Makalah Muhamad Rafi.

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

“Berfikir Demokrasi”

Nama : MUHAMAD RAFI


Kelas : XII-IPA 5
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Demokrasi di Indonesia selalu menjadi perbincangan dan diskusi yang sangat hangat. Jika
dikaji, demokrasi yang ada di Indonesia adalah demokrasi ala barat yang sudah lama
kehilangan hikmah. Anehnya, umat Islam menilai bahwa demokrasi adalah hikmah. Hal ini
berdasarkan riwayat yang menyatakan: “Hikmah itu ibarat sesuatu yang dari lingkaran umat
Islam. Jika kita menemukan, tentu kita ambil dan tidak peduli siapa yang dibelakang. Yang
baik, tentu kita transfer”. Oleh karena itu, pembahasan demokrasi dalam konteks NU urgen
ditelaah.

Demokrasi Berasal dari bahasa Yunani “Demos” yang berarti Rakyat, dan “Kratos/Kratien”
yang berarti Kekuasaan. Sehingga konsep dasar demokrasi adalah “Rakyar Berkuasa”

Demokrasi adalah “pemerintahan oleh rakyat, kekuasaan tertinggi berada di tangan


rakyat da dijalankan langsungoleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di
bawah sistem pemerintahan bebas”.

Demokrasi secara harfiah berarti Pemerintahan Rakyat. Dalam istilah ilmu politik,
Demokrasi adalah sistem pemerintahan dimana penguasaan harus
mempertanggungjawabkan kebijakannya kepada rakyat yang dilaksanakan secara
tidak langsung oleh wakil-wakil yang dipilih melalui pemilihan umum yang kompetitif,
bebas, dan jujur. Dalam prakteknya demokrasi kini diterapkan dalam bentuk
kelembagaan yakni Trias Politika yang memisahkan kekuasaan

menjadi badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif

Pada permulaan pertumbuhannya, demokrasi telah mencakup beberapa azas dan


nilai yang diwariskan kepadanya dari masa yang lampau, yaitu gagasan mengenai
kebebasan beragama yang dihasilkan oleh aliran reformasi serta peran-peran agama
yang menyusulnya.

Sistem demokrasi yang terdapat di negara kotaYunani Kuno abad ke-6 sampai ke-3
S.M. Merupakan demokrasi langsung, yaitu suatu bentuk pemerintah dimana hak
untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh
warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.

Demokrasi Merupakan tatanan yang mengatur hubungan antara agama dan rakyat
yang didasarkan atas nilai-nilai yang universal yaitu persamaan, kebebasan dan
pluralisme. Dilihat dari prinsip bahwa hubungan antara agama dan rakyat didasarkan
atas kontrak sosial dengan rakyat yang berhak membentuk pemerintahan, maka
demokrasi sebenarnya sejalan dengan ajaran Islam yang memandang pemerintah
sebagai amanah dan penegak keadilan. Dengan mengambil dalil dasar

Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 58;

‫ِاَّن َهّٰللا َي ۡا ُمُر ُك ۡم َاۡن ُتَؤ ُّدوا اَاۡلٰم ٰن ِت ِآٰلى َاۡه ِلَه ا ۙ َو ِاَذ ا َح َكۡم ُتۡم َب ۡي َن الَّن اِس َاۡن َتۡح ُك ُم ۡو ا ِباۡل َع ۡد ِل‌ ؕ ِاَّن‬
‫َهّٰللا ِنِع َّم ا َي ِع ُظ ُك ۡم ِبٖه‌ ؕ ِاَّن َهّٰللا َك اَن َس ِم ۡي ًۢع ا َب ِص ۡي ًر ا‬

Artinya:

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaikbaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.

Ayat ini mencerminkan beberapa prinsip: pertama, berlaku amanat. Setiap orang
mampu menjaga kehidupan materinya dan bekerja untuk menghidupi keluarga.
Seorang mukmin tidak diperkenankan untuk berlaku curang, bohong, dan khianat.
Kedua, berlaku adil dalam menetapkan hukum untuk kemaslahatan manusia. Respon
ulama yang timbul dalam menanggapi adanya sistem

demokrasi ini pun beragam. Hal ini dipengaruhi oleh persepsi tentang adanya
hubungan antara Islam dan negara.

