The Effect of The La Nina Phenomenon On Monthly Rainfall Anomalies in South Sulawesi

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 15

VOL.2 NO.

3 MARET 2022 : 35-49 E-ISSN 2809-5774


Adityo Wicaksono

PENGARUH FENOMENA LA NINA TERHADAP ANOMALI


CURAH HUJAN BULANAN DI SULAWESI SELATAN
THE EFFECT OF THE LA NINA PHENOMENON ON
MONTHLY RAINFALL ANOMALIES IN SOUTH SULAWESI
Adityo Wicaksono
Stasiun Klimatologi Maros, Jl. Dr. Ratulangi No. 75 A, Maros, 90515
Email: [email protected]

ABSTRAK

Curah hujan di wilayah Indonesia sangat sulit diprediksi, karena sifatnya yang dinamis,
kondisi fisis yang terlibat baik secara lokal hingga global sangat kompleks. Salah satu
fenomena yang berkaitan erat dengan variabilitas curah hujan dan hari hujan yaitu
fenomena El Nino Southern Oscilation (ENSO) yang terbagi 2 fase yaitu El Nino dan La
Nina. Pada saat kondisi La Nina, suhu muka laut di Pasifik Ekuator Timur lebih rendah dari
pada kondisi normalnya. Sedangkan suhu muka laut di wilayah Indonesia menjadi lebih
hangat, Sehingga fenomena La Nina sering mengakibatkan curah hujan jauh di atas
normal. Penelitian ini menggunakan data curah hujan bulanan di 50 stasiun di provinsi
Sulawesi Selatan selama periode 1991 – 2020 dan data Oceanic Nino Index (ONI) untuk
melihat anomali curah hujan bulanan. Hasil penelitian menunjukkan Pengaruh kejadian La
Nina terhadap anomali curah hujan bulanan di Sulawesi Selatan sangat signifikan ketika
memasuki periode musim kemarau atau pada saat fase kering hingga masuk awal musim
penghujan atau fase basah di wilayah Sulawesi Selatan yaitu pada bulan Juni – November
dengan nilai persentase secara umum sebesar 20 s.d > 70 %.
Kata kunci : Curah Hujan, La Nina, Anomali.

ABSTRACT
Rainfall in Indonesia is very difficult to predict, because of its dynamic nature, the physical
conditions involved both locally and globally are very complex. One of the phenomena that
is closely related to the variability of rainfall and rainy days is the El Nino Southern
Oscilation (ENSO) phenomenon which is divided into 2 phases, namely El Nino and La
Nina. During La Nina conditions, sea surface temperatures in the Eastern Equatorial Pacific
are lower than normal conditions. Meanwhile, the sea surface temperature in Indonesia is
getting warmer, so the La Nina phenomenon often results in rainfall far above normal. This
study uses monthly rainfall data at 50 stations in South Sulawesi province during the period
1991 – 2020 and Oceanic Nino Index (ONI) data to see monthly rainfall anomalies. The
results show that the effect of La Nina events on monthly rainfall anomalies in South
Sulawesi is very significant when entering the dry season period or during the dry phase
until the beginning of the rainy season or wet phase in the South Sulawesi region, namely
in June - November with a general percentage value. by 20 to > 70%.
Keyword : Rainfall, La Nina, Anomalies.

