang”. Apabila dilihat dari segi
hukumnya, pembunuhan dalam Islam ada dua bentuk, yaitu pembunuhan yang
diharamkan, seperti membunuh orang lain dengan sengaja tanpa sebabdan
pembunuhan yang dibolehkan, seperti membunuh orang yang murtad jika ia
tidak mau tobat atau membunuh musuh dalam peperangan.16
Mengenai pembunuhan bayi dalam kandungan dengan cara digugurkan
terdapat perbedaan pendapat mengenai batasan usia kehamilan yang boleh
digugurkan (aborsi). Secara umum di dalam mazhab Hanafi membolehkan
aborsi apabila belum terjadi penyawaan, karena dianggap belum ada kehidupan,
selama janin masih dalam bentuk segumpal daging atau segumpal darah dan
belum berbentuk anggota badan. Demikian pula dengan mazhab Syafi‟i yang
membolehkan aborsi. Tetapi berbeda dengan mazhab Maliki yang melarang
aborsi dengan argumen karena kehidupan berkembang dan dimulai sejak
15
Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT), Ensiklopedi Islam,
(Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), hlm. 1378-1379.
16
Ibid., hlm. 1379.
6
17
Maria Ulfa Anshor, Fikih Aborsi..., hlm. 93-98.
7
D. Penjelasan Istilah
Agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam memahami istilah yang
terdapat dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan pengertian beberapa istilah
sebagai berikut:
1. Aborsi
Aborsi adalah pengguguran janin yang dikandung perempuan dengan
tindakan tertentu sebelum sempurna kehamilannya, baik dalam keadaan hidup
atau mati sebelum si janin bisa hidup di luar kandungan namun telah terbentuk
sebagian tubuhnya. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aborsi
adalah terpancarnya embrio yang tidak mungkin lagi hidup (sebelum bulan
keempat dari kehamilannya).18
2. Pembunuhan
Pembunuhan adalah perbuatan seseorang terhadap orang lain yang
mengakibatkan hilangnya nyawa, baik dilakukan dengan sengaja maupun tidak
sengaja. Dalam Islam sendiri mengenal istilah al-qatl (pembunuhan) merupakan
salah satu tindak pidana menghilangkan nyawa seseorang dan termasuk dosa
besar. Dalam fikih, tindak pidana pembunuhan (al-qatl) disebut juga dengan al-
jināyah „alā an-nafs al-insāniyyah (kejahatan terhadap jiwa manusia).19
3. Mazhab
Mazhab adalah faham atau aliran pikiran yang merupakan hasil kajian
seorang mujtahid tentang hukum dalam Islam yang digali dari ayat atau hadis
yang dapat diijtihadkan.20
4. Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi adalah sebagai nisbah dari nama Imamnya yakni Abu
Hanifah dengan nama aslinya an-Nu‟man bin Tsabit bin Zauta (80 H-150 H),
18
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), hlm. 2.
19
Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT), Ensiklopedi Islam,
(Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1996), hlm. 1378-1379.
20
Muslim Ibrahim, Pengantar Fiqh Muqaran, (Jakarta: Erlangga, 1991), hlm. 47.
8
dia berasal dari Persia dan seorang tabi‟i (tābῑ‟it tābi‟ῑn), karena telah bertemu
dengan sahabat Anas bin Malik, Sahal bin Sa‟ad al-Saidi, „Abdillah bin Abi
Aufa dan Abi Tufail, Amir bin Wasilah. Ia telah banyak meriwayatkan hadis-
hadis dari mereka. Jadi, Mazhab Hanafi adalah nama pengikut Imam Hanafi.
Mazhab Hanafiyah di kenal banyak menggunakan ra‟yu, qiyās, dan istihsān,
dalam memperoleh suatu hukum yang tidak ada dalam nas, terkadang ulama
mazhab meninggalkan kaedah qiyās dan menggunakan kaedah istihsān.
Alasannya, kaedah qiyās (umum) tidak bisa diterapkan dalam menghadapi kasus
tertentu, mereka dapat mendahulukan qiyās apabila suatu hadis mereka nilai
sebagai hadis ahad.21 Mazhab Hanafi mulai berkembang pesat di Mesir,
kemudian terus meluas dan berkembang di Syiria, Afghanistan, Kaukasus,
Turki, India dan sampai ke Pakistan.22
5. Mazhab Maliki
Mazhab Maliki adalah satu dari empat mazhab fikih atau hukum Islam
dalam sunni. Mazhab Maliki yang sekarang banyak pendukungnya di Utara
Afrika dan sebagian Afrika Barat. Pada masa Imam Malik berkembang dengan
pesat ilmu Hadis dan ilmu fikih, tetapi kedua mencari ilmu itu masih merupakan
satu kesatuan yang belum terpisah, seakan masih tergabung dalam satu kesatuan
ilmu, yaitu ilmu tafsir. Masing-masing ilmu itu baru mengemansipasikan diri
pada permulaan abad ke tiga hijrah atau pada akhir abad ke dua hujrah.
Demikian pulalah halnya dengan Imam Malik, beliau sebagai seorang
ulama yang telah menafsirkan Al-Qur‟an dan Hadis-hadis Rasulullah,
menggunakan ilmu fiqih dan ilmu hadis sebagai alat dalam melakukan Istinbāṭ.
Dalam bidang hadis beliau terkenal sebagai orang yang mengumpulkan hadis
21
Achmad Usman, Riwayat Hidup Beberapa Tokoh Perawi Hadits, (Surabaya: Bina
Ilmu, 1982), hlm. 48.
22
M. Bahri Ghazali dan Djumadris, Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 1994), hlm. 59.
9
yang pertama dari kitab kumpulan hadis tersebut dapat dibaca oleh generasi
sekarang yaitu kitab al-Muwatta‟.23
E. Kajian Pustaka
Setelah penulis menelusuri beberapa literatur skripsi Fakultas Syari‟ah
dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan artikel-artikel, penulis menemukan
skripsi dan artikel-artikel yang berkaitan dengan aborsi, akan tetapi penulis tidak
menemukan judul Tafsir Surat Al-Isra‟ Ayat 33 (Studi Perbandingan Mazhab
Hanafi dan Mazhab Maliki Terhadap Pembunuhan Janin). Adapun kajian yang
berhubungan dengan skripsi ini adalah:
Aborsi Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Komparatif Pandangan
Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki), skripsi yang ditulis oleh Haijah Jurusan
Perbandingan Mazhab dan Hukum. Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa
mayoritas Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki mengharamkan aborsi setelah
janin ditiupkan ruh, tepatnya setelah janin berusia 120, sehingga janin tersebut
sudah dapat dikatakan sebagai manusia yang sempurna. Namun terdapat juga
pendapat minoritas dari masing-masing ulama Hanafi dan Maliki
mengharamkan aborsi sekalipun usia janin masih 40 hari, karena menurut
kelompok ini yang disebut manusia itu sudah sejak dari segumpal darah, dengan
demikian menggugurkan kandungan yang masih berbentuk segumpal darah
sama dengan menggugurkan janin yang sudah ditiupkan ruh.24
Hukum Aborsi Bagi Wanita Penderita HIV/AIDS (Studi Komparatif
Hukum Islam dan Hukum Positif, skripsi yang ditulis oleh Multi Sari Dewi
Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum. Kesimpulan dari skripsi ini adalah
bahwa aborsi dilarang jika pelaksanaannya terjadi sesudah janin terbentuk atau
sudah mendapatkan nyawa yakni sejak adanya tanda-tanda pergerakan janin.
23
Muslim Ibrahim, Pengantar Fiqh Muqaaran, hlm. 95-96.
24
Haijah, “Aborsi Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Komperatif Pandangan
Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki)”,Fakultas Syari‟ah, UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, 2013,
hlm. Iv.
10
25
Multi Sari Dewi, “Hukum Aborsi Bagi Wanita Penderita HIV/AIDS (Studi Komperatif
Hukum Islam dan Hukum Positif)”, Fakultas Syari‟ah, UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, 2014, hlm.
iv.
26
Budi Abidin, “Hukum Aborsi Di Indonesia (Studi Komparasi antara Fatwa Majelis
Ulama Indonesia Nomor:4 Tahun 2005 tentang Aborsi dan Undang-Undang Nomor: 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan)” (skripsi dipublikasikan), Fakultas Syari‟ah dan Hukum, UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 2014, hlm. xv.
11
28
Aji Mulyana, “Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan dan Anak Akibat
Tindakan Pidana Abortus Provocatus Criminalis”. Jurnal Wawasan Yuridika Volume 1, No. 2
Tahun 2017, hlm. 140.
29
Sutrisno Hadi, Metode Penelitian, (Surakarta: UNS Press, 1989), hlm.4.
13
G. Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan menjadi lebih teratur, sistematis dan terarah serta
memudahkan para pembaca, maka di sini akan diuraikan secara singkat
mengenai sistematika pembahasan skripsi ini yang terdiri dari empat bab. Bab
satu, sebagai gambaran umum tentang judul yang akan dikaji dan dibahas dalam
bab-bab selanjutnya yang didalamnya terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kajian Pustaka, Metode Penelitian dan
Sistematika Pembahasan.
Bab dua, membahas tentang konsep janin menurut fikih dan ilmu
kedokteran yang berisi tentang pengertian janin, tahap kejadian janin atau
perkembangan janin dan peniuan ruh.
Bab tiga, membahas tentang tafsir surat Al-Isra‟ ayat 33 tentang
pembunuhan janin menurut mazhab Hanafi dan mazhab Maliki serta ilmu
kedokteran yang berisi tentang tafsir surat Al-Isra‟ ayat 33 tentang pembunuhan
janin, hukum pembunuhan janin menurut mazhab Hanafi, hukum pembunuhan
janin menurut mazhab Maliki, hukum pembunuhan janin menurut ilmu
kedokteran dan analisis penulis terhadap hukum pembunuhan janin.
Bab empat, merupakan bab yang terakhir yang berisi kesimpulan yang
diambil berdasarkan uraian-uraian dari pembahasan keseluruhan bab-bab
sebelumnya dan saran-saran yang mungkin dapat berguna bagi para pembaca
karya tulis ilmiah ini.
BAB II
KONSEP JANIN MENURUT FIKIH DAN ILMU KEDOKTERAN
A. Definisi Janin
ّ ّ yang berarti
Kataّ جن كل شيئ
ّ املستور من tertutup atau tersembunyi dari
segala sesuatu. Jin itu dikatakan tersembunyi karena jin tidak dapat dilihat dan
tersembunyi di alam ghaib, demikian dengan majnūn atau orang gila, dikatakan
gila karena akalnya tersembunyi dan rusak, sehingga dikatakan gila. Sementara
janin dikatakan tersembunyi karena dia masih berada di dalam rahim. 30
Jadi pengertian janin dari segi bahasa mempunyai dua arti; Pertama,
janin adalah pertemuan antara sperma dan sel telur yang kemudian membelah
menjadi beberapa sel dan masih menggantung di dinding rahim („alaqah).
Kedua, janin adalah ketika sel-sel yang tergantung di dinding rahim tersebut
telah berkembang dan melewati fase organisme nuṭfah, „alaqah,
muḍgah,‟izāmah sampai pada khalqan ākhar atau wujud yang telah memiliki
karakteristik sebagai manusia yang siap menerima ruh.31
Dalam fatwa MUI disebutkan bahwa janin adalah makhluk yang telah
memiliki kehidupan (ḥayāh mukhtarimah) yang harus dihormati,
menggugurkannya berarti menghentikan atau menghilangkannya kehidupan
yang telah ada dan ini haram hukumnya,32 sebagaimana dijelaskan dalam QS al-
Isra/17; 33.
