90 1659 1 PB

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 6

JURNAL TEKNIK ITS Vol.

1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 A-1

Optimasi Single Frequency Network pada


Layanan TV Digital DVB-T dengan
Menggunakan Metode Simulated Annealing
Destya Arisetyanti, Gamantyo Hendrantoro, dan Endroyono
Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: [email protected]

Abstrak—Standar Digital Video Broadcasting Terrestrial berdasarkan sistem termodinamika yang mensimulasikan
(DVB-T) diimplementasikan pada konfigurasi Single Frequency proses annealing. Dalam bidang metalurgi, annealing adalah
Network (SFN) dimana seluruh pemancar pada sebuah jaringan suatu teknik yang mempelajari proses pembentukan materi
beroperasi pada kanal frekuensi yang sama dan ditransmisikan yang terdiri dari butir kristal atau logam [2]. Agar terbentuk
pada waktu yang sama. SFN lebih dipilih daripada sistem
susunan kristal yang sempura, diperlukan pemanasan pada
pendahulunya yaitu Multi Frequency Network (MFN) karena
menggunakan frekuensi yang lebih efisien serta jangkauan area tingkat tertentu sampai materi tersebut mencair, kemudian
cakupan yang lebih luas. Pada sisi penerima memungkinkan didinginkan secara perlahan sehingga menghasilkan kristal-
adanya skenario multipath dengan menggabungkan sinyal dari kristal dengan kualitas baik [3]. Konsep ini kemudian
pemancar yang berbeda karena konfigurasi SFN ini berbasis diadaptasi oleh Simulated Annealing pada SFN untuk
Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM). Pada menemukan solusi optimal dari posisi setiap pemancar
penelitian ini, data ketinggian dan jumlah gedung melalui sehingga dapat meningkatkan kualitas sinyal dan
model prediksi propagasi free space dan knife edge akan memperluas daerah cakupan.
diterapkan untuk memperkirakan nilai daya terima dan delay
sinyal. Perhitungan nilai carrier (C) dan carrier to interference
(C/I) dilakukan untuk mengetahui kualitas sinyal pada sisi II. METODE PENELITIAN
penerima. Selanjutnya, optimasi parameter lokasi pemancar
diterapkan oleh algoritma Simulated Annealing dengan A. Rancangan Penelitian
menggunakan tiga cooling schedule terbaik. Simulated
Annealing merupakan algoritma optimasi berdasarkan sistem Dalam tahap perencanaan dan optimasi SFN, diperlukan
termodinamika yang mensimulasikan proses annealing. pengaturan beberapa parameter seperti frekuensi, wilayah,
Simulated Annealing telah berhasil memperluas daerah jumlah unit pemancar, dan daya pemancar yang diperlukan
cakupan SFN. Hal ini dibuktikan dengan berkurangnya untuk menyediakan layanan DVB-T dengan kualitas sinyal
sebagian besar titik receiver dengan kualitas sinyal dibawah yang diinginkan. Perubahan tiap lokasi pemancar diterapkan
threshold. untuk menguji kualitas sinyal pada sejumlah titik di daerah
cakupan dengan cara mengukur nilai C dan C/I pada tiap
Kata Kunci—Carrier to Interference, DVB-T, OFDM, SFN, titik tersebut. Penelitian ini mengusulkan sebuah pendekatan
Simulated Annealing. menggunakan algoritma heuristik Simulated Annealing
untuk mengoptimalkan lokasi pemancar SFN dalam
I. PENDAHULUAN memperluas daerah cakupan. Pendekatan tersebut disajikan
dalam metode penelitian yang terdiri dari tiga blok bagian,
P ENERAPAN teknologi digital pada sistem TV
memberikan manfaat lebih dibandingkan dengan TV
analog. Pada TV analog, sebuah kanal RF hanya dapat
ditunjukkan pada Gambar 1.