Hakikat demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta


pemerintahan, memberikan penekanan padakeberadaan di tangan rakyat, baik dalam
penyelenggaraan negara maupun pemerintahan. Kekuasaan pemerintah berada di
tangan rakyat mengandung pengetian:
Pertama, Pemerintahan dari rakyat (Goverment of the people) berhubungan erat
dengan legitimasi pemerintah (legitimate goverment) dan tidak legitimasi (unlegitimate
goverment) dimata rakyat. Pemerintahan yang mendapatkan legitimasi rakyat berarti
suatu pemerintahan yang berkuasa mendapat pengakuan dan dukungan rakyat.
Sebaliknya pemerintahan yang tidak mendapat legitimasi rakyat berarti suatu
pemerintahan yang sedang memegang kendali kekuasaan

tidak mendapat pengakuan dan dukungan rakyat.

Kedua, Pemerintahan oleh rakyat (Goverment by people) berarti pemerintahan yang


menjalankan kekuasaan atas nama rakyat dan pengawasannya dijalankan oleh rakyat
bukan oleh siapa-siapa atau

lembaga pengawasan yang ditunjuk oleh pemerintah.

Ketiga, Pemerintahan untuk rakyat (Goverment for people) merupakan suatu


pemerintahan yang mendapat mandatkekuasaan yang diberikan oleh rakyat untuk
menjalankan pemerintahannyasemata-mata

berorientasi kepada kepentingan rakyat secara keseluruhan.

Demokrasi menempati posisi vital dengan salah satu pilar demokrasi adalah prinsip
Trias Politica yang membagi ketiga

kekuasaan politik negara (Eksekutif, Yudikatif, dan Legistatif) untuk

diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (Independent) dan
berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi
ketiga jenis lembaga ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling
mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip Checks and Balances.

Paling tidak ada tiga kelompok atau pandangan pemikiran para teoretisi dan praktisi
politik Islam terhadap demokrasi, yang sesuai dan didasarkan pada paradigma dan
argumentasi teologisnya, yang berkembang di dunia Muslim.

Pertama, kelompok yang menolak demokrasi (konservatif), pada kelompok ini sangat
terang-terangan menolak adanyahubungan apalagi keterpaduan antara Islam dan
demokrasi, yang merupakan produk pemikiran politik Barat. Ada beberapa ulama
yang berpandangan menentang adanya kesinambungan antara Islam dan demokrasi.
Tokoh pemikiran dalam kelompok ini antara lain dipelopori oleh Syakh Fadhallah
Nuri, Thabathabai dari Iran, Sayyid Quthb dan al-Syya’rawi dari Mesir, serta Ali
Benhadj dari Aljazair. Menurut mereka bahwa dalam Islam tidak ada tempat yang
layak bagi demokrasi, yang karenanya Islam dan Demokrasi tidak bisa

dipadukan.

Kedua, kelompok yang mengakui adanya perbedaan (liberal), Mereka mengemukakan


bahwa antara Islam dan demokrasi memiliki keterkaitan yang erat dan berdampingan.
Berangkat dari doktrin kedaulatan tuhan dalam bentuk syari’ah (hukum tuhan) yang
membatasi kedaulatan tuhan. Tokoh pemikiran pada kelompok ini diprakarsai oleh
Abul’ala Al-Maududi, Muhammad Iqbal, serta Muhammad Dhiya Al-Din Rais.
Menurut pandangan Abul’ala AlMaududi, Demokrasi dan Islam memiliki kemiripan
pada wawasan diantara keduanya.

Akan tetapi, perbedaannya terletak pada kenyataan bahwa kalau dalam sistem barat,
suatu negara demokratis menikmati hak-hak kedaulatan mutlak, maka dalam
demokrasi Islam, kekhilafahan ditetapkan untuk dibatasi oleh batas-batas yang telah
digariskan hukum

ilahi.

Ketiga, Kelompok yang menerima demokrasi sepenuhnya (moderat), berbeda dengan


kelompok dua aliran diatas, kelompok ini tidak memihak ke salah satu darinya,
kelompok pemikiran ketiga ini melihat bahwa Islam didalam dirinya demokratis oleh
karenanya menerima sepenuhnya demokrasi sebagai sesuatu yang universal. Tokoh
pemikiran pada kategori kelompok ketiga ini antara lain, Fahmi Huwaidi, Nurcholis
Majid, Muhammad Husein Heikal, dan Abdurrahman
Wahid dan Ahmad Syafi’i Ma’arif.

Kaum Muslimin di Indonesia tak pernah ragu menerima dan menyerap nilai-nilai
demokrasi yang sudah sejak lama diperjuangkan bukan hanya oleh para pendiri
bangsa, tetapi juga oleh oraganisasi Islam maenstream yang terus menggagas Islam
yang kontekstual, yaitu mampu merespon persoalan masa kini.