....ّۗباحلق
ّ حرم اهلل ّإَل
ّ وَل تقتلوا ألنفس الِّت
30
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, Kamus Arab Indonesia (Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997), hlm. 215-216.
31
Ibid.
32
T.np., Himpunan Fatwa Ulama Majelis Ulama Indonesia Sejak Tahun 1975 (Jakarta:
Erlangga, t. th), hlm. 398.
15
16
Sementara dalam perspektif fikih atau definisi yang diberikan oleh ulama
bahwa istilah janin merupakan nama yang menyimbolkan proses akhir dari
pembuahan sperma terhadap ovum (sel telur) yang sebentar lagi akan lahir
sebagai anak atau bayi dari kandungan ibunya. Hal ini sejalan dengan
pandangan yang dikemukakan oleh Imam Syafi‟i, yang menyatakan bahwa yang
disebut janin adalah ketika proses kejadian manusia berada pada tahap muḍgah
karena telah memiliki karakteristik sebagai manusia seperti jari, tangan, mata,
kuku dan lain-lain. Pandangan Imam Syafi‟i ini mendekati pengertian janin
dalam ilmu kedokteran dibanding pengertian janin yang dikemukakan oleh al-
Nuwairi yang mengatakan bahwa yang disebut dengan janin jika sudah
ditiupkan ruh.34
Adapun yang dimaksud dengan janin dalam ilmu kedokteran adalah
fetus yang merupakan hasil dari proses pembuahan sperma dan sel telur yang
disebut dengan zigot yang berkembang dalam kandungan,35 kemudian
memasuki masa embrio sebagai awal dari terbentuknya organ yang siap
berkembang. Setelah embrio, hasil pembuahan tersebut dinamakan janin. Janin
atau fetus merupakan hasil fertilisasi dari selesainya tahap perkembangan
embrio di delapan minggu setelah fertilisasi sampai saat kelahiran atau
abortus.36 Karena itu dalam ilmu kedokteran yang disebut dengan janin adalah
setelah usia kehamilan berusia delapan minggu sampai saat kelahiran dan pada
tahap delapan minggu ini janin sudah mempunyai karakteristik manusia.37
33
Kementerian Agama RI, Alquran dan Tafsirnya (Jakarta: Perpustakaan Nasional:
Katalog Dalam Terbitan (KDT), 2010), hlm. 741.
34
Muhammad Salam Madzkur, al-Janῑn wa al-Ahkām al-Muta‟alliqah bihῑ fi Fiqhi al-
Islām (Kairo: Dar al-Nahda al-Arabiyyah, 1969), hlm. 32.
35
C.B. Kusmaryanto. SCJ, Tolak Pengguguran Janin....hlm. 69.
36
Ibid., hlm. 69.
37
Achmad Musyahid Idrus, al-Daulah Vol. 4/No. 1/Juni 2015, hlm. 81
17
38
M. Nu‟aim Yasin, Fikih Kedokteran (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2001), hlm. 73.
39
C.B. Kusmaryanto, SCJ, Tolak Pengguguran..., hlm. 69.
18
Dari pengertian janin menurut para ulama tersebut yang menarik adalah
menurut pendapat Imam Syafi‟i yang hidup sekitar abad kedelapan masehi yang
lalu, ternyata mendekati dengan pengetahuan kedokteran modern, yakni ada
batasan yang jelas yaitu tahapan muḍgah dan „alaqah atau sekitar delapan
minggu baru disebut janin. Sementara pendapat lainnya bertentangan dengan
ilmu kedokteran bahkan menyebutnya sebagai walad yang artinya anak, sama
sekali jauh dari pengertian umum, karena janin masih berupa proses
pembentukan calon anak dan belum menjadi anak.40
Makna janin secara bahasa, adalah anak yang ada di dalam perut,
jamaknya adalah ajinnah dan ajnān, yang diambil dari kata jannā yang artinya
menutupi diri. Dinamakan janin, ia ditutup oleh perut ibunya. Janin manusia
adalah makhluk yang tercipta di dalam rahim seorang wanita dari hasil
pertemuan antara sel telur dengan sel sperma yang berasal dari air mani seorang
lelaki.
Nama janin diberikan kepada makhluk ini selama masih ada di dalam
perut ibunya karena ia masih tertutupi dan nama ini akan tetap disandangnnya
sejak fase perkembangan pertama hingga waktu dilahirkan.41 Para ahli fikih
menggunakan istilah janin seperti yang digunakan di dalam bahasa itu. Hanya
saja sebagian dari mereka membatasinya pada kehamilan yang dikandung oleh
manusia, sedangkan untuk makhluk-makhluk lainnya tidak disebut demikian.
B. Tahapan Kejadian Janin atau Perkembangan Janin
1. Menurut Ilmu Fikih
Menurut ilmu fikih, tahapan kejadian janin atau perkembangan janin
dapat dibagi menjadi beberapa bagian antara lain:
a. Nuṭfah
40
Maria Ulfa Ansor, Fikih Aborsi ...., hlm. 23-25.
41
Al-Kindi, Al-Mishbah Al-Munir, Juz II, hlm.171, dan Tafsir Al-Qurthubi, Juz XVII,
hlm. 110.
19
Kata nuṭfah dalam Bahasa Arab berarti setetes yang dapat membasahi.
Penggunaan kata ini menyangkut proses kejadian manusia sejalan dengan
penemuan ilmiah yang menginformasikan bahwa pancaran mani yang
menyembur dari alat kelamin pria mengandung sekitar dua ratus juta benih
manusia, sedangkan yaeng berhasil bertemu dengan indung telur wanita hanya
satu saja. Itulah yang dimaksud dengan nuṭfah. Ada juga yang memahami kata
nuṭfah dalam arti hasil pertemuan sperma dan ovum.42
Dalam kamus fikih kata nuṭfah dalam Al-Qur‟an disebut sebanyak 12
kali. Nuṭfah yaitu mani atau sperma yang merupakan bahan asal manusia.
Artinya, manusia terbentuk dari percampuran antara mani dan sel telur,
sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Al-Insan (76) : 2. Mani ialah cairan
yang keluar dari bermacam kelenjar, yaitu sebagai berikut.
1) Listesticules (testikel) yaitu organ seks laki-laki yang mengeluarkan
spermatoizoa.
2) Les vicicules seminal (kantong sperma) yang terletak dekat prostat
yang mengeluarkan zat cair khusus, tetapi tidak mengandung unsur
kesuburan.
3) La prostate yang mengeluarkan cairan tertentu dan memberi ciri bau
khusus pada sperma.
4) Kelenjar-kelenjar yang melekat pada saluran kemih, yaitu kelenjar
cooper atau mery yang mengeluarkan cairan encer dan kelenjar littre
yang menghasilkan lendir.43
Nuṭfah bermaksud setetes cairan. Oleh karena itu, para ulama telah
memberi berbagai pengertian mengenai nuṭfah ini, namun begitu pengertian
yang mereka berikan adalah hampir sama. Imam al-Fakhr al-Rani di dalam
42
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an. Juz
IX (Cet. 1; Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm. 13.
43
Ahsin W. Alhafidz, Kamus Fiqh, (Cet. 1; Jakarta : Amzah, 2013), hlm. 177.
20
tafsirnya menyatakan nuṭfah ialah air atau pun cairan yang sedikit. 44 Manakala
al-Qurtubi pula menerangkan bahwa ianya adalah setetes atau sedikit air atau
cairan yang berasal daripada tulang belakang lelaki dan tulang dada
perempuan.45
Di samping itu, Ibn Katsir menerangkan nuṭfah itu ialah sesuatu yang
lemah (daif) yang berasal dari air yang hina (air mani).46 Selain daripada itu,
nuṭfah juga ia adalah sedikit air yang berada di tempat simpanan benah dan suci
hukumnya, kenyataan ini adalah didukung oleh al-Lihyani.47
Oleh karena itu, untuk lebih jelas lagi sebaiknya diutarakan pendapat al-
Haj Muhammad Wasfi. Beliau menegaskan bahwa nuṭfah itu bukanlah air mani
tetapi ianya merupakan sebagian dari apa yang terdapat di dalam air mani itu.
Beliau mengumpamakannya seperti ikan-ikan yang berada di dalam air lautan.48
Hujjah yang menguatkan dan menjadi pegangan beliau ialah ayat Al-Qur‟an
Surat al-Qiyamah ayat 37 yang berbunyi: “Bukankah ia berasal dari air mani
yang dipancarkan (ke dalam rahim)?”
Perkataan nuṭfah telah dinyatakan sebanyak dua belas kali di dalam Al-
49
Qur‟an dan perkataan mani sebanyak tiga kali.50 Manakala cairan lelaki telah
dinyatakan beberapa kali di dalam Al-Qur‟an seperti “cairan yang hina” dan
“cairan yang dipancarkan”.51
44
Abd. Majid, Manusia ditinjau dari aspek, Sejarah, Sosial, Budaya & Agama,
(Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2012), hlm. 64.
45
Abi‟ Abd Allah Muhammad bin Ahmad al-Ansari al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi; al-
Jami‟ al-Ahkam al-Qur‟an, juz. 19, terj. Amiruddin Zainal, (Bandung: P.T. Salam, 2001), hlm.
117.
46
Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, terj. Amiruddin, (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2001),
juz. 7, hlm. 175.
47
Abd. Majid, Manusia ditinjau dari aspek, ...hlm. 64.
48
Ibid.
49
Muhammad Ali Al-Bar, Khalaq....,hlm. 27-28.
50
Ibid., hlm. 30.
51
Abd. Majid, Manusia ditinjau, .... hlm. 65.
21
Oleh karena itu, nuṭfah yang secara literal bermaksud setitik benda
terbagi kepada tiga pengertian, yaitu:
a. Nuṭfah Laki-Laki : Dia adalah hewan mani (sperma) yang berada
di dalam mani yaitu yang dihasilkan oleh
testis.
b. Nuṭfah Perempuan : Yaitu telur (ovum) yang dihasilkan oleh
ovarium sebanyak satu biji setiap bulan.
c. Nuṭfah Amsaj : Yaitu fertilisasi (persenyewaan) di antara
sperma dengan ovum.
Kalimat Nuṭfah Amshaj yang dimaksud ini adalah percantuman benih di
antara nuthfah lelaki dan perempuan. Menurut kajian sains ia merupakan
persenyawaan (fertilisasi) antara sperma dengan ovum ditiup fallopio, yang
akan membentuk zigot.52 Kalimat ini (Nuṭfah Amshaj) hanya terdapat pada satu
tempat saja di dalam Al-Qur‟an yaitu pada Surat al-Insan ayat 2: Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah aturkan cara mencipta manusia bermulanya dari air
mani yang bercampur (dari pati benih lelaki dan perempuan)”.
Al-Baidawi dalam tafsirnya menjelaskan kalimah Nuṭfah Amshaj di
dalam ayat di atas ialah apabila berlakunya percampuran di antara benih lelaki
dan perempuan yang menghasilkan zigot.53 Ibnu „Abbas apabila diminta untuk
menerangkan ayat di atas, telah berkata: Perkataan “Nuṭfah Amshaj” adalah
cairan lelaki dan perempuan yang bercampur dan kemudiannya melalui
beberapa evolusi. Sementara ikrimah pula berkata, kalimat itu ialah
percampuran di antara air lelaki dengan air perempuan (Sperma dengan
Ovum).54
52
Ibid.
