KSPN Kintamani

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 39

Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)

Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

Bab 3
GAMBARAN WIL AYAH KSPN
KINTAMANI-DANAU BATUR DAN
SEKITARNYA
3.1 Kondisi Fisik Kawasan
3.1.1. Administrasi dan Batas Wilayah Perencanaan KSPN Kintamani-
Danau batur dan Sekitarnya
Kecamatan Kintamani merupakan salah satu dari empat kecamatan yang
terdapat di Kabupaten Bangli dengan luas wilayah sebesar 36.692 Ha atau sekitar 70,45
% dari luas Kabupaten Bangli dan 6,51 % dari luas Bali. Berdasarkan luasan wilayah
desa terluas adalah Desa Sukawana yaitu 3.361 Ha, kemudian desa Teruyan 1.963 Ha,
desa Songan A 1.701 Ha, desa Pinggan 1.653 Ha dan desa Kintamani 1.513 Ha.
Secara geografis Kecamatan Kintamani terletak di bagian Timur Laut Provinsi
bali dan bagian utara dari Kabupaten Bangli dan terletak di kawasan perbukitan dan
pegunungan Bali. Batas administrasi kawasan perencanaan adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Siakin, Desa Kutuh, Desa Subaya, dan Kecamatan

Laporan Pendahuluan 3-1


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

Tejakula Kabupaten Buleleng ;


Sebelah Timur : Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem ;
Sebelah Selatan : Desa Bayung Gede, Desa Sekardadi, Desa Belancan dan
wilayah Kecamatan Bangli ;
Sebelah Barat : Desa Bantang, Desa Daup, Desa Belantih, Desa Awan,
Desa Manik Liyu, dan Desa Belancan.
Secara geografis Kecamatan Kintamani terletak di sebelah Timur Laut Kota
Denpasar dengan jarak ± 67 km, atau sebelah Utara Kota Bangli dengan jarak ± 27 km.
Secara administrasi kawasan perencanaan meliputi 15 desa. Selengkapnya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1. Luas Wilayah masing-masing Desa pada Kawasan KSPN Kintamani-
Danau Batur dan Sekitarnya

Sumber : Kecamatan Kintamani dalam Angka Tahun 2015

3.1.2. Topografi, Geologi, dan Jenis Tanah


Topografi kawasan perencanaan secara umum merupakan daerah pegunungan
berelief kasar dengan kemiringan lereng sebagian besar antara 30-70% dan beberapa
bagian >70% terutama pada tebing-tebing kaldera dengan ketinggian 1031-1717 meter
di atas permukaan laut. Titik tertinggi berada pada puncak Gunung Batur (1.717 meter

Laporan Pendahuluan 3-2


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

DPL) dan titik terendah sama dengan permukaan air danau, rata-rata yaitu 1.031 meter
DPL. Daerahnya meliputi tubuh bagian puncak dari Gunung Batur dan beberapa tempat
bagian tengah dari Gunung Abang dan Gunung Penulisan. Ada beberapa kawasan di
Kecamatan Kintamani yang datar hanya terdapat di kawasan permukiman di kaki
Gunung Batur seperti Desa Songan A-B, Kedisan, Buahan dengan kemiringan 0-20%.
Kondisi geologi dan litologi pada kawasan sekitar Kintamani, berupa endapan
vulkanologi muda dan tua. Endapan vulkanologi muda terdiri dari lahar pasir dan lapili
yang umumnya belum mengeras serta agak lepas, dan setempat-setempat juga terdapat
breksi lava yang bersifat kompak dan keras.
Batuan (lithology) yang terdapat di Kawasan Kintamani-Danau Batur dan
Sekitarnya, kesemuanya berupa batuan hasil Gunung api, yang terdiri dari 3 (tiga)
kelompok batuan semua batuan terbentuk pada kala Holosen, berturut-turut dari yang
tua adalah sebagai berikut : Batuan Gunung Api kelompok Buyan-Bratan Purba ; Batuan
Gunung Api kelompok Buyan-Bratan-Batur ; dan Batuan Gunung Api Batur, terdiri dari
aglomerat, lava, tufa dan lahar.

3.1.3. Iklim
Temperatur udara kawasan perencanaan berkisar antara 180-230 C.
Berdasarkan data pos pengamatan hujan Kintamani, curah hujan di kawasan atas
sebesar 1840 mm./tahun dan jumlah curah hujan di kawasan bawah relatif kecil, karena
terlindung oleh tebing-tebing yang sangat tinggi. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.

3.1.4. Hidrologi
Pada Kawasan Kintamani-Danau Batur dan Sekitarnya terdapat 3 (tiga) daerah
air tanah, yaitu : daerah air tanah setempat terdapat akuifer produktif ; daerah air tanah
dengan produktivitas kecil ; serta daerah air tanah langka. Kondisi hidrologi di kawasan
perencanaan, khususnya Kintamani, Batur Utara, Batur Selatan, dan Batur Tengah
kandungan air tanahnya sangat terbatas yaitu ± 0,5 lt./dtk. Untuk daerah lava
kandungan air tanahnya sangat kecil sekali, yaitu ± 0,1 lt./dtk . Kandungan air tanah
yang relatif lebih besar berkisar 10 lt./dtk terdapat pada daerah pinggir Danau Batur,
yaitu di Desa Terunyan, Kedisan, Buahan dan Songan A-B. Di daerah Toyabungkah
terdapat sumber air panas yang digunakan sebagai obyek wisata pemandian air panas.

3.1.5. Kawasan Rawan Bencana

Laporan Pendahuluan 3-3


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

Mengingat adanya resiko Gunung Batur yang termasuk gunung berapi yang
masih aktif ini, maka Direktorat Geologi menetapkan Kawasan di Dalam Kaldera Batur
sebagai kawasan rawan bencana yang dikelompokkan dalam ; daerah terlarang (Zona
III/Desa Batur Selatan, Batur Tengah, dan Batur Utara) ; daerah bahaya (Zona II/Desa
Songan A-B) ; dan daerah waspada (Zona I/desa lainnya).
Gunung Batur merupakan salah satu gunung yang tergolong gunung berapi di
Provinsi Bali. Menurut catatan Direktorat Vulkanologi Bandung Tahun 1979, Gunung
Batur menunjukkan kegiatan vulkanis diantaranya telah mengalami letusan sejak 1804
hingga tahun 1974 dengan letusan abu dan letusan lahar panas. Mengingat adanya
resiko Gunung Batur yang termasuk gunung berapi yang masih aktif ini, maka oleh
Direktorat Geologi ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana yang dikelompokkan
dalam daerah terlarang, daerah bahaya dan daerah waspada.
1. Daerah Bahaya
Berdasarkan catatan sejarah lutusan Gunung Batur mempunyai masa istirahat
tersingkat satu tahun dan terpanjang 40 tahun. Kegiatan letusannya mulai tercatat sejak
tahun 1804 yang umumnya mengerupsi lelehan lava basalan. Peta daerah bahaya yang
dibuat terutama di dalam kaldera, karena selama kegiatannya terbatas di dalam kaldera,
walaupun hujan pasir dan abu adakalanya jatuh dikaldera tetapi tidak menimbulkan
bahaya. Selain pembuatan peta daerah bahaya juga dilakukan pengamatan visual dan
seismik secara terus menerus oleh petugas-petugas pos pengamatan sebagai salah satu
usaha penanggulangan kegiatan gunung api ini.
2. Daerah Bahaya I
Daerah bahaya I meliputi wilayah yang mungkin tertanda oleh lelehan lava sebagai
bahaya utama di samping bahaya jatuhan piroklastika. Luas daerah bahaya ini
39.550.000 meter di tiga desa yaitu Batur Selatan, Batur Tengah, Batur Utara.
3. Daerah Bahaya II
Daerah ini meliputi dua desa yaitu Desa Songan A dan Songan B. Daerah ini
merupakan wilayah yang kemungkinannya kecil sekali terkena lelehan lava, tetapi akan
tertimpa jatuhan piroklastika terutama bila terjadi letusan di kawah utama. Luas daerah
bahaya II ini seluas16.750 M2.
4. Daerah Waspada
Daerah ini meliputi sektor antara batas kaldera I dan batas kaldera II, dipengaruhi
oleh bahaya lontaran atau jatuhan piroklastika, tetapi tidak akan tertanda aliran lava. Di
beberapa tempat di daerah ini juga terancam bahaya longsor. Bom vulkanik dan eflata
lainnya mungkin sampai ke daerah ini bila letusannya kuat. Daerah ini meliputi 12

Laporan Pendahuluan 3-4


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

sebagai berikut :
a. Desa Kintamani meliputi 4 banjar, Banjar Sukakarma, Banjar Jayamaruti, Banjar
Wiradarma dan Banjar Sudiarti.
b. Desa Sukawana meliputi 2 banjar yaitu Banjar Kutadalem dan Banjar Paketan.
c. Desa Pinggan
d. Desa Blandingan
e. Desa Truyan
f. Desa Abang Songan
g. Desa Abang Batu Dinding
h. Desa Suter
i. Desa Buahan
j. Desa Kedisan
k. Desa Penelokan
l. Desa Batur Selatan meliputi 4 banjar : Banjar Kertabudi, Banjar Tandang Buana,
Banjar Masem dan Banjar Bubungbayung.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
a. Sejak kegiatan terakhirnya (tahun 1974), Gunung Batur tidak menunjukan
kelainan pemantauan, namun masih aktif.
b. Gunung Batur sejak pertama kali tercatat kegiatannya (tahun 1804) sampai
kegiatan terakhir (tahun 1974) letusannya bersifat efusif (leleran lava) dan
strombolian.
c. Leleran lava yang berkecepatan 4 sampai 70 meter per jam menjadi peluang bagi
penduduk untuk menghindar dari ancamannya.
d. Letusan mendatang mungkin serupa dengan letusan sebelumnya, yaitu leleran
lava dan semburan viroklastika yang terbatas sebarannya di dalam kaldera.

3.2 Pemanfaatan Ruang Kawasan


3.2.1 Pemanfaatan Ruang Kawasan Daratan
Permukiman tradisional pada Kawasan Kintamani-Danau Batur dan Sekitarnya
adalah Desa Pinggan dan Desa Terunyan. Desa Pinggan sebagai desa tradisional memiliki
Pura bersejarah yaitu Pura “Dalem Balingkang”. Desa Terunyan yang terletak di tepian
Danau Batur dengan latar belakang bukit yang terjal dan cukup terpencil, memiliki
keunikan, yaitu dengan keberadaan Taru-Menyan serta adanya sistem pemakaman
dengan istilah Mepasah.
Pada Kawasan Kintamani-Danau Batur dan Sekitarnya juga terdapat banyak Pura

Laporan Pendahuluan 3-5


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

dengan berbagai fungsi, dari yang berfungsi sebagai Kahyangan Jagat hingga Swagina.
Pura-Pura tersebut di antaranya adalah : Pura Puncak Penulisan ; Pura Dalem
Balingkang ; Pura Petirthan ; Pura Hulun Danu Batur di Songan ; Pura Dalem Desa
Terunyan ; Pura Pancering Jagat ; Pura Dukuh ; Pura Tegeh Kaler ; Pura Abang ; Pura
Tuluk Biu ; Pura Danu Kuning ; Pura Dalem Pingit ; Pura Cempaga ; Pura Jati ; Pura Pasar
Agung Alit ; Pura Pasar Agung ; Pura Payogan ; Pura Penataran Agung Tampurhyang ;
Pura Dalem Desa Songan ; Pura Pemapagan ; Pura Penataran Agung Desa Songan ; Pura
Mas Mampeh ; Pura Pandan ; Pura Bukit Mentik ; Pura Batu Rumpit ; Pura Tirta Mas
Mundik ; Pura Ulun Danu Batur ; Pura Toyabungkah ; dan Pura Munggu.

