Suku Mairasi Dan Kegelisahan Hari Ini
Suku Mairasi Dan Kegelisahan Hari Ini
Suku Mairasi Dan Kegelisahan Hari Ini
Suku Mairasi merupakan suku tertua di Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat. Mairasi adalah
salah satu suku terbesar yang mendiami wilayah Bomberay mulai dari pesisir Kaimana hingga ke
Kabupaten Wasior. Dengan jumlah penduduk diperkirakan lebih dari 5000 jiwa. Pakaian adat suku
Mairasi adalah cawat yang dibuat dari kulit kayu, rumah adat disebut Sirosa (rumah panggung)
dan Tarian Adat Suku Mairasi ialah Jay Werir (goyang seka) serta nyanyian adat mereka yaitu
Asasaw. Budaya dan adat suku Mairasi ini adalah warisan nenek moyang sejak dahulu kala.
Sampai sekarang suku ini dikenal dengan gaya hidup masih tradisional yaitu bercocok tanam,
berburu dan meramu.
Pada bulan Juli 1828, Lieutenant Steenboom akhirnya memutuskan memilih lokasi yang layak di
hulu teluk yang tertutup yang segera dinamai Teluk Triton kemudian mereka membangun benteng
di Teluk Triton di bawah kaki gunung Emansiri di Lobo, Kampung Namatota, Kaimana. Benteng
ini diresmikan pada tanggal 24 Agustus 1828 dengan nama “Fort Du Bus”. Upacara peresmian
dihadiri oleh orang Belanda dan juga warga lokal. Kedekatan orang Belanda dengan masyarakat
Kaimana sangat akrab kala itu dari Tahun 1828-1946 dan orang Belanda membangun sekolah-
sekolah di Kaimana, kurang lebih 118 Tahun lamannya mereka bersama bergotong royong
membuka lahan wilayah adminstrasi Kabupaten Kaimana yang kita ketahui saat ini. Kedekatan
orang Belanda dengan masyarakat Kaimana sangat baik dan mereka di ajarkan banyak hal dari
sekolah yang didirikan Belanda itu, siswa/i mendapatkan pendidikan dan keahlian khusus pada
setiap bidang yang diambil.
Salah satu toko masyarakat adat Mairasi Almarhum Matias Jafata sempat menceritakan kisahnya
waktu masa sekolah, di bawah bimbingan orang-orang Belanda, mereka sekolah sampai setingkat
kelas tiga SD dengan segala keterbatasan. Beliau mengatakan, era kalian sekolah sekarang ini
sudah canggih dengan alat buku tulis yang sudah di sediakan oleh pemerintah, berbeda dengan
mereka dulu sekolah menggunakan papan yang sudah di potong dengan rapi sebagai buku dan
arang api sebagai bolpen/pena, mereka akan upayakan untuk menguasai materi tersebut kemudian
dihapus untuk lanjut dengan materi selanjutnya. Katanya lagi, sekolah dulu di bawah asuhan orang
Belanda kurikulum belajar atau materinya sedikit sebaliknya banyak aktivitas praktek untuk
mengebangkan keahliannya, misalkan bagian pertanian diajarkan bagaimana cara bertani yang
baik dan bagian Teknik mesin pun sama mereka di ajarkan cara membongkar mesin dan memasang
mesin yang baik ujarnya.
Setelah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Tahun 1967, yang mana telah kita ketahui illegal itu,
kemudian mulai berdatangan para migran dari luar ke Papua, khususnya di wilayah Kabupaten
Fak-Fak, Kaimana saat itu masih jadi Distrik sampai Otonomi Khusus (Otsus) tahun 2001, satu
tahun kemudian Kaimana menjadi Daerah Otonom dan dimekarkan dari Kabupaten Fak-Fak pada
Tanggal 12 April tahun 2003. Dimana, Kabupaten Kaimana sendiri ada 7 Suku Asli dan 1 suku
pendatang yang sudah tinggal lama di Kaimana, perkawinan silang pun terjadi antara masyarakat
Kaimana dengan pendatang dan hidup berdampingan sama-sama hingga sekarang.
Otsus Jilid I itu berkembang dari tahun ke tahun hingga kini ada banyak perubahan dalam
kehidupan masyarakat Kaimana, akan tetapi belum mampu untuk men-sejahterakan masyarakat
Kaimana pada khususnya suku Mairasi. Kegagalan peningkatan taraf kehidupan orang Mairasi
salah satunya yang saya lihat tidak ada kebijakan atau peraturan daerah (Perda) yang mengatur
tentang perlindungan dan keberpihakan suku Mairasi. Padahal sudah jelas di dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya
ikan, dan petambak garam, hal ini tidak dilakukan oleh pemerintah Kaimana sehingga yang
mendominsi adalah suku nusantara yang menguasai pasar ikan dan mengambil hasil laut tanpa
diketahui siapa pemilik hak ulayat termasuk hasil laut.
Walaupun kita ketahui bahwa Otonomi Khusus merupakan kewenangan khusus yang diakui dan
diberikan kepada Provinsi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan aspirasi masyarakat. Terutama kehadiran Otsus itu disebabkan pergolakan Politik
Bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri atau Merdeka. Tuntutan kemerdekaan yang
diajukan oleh Bangsa Papua itu telah dilihat sebagai tuntutan tertinggi sehingga negara berupaya
meredam dengan menyodorkan otonomi khusus sebagai alternatif kala itu. Tapi setelah
berjalannya waktu otonomi khusus dari 2001-2021, selama 20 tahun, rakyat bangsa Papua melihat
berbagai pengalaman pahit dengan kehadiran otonomi khusus di Papua hanya memperparah
tatanan sosial politik, ekonomi rakyat dan banyak kasus pelanggaran HAM di Papua.