53
Ibid., hlm. 66.
54
Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Juz. 3,....hlm. 582.
22
55
Abd. Majid, Manusia ditinjau, ....hlm. 66.
56
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan ..., hlm. 13
57
Muhammad Ali Al-Bar, Khalaq Al-Insan ...., hlm. 98.
58
Abd. Majid, Manusia Ditinjau ...,.hlm. 67.
23
dalam kitab Lisān al-„Arāb pula menyatakan, ia adalah darah beku yang
bercampur.59
Pengertian „Alaqah di sisi ulama mufassirin terbagi kepada dua
kelompok. Pertama, ialah para mufassirin lama seperti Sayyid Qutb dan al-
Maraghi. Mereka berpendapat „Alaqah itu ialah darah beku yang bercampur
ataupun darah beku. Manakala pendapat yang kedua terdiri dari pada Dr. Hamid
al-Ghawabi dalam kitabnya al-Islām Wa al-Tibb, Dr. Muhammad Wasfi dalam
kitabnya Al-Qur‟an Wa al-Tibb, Dr. Saif al-Din al-Siba‟i dalam kitabnya al-
Ajhād Bain al-Fiqh Wa al-Tibb Wa al-Qanūm dan Dr. Mauris Bukai dalam
kitabnya Al-Qur‟an al-Karῑm Wa al-Taurāt Wa al-Injῑl wa al-Ilm mengatakan
bahwa „Alaqah itu ialah peringkat Nuṭfahal-Amshāj (zigot) bergantung dan
melekat di dinding rahim.60
Tegasnya bahwa „Alaqah itu adalah hasil daripada proses persewaan di
antara sperma dan ovum, diikuti dengan belahan sel-sel zigot dan akhirnya
terbenam di dinding rahim. Pembenaman inilah yang dikenali sebagai
implantasi ataupun pembentukan „Alaqah. Perkataan „Alaqah telah disebut di
dalam Al-Qur‟an sebanyak enam kali. Surah-surah yang terlibat ialah Surat al-
Hajj 22:5, al-Mu‟minun 23:14, al-Qiyamah 75:38, al-Mu‟minin 40:67 dan al-
Alaq 96:2.
Apabila cecair di dalam blastula semakin meningkat (balstosista), cecair
ini akan memisahkan sel-sel kepada dua lapisan yaitu lapisan sel telur yang
terdiri daripada sel-sel yang terlibat dengan pemakanan (trofoblas) dan jisim sel
yang kemudiannya membesar untuk membentuk embrio. Lalu lapisan luar
balstosista melekat kepada epitelium endometrium (lapisan uterus yang paling
dalam) melalui anjuran-anjuran yang seakan-akan rambut serta saling
59
Ibid.
60
Muhammad Ali Al-Bar, Khalaq Al-Insan ..., hlm. 109.
24
61
Abd. Majid, Manusia ditinjau dari aspek, ....,hlm. 67-68.
62
Ibid., hlm. 68.
63
Muhammad Ali Al-Bar, Khalaq Al-Insan Bai Nal-Tubb…, hlm. 105.
64
Ibid., hlm. 106.
25
65
Abd. Majid, Manusia Ditinjau dari Aspek, ....hlm. 69.
66
Ibid.
67
Ibid., hlm. 74
26
68
Muhammad Ali Al-Bar, Khalaq Al-Insan Bai Nal-Tubb…, hlm. 214.
69
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Kitab Tafsir, juz 32, Terj. Amiruddin, (Jakarta:
Pustaka Azam, 2004), hlm. 99.
70
Ibid.,hlm. 214- 218.
71
Abd.Majid, Manusia ditinjau dari …, hlm. 71.
27
72
Muhammad Salam Madzkur, al-Janin wa al-Ahkam al-Muta‟alliqah bihi fi Fiqhi al-
Islam (Kairo: Dar al-Nahda al-Arabiyyah, 1969), hlm. 57.
73
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan..., hlm. 13.
74
Muhammad Sayyid Qutb, Fi Zhilal Alquran. Jilid IV, hlm. 451.
28
adalah lebih tepat dari pada tempo perkembangan somit yang digunakan oleh
buku-buku teks tentang embriologi.75
Sebenarnya perkataan muḍgah diterangkan sebanyak dua kali di dalam
Al-Qur‟an yaitu Surat al-Mu‟minun ayat 14 dan al-Hajj ayat 5. Sebagaimana
tertuang dalam Al-Qur‟an maka di dalam hadis juga terdapat beberapa kali kata
ini disebutkan di antaranya ialah:
ِ ِ ْ ضغَ ًة فَخلَ ْقنَا الْم
ُضغَ َة عظَ ًاما فَ َك َس ْونَا الْعظَ َام َحلْ ًما ُُثَّ أَنْ َشأْنَاه ُ َ ْ ُُثَّ َخلَ ْقنَا النُّطَْف َة َعلَ َق ًة فَ َخلَ ْقنَا الْ َعلَ َقةَ ُم
ي ِِ ْ خلْ ًقا آخر فَتبارَك اللَّو أَحسن
َ اْلَالق ُ َ ْ ُ َ ََ َ َ َ
Artinya : “Kami ciptakan darah beku itu menjadi segumpal daging; kemudian
Kami ciptakan daging itu menjadi beberapa tulang kemudian Kami
balut tulang-tulang itu dengan daging”.76
75
Muhammad Ali Al-Bar, Khalaq Al-Insan Bai Nal-Tubb…, hlm.263.
76
Muslim, Shahih Muslim,Kitab Al-Qadar, jil. 7, Terj. Jumadi, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2004), hlm. 79.
29
77
Abd.Majid, Manusia Ditinjau dari Aspek…, hlm. 74.
78
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan...,hlm. 167-168.
30
Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling
Baik”. (QS. Al-Mu‟minun: 14).
79
Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir …, hlm. 345.
80
Muhammad Ali Al-Bar, Khalaq Al-Insan Bai Nal-Tubb…, hlm. 286.
81
Abd.Majid, Manusia Ditinjau dari Aspek…, hlm. 77.
82
Muhammad Ali Al-Bar, Khalaq Al-Insan Bai Nal-Tubb,...hlm. 287.
31
e. Khalqan Ākhar
Khalqan ākhar yaitu suatu organisme pembuahan sel telur sampai
kepada pembelahan sel lalu menyatu sebagai suatu wujud yang sempurna. 83
2. Menurut Ilmu Kedokteran
Sedangkan dalam ilmu kedokteran tahapan istilah kejadian atau
perkembangan janin itu berbeda dengan istilah yang digunakan dalam ilmu
fiqih, yang dibagi menjadi beberapa bagian antara lain:
a. Zigot
Yaitu, ovum (sel telur) yang telah dibuahi oleh sperma laki-laki dalam
saluran telur perempuan. Zigot tinggal selama tiga hari dan disitulah dimulai
pembelahan sel.84 Dari beberapa pakar ahli kandungan, Dr. Nu‟aim Yasins
seorang pakar kedokteran modern mengakui bahwa, para dokter dan ahli
kebidanan modern sanggup melihat secara rinci dan mendalam proses setiap
fase perkembangan janin hari demi hari, minggu demi minggu, dan bulan demi
bulan dengan menggunakan alat-alat yang canggih, seperti ultrasonografi.85
Eksplorasi penjelasan perkembangan janin sejak masa konsepsinya yaitu
bersatunya ovum dengan sperma berkembang mengikuti tahapan dari satu sel
akan berkembang membentuk susunan jumlah 2-4-8 hingga seterusnya sampai
pada tahap blastokis yaitu nidasi. Sel-sel yang membelah diri disebut dengan
zigot dan masing-masing sel hasil pembuahan sel telur pada tahap awal
membutuhkan waktu selama 30 jam untuk ovulasi.86
b. Embrio
Embrio yaitu tahap yang dimulai selama dua minggu setelah proses
pembuahan.87 Sel-sel (zigot) kemudian akan berkembang menjadi embrio sekitar
83
C.B. Kusmaryanto. SCJ, Tolak Pengguguran Janin..., hlm. 69.
84
Achmad Musyahid Idrus, al-Daulah Vol. 4/No. 1/Juni 2015, hlm. 82.
85
M. Nu‟aim Yasin, Fikih Kedokteran ..., hlm. 57.
86
Maria Ulfa Anshor, Fikih Aborsi ..., hlm. 26.
87
Ibid., hlm. 67.
33
90
Maria Ulfa Anshor, Fikih Aborsi ..., hlm. 28.
91
Achmad Musyahid Idrus, al-Daulah Vol. 4/No. 1/Juni 2015, hlm. 82.
92
Maria Ulfa Anshor, Fikih Aborsi, ....hlm. 28.
35
tumbuh menutupi seluruh tubuh pada janin yang berusia sekitar 20 minggu.
Pada usia ini panjang janin sekitar 14 cm dengan berat 130 gram.93
Memasuki usia pada minggu ke-28 panjang janin sekitar 35 cm, mata
dan kelopaknya mulai terbuka, kulit sudah terbentuk meskipun masih keriput,
dan rambut kepala mulai tumbuh lebat. Biasanya janin pada usia ini mencapai
berat sekitar 1.000 gram atau sekitar 1 kg sampai 1,1 kg. Lanugo (rambut halus)
pada seluruh tubuhnya mulai menghilang, sedangkan untuk warna kulit yang
semula merah pada usia ini berubah menjadi warna kulit manusia. Karena jenis
kelamin sudah dapat dibedakan, maka pada bayi laki-laki testis yang pada
awalnya di perut mulai ke bawah dan mencapai scrotum (kandung buah zakar).
Panjang janin mencapai 37 cm pada usia minggu ke-30 dengan berat
sekitar 1,6 kg. Pada usia ini perkembangan kepala janin telah selesai dan paru-
parunya mencapai sempurna dan secara samar detak jantungnya dapat didengar
dengan kecepatan durasinya berkisar Antara 120 hingga 160 denyut per menit.
Posisi janin pada rahim ibu menghadap ke bawah dengan kepala mengarah pada
pelvis ibu.
Perkembangan janin yang mencapai usia minggu ke-34 adalah
pembentukan produksi surfaktan yaitu zat yang penting untuk perkembangan
paru dan ventilasi baru yang akan berpengaruh pula pada berat janin yang akan
mencapai 2.000 gram atau berkisar sekitar 2 kg-2,5 kg. Pada usia ini ginjal dan
paru-paru mencapai tahap sempurna. Begitupun dengan pertumbuhan kuku jari
tangan yang telah mencapai ujung, meskipun belum pada bagian kuku jari kaki.
Namun, tubuh janin telah memenuhi ruang rahim ibu, kalaupun ada gerakan,
maka gerakan tersebut berasal dari tangan dan kakinya. 94
Baru kemudian setelah mencapai usia 35 minggu perawatan bayi lebih
mudah disebabkan oleh factor organ-organ vital yang telah matur. Dan, pada
usia minggu ke-37 kehamilan lengkap bisa disebut sebagai pretem (premature)
93
Ibid., hlm. 29.
94
Ibid., hlm. 29-30.
36
Terdapat Vernix
20 18 160 320 Caseosa dan mulainya
pembentukan kuku.
95
Ibid., hlm. 30-31.