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 35


VOL.2 NO.3 MARET 2022 : 35-49 E-ISSN 2809-5774
Adityo Wicaksono

1. Pendahuluan. wilayah yang memiliki pola curah


hujan equatorial dan lokal [4].
Sebagai negara kepulauan dengan
wilayah lautan yang luas dan berada Pola curah hujan bulanan di wilayah
antara Benua Asia dan Benua Barat Sulawesi Selatan mengalami
Australia serta diapit oleh Samudera intensitas hujan tinggi yaitu > 300
Pasifik dan Samudera Hindia mm/bulan pada bulan November –
mengakibatkan curah hujan wilayah Maret, dan periode dengan intensitas
Indonesia secara umum sulit untuk hujan rendah yaitu < 50 mm/bulan
diprediksi. Selain karena sifatnya pada bulan Mei – Oktober.
yang dinamis, kondisi fisis yang Sedangkan wilayah Sulawesi Selatan
terlibat baik secara lokal hingga bagian Timur mengalami periode
global sangat kompleks. Hal tersebut hujan dengan intensitas tinggi > 300
mengakibatkan terjadinya variabilitas mm/bulan pada bulan Mei – Juni, dan
curah hujan dan tentunya adanya mengalami periode hujan dengan
variabilitas musim [1]. intensitas rendah yaitu < 50
mm/bulan pada bulan Agustus –
Salah satu fenomena yang berkaitan Oktober [5].
erat dengan variabilitas curah hujan
dan hari hujan yaitu fenomena El Berdasarkan hal di atas, maka
Nino Southern Oscilation (ENSO) [2]. dilakukan penelitian terkait
Berbagai kejadian bencana di bagaimana hubungan fenomena
Indonesia, termasuk di wilayah ENSO khususnya fase La Nina
Sulawesi Selatan menunjukkan dengan curah hujan bulanan di
bahwa sebagian besar bencana provinsi Sulawesi Selatan. Untuk
terkait dengan fenomena ENSO [2]. melihat bagaimana pengaruh La Nina
terhadap anomali curah hujan
ENSO adalah sebuah fenomena bulanan di wilayah Sulawesi Selatan.
penyimpangan dari suhu muka laut di
Samudra Pasifik Ekuator bagian
Tengah dan Timur. ENSO 2. Landasan Teori.
merupakan Global Climate System
2.1 La Nina.
yang terjadi nonperiodik. El Nino
diidentifikasi melalui terjadinya La Nina adalah peristiwa
kenaikan suhu muka laut di wilayah menyimpangnya perilaku Samudera
perairan Pasifik Ekuator, sedangkan Pasifik. La Nina ditandai dengan
La Nina adalah kondisi sebalikannya suhu permukaan laut yang mendingin
pada wilayah yang sama. El Nino jauh dari normalnya pada area yang
dapat menyebabkan turunnya suhu sangat luas, meliputi Samudera
muka laut di wilayah perairan Pasifik bagian Tengah dekat French
Indonesia dan La Nina cenderung Polynesia. Ketika lautan
meningkatkan suhu permukaan laut menyimpang maka atmosfer juga
di perairan Indonesia [3]. menyimpang, sehingga terjadi