3.2.2 Pemanfaatan Ruang Perairan Danau Batur


Kawasan perairan Danau Batur dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan
Kintamani untuk berbagai macam kegiatan seperti kegiatan perikanan air tawar,
pariwisata, maupun lalu lintas angkutan danau. Kegiatan perikanan air tawar
dimanfaatkan setidaknya seluas 918 Ha yang tersebar di Desa Kedisan, Abang Batu
Dinding, Buahan, dan Terunyan. Desa-desa ini memanfaatkan ruang perairan Danau
Batur dengan mengembangkan perikanan air tawar dan membentuk kelompok petani
Jala Apung (KJA).
Khusus untuk Desa Kedisan dan Desa Terunyan, selain sebagai Kawasan
Perikanan Air Tawar, kawasan danau batur juga dimanfaatkan sebagai prasarana
angkutan danau. Desa Kedisan sendiri memiliki terminal khusus angkutan danau
dengan trayek : Kedisan-Terunyan dan Kedisan-Toya Bungkah. Sedangkan untuk Desa
Terunyan, terdapat angkutan danau yang melayani trayek Trayek Trunyan-Kuburan,
Trunyan-Kedisan dan Trunyan-Toya Bungkah. Keberadaan Danau Batur paling krusial
adalah untuk memenuhi kebutuhan akan air baku dan air minum bagi masyarakat di
beberapa desa seperti Desa Kedisan, Buahan, Abang Batu Dinding, Abang Songan,
Terunyan, Songan B dan Songan A

3.3 Kesesuaian Lahan


Analisa kesesuaian lahan adalah penilaian terhadap kemampuan atau daya dukung
lahan untuk penggunaan tertentu. Berdasarkan tingkat keberadaan faktor-faktor
pembatas berupa kondisi fisik tanah, iklim, curah hujan dan kesuburan tanah, maka
kesesuaian lahan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Lahan Sesuai ( S )
yaitu lahan dimana penggunaan tetap untuk type yang dipertimbangkan dan

Laporan Pendahuluan 3-6


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

diharapkan akan berproduksi yang cukup untuk dapat mengimbangi masukan-masukan


yang diperlukan tanpa resiko merusak sumber daya lahan.
2. Lahan Sesuai Bersyarat ( $ )
yaitu lahan yang membutuhkan masukan-masukan tambahan agar menjadi sesuai
bagi penggunaan secara tetap untuk type yang dipertimbangkan. Masukan-masukan
tersebut dapat berupa pemupukan, pengendalian air, konservasi tanah, terasering dan
sebagainya dalam upaya mengatasi faktor-faktor pembatas pada suatu lahan.
3. Lahan Tidak Sesuai ( N )
Suatu lahan dikatakan tidak sesuai untuk penggunaan tertentu apabila lahan
tersebut tidak dapat dipakai secara tetap bagi pengembangan type yang dipertimbangkan
karena adanya faktor pembatas yang serius. Lahan dengan kategori tidak sesuai (N) untuk
penggunaan yang bersifat produktif pada umumnya memrlukan tindakan-tindakan
konservasi.
Dalam analisis kesesuaian lahan di Kecamatan Kintamani berpedoman pada kriteria
kesesuaian lahan Re Pport Tahun 1989 seperti yang diuraikan pada Tabel dibawah
berikut ini. Berdasarkan pedoman teknis dan kriteria kesesuaian lahan maka analisa
kesesuaian lahan untuk wilayah Kecamatan Kintamani sebagai berikut :
1. Satuan Lahan (Land Unit)
Adalah lahan yang dibentuk oleh faktor-faktor fisik seperti kemiringan lahan,
tekstur tanah, kedalaman efektif, jenis tanah dan jenis batuan. Berdasarkan analisis
terhadap faktor-faktor fisik tersebut, maka Kawasan Kintamani terbagi dalam 18 (delapan
belas) satuan lahan seperti pada Gambar III.2
2. Kesesuaian Lahan Kawasan Kintamani
Berdasarkan analisis faktor-faktor fisik kawasan dan pengkajian terhadap
keberadaan faktor-faktor pembatas, maka kesesuaian lahan Kawasan Kintamani diuraikan
sebagai berikut :
 Kesesuaian Lahan Tanaman Pangan Lahan Basah
Lahan pada Kawasan Kintamani masuk dalam kategori tidak sesuai (N) untuk
tanaman lahan basah. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor pembatas yang
serius seperti keadaan topografi (lereng), tingkat kesuburan tanah yang relatif
rendah, ketinggian tempat diatas 1000 m dari permukaan laut, dan tidak adanya
sumber air untuk irigasi.
 Kesesuaian Lahan Tanaman Pangan Lahan Kering
Berdasarkan analisa faktor-faktor fisik lahan yang ada, maka lahan sesuai untuk
pengembangan tanaman pangan lahan kering/tanaman palawija di Kawasan

Laporan Pendahuluan 3-7


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

Kintamani terletak pada satuan lahan 4, 7 dan 12 dengan lokasi di sebagian


wilayah Desa Batur tengah, Desa Songan A, Desa Suter, dan Desa Kedisan
mencakup areal seluas 1.039,98 Ha. Faktor-faktor pembatas dalam
pengembangan tanaman pangan lahan kering adalah kesuburan tanah dan
ketergantungan akan curah hujan.
 Kesesuaian Lahan Tanaman Perkebunan
Lahan sesuai untuk tanaman perkebunan mencakup sebagian besar wilayah
bagian atas kawasan yaitu pada satuan lahan 1, 2, 5, 17 dan 18 sedangkan
selebihnya terdapat pada bagian bawah kawasan yaitu pada satuan lahan 6, 9
dan 16. Lahan yang sesuai untuk tanaman perkebunan tersebut meliputi
sebagian wilayah Desa Songan B, Songan A, Desa Abang Songan, Desa Abang Batu
Dinding dan Desa Kintamani dengan luas 6.750, 20 Ha.
Adapun faktor-faktor pembatas yang berpengaruh terhadap produktivitas
tanaman perkebunan di Kawasan Kintamani adalah keadaan curah hujan,
kesuburan tanah dan keadaan topografi. Untuk itu masukan-masukan yang
diperlukan dalam pengembangan tanaman perkebunan di kawasan ini antara
lain dengan sistem terasering, pemupukan dan lain-lain.
 Kesesuaian Lahan Untuk Peternakan
Lahan sesuai untuk pengembangan peternakan yaitu pada satuan lahan 1, 2, 6, 9,
16, 17 dan 18. Dalam hal ini pengembangan peternakan dapat dilaksanakan
secara bersamaan dengan budidaya perkebunan namun dalam skala kecil
perorangan dan sebagai faktor pembatas antara lain ketersediaan air, ketinggian
tempat dan iklim.
 Kesesuaian Lahan Untuk Permukiman
Lahan yang sesuai untuk permukiman pada sebagian besar satuan lahan,
terkonsentrasi pada daerah permukiman yang telah ada yang diperkirakan
pengembangannya relatif kecil. Adapun faktor-faktor pembatas serius bagi
pengembangan permukiman di Kawasan Kintamani adalah keberadaan sebagian
besar kawasan sebagai daerah rawan bencana vulkanologi dan daerah rawan
bencana longsor.
 Kesesuaian Lahan Untuk Perikanan
Berdasarkan kondisi fisik dan letak geografis kawasan Kintamani tidak sesuai
untuk budidaya perikanan dalam skala satuan lahan. Namun keberadaan Danau
Batur di kawasan tersebut berpotensi untuk pengembangan budidaya perikanan
air tawar.

Laporan Pendahuluan 3-8


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

Berdasarkan analisa kesesuaian lahan sebagian besar lahan pada Kawasan


Kintamani sesuai untuk perkembangan tanaman perkebunan dan pertanian
pangan lahan kering (palawija dan holtikultura), namun banyak faktor pembatas
yang perlu diatasi, antara lain :
 Keadaan topografi kawasan sebagian besar > 15 % dan tergolong rawan
erosi.
 Tingkat kesuburan tanah pada kawasan tergolong rendah sampai sedang
sehingga perkembangan pertanian dan perkebunan perlu ditunjang
dengan pemupukan yang memadai.

Pengembangan kawasan permukiman sangat terbatas karena sebagian besar


kawasan erupakan daerah bahaya gunung api

Laporan Pendahuluan 3-9


Laporan Pendahuluan

Tabel 3.2. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Pertanian Lahan Basah, Kering dan Perkebunan
Jenis
No. Faktor Lahan Basah Lahan Kering Perkebunan
S $ N S $ N S $ N
1 Kedalaman > 50 Cm 10 – 50 Cm <10 Cm > 50 Cm 10 – 50 Cm <10 Cm > 50 Cm 10 – 50 Cm <10 Cm
efektif
2 Tekstur Berliat, Berdebu Berkuarsa Berliat, Berdebu Berkuarsa Berliat, Berdebu Berkuarsa
berdebu halus halus dan berdebu halus dan berdebu halus dan
berlempung kasar, ber halus kasar, ber halus kasar, ber
halus kuarsa berlempung kuarsa berlempung kuarsa
sedang halus sedang halus sedang
3 Porositas Rendah Agak rendah, Tinggi, Tinggi, sangat Sedang dan Sangat Tinggi, sangat Sedang dan Sangat
agak tinggi sangat tinggi rendah rendah tinggi rendah rendah
tinggi
4 Prosentase <5% 5 – 75 % > 75 % <5% 5 – 75 % > 75 % <5% 5 – 75 % > 75 %
batu-batu di
permukaan
5 Kesuburan Tinggi Rendah – Sangat Tinggi Rendah – Sangat Tinggi Rendah – Sangat
tanah sedang rendah sedang rendah sedang rendah
6 Tingkat 5,5 – 7,5 4,0 – 5,5 < 4,0 – dan 5,5 – 7,5 4,0 – 5,5 < 4,0 – dan 5,5 – 7,5 4,0 – 5,5 < 4,0 dan
keasaman 7,5 – 8,0 > 8,0 7,5 – 8,0 > 8,0 7,5 – 8,0 > 8,0
7 Tingkat
keracunan tanah < 30 % 80 – 100 % > 100 % < 20 % 20 – 60 % > 60 % < 20 % 20 – 70 % > 70 %
a. Kejenuhan < 100 Cm 50 – 100 Cm < 50 Cm < 100 Cm 50 – 100 Cm < 50 Cm < 150 Cm 50 – 150 Cm < 50 Cm
A1