digunakan oleh satu program siaran TV. Namun pada sistem


digital, setiap kanal RF dapat digunakan bersama oleh
beberapa program siaran. Itulah alasan perlunya dilakukan
pengembangan teknologi pada sistem TV di Indonesia
dengan menggunakan standar teknologi DVB-T.
Implementasi MFN sebagai awal pengembangan sistem
nirkabel dimaksudkan agar penelitian fokus pada
pembangkitan sinyal digital dan laju bit. Namun karena
keterbatasan jumlah frekuensi yang akan dipakai dalam
penyampaian laju sinyal, maka dikembangkan sebuah sistem
SFN dimana setiap transmitter dioperasikan dengan satu Gambar 1. Diagram Metode Penelitian.
frekuensi saja. SFN merupakan implementasi dari standar
DVB-T dimana seluruh pemancar pada sebuah jaringan B. Model Prediksi Propagasi
beroperasi pada kanal frekuensi yang sama dan Model propagasi yang digunakan yaitu model propagasi
ditransmisikan pada waktu yang bersamaan [1]. free space dan knife edge. Model ini digunakan untuk
Selanjutnya, pada penelitian ini dilakukan optimasi SFN memperkirakan kontribusi sejumlah N pemancar pada setiap
dengan menggunakan algoritma Simulated Annealing. lokasi penerima dengan menentukan kekuatan sinyal (Pn, 1 ≤
Simulated Annealing merupakan salah satu algoritma n ≤ N) dan delay propagasi (δn, 1 ≤ n ≤ N) terkait setiap
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 A-2

pemancar pada setiap titik penerima (1 ≤ r ≤ R) dalam suatu meliputi C, rasio C/I, serta perkiraan persentase cakupan
area. keseluruhan pada area dipertimbangkan.
Jika antara pemancar dan penerima terletak pada jalaur
D. Proses Optimasi
line of sight yang bebas dan tidak terdapat halangan, maka
daya terima dihitung dengan (1) [4]. Pada (6) fitness function digunakan untuk memeriksa
keakuratan iteratif dari solusi Q apapun dalam hal presentase
Pt G t G r  2 daerah cakupan yang dicapai, dimana solusi Q merupakan
P(d )  (1)
(4 ) 2 d 2 L konfigurasi terbaik dari setiap pemancar. Kemudian
dilakukan perhitungan nilai fitness melalui (7). Nilai fitness
Pt adalah daya transmisi, P(d) adalah daya terima dalam
paling minimum didapatkan melalui konfigurasi terbaik Q.
fungsi d, Gt adalah gain antena pemancar, Gr adalah gain
Selanjutnya, pada (8) dilakukan evaluasi nilai persentase
antena penerima, d adalah jarak antar pemancar dan
lokasi penerima dengan pertimbangan bahwa suatu titik telah
penerima (meter), L merupakan system loss factor yang
tercakup jika C dan C/I melebihi ambang batas nilai-nilai
tidak berhubungan dengan propagasi, dan λ adalah panjang
Cmin dan (C/I)min yang ditentukan [2].
gelombang (meter) .
Namun, jika antara pemancar dan penerima terdapat Q  (q1 , q 2 , ..., q D 1 , q D ) (6)
halangan berupa gedung, maka nilai redaman yang   Cov r   R