penyimpangan iklim [6].
Pola curah hujan pada Provinsi
Sulawesi Selatan terdapat tiga tipe Fenomena La Nina merupakan
pola curah hujan diantaranya yaitu kebalikan dari El Nino. Peristiwa ini di
tipe monsun, tipe equatorial dan tipe mulai ketika El Nino mulai melemah,
lokal. Wilayah Sulawesi Selatan dan air laut yang panas di pantai Peru
bagian Barat dan Selatan merupakan - Ekuator kembali bergerak ke arah
wilayah yang mempunyai pola curah barat, air laut di tempat itu suhunya
hujan monsun, untuk Sulawesi kembali seperti semula (dingin), dan
Selatan bagian Timur merupakan upwelling muncul kembali, atau

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 36


VOL.2 NO.3 MARET 2022 : 35-49 E-ISSN 2809-5774
Adityo Wicaksono

kondisi cuaca menjadi normal minimal selama 3 bulan berturut-


kembali [7]. turut.
3. La Nina kuat (Strong La Nina), jika
La Nina tidak dapat dilihat secara
penyimpangan suhu muka laut di
spesifik, periodenya pun tidak tetap.
Pasifik ekuator < -1,5º C dan
Rata-rata La Nina terjadi secara 3
berlangsung minimal selama 3
tahun hingga 5 tahun sekali. Dan
bulan berturut-turut.
dapat berlangsung 12 bulan hingga
36 bulan, La Nina tidak mempunyai
2.2 The Oceanic Nino Index (ONI).
periode yang tetap sehingga semua
diperkirakan kejadiannya pada 6 ONI (Oceanic Nino Index) adalah
bulan hingga 9 bulan sebelumnya. indeks yang menunjukkan
Pada saat kondisi La Nina, suhu pembagian daerah dan mengukur
muka laut di Pasifik Ekuator Timur nilai SST (Sea Surface Temperature)
lebih rendah dari pada kondisi di daerah - daerah tersebut di laut
normalnya. Sedangkan suhu muka Pasifik. ONI ini melihat juga
laut di wilayah Indonesia menjadi perubahan nilai SST (Sea Surface
lebih hangat. Sehingga terjadi Temperature) dari rata - rata daerah
banyak konveksi dan mengakibatkan Nino 3.4. Diambil rata - rata 3 bulan
massa udara berkumpul di wilayah dijalankan dan dilihat nilai perubahan
Indonesia, termasuk massa udara SST sama dengan analisis SST (Sea
dari Pasifik Ekuator Timur. Hal Surface Temperature) historis [2].
tersebut menunjang pembentukan
awan dan hujan. Sehingga fenomena ONI (Oceanic Nino Index) adalah
La Nina sering mengakibatkan curah salah satu indeks utama yang
hujan jauh di atas normal yangbisa digunakan untuk memantau ENSO
menimbulkan banjir dan tanah (El Nino Southern Oscillation). ONI
longsor, bahkan sering diikuti angin (Oceanic Nino Index) dihitung
kencang [2]. dengan rata - rata suhu permukaan
laut anomali di daerah Timur -
Tengah Ekuator Samudera Pasifik,
yang disebut wilayah Nino 3.4 (5°LS
- 5°LU dan 170°BB - 120°BB).