38
96
Abd.Majid, Manusia Ditinjau dari Aspek…, hlm. 80-82.
97
Ibid.,hlm. 79-82.
39
Maka, Maha suci Allah, Pencipta yang Paling Baik”. (QS. Al-
Mu‟minuun: 12-14).
98
Ibid., hlm. 83-84.
40
Artinya: “Maka, Maha suci Allah, Pencipta yang Paling Baik”. (QS. Al-
Mu‟minuun: 14).
Tidak ada seorangpun yang mampu menciptakan seorang makhluk selain
Allah. Kata “ahsana” dalam ayat itu bukan untuk menunjukkan kelebihan
(tafḍῑil), tetapi untuk kebaikan yang mutlak bagi penciptaan Allah. Zat yang
telah menganugerahkan bagi manusia kekuatan untuk menempuh fase-fase itu,
sesuai dengan sunnah yang tidak akan berubah, tidak akan menyimpang dan
tidak akan menjadi lambat, hingga tercapai segala yang ditentukan atas manusia.
Yaitu, derajat kesempurnaan hidup manusia, dengan detail sistem itu.99
Sesungguhnya manusia akan terpaku dan terpana di hadapan apa yang
mereka namakan dengan “mukjizat ilmu” ketika seorang manusia menciptakan
suatu yang memiliki karakter tersendiri dan kepintaran sendiri dalam
gerakannya, tanpa keikutsertaan langsung manusia di dalamnya. Keahlian ini
tidak ada apa-apanya dibanding dengan gerak janin dalam fase-fasenya itu.
Antara satu periode dengan periode yang lain terdapat perbedaan yang sangat
mencolok dalam tabiatnya dan perubahan yang sempurna dalam wujudnya.
Namun, manusia melewati peristiwa-peristiwa itu dengan mata buta dan hati
tertutup. Karena, hal ini telah biasa dan akrab dengan mereka sehingga
melalaikan bahwa janin itu sebetulnya adalah hal yang sangat ajaib. Dengan
hanya berpikir dalam masalah bahwa manusia dengan segala karakter-
karakternya tersari dalam satu tetes mani yang tidak dapat dilihat oleh mata
kasar.100
Karakter dan sifat itu juga terus tumbuh menuju puncaknya yaitu
“ciptaan yang lain”. Ia menjadi makhluk yang berakal lagi pada setiap bayi.
Setiap bayi pun membawa sifat warisan yang berbeda-beda dan istimewa secara
tersendiri. Semua itu tersimpan dalam satu tetes mani itu. Sesungguhnya berfikir
99
Muhammad Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur‟an di Bawah Naungan Al-Qur‟an,
Jilid 8 (Cet. 1; Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 166-167.
100
Ibid., hlm. 168.
41
dalam hakikat ini saja sudah cukup membuka hati-hati yang terkunci ketika
menyaksikan pemandangan yang sangat menakjubkan itu.
Kehidupan manusia yang diawali dari bumi tidak berakhir di bumi,
karena unsur yang bukan tanah telah bercampur dengannya dan masuk dalam
fase perjalanannya. Juga karena tiupan ruh yang tinggi itu telah merumuskan
targetnya, bukan target jasadnya yang bersifat hewani. Ia telah merumuskan
tujuan finalnya, bukan tujuan final daging dan darah yang rendah. Ruh itu telah
menentukan bahwa kesempurnaan hakiki manusia tidak akan tercapai di dunia,
tidak juga dalam kehidupan di bumi ini. Namun, akan sempurna di periode yang
baru yaitu di kehidupan akhirat.101
Dalam hal ini terdapat 3 hadis yang menceritakan terkait permasalahan
dari awal pembentukan janin hingga peniupan ruh ke dalam janin, antara lain:
a. Tujuh hari pembuahan
ان اهلل تعلى اذا ارادخلق العبد فجامع الرجل واملراة طار ماؤه كل عرق وغضو منها فاذا كان
.)السابع مجعو اهلل تعلى ُث احضره َّف كل عرق لو دون ادم (روه اطرب اَّن
Artinya: “Sesungguhnya Allah jika ingin menciptakan manusia, maka Ia
mempertemukan Antara laki-laki dan perempuan yang memancarkan
sperma ke setiap pembuluh dari anggota tubuhnya, jika sudah sampai
pada hari ke tujuh Allah akan menghimpunnya pada setiap pembuluh,
kecuali pada penciptaan adam”. (HR. At-Thabrani).
عن اىب عبدا لرِحن عبداهلل بن مسعود رضي اهلل عنو قال حدثنا رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم
ان احدكم جيمع خلقو ِف بطن امو اربعي يو ما نطفة ُث يكون علقة مثل.وىو الصادق املصدوق
ذلك ُث يكون مضغة مثل ذلك ُث يرسل اليو امللك فينفغ فيو الروح ويؤمر باربع كلمات يكتب
.-رزقو واجلو وعملو وسقي وسعيد–رواه مسلم
Artinya: “Dari Abi Abd Rahman Abdillah bin Mas‟ud RA berkata: Rasulullah
menceritakan kepada kami sesungguhnya seseorang dari kamu
kejadiannya dikumpulkan dari perut ibumu selama 40 hari berupa
101
Muhammad Sayyid Quthb, TafsirFi ....,hlm. 164-167.
42
اذا مرباالنطفو ثنتان واربعي ليلو بعث اهلل اليها ملكافصورمها وخلق مسعها وبصرىاوجلدىاو
. روه مسلم.....احهماو عظا مها
Artinya: “Apa bila nuṭfah telah melalui masa empat puluh dua malam, Allah
akan mengutus kepadanya Malaikat untuk memberi bentuk,
menciptakan pendengaran, penglihatan, kulit, daging, dan tulang
belulang”. (HR. Muslim).
102
Maria Ulfa Ansor, Fikih Aborsi ..., hlm. 21-25.
43
peniupan ruh tidak terjadi kecuali setelah empat bulan”. Ibnu Hajar berkata,
“Hadis Ibnu Mas‟ud dengan seluruh jalannya menunjukkan bahwa janin akan
berubah pada usia seratus dua puluh hari melalui tiga fase perkembangan yang
tiap-tiap perkembangan membutuhkan waktu empat puluh hari, kemudian
setelah sempurna, ditiupkan ruh padanya.103 Di tempat lain beliau berkata,
“Kemudian malaikat membentuknya menjadi bentuk lain, yaitu pada saat
peniupan ruh ketika sempurna usianya empat bulan.
Di samping adanya kesepakatan yang tidak seorang pun menentangnya
dari ulama Islam klasik, namun para pembahas (ulama) modern ada yang
berkata bahwa peniupan ruh terjadi setelah empat puluh hari pertama setelah
janin terbentuk di dalam perut ibunya. Mungkin mereka terpengaruh oleh apa
yang ditetapkan pada dokter tentang awal penciptaan janin pada fase
pertamanya dan kesempurnaan anggota tubuhnya secara lahir, sekitar empat
puluh hari sebelum empat bulan (90 hari), dengan anggapan bahwa ulama Islam
tidak mengetahui tentang masalah kedokteran ini dan mereka tidak memahami
hadis Ibnu Mas‟ud tersebut secara zahirnya; karena mereka tidak mengetahui
keadaan janin yang sebenarnya. 104
2. Menurut Ilmu Kedokteran
Penciptaan berbeda dengan pembentukan, dan penciptaan dilakukan
terlebih dahulu kemudian disusul pembentukan. Allah menciptakan manusia
dalam Rahim dalam tiga penciptaan yaitu menjadikannya nuṭfah,„alaqah lalu
muḍgah kemudian menjadikannya bentuk yang dapat dikenali dan berbeda dari
yang lain menurut karakteristiknya. Peniupan ruh terjadi setelah fase muḍgah
yaitu setelah 120 hari.
Dengan adanya peniupan ruh ke dalam janin, berarti menetapkan hukum
kehidupan baginya, dan menganggapnya sebagai anak adam yang hidup,
103
M. Nu‟aim Yasin, Fikih Kedokteran ..., hlm. 103.
104
Ibid., hlm. 104.
45
sehingga haram menganiayanya dengan cara aborsi atau cara lain, karena itu
berarti menganiaya manusia yang hidup. 105
Kesepakatan ahli tafsir dan ahli fikih bahwa peniupan ruh ke dalam janin
tidak terjadi sebelum berlalunya empat bulan kehamilan, kemudian perbedaan
pendapat mereka mengenai pembatasan pada jangka waktu tersebut atau lebih,
sepertinya nampak sedikit berbeda dengan pembuktian kedokteran modern yang
menyatakan bahwa kehidupan telah muncul pada janin. Hal itu bisa tampak
dengan menggunakan alat modern.
Dalam penetilian Hasan Hat Shout mengenai aborsi antara agama dan
kedokteran dikatakan, bahwa hak hidup telah dikatakan dalam Islam dan itu
berlaku pada janin. Namun sebagian ahli fikih dahulu melihat kehidupan janin
dengan dimulainya ibu merasakan gerakan janin dalam perutnya. Hal ini
biasanya terjadi pada akhir bulan keempat kehamilan atau 120 hari. Kelompok
ahli fikih mengira bahwa perasaan tersebut disebabkan denyut kehidupan di
dalam janin, atau disebut peniupan ruh. Tetapi kemajuan ilmu kedokteran telah
mengupas fakta bahwa perasaan ibu akan gerakan janin tidak timbul dari
gerakan ini.106
Sebenarnya, janin telah bergerak jauh sebelum itu tetapi si ibu tidak
merasakannya, karena kantong air janin pada mulanya besar dan luas
dibandingkan dengan tubuh janin yang sangat kecil. Seiring dengan berjalannya
waktu, kemudian janin menjadi besar, sehingga tekanan dan tendangan janin
bisa membuat dinding rahim melebar sehingga si ibu merasakannya setelah
empat bulan kehamilan. Sekarang telah ada alat untuk mendengar detak jantung
janin pada usia lima minggu, bahkan alat untuk melihat gerak janin pun telah
ada sekarang ini.
105
Suwito “Penciptaan dan Pembentukan Janin Menurut al-Qur‟an, al-Hadits, dan Ilmu
Kedokteran” al-Hukama di Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol. 02, No. 02 Desember
2012, hlm. 217.
106
Ibid.
46
107
Ibid., hlm. 217-218.
BAB III
TAFSIR SURAT AL-ISRA’ AYAT 33 TENTANG PEMBUNUHAN
JANIN MENURUT MAZHAB HANAFI DAN MAZHAB MALIKI SERTA
ILMU KEDOKTERAN
108
Rokhmat S. Labib, Tafsir Ayat Pilihan Al-Wa‟ie, cetakan pertama, (Bogor: Al-Azhar
Freshzone Publishing, 2013), hlm. 378.
109
Ibid.
110
Ibid., hlm. 379.
47
48
111
Rokhmat S. Labib, Tafsir Ayat Pilihan ...., hlm. 377.
112
Maksud dari kata yang dibenarkan oleh syara' ialah seperti qishash membunuh orang
murtad, rajam dan sebagainya.
