Bab Ii

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar

1. Diabetes Mellitus (DM)

a. Definisi

Diabetes mellitus (DM) atau disebut kencing manis merupakan

penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak

memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan

insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin adalah hormon yang

mengatur keseimbangan gula darah. Akibatnya akan terjadi

peeningkatan konsentrasi glukosa di dalam darah (hiperglikemia)

(Kementerian Kesehatan RI, 2014). Kencing manis merupakan suatu

penyakit yang ditandai dengan tingginya gula darah akibat kerusakan

sel beta pankreas (pabrik yang memproduksi insulin) (Febrina Sari,

2020).

b. Klasifikasi

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2020 yaitu

1) DM Tipe I

DM tipe 1 merupakan proses autoimun atau idiopatik dapat

menyerang orang semua golongan umur, namun lebih sering terjadi

pada anak-anak. Penderita DM tipe 1 membutuhkan suntikan

7
8

insulin setiap hari untuk mengontrol glukosa darahnya (IDF, 2019).

DM tipe ini sering disebut juga Insulin Dependent DM (IDDM),

yang berhubungan dengan antibody berupa Islet Cell Antibodies

(ICA), Insulin Autoantibodies (IAA), dan Glutamic Acid

Decarboxylase Antibodies (GADA). 90% anak-anak penderita

IDDM mempunyai jenis antibodi ini.

2) DM Tipe II

DM tipe II atau yang sering disebut dengan Non Insulin Dependent

DM (NIDDM) adalah jenis DM yang paling sering terjadi,

mencakup sekitar 85% pasien DM. Keadaan ini ditandai oleh

resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif. DM tipe ini lebih

sering terjadi pada usia diatas 40 tahun, tetapi dapat pula terjadi 11

pada orang dewasa muda dan anak-anak.

3) DM Gestational

Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga

kehamilan dan tidak mempunyai riwayat diabetes sebelum

kehamilan

4) DM Tipe Lain

Contoh dari DM tipe lain (ADA, 2020), yaitu: Sindrom diabetes

monogenik (diabetes neonatal), Penyakit pada pankreas dan

Diabetes yang diinduksi bahan kimia (penggunaan glukortikoid

pada HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ)


9

c. Faktor - faktor Diabetes Mellitus

Menurut Damayanti (2015), ada beberapa faktor yang bisa

terkena diabetes mellitus, yaitu :

1) Faktor keturunan

Hasil penelitian Yusnanda dkk (2018) menunjukkan bahwa

ada pengaruh riwayat keturunan terhadap kejadian Diabetes

Mellitus pada pra lansia, sehingga masyarakat khususnya yang

berusia ≥45 tahun diharapkan dapat menerapkan gaya hidup yang

sehat dalam kehidupan sehari-harinya, mengurangi makanan

dengan lemak dan karbohidrat tinggi, olahraga yang teratur, rutin

melakukan pemeriksaan laboratorium kadar gula darah terutama

yang mempunyai riwayat keturunan Diabetes Mellitus. Namun

menurut Santosa dkk (2017) tidak ada hubungan antara garis

keturunan dengan usia terdiagnosis Diabetes Melitus. Usia

berapapun bisa terkena Diabetes Melitus tanpa melihat dari garis

keturunan riwayat Diabetes.

Faktor keturunan berpengaruh pada terjadinya diabetes

melitus. Keturunan orang yang mengidap diabetes lebih besar

kemingkinannya dari pada keturunan orang yang tidak diabetes.

Sebagian masyarakat dengan mudah menyalahkan keturunan

sebagai penyebab diabetes mereka, dengan mengabaikan tanggung

jawab mereka untuk melakukan pencegahan (Yunir, 2015).


10

Diabetes ada hubungannya dengan faktor keturunan.

Berbicara tentang keturunan (genetik), gen adalah faktor yang

menentukan pewarisan sifat-sifat tertentu dari seseorang kepada

keturunannya. Namun, dengan meningkatnya risiko yang dimiliki

bukannya berarti orang tersebut pasti akan menderita diabetes.

Faktor keturunan merupakan faktor penyebab pada resiko

terjadinya Diabetes Mellitus, kondisi ini akan diperburuk dengan

adanya gaya hidup yang buruk (Sutanto, 2015).