Nilai ONI dihitung berdasarkan suhu


permukaan laut rata - rata di wilayah
Nino 3.4 untuk setiap bulan, dan
kemudian dirata-ratakan dengan nilai
Gambar 1. Kondisi La Nina. - nilai dari bulan sebelumnya dan
berikutnya. Nilai rata-rata 3 (tiga)
Berdasarkan intensitasnya, La Nina bulan dibandingkan dengan rata -
di kategorikan sebagai berikut [8] : rata 30 tahun. Kemudian diamati
perbedaan dari suhu rata - rata di
1. La Nina Lemah (Weak La Nina), wilayah itu, apakah pada wilayah
jika penyimpangan suhu muka laut tersebut hangat atau dingin.
di Pasifik ekuator -1,0º C s/d -0,5º Peristiwa ENSO didefinisikan jika
C dan berlangsung minimal ONI ≥ +0,5°C maka terjadi anomali
selama 3 bulan berturut-turut. hangat (El Nino), jika ONI ≤ -0,5°C
2. La Nina sedang (Moderate La maka terjadi anomali dingin (La Nina)
Nina), jika penyimpangan suhu [8].
muka laut di Pasifik ekuator -1,5º
C s/d -1,0º C dan berlangsung

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 37


VOL.2 NO.3 MARET 2022 : 35-49 E-ISSN 2809-5774
Adityo Wicaksono

3. Data dan Metode. Tabel 1. Pos hujan penelitian.


No Kabupaten ZOM Stasiun
Data yang digunakan dalam 1 Bantaeng 291 DAMPANG
penelitian ini adalah sebagai berikut : 2 Bantaeng 291 BIPPL LAMALAKA
3 Barru 287 SUMPANG BINANGAE
a. Data Nino 3.4 SST Index ONI 4 Barru 302 BPP. PALANRO
5 Bone 297 PG. AROSOE
selama periode tahun 1991 – 6 Bone 298 MACOPE / AWANGPONE
2020 [8]. 7 Bone 299 BPP. BENGO / SELLI
b. Data curah hujan dari 8 Bulukumba 291 BPP. TANAH KONGKONG
9 Bulukumba 292 TANAH JAYA / KAJANG
pengamatan pos hujan yang ada 10 Enrekang 301 MAIWA / MAROANGIN
di Provinsi Sulawesi Selatan 11 Enrekang 304 ENREKANG (KOTA)
yang diperoleh dari Kantor 12 Gowa 288 BBI. HORTI / BONTO-BONTO
13 Gowa 289 BB. MALINO / BPP. TINGGI MONCONG
BMKG Stasiun Klimatologi Kelas 14 Gowa 294 BPP. MALAKAJI
I Maros. Data yang digunakan 15 Jeneponto 287 BPP. BENTENG
merupakan data rata – rata per 16
17
Jeneponto
Luwu
290
309
BONTO MATENE
LAROMPONG
bulan dari 50 pos hujan dengan 18 Luwu 309 SULI
periode data selama 30 tahun 19 Luwu Timur N42 BPP. ANGKONA
20 Luwu Timur N43 WASUPONDA / NUHA
yaitu tahun 1991 – 2020. Data 21 Luwu Utara N40 AMASANGEN / MALANGKE
dari lokasi tersebut mewakili 22 Luwu Utara N41 DIPERTA MASAMBA
setiap Kabupaten/Kota dan ZOM 23 Makassar 286 BPP. BAROMBONG
24 Makassar 287 PANAKUKKANG / BIRING ROMANG
(Zona Musim) di Provinsi 25 Maros 288 BATUBASSI
Sulawesi Selatan. 26 Maros 296 BPP. MALLAWA
27 Palopo N40 WARA
28 Pangkep 287 BPP. MARANG
29 Pangkep 288 BALOCCI / BALLEANGIN
30 Pare-Pare 302 BUKIT HARAPAN / SOREANG
31 Pinrang 302 BPP. LANGGA / M. SOMPE
32 Pinrang 302 BPP. MANANRANG / M. BULU
33 Pinrang 305 TODOKKONG / TUPPU
34 Selayar 293 BATANGMATA / BONTOMATENE
35 Selayar 293 MATTALALANG / BONTOHARU
36 Sidrap 300 AMPARITA / TELLU LIMPOE
37 Sidrap 303 LANRANG
38 Sinjai 294 BIKERU / S. SELATAN
39 Sinjai 294 MANIPI / TASSILILU / S. BARAT
40 Sinjai 295 BPP. LAPPADATA / S. TENGAH
41 Soppeng 299 BPP. PATTOJO / LILIRIAJA
42 Soppeng 299 WATAN SOPPENG
43 Takalar 286 BPPK. GALESONG
44 Takalar 286 BPPK.PATTALLASSANG
Gambar 2. Lokasi Penelitian. 45 Takalar 287 PG. TAKALAR/ EX SMPK
46 Tana Toraja 310 MEBALI
50 pos hujan yang digunakan 47 Toraja Utara N41 LEANG TANDUK / BPP RANTEPAO
48 Wajo 300 BBU. CANRU / S. PARU
merupakan pos hujan dengan 49 Wajo 300 MENGE / BELAWA
ketersediaan atau kelengkapan data 50 Wajo 301 SIWA / P. PANUA / KALUKU
bulanan yang bagus selama periode
tahun 1991 – 2020. Metode pengolahan data
menggunakan aplikasi Microsoft
Office Excel dan untuk pembuatan
peta menggunakan aplikasi ArcGis.
Adapun langkah - langkah
pengerjaan dapat dilihat pada
gambar berikut :

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 38


VOL.2 NO.3 MARET 2022 : 35-49 E-ISSN 2809-5774
Adityo Wicaksono

e. Membuat peta hasil persentase


anomali curah hujan bulanan,
dengan nilai negatif menunjukkan
penurunan curah hujan bulanan
dan nilai positif menunjukkan
peningkatan curah hujan
bulanan.

4. Hasil dan Pembahasan.

4.1 Identifikasi Kejadian La Nina.

Berikut hasil identifikasi tahun –


tahun kejadian La Nina pada setiap
bulan selama periode tahun 1991 s.d
2020 berdasarkan data Oceanic Nino
Index (ONI) .
Tabel 2. Identifikasi kejadian La Nina.