49
ini yang disebutkan sebagai alasan perbuatan zina memiliki korelasi dan
hubungan tentang pembunuhan dimana akhirnya semua akibat dari perbuatan
tersebut akan membunuh jiwa yang tidak bersalah dan hal ini bertentangan
dengan hukum Islam, demikian salah satu bentuk kehati-hatian dan tindakan
antisipatif dari mafsadat yang lebih besar.113
Islam adalah agama kehidupan dan agama kedamaian. Membunuh jiwa
dalam pandangan islam menurut Sayyid Qutub yang disebutkan dalam kitab
tafsirnya dinyatakan sebagai sebuah dosa besar sesudah dosa perbuatan syirik
kepada Allah. Hal ini dinyatakan demikian dengan alasan bahwa Allahlah Yang
Maha memberi kehidupan. Sehingga itu, tidak ada hak bagi siapapun untuk
mencabut kehidupan seseorang, kecuali dengan izin Allah dan pada batas-batas
yang sudah ditentukan-Nya.Setiap jiwa adalah terhormat dan tidak boleh
disentuh, kecuali dengan alasan yang benar dan maksud alasan yang benar
dalam ayat ini menurut Sayyid Qutub telah disebutkan oleh Allah dengan sangat
jelas dalam firman-Nya dan tidak pula dibiarkan ada cela untuk sebuah pendapat
atau pengaruh hawa nafsu manusia untuk membunuh orang lain.114
Sebagaimana disebutkan dalam kitab shahih bukhari dan Shahih Muslim bahwa
Rasulullah saw. bersabda yang artinya berbunyi:
“Dari Ibnu Mas‟ud ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Tidak halal
darah seorang muslim yang bersaksi tiada tuhan selain Allah dan aku
adalah utusan Allah kecuali karena salah satu dari berikut ini : orang
yang sudah menikah berzina, membunuh orang, meninggalkan agamanya
dan memisahkan diri dari jamaah”. (HR. Bukhari dan Muslim).115
Perbuatan membunuh atau dalam istilah medis menggugurkan janin
sebelum waktunya dan bayi tersebut meninggal, merupakan perbuatan yang
menurut ulama hadis maupun ulama tafsir sebagai tindak kejahatan yang dapat
113
Uraian selengkapnya liat: Sayyid Qutub, Tafsir Fi Zhilalalil Qur‟an Di Bawah
Naungan Al-Qur‟an (Surah Yusuf 102-Thaahaa 56), Jilid VII, terj. As‟ad Yasin, (Depok: Gema
Insani Press, 1992), hlm. 252.
114
Uraian Selengkapnya lihat Sayyid Qutub, Tafsir Fi Zhilalil ...., hlm. 253.
115
Musthafa Al-Bugha dan Muhyiddin Mistu, Al-Wafi (Syarah Hadits Arba‟in Imam
Nawawi), terj. Iman Sulaiman, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2013), hlm. 110.
50
116
Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam, Syarah Hadits Pilihan (Bukhari-Muslim),
terj. Kathur Suhardi, (Bekasi: PT Darul Falah, 2013), hlm. 994.
117
Uraian selengkapnya liat: Asy-Syanqithi, Tafsir Adhwa‟ul Bayan (Tafsir Al-Qur‟an
Dengan Al-Qur‟an, Surah Huud-Yuusuf-Ar-Ra‟d-Ibrahim-Al-Hijr-An-Nahl-Al-Isra‟), terj. Bari
dan dkk., (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm. 816-817.
51
ditetapkan oleh Allah kepada umatnya di muka bumi ini.118 Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa asal darah setiap manusia itu terlindungi
kehidupannya demikian juga akalnya, karena pada asalnya semua makhluk
tercipta untuk mencintai berlangsungnya kehidupan manusia dalam bentuknya
yang paling baik.119
B. Hukum Pembunuhan Janin Menurut Mazhab Hanafi
1. Sekilas Tentang Mazhab Hanafi
Nama yang digunakan oleh mazhab ini diambil dari nama seorang imam
yang dikenal dengan panggilan Abu Hanifah. Nama lengkap beliau dari kecil
ialah Nu‟man bin Tsabit bin Zuta bin Mah. Ayah beliau keturunan dari bangsa
persi (Kabul-Afganistan), tetapi sebelum beliau dilahirkan, ayahnya sudah
pindah ke Kuffah. Oleh karena itu beliau bukan keturunan bangsa Arab asli,
tetapi dari bangsa Ajam (bangsa selain bangsa arab) dan beliau dilahirkan di
tengah-tengah keluarga berbangsa Persia.120
Abu Hanifah dilahirkan pada tahun 80 Hijriah (696 M) dan meninggal di
Kuffah pada tahun 150 Hijriah (767 M). Abu Hanifah hidup selama 52 tahun
dalam masa Amawiyah dan 18 tahun dalam masa Abbasi. Segala daya pikir,
daya cepat tanggapnya dimiliki pada saat masa Amawi, akalnya terus
berkembang dan ingin mengetahui apa yang belum diketahui, hal ini merupakan
salah satu bentuk keistimewaan akal ulama yang terus mencari tambahan.
Segala pemikiran yang dikemukakan di masa Amawi lebih banyak dari pada
yang dikemukakannya pada masa Abbasi.121
Abu Hanifah mempunyai beberapa orang putra, diantaranya ada yang
dinamakan Hanifah, maka karena itu beliau diberi gelar oleh banyak orang
118
Uraian selengkapnya liat: Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an ..., hlm. 253
119
Uraian selengkapnya liat: Musthafa Dieb Al-Bugha dan Muhyiddin Mistu, AL-Wafi
Syarah Hadis Arba‟in...., hlm. 111
120
Ibid.
121
Moenawir Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi‟i,
Hambali,Cet. Ke-9, (Jakarta: Bulan Bintang, 1955), hlm. 19.
52
dengan Abu Hanifah.Ini menurut satu riwayat dan menurut riwayat yang lain:
sebab beliau medapat gelar “Abu Hanifah” karena beliau adalah seseorang yang
rajin melakukan ibadah kepada Allah dan sungguh-sungguh mengerjakan
kewajiban dalam agama. Karena perkataan “hanῑf” dalam bahasa arab artinya
“cenderung atau condong” kepada agama yang benar. Dan ada pula yang
meriwayatkan, bahwa beliau mendapat gelar Abu Hanifah diakrenakan eratnya
berteman dengan “tinta”. Karena perkataan “hanῑfah” menurut bahasa Irak,
artinya “dawat atau tinta”. Yakni beliau dimana-mana senantiasa membawa
dawat guna menulis atau mencatat ilmu pengetahuan yang diperoleh oleh para
guru beliau atau lainnya. Dengan demikian beliau mendapat gelar dengan Abu
Hanifah.122
Setelah Abu Hanifah menjadi seorang ulama besar, dan terkenal di
segenap kota-kota besar, serta terkenal di sekitar Jazirah Arabiyah pada
umumnya, maka beliau dikenal pula dengan gelar: Imam Abu Hanifah. Setelah
ijtihad dan buah penyelidikan beliau tentang hukum-hukum keagamaan diakui
serta diikuti oleh banyak orang dengan sebutan “Mazhab Imam Hanafi”.123
Sebagaimana ulama yang terkemuka dan banyak memberikan fatwa,
Imam Abu Hanifah meninggalkan banyak ide dan buah fikiran. Sebagian ide
dan buah fikirannya ditulisnya dalam bentuk buku, tetapi kebanyakan dihimpun
oleh murid-muridnya untuk kemudian di bukukan. Kitab-kitab yang ditulisnya
sendiri antara lain:
1) Al-Farā‟id: yang khusus membicarakan masalah waris dan segala
ketentuannya menurut hukum Islam.
2) Asy-Syurūṭ: yang membahas tentang perjanjian.
3) Al-Fiqh al-Akbār: yang membahas ilmu kalam atau teologi dan diberi
syarah (penjelasan) oleh Imam Abu Mansur Muhammad al-Maturidi dan
Imam Abu al-Muntaha al-Maula Ahmad bin Muhammad al-Maghnisawi.
122
Moenawir Chalil, Biografi Empat Serangkai ...., hlm 20.
123
Ibid.
53
ُّّولَ َعنَو ب ه
َ َّّللاُّ َعلَ ْي ِو ِ َو َه ْن ّيَ ْقتُلْ ّ ُه ْؤ ِهنًاّ ُهتَ َع ِّودًاّفَ َج َزا ُؤهُّ َجهَنه ُن ّخَا ِلدًاّ ِفيهَاّ َوغ
َ َض
.ظي ًوا ِّ َوأَ َع هدّلَوُّ َع َذابًاّ َع
Artinya: “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja,
maka balasannya ialah jahannam dan ia kekal di dalamnya. Allah
murka kepadanya dan mengutuknya serta menyediakan azab yang
besar baginya”. (QS. An-Nisa‟: 93).
Sebagaian besar dari fuqaha Hanafiyyah berpendapat bahwa
diperbolehkan sebelum janin terbentuk, tepatnya membolehkan aborsi sebelum
124
Abdul Aziz Dahlan Dkk, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1996), Cet. Ke-1, hlm. 81.
125
Ibid.
54
peniupan ruh tetapi harus disertai dengan syarat-syarat rasional, meskipun kapan
janin terbentuk masih dalam ikhtilāf. Sementara Ali Al-Qami salah seorang
imam mazhab Hanafiyyah kenamaan dan sangat terkenal pada zaman beliau
memakruhkan aborsi. Menurutnya makruh dalam aborsi lebih condong kepada
makna dilarang (haram) dikerjakan, bila dilanggar pelaku dianggap berdosa dan
patut diberi hukuman yang setimpal.
Ulama yang membolehkan pilihan aborsi umumnya sependapat bila
belum terjadi penyawaan karena dianggap belum ada kehidupan, sehingga bila
digugurkan tidak termasuk perbuatan pidana (jinayat), pendapat yang
membolehkan aborsi sebelum janin berusia 120 hari adalah ibnu abidin salah
satu pengikut Hanafi, menyatakan: fuqaha mazhab ini memperbolehkan
menggugurkan kandungan selama janin masih berbentuk segumpal daging atau
segumpal darah dan belum terbentuk anggota badannya. Mereka menetapkan
waktu terbentuknya janin sempurna adalah setelah janin berusia 120 hari.
Mereka membolehkan sebelum waktu itu, karena janin belum menjadi
manusia.126
Adapun konsekuensi hukumannya bagi pelaku ada beberapa pandangan
menurut At-Thathawi apabila janin yang digugurkan itu dalam fase „Alaqah atau
Muḍgah maka pelakunya tidak wajib dikenai denda janin, tetapi cukup dihukum
dengan kadar berat ringannya ditentukan oleh hakim (ta‟zῑr) karena dianggap
telah merusak sesuatu yang sangat berharga. Menurut Al-Asrusyani pelaku
wajib membayar uang kompensasi (ghurrah) bila kehamilan yang digugurkan
telah berusia empat bulan tetapi jika kurang dari usia tersebut maka uang
kompensasi tidak wajib. Namun menurut Abu Bakar yang dikutip Al-Asrusyani,
meskipun janin yang digugurkan baru berupa segumpal daging (muḍgah) dan
pelakunya tidak perlu dedenda, tetapi ia harus bertaubat, memohon ampun
kepada Allah atas kecerobohannya hingga merusak calon manusia.
126
M. Nu’aim Yasin, Fiqih Kedokteran, (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2001), hlm. 202.
55
127
Muhammad Sai‟d Ramadhan al-Buti, Tahdid al-Nashl, (Damaskus; Maktabah al-
Farabi, 1979), hlm. 179.
128
Ibid.
129
Abbas Syauman, Hukum Aborsi dalam Islam ...., hlm. 78.
