Aipsaripudin, Vol 4 No 1 113 (Nadiah Ismun Ashari)

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 13

METABAHASA

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

METABAHASA: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Journal homepage: http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/metabahasa/index
Journal Email: [email protected]
PISSN: EISSN:

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL BELENGGU KARYA ARMIJN


PANE

NADIAH ISMUN ASHARI


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
E-mail: [email protected]

Article Received: 9 November 2020, Review process:17 November 2020, Accepted: 30


Desember 2020, Article published:30 Januari 2021

ABSTRAK
Armijn Pane adalah salah seorang pendiri majalah Poedjangga Baroe yang lahir di
Muara Sipongi, Sumatra Utara, 18 Agustus 1908 dan meninggal pada tanggal 16
Februari 1970 di Jakarta karena pendarahan di otak. Karya-karyanya menyuarakan
ketidakadilan terhadap perempuan, salah satunya Belenggu yang memuat citra
perempuan. Tulisan ini berusaha mengkaji struktur intrinsik Belenggu sebagai
karya prosa, serta melihat seperti apa citra perempuan yang dikandungnya. Makna
belenggu disetiap tokoh mengalami perbedaan makna. Citra perempuan dalam
novel belenggu yaitu terdapat pada tokoh Tini dan Yah. Tini dan Yah adalah tokoh
yang terdapat pada Novel belenggu, Tini sendiri menginginkan adanya kesetaraan
anatara kaum perempuan dan kaum laki-laki dan Yah adalah tokoh yang
mencerminkan keinginan sikap wanita pada umunya. Metode yang digunakan
dalam junal ini adalah deskriptif analisis. Pendekatan yang digunakan dalam
menganalisis penulisan ini menggunakn pendekatan sosiologi sastra.

Jurnal “METABAHASA”, Volume 4 Nomor 1 , Januari 2021


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
Kata kunci: Armijn Pane. Belenggu. Citra Perempun. Makna Belenggu.

PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan hasil rekaan yang diciptakan pengarang melalui
imajinasinya. Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang saat ini banyak
digemari oleh masyarakat. Selain dapat dijadikan bahan pembelajaran sastra di
Sekolah, novel dapat menjadi sumber pendidikan karakter bagi pembacanya. Saat
ini, banyak novel yang mengangkat kisah hidup dan perjuangan perempuan dalam
melawan ketidakadilan. Novel tersebut memberikan gambaran pada pembaca
bahwa masih banyak perempuan-perempuan yang merasakan ketidakadilan dalam
menjalani kehidupannya. Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji Novel berjudul
Belenggu Karya Armijn Pane dengan pendekatan feminisme eksistensialis.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana citra
perempuan yang terdapat dalam novel Belenggu? (2) Bagaimana bias gender yang
muncul dalam novel Belenggu? Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan
citra perempuan yang terdapat dalam novel Belenggu. (2) Mendeskripsikan bias
gender yang muncul dalam novel Belenggu.
Citra Perempuan yang terdapat di novel Belenggu ini dapat dijabarkan dalam
bentuk domestifikasi perempuan sebagai alat ideologi patriarki, perempuan sebagai
konco wingking, perempuan sebagai makhluk yang irasional. Domestifikasi
perempuan sebagai alat ideologi patriarki diartikan perempuan merupakan makhluk
yang irasional. Perempuan lebih mengedepankan emosinya daripada logikanya
dalam berpikir. Dalam masyarakat, perempuan dianggap secara kontruksi budaya
sebagai seorang ibu, yang hanya mengurus rumah tangga dan suaminya.
Perempuan dianggap sebagai konco wingking, menjelaskan posisi dari perempuan
hanya memikirkan mengenai kodratnya saja, yaitu menjadi istri yang mengurus
suami dan rumah tangga. Perempuan sebagai makhluk yang irasional dimaksudkan
perempuan memiliki pemikiran berbeda dengan laki-laki yang menggunakan
rasional. Perempuan menggunakan perasaannya dalam melakukan tindakan.

