Konsep Dasar Pendidikan Multikulural Dalam Perspek
Konsep Dasar Pendidikan Multikulural Dalam Perspek
Konsep Dasar Pendidikan Multikulural Dalam Perspek
ISSN 2723-0228
Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2021
Halaman: 30 - 44
DOI : https://doi.org/10.47281/fas.v2i1.42
Abstract
This article aims to analyze the basic concepts of multicultural education from an Islamic perspective.
Multicultural education is an understanding of differences, tolerance, mutual respect among human beings. Islam
as religion that applies to all mankind troughtout his life and the al quran as a guide for muslims contains
multicultural values. The importance of multicultural education is expected to be a solution to the reality
heterogeneity of religion, language, and culture. The research method used in this research is to use a qualitatif
aprroach library research, by analyzing comprehensively the studies related to multicultural education in an
Islamic perspektive. The result showed that Islam essentially teaches its folloers universal valuaes and flexibility
in responding to the demands of growing era. Al quran teaches people to appreciate and respect equality of
rights, religion, language, and culture so that there is a harmonious relationship, the growth of love among
humans, because that is actually an important goal of multicultural education.
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis konsep dasar pendidikan multikultural dalam perspektif Islam. Pendidikan
multikultural merupakan pemahaman akan perbedaan, toleransi, rasa saling menghargai dan menghormati antar
sesama manusia. Islam sebagai agama yang berlaku untuk seluruh umat manusia sepanjang hidupnya dan Al
Quran sebagai pedoman umat Islam di dalamnya terkandung nilai-nilai multikultural. Pentingnya pendidikan
mulrikultural diharapkan menjadi solusi akan realitas masyarakat yang beragam dan berbudaya sebagai sebuah
proses pengembangan potensi yang dapat menghargai pluralitas dan heterogenitas agama, bahasa dan budaya.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif studi
pustaka, dengan menganalisis secara komprehensif kajian yang terkait dengan pendidikan multikultural dalam
perspektif Islam. Hasil penelitian menunjukkan pendidikan multikultural dalam persepktif Islam secara
esensial mengajarkan kepada manusia untuk bersikap egaliter, meskipun berbeda. Mampu membangun
kepercayaan dengan pribadi yang berbeda suku, agama, bangsa, bahasa, dan lain-lain. Kemudian muncul
perilaku saling menghargai satu sama lain, sebagai upaya untuk menghindari konflik dan pada gilirannya agar
hidup berdampingan dengan saling peduli agar tercipta perdamaian di dunia.
PENDAHULUAN
Kemajemukan dan keragaman budaya di dunia dan kemajemukan seperti jenis kelamin, ras,
etnis, bahasa dan agama menjadi tanda bahwa manusia memiliki peradaban dan kebudayaan.
Indonesia adalah negeri yang multikultur dengan letak geografis yang terbentang luas, memiliki
keragaman budaya, etnis, ras, bahasa dan agama yang berbeda. Keragaman itulah di satu sisi
menjadi aset bagi bangsa dan disisi lainnya menjadikan ancaman adanya perpecahan apabila
kemajemukan tidak dikelola dengan baik. Terjadinya pergeseran sosial, tawuran antar pelajar,
perpecahan politik, terorisme menjadi pertanda bahwa kurangnya pemahaman masyarakat akan
konsep pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural sebagai penghormatan dan penghargaan
terhadap segala bentuk keberagaman dan perbedaan baik etnis, suku, ras, agama maupun simbol-
simbol perbedaan lainnya menjadi penting untuk ditanamkan dalam dunia pendidikan. Sebab
31
Fastabiq: Jurnal Studi Islam
ISSN 2723-0228
Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2021
pendidikan adalah media yang sangat efektif untuk menyemaikan nilai-nilai multikultural yang diyakini
mampu mencetak seseorang menjadi manusia yang beragama dan berbudaya.
Sejatinya pendidikan sebagai sebuah proses perkembangan individu dan kemampuan sikap
sosial secara optimal menjadikan hubungan yang erat antar individu dengan masyarakat dan
3
lingkungan sekitar. Selain itu, kemampuan belajar juga dapat dibentuk oleh lingkungan. Intinya
pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia diharapkan ia mampu memahami dirinya,
4
orang lain, alam sekitar, dan budayanya . Pendidikan dalam praktiknya kerapkali kurang
memperhatikan nilai-nilai multikultural atau masih minim dalam menanamkan sikap dan perilaku
multikultural di lingkungan sekolah. Sehingga berdasarkan inilah perlu dijelaskan lebih mendalam
terkait pendidikan multikultural dalam perspektif islam, agar dapat dipahami oleh masyarakat awam.