Salah satu faktor penyebab DM adalah adanya riwayat

keturunan DM dari orangtua. Gen penyebab DM akan dibawa oleh

anak jika orang tuanya menderita DM. Pewarisan gen ini dapat

sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil

(Hasdiana, 2012)

2) Obesitas

Hasil penelitian Masi dan Oroh (2018), menunjukkan bahwa

ada Hubungan Obesitas dengan Kejadian Diabetes Melitus di

wilayah kerja Puskesmas Ranomut kota Manado. Faktor terjadinya

obesitas dapat disebabkan karena pola makan yang tidak baik

ataupun kurangnya seseorang untuk memperhatikan aktivitas

seperti olah raga sehingga dapat menyebabkan terjadinya Diabetes

Mellitus.

Faktor obesitas merupakan faktor prediposisi untuk

meningkatkan gula darah yang merupakan sebuah indikator


11

diabetes. Secara patologi hal ini dikarenakan sel-sel beta kurang

peka terhadap rangsangan akibat kadar gula darah dan kegemukan

(obesitas) akan menekan jumlah reseptor insulin pada sel-sel

seluruh tubuh. Kadar gula darah dipengaruhi pula oleh faktor

aktivitas fisik, dan asupan diet. Program olahraga, menjaga pola

makan dan aktivitas fisik sangat disarankan untuk menjaga kadar

gula darah dan obesitas (Suwinawati dkk, 2020).

3) Usia

Menjaga kesehatan sangatlah penting, dengan mengetahui

risiko kejadian penyakit diabetes melitus (DM) tipe 2 berguna

untuk mengupayakan pencegahan penyakit terutama pada usia >40

tahun karena produtivitas kerja semakin menurun, sehingga rentan

berisiko penyakit Diabetes Melitus (DM) tipe 2 (Suwinawati dkk,

2020).

Hasil penelitian Pahlawati dan Nugroho (2019) menunjukkan

bahwa ada hubungan antara usia dengan kejadian Diabetes Melitus.

Hal ini karena umur 45 tahun ke atas memiliki resiko yang tinggi

untuk menderita Diabetes Melitus tetapi dengan adanya faktor

protektif umur 45 tahun ke atas lebih mampu mengendalikan faktor

resiko yang akan terjadi daripada dengan seseorang yang berumur

45 tahun kebawah.
12

4) Tekanan Darah

Hasil penelitian Silih (2012) menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara DM dan kejadian hipertensi. DM

merupakan faktor resiko hipertensi. Dalam hal ini, penderita DM

mempunyai resiko mengalami hipertensi 1,7 kali lebih besar

dibandingkan dengan subjek yang tidak menderita DM.

Diabetes Mellitus dikaitkan dengan peningkatan risiko

penyakit kardiovaskular. Misalnya, resistensi insulin pada DM

menyebabkan disfungsi endotel sehingga terjadilah gangguan

vascular seperti aterosklerosis dan hipertensi yang memacu

terjadinya demensia vascular (Wulan & Zafirah, 2016).

Pada penderita DM, kadar glukosa darah meningkat

(hiperglikemia) sehingga terjadi resistensi cairan intravaskular

yang berakibat pada peningkatan volume cairan tubuh serta

diikuti dengan kerusakan sistem vaskular yang menyebabkan

peningkatan resistensi arteri perifer. Kedua keadaan ini yang

menjadi dasar terjadinya hipertensi (Ayutthaya & Adnan, 2020)

5) Aktivitas Fisik

Hasil penelitian Cicilia dkk (2018) menunjukkan bahwa ada

hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian diabetes pada

pasien rawat jalan di Poli Interna RSUD Bitung. Adanya hubungan

antara aktivitas fisik dengan kejadian diabetes melitus disebabkan

karena keterkaitan kedua-duanya. Aktivitas fisik merupakan suatu


13

kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang. Setiap orang yang

melakukan aktivitas fisik, maka otot akan meningkatkan

pembakarn glukosa secara maksimal, dan menyebabkan penurunan

kadar gula darah.