56
Hanafi memberi contoh alasan ini seperti terhentinya air susu ibu setelah jelas
kehamilan, padahal ia memiliki anak yang sedang disusui, dan ayahnya tidak
mampu mengupah murḍῑ‟ah (perempuan yang menyusui). 130 Alasan seperti ini
yang menurut ulama mazhab Hanafiyah boleh melakukan pengguguran terhadap
janin yang sedang dikandungnya. Langkah ini dilakukan untuk memberi
kemaslahatan bagi si ibu dan anak yang sedang disusui.
Kebolehan atau keharaman melakukan aborsi telah dijelaskan oleh
beberapa ulama dari kalangan ulama Hanafiyah, namun selain dari itu ada juga
ulama dari pengikut Hanafiyah yang memberi fatwa bahwa melakukan aborsi
janin yang belum ditiupkannya ruh hukumnya makrūh, karena sperma berada di
dalam rahim, kelak ia akan hidup. Makrūh menurut Ali bin Musa adalah makrūh
littahrῑm.131
Sejalan dengan apa yang telah penulis bahas di atas, terdapat pendapat
yang membolehkan pengguguran pada setiap tahap dari tahap-tahap sebelum
pemberian nyawa (al-nuṭfah, al-„alaqah, dan al-muḍgah). Ini adalah pendapat
yang kuat di kalangan ulama Hanafiyah. Mereka mengemukakan beberapa
alasan, di antaranya:132
a. Setiap yang belum diberi nyawa tidak akan dibangkitkan Allah pada hari
kiamat. Setiap yang tidak dibangkitkan berarti keberadaannya tidak
diperhitungkan. Dengan demikian tidak ada larangan untuk
menggugurkannya.
b. Janin sebelum diberi nyawa tidak tergolong sebagai manusia, maka tidak
ada larangan baginya, yang berarti boleh digugurkan.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa, banyak pendapat yang muncul
di kalangan ulama Hanafiyah seputar aborsi. Di antara ulama-ulama Hanafiyah
130
Ibid.
131
Ibid.
132
Chuzaimah T. Yanggo, Hafiz Anshary AZ. (editor), Problematika Hukum
Kontemporer, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1998), hlm. 126.
57
133
Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri‟, Terj. Nadirsyah Hawri, (Jakarta: Amzah,
2009), hlm. 197.
58
134
Mohammad Daud Ali, Hukum…, hlm. 185.
135
Ibid., hlm. 186.
136
Rasyad Hasan Khalil, Tarikh…, hlm. 176.
137
Ibid.
59
138
Abdurrahman, Perbandingan Madzhab-madzhab, (Bandung: Sinar Baru, 1986), Cet.
Ke-1, hlm. 29.
139
Hudhair Bik, Tarikh al Tasyri‟ al Islam.Terj. Mohammad Zuhri “Sejarah Pembinaan
Hukum Islam”, (Bandung: Darul Ihya, 1980), hlm. 419.
61
berpangkal kepada Umar bin Khattab dan putranya Abdullah, Zaid bin Tsabit,
Abdullah bin Abbas dan Aisyah istri Nabi Saw. Kemudian setelah beliau-beliau
itu dicontoh dan dilanjutkan oleh ulama-ulama fikih terkenal seperti Sa‟id bin
Mus‟ib, Urwah bin Zubair, al-Qasim bin Muhammad, Abu Bakar bin
Abdurrahman, Sulaiman bin Yusuf, Kharijah bin Zaid, Ubaidah bin Abdullah
dan lain-lainnya.140
2. Pandangan Mazhab Maliki Dalam Hukum Pembunuhan Janin
Para ulama Malikiyah berselisih pendapat tentang hukum pengguguran
janin sebelum peniupan ruh. Perbedaan itu dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:141
a) Jumhur ulama mereka mengharamkan pengguguran kandungan setelah
air mani berada di dalam Rahim. Keharaman tersebut sebagaimana
diungkapkan Syaikh Ahmad ad-Dardi dan Syaikh Alaisy yang dikutip
oleh M. Nu‟aim Yasin dalam kitab asy-Syarah al-Kābir Ma‟a
Hāsiyyah ad-Dasūki. Menurut mereka tidak boleh mengeluarkan mani
yang telah tertanam di dalam Rahim walaupun sebelum berusia 40 hari.
Jika Rahim telah menangkap air mani, maka tidak boleh bagi suami-
isteri ataupun salah satu dari mereka untuk menggugurkan janinnya,
baik sebelum penciptaan maupun sesudah penciptaan.
Walaupun demikian, dari tulisan para ulama mazhab Maliki yang
mengharamkan pengguguran kandungan dari satu fase perkembangan ke fase
berikutnya di atas dapat dipahami bahwa keharamannya itu bertingkat-tingkat
sesuai dengan perkembangan umum janin hingga akhirnya pengguguran
kandungan itu dianggap pembunuhan setelah peniupan ruh. Anggapan tersebut
140
Shobi Mahmassani, Filsafat Hukum dalm Islam, (Bandung: PT Al-Ma‟rif, 1976),
Cet. Ke-3, hlm. 61.
141
M. Nu‟aim Yasin, Fikih Kedokteran...., hlm. 204.
62
sejalan dengan pendapat Ibnu Arabi yang membagikan keadaan anak kepada
tiga:142
1) Keadaan sebelum adanya percampuran antara sperma dengan
ovum yang digugurkan dengan melepasnya di luar rahim ketika
sperma keluar, dan ini hukumnya boleh.
2) Keadaan setelah rahim menangkap sperma, maka pada saat itu,
tidak boleh seorangpun untuk menggugurkannya.
3) Keadaan setelah janin mencapai kesempurnaan bentuk sebelum
peniupan ruh, maka ini lebih tidak diperbolehkan untuk
digugurkan. Adapun setelah peniupan ruh, maka tidak
diperselisihkan lagi, ini termasuk pembunuhan.
b) Sebagian ulama Malikiyah memakruhkan pengguguran janin setelah
janin terbentuk di dalam rahim sebelum berusia 40 hari dan
mengharamkan setelah itu.
c) Al-Lakhami salah satu seorang ulama Malikiyah berpendapat, bahwa
menggugurkan janin sebelum berusia 40 hari hukumnya boleh dan
tidak harus menggantikan apa-apa.
d) Sebagian ulama Malikiyah berpendapat, diberi rukhṣah untuk
menggugurkan kandungan sebelum peniupan ruh jika janin itu hasil
dari perbuatan zina dan khususnya jika wanita takut akan dibunuh jika
ketahuan bahwa dirinya hamil.143
Banyak kalangan ulama yang memberi perhatian terhadap masalah
aborsi, pada satu pihak membolehkan dan satu pihak lain mengharamkannya.
Dalam mazhab Malikiyah ada golongan ulama yang membolehkan pengguguran
pada salah satu tahap (al-nuṭfah, al-„alaqah, dan al-muḍgah) dan melarang pada
tahap-tahap lain. Secara umum tidak ditemukan alasan (dalil) yang mereka
kemukakan secara jelas, kecuali pendapat yang mengatakan boleh pada tahap al-
142
Ibid.
143
Ibid.
63
nuṭfah dan haram pada tahap al-„alaqah, dan al-muḍgah. Mereka berdalil
dengan sabda Rasulullah Saw.:
اذا مر بالنطفة اثنتان واربعون ليلة بعث اهلل اليها ملكا فصورىا وخاق مسعها وبصرىا وجلدىا
(وحلمها وعظامها…)رواه مسلم
Artinya: “Apabila nuthfah telah melalui masa empat puluh dua malam, Allah
akan mengutus kepadanya Malaikat untuk memberi bentuk,
menciptakan pendengaran, penglihatan, kulit, daging, dan tulang
belulang.144 (H.R. Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa pembentukan wajah pada janin,
penciptaan pendengaran, penglihatan, kulit, daging, dan tulang belulang terjadi
pada permulaan 40 hari yang kedua. Dengan demikian menjadi jelas bahwa
pada 40 hari yang kedua, janin sudah berbentuk daging dan tulang. Sedangkan
sebelumnya (sebelum 40 hari kedua) janin belum terbentuk apa-apa dan masih
berupa cairan sperma, sehingga dengan demikian boleh digugurkan. 145
Ulama Malikiyah berpandangan bahwa kehidupan sudah dimulai sejak
terjadi konsepsi. Oleh karena itu, menurut mereka aborsi tidak diizinkan bahkan
sebelum janin berusia 40 hari, kecuali al-Lukhami yang membolehkan aborsi
sebelum janin berusia 40 hari. Hal tersebut ditemukan dalam Hāsyyiah ad-
Dasūkῑ bahwa tidak diperbolehkan melakukan aborsi bila air mani telah
tersimpan dalam Rahim, meskipun belum berumur 40 hari. Begitu juga menurut
Al-Laisy, jika rahim telah menagkap air mani, maka tidak boleh suami isteri
atau pun salah satu dari mereka menggugurkan janinnya, baik sebelum
penciptaan maupun sesudah penciptaan.146
Al-Lakhami membolehkan pengguguran kandungan sebelum berusia 40
hari dan tidak harus mengganti dengan denda apapun. Bahkan ulama Malikiyah
lain memberi keringanan (rukhṣah) pada kehamilan akibat perbuatan zina yaitu
144
Imam Muslim, Shahih Muslim, Terj. Adib Bisri Musthafa, Jilid 4, Bab Takdir,
(Semarang: CV. Asy-Syifa‟, 1993), hlm. 780.
145
Chuzaimah T. Yanggo, Hafiz Anshary AZ. (editor), Problematika Hukum
Kontemporer, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1998), hlm. 125.
146
Ibid., hlm. 102.
64
boleh digugurkan sebelum fase peniupan ruh jika takut akan digugurkan
janinnya. Tetapi menurut mayoritas ulama Malikiyah aborsi boleh dilakukan
hanya untuk penyelamatan nyawa ibu, selain itu mutlak dilarang, sebagaimana
dikemukakan oleh Komite Fatwa al-Azhar yang ditulis Gamal Serour yaitu
mengkategorikan aborsi setelah penyawaan sebagai bentuk kejahatan yang
terkutuk, tidak peduli apakah kehamilan tersebut hasil dari sebuah pernikahan
yang sah atau karena hubungan gelap (zina), kecuali jika aborsi tersebut
ditujukan untuk menyelamatkan nyawa ibunya. 147 Sebagian ulama Malikiyah
lain memakrūhkan pengguguran janin sebelum janin terbentuk di dalam Rahim
sebelum berusia 40 hari dan mengharamkannya setelah itu sebagaimana
pendapat Al-Lakhami di atas, yaitu menggugurkan janin sebelum berusia 40 hari
hukumnya boleh dan tidak harus mengganti apa-apa.
Bagi para pengikut mazhab Malikiyah yang membolehkan aborsi seperti
Ibnu Rusydi berpendapat bahwa: selama belum ditiupkan ruh, maka tidaklah
haram menggugurkan janin. Mereka berargumen bahwa janin sebelum ditiupkan
ruh bukanlah merupakan manusia.148 Hal ini senada juga disampaikan dalam
Hāsyiah Ibnu „Ābidῑn yang dikutip oleh Abbas, bahwa perempuan boleh
menggugurkan janin selama kehamilan masih berupa muḍgah atau „alaqah dan
belum berbentuk anggota tubuhnya. Mereka menghitung jangka waktu 120 hari.