Melihat penomena di atas, pendidikan di Indonesia harus peka terhadap arus perputaran
globalisasi. Pengalaman pahit masa orde baru menjadi cerminan agar masa lalu tidak terulang
kembali. Otoritas pemerintah yang memaksakan kehendak untuk membentuk kehidupan berbangsa
yang seragam melalui aturan dalam berbagai aspek harus diperhatikan dan ditinjau ulang.
Pendidikan menjadi bagian indoktrinasi politik untuk mendukung rezim yang berkuasa, hampir tidak
ada celah dan ruang untuk mengungkap identitas lokal. Warna-warna lokal dianggap sesuatu yang
semu. Kenyataannya lokalisme dalam pendidikan multikultural merupakan bagian penting bagi setiap
individu untuk melihat jati dirinya (self ) dan melihat keberagaman orang lain (other).
Pentingnya pendidikan mulrikultural menjadikan solusi akan realitas masyarakat yang beragam
dan berbudaya sebagai sebuah proses pengembangan potensi yang dapat menghargai pluralitas dan
5
heterogenitas sebagai konsekwensi dari keberagaman agama, bahasa dan budaya . Pluralitas
6
budaya khususnya di indonesia memposisikan pendidikan multikultural menjadi sangat urgen .
Keberagaman budaya indonesia merupakan kenyataan historis yang tidak bisa dielakan oleh
siapapun, Keunikan budaya yang beragam memberikan implikasi terhdap pola fikir, cara hidup,
tingkah laku dan karakter pribadi bangsa sebagai sebuah tradisi hidup dalam bermasyarakat. Tradisi
masyarakat antar suku dan suku lainnya tentunya berbeda dari satu wilayah dengan wilayah lainnya.
Pergulatan antar budaya memberikan celah dan peluang terciptanya konflik jika tidak terbina rasa
saling memahami dan toleransi satu sama lain. Proses untuk meminimalisir konflik inilah dibutuhkan
upaya berwawasan multikultural dalam rangka menciptakan masyarakat yang majemuk dan
heterogen agar terciptanya saling memahami dan menghormati serta membentuk karakter yang
7
terbuka terhadap perbedaan.
Wawasan multikultural dapat diberikan dengan memperhatikan konsep dan strategi yang harus
dikembangkan. Terdapat enam strategi yang harus dikembangkan dalam kebudayaan nasional
indonesia, yaitu nilai agama, nilai ekonomi, nilai ilmu, nilai estetika, nilai solidaritas dan nilai kuasa
atau politik. Dapat digaris bawahi unsur solidaritas menjadikan nilai penting untuk menyadarkan
masyarakat sebagai manusia yang mempunyai kepentingan dan dapat bekerja sama dengan
8
masyarakat lainnya. Islam adalah agama yang membawa misi perdamaian bagi umatnya di seluruh
alam, sebagaimana firman Allah swt:
32
Fastabiq: Jurnal Studi Islam
ISSN 2723-0228
Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2021
Artinya: Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi
seluruh alam (Q.S, Al-Anbiya: 107).
Ayat Al-quran di atas menjelaskan bahwa Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Islam tidak
hanya memberikan maslahat pada umatnya sendiri tetapi pada seluruh alam. Sejatinya seorang
yang mengaku bahwa dirinya beragama islam ia mampu menjadi teladan bagi ummatnya serta
mampu memberikan kasih sayang dan rasa peduli terhadap sesama makhluk dan makhluk lainnya.
Secara teoritis, lembaga pendidikan Islam diyakini sebagai sistem rekayasa sosial yang
9
memberikan warna dan pengaruh terhadap paradigma dan perilaku manusia dalam kesehariannya.