Menurut Sipayung dkk (2018) ada hubungan antara

aktivitas fisik dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 dimana

aktivitas fisik ringan memiliki peluang berisiko 6,2 kali lebih besar

menderita diabetes melitus tipe 2 dibandingkan dengan aktivitas

fisik sedang dan aktivitas fisik berat.

6) Stress

Menurut Fitri dkk (2021) menyebutkan bahwa semakin

tinggi tingkat stres pada seseorang maka semakin tinggi kadar gula

darah sehingga memiliki hubungan antara tingkat stres dengan

kadar gula darah. Saat stress akan terjadi peningkatan ekskresi

hormon katekolamin, glukagon, glukokortikoid, β-endorfin dan

hormon pertumbuhan. Stres menyebabkan produksi berlebih pada

kortisol, kortisol adalah suatu hormon yang melawan efek insulin

dan menyebabkan kadar gula darah tinggi. Kortisol merupakan

musuh dari insulin sehingga membuat glukosa lebih sulit untuk

memasuki sel dan meningkatkan gula darah. Hubungan antara stres

dan peningkatan kadar gula darah adalah pada keadaan stres akan

terjadi peningkatan hormonhormon stres epinephrine dan kortisol.


14

Penelitian Labindjang, Kadir, & Salamanja (2015)

dinyatakan bahwa stres merupakan faktor yang berpengaruh

penting bagi penyandang diabetes peningkatan hormon stres

diproduksi dapat menyebabkan Kadar Gula Darah menjadi

meningkat. Kondisi yang rileks dapat mengembalikan kotra-

regulasi hormon stres dan memungkinkan tubuh untuk

menggunakan insulin lebih efektif. Pengaruh stres terhadap

peningkatan kadar gula darah terkait dengan sistem neuroendokrin

yaitu melalui jalur Hipotalamus-Pituitary-Adrenal.

d. Manifestasi klinis Diabetes Militus

Menurut Maria (2021) ada beberapa hal yang menjadi manifestasi

klinis adalah, sebagai berikut :

1) Poliuria (sering BAK)

Air tidak diserap kembali oleh tubulus ginjal sekunder untuk

aktivitas osmotic glukosa, mengarah kepada kehilangan air,

glukosa dan elektrolit.

2) Polydipsia (haus berlebihan)

Dehidrasi sekunder terhadap poliuria menyebabkan haus

3) Polifagi (lapar berlebihan)

Kelaparan sekunder terhadap metabolisme jaringan menyebabkan

rasa lapar

4) Penurunan berat badan


15

Kehilangan awal sekunder terhadap penipisan simpanan air,

glukosa, dan trigliserid, kehilangan kronis sekunder terhadap

penurunan massa otot karena asam amino dialihkan untuk

membentuk glukosa dan keton

5) Pandangan kaur berulang

Sekunder terhadap paparan kronis retina dan lensa mata terhadap

cairan hyperosmolar

6) Pruritus, infeksi kulit, vaginitis

Infeksi jamur dan bakteri pada kulit terlihat lebih umum, hasil

penelitian masih bertentangan

7) Ketonuria

Ketika glukosa tidak dapat digunakan untuk energi oleh sel

tergantung insulin, asam lemak digunakan untuk energi, asam

lemak dipecah menjadi keton dalam darah dan diekskresikan oleh

ginjal, pada DM tipe 2, insulin cukup untuk menekan berlebihan

penggunaan asam lemak tapi tidak cukup untuk penggunaan

glukosa

8) Lemah, letih, dan pusing

Penurunan isi plasma mengarah kepada postural hipertensi,

kehilangan kalium dan katabolisme protein berkontribusi terhadap

kelemahan

9) Sering asimtomatik
16

Tubuh dapat beradaptasi peningkatan pelan-pelan kadar glukosa

darah sampai tingkat lebih besar dibandingkan peningkatan yang

cepat.

e. Patofisiologi Diabetes Melitus

1) Patofisiologis Diabetes Melitus tipe 1

Manifestasi DM tipe 1 terjadi akibat kekurangan insulin

untuk menghantarkan glukosa menembus membrane sel ke dalam

sel. Molekul glukosa menumpuk dalam peredaran darah,

mengakibatkan hiperglikemia. Hiperglikemia menyebabkan

hiperosmolaritas serum, yang menarik air dari ruang intraseluler ke

dalam sirkulasi umum.