BULAN TAHUN KEJADIAN LA NINA


Gambar 3. Kerangka kerja pengolahan 1996, 1999, 2000, 2001, 2006, 2008, 2009,
data. JANUARI
2011, 2012, 2018
1996, 1999, 2000, 2006, 2008, 2009, 2011,
Penjelasan dari gambar di atas FEBRUARI
2012, 2018
adalah sebagai berikut : MARET
1996, 1999, 2000, 2006, 2008, 2009, 2011,
2012, 2018
a. Mengidentifikasi bulan dan tahun APRIL 1999, 2000, 2008, 2011
kejadian La Nina sesuai data MEI 1999, 2000, 2008, 2011
JUNI 1999, 2000, 2008, 2010
Indeks ONI [8].
JULI 1998, 1999, 2000, 2007, 2010
b. Menentukan nilai rata – rata AGUSTUS 1995, 1998, 1999, 2007, 2010, 2011, 2020
curah hujan bulanan di 50 pos 1995, 1998, 1999, 2007, 2010, 2011, 2016,
hujan sesuai tabel 1. SEPTEMBER
2020
c. Menentukan nilai curah hujan 1995, 1998, 1999, 2000, 2007, 2010, 2011,
OKTOBER
pada setiap bulan pada tahun – 2016, 2017, 2020
tahun kejadian La Nina. 1995, 1998, 1999, 2000, 2005, 2007, 2008,
NOVEMBER
2010, 2011, 2016, 2017, 2020
d. Menentukan anomali curah hujan
1995, 1998, 1999, 2000, 2005, 2007, 2008,
bulanan pada tahun – tahun DESEMBER
2010, 2011, 2016, 2017, 2020
kejadian La Nina tehadap rata –
rata curah hujan bulanan pada Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa
periode tahun 1991 s.d 2020, kejadian La Nina terpanjang terjadi
seperti rumus di bawah ini : pada pertengahan tahun 1998 s.d
pertengahan tahun 2000 yaitu sekitar
26 bulan. Selain itu berdasarkan
𝑋−𝑋𝑂
𝐴𝑛𝑜𝑚𝑎𝑙𝑖 = 𝑋 100 % (1) tabel tersebut hampir setiap 3 tahun
𝑋0
sekali selalu ada kejadian La Nina
dan umumnya durasi kejadian La
Dimana : Nina berlangsung selama kurang
lebih 4 - 6 bulan.
x = Curah hujan rata – rata saat
kejadian La Nina
xο = Curah hujan rata – rata
bulanan selama periode 1991
s.d 2020

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 39


VOL.2 NO.3 MARET 2022 : 35-49 E-ISSN 2809-5774
Adityo Wicaksono

4.2 Anomali Curah Hujan Bulanan. Namun ada beberapa wilayah


Sulawesi Selatan bagian Selatan dan
4.2.1 Januari.
daerah – daerah dataran tinggi di
Pada gambar 4 menunjukkan bahwa wilayah Sulawesi Selatan seperti
pada bulan Januari anomali curah Kabupaten Jeneponto, Bantaeng,
hujan umumnya pada kondisi normal Bulukumba, Bone, Soppeng,
atau sama dengan persentase -10 Enrekang, Tana Toraja, Toraja Utara,
s.d 10 % yang artinya fenomena La Luwu dan Luwu Timur mengalami
Nina tidak signifikan dalam penurunan curah hujan bulanan
menambah atau bahkan mengurangi sebesar 20 s.d 40 % pada saat
curah hujan pada bulan Januari. kejadian La Nina.

Gambar 4. Peta anomali curah hujan bulan Januari.

4.2.2 Februari. wilayah Sulawesi Selatan bagian


Selatan, Timur dan Utara seperti
Pada gambar 5 menunjukkan bahwa
Kabupaten Kepulauan Selayar,
pada bulan Februari wilayah
Bulukumba, Bone, Sinjai, Wajo,
Sulawesi Selatan bagian Barat
Luwu, Enrekang, Tana Toraja, Toraja
seperti Kabupaten Takalar, Gowa,
Utara, Luwu Utara, Luwu Timur dan
Maros, Pangkep, Barru, Pare-pare
Palopo mengalami penurunan curah
dan Makassar mengalami
hujan sebesar 10 s.d 40 % pada saat
peningkatan curah hujan bulanan
kejadian La Nina.
sebesar 20 s.d 40 %. Sedangkan

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 40


VOL.2 NO.3 MARET 2022 : 35-49 E-ISSN 2809-5774
Adityo Wicaksono

Gambar 5. Peta anomali curah hujan bulan Februari.

4.2.3 Maret. peningkatan curah hujan bulanan


sebesar 10 s.d 40 %. Sedangkan
Pada gambar 6 menunjukkan bahwa
wilayah Sulawesi Selatan bagian
pada bulan Maret wilayah Sulawesi
Timur dan Utara seperti Kabupaten
Selatan bagian Barat, Tengah dan
Sinjai, Bone, Soppeng, Wajo, Tana
Selatan seperti Kabupaten Bantaeng,
Toraja, Toraja Utara, Luwu Utara dan
Jeneponto, Takalar, Gowa, Maros,
Luwu Timur umumnya mengalami
Pangkep, Barru, Sidrap, Enrekang
penurunan curah hujan sebesar 10
dan Makassar mengalami
s.d 20 % pada saat kejadian La Nina.

