Jptamadmin, 74 Iing Febrita 1619-1633
Jptamadmin, 74 Iing Febrita 1619-1633
Jptamadmin, 74 Iing Febrita 1619-1633
Abstrak
Pada saat ini pembelajaran dilapangan terlihat guru masih belum mampu menciptakan
pembelajaran yang inovatif, membuat peserta didik menjadi aktif, dan menciptakan proses
pembelajaran yang menyenangkan. Hal inilah yang membuat peserta didik menjadi bosan
dalam proses pembelajaran. Maka perlu diadakan perbaikan pada pelaksanaan
pembelajaran demi hasil belajar peserta didik yang meningkat serta mengoptimalkan segala
kemampuan siswa sebagaimana yang diharapkan pada kurikulum 2013. Salah satu cara
yang tepat dan sesuai dengan kurikulum 2013 ialah dengan menggunakan model Problem
Based Learning dalam pembelajaran tematik terpadu. Keberhasilan penggunaan model
Problem Based Learning ini telah terbukti dari beberapa sumber jurnal yang telah pernah
melakukan penelitian dengan model Problem Based Leraning di Sekolah dasar.
Berdasarkan hasil penelitian dari beberapa peneliti, presentase ketuntasan siswa yang
mulanya rendah dan setelah diterapkannya model pembelajaran Problem Based Learning
presentase ketuntasan siswa mampu menyentuh angka 96% dalam proses pembelajaran
menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Metode penelitian menggunakan
study literature. Jadi hasil didapatkan bahwa pembelajaran tematik terpadu menggunakan
model Problem Based learning dapat meningkatkan berfikir kritis peserta didik.
Abstract
At this time, learning in the field shows that the teacher is still unable to create innovative
learning, makes students active, and creates a fun learning process. This is what makes
students bored in the learning process. So it is necessary to make improvements in the
implementation of learning for the increased learning outcomes of students and to optimize
all student abilities as expected in the 2013 curriculum. One way that is appropriate and in
accordance with the 2013 curriculum is to use the Problem Based Learning model in
integrated thematic learning. The successful use of the Problem Based Learning model has
been proven from several journal sources that have conducted research with the Problem
Based Learning model in elementary schools. Based on the results of research from several
researchers, the percentage of student completeness was initially low and after the
application of the Problem Based Learning learning model, the percentage of student
completeness was able to touch 96% in the learning process using the Problem Based
Learning (PBL) model. The research method used literature study. So the results show that
integrated thematic learning using the Problem Based Learning model can improve students'
critical thinking.
PENDAHULUAN
Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya, serta tindak
lanjut dari pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang dirintis pada tahun
2004 dan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dirintis pada tahun 2006,
pengembangan kurikulum 2013 mengakomodasi keseimbangan antara soft skills dan hard
skill yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Permendikbud
No. 67 (2013: 132) mengemukakan bahwa pelaksanaan kurikulum 2013 pada SD/MI
dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan tematik terpadu dari kelas I sampai
kelas VI.
Di dalam pelaksanaan kurikulum 2013, guru memiliki peran yang cukup vital, baik
dalam peran untuk merencanakan, melaksanakan, atau untuk menilai. Artinya di dalam
proses implementasi kurikulum 2013, guru menjadi seorang planner, eksekutor, dan
developer kurikulum dalam setiap sekolah di Indonesia. Dengan demikian, di dalam
implementasi kurikulum 2013, setiap guru dituntut untuk menguasi pemahaman maknad
dalam setiap bidang studi, pengetahuan terkait karakter peserta didik, melaksanakan
sebuah praktik peran sebagai suatu pembelajaran yang edukatif dan menyenangkan, serta
harus memiliki potensi untuk mengembangkan sikap profesionalisme dan kepribadian
(Mulyasa, 2014). Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa guru
harus selalu siap dengan setiap dinamika perubahan kurikulum, oleh karena itu guru
sebagai pendidik harus selalu memperbarui pengetahuan mengenai pendidikan yang tengah
berkembang saat ini.
Pendekatan pembelajaran yang saat ini diimplementasikan sebagai pendekatan di
dalam Kurikulum 2013 ialah pembelajaran tematik terpadu. Pembelajaran tematik terpadu
merupakan bentuk pendekatan pembelajaran yang menghubungkan beberapa kompetensi
dan mata pelajaran ke dalam suatu tema. Pembelajaran tematik terpadu di kurikulum 2013
dilaksanakan untuk semua kelas.
Pada zaman di era globalisasi yang diiringi dengan pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi,memberikan banyak manfaat dan kemudahan bagi kita dalam
melaksanakan aktivitasnya sehari hari. Tetapi tantangan yang di hadapi generasi yang akan
dating akan semakin berat. Maka dari itu,salah satu keterampilan yang dibutuhkan umtuk
menghadapi tantangan di masa dating ialah kemampuan berfikir krtis (critical thinking).