Peningkatan volume darah meningkatkan aliran darah ginjal dan

hiperglikemia bertindak sebagai diuretic osmosis. Diuretik osmosis

yang dihasilkan meningkatkan haluaran urine, kondisi ini disebut

poliuria. Ketika kadar glukosa darah berlebih ambang batas

glukosa-biasanya sekitar 180 mg/dl glukosa diekskresikan ke

dalam urine, suatu kondisi yang disebut glukosuria. Penurunan

volume intraseluler dan peningkatan haluaran urine menyebabkan

dehidrasi, mulut menjadi kering dan sensor haus diaktifkan, yang

menyebabkan orang tersebut minum air yang banyak (polydipsia)

(Maria,2021).

Glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tanpa insulin. Produksi

energy menurun. Penurunan energi ini menstimulasi rasa lapar dan


17

orang makan lebih banyak (Polifagia). Meski asupan makanan

meningkat, berat badan orang tersebut turun saat tubuh kehilangan

air dan memecah protein dan lemak sebagai upaya memulihkan

sumber energi. Malaise dan keletihan menyertai penurunan energi.

Penglihatan yang buram juga umum terjadi, akibat pengaruh

osmotik yang menyebabkan pembengkakan lensa mata

(Maria,2021).

Oleh karena itu, manifestasi klasik meliputi polyuria, polydipsia,

dan polifagia, disertai dengan penurunan berat badan, malaise dan

keletihan. Bergantung pada tingkat kekurangan insulin,

manifestasinya bervariasi dari ringan hingga berat. Orang dengan

tipe DM 1 membutuhkan sumber insulin eksogen (eksternal) untuk

mempertahankan hidup (Maria,2021).

2) Patofisiologis DM tipe 2

Respons terbatas sel beta terhadap hiperglikemia tampak

menjadi faktor mayor dalam perkembangannya. Sel beta terpapar

secara kronis terhadap kadar glukosa darah tinggi menjadi secara

progresif kurang efisien ketika merespons peningkatan glukosa

lebih lanjut. Fenomena ini dinamani di sensitivitas, dapat kembali

dengan menormalkan kadar glukosa. Rasio proinsulin (prekursor

insulin) terhadap insulin disekresi juga meningkat (Maria, 2021).

DM tipe 2 adalah suatu kondisi hiperglikemia puasa yang terjadi

meski tersedia insulin endogen. Kadar insulin yang dihasilkan pada


18

DM tipe 2 berbeda-beda dan meski ada, fungsinya rusak oleh

resistensi insulin di jaringan perifer. Hati memproduksi glukosa

lebih dari normal, karbohidrat dalam makanan tidak dimetabolisme

dengan baik, dan akhirnya pankreas mengeluarkan jumlah insulin

yang kurang dibutuhkan (Maria, 2021).

Faktor utama perkembangan DM tipe 2 adalah resistensi

selular terhadap efek insulin. Resistensi ini ditingkatkan oleh

kegemukan, tidak beraktivitas, penyakit, obat-obatan dan

pertambahan usia. Pada kegemukan, insulin mengalami penurunan

kemampuan untuk mempengaruhi absorpsi dan metabolisme

glukosa oleh hati, otot rangka, dan jaringan adipose. Hiperglikemia

meningkat secara perlahan dan dapat berlangsung lama sebelum

DM didiagnosis, sehingga kira-kira separuh diagnosis baru DM

tipe 2 yang baru didiagnosis sudah mengalami komplikasi (Maria,

2021).

f. Komplikasi Diabetes Mellitus

Komplikasi akut: Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah

seseorang di bawahnilai normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih

sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali

per minggu, Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-

sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi

bahkan dapat mengalami kerusakan. Selain itu DM dapat

menyebabkan Hiperglikemia. Hiperglikemia adalah apabila kadar


19

gula darah meningkat secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi

keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis

diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto

asidosis (Fatimah, 2015)

Menurut hasil penelitian Edwina dkk (2015) komplikasi

kronis DM tipe 2 yaitu mikrovaskular dan makrovaskular yang

dapat menurunkan kualitas hidup penderita. Insiden komplikasi

kronis makrovaskular DM tipe 2 penyakit jantung koroner 26,9%,

penyakit pembuluh darah otak 13,7%, penyakit pembuluh darah

perifer 18,8%. Sedangkan komplikasi kronis mikrovaskular sebesar

83,1% terdiri dari: retinopati diabetik 29,4%, nefropati diabetik

30,5% dan neuropati diabetik 16,8%.