disebabkan difraksi dapat diperkirakan menggunakan model F (%)  100 1   


  (7)
propagasi knife edge dengan menggunakan parameter gain   r 1 R  
difraksi (Gd). Dengan demikian, nilai daya terima total 1 if C  C min & (C / I )  (C / I ) min
didapatkan dari selisih antara daya terima hasil pendekatan Cov   (8)
0 lainnya
model free space dengan Gd pada (2) [4].
E. Simulated Annealing
 P G G 2 
P  10 log t t 2 r 2   G d (dB) (2) Simulated Annealing merupakan algoritma berdasarkan
 (4 ) d L  termodinamika sistem yang digunakan untuk mencari
pendekatan terhadap solusi optimum dari suatu
C. Perhitungan Kualitas Sinyal permasalahan dengan mensimulasikan proses annealing.
Penggabungkan sinyal yang datang pada tiap lokasi Metode Simulated Annealing berusaha mencari solusi
receiver dari sejumlah N pemancar dilakukan dengan dengan berpindah dari solusi satu ke solusi yang lainnya.
menggunakan metode penjumlahan daya. Sinyal-sinyal ini Apabila solusi baru yang diuji mempunyai nilai fungsi energi
dapat berguna sepenuhnya atau sebagian ataupun bahkan yang lebih kecil, maka solusi yang sedang diuji akan
mengganggu receiver. Persamaan (3) digunakan untuk menggantikan solusi yang lama. Fungsi energi ini sangat
menghitung fungsi bobot kontribusi sinyal (ωn) sehingga bergantung pada parameter Temperatur (T).
diketahui apakah sinyal tersebut berkontribusi penuh, Pada setiap iterasi i → i + 1, mempertimbangkan T
sebagian, atau menyebabkan interferensi pada suatu titik pada suhu tertentu. Terdapat vektor solusi yang dinyatakan
receiver [2]. dalam Qi sehingga dapat dihitung perubahan energi yang
dialami oleh sistem (fitness variation, ΔF). Jika energi yang
 [(Tu  t ) / Tu ] 2 , if (Tg  T p )  t  0
 dialami oleh sistem kurang dari nol (ΔF ≤ 0), maka solusi
 1, if 0  t  Tg dari Qi adalah 1, namun jika tidak (ΔF ≥ 0) berdasarkan
n   (3)
[(Tu  Tg  t ) / Tu ] , if
2
Tg  t  T p kriteria Metropolis pada permasalah minimisasi digunakan
 0, lainnya Probabilitas Distribusi Boltzmann (BPD) untuk menentukan
vektor baru Qi+1 dipilih atau tidak [2]. Dengan cara ini,
Tu adalah panjang simbol yang berguna, Tg adalah panjang kemungkinan untuk menerima solusi yang buruk akan
guard interval, dan Tp adalah interval selama sinyal menurun dan solusi akhir akan mendekati keadaan optimal.
berkontribusi konstruktif, didefinisikan T p  7Tu / 24 [5]. Proses ini diulang menggunakan starting point yang baru Qi
Jika SFN terdiri dari N pemancar A = {1, ..., N} dan atau Qi+1, tergantung pada hasil yang diperoleh pada (9) [2].
terdapat pemancar M dari jaringan lain yang beroperasi pada Adapun cooling schedule yang digunakan untuk
frekuensi yang sama B = {1, ..., M}, maka rasio carrier-to- menurunkan parameter temperatur ditunjukkan pada Gambar
interference (C/I) dapat dijelaskan dalam (4) dan (5) [2]. 2 [6].
e  ( F / T ) F  0
C / I    n A
Pn  n ( n   0 ) BPD(Qi  Qi 1 )  
if
(9)
(4) F  0
nA Pn (1   n ( n   0 )  nB Pn  N 0  1 if

N 0  kTB (5)
Pn adalah daya yang diterima dari pemancar ke-n, ωn adalah
nilai fungsi bobot, δn merupakan delay relative echo ke-n
terhadap satuan waktu sinkronisasi, δo adalah waktu
sinkronisasi, No adalah noise, k adalah konstanta Bolzman
(1,38×10-23), T adalah Suhu dan B adalah bandwidth.
(a) (c) (f)
Sesuai dengan persyaratan Quality of Service (QoS) yang
diberlakukan, blok ini memeriksa setiap titik penerima Gambar 2. Grafik Cooling Schedule.
apakah memenuhi kriteria QoS atau tidak. Kriteria ini
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 A-3