Berfikir kritis merupakan berfikir secara nyata mengaitkan konsep yang kita terima dengan
masalah nyata. Menurut Ahmad (2013:121) berfikir kritis adalah “suatu yang terhbung
dengan konsep yang di berikan atau masalah yang di paparkan” dengan berfikir kritis
tersebut maka siswa akan memiliki kemampuan berfikir kritis secara mendalam tentang
masalah dan hal yang berada pada jangkauan pengalaman pada seseorang
metode pembelajaran inovatif adalah konsep belajar untuk membatu guru
mengaitkan materi pembelajaran dengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa untuk
memcahkan masalahnya sendiri (Al-Tabany,2014: 15). Dalam pembelajaran pendidik
sangat berperan penting untuk membantu siswa menyelesaikan masalah,untuk itu guru
harus mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran
namum pada kenyataannya di lapangan banyak guru yang belum mampu
menciptakan pembelajaran yang inovatif bahkan hanya dengan bermodalkan buku
guru,tanpa mengembangkan kembali materi materi yang ada di buku tersebut dan guru
kurang mampu mengorganisasikan (mengatur) siswa untuk belajar dan sering kali
menggunakan metode ceramah , Hal tersebut menyebabkan keaktifan siswa dalam
mengikuti pembelajaran rendah, fokus siswa dalam belajar cenderung terpecah.. Sehingga
pembelajaran menjadi membosankan bagi siswa dan tidak menarik yang mengakibatkan
kemampuan berpikir kritis siswa rendah.dilihat dari pelaksanaan pembelajaran tematik
terpadu di SD mengalami beberapa kendala.pada jurnal (Purnamasari, Yunisrul, &
Desyandri, 2018) masalah yang umumnya muncul didalam pembelajaran tematik terpadu
yaitu: (1) Guru menjadi terbiasa hanya menyalin apa yang ada pada buku guru saja, (2)
Guru kurang optimal mengembangkan indikator dari kompetensi dasar yang terhubung serta
(3) Minimnya guru dalam mengembangkan model pembelajaran yang akan digunakan
sehingga pada pelaksanaannya tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa belum
tercapai secara optimal.
Rendahnya kemampuan berfikir kritis siswa juga berdampak pada hasil belajar yang
rendah. Dalam jurnal (Yosafat, Heni, & Sri, 2018) hal ini dapat di lihat dari hasil belajar
siswa yang menunjukkan bahwa dari 32 siswa hanya 6 siswa (19%) masuk kategori cukup
dan mendapatkan nilai di atas KKM yang telah di tetapkan yaitu 70. Sedangkan 26 siswa
(81%) masuk dalam kategori kurang. sedangkan hasil observasi dari jurnal (Dewi, Mawardi,
& Suhardi, 2019) 7 siswa (20%) yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi, 13 siswa
(37,14%) yang memiliki keterampilan berpikir kritis sedang, dan 15 siswa (42,86%) yang
memiliki keterampilan berpikir kritis randah. Data tersebut diambil dari 35 siswa jumlah siswa
kelas 4 SDN Tingkir Tengah 02. Dari data diatas dapat kita kategorikan bahwa keterampilan
berpikir siswa kelas IVSDN Tingkir Tengah 02 masih rendah, dan hal tersebut tentunya
mempengaruhi hasil belajar siswa. Dengan proses wawancara didapatkan data awal bahwa
hasil belajar siswa yang mencapai ketuntasan KKM 70 hanya 42% dan 58% diantaranya
masih berada dibawah KKM. Dari hasil studi pendahuluan tentang keterampilan berfikir kritis
dan hasil belajar siswa,dapat di simpulkan bahwa masih terjadi kesenjangan yang cukup
tinggi, permasalahan tersebut akan menyangkut pada rendahnya presentase pencapaian
KKM dan kesenjangan berfikir kritis siswa,melihat kondisi seperti ini, maka dilakukan
perbaikan dengan menerapkan model pembelajaran.
alternatif yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah tersebut dalam rangka
meningkatkan berpikir kritis dan hasil belajar siswa adalah dengan penggunaan model
pembelajaran yang dapat melibatkan siswa untuk berpikir kritis dan terlibat langsung
secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Permendikbud No. 24 Tahun 2014
Model - model pembelajaran yang relevan dengan karakteristik Kurikulum 2013 adalah
model pembelajaran langsung, model pembelajaran kooperatif, pembelajaran kontekstual,
model pembelajaran penemuan terbimbing, problem based learning, dan model sejenis.
Selanjutnya menurut Rahmadani & Anugraheni (2017:241-250) Problem Based Learning
adalah pendekatan yang memakai permasalahan dunia nyata sebagai suatu kontek,
sebagai rangsangan kemampuan berpikir kritis serta kemampuan pemecahan masalah
siswa dalam memahami konsep dan prinsip yang esensi dari suatu mata pelajaran. Melalui
model pembelajaran problem based learning ini siswa diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran karena model
ini melibatkan siswa dalam pemecahan suatu masalah.