Komplikasi yang paling banyak diderita oleh penderita DM

Tipe 2 adalah hipertensi (Muliani, 2016). Menurut Novyanda dan

Hadiyani (2017), salah satu pilar dalam mengontrol dampak

komplikasi pada penderita diabetes melitus adalah pengaturan pola

makan/diet.

Komplikasi Mikrovaskular berdasarkan hasil penelitian

Saputri (2020) menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, dari

31 orang berjenis kelamin laki-laki, sebanyak 3 orang (9,7%)

mengalami retinopati, 3 orang (9,7%) mengalami nefropati dan 3

orang (9.7%) mengalami neuropati. Sedangkan dari 41 orang

berjenis kelamin perempuan, sebanyak 5 orang (12.2%) mengalami


20

retinopati, 8 orang (19,5%) mengalami nefropati dan 2 orang (4.9%)

mengalami neuropati. Penderita DM dengan komplikasi gagal ginjal

tertinggi adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu 54,8% dan

perempuan 45,2%

Komplikasi Makrovaskular berdasarkan hasil penelitian

Saputri (2020) menunjukkan distribusi frekuensi berdasarkan

komplikasi Makrovaskular berdasarkan jenis kelamin, dari 31 orang

berjenis kelamin laki-laki, sebanyak 2 orang (6,5%) mengalami

gangguan Serebrovaskular, 4 orang (12,9%) mengalami penyakit

jantung koroner dan 7 orang (22.6%) mengalami ulkus kaki.

Sedangkan dari 41 orang berjenis kelamin perempuan, sebanyak 1

orang (2.4%) mengalami gangguan Serebrovaskular, 4 orang (9,8%)

mengalami penyakit jantung koroner dan 13 orang (31.7%)

mengalami ulkus kaki.

g. Penatalaksanaan DM

Diabetes telah menerapkan pengaturan makanan dan kegiatan

jasmani yang teratur namun pengendalian kadar gula darah belum

tercapai maka dipertimbangkan pemberian obat. Obat meliputi: obat

hipoglikemik oral (OHO) dan insulin. Pemberian obat hipoglikemik

oral diberikan kurang lebih 30 menit sebelum makan. Pemberian

insulin biasanya diberikan lewat penyuntikkan dibawah kulit

(subkutan) dan pada keadaan khusus diberikan secara intravena atau


21

intramuskular. Mekanisme kerja insulin short acting, medium acting

dan long acting.

Diabetes mellitus memiliki 4 pilar dalam penatalaksanaan

diabetes melitus yaitu edukasi, terapi nutrisi, aktifitas fisik dan

farmakologi. Berikut ini adalah 4 pilar penatalaksanaan DM menurut

Putra (2015):

1) Edukasi

Edukasi yang diberikan adalah bagaimana perjalanan penyakit,

pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi yang akan muncul

dan resikonya, pentingnya dalam perencanaan obat dan

pemantauan glukosa darah, cara mengatasi hipoglikemia, perlunya

latihan fisik, dan cara mempertahankan fasilitas kesehatan. Tujuan

pemberian edukasi kesehatan kepada pasien adalah agar pasien

dapat mengontrol gula darah, mengurangi komplikasi dan

meningkatkan kemampuan merawat diri sendiri.