Berpijak pada misi rahmatan lil “alamin maka pendidikan islam menjadi teladan untuk mengajarkan
pendidikan multikultural agar mengedepankan kasih sayang dan rasa peduli terhadap sesama
manusia dan alam sekitarnya. Kenyataan dalam dunia pendidikan masih banyak kekerasan,
pembulian, dan sikap tidak bermoral lainnya merupakan salah satu indikator belum efektifnya fungsi
pendidikan Islam memberikan nilai-nilai agama. Salah satu upaya penajaman kemampuan emosional
10
peserta didik yaitu dengan nilai pendidikan Islam. Melihat penomena tersebut menjadi penting
lembaga pendidikan membawa misi tersebut kedalam masyarakat yang multikultur. Seorang pendidik
tidak hanya menguasai dan mengajarkan ilmu pendidikan islam, terlebih ia mampu menanamkan
nilai-nilai agama dan budaya pada peserta didik hingga mampu hidup dalam masyarakat yang
multikultur. Out put yang dihasilkan dari lembaga pendidikan tidak hanya mampu menguasai materi
dan disiplin ilmu agama islam akan tetapi ia mampu memahami ajaran agama Islam serta
menanamkan sifat kasih sayang dan saling menghargai bahwa ia hidup dalam masyarakat yang
multikultural.
Artikel ini diharapkan mampu memberikan kontribusi keilmuwan untuk menambah khazanah
atau literatur terkait dengan pendidikan multikultural yang ditinjau sudut pandang Islam. Selain itu
pula bahwa kajian tentang pendidikan multukutral memiliki warna baru ketika bersentuhan dengan
nilai-nilai keislaman. Meski sejatinya bahwa di dalam ajaran agama Islam terkandung nilai-nilai
multikultural, misalnya menghargai perbedaan, toleransi dan lain sebagainya.
Argumentasi di atas memberikan penegasan bahwa pendidikan multikultural sangat penting
untuk diketahui dan ditanamkan pada masyarakat agar memiliki jiwa kokoh dengan nilai-nilai agama
dan budaya. Tentuya untuk membangun jiwa kokoh masyarakat indonesia terlebih dulu faham
mengenai konsep dasar pendidikan multikultural itu sendiri, sehingga dapat terciptanya kerukunan
umat agama dan budaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan konsep dasar
pendidikan multikultural dalam perspektif Islam. Urgensi dari tujuan tersebut adalah untuk
memberikan wawasan yang luas bagi khalayak.
33
Fastabiq: Jurnal Studi Islam
ISSN 2723-0228
Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2021
METODE PENELITIAN
Objek penelitian ini adalah data-data tentang berupa teks yang berkenaan dengan konsep dasar
pendidikan multikultrual menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode studi pustaka
(library research). Adapun teknik pengumpulan datanya dengan cara teknik studi dokumentasi atau
instrumennya adalah format dokumen, maksudnya adalah melakukan koleksi beberapa referensi baik
berupa buku, artikel, dokumen dan lainnya yang berkaitan dengan konsep dasar pendidikan
multikultural dalam perspektif Islam. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
content analisys (analisis isi), dengan tahapan display data, reduksi data dan penarikan kesimpulan.
34
Fastabiq: Jurnal Studi Islam
ISSN 2723-0228
Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2021
immaterielle) atau hasil budaya immaterial, seperti bahasa, tradisi, kebiasaan, adat, nilai moral, etika,
14
religi, kepercayaan, sistem kepercayaan . Budaya yang mesti dipahami bukanlah budaya dalam arti
sempit, melainkan mesti dipahami sebagai semua dialektika manusia terhadap kehidupannya.
Dialektika ini akan menimbulkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa,
dan lain-lain. Dengan demikian, multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan yaitu kebudayaan
yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan
bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk suatu ideologi yang disebut Model Pengembangan
Pendidikan Islam Multikultural di Indonesia. Konsep multikulturalisme tidak dapat disamakan dengan
konsep keanekaragaman secara suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang menjadi ciri
masyarakat majemuk, karena multikuturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam
kesederajatan.
Ungkapan yang dilontarkan oleh Conrad P. Kottak bahwa kultur memiliki sifat yang khas.