Laporan Pendahuluan 3-10


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

b. Kedalaman
pirit
8 Kemiringan <3% 3–8% >8% <3% 3 – 1,5 % > 1,5 % <8% 8 – 40 % >8%
lahan
9 Erodibilitas Sangat brendah Rendah – Tinggi, Sangat Rendah – Tinggi, sangat Sangat Rendah – Tinggi, sangat
sedang sangat brendah sedang tinggi brendah sedang tinggi
tinggi
10 Iklim
- Curah hujan 1.000 - 5.000 - <1000 & 1.000 - 5.000 - <1000 & 400 - 5.000 - < 400 & >5000
(mm/th) <4/<7 - >5000 <4/<7 - >5000 1-12 / < -
- Bulan <4/<7 <4/<7
basah/kering
11 Kelas drainase Terhambat Agak Baik, agak Baik Agak cepat Cepat, sangat Baik Agak cepat Cepat, sangat
tanah terhambat, cepat, cepat, cepat,
sangat sangat terhambat, terhambat,
terhambat cepat sangat sangat
terhambat terhambat
12 Banjir dan Tanpa Antara 2-7 Lebih dari 7 Tanpa Antara 2-7 Lebih dari 7 Tanpa Lebih dari 7 Lebih dari 7
genangan bulan tanpa dan atau bulan tanpa dan atau dan atau dan atau
musiman ada genangan genangan ada genangan genangan genangan genangan
permanen permanen permanen permanen permanen permanen
13 Ketinggian <500 M > 1000 M > 1000 M <500 M 500 - 1500 M > 1500 M <500 M 500 - 1500 M > 1500 M
14 Ketebalan < 50m 50 – 100 Cm > 100 M < 50m 30 – 100 Cm > 100 M < 50m 50 – 100 Cm > 150 M
gambut

Sumber : Re Pprot 1989

Laporan Pendahuluan 3-11


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

3.4 Kondisi Sistem Jaringan Infrastruktur


3.4.1 Sarana dan Prasarana Transportasi
Jaringan jalan di kawasan yang berfungsi sebagai jalan kolektor primer
kondisinya cukup baik, sedangkan jaringan jalan lainnya yang berfungsi sebagai jalan
lokal kondisinya sebagian telah beraspal dan sebagian lagi masih berupa jalan tanah.
Terdapat beberapa desa yang selain dihubungkan melalui jalur darat juga dihubungkan
melalui angkutan danau. Desa-desa ini antara lain Desa Kedisan dan Terunyan. Desa
Kedisan memiliki terminal angkutan danau yang melayani trayek Kedisan-Terunyan dan
Kedisan-Toyabungkah. Sedangkan di Desa Terunyan, terdapat angkutan danau yang
melayani trayek Terunyan-Kuburan, Terunyan-Kedisan dan Terunyan-Toyabungkah.
Akan tetapi angkutan transportasi di Desa Terunyan ini tidak beroperasi secara
maksimal, hanya angkutan menuju kuburan Terunyan saja yang beroperasi efektif. Hal
ini disebabkan Desa Terunyan saat ini dapat diakses melalui jalur darat.

3.4.2 Sistem Jaringan Prasarana Air Bersih Dan Air Minum


Masyarakat umumnya memakai air sumur, mata air, cubang, dan penggunaan air
dari PDAM. Pelayanan air bersih, dikelola dan dibina oleh PDAM Kab. Bangli yang baru
melayani 7 desa, yaitu Sukawana, Kintamani, Batur Utara, Batur Selatan, Batur Tengah,
dan Songan A-B.

3.4.3 Sistem Jaringan Pengelolaan Lingkungan


Pembuangan air limbah di kawasan menggunakan sistem pembuangan setempat
yang dilakukan secara individu oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
sanitasinya. Pembuangan limbah tinja sebagian telah menggunakan jamban dengan
tangki septik dan sebagian lagi tanpa tangki septik. Prosentase penggunaan jamban
dengan tangki septik di kawasan masih rendah dengan rata-rata 41,43% dari rumah
tangga yang ada. Untuk pembuangan limbah mandi, cuci, dan dapur di kawasan
dilakukan dengan membuat saluran pembuangan air limbah kemudian dialirkan ke
tempat terbuka atau saluran drainase terdekat, sedangkan pembuangan limbah dapur,
rumah makan (restoran) dilengkapi dengan tangki septik dan resapan sebelum dialirkan
ke saluran drainase.
Mengenai drainase, melihat kondisi topografi kawasan, maka sistem
pembuangan drainase makro dapat dipisahkan menjadi 3 (tiga) sistem pengaliran, yakni
: Sistem I (Danau Batur) ; Sistem II (mengarah ke Bali Utara) ; Sistem III (mengarah ke
Bali Selatan). Drainase yang menuju ke danau merupakan penyebab terjadinya

Laporan Pendahuluan 3-12


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

sedimentasi, sehingga danau terus mengalami pendangkalan. Secara visual, sistem


drainase mikro di kawasan, umumnya hanya terdapat di sepanjang pinggiran jalan
utama, oleh karena kondisi topografi pegunungan, sehingga saluran-saluran tersebut
bersifat saluran drainase jalan yang langsung menuju ke lembah/sungai terdekat dan
danau.
Untuk sistem pengelolaan persampahan kawasan pada obyek wisata telah
dilayani Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Bangli, namun
pembuangan sampah di kawasan perencanaan sebagian besar dilaksanakan secara
individu oleh masyarakat. Pembuangan sampah yang dikelola oleh DKP Kabupaten
Bangli meliputi pusat Kota Kintamani, yakni Desa Kintamani, Desa Batur Utara, Desa
Batur Selatan, dan Desa Batur Tengah. Sebagai kawasan pariwisata, tampak di lapangan
bahwa belum ada keterpaduan penanganan sampah yang dikelola Pemerintah
Kabupaten dengan masyarakat.

3.4.4 Sistem Jaringan Prasarana Energi


Pelayanan listrik kawasan dikelola PLN, dengan sumber pembangkit dan
penyalur PLTD Pesanggaran dan jaringan koneksi Jawa-Bali. Rumah tangga yang
mendapat penerangan listrik dari PLN sebesar 75,67%. Beberapa desa di kawasan
mendapat penerangan listrik 100%, seperti Desa Batur Utara, Batur Selatan, Batur
Tengah, dan Kedisan, sedangkan desa-desa yang tingkat pelayanan listriknya relatif
rendah, yaitu hanya sekitar 38,80%.

3.4.5 Sistem Jaringan Prasarana Telekomunikasi


Untuk pelayanan telepon di kawasan perencanaan terdapat sebuah STO Remote
di Desa Kintamani yang berasal dari STO Induk Bangli. Kapasitas Sentral Telepon Otomat
(STO) Kintamani adalah 848 dan yang telah terpakai 747 SST. Sistem jaringan kabel
telepon, terdiri dari kabel tanam (primer) sampai ke rumah kabel RA di Kedisan 200
SST, RB di Penelokan 300 SST, dan RC di jalan menuju Payangan dengan kapasitas 200
SST. Jaringan telpon PT. Telkom rata-rata hanya mampu melayani kurang dari 60%
Rumah Tangga di Kecamatan Kintamani. Kondisi ini tertutupi oleh layanan telepon
seluler yang dapat menjangkau hingga lebih dari 75% wilayah di Kecamatan Kintamani
sehingga permasalahan telekomunikasi dapat teratasi. Setidaknya saat ini tercatat
terdapat 7 BTS yang melayani jaringan telepon seluler di kawasan perencanaan. BTS ini
berlokasi di antaranya di Desa Kedisan (di sekitar Hotel Lake View) dan Desa Buahan.

Laporan Pendahuluan 3-13


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

3.4.6 Kondisi Biodiversity


1. Kopi Arabika
Tanaman perkebunan secara keseluruhan
di kawasan perencanaan, yang sangat potensial
yaitu tanaman kopi yang juga terkenal dengan
produksi kopi luwaknya, sehingga di masa
mendatang sangat cocok untuk dikembangkan,
selain pangsa pasar bagus, tingkat harganya relatif
mahal bila dibandingkan dengan kopi biasa.

2. Jeruk Bali
Kintamani sangat terkenal dengan daerah
pengasil jeruk di Bali. Dengan luas lahan sebesar
7,538,176 Ha., dan hasil produksinya untuk
tahun 2009 sebesar 144,978.20 ton. Potensi yang
kedua adalah tanaman pisang dengan luas lahan
sebesar 4,118,644 Ha. dan produksi 61,779.60
ton, produktivitasnya sebesar 1,5 ton/ha.

3. Anjing Kintamani
Kintamani juga memiliki anjing kintamani yang
merupakan anjing ras asli kawasan. Secara fenotipe anjing
Kintamani mudah dikenal, dapat dibandingkan dengan
anjing-anjing lokal yang ada, atau anjing hasil persilangan
antara ras yang sama maupun persilangan lainnya.
3.5 Kondisi Kependudukan
Berdasarkan data statistik, di akhir tahun 2015 jumlah penduduk kawasan
perencanaan tercatat sejumlah 49.310 jiwa yang terdiri dari 25.131 jiwa penduduk laki-
laki dan 24.179 jiwa penduduk perempuan. Kepadatan penduduk di kawasan
perencanaan mencapai rata-rata 19,14 jiwa/km2. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.