Keberhasilan penggunaan model Problem Based Learning ini pada jurnal (Fisal,
Nyoto, & Gamaliel, 2018) bahwa penerapan model problem based learning mampu
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar Data dikumpul dengan
menggunakan soal evaluasi dan lembar observasi.Data kemampuaberpikir kritis diperoleh
dengan menjumlahkan seluruh skor dari 6 indikator kemampuan berpikir kritis dengan
perolehan skor keseluruhan 31 dengan kriteria cukup kritis pada siklus I dan mengalami
peningkatan perolehan skor keseluruhan 47,6 dengan kriteria kritis pada siklus II. Dari
persentase keseluruhan hasil belajar pada pra siklus 27,3% meningkat pada siklus I 59%
dan meningkat kembali pada siklus I 95,5% sesuai indikator keberhasilan
Model Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang
menantang peserta didik untuk belajar dengan bekerja bersama kelompok untuk
menemukan solusi untuk masalah nyata dan masalah-masalah tersebut digunakan untuk
meningkatkan rasa ingin tahu, kemampuan kritis dan analisis pada materi pelajaran
(Rahardjo, 2017). Artinya, di dalam PBL, guru perlu menjelaskan tujuan pembelajaran dan
aktivitas yang akan dilakukan agar peserta didik tahu apa tujuan utama pembelajaran, apa
permasalahan yang akan dibahas, bagaimana guru akan mengevaluasi proses
pembelajaran. Orientasi pembelajaran terhadap suatu masalah dinilai mempu memberikan
konsep dasar kepada peserta didik. Selain itu, guru juga harus mampu memberikan motivasi
peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih. Penerapan model
ini akan mendorong siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan belajar bekerja sama dalam
menyelesaikan masalah yang relevan (Prince, 2004). Tujuannya, agar siswa mampu
menyusun pengetahuannya sendiri, meningkatkan keterampilan dan kemandirian, serta
meningkatkan rasa percaya diri dalam berpikir.
Guru diperlukan perannnya dalam membantu peserta didik mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang telah diorientasi.
Hal ini dapat dilakukan melalui pembentukan kelompok maupun penekanan peran individu,
METODE
Penelitian ini menggunakan studi literatur dengan melakukan pencarian hasil-hasil
penelitian dari berbagai sumber tertulis, baik berupa buku-buku, arsip, majalah, artikel dan
jurnal atau dokumen-dokumen yang relevan dengan permasalahan yang dikaji. Sehingga
informasi yang didapat dari studi kepustakaan ini dijadikan rujukan untuk memperkuat
argumentasi-argumentasi yang ada.
Data merupakan sumber informasi yang diperoleh penulis melalui penelitian yang
dilakukan. Data ini nantinya diolah sehingga menjadi suatu informasi baru yang dapat
dimanfaatkan lebih lanjut oleh pembaca. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi
pustaka, artinya data yang digunakan ialah data sekunder. Data sekunder merupakan data
yang diperoleh penulis guna mendukung data primer. Namun demikian, berhubung
penelitian ini merupakan studi pustaka, maka data sekunder yang didapatkan merupakan
jenis data yang diutamakan dalam menghasilkan sebuah penelitian baru terkait penerapan
pendekatan problem based learning dalam pembelajaran tematik terpadu di kelas IV SD.
Data sekunder yang digunakan di dalam penelitian ini merupakan buku, jurnal penelitian,
dan publikasi ilmiah lainnya yang berkaitan erat dengan variabel di dalam penelitian. Setiap
referensi yang digunakan merupakan sumber yang kredibel dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Teknik pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini ialah studi pustaka
teknik simak, khususnya teknik catat. Teknik catat adalah teknik pengumpulan data melalui
buku, jurnal penelitian, literartur atau bahan pustaka lainnya yang kemudian dicatat kembali
dan dijadikan sebagai kutipan di dalam sebuah hasil penelitian yang baru. Teknik
pengumpulan data menjadi salah satu faktor penting di dalam bagian metode penelitian. Hal
ini sesuai dengan pernyataan seorang peneliti yang menyimpulkan bahwa teknik
pengumpulan data merupakan bagian yang paling strategis dalam sebuah penelitian. Ini
dikarenakan tujuan utama dari sebuah penelitian ialah mendapatkan data (Silalahi, 2012).
Untuk itu, teknik catat dijadikan teknik pengumpulan data dalam menghasilkan penelitian ini.
Data-data yang berkaitan dengan variabel penelitian yakni PBL dan peningkatan prestasi
peserta didik selanjutnya direduksi. Reduksi data dilakukan untuk mendapatkan informasi
yang relevan dengan tujuan penelitian. Setelah itu, data-data tersebut dibandingkan satu
sama lain dan dikaji secara ilmiah, termasuk mengidenifikasi faktor yang menyebabkan
penelitaian-penelitian terdahulu terjadi. Selanjutnya infromasi yang sudah direduksi,
dideskripsikan secara ilmiah sehingga menghasilkan suatu kesimpulan penelitian yang baru.
Dari kesimpulan yang ada, peneliti juga merumuskan beberapa saran sebagai bagian dari
manfaat penelitian ini.
meningkatkan motivasi dan ketertarikan peserta didik terhadap bahan yang dipelajarinya, (5)
menjadikan peserta didik lebih mandiri dan dewasa, mampu menerima aspirasi dan
pendapat orang lain, serta menanamkan sikap sosial yang positif denagn peserta didik
lainnya, (6) pengondisian peserta didik terhadap kelompok yang saling berineraksi terhadap
pembelajaran dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar peserta didik dapat
diharapkan, (7) model Problem Based Learning (PBL) diyakini pula dapat menumbuh
kembangkan kemampuan kreativitas peserta didik, baik secara individual maupun
kelompok, karena hampir disetiap langkah menuntut adanya keaktifan peserta didik.