III. HASIL wilayah kedua, serta menggunakan tiga cooling schedule


Pada bagian ini, akan dianalisis hasil implementasi terbaik untuk menurunkan temperatur. Metode ini dijalankan
algoritma Simulated Annealing yang diterapkan pada lokasi untuk mencari nilai fitness.
tiap pemancar. Wilayah SFN dimodelkan dalam square grid A. Pengaruh Ketinggian Gedung
sebesar 100×100 yang mewakili wilayah seluas 100 km2
Analisis pengaruh ketinggian gedung terhadap coverage
(10000×10000 meter). Titik receiver diletakkan pada tiap
dan fitness kota A, B, C, D, dan E ditunjukkan Tabel 1.
titik tengah square grid di tiap gridnya sehingga terdapat
Hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan bertambahnya
10000 titik receiver. Terdapat 3 unit pemancar yang
ketinggian gedung maka akan mempengaruhi nilai
diletakkan pada lokasi (25,25) untuk pemancar ke-1, (75,50)
presentase daerah cakupan sinyal. Semakin tinggi gedung
untuk pemancar ke-2, dan (25,75) untuk pemancar ke-3
penghalang, maka nilai presentase coverage juga akan
(Gambar 3) dengan tinggi dan daya pemancar masing-
semakin menurun.
masing sebesar 37,5 meter dan 100 Watt. Kanal frekuensi
dan bandwidth yang digunakan masing-masing sebesar 600 Tabel 1.
Analisi Ketinggian Gedung Terhadap Coverage dan Fitness
MHz dan 8 MHz dengan menggunakan mode 2K (Tu = 224
Ketinggian
µs) dan panjang guard interval (Tg) sebesar 1/32 (7 μs) [7]. Kota
(meter)
Coverage (%) Fitness (%)
Gain transmitter (Gt) dan gain receiver (Gr) sebesar 10 dB, A 30-40 70,90 29,10
serta λ sebesar 0,5 meter. B 40-50 70,77 29,23
C 50-60 70,39 29,61
D 60-70 70,28 29,72
E 70-80 70,20 29,80

20 Kelima kota tersebut kemudian dioptimasi dengan cara


mengatur posisi setiap pemancar. Hasil optimasi terbaik
( x 100 meter)

akan ditunjukkan oleh cooling schedule dengan nilai fitness


40
Tx1 Tx3 terkecil. Gambar 4 menunjukkan grafik nilai fitness salah
satu kota (Kota C), dimana nilai fitness terbaik ditunjukkan
60 oleh hasil simulasi pada cooling schedule c dengan nilai
fitness sebesar 27,89%. Nilai terbaik kedua ialah hasil
simulasi pada cooling schedule a dengan nilai fitness sebesar
80 27,93%, dan nilai terburuk ialah hasil simulasi pada cooling
Tx2 schedule f dengan nilai fitness sebesar 27,96%. Adapun
perbandingan coverage kota C sebelum dan sesudah
100
20 40 60 80 100 optimasi ditunjukkan pada Gambar 5. Selanjutnya akan
( x 100 meter) dibandingkan hasil presentase coverage dan kenaikan kelima
Gambar 3. Lokasi Awal 3 Unit Pemancar pada Wilayah SFN. kota tersebut sebelum dan sesudah optimasi, yang
ditunjukkan pada Tabel 2. Dari hasil tersebut dapat
Selanjutnya, wilayah SFN dibagi menjadi dua variasi diketahui bahwa coverage terbaik didapatkan melalui
berdasarkan ketinggian dan jumlah gedung. Pada wilayah penggunaan cooling schedule c, dengan kenaikan presentase
SFN yang pertama ini terdiri lima kota, yaitu kota A, B, C, coverage mencapai 1,72 % pada kota C dan 1,9% pada kota
D, dan E. Tiap kota memiliki 20 gedung dengan ketinggian E. Seluruh nilai coverage hasil simulasi didapatkan dari
yang berbeda-beda, antara lain 30-40 meter, 40-50 meter, posisi terbaik dari setiap pemancar (Tabel 3). Gambar 6
50-60 meter, 60-70 meter, dan 70-80 meter. Pada wilayah menunjukkan perbandingan nilai daya carrier kota C
SFN yang kedua, terdiri dari tiga kota, yaitu kota L, M, dan sebelum dan sesudah optimasi. Pada kondisi awal, daya
N. Tiap kota divariasikan menurut banyaknya jumlah carrier berkisar antara -31,95 sampai 3,98 dBm. Setelah
gedung yaitu 20, 40, dan 60 gedung, sedangkan range proses optimasi, nilai daya carrier meningkat menjadi -
ketinggiannya dibuat sama antara 50-60 meter. Wilayah 31,07 sampai 8,93 dBm. Begitu pula dengan perbandingan
yang terdiri dari gedung penghalang ini akan dianalisis nilai C/I kota C sebelum dan sesudah optimasi (Gambar 7).
pengaruhnya terhadap coverage. Kemudian dibandingkan Grafik tersebut ditampilkan dengan perbesaran nilai C/I
nilai daerah cakupan sinyal masing-masing wilayah tersebut pada rentang 13,2 sampai 14 dB untuk menunjukkan adanya
baik sebelum maupun setelah optimasi. peningkatan nilai sebelum dan sesudah optimasi.
Terdapat batasan lokasi tiap pemancar yang dioptimasi,
antara lain (23 ≤ q1 ≤ 26) dan (23 ≤ q2 ≤ 26) untuk pemancar
ke-1, (74 ≤ q3 ≤ 77) dan (49 ≤ q4 ≤ 52) untuk pemancar ke-2,
serta (23 ≤ q5 ≤ 26) dan (74 ≤ q6 ≤ 77) untuk pemancar ke-3.
Nilai receiver dikatakan tercakup jika nilai kualitas sinyal
meliputi C dan rasio C/I memenuhi threshold yaitu -75 dBm
dan 13,4 dB [6].
Pada algoritma Simulated Annealing terdapat beberapa
parameter yang digunakan, yaitu initial temperature (T0)
sebesar 7 untuk wilayah pertama dan 9 untuk wilayah kedua,
stop temperature (TN) sebesar 0,01 untuk wilayah pertama
dan 0,001 untuk wilayah kedua, iterasi yang digunakan
sebanyak 1000 untuk wilayah pertama dan 500 untuk
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 A-4