Jurnal “METABAHASA”, Volume 4 Nomor 1 , Januari 2021


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
KAJIAN TEORI
Novel
Kata novel berasal dari bahasa Latin novellus. Kata novellus dibentuk dari
kata novus yang berarti baru atau new dalam bahasa Inggris. Dikatakan baru karena
bentuk novel adalah bentuk karya sastra yang datang kemudian dari karya sastra
lainnya, yaitu puisi dan drama. Kehadiran bentuk novel sebagai salah satu bentuk
karya sastra berawal dari kesusastraan Inggris, pada awal abad ke-18. Timbulnya
akibat pengaruh tumbuhnya filsafat yang dikembangkan John Locke (1632-1704)
yang menekankan pentingnya fakta atau pengalaman dan bahayanya berpikir
secara fantastis (Priyatni, 2015: 124).
Adapun novel bentuknya lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih
kompleks daripada cerpen, tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal
sandiwara dan sajak. Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan
kelakuan atau watak mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitik beratkan
pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut (Warsiman, 2016: 109).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa novel merupakan
karangan prosa fiksi yang mengangkat suatu kejadian atau peristiwa yang biasanya
terjadi dalam kehidupan sehari-hari dengan alur yang cukup panjang dan dengan
menonjolkan watak dari setiap tokohnya.
Sosiologi Sastra
Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
sosiologi. Sosiologi menurut Swingewood, adalah studi yang ilmiah dan objektif
mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan
proses-proses sosial (faruk, 2016:1). Karya sastra dalam pendekatan sosiologi
dipandang sebagai cerminan masyarakat, karena pengarang adalah a silent being,
bagian dari masyarakat dan meresapi segala kehidupan kemasyarakatan.
Masyarakat sendiri menurut George Simmel terbentuk dari interaksi yang nyata
antar individu (Faruk, 2016: 36).
Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada interaksi di dalam
masyarakat bisa disebut sebagai masalah sosial. Salah satu masalah sosial yang
umum terjadi adalah citra sosial perempuan. Citra sosial perempuan adalah citra

Jurnal “METABAHASA”, Volume 4 Nomor 1 , Januari 2021


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
perempuan yang erat kaitannya dengan norma dan system nilai yang berlaku dalam
satu kelompok masyarakat, tempat perempuan menjadi anggota dan berhasrat
mengadakan hubungan antarmanusia . Adapun konflik sosial yang terjadi pada
masyarakat di dalam novel Belenggu ialah feminisme.
Penelitian ini berusaha mengkaji citra perempuan yang terjadi dalam Novel
Belenggu karya Armijn Pane. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif
dengan teknik simak-catat. Metode kualitatif adalah metode penafsiran yang
mendeskripsikan suatu data alamiah dengan memperhatikan nilai-nilai yang
dikandungnya (Lihat, 2013: 46). Hasil kajian ini bertujuan untuk menjelaskan
pandangan Armijn Pane tentang citra perempuan yang terjadi di dalam novel
Belenggu.
Kajian Feminisme
Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman) berarti
perempuan (tunggal) yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan
sebagai kelas sosial. Dalam hubungan ini perlu dibedakan antara male dan female
(sebagai aspek perbedaan biologis, sebagai hakikat alamiah), masculine dan
feminime (sebagai aspek perbedaan psikologis dan struktural). Dengan kata lain,
masculine, feminime ditentukan secara kultural, sebagai hasil pengaturan kembali
infrastuktur material dan superstruktur ideologis. Feminitas adalah pengertian
psikologis struktural seseorang yang tidak dilahirkan sebagai perempuan melainkan
menjadi perempuan. Oleh karena itu, hal yang ditolak oleh kelompok feminis adalah
anggapan bahwa perempuan adalah konstruksi negatif, perempuan sebagai
makhluk takluk, perempuan yang terjerat ke dalam dikotomi sentral marginal,
superior, interior (Ratna, 2007: 184-185).
Fakih (2001: 99) berpendapat bahwa feminisme merupakan gerakan yang
pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya tidak
mau ditindas dan dieksploitasi, serta usaha untuk mengakhiri penindasan dan
eksploitasi tersebut. Hakikat perjuangan feminisme ialah untuk kesamaan martabat
dan kebebasan mengontrol raga dan kehidupan, baik di dalam maupun di luar
rumah.