Kemendikbud (2014:27) menyatakan langkah-langkah model PBL adalah sebagai
berikut: (1) Orientasi peserta didik pada masalah, (2) mengorganisasikan peserta didik, (3)
membimbing penyelidikan individu dan kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan
hasil karya, (5) menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Sedangkan. Menurut Putra (2013) langkah-langkah model pembelajaran PBL
diantaranya: dapat diuraikan menjadi beberapa hal sebagai berikut: (a) Guru melaksanakan
orientasi masalah kepada peserta didik melalui gambar atau video yang berhubungan
dengan permasalahan yang akan didiskusikan serta mencari solusinya dengan cara
menanyakan pengalaman peserta didik, dan menggali permasalahan kontekstual yang
terkait dengan materi pembelajaran; (b) kemudian guru mengorganisasikan peserta didik
agar belajar, guru membantu peserta didik menemukan konsep berdasarkan masalah, serta
mendorong peserta didik untuk lebih aktif, demokratis dan terbuka dalam memberikan
pendapatnya; (c) guru memandu menyelidiki peserta didik secara individu dan kelompok
serta memberi kemudahan dalam menyelesaikan masalah. Guru mendorong dan memandu
peserta didik untuk diskusi, dialog, kerja sama, membantu peserta didik merumuskan
hipotesis dan pemecahan masalahnya, dengan membentuk kelompok guna mendiskusikan
permasalahan yang akan terjadi serta solusi yang tepat untuk permasalahan kebudayaan
daerah jika tidak dilestarikan; (d) Langkah selanjutnya adalah peserta didik
mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu peserta didik dalam
mengerjakan lembar diskusi kelompok dan membantu dalam menyajikan hasil diskusi
kelompoknya kedepan kelas dan kelompok lain menyimak jawaban dari kelompok yang
tampil sehingga kelompok lain bisa menggapi jawaban yang disampaikan kelompok
tersebut; (e) Kemudian guru menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah.
Guru membantu peserta didik mengkaji ulang dan melakukan evaluasi terhadap hasil
pemecahan masalah
Penelitian yang dilakukan Saputra (2015) juga merepresentasikan kegiatan model
PBL pada jenjang sekolah dasar. Siklus I pada penelitian tersebut dilaksanakan pada hari
Selasa, 17 Maret 2015 pukul 08.15 –12.30 WIB. Berdasarkan RPP yang disusun,
pembelajaran tematik terpadu menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Pada
langkah orientasi siswa kepada masalah, guru memajangkan gambar kerusakan alam dan
siswa diminta untuk mengajukan pertanyaan berdasarkan gambar tersebut. Pada langkah
mengorganisasi siswa untuk belajar, siswa dibagi ke dalam 8 kelompok, masing-masing
kelompok beranggotakan 4-5 orang, dan guru memberikan LKS kepada masing-masing
kelompok. Pada langkah membimbing penyelidikan individual dan kelompok, siswa dapat
menemukan perbedaan antara tanah longsor, banjir dan abrasi pantai, kemudian siswa
diminta untuk menganalisis penyebab, akibat dan solusi dari dampak kenampakan alam.
Pada langkah mengembangkan dan menyajikan hasil karya, masing-masing kelompok
menyampaikan hasil diskusi kelompok secara bergantian melalui bimbingan guru. Setiap
siswa dari kelompok lain mendengarkan kelompok yang sedang melakukan presentasi.
Pada langkah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, siswa
mengkoreksi hasil diskusi kelompok mereka. Kemudian siswa mendengarkan penguatan
terhadap hasil diskusi atau materi yang telah dipelajari.
Berdasarkan paparan di atas penulis menarik kesimpulan bahwa model PBL adalah
model pembelajaran yang menekankan keaktifan peserta didik, aktif dalam memecahkan
suatu masalah, penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus
dipelajari oleh peserta didik untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berfikir kritis
menjadikan peserta didik lebih mandiri dan dewasa, mampu menerima aspirasi dan
pendapat orang lain, serta menanamkan sikap sosial yang positif denagn peserta didik
lainnya, (6) pengondisian peserta didik terhadap kelompok yang saling berineraksi terhadap
pembelajaran dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar peserta didik dapat
diharapkan, (7) model Problem Based Learning (PBL) diyakini pula dapat menumbuh
kembangkan kemampuan kreativitas peserta didik, baik secara individual maupun
kelompok, karena hampir disetiap langkah menuntut adanya keaktifan peserta didik.