29.8 1
a Awal
29.6 c SA
0.9
f
29.4
0.8
29.2
0.7
29
Nilai Fitness

0.6
28.8

Probabilitas
28.6 0.5

28.4 0.4

28.2
0.3
28
0.2
27.8
0 200 400 600 800 1000 1200
Iterasi (i) 0.1

Gambar 4. Grafik Nilai Fitness Kota C dengan Simulated Annealing 0


-35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0 5 10
Daya Carrier (dBm)

Gambar 6. Perbandingan Daya Carrier Kota C Sebelum dan Sesudah


Simulated Annealing.
1
Awal
0.9 SA

0.8

0.7

0.6
Probabilitas

(a) (b) 0.5

Gambar 5. Perbandingan Coverage Kota C. (a) Kondisi awal. (b) Optimasi 0.4
dengan Simulated Annealing. Wilayah tercakup dan tidak tercakup
masing-masing ditunjukkan oleh warna putih dan hitam. 0.3

0.2
Tabel 2.
Perbandingan Coverage Optimasi Berdasarkan Variasi Ketinggian Gedung 0.1
Tinggi Coverage (%) Kenaikan
Cooling 0
Kota Gedung Coverage
Schedule Awal SA 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
(meter) (%) C/I (dB)
a 72,06 1,16
A c 30-40 70,90 72,07 1,17 (a)
f 72,15 1,25
0.305 Awal
a 72,02 1,25
SA
B c 40-50 70,77 72,03 1,26
f 72,05 1,28
a 72,07 1,68 0.3
C c 50-60 70,39 72,11 1,72
f 72,04 1,65
a 72,09 1,81 0.295
Probabilitas

D c 60-70 70,28 72,06 1,78


f 72,08 1,80
a 72,05 1,85 0.29
E c 70-80 70,20 72,10 1,90
f 72,06 1,86

0.285
Tabel 3.
Posisi Terbaik Setiap Pemancar Berdasarkan Variasi Ketinggian Gedung
Posisi ( × 100 meter ) 0.28
Kota Pemancar ke-1 Pemancar ke-2 Pemancar ke-3 13.2 13.3 13.4 13.5 13.6 13.7 13.8 13.9 14
Baris Kolom Baris Kolom Baris Kolom C/I (dB)

A 25,910 23,397 76,904 51,397 25,936 76,749 (b)


B 25,082 23,411 76,721 50,137 24,589 76,966
Gambar 7. Perbandingan Nilai C/I Kota C Sebelum dan Sesudah
C 25,745 23,069 76,547 51,759 24,962 76,895
Simulated Annealing. (a) Gambar kondisi normal. (b) Perbesaran gambar
D 25,691 23,017 76,912 49,586 24,917 76,552
untuk rentang C/I 13,2 sampai 14 dB.
E 25,066 23,207 76,911 51,419 25,389 76,822
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 A-5