Gambar 6. Peta anomali curah hujan bulan Maret.

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 41


VOL.2 NO.3 MARET 2022 : 35-49 E-ISSN 2809-5774
Adityo Wicaksono

4.2.4 April. Sedangkan wilayah Sulawesi Selatan


bagian Tengah, Timur dan Utara
Pada gambar 7 menunjukkan bahwa
seperti Kabupaten Bone, Soppeng,
pada bulan April wilayah Sulawesi
Wajo, Sidrap, Enrekang, Pinrang,
Selatan bagian Barat dan Selatan
Luwu, Tana Toraja dan Palopo
seperti Kabupaten Sinjai,
umumnya mengalami penurunan
Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto,
curah hujan sebesar 20 s.d 40 %
Takalar, Gowa, Maros, Pangkep,
pada saat kejadian La Nina.
Barru, Pare-pare dan Makassar
mengalami peningkatan curah hujan
bulanan sebesar 20 s.d 70 %.

Gambar 7. Peta anomali curah hujan bulan April.

4.2.5 Mei. bulanan sebesar 20 s.d 70 %.


Sedangkan sebagian wilayah
Pada gambar 8 menunjukkan bahwa
Sulawesi Selatan bagian Barat,
pada bulan Mei wilayah Sulawesi
Tengah dan Utara seperti Kabupaten
Selatan bagian Timur dan Selatan
Pinrang, Sidrap, Pare-pare dan
seperti Kabupaten Bulukumba,
Makassar umumnya mengalami
Bantaeng, Sinjai dan Bone
penurunan curah hujan sebesar 20
mengalami peningkatan curah hujan
s.d 40 % pada saat kejadian La Nina.

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 42


VOL.2 NO.3 MARET 2022 : 35-49 E-ISSN 2809-5774
Adityo Wicaksono

Gambar 8. Peta anomali curah hujan bulan Mei.

4.2.6 Juni. peningkatan curah hujan sebesar >


70 %. Sedangkan sebagian wilayah
Pada gambar 9 menunjukkan bahwa
dataran tinggi seperti Kabupaten
pada bulan Juni sebagian besar
Enrekang, Tana Toraja, Toraja Utara
wilayah Sulawesi Selatan umumnya
dan Luwu pada persentase -10 s.d 10
mengalami peningkatan curah hujan
% atau kondisi normal yang artinya
bulanan sebesar 20 s.d 70 %, namun
fenomena La Nina tidak signifikan
untuk sebagian wilayah Sulawesi
dalam menambah atau bahkan
Selatan bagian Barat khususnya
mengurangi curah hujan bulanan di
wilayah pesisir mengalami
wilayah tersebut.

Gambar 9. Peta anomali curah hujan bulan Juni.

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 43


VOL.2 NO.3 MARET 2022 : 35-49 E-ISSN 2809-5774
Adityo Wicaksono

4.2.7 Juli. Selatan bagian Barat dan Selatan


seperti Kabupaten Jeneponto,
Pada gambar 10 menunjukkan
Takalar, Gowa, Maros, Pangkep,
bahwa pada bulan Juli seluruh
Barru, Pinrang, Pare-pare dan
wilayah Sulawesi Selatan umumnya
Makassar dengan persentase
mengalami peningkatan curah hujan
sebesar > 70 % pada saat kejadian
bulanan dengan persentase antara
La Nina.
20 s.d > 70 %. Wilayah yang paling
signifikan mengalami peningkatan
curah hujan adalah wilayah Sulawesi

Gambar 10. Peta anomali curah hujan bulan Juli.

4.2.8 Agustus. Makassar, Maros, Pangkep, Barru,


Pare-pare, Pinrang, Bulukumba,
Pada gambar 11 menunjukkan
Sinjai, Bone, Soppeng dan Sidrap
bahwa pada bulan Agustus hampir
dengan persentase sebesar > 70 %.
seluruh wilayah Sulawesi Selatan
Sementara wilayah Sulawesi Selatan
umumnya mengalami peningkatan
bagian Utara seperti Kabupaten
curah hujan bulanan, dengan wilayah
Luwu, Palopo, Tana Toraja, Toraja
yang paling signifikan mengalami
Utara, Luwu Utara dan Luwu Timur
peningkatan curah hujan adalah
mengalami peningkatan curah hujan
wilayah Sulawesi Selatan bagian
dengan persentase 20 s.d 40 % pada
Barat, Selatan dan sebagian Timur
saat kejadian La Nina.
seperti Kabupaten Takalar, Gowa,

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 44


VOL.2 NO.3 MARET 2022 : 35-49 E-ISSN 2809-5774
Adityo Wicaksono

Gambar 11. Peta anomali curah hujan bulan Agustus.