Pertama, kultur atau budaya bersifat universal dan spesifik. Makna umumnya adalah bahwa setiap
orang di dunia ini memiliki budaya, dan makna spesifiknya adalah setiap kultur dalam suatu kelompok
masyarakat berbeda satu sama lain. Ketiga, kultur adalah simbol. Dalam hal ini, simbol dapat
berbentuk verbal dan non verbal, atau dapat berupa bahasa tertentu yang hanya dapat dijelaskan
dengan cara tertentu, atau bahkan tidak dapat dijelaskan. Keempat, kultur dapat membentuk dan
melengkapi sesuatu yang alami. Kelima, kultur adalah sesuatu yang dilakukan secara bersama-sama
yang menjadi atribut bagi individu sebagai anggota dari kelompok masyarakat. Keenam,kultur adalah
sebuah model. Artinya, kultur bukan kumpulan adat istiadat dan kepercayaan yang tidak ada artinya
sama sekali. Ketujuh, kultur adalah sesuatu yang bersifat adaptif, yaitu suatu proses dimana manusia
15
menjalin hubungan baik dengan lingkungannya . Akar sejarah pendidikan multikultural melahirkan
16
perjuangan untuk kekuasaan politik, kebebasan, dan ekonomi integrasi pada tahun 1960-an .
Secara terminologis, pendidikan multikultural berarti proses pengembangan seluruh potensi
manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman budaya,
etnis, suku, dan aliran agama. Pengertian tersebut tentunya mempunyai implikasi sangat luas dalam
pendidikan, karena pendidikan dapat dipahami sebagai sebuah proses tanpa akhir atau proses
sepanjang hayat. Dengan demikian pendidikan multikultural menghendaki penghormatan dan
17
penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap harkat dan martabat manusia .
Multikulturalisme meliputi sebuah pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya
seseorang, penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. Ia meliputi sebuah
penilaian terhadap kebudayan-kebudayaan orang lain, bukan dalam arti menyetujui seluruh aspek
dari kebudayaan-kebudayaan tersebut, melainkan mencoba melihat bagaimana kebudayaan tertentu
18
dapat mengekspresikan nilai bagi anggota-anggota nya sendiri .
Banks mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of
beliefs) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis dalam
bentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari individu,
kelompok, ataupun negara. Pemikiran tersebut sejalan dengan pendapat Paulo Freire pakar
35
Fastabiq: Jurnal Studi Islam
ISSN 2723-0228
Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2021
pendidikan pembebasan bahwa pendidikan bukan “menara gading” yang berusaha menjauhi realitas
sosial dan budaya. Menurutnya pendidikan harus menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan
berpendidikan, bukan masyarakat yang hanya mengagungkan prestise sosial sebagai akibat
19
kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya . Secara umum pendekatan pendidikan multicultural
antara lain yaitu pendekatan ras, kelas, gender, pendidikan keadilan social, dan rekontruksi social.
Sehingga dari lima pendekatan tersebut bahwa pendidikan multicultural merupakan pendidikan untuk
mengembangkan kemampuan siswa untuk mengenali ketidaksamaan (ketidaksetaraan) pada struktur
20
social masyarakat saat ini . Dalam buku Multicultural Education: A Teacher Guide to Lingking
Context, Process, and content, Hilda Hernandez mengartikan pendidikan multikultural sebagai
perspektif yang mengakui realitas politik, sosial, dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing
individu dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur, dan mereflesikan
pentingnya budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi, dan
pengecualian dalam proses pendidikan. Dengan kata lain, bahwa ruang pendidikan sebagai media
transformasi ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) hendaknya mampu memberikan nilai-nilai
multikulturalisme dengan cara saling menghargai dan menghormati atas realitas yang beragam
21
(plural), baik latar belakang maupun basis sosio budaya yang melingkupinya .
Ainurrafik Dawam menekankan bahwa pendidikan multikultural merupakan proses
memanfaatkan potensi manusia secara maksimal, tentang keberagaman budaya, ras, suku, agama,
masyarakat dan heterogenitas. Pendidikan multikultural merupakan sarana untuk memecahkan
22
masalah perbedaan. Kemudian, pendidikan multikultural diharapkan mampu membekali peserta
didik sebagai bagian dari bangsa yang secara etnis, kultur, dan agama yang beragam, menjadi
pribadi-pribadi yang menjunjung tinggi kebinhekaan, memiliki kepercayaan yang tinggi pada dirinya
sendiri, lingkungan, dan realitas yang beragam. Selain itu, pendidikan multikultural mempunyai
korelasi yang kuat dengan pergaulan dunia. Keberagaman para penduduk di dunia mengharapkan
masyarakat yang memahami keragaman agama, ideologi, etnis, ras, gender, seks, budaya, dan
23
kepentingan .