Mereka membolehkan aborsi tersebut karena janin bukan anak Adam yang
hidup.149
Dari pendapat para ulama Maliki ini, dapat dipahami bahwa mereka
sepakat mengharamkan pengguguran kandungan jika janin telah berusia 40 hari.
Sedangkan sebelum janin berusia 40 hari, mayoritas ulama Malikiyah
mengharamkannya, ada juga sebagian yang memakhruhkannya, membolehkan,
147
Ibid., hlm. 103.
148
Abbas Syauman, Hukum Aborsi dalam Islam ...., hlm. 75.
149
Ibid., hlm. 76.
65
dan sebagian lain memberi keringanan jika dilakukan sebelum peniupan ruh jika
janin itu merupakan hasil dari hubungan zina.
Metode Istinbāṭ Hukum Mazhab Maliki adalah Imam Malik sebagai
pencetus mazhab Maliki, metode yang ditempuh oleh Imam Malik dalam
menetapkan ketentuan fikih yang tidak terdapat nasnya dalam Al-Qur‟an dan
Sunnah, memang sedikit berlainan dengan metode yang ditempuh oleh para
imam ahli fikih lainnya seperti Imam Syafi‟i. Beliau lebih mengutamakan ijma‟
para sahabat Nabi Saw. daripada qiyās. Imam Hambali juga menggunakan ijmak
sebagai metode untuk melakukan ijtihad. Apabila belum juga dapat
memecahkan suatu kasus, beliau melihat pada apa yang diamalkan oleh kaum
muslimin yaitu amalan penduduk Madinah, karena mereka itulah yang paling
banyak menerima dan mendengar hadis-hadis. Jika dengan itu belum dapat
ditemukan pencegahan tentang suatu kasus, barulah ia menganalogikan kasus
yang baru itu dengan kasus yang mirip yang pernah terjadi jika pada dua kasus
itu terdapat banyak „illat (sebab, alasan) yang serupa atau hampir serupa. Akan
tetapi, jika hasil penganalogian itu ternyata berlawanan dengan kemaslahatan
umum, baginya lebih baik menetapkan keputusan hukumnya atas dasar prinsip
Rasulullah Saw. jika bisa diperolehnya, kemudian dari seorang sahabat, dan
yang terakhir pendapat dan praktik para ahli hukum Madinah, umumnya
pendapat salah seorang dari tujuh ahli hukum di kota tersebut. Sesekali ia
mengutip preseden-preseden150 yang ditinggalkan oleh penguasa-penguasa Bani
Umayyah seperti Marwan bin Al-Hakam, Abdul Malik, dan Umar bin Abdul
Aziz. Setelah itu ia menyatakan pendapat mazhabnya sendiri, yaitu mazhab
masyarakat kota Madinah, melalui ungkapan-ungkapan tertentu yang digunakan
yaitu: maḍat al-Sunnah (yang demikian ini telah menjadi praktik), al-Sunnah
„indanā (praktik yang ada pada kami), al-Sunnah allatῑ fῑhā „indanā (praktik
dimana tidak terdapat perbedaan di antara kami), al-amr „indanā (praktik kami),
150
Sesuatu yang terjadi sebelumnya dan dijadikan sebagai pertimbangan dan contoh
(ijma‟).
66
151
Ahmad Hasan, Pintu Ijtihad Sebelum Tertutup, Cet. Ke-3, Terj. Agah Garnadi,
(Bandung: Pustaka, 2001), hlm. 92-93.
152
Abdurrahman Al Syarqawi, Riwayat Sembilan Imam Fiqih, Terj. Al-Hamid al-
Husaini, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000), hlm. 272.
67
153
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar, Terj. Muslih M. Khaled dan Imam
Awluddin, (Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2005), hlm. 56.
68
154
Anonim, Abortus, Kamus Istilah Gerakan Keluarga Berencana Nasional (Jakarta:
GKKBN, 2014), hlm. 1.
155
Saifullah, Aborsi dan Permasalahannya, Suatu Kajian Hukum Islam, (Jakarta: 2002),
hlm. 129.
69
156
Dadang Hawari, Al-Qur‟an Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT
Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), hlm. 894.
70
sudah melewati rentang waktu dalam ilmu medis maka tidak boleh dilakukan.
Akan tetapi tidak dapat dikatakan bahwa hal demikian mutlak dilarang namun
kembali kepada nilai kemaslahatan dari suatu permasalahan yang muncul.
Dalam Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan ditegaskan
dengan jelas bahwa aborsi adalah perbuatan yang dilarang. Namun aborsi dapat
dibenarkan untuk dilaksanakan tetapi karena adanya indikasi kedaruratan medis
guna menyelamatkan nyawa ibu dan aborsi yang dilakukan oleh korban
perkosaan. Jika ditinjau dari segi medis, tidak ada batasan pasti kapan
kandungan bisa digugurkan. Kandungan seorang perempuan bisa digugurkan
kapan saja sepanjang ada indikasi medis untuk aborsi namun tentunya semakin
lama umur kandungan, resiko keselamatan ibu juga semakin kecil. Misalnya jika
diketahui anak yang akan lahir mengalami cacat berat atau si ibu menderita
penyakit jantung yang akan sangat berbahaya sekali untuk keselamatan jiwanya
pada saat melahirkan nanti, sekalipun janin itu sudah berusia lima bulan atau
enam bulan, pertimbangan ini semata-mata karena kedaruratan medis.
Biasanya dalam praktek kedokteran, pertimbangan utama tetap pada diri
ibu. Dengan demikian nyawa sang ibu yang mengandung lebih berharga
daripada nyawa anak yang dikandungnya. Meski demikian tidak menutup
kemungkinan dokter berpendapat sebaliknya dengan tetap mengacu pada pasien
atau keluarganya. Bahkan sering kali dokter harus mengambil jalan tengah,
berusaha menyelamatkan keduanya, ibu dan anaknya.
Kedaruratan medis akan berubah-ubah menurut perkembangan ilmu
kedokteran. Jadi tidak dibenarkan melakukan aborsi atas indikasi tidak adanya
biaya untuk membesarkan anak, kehamilan di luar nikah, tidak mengiginkan
jenis kelamin bayi yang dikandung, karena anak diketahui jika dilahirkan akan
cacat dalam alasan yang lain sebenarnya sama sekali tidak membahayakan sang
ibu. Dr. Budi Santoso, Sp.OG mengatakan dalam segi medis, aborsi
diperbolehkan asalkan hal itu memang diperlukan untuk menyelamatkan nyawa
ibu dan janin. Hal tersebut disebut sebagai aborsi medicinalis dan diatur dalam
71
Deklarasi Olso, dengan ketentuan harus ada indikasi medis dan diputuskan oleh
dua orang dokter yang kompeten di bidangnya.
Meskipun aborsi diperbolehkan karena indikasi medis tetapi terdapat
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pasien yang akan melakukan aborsi yang
termuat dalam Pasal 76 yaitu:
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama
haid terakhir kecuali hal kedaruratan medis.
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh Menteri.
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan.
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan.
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.
Aborsi yang dimaksudkan dalam UU Kesehatan haruslah aborsi yang
aman dan menjamin keselamatan ibu dan kesembuhan pasiennya karena
dilakukan oleh para ahli yang memang ahli kandungan dan ditempat yang
memang telah sesuai dengan apa yang dimuat dalam peraturan pemerintah. Hal
ini sesuai dengan ketentuan Pasal 77 UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 yang
mengandung pengertian dimana pemerintah wajib melindungi dan mencegah
perempuan dari aborsi yang tidak aman, tidak bermutu, tidak bertanggung jawab
serta bertentangan dengan norma agama dan undang-undang. Aborsi yang
dilakukan secara sembarangan sangat membahayakan kesehatan dan
keselamatan ibu hamil bahkan sampai berakibat pada kematian. Pendarahan
yang terus-menerus serta infeksi yang terjadi setelah tindakan aborsi merupakan
sebab utama kematian perempuan yang melakukan.157
Dalam istilah medis aborsi terdiri dari dua macam yaitu aborsi spontan
(abortus spontaneous) dan aborsi yang disengaja (aborsi provocatus), hal ini
157
Siregar, Hasnil Basri, Pengantar Hukum Indonesia,(Medan: Penerbit Kelompok
Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, 1994), hlm. 53.
72
158
Maria Ulfa Ansor, Fikih Aborsi ...., hlm. 35.
159
Nita Norma D-Mustika Dwi S, Asuhan Kebidanan: Patologi Teori dan Tinjauan
Kasus, cet. Ke-1, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2013), hlm. 191.
160
Ibid.
73
161
Ibid.
74
162
Maria Ulfah Anshor, Fikih Aborsi ...., hlm. 33.
75
haram dan pelakunya terkena hukum pembunuhan terhadap jiwa yang tidak
bersalah.
Banyaknya pendapat ulama yang mengajukan kapan peniupan ruh itu
terjadi ke dalam tubuh janin. Tidak jauh berbeda dari keseluruhan ulama yang
memperdebatkan waktu peniupan ruh ini, mazhab Hanafi sendiri sebagai
mazhab yang tertua. Di dalam pandangan ulama mazhab Hanafi sendiri tidak
terjadi kesepakatan terkait waktu peniupan ruh. Pandangan ulama azhab Hanafi
dapat dikelompokkan menjadi lima bagian yaitu:
a) Membolehkan dengan adanya alasan yang dapat membahayakan jiwa
lainnya dan mendapatkan izin dari kedua orang tua si calon bayi ini
untuk menggurkannya.
b) Membolehkan sebelum ditiupkannya ruh ke dalam tubuh si calon bayi
yakni sebelum 120 hari dari usia janin.
c) Membolehkannya sebelum usia janin mencapai 80 hari, hal ini
dikarenakan mereka berpendapat bahwa setelah dua kali empat puluh
hari Allah telah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalamnya.
Pendapat ini membantah pandangan ulama yang mengatakan bahwa
usia peniupan ruh ke dalam tubuh janin yaitu 120 hari.
d) Membolehkan sebelum melewati 42 hari dari usia janin dalam
kandungan. Pendapat ini jauh berbeda dari kedua golongan pendapat
sebelumnya, yang menyatakan bahwa pada usia janin setelah melewati
40 hari pertama, maka pada saat ini peniupan ruh ke dalam tubuh janin
telah terjadi.
e) Hukumnya makrūh, yang jatuhnya tingkat makrūh di sini ialah
littahrim yaitu untuk mengharamkannya bukan sekedar memakrūhkan
perbuatan.
f) Sebagian dari ulama mazhab Hanafi mengharamkannya bermula dari
awal proses terbentuk nya janin meski belum ditiupkannya ruh.
76
ruh ke dalam tubuh janin menurut penulis, maka tidak boleh dilakukannya
perbuatan pengguguran atau pembunuhan.
Akan tetapi jika permasalahan ini terbentur dengan perlindungan nyawa
lainnya maka dengan demikian hukumnya akan menjadi berbeda. Pada perkara
ini penulis setuju dengan pendapat Al-Buti yang tergolong ulama kontemporer
dari kalangan Hanafi mengatakan bahwa membolehkan aborsi sebelum
kehamilan memasuki bulan ke empat hanya tiga kasus yaitu: pertama, apabila
dokter khawatir bahwa kehidupan ibu terancam akibat kehamilan; kedua, jika
kehamilan dikhawatirkan akan menimbulkan penyakit di tubuh ibunya; ketiga,
apabila kehamilan yang baru menyebabkan terhentinya proes menyusui bayi
yang sudah ada dan kehidupannya sangat bergantung pada susu ibunya. Hal ini
sesuai dengan tujuan disyariatkannya pelarangan membunuh jiwa yakni untuk
melindungi jiwa, dengan adanya kemudharatan yang dapat mengancam jiwa
lainnya maka hukum menjadi berubah.