Jurnal “METABAHASA”, Volume 4 Nomor 1 , Januari 2021


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
Budianta (dalam Dina, dkk, 2013: 3) mengartikan feminisme sebagai suatu
kritik ideologis terhadap cara pandang yang mengabaikan permasalahan
ketimpangan dan ketidakadilan dalam pemberian peran dan identitas sosial
berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Feminisme pada dasarnya merupakan
sebuah topik pembicaraan wanita dengan mengikutsertakan pria sebagai mahluk
yang selalu dicemburui, sebagai mahluk yang superior (kuat), yang senantiasa
menganggap wanita sebagai mahluk yang inferior (lemah).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa feminisme merupakan kajian yang membahas
mengenai perempuan dan segala permasalahannya. Permasalahan tersebut bisa
berupa ketidakadilan dalam hidupnya, serta adanya perbedaan yang dilihat dari jenis
kelamin.
Feminisme Eksistensialis
Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi, kata dasarnya exist, yang bila
diuraikan ex: keluar sistere: berdiri. Jadi, eksistensi berarti berdiri dengan keluar dan
diri sendiri (Maksum, 2014: 363). Simone de Beaviour mengenalkan gerakan
feminisme eksistensialis untuk mencapai tujuannya dengan konsep transendensi,
yaitu ide tentang pelampauan. Menurutnya, terdapat empat strategi transendensi
yang dapat dilakukan: (1) perempuan dapat bekerja, meskipun keras dan
melelahkan; (2) perempuan dapat menjadi seorang intelek; (3) perempuan dapat
bekerja untuk mencapai transformasi sosialis masyarakat; dan (4) perempuan dapat
menolak keliyanannya dengan mengidentifikasikan diri melalui pandangan kelompok
dominan dalam masyarakat.
Eksistensialisme memandang manusia sebagai suatu makhluk yang harus
bereksistensi, mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Pusat
renungan eksistensialisme adalah manusia konkret. Dalam eksistensialisme selalu
melihat cara manusia berada. Eksistensi diartikan secara dinamis sehingga ada
unsur berbuat dan menjadi, manusia dipandang sebagai suatu realitas yang terbuka
dan belum selesai, dan berdasarkan pengalaman yang konkret. Jadi dapat
disimpulkan bahwa eksistensialisme memandang manusia sebagai suatu yang
tinggi, dan keberadaannya itu selalu ditentukan oleh dirinya, karena hanya

Jurnal “METABAHASA”, Volume 4 Nomor 1 , Januari 2021


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
manusialah yang dapat bereksistensi, yang sadar akan dirinya dan tahu cara
menempatkan dirinya (Hidayat, dkk. 2013: 3).
Istilah eksistensialisme adalah suatu protes atas nama individualis terhadap
konsep ―akal‖ dan ―alam‖ yang ditekankan pada periode Pencerahan
(Enlightenment) pada abad ke-18. Eksistensiaslime adalah suatu filsafat yang
melukiskan dan mendiagnosa kedudukan manusia yang sulit. Eksistensialisme
sebagai suatu unsur yang universal dalam segala pemikiran adalah usaha manusia
untuk melukiskan eksistensinya serta konflik-konflik eksistensinya (Suhar, 2010:
159)
METODOLOGI
Metode penilitian yang digunakan dalam novel ini yaitu penelitian deskriptif
analisis, menurut Ratna metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara
mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusun dengan analisis (Nyoman,
2006: 53). Sumber data dalam penelitian ini yaitu novel belenggu karya Armijn Pane
yang diterbitkan pada tahun 1930-an. Adapun teknik pengumpulan data untuk
mendukung jurnal ini yaitu berasal dari novel Belenggu karya Armijn Pane.
Kemudian buku yang di tulis oleh Jamal D. Rahman dkk. dengan judul ―33 Tokoh
Sastra Indonesia Paling Berpengaruh‖. Selain itu juurnal Bahasa, Sastra, dan
Budaya dengan judul ―Modernisasi dalam Novel Belenggu Karya Armijn Pane‖ yang
ditulis oleh Muslimin (Muslimin. Jurnal Bahasa) dan buku Burhan Nurgiyantoro yang
berjudul ―Teori Pengkajian Fiksi‖.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Intrinsik dalam Novel Belenggu Karya Armijn Pane
Tema
Tema (theme) menurut Kenny, adalah makna yang dikandung oleh sebuah
cerita (Jamal, 2014:124). Namun karena sebuah cerita mampu mengandung lebih
dari satu makna, maka pengertian tema perlu dipersempit. Tema, dengan demikian
oleh Nurgiyantoro, dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah
karya novel (Burhan: 2012:67). Tema berisi pokok permasalahan yang