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah merupakan dua


organisasi Massa Islam terbesar di Indonesia, dan memiliki peran yang sangat penting
dalm proses demokratisasi di Indonesia. Menurut Ketua PP Muhammadiyah Din
Syamsudin menegaskan, Islam memang memainkan peran penting dalam memajukan
demokrasi di Indonesia.

“Dapat dikatakan bahwa demokrasi di Indonesia tidak akan berjalan tanpa partisipasi
masyarakat Muslim”, ujarnya. Lebih jauh dia

menyatakan, Islam bukanlah ancaman bagi demokrasi dan

sesungguhnya nilai-nilai demokrasi sesuai dengan ajaran Islam. Meski demikian, dia
mengakui terdapat polemik diantara para pemikir politik muslim, apakah Islam pro
demokrasi atau tidak. “Namun demikian, banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah
nabi yang mendukung nilainilai demokrasi. Pada kasus di Indonesia. Banyak para
pemikir politik muslim dan aktivis yang telah menyarankan demokrasi sebagai bentuk
terbaik dalam pemerintahan”, jelasnya.

Din mengemukakan, para pemimpin muslim dari organisasi massa Islam terbesar di
Indonesia, yakni Muhammadiyyah dan Nahdlatul Ulama (NU) telah berulang kali
menyatakan bahwa

Pancasila sebagai dasar negara merupakan hal yang final. “Masyarakat Islam di
Indonesia telah berkomitmen untuk memastikan adanya demokrasi pluralistik dan di
dalamnya Islam memainkan suatu peranan penting untuk memantapkan demokrasi”.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur), bagi Gus Dur,
demokrasi akan menyatukan beragam arah kecenderungan dan kekuatan bangsa,
mengingat demokrasi menghendaki adanya kesanggupan untuk melihat masyarakat

Pada pandangan NU, Indonesia adalah sebuah negara yang mempunyai karakternya
sendiri: Keragaman suku bangsa, Keragaman bahasa, dan Keragaman agama, serta
dari segi Geografi terdiri dari ribuan pulau. Karena itu, NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 adalah harus diterima
dan final sebagai negara bangsa (Nation State). Dengan pandangan NU mengenai
Pancasila yang merupakan dasar dan falsafah negara, sedangkan Islam adalah akidah
dan syari’ah yang meliputi hubungan

manusia dengan allah dan hubungan antar manusia.


Islam dan demokrasi merupakan dua bagian yang tak

terpisahkan di dalam kehidupan sosial dan politik. Kata demokrasi itu sendiri
sesungguhnya tidak ada didalam Al-Qur’an maupun Hadist, namun secara Implisit dan
substansial, dasar-dasar demokrasi ada dalam ajaran Islam.

Nilai-nilai dasar Islam dimaksud adalah prinsip al Musawah atau persamaan derajat
manusia di hadapan allah, yang membedakan seseorang dari yang lain adalah amal
perbuatannya. Al Hurriyyah , atau kemerdekaan dan kebebasan atas nama
pertanggungjawaban moral dan hukum oleh setiap individu yang mesti ditegakkan,
baik di dunia maupun di akhirat. Al Ukhuwwah , persaudaraan sesama manusia
sebagai salah satu spesies yang diciptakan dari bahan baku yang sama. Al Adalah ,
keadilan yang intinya pemenuhan hak-hak manusia sebagai individu maupun warga
masyarakat atau negara. Al Syura , musyawarah, di mana setiap warga masyarakat
mempunyai hak yang sama untuk berpartisipasi dalam urusan publik yang
menyangkut kepentingan bersama.

Adapun ajaran Islam mengenai hak ialah meliputi: Hifdz al NafsHifdz al Aql (hak
untuk berfikir), Hifdz al Mal (hak milik individu), Hifdz al Irdh (hak mempertahankan
nama baik), dan Hifdz al Nasl (hak untuk memiliki garis keturunan).

Prinsip dan nilai-nilai Islam di atas tak satupun yang bertentangan dengan sistem
demokrasi atau nilai-nilai hak asasi manusia (HAM). Atas dasar pemikiran tersebut,
NU berpandangan bahwa sistem demokrasi adalah sistem yang paling sesuai
diterapkan dalam sistem kenegaraan di Indonesia, karena sistem politik demokratis
merupakan tatanan sistem kenegaraan modern yang sampai sekarang belum ada
alternatifnya yang lebih baik, di dalamnya terkandung check and balance, terjaminnya
proses elite kekuasaan, serta persamaan hak

atas semua warga negara di mata hukum.

Anda mungkin juga menyukai