2) Terapi nutrisi

Perencanaan makan yang baik merupakan bagian penting dari

penatalaksanaan diabetes secara total. Diet seimbang akan

mengurangi beban kerja insulin dengan meniadakan pekerjaan

insulin mengubah gula menjadi glikogen. Keberhasilan terapi ini

melibatkan dokter, perawat, ahli gizi, pasien itu sendiri dan

keluarganya. Metode sehat untuk mengendalikan berat badan, yaitu

: Makanlah lebih sedikit kalori mengurangi makanan setiap 500


22

kalori setiap hari, akan menurunkan berat badan satu pon satu

pekan, atau lebih kurang 2 kg dalam sebulan. Standar yang

diajukan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam

hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi

baik. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,

umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan

mempertahankan berat badan

3) Aktivitas fisik

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur

(3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan

salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari

seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun

harus tetap dilakukan Latihan jasmani selain untuk menjaga

kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki

sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa

darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani

yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging,

dan berenang.Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur

dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat,

intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah

mendapat komplikasi diabetes melitus dapat dikurangi.


23

4) Terapi farmakologi

Terapi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan

makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).Terapi farmakologis

terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.Obat hipoglikemik oral,

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:

Pemicu sekresi insulin sulfonilurea dan glinid.Peningkat

sensitivitas terhadap insulin metformin dan tiazolidindion.

Penghambat glukoneogenesis. Penghambat absorpsi glukosa:

penghambat glukosidase alfa.DPP-IV inhibitor.

Empat pilar manajemen DM menurut Perkumpulan Endokrinologi

Indonesia (Perkeni, 2015), diantaranya pengetahuan/edukasi, pola makan

seimbang, aktif bergerak, dan mematuhi pengobatan. Diabetes tipe 2

umumnya terjadi akibat pola gaya hidup dan perilaku, terutama pola makan

dan aktivitas yang kurang. Pola makan yang tinggi gula ditambah aktivitas

kurang menyebabkan seseorang dapat mengidap DM tipe 2. Pengetahuan

tentang DM, tata cara minum obat, pola makan, komplikasi, dan tanda

kegawat-darutan perlu dimiliki oleh penderita dan keluarga. Sehingga

pengetahuan sangatlah penting dalam proses pengendalian Diabetes Melitus.

2. Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra


24

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2014).

Peneliti menyimpulkan bahwa pengetahuan merupakan

informasi yang diketahui atau yang didapatkan setelah seseorang

melakukan pengindraan terhadap sesuatu objek atau stimulus

b. Tingkat pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2014) pengetahuan yang tercakup dalam

domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh

sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa
25

yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real


26

(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di

dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama

lain.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah


27

suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan,

meringkas, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur

dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan

yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat sesuaikan dengan

tingkatan-tingkatan diatas.
28

c. Proses terjadinya pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2014) pengetahuan mengungkapkan bahwa

sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut

terjadi proses sebagai berikut:

1) Kesadaran (Awareness)

Orang tersebu menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu

terhadap stimulasi (obyek)

2) Merasa (Interest)

Tertarik terhadap stimulasi atau obyek tersebut disini sikap obyek

mulai timbul.

3) Menimbang-nimbang (Evaluation)

Baik dan tidaknya stimulasi tersebut bagi dirinya, hal ini berarti

sikap responden sudah lebih baik lagi

4) Mencoba (Trial),

Subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuaidengan apa yang

dikehendaki.

5) Adaption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulasi.


29

d. Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2014), pengetahuan seseorang dipengaruhi

oleh beberapa faktor diantaranya:

1) Pendidikan

Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Makin tinggi pendidikan

dan makin banyak pelatihan-pelatihan yang diikuti tentu akan

mempengaruhi banyaknya atau luasnya pengetahuan seseorang.

2) Media

Media-media yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah

media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat

yang sangat luas. Jadi contoh dari media massa ini adalah televisi,
30

radio, Koran dan majalah. Media-media ini akan sangat banyak

mempengaruhi pengetahuan dan wawasan seseorang.

3) Informasi

Banyak atau luasnya pengetahuan seseorang sangat dipengaruhi

oleh seberapa banyak informasi yang dijumpainya dalam

kehidupan sehari-hari dan juga yang diperoleh dari data dan

pengamatan terhadap kehidupan di sekitarnya

4) Umur

Usia juga sangat mempengaruuhi terhadap daya tangkat dan pola

piker seseorang semakin bertamba usia, maka semakin bertamba

pula daya tangkap dan pola pikir seseorang, sehingga pengetaguan

yang diperolehnya semakin membaik. Semakin banyak informasi

yang dijumpai maka semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga

menambah pengetahuannya.