Sejalan dengan hal ini penulis juga menemukan bahwa dalam bukunya
Dadang Hawari163 seorang yang berprofesi sebagai dokter dan sekaligus
psikiater. Di dalam bukunya beliau mengutarakan pendapat bahwa penghentian
kehamilan atau aborsi berdasarkan pertimbangan medik dapat dilakukan dengan
pertimbangan yaitu jika seandainya kehamilan ini diteruskan maka akan dapat
membahayakan keselamatan (nyawa) si ibu yang bersangkutan atau seandainya
si ibu mengidap penyakit misalnya ganguan jiwa, sakit jantung atau bahkan jika
si ibu sedang mengkonsumsi obat-obat yang dapat menggangu perkembangan
dan pertumbuhan janin. Berdasarkan pertimbangan ini pihak medis dapat
memutuskan untuk melakukan pengguguran.
Kebolehan untuk praktik pembunuhan janin ini hakikatnya dibenarkan
jika dapat mengancam jiwa. Namun jika karna alasan hamil di luar nikah/hasil
163
Beliau ialah seorang dokter sekaligus seorang psikiater, di dalam bukunya beliau
membedah alasan terkait maraknya praktek aborsi yang terjadi di masyarakat dan bagaimana
respon untuk mencegah hal ini terus terjadi. Uraian selengkapnya liat: Dadang Hawari, Al-
Qur‟an Ilmu Kedokteran...., hlm 892-901.
81
dari perzinaan maka tidak benar dilakukan praktik ini. Karena ayat Al-Qur‟an
sudah jelas mengatakan bahwa melakukan aborsi atau pembunuhan janin dalam
kandungan ialah sama dengan perbuatan pembunuhan yang jika demikian
menggugurkan kandungan hasil perzinaan karena malu atau untuk menutupi aib
si pelaku maka disini penulis juga tidak setuju. Hal ini bertentangan dengan
maqāsid syarῑ‟ah yaitu penjagaan terhadap keturunan (hifzu an-Nasl) yang jika
dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan maka perzinaan akan semakin
marak karena dengan dibolehkannya menggugurkan kandungan dengan alasan
aib maka akan banyak lagi kasus-kasus baru yang akan lahir jika adanya
keringanan seperti ini.
Hikmah yang dapat diambil dari dilarangnya melakukan aborsi atau
pembunuhan janin ini ialah praktik demikian dapat membawa dampak buruk
kepada si ibu berdasarkan data statistik yang diuraikan Dadang hawari dalam
bukunya ada dua resiko yang timbul:
(a) Kematian ibu karena aborsi jauh lebih besar dari kematian ibu karena
melahirkan (bersalin secara normal).
(b) Ibu yang melakukan aborsi berlatar belakang kriminal biasanya banyak
pertimbangan yang berujung desakan dari lain pihak untuk menutupi aib
tersebu. Desakan ini kemudian dapat menggangu psikis kejiwaaan si ibu.
Secara keseluruhan praktik membunuh secara fiqih dan ilmu kedokteran
juga tidak secara serta merta dapat membunuh bayi dalam kandungan tanpa
alasan yang benar dan jika tidak dilakukan maka akan menyebabkan mafsadat
yang jauh lebih besar, yang hal ini dapat mempengaruhi keselamatan jiwa lain.
Dalam istilah fiqih perkara ini menjadi suatu perkara yang pokok (ḍarūri).
Disini penulis menambahkan bahwa hukum membunuh janin ini kembali
kepada keadaan yang terjadi saat itu, artinya tidak dapat disamakan satu kasus
dengan kasus lainnya yang apabila sampai dalam tingkatan ḍarūri jika tidak
dilakukan maka akan mengancam jiwa yang lainnya. Dalam kasus ini maka
hukumnya menjadi boleh dilakukan. Namun jika hanya karena alasan menutupi
82
aib karena hamil hasil perzinaan maka hukumnya kembali ke awal yaitu tidak
boleh.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan secara keseluruhan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pembunuhan terhadap jiwa berdasarkan tafsir surat Al-Isra‟ ayat tiga
puluh tiga dapat disimpulkan bahwa perbuatan membunuh orang yang
tidak bersalah atau tanpa adanya alasan yang benar, merupakan suatu hal
yang dilarang dan pelakunya diancam hukuman qiṣᾱṣ atau wajib
membayar diyat. Sebagaimana membunuh jiwa yang tidak bersalah atau
tanpa adanya alasan yang dibenarkan syarak dengan demikian
membunuh seorang bayi tanpa alasan yang membenarkannya juga, maka
perbuatan tersebut termasuk perbuatan membunuh jiwa yang tidak
bersalah dan sebagian besar ulama menyatakan bahwa hal itu hukumnya
ialah haram. Tafsir ayat ini sebagai bentuk perlindungan terhadap jiwa
darah anak adam, dan merupakan sebagai bentuk pencegahan dari
terciptanya mafsadat yang lebih besar. Tafsiran dari ayat ini disebutkan
bahwa kata “an-nafs” dalam ayat ini bermakna nafs al-insān (jiwa
manusia). Sedangkan huruf alif dan lam dalam ayat tersebut li al-jinsi
(untuk menyatakan jenis), sehingga maknanya dapat meliputi semua
jenis manusia, baik tua atau muda, laki-laki atau perempuan, merdeka
atau budak, muslim ataupun kafir yang terikat perjanjian. Bahkan
tercakup pula janin manusia yang telah ditiupkan ruhnya. Allah.
2. Pembunuhan janin dalam mazhab Hanafi dapat dikelompokkan menjadi
tiga bagian, yaitu: pertama, membolehkan dengan adanya alasan yang
dapat membahayakan jiwa yang lain dan telah mendapatkan izin dari
orang tua calon si bayi. Kedua, membolehkan sebelum ditiupkannya ruh
ke dalam tubuh si janin dalam rentang waktu yang terbagi menjadi tiga
bagian yaitu sebelum 42 hari, 80 hari dan 120 hari. Ketiga melarangnya
83
84
dengan hukum makrūh littahrῑm, pendapat ini menurut Ali bin Musa dan
kelompok lainnya mutlak mengharamkannya karena dipandang
kehidupan calon bayi bermula ketika bercampurnya sperma dan ovum.
Sedangkan pembunuhan janin menurut mazhab maliki dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian. Pertama, mengharamkannya secara
mutlak sejak pertama kali terjadi percampuran antara sperma dan ovum
meskipun belum berusia 40 hari ataupun belum ditiupkannya ruh namun
telah mencapai kesempurnaan bentuk sehingga diharamkan dan jelas
dinyatakan sebagai tindakan pembunuhan. Sebagian ulama malikiyah
tidak sampai mengharamkan namun hanya sampai memakruhkannya jika
usia janin belum mencapai 40 hari dan setelahnya haram, Al-Lakhimi
menambahkan bahwa sebelum 40 hari tidak perlu mengganti dengan
apa-apa (ketentuan ini sesuai dengan hukum terhadap pembunuhan atas
jiwa yang tidak bersalah). Dan implikasi pembunuhan terhadap janin
dalam ranah ilmu kedokteran, disebutkan boleh dilakukan namun harus
disertai alasan yang menurut pertimbangan pihak medis selama masih
dalam rentang waktu yaitu minimal 12 minggu atau makasimal 28
minggu, setelahnya maka jika dilakukan pengguguran janin setelah usia
ini dianggap sebagai bentuk pembunuhan dan jelas keharamannya.
Perkembangan medis saat ini mampu mempengaruhi kualitas kinerja
para staf medis khususnya dalam menangani masalah praktik aborsi
tanpa alasan yang berdasarkan pihak medis dibenarkan maka praktik ini
dilarang. Setelah usia janin mencapai tiga bulan maksimal, maka dengan
bantuan medis dapat mengurangi praktik aborsi setelah 3 bulan dengan
alasan apapun karena hal demikian dapat ditangani dengan
perkembangan alat medis saat ini yang akan mampu mencegah hal
demikian terjadi.
85
B. Saran
a. Diharapkan kepada pemerintah (khususnya pemerintah Aceh) untuk
mencegah terjadinya tindakan aborsi di Aceh. Pencegahan tersebut dapat
dilakukan dengan cara membatasi perlakuan jam malam sebagaimana
yang dilakukan selama ini. Seperti menutup tempat (kafe-kafe) yang
dianggap rawan kemaksiatan (mesum). Karena pergaulan bebas dapat
terjebak seseorang terjerumus kepada perzinaan yang berdampak kepada
kehamilan.
b. Diharapkan kepada pemerintah Aceh untuk merumuskan sebuah
peraturan (qanun) tentang aborsi yang menjadi landasan hukum
ketentuan aborsi.
c. Diharapkan kepada masyarakat, lembaga pelayanan keehatan, dan medis
untuk tidak melakukan tindakan aborsi secara illegal, artinya melakukan
aborsi tanpa alasan yang dibolehkan secara syar‟i, seperti karena takut
tidak sanggup membiayai kehidupannya, atau pengguguran tersebut
dilakukan karena hamil di luar nikah. Di satu sisi, aborsi dianggap
sebagai tindakan kejahatan, di sisi lain juga dapat beresiko kematian bagi
ibu janin.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas Syauman, Hukum Aborsi dalam Islam, Jakarta: Cendikia Sentra Muslim,
2004.
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Cet. I, Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1996.
Abdurrahman, Perbandingan Madzhab-madzhab, Bandung: Sinar Baru, 1986,
Cet. Ke-1.
Achmad Musyahid Idrus, al-Daulah Vol. 4/No. 1/Juni 2015.
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, Kamus Arab Indonesia, Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997.
Aji Mulyana, “Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan dan Anak Akibat
Tindakan Pidana Abortus Provocatus Criminalis”. Jurnal Wawasan
Yuridika Volume 1, No. 2 Tahun 2017.
Alhafidz, W. Ahsin W. Kamus Fiqh, Cet. 1. Jakarta : Amzah, 2013.
Al-Samsuddin al-Syarkhasi, al-Mabsuth, Beirut: Darul Kitab Amaliyah, 1993,
Juz 7.
Budi Abidin, “Hukum Aborsi Di Indonesia (Studi Komparasi antara Fatwa
Majelis Ulama Indonesia Nomor:4 Tahun 2005 tentang Aborsi dan
Undang-Undang Nomor: 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan)” (skripsi
dipublikasikan), Fakultas Syari‟ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta, 2014.
Chalil, Moenawir.Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab Hanafi, Maliki,
Syafi‟i, Hambali, Jakarta: Bulan Bintang, 1955.
Chuzaimah T. Yanggo, Hafiz Anshary AZ. (editor), Problematika Hukum
Kontemporer, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1996.
Departemen Kesehatan RI, Kesehatan Refroduksi Remaja, Jakarta: tp, 1999.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Djumadris, dan M. Bahri Ghazali. Perbandingan Mazhab, Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 1994.
Fara Juliana BS, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku aborsi pAda
Perempuan Pekerja Hiburan Malam (Studi Pada Perempuan Pekerja
Hiburan Malam Yang Melakukan Seks Pra Nikah dan Melakukan
Aborsi)” (skripsi dipublikasikan), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2017.
86
87