Laporan Pendahuluan 3-14


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

Tabel 3.3. Luas Wilayah, Jumlah penduduk dan kepadatan Kawasan KSPN Kintamani-
Danau Batur dan Sekitarnya

Sumber : Kecamatan Kintamani dalam Angka Tahun 2015

3.6 Kondisi Perekonomian


Pendapatan Kabupaten Bangli pada tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar
91,42 milyar rupiah dibandingkan tahun 2013. Sedangkan belanja daerah meningkat
sebesar 110,05 milyar rupiah. Dana alokasi umum meningkat menjadi 486,38 milyar
rupiah di tahun 2014. Hal yang sama terjadi pada PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang
meningkat menjadi 76,14 milyar rupiah dari sebelumnya hanya sebesar 55,99 milyar
rupiah. Secara umum persentase PAD Bangli mengalami pertumbuhan dibandingkan
dengan tahun 2013. Pada lima series tahun terakhir pertumbuhan tertinggi justru terjadi
di tahun 2012 yakni sebesar 77,46 persen. Sedikit berbeda dengan PAD, pertumbuhan
DAU (Dana Alokasi Umum) juga lebih rendah dimana capaian pada tahun 2013 hanya
tumbuh sebesar 13,57 persen. Kondisi ini diduga sebagai dampak berganda yang terjadi
akibat melemahnya perkenomian secara nasional. Berbagai kebijakan ekonomi seperti
kenaikan tarif dasar listrik dan bahan bakar minyak menjadi salah satu penyebab
terjadinya kontraksi ekonomi selain faktor lainnya yang turut berkontribusi dalam
stabilitas ekonomi nasional.
Pertumbuhan ekonomi secara umum dapat ditunjukkan oleh angka Produk

Laporan Pendahuluan 3-15


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

Domestik Ragional Bruto (PDRB), Investasi,Inflasi,pajak dan retribusi, pinjaman dan


pelayanan bidang ekonomi. Khusus untuk nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
secara nyata mampu memberikan gambaran mengenai nilai tambah bruto yang
dihasilkan unit-unit produksi pada suatu daerah dalam periode tertentu. Lebih jauh,
perkembangan besaran nilai PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan
ukuran untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu daerah, atau dengan kata lain
pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat tercermin melalui pertumbuhan nilai PDRB.
Nilai tambah yang tercipta di Kabupaten Bangli sebesar 4,381 trilyun rupiah dalam hal
ini adalah nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) tahun 2014. Sedangkan nilai
PDRB Atas Dasar Harga Konstan menghasilkan nilai tambah sebesar 3,472 triliyun
rupiah. Rasio antar kedua nilai tersebut akan menggambarkan inflasi di tingkat
produsen.
Stuktur perekonomian Bangli yang digambarkan oleh distribusi PDRB ADHB
menunjukkan bahwa kontribusi nilai tertinggi di tahun 2014 dicapai oleh kategori
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan disusul oleh Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum serta Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib masing-
masing sebesar 26,89 persen, 13,48 persen, dan 11,37 persen. Sedangkan kontribusi
terkecil diberikan oleh kategori pengadaan listrik dan gas sebesar 0,02 persen. Capaian
ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bangli merupakan kabupaten yang berbasis
pertanian dimana lebih dari seperempat porsi nilai tambah yang dihasilkan berasal dari
kategori pertanian. Potensi yang paling menonjol terlihat dibandingkan dengan
kabupaten/kota lainnya di Bali adalah produk hortikultura sebagai komoditas unggulan.
Di sisi lain pengadaan listrik dan gas merupakan kontributor terendah karena hanya
bertumpu kepada hasil dari output PLN dan beberapa pembangkit listrik lainnya yang
pengelolaannya masih persisten.

3.7 Kondisi Sosial Budaya


3.7.1 Tatanan Budaya
Falsafah budaya setempat kawasan perencanaan, sebagaimana berlaku juga di
daerah Bali pada umumnya berlandaskan pada nilai-nilai kearifan lokal yakni: tatas, tetes
(kehati-hatian dalam bertindak); tat twam asi (toleransi tanpa menonjolkan perbedaan);
paras paros (saling memberi dan menerima pendapat orang lain); salunglung sabayantaka
(bersatu teguh bercerai runtuh); merakpak danyuh (perbedaan pendapat tidak
menghilangkan persahabatan).
Konsep ini memberikan landasan bagi terwujudnya kerukunan, kedamaian serta

Laporan Pendahuluan 3-16


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

toleransi yang tinggi antara sesama warga dalam rangka mewujudkan pembangunan di
Kawasan Kintamani. Budaya masyarakat di kawasan perencanaan bersifat terbuka
terhadap masuknya nilai positif budaya lain untuk mewujudkan jatidiri dan meningkatkan
harkat dan martabat dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Nilai-
nilai tersebut kemudian berakulturasi membentuk pandangan integralistik masyarakat
dan prinsip kekeluargaan sehingga sangat strategis sebagai landasan untuk mewujudkan
kehidupan yang aman dan damai.
Selain berlakunya nilai-nilai kearifan lokal tersebut, juga berlaku falsafah Tri Hita
Karana yaitu Parahyangan (hubungan yang selaras antara manusia dengan Tuhan),
Palemahan (hubungan selaras manusia dengan lingkungan) dan Pawongan (hubungan
selaras manusia dengan manusia) sehingga terwujud suatu keseimbangan tata hubungan
diantara ketiganya. Pengembangan nilai-nilai ini sangat ditentukan oleh beberapa faktor
pendukung yang ada di wilayah setempat. Adapun faktor pendukung tersebut antara lain
organisasi tradisional seperti : banjar, desa adat, subak, dan sekehe.
Falsafah budaya yang juga menata tata kehidupan masyarakat setempat adalah
penerapan konsep dualistis (rwa bhineda). Konsep ini bermakna adanya dua hal
bertentangan yang sama-sama mempunyai arti penting dalam pandangan dan
kepercayaan hidup orang Bali. Konsep dualistis tersebut khususnya dalam ruang wilayah
perencanaan terwujud dalam tata arah: Utara-Selatan (kaja-kelod), Gunung-Lautan (luan-
teben/ hulu-hilir), Timur-Barat (kangin-kauh), Atas-Bawah (baduur beten) dan
seterusnya.

Tabel 3.4. Jumlah pura setingkat kahyangan jagati sad kahyangan, dhang kahyangan dan
kahyangan tiga/ sejenisnya Di wilayah perencanaan dilihat per-desa adat
Sad Dhang Kahyangan/ Kahyangan
No Desa Adat
Kahyangan Kahyangan Jagat Tiga/Sejenisnya
1 Sukawana - 1 14
2 Kintamani - - 8
3 Kayu Kapas - - 3
4 Gelaga Linggah - - 3
5 Abang Songan - - 5
6 Buahan - - 3
7 Abang Batu Dingding - - 7
8 Songan A dan B - 1 10
9 Terunyan - 1 3
10 Satra - - 3

Laporan Pendahuluan 3-17


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

Sad Dhang Kahyangan/ Kahyangan


No Desa Adat
Kahyangan Kahyangan Jagat Tiga/Sejenisnya
11 Batur 1 1 14
12 Kuum - - 3
13 Kubu Salya - - 3
Jumlah 1 4 79
Sumber: Kecamatan Kintamani dalam Angka & Hasil Survey

Gambaran mengenai kawasan budaya yang ada di wilayah perencanaan disajikan


pada tabel 3.5 berikut.
Tabel 3.5 Kawasan cagar budaya di wilayah perencanaan
No Nama Cagar Budaya Lokasi Luas (Ha) Peneliti
1 Pura Tuluk Biyu Desa Batur 0,18 Dr. M.M. Sukarto, 1974/75
2 Pura Batur Ulun Danu Desa batur - -
3 Pura Tegeh Koripan Desa Sukawana 0,10 Dr. W.F. Sutterheim, 1929
4 Pura Gede Pancering Jagat Desa Terunyan 0,20 Walter Spies, 1933
Sumber: RTRW Bali
Landasan upacara agama di wilayah perencanaan selain berlandaskan
ajaran agama Hindu juga dilandaskan oleh Dresta (tradisi setempat) yaitu Sastra
Dresta, Purwa Dresta, Loka Dresta, dan Desa Dresta. Disamping itu juga dipedomani
Bhisama Paruman Sulinggih dan tuntunan yang dikeluarkan oleh (PHDI) Parisada
Hindu Dharma Indonesia. Upacara agama di Kawasan Pariwisata
Kintamani didasarkan pada pelaksanaan “Panca Yadnya”, yaitu: Dewa
Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya, dan Bhuta Yadnya, yang
dilaksanakan setiap waktu maupun secara berkala. Upacara yang sangat
berpengaruh dalam pemanfaatan ruang Kecamatan Kintamani adalah tiga upacara
agama antara lain:
1. Upacara Dewa Yadnya
Upacara Dewa Yadnya yang dilaksanakan di Kecamatan Kintamani adalah adanya
upacara-upacara piodalan di Pura Sad Kahyangan dan pesanakannya, Pura Dhang
Kahyangan atau Kahyangan Jagat lainnya, serta Pura-Pura Kahyangan Tiga yang
berada di setiap wilayah Desa Adat.
Upacara-upacara tersebut yang dapat kami sebutkan seperti di bawah ini:
 Upacara Puja Wali di Pura Batur setiap Purnama Kedasa (bulan Mei).
 Upacara Ngusaba Kedasa di Pura Batur dan dilaksanakan di Pura-Pura
Pesanakan Pura Batur (bulan Mei).

Laporan Pendahuluan 3-18


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

 Upacara piodalan pada Pura-Pura Pesanakan Pura Batur adalah:


- Tanggal Ping 13 Sasih Kasa (bulan Juli) di Pura Jati
- Purnama Karo (bulan Agustus) di Pura Taman Sari
- Purnama Katiga (bulan September) di Pura Toya Mas Mampeh
- Purnama Kalima (bulan Nopember) di Pura Gunalali
- Purnama Keenem (bulan Desember) di Pura Sampian Wani
- Purnama Kepitu (bulan Januari) di Pura Jaba Kuta
- Purnama Kawulu (bulan Februari) di Pura Dalem Agung
- Purnama Kasanga (bulan Maret) di Pura Dalem Setra
- Buda Umanis Prangbakat di Pura Toyabungkah
- Purnama Kasa (bulan Juli) di Pura Tampuryang
- Upacara Mamoso di Pura Dalem Pamosan dan di Pura Jaba Kuta pada
hari Tilem Kapitu (bulan Januari) di dua tempat secara bergantian setiap
tahun (sesuai dengan Raja Purana Batur)
- Upacara Piodalan di Pura Turun Hyang/ Ratu Gede Pancering Jagat
Purnamaning Kapat (bulan Oktober).
- Upacara Piodalan di Pura Tegeh Koripan Purnamaning Kapat (bulan
Oktober).
- Upacara Piodalan di Pura Tenten Anggarkasih Prangbakat.
- Upacara Piodalan di Pura Lateng Sukawana Purnama Sasih Kedasa
(bulan April).
Disamping itu masih banyak Upacara Dewa Yadnya yang dilaksanakan di
tempat-tempat suci lainnya.
2. Upacara Pitra Yadnya
Upacara Pitra Yadnya yang dilaksanakan di kawasan perencanaan adalah
upacara ngaben, mamukur atau ngeroras. Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang
adalah ruas jalan menuju setra, dan setra itu sendiri disamping tempat
penganyutan. Khusus Desa Adat Batur tempat pengayutan adalah di pantai Lebih
Daerah Kabupaten Gianyar.
3. Upacara Bhuta Yadnya
Pelaksanaan upacara ini yang paling utama adalah:
 Pecaruan Sasih Kesanga yang dilakukan di Pertigaan atau di Perempatan dan
yang paling banyak dilakukan di Jaba Pura Puseh dan Bale Agung, sehingga
sedikit mengganggu penggunaan ruangnya.