Berkaitan dengan tindakan membeda-bedakan dan sikap diskriminasi terhadap salah satu
pihak tertentu. Pendidikan merupakan solusi yang paling efektif untuk menyampaikan nilai-nilai
multikulturalisme kepada masyarakat karena setiap individu membuuhkan pendidikan, baik formal
maupun non formal. Harapannya, internalisasi nilai-nilai tersebut tidak hanya akan menjadi angan-
angan belaka. Hal ini tentu tidak terlepas dari kerjasama yang bersifat komprehensif dari pihak-pihak
terkait antara lain, tenaga pengajar yang professional, masyarakat, dan objek pendidikan itu sendiri
yaitu peserta didik.
Farida Hanum menekankan bahwa nilai inti dari pendidikan multikultural adalah sikap
demokratis, humanisme, dan pluralisme. Nilai demokratisasi atau keadilan merupakan istilah yang
komprehensif dalam segala bentuk budaya, politik, dan keadilan sosial. Keadilan adalah bentuk di
mana setiap orang bisa mendapatkan apa yang mereka butuhkan, bukan yang mereka butuhkan.
Humanisme atau nilai kemanusiaan pada dasarnya adalah pengakuan terhadap pluralisme,
36
Fastabiq: Jurnal Studi Islam
ISSN 2723-0228
Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2021
heterogenitas, dan keberagaman manusia. Keragaman tersebut dapat berupa ideologi, agama,
paradigma, ras, pemikiran politik, tuntutan, tingkat ekonomi, dll. Nilai pluralisme etnis adalah
pengakuan akan keberagaman sudut pandang suatu negara, seperti di Indonesia. Istilah "jamak"
memiliki banyak arti, tetapi keragaman tidak hanya berarti pemahaman tentang masalah-masalah ini,
tetapi juga memiliki makna politik, sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, pluralisme terkait dengan
prinsip demokrasi. Banyak negara yang mengklaim sebagai negara demokrasi, tetapi tidak menyadari
bahwa ada keragaman dalam kehidupan, sehingga menimbulkan berbagai jenis apartheid.
24
Keberagaman terkait dengan hak hidup kelompok masyarakat yang ada dalam masyarakat .
Pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap kepedulian dan kemauan untuk
memahami atau mengakui minoritas. Dalam hal ini pendidikan multikultural memandang masyarakat
dari perspektif yang lebih luas. Berdasarkan sudut pandang dasar tersebut maka sikap “ignorance”
dan “non-recognition” tidak hanya berakar pada ketimpangan struktural etnis, tetapi juga paradigma
pendidikan multikultural meliputi ketidakadilan, kemiskinan, penindasan dan keterbelakangan
kelompok minoritas di berbagai bidang. Tilaar menekankan bahwa konsep multikulturalisme,
termasuk pertimbangan kebijakan dan strategi pendidikan dalam masyarakat multikultural, harus
mencakup topik-topik seperti toleransi, perbedaan budaya etnis dan tema agama, bahaya
diskriminasi, bahaya penyelesaian konflik dan mediasi, hak asasi manusia, demokrasi, dan pluralisme
25
.
Secara teoretis, terdapat beberapa pendekatan dari model-model pendidikan multikultural yang
pernah ada dan sedang dikembangkan oleh negara-negara maju, yaitu: 1)Pendekatan tentang
perbedaan kebudayaan atau multikultralisme, 2)Pendidikan tentang perbedaan kebudayaan atau
pemahaman kebudayaan, 3)Pendidikan bagi pluralisme kebudayaan. 4)Pendidikan Dwibudaya,
5)Pendidikan multikultural sebagai pengalaman moral manusia. Bangsa yang tidak memiliki strategi
untuk mengelola kebudayaan yang mendapatkan tantangan yang demikian dahsyatnya dikhawatirkan
akan mudah terbawa arus yang akhirnya kehilangan jati diri lokal dan nasionalnya. Pendidikan
multikultural hendaknya dijadikan strategi dalam mengelola kebudayaan dengan menawarkan strategi
transformasi budaya yang ampuh, yaitu melalui mekanisme pendidikan yang menghargai perbedaan
budaya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Sutjipto dan Kamaril Wardani (2010), bahwa globalisasi
sebagai tantangan global perlu diimbangi dengan penguatan budaya lokal. Meskipun demikian,
Fanatisme berlebihan pada budaya lokal beresiko menimbulkan disintegrasi bangsa. Oleh sebab itu,
Fanatisme dan primordialisme selayaknya dikikis habis. Di sinilah urgensi pendidikan multikultural
untuk dihindarkan dalam dunia pendidikan saat ini karena pendidikan merupakan instumen paling
ampuh untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat agar tidak timbul konflik etnis, budaya dan
agama.