Disamping kelebihan diatas, PBL juga memiliki kelemahan, diantaranya : 1.Manakala siswa
tidak memiliki niat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit
untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya. 2.Untuk
sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang diperlukan
untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari
(Sanjaya, 2007) Pembelajaran PBL merupakan model pembelajaran yang memacu siswa
untuk berpikir kritis dan kreatif serta mengembangkan ide-ide sehingga bisa memecahkan
masalah melalui eksperimen Duch, dkk dalam Abidin(2013: 160). Eksperimen yang
dimaksud adalah pembelajaran dengan menggunakan alat dan bahan baik secara individu
maupun kelompok sehingga siswa dapat mengembangkan ide-ide siswa(Suriana, 2016)
Hasil penelitain Sariadi(2014), dan Wati(2014) menunjukkan bahwa adanya
keberhasilan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based
Learning (PBL) sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD.Penelitian
kali ini juga terbukti dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas 5 SDN Krandon Lor 01
Suruh
Hasil penelitian yang sama sesuai dengan penelitian yang dilakukan Suherman
(2008) yang menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran PBL terbukti meningkatkan
hasil belajar fisika peserta didik di MTS Negeri 3 Pondok Pinang-Jakarta dan penelitian yang
dilakukan oleh Asy’ari M, Prayogi S bahwa (2013) yang menyatakan bahwa penerapan
model pembelajaran PBL dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPA 2 MAN
Gerung tahun pelajaran 2012/2013
Berdasarkan hasil penelitian suharmiati (2014) bahwa pembelajaran yang telah
dilakukan pada siklus I dan siklus II, terlihat adanya peningkatan aktivitas dan hasil belajar
siswa menjadi lebih baik setelah penerapan model problem based learning (PBL). Pada
siklus II, siswa juga terlihat telah memiliki peningkatan yang sangat baik pada setiap
komponen pengamatan yang ada.Adanya peningkatan aktivitas belajar siswa menandakan
bahwa penerapan model problem based learning (PBL) merupakan salah satu pilihaan yang
tepat untuk diterapkan di kelas V pada materi operasi hitung bilangan campuran.Pada siklus
II semua siswa terlihat antusias dalam melakukan pembelajaran dengan menggunakan
model problem based learning (PBL).
Sejalan dengan hasil penelitian Sugiyanto (2012) dan Rutinah (2013). Keampuhan
model PBL mampu meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa. Keampuhan
ini terbukti dalam sintak pembelajaran; 1) sintak pertama merencanakan tugas terbukti siswa
mampu mengamati. 2) sintak kedua melakukan investigasi terbukti siswa mampu
mengklasifikasikan, memprediksi, melaksanakan pengamatan dan mengumpulkan data. 3)
sintak ketiga menyiapkan laporan terbukti siswa mampu menuliskan laporan dari
pengamatan. 4) sintak keempat presentasi siswa terbukti mampu mempresentasikan hasil
didepan kelas. 5) sintak kelima evaluasiterbukti siswa mampu memberikan masukan kepada
hasil presentasi kelompok lain.
Dari banyak pemaparan dari para peneliti, maka dapat ditarik garis besar terkait
model PBL. Model PBL ini dinilai sangat efektif dalam proses pembelajaran siswa.
Berdasarkan hal ini, penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil
belajar dengan cara melakukan beberapa siklus pembelajaran, informasi yang sudah
didapatkan selanjutnya dikembangkan berdasarkan mekanisme model PBL yang sudah
dijelaskan dengan rinci dan didukung oleh penelitian-penelitian ilmiah terdahulu
Peningkatan berfikir kritis peserta didik dengan model Problem Based Learning
Ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki pengaruh yang besar dalam sektor
pembangunan.Bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
mengakibatkan mutu pendidikan harus meningkat ke arah yang lebih baik.Pendidikan juga
sangat berpengaruh dalam merencanakan dalam meningkatkan sumber daya manusia serta
dapat berpikir secara mandiri dan kritis, karena pendidikan ialah modal awal dalam
membentuk manusia yang bermutu.Pendidikan juga merupakan permulaan dalam
pengenalan pada anak untuk kehidupan dimasyarakat dan untuk jenjang pendidikan lebih
tinggi.Hal yang dilakukan untuk merealisasikan tujuan pendidikan diatas yaitu meningkatkan
pengelolaan pendidikan dengan melakukan berbagai usaha diantaranya disempurnakannya
kurikulum, melengkapi sarana dan prasarana dan peningkatan kualita pendidik sehingga
mampu menggunakan metode dan model yang bervariasi.Pada proses pembelajaran
tentunya peserta didik. Pembelajaran yang bermakna akan dapat diperoleh jika seorang
peserta didik mampu belajar sesuai denganlingkungan sosialnya. Sehingga unsur budaya
tidak bisa direduksi dalam merancang sebuah pembelajaran di sekolah (Dek Ngurah Laba
Laksana & Fransiska Wawe, 2013).
menurut Christina & Kristin (2016:222) berpikir kritis merupakan kemampuan
seseorang dalam menemukan informasi dan pemecahan dari suatu masalah dengan cara
bertanya kepada dirinya sendiri untuk menggali informasi tentang masalah yang sedang
dihadapi Menurut Ennis (dalam Rusyna, 2014:110)
Berfikir kritis merupakan aktivitas atau kemampuan untuk menganalisis fakta yang
ada kemudian membuat beberapa gagasan dan mempertahankan gagasan tersebut
kemudian membuat perbandingan. Pada saat berfikir, kita berfikir untuk mempertimbangkan
konsep, menganalisis fakta, serta berfikir secara luas dan kreatif untuk memecahkan suatu
permasalahan. Menurut R.Ennis dalam Nitko dan Brookhart (2011: 232)
Hasil penelitian Intan & Gamaliel (2019) menunjukkan bahwa Penelitian ini
merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan sebanyak dua siklus dengan tahap
perencanan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Instrumen pengumpulan data
menggunakan instrumen soal, lembar observasi, dokumentasi, dan catatan lapangan.