Laporan Pendahuluan 3-19


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

 Bhakti Pakelem di Gunung dan Danau Batur pada waktu tertentu serta
upacara Panca Wali Krama di Danau, yang pelaksanaannya menurut keadaan.
Dengan demikian Danau Batur dan sekitarnya termasuk dalam areal kawasan
suci. Disamping itu kegiatan-kegiatan upacara di atas perlu mendapatkan
perhatian di dalam penataan tata ruang budaya kawasan wisata Kintamani.
Hal ini menyangkut penataan sarana dan prasarana upacara dengan tetap
mempertahankan kondisi daerah-daerah peruntukan kegiatan upacara
tersebut dengan tetap memperhatikan radius kesucian pura dan nilai estetika.
Beberapa tempat suci dan kehidupan sosial budaya yang terkait dengan perencanaan
kawasan adalah sebagai berikut:

1) DESA DAN PURA BATUR


Desa Adat Batur pada perkembangan merupakan desa yang baru dibangun sekitar
tahun 1962. Desa Batur pada mulanya terletak pada bagian lembah kawasan tepi Danau
Batur Kecamatan Kintamani .
Menurut informasi, akibat letusan Gunung Batur tahun 1962, Desa Batur Kuno
seluruhnya lenyap tertimbiun lahar yang kemudian membeku dan membatu. Pada waktu
itu masyarakat batur sempat menyelamatkan diri mengungsi kedesa Bayung Gede dan
membawa sebuah pelinggih (Gedong) dan Arca Dewi Dhanuh yang masih tersimpan
sekarang di Pura Batur. Setelah lebih kurang mengungsi di Desa Bayung Gede itu baru
mulai dibangun Desa Batur Kalanganyar (Kalanganyar = Karanganar = Desa Baru) dan
berangsur-angsur lengkap dengan Pelinggih Pura Batur sebagai mana keadaan asalnya.
Sampai sekarang Desa Bayung Gede masih ada Pelinggih Pura Pelingatan/persimpangan
Bhatara Batur Kini Desa Batur Kalanganyar itu kebih terkenal dengan nama Desa Batur
dengan Pura Baturnya.
Sejarah Pura Batur
Berdasarkan uraian dalam Lontar Kusuma Dewa bahwa beberapa pura di Bali
terutama yang bergolongkan Kahyangan Jagat dibangun pada masa Mpu Kuturan. Dalam
lontar itu antara lain disebutkan sebagai berikut :
“Nihan Prateking bharata ring Bali, kaungguhang de nire sang Mpu kuturan, bhineseko ring
majapajit, ka gawe ring Bali, ungwanire Bhatara Kabeh, Bhatara Ring Besakih, Batara ring
Batumadeg ……………” dan seterusnya.
Maksudnya :
Adapun mengenai adanya Bhatara (Pura di Bali di tempatkan/ dibangun) oleh Mpu
Kuturan yang berasal dari Majapahit dibawa ke Bali banyak. Kahyangan Bhatara, Bhatara

Laporan Pendahuluan 3-20


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

di Besakih, Bhatara di Batumadeg, ………… dan seterusnya.


Meskipun Pura Batur tidak ikut disebutkan dalam lontar itu nampaknya Pura
Batur tergolong Pura yang mempunyai status serupa dengan Pura Besakih. Lontar USana
Bali menguraikan bahwa Gunung sebagai sthana Bhatara Mahadewa (Pura Besakih) dan
gunung Batur Sthana dari Dewi Dhanuh. Pura Batur adalah adalah sebagai Pura yang
menjadi Penguluning Bhumi (Khayangan Jagat).
Dalam prasasti-prasasti Bali Kuno disebutkan bahwa ada seorang bernama
Kuturan. Beliau menjadi senapati pada jaman pemetintahan Marakata yang memerintah di
Bali sekitar Tahun 1025 MAsehi. Apabila Mpu Kuturan yang disebutkan dalam lontar
Kusuma dewa sebagai pendiri khayangan di Bali sama denga Kuturan yang menjadi
senapati dari raja Maratakat maka Mpu Kuturan adalah seorang tokoh yang hidup pada
abad XI. Bila hal tersebut benar, maka pura batur didirikan pada masa Mpu Kuturan yaitu
pada abad XI.
Fungsi dan Status Pura
Bedasarkan data pada Lontar Usana Bali, Pura Batur adalah tempat pemujaan dari
Dewi Dhanuh. Tampaknya Pura Batur yang didirikan sebagai tempat pemujaan untuk Dewi
Dhanuh dan dikaitkan dengan Bhatara Mahadewa, yang bersthana di Gunung Agung
sthana berlandaskan konsepsi Rwa Bhineda yaitu unsur purusa dan pradhana yang
dianggap sebagai hulu (Pusat) dari pulau Bali. Namun bila berlandaskan konsepsi
Padmabhuana maka Pura Batur dianggap sebagai tempat pemujaan dewa wisnu.
Dalam Lontar Usana Bali disebutkan bahwa Gunung Batur sthana dar Dewi
Dhanuh bersama Gunung Agung Sthanadari Bhatara Mahadewa, adalah sebagai
PENGULUNING BHUMI. Sebagai Penguluning Bhumi sudah semestinya dipuja oleh seluruh
masyarakat, sehingga demikian status Pura Batur adalah sebagai Khayangan Jagat. Pura-
pura lain yang mempunyai hubungan dengan Pyra Batur dan dianggap sebagai Pura
PASANAKAN adalah :
1. Pura Taman Suci
2. Pure Toyo Mas Mampeh
3. Pura Jabe Kuta
4. Pura Toyobungkah
5. Pura Jati
6. Pura Batu Sepit (Batu Repit)
7. Pura Dalem Agung
8. Pura Padang Sila
9. Pura Sampian Wani

Laporan Pendahuluan 3-21


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

10. Pura Gumarali


11. Pura Dalem Setara
2) DESA TERUNYAN
Desa Terunyan adalah sebuah desa kuno di Bali yang mempunyai berbagai
keunikan dan keindahan yang merupakan daya tarik utama bagi wisatawan. Menurut
prasati Terunyan tahun çaka 813 (891)yang menyebutkan bahwa ada sebuah Pura yang
bernama Pura Turun Hyang. Dipura tersebut disimpan sebuar Arca batu klitik yang
tingginya ± 4 meter. Oleh masyarakat Terunyan yang sangat disakralkan dan dinamakan
Ratu Gede Pancering Jagat terkenal dengan sebutan Arca Da Tonta. Tempat bersthana
Ratu Gede Pancering Jagat, disamakan dengan menyebut nama Pura Pancering Jagat.
Menurut legenda, Desa Terunyan timbul karena Ratu Gede Pancering Jagat
sengaja datang, karean dorongan adanya bau harum yang berasal dari pohon yang disebut
Taru Menyan. Di sekitar pohon-pohon hutan Cemar Landung, bertemulah beliau dengan
Ida Ayu Ratu Dalem Pingit dan akhirnya menikah. Pertemuan tersebut disaksikan oleh
penduduk Desa Hutan Landung yang sedang berburu. Taru Menyan tersebut telah berubah
menjadi seorang Dewi yang tiada lain istri dari Ida Ratu Gede Pancering Jagat. Sibelius
meresmikan pernikahan, Ratu Gede Pancering Jagat mengajak orang-orang Desa Ceamar
Landung untuk medirikan sebuah desa yang dinamakan desa Taru Menyan yang lama
kelamaan disebut Desa Terunyan yang membuat sebuah pura untuk pelinggih-pelinggih
para Dewa sperti : pelinggih Ratu Gede Pancering Jagat dibuat sebuah meru tumpang tujuh
dan dilengkapi Arca Da Tonta setinggi 4 meter sebagai simbul laki-laki. Pelinggih Ida Ratu
Ayu Dalem Pingit, berupa meru tumpang tiga dilengkapi dengan lambang yang tak dapat
diukur dalamnya, sebai simbol wanita. Pelinggih tersebut sebagai simbol laki perempuan.
Menurut kepercayaan orang Bali, simbul Purusa Pradana pada hakekatnya merupkan
simbul Kesuburan.
Ciri khas lain adalah Tarian Barong Berutuk yang diadakan pada saat piodalan di
Pura Pancaring Jagat pada purnamaning kapat (1 Tahun sekali pada bulan Oktober).
Menurut kepercayaan, merupakan suatu pertanda turunnya Ida Bhatara (Sang Hyang
Widhi Wasa ) yang manifestasinya sebagai: Ratu Pancering Jagat, Ratu Ayu Dalem Pingit
dan Ratu Sakti Meduwe Gama. Tujuannya adalah memohon keselamatan kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa.
Di sisi lain, ciri khas yang unik di Desa Terunyan ialah sistem kemasyarakatan
yang masih menampakkan kekunoannya. Yng menjadi pemuka desa/pedulu dengan
sebutan Jero Gede; Jero Putus; dan Jero Kebayan Kiwa Tengen. Sebutan Bendesa Adat,
maupun kepala desa pula dengan Jro Putus, Jero Mekel.

Laporan Pendahuluan 3-22


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

3) PURA TEGEH KORIPAN/PURA BUKIT PANULISAN


Pura Tegeh Koripan di Bukit Panulisan diperkirakan sudah ada sekitar abad ke IX
bedasarkan Prasasti Sukawana A1 tahun 804 Saka (882 Masehi). Di pura tersebut banyak
terdapat arca diantaranya arca perwujudansepasang suami istri berdiri disuatu lapik
yaitu Raja Udayana bersama permaisurinya Mahendradatta. Arca tesebut bertahun çaka
933 (1011 masehi). Selain Arca suami Istri terdapat pula sebuah Arca bertuliskan Bathari
Mandul berangka tahun 998, yakni permaisuri Raja Anak Wungsu.
Struktur Pura Tegeh Koripan berciri megalitikum, teras berundak-undak cukup
indah dan menarik. Struktur pura tersebut sebagai kelanjutan masa megalitikum. Status
Pura Tegeh Koripan, adalah sebagai pura peninggalan Bali Kuno yaitu sebagai Pura Gunung
untuk memuja Siwa dalam manifestasi-Nya sebagai Sang Hyang Widhi Natha, penguasa
gunung dan pemberi kemakmuran. Kata Tegeh Koripan berarti kehidupan yang tinggi dan
berarti sumber kehidupan atau sumber kemakmuran. Dapat pula diartikan sebagai
kehidupan di alam atas atau akhirat.
Ada dua tingkat upacara yang biasa dilakukan di Pura Tegeh Koripan, yaitu setiap
tahun sekali bertepatan dengan purnama kapat yang jatuh pada hari minggu selasa, kamis,
atau sabtu dikenal sebagai piodalan biasa. Upacara yang besar yang memakai kerbau
empat ekor dilaksanakan setiap 10 tahun sekali. Pada zaman dahulu waktu upacara di
pura ini ditandai oleh satu musim bunga satu jenis pohon khusus yang tumbuh di sekitar
pura, yang saat ini sudah punah. Pada setiap pelaksanaan upacara tidak pernah
menggunakan pendeta seperti di daerah Bali pada umumnya. Melainkan cukup
diselesaikan oleh Jro Kubayan Muncuk bersama dengan Jro Kubayan Kiwa dan dibantu oleh
Jro Bahu sebanyak empat orang. Suatu kekhususan upacara di Pura Tegeh Koripan,
disamping tidak diantar oleh pedanda/ pendeta juga tidak menggunakan daging babi atau
sapi.
4) PURA DALEM BELINGKANG
Di sebut Pura Dalem Belikang dalam bahasa ini walaupun luar kawasan
perencanaan karena masih dan mempunyai hubungan sejarah dengan Pura lainnya,
seperti Pura Tegeh Koripan.
Untuk mengungkapkan asal usul Pura Dalem Belingkang digunakan suatu analisis
berdasarkan keterngan-keterangan singkat antara lain :
a. Prasasti Sanding (C) tahun 1072 ada disebutkan sebagau berikut “………. Maka
ketika Beliau raja besar di Bali bernam Cri jayabidacirsa macula-maculi menguasai
jagat pada waktu tahun çaka 1100 (1178 M), pengaruh beliau memerintah 77