Dari beberapa pemahaman tentang pendidikan multikultural di atas, dapat disimpulkan bahwa
substansi dari pendidikan multikultural yaitu memberikan penekanan kepada pengembangan sikap
37
Fastabiq: Jurnal Studi Islam
ISSN 2723-0228
Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2021
toleransi dan menghargai orang atau sekelompok orang yang berbeda agama, budaya, sosial, ras,
dan lain-lain.
38
Fastabiq: Jurnal Studi Islam
ISSN 2723-0228
Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2021
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”
Ayat ini menegaskan pada kita bahwa Allah Swt menciptakan manusia yang terdiri dari
berbagai jenis kelamin, suku, bangsa, serta intrerprestasi yang berbeda-beda.
Kedua, Membangun kepercayaan (mutual trust) dan saling pengertian (mutual understanding).
Suatu hal yang logis akan kemajemukan manusia di dunia, tenrunya diperlukan pendidikan yang
berorientasi kepada kebersamaan dan penanaman sikap toleran, demokratis, serta kesetaraan hak.
Implementasi menghargai perbedaan dimulai dengan sikap saling menghargai dan menghormati
dengan tetap menjunjung tinggi persatuan dan persaudaraan. Hal tersebut dalam Islam lazim disebut
tasāmuḥ (toleransi). Dalam Islam juga terdapat ayat-ayat Al-Qur’an yang menekankan akan
pentingnya saling percaya, pengertian, dan menghargai orang lain, diantaranya ayat yang
menganjurkan untuk menjauhi berburuk sangka dan mencari kesalahan orang lain yaitu Al-Qur’an
Surat al-Ḥujurāt ayat 12:
“ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian
dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain.
Dalam konteks yang sama, Islam mengajarkan agar seseorang tidak mudah menjatuhkan
vonis dan selalu mengedepankan klarifikasi (tabayyun). Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Allah
Swt dalam Q.S. al-Ḥujurāt ayat 6:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka
periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”
Ketiga, Menjunjung tinggi saling menghargai (mutual respect). Islam selalu mengajarkan untuk
selalu menghormati, menghargai, dan berkasih sayang terhadap siapapun. Bahkan terhadap non
muslim pun, Allah mengajarkan manusia melalui al-Qur’an yang mulia. Selain itu, Allah juga
memberikan penegasan bahwa setiap manusia diperbolehkan memilih agama yang mereka yakini
dan mereka anggap benar menurut hati mereka. Menurut Roem Rowi, tidak dipaksakannya manusia
untuk kembali bersatu dalam agama yang satu yakni Islam dikarenakan dua hal, yaitu: pertama,
karena agama adalah keyakinan yang akan memberikan ketenangan dan kepuasan batin dan
39
Fastabiq: Jurnal Studi Islam
ISSN 2723-0228
Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2021
bahkan sebaliknya akan melahirkan sifat kemunafikan yang sangat dibenci oleh Allah Swt. Kedua,
karena telah nyata jalan menuju kebenaran, sebagaimana jalan menuju kesesatan, sementara
manusia telah dilengkapi dengan perangkat akal
Keempat, Terbuka dalam berpikir. Pendidikan seyogyanya memberi pengetahuan baru tentang
bagaimana berfikir dan bertindak, bahkan mengadopsi dan beradaptasi terhadap kultur baru yang
berbeda, kemudian direspons dengan fikiran terbuka dan tidak terkesan eksklusif. Peserta didik
didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir sehingga tidak ada kejumudan dan
keterkekangan dalam berfikir. Penghargaan al-Qur’an terhadap mereka yang mempergunakan akal,
bisa dijadikan bukti representatif bahwa konsep ajaran Islam pun sangat responsif terhadap konsep
29
berfikir secara terbuka.