5) Pekerjaan

Pekerjaan adalah suatu hal yang harus seseorang lakukan terutama

untuk menunjang kehidupannya dan keluarganya. Pekerjaan

bukanlah sumber kesenangan seseorang, tetapi lebih banyak


31

merupakan cara mencari nafkah yang kadang membosankan, yang

berlangsung dan sering banyak tantangan.

6) Jenis kelamin

Angka dari luar negeri menunjukan angka kesakitan lebih tinggi

dilakangan wanita dibandingkan dengan pria. Sedangkan angka

kematian lebih tinggi pada pria juga pada semua golongan umur,

untuk Indonesia perlu diperlajari lebih lanjut perbedaan angka

kematian dapat disebabakan oleh faktor intrinsik.

e. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo, (2014) pengetahuan individu seseorang

diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif,

sebagai berikut:

1) Baik: Hasil Persentase 76-100

2) Cukup: Hasil persentase 56-75

3) Kurang: Hasil Persentase < 56

Sedangkan pendapat lainnya yang membedakan pengetahuan

menjadi 3 kategori yaitu baik, cukup, dan kurang. Kategori Baik = jika

mampu menjawab dengan benar 75 - 100 %, kategori Cukup = jika

mampu menjawab dengan benar 56 - 75 % dan kategori Kurang = jika

mampu menjawab dengan benar 40 - 50% (Arikunto, 2006 dalam


32

Rachmawati, 2019). Rumus yang di gunakan untuk mengukur presentase

dari jawaban yang di dapat dari kuesioner adalah sebagai berikut:

Persentase : Jumlah nilai yang benar x 100%

Jumlah soal

B. Keaslian Penelitian

Peneliti & Judul Penelitian Metodologi Hasil Perbedaan


tahun

Trisnadewi Gambaran Pengetahuan Pada penelitian Hasil analisa Perbedaan


dkk (2017) Pasien Diabetes ini, peneliti dengan univariat penelitian ini
Mellitus (DM) Dan melakukan berdasarkan dengan penelitian
Keluarga Tentang penelitian di tingkat sebelumnya
Manajemen DM Tipe 2 Wilayah Kerja pengetahuan adalah terletak
Puskesmas pasien tentang pada variabelnya
Tabanan II manajemen DM dimana penelitian
yaitu Desa tentang edukasi yang akan
Denbantas pada (65%), diet dilakukan
Mei 2017. (83,8%), latihan menekankan pada
Rancangan fisik (77,5%) pengetauan
penelitian ini dalam katagori tentang
adalah baik, sementara komplikasi
deskriptif pengobatannya khusus bagi
kuantitatif (61,3%) dalam penderita
dengan katagori kurang. sedangkan pada
pendekatan Pengetahuan penelitian
survey untuk keluarga tentang sebelumnya pada
mengetahui manajemen DM manajemen atau
gambaran yaitu edukasi penatalaksanaan
33

Peneliti & Judul Penelitian Metodologi Hasil Perbedaan


tahun

pengetahuan (67,5%), diet DM pada


pasien DM dan (72,5%), latihan penderita dan
keluarga fisik (90%) dalam keluarga
tentang katagori baik,
manajemen DM sementara
tipe 2 dengan pengobatan
menggunakanan (53,8%) katagori
alisis univariat. kurang.
Populasi dalam
penelitian
adalah Lansia
yang berjumlah
100 orang.
Jumlah sampel
sebanyak 80
orang yang
diambil
menggunakan
purposive
sampling.

Alarisi Gambaran Tingkat Metode Hasil dari Perbedaan


(2021) Pengetahuan Penderita penelitian ini penelitian ini penelitian ini
Diabetes Mellitus dengan jenis adalah distribusi dengan penelitian
Terhadap Komplikasi penelitian frekuensi kategori sebelumnya
Diabetes Mellitus di deskriptif tingkat terletak pada
Wilayah Kerja kuantitatif pengetahuan kuesioner yang
Puskesmas Pajang dengan desain tentang akan di gunakan,
penelitian yang komplikasi dimana dalam
digunakan diabetes paling penelitian ini
adalah banyak adalah menggunakan
deskriptif responden dengan kuesioner DKQ
analitik dengan pengetahuan 24 dan
pendekatan cukup yaitu 59 menggunakan
survei. responden metode
Penelitian ini (64.8%), consecutive
dilakukan di responden dengan sampling dalam
Puskesmas pengetahuan tehnik
Pajang pada kurang sebanyak pengambilan
bulan Maret 28 responden sampel
2021 – Mei (30.8%), dan
2021 dengan pengetahuan baik
populasi sebanyak 4
penderita responden
diabates (4.4%).
sebanyak 1.024
penderita dan
sample pada
penelitian ini
sebanyak 91
responden.
Teknik
34