Subjek penelitian adalah peserta didik kelas 4 SDN Salatiga 02. Hasil penelitian
menunjukkan adanya peningkatan keterampilan berpikir kritis yang ditunjukkan dengan data
pada pra siklus sebesar 41%, pada siklus I meningkat 68,18%, dan pada siklus II meningkat
sebesar 81,81%. Peningkatan keterampilan berpikir kritis berdampak pula pada ketuntasan
hasil belajar peserta didik. Hal ini ditunjukkan dengan ketuntasan hasil belajar pada muatan
Bahasa Indonesia secara berturut-turut pada pra siklus, siklus I, dan siklus II yaitu 41%,
68%, dan 86%. Selanjutnya, muatan IPS secara berturutturut pada pra siklus, siklus I, dan
siklus II yaitu 25%, 68%, dan 86%.
Penelitian yang dilakukan oleh Nopia, Julia, & Sujana (2016) dalam Jurnal Pena
Ilmiah, tahun 2016 yang berjudul “Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar Pada Materi Daur Air” meskipun
diterapkan pada mata pelajaran yang berbeda terbukti model problem based learning yang
dilandasi dengan pemberian masalah kepada siswa untuk dipecahkan dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kirtis siswa 4 SD Negeri Ledok 07 Salatiga. Peningkatan ini dapat
dilihat dari perolehan skor rata-rata adalah 48,1 dengan nilai kemampuan berpikir 64,2
tergolong pada keriteria “Tidak kritis” dengan persentase jumlah siswa minimal cukup kritis
44,8%. Pada data siklus II nilai kemampuan berpikir kritis meningkat skor rata-rata menjadi
61,03 dengan nilai kemampuan berpikir kritis 87,2 Yang tergolong pada kritieria “kritis”
dengan persentase jumlah siswa yang minimal cukup kritis mencapai 96,5%. Hal ini di
perkuat juga dengan hasil observasi kemampuan berpikir kritis siswa pada prasiklus
diperoleh nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis 57 yang tergolong pada kriteria “sangat
tidak kritis” dengan persentase siswa minimal cukup kritis sebesar 13,8%, pada siklus I
mengalami peningkatan dengan perolehan nilai rata-rata 67,5 yang tergolong pada kriteria
“cukup kritis” dengan persentase siswa minimal cukup kritis sebesar 69%, pada siklus II
mengalami peningkatan dengan perolehan nilai rata-rata 81,3 yang tergolong pada kriteria
“kritis” dengan persentase siswa minimal cukup kritis sebesar 96,5%
Hasil penelitian Tri Siwi Septiana (2016) menunjukkan bahwa kemampuan berpikir
kritis siswa kelas 5 B1 SD Muhammadiyah Kauman, Yogyakarta meningkat setelah
digunakannya model Problem Based Learning dalam pembelajaran PKn dengan materi
pokok contoh peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan daerah. Peningkatan ini
terbukti pada peningkatan hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa dari skor rata-rata
pratindakan sebesar 12,90% menjadi 51,61% (cukup) pada siklus I dan meningkat menjadi
70,96% (baik) pada siklus II. Hasil observasi aktifitas yang berhubungan dengan
kemampuan berpikir kritis siswa meningkat antara lain: siswa aktif dalam pembelajaran,
siswa lebih leluasa dalam mencari dan mengumpulkan informasi yang diinginkan, dan siswa
juga memiliki lebih banyak kesempatan untuk belajar bersama teman
Penelitian selanjutnya yang dilakukan Kresensia & Krisma (2018) Berdasarkan hasil
penelitian ditemukan bahwa penggunaan model PBL berbantuan audio visual dapat
meningkatkan keterampilan berfikir kritis siswa. Pada siklus I meningkat menjadi 18 orang
siswa mencapai kategori kritis dengan persentase 42,85%, sedangkan 20 orang siswa
mencapai kategori cukup kritis dengan persentase 47,61%. Selanjutnya 2 orang siswa
mencapai kategori sangat kritis dengan persentase 4,76%, dan 2 orang siswa mencapai
kategori sangat tidak kritis dengan persentase 4,76%. Pada siklus II terjadi peningkatan
yang signifikan yaitu 5 orang siswa yang mencapai kategori sangat kritis dengan persentase
11,90%. Sedangkan ada 37 orang siswa yang mencapai kategori kritis dengan persentase
88,09%.
Selanjutnya hasil penelitain Dewi Nurkhasanah (2019) Analisis data dilakukan
dengan menggunakan analisis deskriptif komparatif,Hal ini dilakukan dengan
membandingkan prasiklus, siklus I dan siklus II. Peneliti menentukanindikator keberhasilan
80% siswa tuntas dengan Kriteria Penguasaan Minimal Pembelajaran ≥ 70. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dengan menerapkan model Problem Based Learning Keterampilan
berpikir kritis siswa pada mata pelajaran matematika dapat ditingkatkan, dimanapun
menunjukkan bahwa pada siklus I kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 58,98% dan
pada siklus II siklus, meningkat menjadi 97,44%. Jumlah siswa yang menyelesaikan
prasiklus adalah 15 siswa (38,5%) siswa, meningkat menjadi 22 (56,4%) siswa pada siklus I
dan meningkat lagi menjadi 33 (84,6%) siswa pada siklus II. Penelitian tersebut dikatakan
berhasil karena telah mencapaian indikator keberhasilan 80% dari seluruh siswa kelas V
yang menyelesaikan Kriteria Minimal Ketuntasan Belajar ≥ 70. Berdasarkan hasil tersebut,
penelitian dilakukan dengan Problem Based Learning Model pembelajaran dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa sehingga dapat mempengaruhi siswa hasil
belajar pada mata pelajaran matematika.