Kelima, Apresiasi dan Interdependensi Karakteristik ini mengedepankan tatanan sosial yang
care (peduli), dimana semua anggota masyarakat dapat saling menunjukan apresiasi dan
memelihara relasi, keterikatan, kohesi, dan keterkaitan sosial yang rekat, karena bagaimanapun juga
manusia tidak bisa survive tanpa ikatan sosial yang dinamis. Konsep seperti ini banyak termaktub
dalam al-Qur’an, salah satunya Q.S. al-Māidah ayat 2 yang menerangkan betapa pentingnya prinsip
tolong menolong dalam kebajikan, memelihara solidaritas dan ikatan sosial (takwa), dengan
menghindari tolong menolong dalam kejahatan. Dalam ayat tersebut Allah Swt menegaskan hal
tersebut yaitu yang artinya sebagai berikut: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. Redaksi ayat tersebut
mengisyaratkan bahwa tolong menolong yang dapat mengantarkan manusia, baik sebagai individu
atau kelompok, kepada sebuah tatanan masyarakat yang kokoh dalam bingkai persatuan dan
30
kebersamaan adalah tolong menolong dalam hal kebaikan, kejujuran dan ketaatan .
Keenam, Resolusi konflik dan rekonsiliasi kekerasan Konflik dalam berbagai hal harus
dihindari, pendidikan harus mengfungsikan diri sebagai satu cara dalam resolusi konflik. Adapun
resolusi konflik belum cukup tanpa rekonsiliasi, yakni upaya perdamaian melalui sarana
pengampunan atau memaafkan. Pemberian ampun atau maaf dalam rekonsiliasi adalah tindakan
tepat dalam situasi konflik komunal. Dalam ajaran Islam, seluruh umat manusia harus
mengedepankan perdamaian, cinta damai dan rasa aman bagi seluruh makhluk. Juga secara tegas
al-Qur’an menganjurkan untuk memberi maaf, membimbing kearah kesepakatan damai dengan cara
musyawarah, duduk satu meja dengan prinsip kasih sayang. Apabila terjadi perselisihan, maka Islam
menawarkan jalur perdamaian melalui dialog untuk mencapai mufakat. Hal ini tidak membedakan ras,
warna kulit, etnik, kebudayaan dan bahkan agama. Kesadaran terhadap kehidupan yang multikultural
pada akhirnya akan menjelma menjadi suatu kesatuan yang harmonis yang memberi corak
persamaan dalam spirit dan mental. Untuk memperoleh keberhasilan bagi terealisasinya tujuan mulia
yaitu perdamaian dan persaudaraan abadi di antara orang-orang yang pada realitasnya memang
memiliki agama dan iman berbeda, perlu kiranya sebuah keberanian mengajak pihak-pihak yang
40
Fastabiq: Jurnal Studi Islam
ISSN 2723-0228
Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2021
SIMPULAN
Pendidikan multikultural dalam persepktif Islam secara esensial mengajarkan kepada manusia
untuk bersikap egaliter, meskipun berbeda. Mampu membangun kepercayaan dengan pribadi yang berbeda
suku, agama, bangsa, bahasa, dan lain-lain. Kemudian muncul perilaku saling menghargai satu sama lain,
41
Fastabiq: Jurnal Studi Islam
ISSN 2723-0228
Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2021
sebagai upaya untuk menghindari konflik dan pada gilirannya agar hidup berdampingan dengan saling peduli
agar tercipta perdamaian di dunia.
ENDNOTES
1
Mufid Rizal Sani (2017) Pendidikan Multikultural dan Implementasinya dalam Pembelajaran. Jurnal
Tawadhu. Vol. 1 Nomor 2. 2017. Hal. 220-243.
2
Febri Santi (2016) Pendidikan Multikultural Dalam Pendidikan Islam. Turats: Jurnal Penelitian dan
Pengabdian. Vol. 4 No. 1. Januari-Juni 2016. Hal. 36-48.
3
Choirul, Mahfud (2009) Penddiikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal:33
4
Rinto, Fikriyah, Iman, B. N., Hanikah, Munajim, A., Sati, Setiana, D., Darmini, M., & Karim, A. (2020).
Scientific process skills learning, biotechnology materials, and character building. International
Journal of Pharmaceutical Research, 12(4), 2044–2051.