Peneliti & Judul Penelitian Metodologi Hasil Perbedaan


tahun

sampling yang
digunakan
dengan
purposive
sampling. Alat
ukur yang di
gunakan dalam
penelitian ini
adalah
kuisioner.

Arum Gambaran Tingkat Metode: Tingkat


Mustika Pengetahuan Penderita Penelitian ini pengetahuan baik
Ningrum Diabetes Melitus merupakan didapatkan pada
(2016) Terhadap Komplikasi studi potong komplikasi
Diabetes Melitus di lintang. Data neuropati
Kota Pontianak diambil dari diabetikum
kuisioner dan (83,8%),
rekam medik hiperglikemia
penderita DM (82,9%),
yang datang komplikasi
berobat di poli kardiovaskular
klinik penyakit (68,6%), kaki
dalam RSUD diabetes (54,3%),
Sultan Syarif komplikasi pada
Mohamad mata (52,4%),
Alkadrie dan hipoglikemia
Pontianak, (46,7%). Tingkat
pengetahuan
cukup paling
banyak
didapatkan pada
komplikasi
nefropati
diabetikum
(33,3%). Tingkat
pengetahuan
kurang
didapatkan pada
ganguan
kesehatan gigi
dan mulut (20%).
dan komplikasi
ketoasidosis
(9,5%)

Nurul Auliya Metodologi Hasil penelitian


Rahman Pengetahuan Pasien penelitian yang didapatkan
(2018) Diabetes Melitus Tipe 2 digunakan yaitu sebagian kecil
Tentang Pencegahan desain pasien DM Tipe 2
Komplikasi Di dekskriptif (29,0%)
Poliklinik Penyakit dengan populasi berpengetahuan
Dalam Rsau Dr. M.
35

Peneliti & Judul Penelitian Metodologi Hasil Perbedaan


tahun

sebanyak 165 baik, setengahnya


Salamun 2018 pasien dan (50,0%) pasien
didapatkan 62 memiliki
sampel DM pengetahuan yang
Tipe 2 di cukup dan
Poliklinik sebagian kecil
Interne RSAU (21,0%) pasien
dr. M.Salamun. memiliki
Uji validitas pengetahuan yang
menggunakan kurang.
korelasi person
product
moment dengan
hasil 0.495
sampai dengan
0.768 dan uji
reliabilitas
menggunakan
alpha Cronbach
didapatkan nilai
r = 0.853. Uji
statistik yang
digunakan yaitu
analisis
univariat.

C. Kerangka Teori
Tingkat pengetahuan
1. Tahu (know)
2. Memahami
(comprehension)
3. Aplikasi (application)
4. Analisis (analysis)
5. Sintesis (synthesis)
6. Evaluasi (evaluation)

(Notoatmodjo, 2014)
Proses terjadinya
pengetahuan:
1. Kesadaran
(awareness)
2. Merasa (interest)
3. Menimbang-nimbang
(evaluation)
4. Mencoba (trial)
5. Adaptasi
(Notoatmodjo, 2014)
36

1) Baik: Hasil
Persentase 76-100
2) Cukup: Hasil
Komplikasi Diabetes persentase 56-75
Melitus: 3) Kurang: Hasil
Persentase < 56

(Notoatmodjo,
2014)

Faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat
pengetahuan:
1. Jenis kelamin
2. Informasi
3. Umur
4. Pendidikan
5. Media
6. Pekerjaan
(Notoatmodjo, 2014)

Skema 2.1. Kerangka Teoritis


Keterangan:
= diteliti

= tidak diteliti

Anda mungkin juga menyukai