B. Pengaruh Jumlah Gedung


Analisis pengaruh jumlah gedung terhadap coverage dan
fitness kota L, M, dan N ditunjukkan pada Tabel 4. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa dengan bertambahnya jumlah
gedung maka akan mempengaruhi nilai presentase daerah
cakupan sinyal. Semakin banyak jumlah gedung penghalang,
maka nilai presentase coverage juga akan semakin menurun.
Gambar 8 menunjukkan salah satu grafik nilai fitness
salah satu kota (kota N) dimana nilai fitness terbaik
diperoleh dari cooling schedule c dengan nilai fitness
28,08%. Nilai terbaik kedua ialah hasil simulasi pada (a) (b)
Gambar 9. Coverage Kota N. (a) Awal. (b) Optimasi dengan Simulated
cooling schedule f dengan fitness 28,09%, dan nilai terburuk Annealing. Wilayah tercakup dan tidak tercakup masing-masing
ialah hasil simulasi pada cooling schedule a dengan fitness ditunjukkan oleh warna putih dan hitam.
28,14%. Adapun perbandingan coverage kota N sebelum
dan sesudah optimasi ditunjukkan pada Gambar 9. Dari 1
Awal
simulasi yang telah dilakukan pada kota L, M, dan N juga 0.9 SA
didapatkan nilai C dan C/I sebelum dan sesudah optimasi.
0.8
Gambar 10 menunjukkan perbandingan nilai daya carrier
kota N sebelum dan sesudah optimasi. Pada kondisi awal, 0.7

nilai daya carrier berkisar antara -34,73 sampai 3,98 dBm. 0.6

Probabilitas
Setelah proses optimasi, nilai daya carrier meningkat
0.5
menjadi -30,96 sampai 8,07 dBm. Kemudian pada Gambar
11 menunjukkan nilai C dan C/I kota N sebelum dan 0.4
sesudah optimasi dengan perbesaran gambar untuk rentang 0.3
nilai C/I sebesar 13 sampai 14,6 dB.
0.2
Melalui optimasi berdasarkan variasi jumlah gedung
dengan menggunakan tiga cooling schedule, maka dapat 0.1
dibandingkan hasil persentase coverage dan kenaikannya 0
sebelum dan sesudah optimasi, yang ditunjukkan pada Tabel -35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0 5 10
Daya Carrier (dBm)
5. Dapat diketahui bahwa coverage terbaik juga didapatkan
melalui penggunaan cooling schedule c, dengan kenaikan (a)
persentase coverage mencapai 1,68% pada kota L dan
Awal
4,39% pada kota N. Adapun nilai coverage tersebut didapat 0.91 SA
dari posisi terbaik setiap pemancar SFN yang ditunjukkan
pada Tabel 6. 0.9

Tabel 4.
Analisi Jumlah Gedung Terhadap Coverage 0.89
Probabilitas

Kota Jumlah Gedung Coverage (%) Fitness (%) 0.88

L 20 70,39 29,61
0.87
M 40 68,74 31,26
N 60 67,53 32,47
0.86

32.5 0.85
a
32 c
f -20.5 -20 -19.5 -19 -18.5 -18 -17.5 -17 -16.5 -16
31.5 Daya Carrier (dBm)

(b)
31
Gambar 10. Perbandingan Nilai Carrier Kota N Sebelum dan Sesudah
Nilai Fitness

30.5 Simulated Annealing. (a) Gambar kondisi normal. (b) Perbesaran gambar
untuk rentang daya carrier -20,5 sampai -16 dBm.
30

29.5

29

28.5

28
0 100 200 300 400 500 600
Iterasi (i)

Gambar 8. Grafik Nilai Fitness Kota N dengan Simulated Annealing.


JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 A-6

1
IV. KESIMPULAN
Awal
0.9 SA Dari hasil perencanaan wilayah dan optimasi SFN
menggunakan Simulated Annealing melalui parameter lokasi
0.8
setiap pemancar, didapatkan kesimpulan bahwa ketinggian
0.7 gedung mempengaruhi daerah cakupan sinyal suatu wilayah
SFN. Semakin tinggi gedung penghalang, maka semakin
0.6
menurun nilai presentase coverage wilayah tersebut. Begitu
Probabilitas

0.5 juga dengan variasi jumlah gedung mempengaruhi daerah


cakupan sinyal suatu wilayah SFN. Semakin banyak jumlah
0.4 gedung, maka nilai presentase coverage wilayah tersebut
0.3
juga semakin menurun. Hal ini terjadi karena adanya
pengaruh efek difraksi yang disebabkan gedung-gedung
0.2 yang tinggi.
Pada penelitian ini, pendekatan algoritma heuristik untuk
0.1
mengoptimalkan daerah cakupan jaringan SFN telah
0 didemostrasikan. Simulated Annealing telah berhasil
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
C/I (dB) meningkatkan daerah cakupan SFN saat diterapkan pada
optimasi parameter lokasi pemancar. Hal ini dibuktikan
(a)
dengan berkurangnya sebagian besar titik receiver dengan
0.325 Awal
kualitas sinyal dibawah threshold serta kenaikan persentase
SA coverage mencapai 4,39%.
0.32

0.315 UCAPAN TERIMA KASIH

0.31
Terima kasih kepada Kementrian Pendidikan dan
Probabilitas

Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan


0.305 dukungan finansial melalui Program Kreativitas Mahasiswa
di Bidang Penelitian tahun 2012 yang berjudul “Optimasi
0.3
Jaringan SFN pada Siaran TV Digital DVB-T Menggunakan
0.295 Metode Simulated Annealing dan Particle Swarm
Optimization untuk Memperluas Daerah Cakupan.”
0.29

13 13.2 13.4 13.6 13.8 14 14.2 14.4 14.6


C/I (dB)
DAFTAR PUSTAKA
[1] A. Mattsson, “Single Frequency Network in DTV,” IEEE
(b)
Transactions On Broadcasting, Vol. 51, No. 4 (2005, December).
Gambar 11. Perbandingan Nilai C/I Kota N Sebelum dan Sesudah [2] M. Lanza, A. L. Gutierrez, I. Barriuso, M. Domingo, J. R. Perez, L.
Simulated Annealing. (a) Gambar kondisi normal. (b) Perbesaran gambar Valle, and J. Basterrechea, “Optimization of Single Frequency
untuk rentang nilai C/I 13 sampai 14,6 dB. Network for DVB-T Services Using SA and PSO”, Roma :
Proceedings of the 5th European Conference on Antennas and
Tabel 5. Propagation (EUCAP), 2011.
Perbandingan Coverage Optimasi Berdasarkan Variasi Jumlah Gedung [3] M. Anedda, J. Morgade, M. Murroni, P. Angueira, A. Arrinda, J. R.
Perez, and J. Basterrechea, “Heuristic Optimization of DVB-T/H SFN
Coverage (%) Kenaikan
Cooling Jumlah Coverage Using PSO and SA Algorithms,” mm11-100 (2009).
Kota Coverage
Schedule Gedung Awal SA [4] T. S. Rappaport, “Wireless Communications Principles and
(%)
Practice,” (1996).
a 72,02 1,63 [5] R. Brugger and D. Hemingway, “OFDM receivers - impact on
L c 20 70,39 72,07 1,68 coverage of inter-symbol interference and FFT window
f 72,06 1,67 positioning,” EBU Tech. Review (2003.) pp. 1–12.
a 71,98 3,24 [6] T. L. Brian, “Simulated Annealing Cooling Schedule,” Available:
M c 40 68,74 71,97 3,23 http://members.aol.com/btluke/btluke.htm
f 71,98 3,24 [7] ETSI, “Digital Video Broadcasting (DVB): Implementation
a 71,86 4,33 guidelines for DVB terrestrial services; Transmission aspects,” TR
N c 60 67,53 71,92 4,39 101 190 V1.2.1 (2004, November).
f 71,91 4,38

Tabel 6.
Posisi Terbaik Setiap Pemancar Berdasarkan Variasi Jumlah Gedung
Posisi ( × 100 meter )
Kota Pemancar ke-1 Pemancar ke-2 Pemancar ke-3
Baris Kolom Baris Kolom Baris Kolom
L 25,575 23,118 75,922 50,519 24,731 76,637
M 25,404 23,787 76,697 49,378 25,570 76,474
N 25,224 23,305 76,446 50,167 23,911 76,560

Anda mungkin juga menyukai