4.2.9 September. wilayah Sulawesi Selatan bagian


Utara seperti Kabupaten Luwu, Luwu
Pada gambar 12 menunjukkan
Utara dan Luwu Timur yang
bahwa pada bulan September hampir
mengalami peningkatan curah hujan
seluruh wilayah Sulawesi Selatan
bulanan dengan persentase sebesar
umumnya mengalami peningkatan
20 s.d 70 %.
curah hujan bulanan dengan
persentase sebesar > 70 % pada
saat kejadian La Nina. Berbeda untuk

Gambar 12. Peta anomali curah hujan bulan September.

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 45


VOL.2 NO.3 MARET 2022 : 35-49 E-ISSN 2809-5774
Adityo Wicaksono

4.2.10 Oktober. Selatan bagian Utara seperti


Kabupaten Luwu, Luwu Utara dan
Pada gambar 13 menunjukkan
Luwu Timur yang mengalami
bahwa pada bulan Oktober seluruh
peningkatan curah hujan bulanan
wilayah Sulawesi Selatan umumnya
dengan persentase sebesar 20 s.d
mengalami peningkatan curah hujan
70 % saat kejadian La Nina.
bulanan dengan persentase sebesar
> 70 % pada saat kejadian La Nina.
Berbeda untuk wilayah Sulawesi

Gambar 13. Peta anomali curah hujan bulan Oktober.

4.2.11 November. berbeda untuk sebagian wilayah


Sulawesi Selatan bagian Tengah
Pada gambar 14 menunjukkan
seperti Kabupaten Pinrang dan
bahwa pada bulan November hampir
Enrekang pada persentase -10 s.d
seluruh wilayah Sulawesi Selatan
10 % atau kondisi normal yang
umumnya mengalami peningkatan
artinya fenomena La Nina tidak
curah hujan bulanan dengan
signifikan dalam menambah atau
persentase sebesar 20 s.d 40 % pada
bahkan mengurangi curah hujan
saat kejadian La Nina. Namun
bulanan di wilayah tersebut.

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 46


VOL.2 NO.3 MARET 2022 : 35-49 E-ISSN 2809-5774
Adityo Wicaksono

Gambar 14. Peta anomali curah hujan bulan November.

4.2.12 Desember. Makassar, Maros, Pangkep dan


Barru mengalami peningkatan curah
Pada gambar 15 menunjukkan
hujan dengan persentase sebesar 10
bahwa pada bulan Desember
s.d 20 % pada saat kejadian La Nina.
umumnya wilayah Sulawesi Selatan
Namun berbeda untuk wilayah
mengalami penurunan curah hujan
Sulawesi Selatan bagian Utara dan
bulanan dengan persentase sebesar
Tengah tidak mengalami perubahan
20 s.d 40 % pada saat kejadian La
curah seperti Kabupaten Pinrang,
Nina. Sedangkan di sebagian wilayah
Luwu, Palopo, Luwu Utara, Luwu
Sulawesi Selatan bagian Barat
Timur hujan yang signifikan saat
seperti Kabupaten Takalar,
kejadian La Nina.

Gambar 15. Peta anomali curah hujan bulan Desember.