Laporan Pendahuluan 3-23


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

tahun dan Negara (yang lain) berdatangan tunduk menghormati kepada Cri
Macula-maculi oleh karena beliau raja besar di Bali…………………. Lalu datanglah Cri
Danawanaraja (Raja Cri Danawana) menggantikan kerajaan Bidacirsa (menjadi
raja di Bali), selesai”.
b. Lontar Usana Bali
“ada lagi yang bertahta menjadi raja di Bali ; bahwa diceritakan raja Jayapangus
bertahta lebih dahulu. Setelah itu lalu raja Daitya bertahta di Balingkang.
c. Foklore
Di Bali terdapat suatu cerita rakyat yang menceritakan bahwa dahulu kala pernah
terjadi perkawinan Raja Bali, dengan Putri Cina, sebagaimana dikisahkan dalam
tarian Barong Landung.
d. Arsitektur
Poal dari palemahan Pura Dalem Balingkang menuju suatu kelainan dengan pura-
pura yang ada pada umumnya di Bali, dimana terdapat pintu gerbang tertutup
dengan ukur-ukiran Patra Cina. Bangunan yang disebut gedongsari atau paruman
agung yang terletak dihalaman tengah yang pertama dan menyerupai balairung.
Pada halaman dalam, terdapat bangunan yang disebut Bale Mas bertiang 16 dan
didalamnya menyerupai semacam Kelenteng.
Disebelah utara Pura Dalem Belingkang didalam komplek Pura itu terdapat tempat
Pabasmian (tunon) menyerupai suatu bukit kecil. tempat ini dulunya merupakan
suatu benteng pertahanan
e. Hubungan Pura Tegeh Koripan dengan Pura Dalem Balingkang
Secara konseptual Pura Dalem Balingkang mempunyai hubungan erat antar Pura
Panarajon di puncak Bukit Penulisan yang merupakan bagian dari Pura Tegeh
Koripan dengan Pura Dalem Balingkang.
f. Identitas Penyiwi
Suatu kenyataan bahwa penyiwi pokok (muwed) dari Pura Dalem Balingkang itu
adalah masyarakat Bali Mula (Bali Aga).
g. Peninggalan Arkeologi
Di dalam Pura Dalem Balingkang terdapat sebuah megalitikum yang bentuknya
bulat dan bagian dalamnya terbelah menjai dua bagian sehingga menyerupai
bentuk vagina. Batu itu sebagai perwujudan dari Ida Ratu Ayu Subandar.
Kutipan Prasati Sading (C) menyebutkan nama Raja Cri Danawa atau Cri
Danawaraja yang menggantikan raja Macula Maculi memerintah Bali pada tahun
1255 M. Di dalam Lontar Ucana Bali disebutkan Ratu Daitya berkeraton di

Laporan Pendahuluan 3-24


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

Balingkang.
Dengan persembahan ini maka Cri Danawa Raja dalam Prasati Sading (C) identik
dengan Ratu Daitya dalam Lontar Ucana Bali yang tiada lain dari pada Raja
Mayadanawa.
Kata Balingkang berarti Raja Bali. Kang sangat mungkin berasal dari kata
Cina Kuno yang berarti Raja. Di Pura Panarajon di atas Bukit Penulisan,
terdapat sepasang arca perwujudan suami istri yang dibuat terpisah. Arca
yang pria profilnya sebagai orang Bali pegunungan, sedangkan arca yang
wanita profilnya sebagai putri Cina. Orang-orang Cina yang bertempat
tinggal di sekitar Kintamani yang memuja arca tersebut menyebut arca
suami istri itu adalah arca Ratu Chung Kang, berarti Raja dari Dinasti Chung
di negeri Cina. Menurut cerita rakyat di Bali, konon ada Raja Bali yang
mengambil putri Cina dijadikan permaisuri. Boleh jadi putri Cina itu adalah
dari Dinasti Chung di negeri Cina yang kawin dengan Raja Bali Kuno yang
berkeraton di Balingkang.
Foklore tentang perkawinan Raja Bali dengan Putri Cina itu kemudian
disimbulkan di dalam tarian Barong Landung yang kini masih ada di Bali. Di
Pura Dalem Balingkang ada peninggalan yang bermotif Cina dan pelinggih
gedong Mas, yang ada unsur kelentengnya dan pelinggih Ida Ratu Ayu
Subandar, memperkuat cerita rakyat tersebut.
Jero Gde Dalem Balingkang (menurut sebutan masyarakat Pinggan yang
mengemongnya) terletak di Desa Pinggan dikelilingi oleh sungai dan bukit
sehingga berbentuk benteng alam. Menurut masyarakat Pinggan, bahwa
Pura Panarajon di Bukit Penulisan adalah sebagai hulu (kepala) dari Jro Gde
Dalem Balingkang. Hal itu memberikan petunjuk bahwa Pura Tegeh Koripan
dimana termasuk pula Pura Panarajon di Bukit Penulisan adalah suatu
tempat suci yang menjadi pujaan Raja Bali Kuno zaman dahulu.
Pola Pura Dalem Balingkang mencerminkan pola keraton seorang raja.
Adanya tunon atau tempat pembakaran jenazah untuk bangsawan, sebagai
tempat bekas dihuni oleh penghuni keraton. Sehingga masyarakat Pinggan
yang ngemong Pura itu menyebutkan Jro Gde Dalem Balingkang yang berarti
keraton besar Raja Bali.
Berdasarkan kajian data di atas diperoleh petunjuk bahwa Pura Dalem
Balingkang pada mulanya adalah keraton Raja Mayadenawa yang menguasai
Pulau Bali tahun 1255 M.

Laporan Pendahuluan 3-25


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

Masyarakat di kawasan perencanaan telah mengalami berbagai dinamika


dan perubahan kebudayaan. Dinamika dan perubahan tersebut berproses menuruti
alur perkembangan tiga tradisi utama yang merupakan refleksi keseluruhan
kebudayaan Bali, yaitu “Tradisi Kecil”, “Tradisi Besar”, dan “Tradisi Modern”.
Tradisi Kecil terdiri dari unsur-unsur kebudayaan Bali berasal dari
kehidupan Pra Hindu, seperti yang masih tampak dalam segi-segi kehidupan
masyarakat Bali Aga. “Tradisi Besar” mencakup unsur-unsur kehidupan masyarakat
dan kebudayaan yang berkembang seiring dengan Agama Hindu. “Tradisi Modern”
mencakup unsur-unsur yang berkembang sejak jaman penjajahan, kemerdekaan,
dan era reformasi serta globalisasi.
Tidak terlapas dari perkembangan tiga tradisi tersebut, masyarakat di
wilayah perencanaan mempunyai latar belakang masyarakat tradisional sebagai
masyarakat Bali Aga “Bali Mula” yang sampai sekarang masih tampak ciri-ciri dan
aspek-aspek budaya yang melekat pada kehidupan masyarakatnya sehari-hari.
Istilah Bali Aga adalah untuk membedakan keterangan orang Bali dengan
kebudayaan Pra Hindu dan orang Bali dengan kebudayaan Hindu (Hindu Jawa)
yang disebut “Bali Apanaga’.
Perbedaan itu terutama dari faktor geneologis dan faktor budaya.
perbedaan geneologis yaitu orang Bali Aga adalah termasuk kepala orang “ Bali
Mula” ditambah dengan orang Bali keturunan “Mongoloid”. Sedangkan orang Bali
Apanaga atau Bali dataran Jawa Singasari yang datang ke Bali melalui persebaran
penduduk dan ekspedisi, seperti “ekspedisi Singarasi tahun 1284 M” dan ekspedisi
Gadjah Mada tahun 1343 M”.

3.8 Kondisi Pariwisata


Kecamatan Kintamani memiliki beragam obyek wisata yang sangat potensial
untuk dikem-bangkan lebih lanjut. Obyek wisata ini terdiri dari obyek wisata alam
yang menyuguhkan potensi sumber daya alam Kecamatan Kintamani dan obyek
wisata buatan yang meru-pakan obyek wisata yang sengaja dikembangkan
sedemikian rupa dengan memaksimal-kan potensi alam yang ada.
Tabel 3.6 Potensi Wisata di wilayah perencanaan

Laporan Pendahuluan 3-26


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

Berdasarkan grafik dibawah, terlihat bahwa jumlah kunjungan wisatawan


ke Kintamani semakin meningkat, dimana dalam kurun waktu 2011-2015 jumlah
kunjungan wisatawan ter-tinggi yaitu pada periode tahun 2015 yaitu sebesar
570.003 orang wisatawan atau sebesar 22,09% dari total kunjungan wisatawan ke
Bali. Peningkatan kunjungan wisatawan ke kawasan kintamani meningkat sebesar
16%. Berikut disajikan pula data kunjungan wisatawan ke Kintamani tahun 2015
menurut negara asal wisatawan.