Sebagai putra asli dari suku Mairasi saya melihat ada banyak kejanggalan yang terjadi di
Kaimana, khususnya Suku Mairasi sendiri sedang mengalami penurunan atau degradasi status
budaya, suku ini yang dulu dikenal dengan gaya hidup subsistennya, seperti berburu, meramu,
bercocok tanam dengan sistem sosial masih gotong royong, namun setelah masuknya
pemerintahan Indonesia, kampung-kampung di kaimana sudah merubah tatanan hidupnya itu.
Suku Mairasi yang tadinya masih ada saling silaturahmi dalam keluarga, kerabat, masyarakat,
masih gotong royong misalkan satu orang bikin kebun semua kerabat keluarga dan kerabat datang
untuk membantu bekerja sama-sama agar pekerjaan itu cepat selesai, hasil buruan masih dinikmati
bersama, kini beruba sebaliknya.
Setelah pemerintah indonesia hadir mengacaukan kebersamaan itu yang dulunya harmonis itu
sekarang jadi bermusuhan sesama keluarga sendiri, antara ade kaka saling bermusuhan akibat dari
pergolakan politik praktis di kampung, lantaran dana desa, kepala suku menjadi individualis dan
kapitalistik lebih mementingkan kepentingan ekonomi politik pribadi ketimbang mengatur
masyarakat dan budayanya. Apalagi sekarang setiap kepala suku berkolaborasi dengan pemerintah
sehinggah penerapan adat istiadat juga semakin lama semakin menghilang apalagi masuknya
budaya bangsa luar sangat berpengaruh merubah pola hidup masyarakat kampung lebih
mementingkan diri sendiri dari pada kebersamaan. Saya masih melihat tradisi asli ini di jaga di
beberapa kampung di Kaimana, tetapi akan sampai kapan dapat bertahan dengan gempuran
pembangunan dan moderinasi kapitalistik ini. Terutama anggapan umum masyarakat bahwa
mempertahankan adat dan budaya di erah modern akan terlihat kuno.
Di bidang Pendidikan, di Sekolah Dasar (SD) siswa dilarang menggunakan bahasa daerah di
sekolah, mereka di paksakan hanya menggunakan bahasa Indonesia serta belajar sejarah Indonesia
sedangkan sejarah mereka sendiri, kebudayaan mereka, sejarah Papua secara umum tidak di
ajarkan. Ini adalah pola pebangunan dan pendidikan yang ganjal menurut saya, karena lebih
kepada praktek indonesasi dan kolonialis yang ingin menghancurkan suatu kaum, yaitu Mairasi
atau Papua secara umum. yang ingin ditaklukan. Sehingga lambat laun mereka bisa melupakan
adat budaya dan bahasa daerah mereka sendiri. Kesimpulan saya tentang semua ini, bahwa negara
hanya bertujuan melakukan kolonisasi dan penguasaan sumber daya alam semata, telah secera
terang-terangngan melakunan pelemahan-pelemahan terhadap sistem budaya dan sosial yang
terjaga oleh masyarakat mairasi selama ini.
Untuk penaklukan itu maka, peran Lembaga adat menjadi bidikan utama. Sehingga menjadi
kewasapadaan tersendiri terutama bagi masyarakat adat dan kelembagaan adatnya untuk memfilter
tiap kebijakan maupun tawaran negara. Dewan adat atau lembaga adat mairasi harus tegas terhadap
kebijakan yang keliru walaupun datang dari pemerintah daerah Kaimana. Masyarakat adat sudah
terlebih dahulu ada sebelum negara ada, dan sejak nenek moyang di jaga dan dirawat nilai-
nilai turun temurun dari generasi ke generasi hingga kini. Masyarakat adat dan dewan adat suku
Mairasi harus lebih aktif untuk mengusulkan apa-apa yang dianggap mendesak bagi perbaikan dan
kemajuan suku Mairasi, ketimbang menunggu kebijakan yang sifatnya pengarahan negara saja
kepada masyarakat adat.
Otsus gagal, tidak ada yang bisa kita harapkan selain uang, dan karena uang dan jabatan kita saling
“bunuh membunuh”. Maka selain kelembagaan adat, generasi muda, aktivis, organisasi gerakan
menjadi penting peran kepeloporannya. Terutama dapat hadir di tengah rakyat dan ketertindasan
terorganisir dan masif ini.
Sumber Bacaan:
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Bent%D0%B5ng_Du_Bus#:~:text=Benteng%20Du%20Bus
%20merupakan%20benteng,%2C%20Papua%20Barat%2C%20Indonesia)\
2. https://dislautkan.kalbarprov.go.id/simperta/index.php/peraturan-perundang-
undangan/category/3-undang-undang,
3. https://perpustakaan.komnasperempuan.go.id/web/index.php?p=show_detail&id=2
4. Toko masyarakat Bapak Matias Jafata, kedekatan bangssa Indonesia dengan suku Mairasi