5
Maslikhah (2007) Quo Vadis Pendidikan Multikultural: Rekontuiksi Sistem Pendidikan Berbasis
Kebangsaan. Surabaya: JP Book. Hal:748
6
M. Ainul Yaqien (2003) Pendidikan multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan
Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media. Hal:3
7
H.A.R Tilaar (2004) Multikulturalisme: Tantangan-tantangan Global Msa Depan dan transformasi
Pendiikan Nasional. Jakarta: Grasindo: Hal: 9-10
8
Syamsudin Din (2002) Etika agama dalam membangun masyarakat madani.Jakarta:Logos Ilmu. Hal:
102
9
Hefni Zein (2013) Pengembangan pendidikan islam multikulrutal berbasis manajemen sumber daya
alam. Tadris.8. Hal:109
10
Mansir, F., & Karim, A. (2020) Islamic education learning approaches in shaping students’
emotional intelligence in the digital age. HAYULA: Indonesia Journal of Multidisciplinary Islamic
Studies, 4(1), 67–86.
11
Ainurrafiq Dawam (2006) Pendidikan multikultural . Yogyakarta: Inspeal. Hal:74
12
Karim, A. 2016. Pembaharuan pendidikan Islam multikulturalis. Jurnal Pendidikan Agama Islam -
Ta’lim, vol. 14, no. 1, 19–35.
13
Purwasito, Andrik (2015) Komunikasi multikultural. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Hal:134
14
ibid
15
Yaqin, Ainul (2005) Pendidikan Multikultural (Croos Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan).
Yogyakarta: Pilar Media
16
Ali, Ismail, , Halah Ahmed (2016) Multicultural Education: Teachers’ Perceptions and Preparation
Department Curriculum and Instruction, School of Education, Journal of Education and Practice Vol.7,
No.11. Hal:140
17
Ainurrafiq, Dawam (2006) Pendiikan multikultural . Yogyakarta: Inspeal. Hal:75
18
Rufaida, Hasna (2017) Menumbuhkan Sikap Multikultural melalui Internalisasi Nilai-nilia Multikultural
dalam Pembelajaran. Sosio Didaktika: Social Science Education Journal, 4 (1), Jakarta. Hal:15
19
Suryana& Rusdiana (2015) Pendidikan Multikultural. Bandung: Pustaka Setia. Hal:196
20
Cho, Hyunhee dan Womans, Ewha (2017) Navigating the Meanings of Social Justice, Teaching for
Social Justice, and Multicultural Education Vol. 19, No. 2 International Journal of Multicultural
Education.Hal:11
21
Choirul, Mahfud (2009) Penddiikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal:176
22
Na’im. Pedidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi, 50-51.
23
Nana Najmina. Pendidikan Multikultural dalam membentuk Karakter Bangsa indonesia. Jurnal
Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial. Vol. 10 No. 2. Tahun 2018. Hal 52-56.
24
Suryana& Rusdiana (2015) Pendidikan Multikultural. Bandung: Pustaka Setia. Hal:200-201
25
Soekmono, Roostrianawahti (2017) Pendidikan Multikultural melalui Program Bahasa Holistik.
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Volume 11 Edisi 2. Hal: 311
26
Said Agil Husin Al-Munawar (2002) Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Cet II.
(Jakarta: Ciputat Press) hal 404.
27
Syaikh Muhammad Al-Ghazali (2008) Al-Qur’an Kitab Zaman Kita: Mengaplikasikan Pesan Kitab
Suci dalam Konteks Masa Kini (Bandung: PT Mizan Pustaka)
42
Fastabiq: Jurnal Studi Islam
ISSN 2723-0228
Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2021
28
Zakiyyuddin Baidhawy (2005) Pendidikan Agama Berwawasan Multikulural. Jakarta: Penerbit
Erlangga .Hal: 98-99
29
Heru Suparman (2017) Pendidikan Multikultural Persepektif Al-Qur’an. Jurnal Mumtaz Vol. 1 Nomor
2 Tahun 2017 hal. 87-108
30
Muzakkir (2018) Pendidikan Islam Tentang Pendidikan Multikultural. Journal.UIN. Alaudin
Makassar, Vol. 7 Nomor 1 Tahun 2018. Hal 96-112.
31
Ibid Hal. 96-112
32
Mahrus As’ad (2009) Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal:26
43
Fastabiq: Jurnal Studi Islam
ISSN 2723-0228
Vol. 2 No. 1 Bulan Juni Tahun 2021
REFERENSI
44