Hasil penelitian Yunin Nurun Nafiah (2014), hasil penelitian menunjukkan bahwa
model PBL dapat : a). Keterampilan berpikir kritis siswa setelah penerapan model PBL yaitu
siswa dengan kategori keterampilan berpikir kritis siswa sangat tinggi sebanyak 20 siswa
(69%), kategori tinggi sebanyak 7 siswa (24,2%), kategori rendah siswa sebanyak 2 siswa
(6,9%) dan kategori sangat rendah yaitu sebanyak 0 siswa (0%). Berdasarkan penjelasan
diatas bahwa dapat disimpulkan bahwa menggunakan model pembelajaran Problem Based
Learning dapat meningkat keterampilan pemecahan masalah matematika, terbukti dengan
adanya penelitian terdahulu. Adaya menerapkan model Problem Based Learning membantu
siswa untuk memecahkan permasalahannya dalam pembelajaran dengan mandiri.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Girsang 2015) Hasil analisa data
diperoleh nilai rata-rata pre test yang diajarkan dengan model Problem Based Learning
= 56,62 dengan standar deviasi = 8,59 dan nilai rata-rata pre test yang diajarkan dengan
model Contextual Teaching and Learning = 55,59 dengan standar deviasi = 9,98. Dan
nilai rata-rata post test yang diajarkan dengan model Problem Based Learning = 79,26
dengan standar deviasi = 9,47dan nilai rata-rata post test yang diajar dengan model
Contextual Teaching and Learning = Hipotesis digunakan uji statistik uji “t” hasil
Berdasarkan hasil-hasil penelitian diatas, dapat dilihat bahwa setiap penelitian yang
dilakukan memperoleh hasil presentase peningkatan berpikir kritis yang berbeda-beda.
Penulis menganalisis bahwa perbedaan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para
peneliti tersebut disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah
faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri (seperti: kesehatan, minat, bakat, intelegensi,
kondisi tubuh), sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa, yaitu
faktor keluarga, lingkungan sekolah,dan lingkungan masyarakat (hubungan dengan
tetangga).
Pembelajaran dengan penerapan model Problem Based Learning dapat menjadi
alternatif bagi guru dan peserta didik dalam mencapai tuntutan Kurikulum 2013. Dalam
pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning Di samping itu, kemampuan
4C (Creativity, Critical Thinking, Collaborative, Communication) peserta didik seperti yang
ditekankan pada kurikulum 2013 dapat meningkat pula. Kemampuan HOTS (High Thinking
Order Skills) peserta didik pun dapat meningkat
. Adanya peningkatan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik, tidak
lepas dari peran model Problem Based Learning yang menuntut peserta didik untuk aktif
dalam pembelajaran dan terlibat secara langsung dalam pembelajaran, sehingga peserta
didik memperoleh pengalaman dan pengetahuan yang dipelajarinya. Dengan demikian,
dapat diterima bahwa penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kritis
SIMPULAN
Era globalisasi yang diiringi dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi,memberikan banyak manfaat dan kemudahan bagi manusia dalam melaksanakan
aktivitasnya sehari - hari.
Dalam dunia pendidikan sebuah model pembelajaran mampu menunjang pelaksanaa
kedalam proses pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa penerapan model Problem Based
Leraning ini mampu memberikan manfaat yang positif untuk peserta didikNamun
demikian,tentu saja tidak lepas dari peran guru dan pemilihan konten untuk
menerapkannnya dalam model PBL. Tuntutan dalam penerapan model PBL sama seperti
penerapan pembelajaran tematik terpadu, yakni guru harus menguasai semua aspek
pembelajaran dan pemilihan konten yang tepat dalam pembelajaran Upaya untuk
memperbaiki sistem pendidikan, dengan menggunakan model menarik yang membuat
peserta didik bersemangat. Permasalahan yang telah dibahas pada latar belakang dapat
dikatakan bahwa penerapan sangat membantu dalam upaya guru meningkatkan proses
pembelajaran peserta didik. Tidak hanya itu model ini juga dapat membantu untuk
menaikkan keaktifan guru serta peserta didik, kepercayaan diri peserta didik, dan
kemampuan bekerja sama dalam pemecahan masalah. Jika proses pembelajaran dapat
terlaksana dengan semestinya maka hal tersebut juga dapat berpengaruh kepada hasil
pembelajaran. Kesimpulan yang dapat diambil dapat dilihat berdasarkan dari paparan data
hasil belajar yang diuraikan penulis berlandaskan beberapa penelitian yang pernah
dilakukan di atas maka diperoleh hasil pada setiap siklus telah mengalami peningkatan
berfikir kritis yang signifikan dengan persentase ketuntasan mencapai 96%. Dari penerapan
yang telah di lakukan dalam pembelajaran,bisa dikatakan penggunaan model Problem
Based Learning dalam meningkatkan berfikir kritis siswa pada pembelajaran di sekolah
dasar berhasil dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Y. (2014). Penerapan Strategi Pembelajaran Discovery Learning. Jakarta:L Rineka
Cipta
Andanti, M., Sulasmono, B., & Mawardi, M. (2019). Designing A Standard Operating
Procedure (Sop) For Restructuring A Language Centre In A Buddhist College. Kelola:
Jurnal Manajemen Pendidikan, 6(2), 111-121.