Laporan Pendahuluan 3-27


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

Laporan Pendahuluan 3-28


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

3.9 Potensi dan Permasalahan


3.9.1 Potensi dan Permasalahan Fisik Dasar Kawasan
Berdasarkan kondisi fisik dasar Kecamatan Kintamani merupakan daerah
pegunungan pegunungan berelief kasar dengan kemiringan lereng sebagian besar antara
30 – 70 % dan beberapa bagian >70% terutama pada tebing-tebing kaldera dengan
ketinggian 1031 – 1717 meter diatas permukaan laut. Tititk tertinggi berada pada puncak
Gunung Batur (1.717 meter DPL) dan titik terendah sama dengan permukaan air danau,
rata-rata yaitu 1.031 meter DPL. Daerahnya meliputi tubuh bagian puncak dari Gunung
Batur dan beberapa tempat bagian tengah dari Gunung Abang dan Gunung Penulisan.
Dengan kondisi tersebut Kecamatan Kintamani mempunyai potensi daya dukung
lahan sebagai berikut :
 Bentang alam berbukit dan adanya Gunung Batur dengan view bagus berpotensi
sebagai pariwisata alam.
 Kecamatan Kintamani memiliki Danau Batur berpotensi sebagai sumber mata air
dan pengembangan wisata air.
 Memiliki daya tarik pemandangan alam, danau, lembah, perkebunan sebagai daya
tarik investasi pengembangan pariwisata.
Permasalahan dalam pengembangan mengingat fisik dasar kawasan Kecamatan
Kintamani merupakan daerah pegunungan dan mempunyai kelerengan tajam yaitu
sebagai berikut :

Laporan Pendahuluan 3-29


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

 Fungsi kawasan sebagai Fungsi Konservasi dan Kawasan Lindung karena sebagian
besar kawasan merupakan kawasan rawan bencana.
 Kecenderungan alih fungsi lahan dengan kemiringan tinggi yang terus berlanjut
menjadi pertanian lahan kering atau akomodasi wisata yang mengurangi fungsi
konservasi.
 Kurang stabilnya struktur tanah sehingga sering terjadi tanah longsor di beberapa
tempat.
 Adanya pemanfaatan kawasan sempadan danau dan kawasan rawan bencana
untuk kegiatan budidaya.
 Makin sulitnya menerapkan aturan sempadan danau yang ideal di kawasan
perencanaan karena alih fungsi lahan.
 Pengembangan kawasan terbatas karena sebagian wilayah merupakan kawasan
rawan bencana seperti pengembangan kawasan hutan wisata, kawasan terbangun
dan kawasan budidaya.

3.9.2 Potensi Dan Permasalahan Kependudukan


Berdasarkan data kependudukan di Kecamatan Kintamani perkembangan dan
pertumbuhan penduduk relatif tinggi sehingga secara potensi :
 Meningkatnya jumlah penduduk kawasan perencanaan merupakan modal sumber
daya pembangunan.
 Toleransi kehidupan masyarakat yang mendukung aktivitas pariwisata lebih
banyak sehingga bidang pariwisata bisa tetap eksis di kecamatan Kintamani untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Tetapi dengan adanya pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi di Kecamatan
Kintamani juga merupakan permasalahan yang tidak bisa dihindari dalam penataan ruang
kawasan. Hal ini terkait dengan daya tampung kawasan mengingat keterbatasan lahan
pengembangan sebagai kawasan terbangun di Kecamatan Kintamani.

3.9.3 Potensi Dan Permasalahan Sosial Budaya


Kecamatan Kintamani merupakan Kecamatan terluas di Kabupaten Bangli terdiri
dari 48 Desa, 171 Dusun dan 66 Desa Pekraman dengan kondisi tersebut potensi yang
dimiliki dalam bidang sosial budaya adalah :
 Masih kuatnya peran Desa Adat dalam kehidupan masyarakat dan ikut berperan
dalam penyelenggaraan kegiatan sosial budaya di masyarakat baik itu dalam

Laporan Pendahuluan 3-30


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

kehidupan sehari-hari maupun dalam pelaksanaan kegiatan upacara maupun


keagamaan di kawasan perencanaan.
 Adat istiadat dan tradisi budaya Bali masih bisa dipertahankan di kecamatan
Kintamani salah satunya adalah di Desa Truyan.
 Tersebarnya pura-pura dan kawasan suci di kawasan perencanaan.

Sedangkan permasalahan dalam aspek sosial budaya dengan potensi tersebut diatas
diantaranya :
 Menyempitnya radius kawasan suci pada beberapa pura yang berdekatan dengan
aktivitas pariwisata.
 Bercampurnya lokasi melasti dengan aktivitas pariwisata di sempadan danau.

3.9.4 Potensi dan Permasalahan Perekonomian


Kondisi perekonomian di Kecamatan Kintamani sebagian besar didukung oleh
kegiatan pertanian hortikultural dan agribisnis serta pariwisata berikut diuraikan potensi
dan permasalahan perekonomian kawasan.

Tabel 3.7
Potensi dan Permasalahan Kawasan
No. Potensi Permasalahan
1 Perumahan dan Permukiman
▪ Adanya variasi pola permukiman : ▪ Terbatasnya lahan pengembangan perumahan
tradisional, semi tradisional, dan yang aman dan tidak dalam kawasan rawan
permukiman baru; bencana, dan tidak berada pada kemiringan
yang berfungsi lindung.
▪ Konsentrasi permukiman padat di Kawasan
perkotaan di Kawasan Perkotaan Kintamani
cenderung mengarah ke permukiman kumuh.
▪ Perkembangan pesat cenderung linier
sepanjang jalan Kintamani – Penelokan dan
bahkan mengganggu view ke arah danau serta
di kawasan terjal.

2 Perdagangan dan jasa


▪ Tersedianya fasilitas perdagangan yang ▪ Berkembangnya pola tata bangunan fasilitas
sekaligus merupakan pasar wisata perdagangan dan jasa yang kurang

Laporan Pendahuluan 3-31


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

No. Potensi Permasalahan


menunjukkan identitas arsitektur Bali
▪ Makin berkembangnya jumlah kegiatan
perdagangan informal /kaki lima yang belum
ditata secara tegas
3 Pariwisata
▪ Potensi obyek wisata cukup besar : ▪ Belum tertatanya pedagang kaki lima dan
pemandangan alam, budaya, pedagang acung di Kawasan ODTWK Kintamani
petualangan, wisata tirta, sehingga mengganggu para wisatawan.
leisure/olahraga, agrowisata
▪ Tersedianya fasilitas akomodasi dan ▪ Belum tertatanya kawasan ODTWK Kintamani
penunjang pariwisata yang memadai secara rapi dan tertib.
terutama di Desa Kedisan. ▪ Masih banyak daya tarik wisata di Kawasan
▪ Potensi pengembangan wisata desa di ODTWK Kintamani belum digali secara optimal
seluruh kawasan seperti di Desa Sukawana, Desa Buahan dan
Desa Kedisan.
▪ Kurangnya fasilitas parkir pada obyek wisata di
sepanjang Kintamani – Penelokan.
▪ Berkembangnya akomodasi wisata dan fasilitas
penunjangnya pada kawasan yang memiliki
view menarik namun rawan longsor dan tidak
aman dari sisi lingkungan
▪ Belum terintegrasinya obyek-obyek wisata di
kawasan menjadi satu paket perjalanan yang
efisien dan menarik
▪ Belum dikenalnya obyek-obyek wisata yang ada
selain yang telah terkenal, sehingga terjadi
ketidakmerataan kunjungan
4 Pertanian
▪ Pengembangan hortikultura berupa ▪ Terbatasnya lahan pertanian pangan dan
sayuran di Desa Songan A, Desa perkebunan yang dapat dibudidayakan, karena
Kedisan, Desa Buahan dan Desa lahan pengembangan terbatas dan kondisi fisik
Teruyan. kawasan tidak memungkinkan.
▪ Kegiatan Perkebunan pengembangan ▪ Terjadi pelanggaran pemanfaatan lahan di
di Desa Sukawana, Kintamani, dan sempadan danau untuk penanaman tanaman
Desa Batur hortikultura.
▪ Kegiatan peternakan tersebar ▪ Bercampurnya kegiatan perikanan di danau
bercampur dengan rumah tangga dan dengan kegiatan pariwisata dan wisata tirta

Laporan Pendahuluan 3-32


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

No. Potensi Permasalahan


pertanian
▪ Kegiatan perikanan memanfaatkan
perairan danau (Danau Batur)) dan
budidaya di pinggir danau oleh
kelompok-kelompok nelayan

5 Kehutanan
▪ Tersedianya hutan lindung, cagar ▪ Terjadinya degradasi fungsi hutan di beberapa
alam, dan taman wisata alam lokasi, seperti perambahan, kebakaran, dan
▪ Terdapat hutan produksi milik tanah longsor.
penduduk di sekitar Kawasan
Lindung
6 Transportasi
▪ Menurunnya tingkat pelayanan jalan terutama
pada hari libur, dan seringnya terjadi
kemacetan pada jalan menuju Kintamani -
Sukawana
▪ Lalu lalangnya kendaraan besar (bus) ke obyek-
obyek wisata
▪ Terbatasnya tempat parkir pada obyek-obyek
wisata dan stop-stop over yang memiliki view
menarik

3.9.5 POTENSI DAN PERMASALAHAN PRASARANA DAN SARANA


Sedangkan potensi dan permasalahan prasarana dan sarana di kawasan
perencanaan meliputi : Potensi beberapa jalan di kecamatan Kintamani kondisinya sudah
baik hanya saja untuk sarana dan prasarana masih kurang.
Permasalahan :
 Menurunnya tingkat pelayanan jalan terutama pada hari libur, dan seringnya
terjadi kemacetan pada jalan menuju Kintamani - Sukawana
 Lalu lalangnya kendaraan besar (bus) ke obyek-obyek wisata
 Kondisi medan dari jalan yang ada cukup rawan terhadap kecelakaan.
 Terbatasnya lahan yang sesuai untuk pembangunan jaringan jalan baru, karena
medannya yang terjal dan merupakan kawasan lindung.

Laporan Pendahuluan 3-33


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

 Masih kurangnya rambu–rambu dan petunjuk arah untuk kegiatan lalu-lintas di


kawasan perencanaan.
 Kurangnya pengaman kendaraan atau pengguna jalan pada tikungan dan pada
jalan yang berbatasan langsung dengan jurang.
 Kurangnya fasilitas parkir (stop over) pada spot-spot tertentu di kawasan yang
memiliki view yang menarik.
 Terbatasnya moda angkutan umum yang melayani jalur transportasi di kawasan
perencanaan.

3.9.6 POTENSI DAN PERMASALAHAN FASILITAS


Potensi fasilitas di kawasan perencanaan sudah cukup memadai seperti fasilitas
pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa. Sedangkan permasalahan sampai saat ini
masih belum begitu mendesak untuk perbaikan maupun perbaikan fasilitas hanya saja
perlu peningkatan standar pelayanan minimal.

3.10 POTENSI DAN PERMASALAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN


Berdasarkan kondisi fisik dan daya dukung lahan di Kecamatan Kintamani berikut
diuraikan potensi dan permalahan dalam pengembangan Kawasan kecamatan Kintamani.