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 47


VOL.2 NO.3 MARET 2022 : 35-49 E-ISSN 2809-5774
Adityo Wicaksono

lainnya kejadian La Nina tidak terlalu


5. Kesimpulan
signifikan dalam meningkatkan atau
Pengaruh kejadian La Nina terhadap mengurangi curah hujan bulanan.
curah hujan bulanan di Sulawesi
Selatan sangat signifikan ketika Perbedaan pengaruh dari kejadian
memasuki periode musim kemarau La Nina pada setiap bulan di wilayah
atau pada saat fase kering hingga Sulawesi Selatan terjadi karena
masuk awal musim penghujan atau perbedaan musim akibat perbedaan
fase basah di wilayah Sulawesi topografi sehingga faktor lokal sangat
Selatan yaitu pada bulan Juni – mempengaruhi kondisi tersebut.
November dengan nilai persentase Selain itu tentunya faktor fenomena
secara umum sebesar 20 s.d > 70 %. global lainnya seperti angin monsun,
Sementara peningkatan curah hujan MJO dan lainnya mempunyai
bulanan paling signifikan terjadi pada pengaruh terhadap curah hujan di
saat periode puncak musim kemarau wilayah Sulawesi Selatan.
saat di bulan Agustus – September
dengan nilai persentase > 70 %. Perlu dilakukan penelitian lanjutan
tentang bagaimana pengaruh La
Wilayah Sulawesi Selatan bagian Nina terhadap frekuensi hari hujan
Barat merupakan wilayah yang selalu harian untuk mengidentifikasi
mengalami peningkatan curah hujan dampak La Nina terhadap
pada setiap bulannya ketika terjadi peningkatan curah hujan tinggi di
fenomena La Nina dengan nilai wilayah Sulawesi Selatan.
peningkatan paling signifikan terjadi
pada bulan Juli – Oktober atau pada Daftar Pustaka
saat terjadi periode musim kemarau.
[1] Tjasyono, B. (2008). Sains
Sementara untuk wilayah Sulawesi Atmosfer. Jakarta. Puslitbang
Selatan bagian Timur dan Tengah BMKG.
mengalami peningkatan curah hujan
pada bulan Juni – November, namun [2] Nabilah, F., Prasetyo, Y.,
justru pada bulan – bulan lain Sukmono, A. (2017). Analisis
mengalami penurunan curah hujan Pengaruh FenomenaEl
saat kejadian La Nina yaitu pada Nino dan La Nina Terhadap
bulan Februari – Mei. Curah Hujan tahun 1998 - 2016
MenggunakanIndikator ONI
Untuk wilayah Sulawesi Selatan (Studi Kasus: Provinsi Jawa
bagian Selatan mengalami Barat). Jurnal Geodesi Undip,
peningkatan curah hujan pada bulan Vol.6, No.4, pp. 402 - 412.
Mei – November, sementara pada
bulan lainnya kejadian La Nina tidak [3] Hidayat, A. M., Efendi, U.,
terlalu signifikan dalam Agustina, L., Winarso, P. A.
meningkatkan atau mengurangi (2018). Korelasi IndeksNino 3.4
curah hujan bulanan. dan Southern Oscillation Index
(SOI) dengan Variasi Curah
Untuk wilayah Sulawesi Selatan Hujandi Semarang. Jurnal Sains
bagian Utara mengalami peningkatan & Teknologi Modifikasi Cuaca,
curah hujan pada bulan Juni – Vol. 19, No. 2:75-81.
November, sementara pada bulan
Januari – Maret justru kejadian La [4] Kurnia, W. G., Muharsyah, R.,
Nina mengurangi curah hujan Widiyanto, S. (2020). Performa
bulanan. Sementara pada bulan Koreksi Bias Prakiraan Curah
Hujan Model European Centre

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 48


VOL.2 NO.3 MARET 2022 : 35-49 E-ISSN 2809-5774
Adityo Wicaksono

Medium Weather Ferocast [7] Safitri, S. (2015). El Nino La Nina


(ECMWF) di Sulawesi. Buletin Dan Dampaknya Terhadap
GAW Bariri, Vol. 1, No. 2:77–86. Kehidupan Di Indonesia. Jurnal
Criksetra, Vol. 4, No. 8:153–156.
[5] Stasiun Klimatologi Maros, Peta
Curah Hujan Normal Bulanan [8] NOAA (National Oceanic and
Periode Tahun 1991 - 2020. Atmospheric Administration).
(2016). Cold and Warm
[6] Supari, Tangang, F., Salimun, Episodes by Season.
E., Aldrian, E., Sopaheluwakan, https://origin.cpc.ncep.noaa.gov/
A., Juneng, L.. (2017). ENSO products/analysis_monitoring/en
Modulation of Seasonal Rainfall sostuff/ONI_v5.php. di akses
and Extremes in Indonesia. pada tanggal 22 Februari 2022.
Climate Dynamics, Springer-
Verlag GmbH Germany.

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 49

Anda mungkin juga menyukai