Https://Doi.Org/Https://Doi.Org/10.24246/J.Jk.2019.V6.I2.P111-121
Al-Tabany, Trianto Ibnu Badar. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif
Dan Kontekstual. Jakarta: Prenadamedia Group
Aris, Shoimin. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif Dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta :
Ar-Ruzz Media
Christina, L. V., & Kristini, F. (2016). Efektifitas Model Pembelajaran Tipe Group
Investigation (Gi) Dan Cooperatif Integrated Reading And Composition (Circ) Dalam
Meningkatkan Kreativitas Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Ips Siswa Kelas 4.
Sholaria: Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 6(2), 217-230
Dek Ngurah Laba Laksana. (2015). Penggunaan Media Berbasis Budaya Lokal Dalam
Pembelajaran Ipa Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Dan Pemahaman Konsep
Ipa Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Citra Bakti. Vol 2, No 1 (2015).
Jipcb Volume 2 Issue 1
Fendos, J . (2017). Education Can Be A Research Subject Too, Through Scientific
Teaching. . Middle East Journal Of Science , 3 (2) , 129-139 . Doi:
10.23884/Mejs.2017.3.2.07
Hamimah, Hamimah & Kenedi, Ary & Zuryanty, Zuryanty & Nelliarti, Nelliarti. (2020).
Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Menggunakan Model Problem-Based
Learning. Primary: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar. 9.
10.33578/Jpfkip.V9i2.7878.
Freeman Ar, Hare F (2011) Infrasound In The Flutter-Jump Display Of Capercaillie (Tetrao
Urogallus): Signal Or Artefact? J Ornithol. Doi:10.1007/S10336-011-0709-
Girsang, Y. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning And Contextual
Teaching And Learning Terhadap Hasil Belajar Akuntansi Siswa Kelas X Ak Smk
Swasta Teladan P.Siantar T.P 2014/2015. Medan. Skripsi Fe Unimed.
Islam, F., Harjono, N., & Airlanda, G. (2018). Penerapan Model Problem Based Learning
Untuk Meningkatkan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Ipa Dalam Tema 8 Kelas 4 Sd.
E- Jurnal Mitra Pendidikan, 2(7), 613-628. Retrieved From Https://E-
Jurnalmitrapendidikan.Com/Index.Php/E-Jmp/Article/View/351
Kresensia Krisma. 2018. Peningkatan Keterampilan Berfikir Kritis Melalui Model Problem
Based Learning Berbantuan Audio Visual Pada Siswa Kelas Iv Sd. Jurnal Riset
Tekologi & Inovasi Pendidikan. Vol 1 No 2 (2018): Juli .
Kosasih, E. (2014) Strategi Belajar Dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum 2013.
Bandung: Yrama Widya
Kemendikbud. (2014). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013.
Makaborang, Y. (2019). Evaluasi Implementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Biologi Di
Sma Negeri. Kelola: Jurnal Manajemen Pendidikan, 6(2), 130-145.
Https://Doi.Org/Https://Doi.Org/10.24246/J.Jk.2019.V6.I2.P130-145
Martasari, 2013. Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching And Learning
(Ctl) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Di Kelas Vii Smpn 23 Siak. Jurnal Fip
Volume 04, Nomor 01, Februari 2013
Mulyasa. (2014). Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nurhaliza,Putri Dan Yurnetti. 2019. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Problem
Based Learning (Pbl) Berbantuan Lks Pada Materi Gaya Dan Hukum Newton
Terhadap Kompetensi Fisika Siswakelas X Man 1 Kerinci. Pillar Of Physics
Education, Vol 12. No 4, 2019, 721-728. Http://Dx.Doi.Org/10.24036/7374171074
Nurkhasanah, D., Wahyudi, W., & Indarini, E. (2019). Penerapan Model Problem Based
Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V Sd. Satya
Widya, 35(1), 33-41. Https://Doi.Org/Https://Doi.Org/10.24246/J.Sw.2019.V35.I1.P33-
41
Nafiah, Yunin Nurun; Suyanto, Wardan. Penerapan Model Problem-Based Learning Untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Siswa. Jurnal
Pendidikan Vokasi, [S.L.], V. 4, N. 1, Feb. 2014. Issn 2476-9401. Available At:
Wulandari, N., Sholihin, H. (2015). Penerapan Model Problem Based Learning (Pbl) Pada
Pembelajaran Terpadu Untuk Meningkatkan Aspek Sikap Literasi Sains Siswa Smp.
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Dan Pembelajaran Sains. Bandung.
Yunisrul; Desyandri. (2018). Peningkatan Pembelajaran Tematik Dengan Pendekatan
Scaintifik Di Kelas I Sdn 15 Ulu Gadut, Kota Padang. Ejournal Pembelajaran Inovasi:
Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 6 (1), 11–24
Yunin Nurun Nafiah Penerapan Model Problem-Based Learning Untuk Meningkatkan
Keterampilan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol
4, No 1 (2014).
Yunus. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Ctl (Contextual Teaching And Learning)
Terhadap Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Smkn 1 Tanggerang. Jurnal Pendidikan
Teknik Jptm. Volume 02 Nomor 01 Tahun 2013