TABEL 3.7
POTENSI DAN PERMASALAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN KINTAMANI
NO POTENSI PENGEMBANGAN PERMASALAHAN PENGEMBANGAN
A FISIK
1 Daya Dukung Lahan dan Lingkungan
▪ Bentang alam berbukit dan terdapat ▪ Fungsi kawasan sebagai Fungsi Konservasi
gunung Batur dengan view bagus dan Kawasan Lindung karena sebagian besar
sebagai potensi pariwisata alam. kawasan merupakan kawasan rawan
▪ Memiliki Danau Batur sebagai potensi bencana.
pengembangan wisata air. ▪ Kecenderungan alih fungsi lahan dengan
▪ Memiliki daya tarik pemandangan kemiringan tinggi yang terus berlanjut
alam, danau, lembah, perkebunan menjadi pertanian lahan kering atau
sebagai daya tarik investasi akomodasi wisata yang mengurangi fungsi
pengembangan pariwisata konservasi;
▪ Kurang stabilnya struktur tanah sehingga
sering terjadi tanah longsor di beberapa
tempat

Laporan Pendahuluan 3-34


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

NO POTENSI PENGEMBANGAN PERMASALAHAN PENGEMBANGAN


▪ Adanya pemanfaatan kawasan sempadan
danau dan kawasan rawan bencana untuk
kegiatan budidaya.
▪ Makin sulitnya menerapkan aturan sempadan
danau yang ideal di kawasan perencanaan
karena alih fungsi lahan.
▪ Pengembangan kawasan terbatas karena
sebagian wilayah merupakan kawasan rawan
bencana seperti pengembangan kawasan
hutan wisata, kawasan terbangun dan
kawasan budidaya.
2 Pengembangan Kawasan
a Struktur Tata Ruang
▪ Terwujudnya pusat Kawasan di ▪ Ketergantungan kawasan pada wilayah yang
sepanjang Kawasan Penelokan sampai lebih luas sebagai pusat orientasi (Kota
Sukawana yang didukung desa-desa di Denpasar, Kota Singaraja dan Kota Gianyar)
sekitarnya. ▪ Fungsi konservasi kawasan yang menuntut
▪ Berkembangnya pusat pertumbuhan di tetap dipertahankannya kawasan hutan,
Desa Kedisan sebagai kawasan obyek danau dan kawasan dengan kemiringan
dan daya tarik wisata dengan tinggi untuk kegiatan budidaya yang mampu
munculnya hotel dan restoran baru. memelihara konservasi tanah dan air
▪ Kecendrungan kegiatan akomodasi wisata,
hotel dan restoran pada kawasan-kawasan
yang memiliki tingkat kemiringan tinggi dan
kawasan sempadan danau
b Alokasi Pemanfaatan Ruang
▪ Masih bertahannya kawasan lindung ▪ Kebutuhan lahan untuk kegiatan akomodasi
(hutan lindung, cagar alam, hutan pariwisata dan permukiman terus meningkat,
wisata alam); di sisi lain ketersediaan lahan yang layak dan
aman untuk dikembangkan terbatas;

▪ Intensitas pemanfaatan ruang tinggi ▪ Pengembangan fisik mengarah ke lokasi-


terkonsentrasi pada sepanjang jalan lokasi yang memiliki kemiringan tinggi
utama sekaligus pusat aktivitas dengan view menarik dan sempadan danau;
Pariwisata dan Sosiual Ekonomi ▪ Maraknya pelanggaran sempadan danau, dan
(Kawasan Kintamani - Penelokan) sempadan bangunan
sedangkan intensitas pemanfaatan

Laporan Pendahuluan 3-35


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

NO POTENSI PENGEMBANGAN PERMASALAHAN PENGEMBANGAN


ruang pada kawasan lainnya masih
memungkinkan lebih rendah;
▪ Kegiatan perkebunan dominan pada
bagian timur seperti di Desa Buahan
dan Desa Truyan sedangkan pada
bagian utara Kedisan dan Songan A
▪ Kegiatan perkebunan tanaman
hortikultural dominan pada bagian
utara kawasan yaitu Desa Songan A,
bagian timur kawasan pada Desa
Kedisan, Buahan dan Truyan serta
pada kawasan sekitar Danau

B SOSIAL
1 Kependudukan
▪ Meningkatnya jumlah penduduk ▪ Pertambahan penduduk relatif tinggi pada
kawasan perencanaan merupakan Desa Songan A, Desa Abangsongan, Desa
sumber daya pembangunan Teruyan dan Batur Utara.
▪ Toleransi kehidupan masyarakat yang
mendukung aktivitas pariwisata
2 Kebudayaan
▪ Masih kuatnya peran Desa Adat; ▪ Menyempitnya radius kawasan suci pada
▪ Bertahannya tradisi budaya Bali beberapa pura yang berdekatan dengan
▪ Tersebarnya pura-pura dan kawasan aktivitas pariwisata
suci di kawasan ▪ Bercampurnya lokasi melasti dengan
aktivitas pariwisata di sempadan danau
3 Pemerintahan
▪ Otonomi memberikan peluang yang ▪ Otonomi menimbulkan ketidakserasian
lebih besar pada Kabupaten Bangli pengembangan kawasan dan antar wilayah;
untuk mengelola potensi yang ada di contohnya ketidaksamaan rekomendasi
Kawasan terhadap beberapa proyek wisata di kawasan
▪ Rendahnya koordinasi antar instansi
terutama pada masalah penyediaan sarana
dan prasarana lintas kabupaten.

C EKONOMI
1 Perumahan dan Permukiman

Laporan Pendahuluan 3-36


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

NO POTENSI PENGEMBANGAN PERMASALAHAN PENGEMBANGAN


▪ Adanya variasi pola permukiman : ▪ Terbatasnya lahan pengembangan
tradisional, semi tradisional, dan perumahan yang aman dan tidak dalam
permukiman baru; kawasan rawan bencana, dan tidak berada
pada kemiringan yang berfungsi lindung.
▪ Konsentrasi permukiman padat di Kawasan
perkotaan di Kawasan Perkotaan Kintamani
cenderung mengarah ke permukiman kumuh.
▪ Perkembangan pesat cenderung linier
sepanjang jalan Kintamani – Penelokan dan
bahkan mengganggu view ke arah danau
serta di kawasan terjal.
2 Perdagangan dan jasa
▪ Tersedianya fasilitas perdagangan yang ▪ Berkembangnya pola tata bangunan fasilitas
sekaligus merupakan pasar wisata perdagangan dan jasa yang kurang
menunjukkan identitas arsitektur Bali
▪ Makin berkembangnya jumlah kegiatan
perdagangan informal /kaki lima yang belum
ditata secara tegas
3 Pariwisata
▪ Potensi obyek wisata cukup besar : ▪ Belum tertatanya pedagang kaki lima dan
pemandangan alam, budaya, pedagang acung di Kawasan ODTWK
petualangan, wisata tirta, Kintamani sehingga mengganggu para
leisure/olahraga, agrowisata wisatawan.
▪ Tersedianya fasilitas akomodasi dan ▪ Belum tertatanya kawasan ODTWK
penunjang pariwisata yang memadai Kintamani secara rapi dan tertib.
terutama di Desa Kedisan. ▪ Masih banyak daya tarik wisata di Kawasan
▪ Potensi pengembangan wisata desa di ODTWK Kintamani belum digali secara
seluruh kawasan. optimal seperti di Desa Sukawana, Desa
Buahan dan Desa Kedisan.
▪ Kurangnya fasilitas parkir pada obyek wisata
di sepanjang Kintamani – Penelokan.
▪ Berkembangnya akomodasi wisata dan
fasilitas penunjangnya pada kawasan yang
memiliki view menarik namun rawan longsor
dan tidak aman dari sisi lingkungan
▪ Belum terintegrasinya obyek-obyek wisata di
kawasan menjadi satu paket perjalanan yang

Laporan Pendahuluan 3-37


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

NO POTENSI PENGEMBANGAN PERMASALAHAN PENGEMBANGAN


efisien dan menarik
▪ Belum dikenalnya obyek-obyek wisata yang
ada selain yang telah terkenal, sehingga
terjadi ketidakmerataan kunjungan
4 Pertanian
▪ Pengembangan hortikultura berupa ▪ Terbatasnya lahan pertanian pangan dan
sayuran di Desa Songan A, Desa perkebunan yang dapat dibudidayakan,
Kedisan, Desa Buahan dan Desa karena lahan pengembangan terbatas dan
Teruyan. kondisi fisik kawasan tidak memungkinkan.
▪ Kegiatan Perkebunan pengembangan ▪ Terjadi pelanggaran pemanfaatan lahan di
di Desa Sukawana, Kintamani, dan sempadan danau untuk penanaman tanaman
Desa Batur hortikultura.
▪ Kegiatan peternakan tersebar ▪ Bercampurnya kegiatan perikanan di danau
bercampur dengan rumah tangga dan dengan kegiatan pariwisata dan wisata tirta
pertanian
▪ Kegiatan perikanan memanfaatkan
perairan danau (Danau Batur)) dan
budidaya di pinggir danau oleh
kelompok-kelompok nelayan

5 Kehutanan
▪ Tersedianya hutan lindung, cagar ▪ Terjadinya degradasi fungsi hutan di
alam, dan taman wisata alam beberapa lokasi, seperti perambahan,
▪ Terdapat hutan produksi milik kebakaran, dan tanah longsor.
penduduk di sekitar Kawasan
Lindung
6 Transportasi
▪ Menurunnya tingkat pelayanan jalan
terutama pada hari libur, dan seringnya
terjadi kemacetan pada jalan menuju
Kintamani - Sukawana
▪ Lalu lalangnya kendaraan besar (bus) ke
obyek-obyek wisata
▪ Terbatasnya tempat parkir pada obyek-obyek
wisata dan stop-stop over yang memiliki
view menarik
D JARINGAN UTILITAS

Laporan Pendahuluan 3-38


Rencana Induk dan Rencana Detil Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Kintamani – Danau Batur dan sekitarnya

NO POTENSI PENGEMBANGAN PERMASALAHAN PENGEMBANGAN


1 Air Bersih
▪ Tersedianya sumber air baku (air ▪ Tidak meratanya pelayanan air bersih
tanah dan air permukaan /danau). ▪ Rendahnya kualitas pelayanan air bersih
▪ Terdapatnya air bersih pedesaan di ▪ Pelayanan air bersih perpipaan belum
beberapa desa. merata.
2 Sanitasi
▪ Masih terbatasnya penduduk menggunakan
tangki septitank dalam sistem sanitasi.
▪ Belum seluruh hotel dan restoran
menerapkan sistem pengolahaan limbah
yang baik..
3 Persampahan
▪ Rendahnya frekuensi pengangkutan sampah
di kawasan obyek wisata.
▪ Tingginya sampah plastik dan rendahnya
kesadaran wisatawan menjaga kebersihan
lingkungan
4 Drainase
▪ Adanya Danau sebagai tujuan ▪ Tingginya sedimentasi bersamaan dengan
pembuangan saluran drainase aliran drainase menuju danau
▪ Menyempitnya alur jaringan drainase pada
beberapa lokasi permukiman;
▪ Pendangkalan dan penimbunan saluran.
6 Listrik dan Telekomunikasi
▪ Tersedianya sistem jaringan listrik ▪ Pelayanan telepon kabel oleh PT. Telkom
yang memadai; belum menjangkau seluruh desa di Kawasan
▪ Jaringan telepon masih terbatas ▪ Pelayanan telepon seluler belum menjangkau
▪ Terdapatnyta fasilitas telepon selular seluruh kawasan

Sumber : Hasil Analisis Tim

Laporan Pendahuluan 3-39

Anda mungkin juga menyukai