Jurnal “METABAHASA”, Volume 4 Nomor 1 , Januari 2021


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
mendominasi sebuah karya sastra prosa (Burhan,2012 . Tema dalam novel
Belenggu adalah pencitraan.
Penokohan
Tokoh cerita (character) menurut Abrams, adalah orang(-orang) yang
ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan
memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan
dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Burhan, 2012:165). Tokoh-
tokoh dalam novel Belenggu antara lain: Sukartono (Tono), Sumartini (Tini), Siti
Rohayah, Nyonya Eni, Siti Haryati, Karno, Abdul, Nyonya Sutatmo, Putri Aminah,
Nyonya Rusdio. Tokoh-tokoh tersebut dibedakan berdasarkan fungsi penampilan
tokoh menjadi tokoh protagonist dan tokoh antagonis.
Tokoh Protagonis.
Tokoh protagonis adalah tokoh-tokoh yang kita kagumi –yang salah satu
jenisnya secara populer disebut hero– tokoh yang merupakan pengejawantahan
norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita (Burhan, 2012:178). Tokoh protagonis
dalam novel ini antara lain:
1) Sukarno (Tono)
Tono adalah tokoh utama dalam novel Belenggu. Watak yang dimiliki
oleh tono adalah baik, pintar dan tenang. Terdapat fakta teksnya sebagai
berikut Hal ini terlihat dalam kutipan pada halaman 24. Kata orang: ―Dia mata
duitan, kalau dia tahu si sakit kurang sanggup membayar, dia lupa mengirim
rekening. ―Tetapi,‖ kata seorang lagi, ―kalau dia dipanggil tengah malam, suka
juga.‖ ―Dia mesti datang, kalau dipanggil,‖ kata seorang lagi. Dari kutipan di
atas terlihat bahwa tokoh Tono adalah tokoh yang baik dalam kesehariannya
sebagai dokter dan juga menjalani tugasnya sebagai dokter dengan sepenuh
hati.
2) Yah
Yah adalah tokoh utama dalam belenggu.. Watak tokoh Yah adalah
perhatian, nakal (suka menggoda), dan pandai berbicara. Fakta teks
menunjukkan Yah adalah seorang yang perhatian yang terdapat pada halaman
33. ―Dokter tiada panas hari ini? Bolehkah saya tanggalkan baju tuan dokter?

Jurnal “METABAHASA”, Volume 4 Nomor 1 , Januari 2021


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
Dia tiada menunggu jawaban tuan dokter Sukartono, dengan segera
ditanggalkannya. Sesudah disangkutkannya baju itu dia kembali, lalu berlutut
dihadapan Sukartono, terus ditanggalkannya sepatunya, dipasangkannya
sandal yang diambilnya dari bawah kerosi Sukartono.‖
Tokoh Antagonis
Tokoh antagonis beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung
ataupun tak langsung, bersifat fisik maupun batin (Suhandi,. Umumnya tokoh
antagonis adalah tokoh yang menyebabkan konflik. Adapun tokoh antagonis dalam
novel Belenggu yaitu:
1) Sumartini (Tini)
Tini adalah tokoh utama dalam novel Belenggu. Watak yang dimiliki oleh
Tini adalah pemarah, dan tidak mau mengalah. Hal ini terdapat pada kutipan
halaman 18. Memang Karno tidak suka akan Tini, sebab Tini marah-marah
saja, karena kesalahan yang keil-kecil sekalipun, bahkan kerap kali tiada
salahnya sama sekali. Dari kutipan di atas dapat terlihat bahwa Tini ini suka
sekali marah-marah.
2) Putri Amina
Watak tokoh Putri Aminah adalah dan iri. Hal ini dapat terlihat pada
halaman 44. Aminah masih merasa kecewa, karena bukan dia yang dipinang
Kartono. Barangkali juga lebih baik kalau Aminah yang dipilihnya dahulu. Pada
kutipan di atas dapat terlihat bahwa Putri Aminah sangat iri terhadap Tini dan
merasa dirinya lebih baik daripada Tini.

Pak Kairuddin di Gerupuk. “„Semua sudah jelas. Tidak ada orang sesat yang
boleh dimakamkan di sini‟, kata Rohmat.”
Alur
Alur menurut Luxemburg ialah kontruksi yang dibuat pembaca mengenai
sebuah deretan peristiwa yang secara logik dan kronologik saling berkaitan dan
yang diakibatkan atau dialami oleh para pelaku (Jan Van Luxemburg, 1986:149).
Kontuksi alur tidak bisa dibuat tanpa mengetahui rangkaian persitiwa yang
membentuk sebuah cerita atau dikenal sebagai plot. Plot adalah cerita yang berisi

Jurnal “METABAHASA”, Volume 4 Nomor 1 , Januari 2021


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat,
peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain
(Nurgiyantoro, 2012:113).
Plot dalam penelitian ini dianalisis dengan urutan waktu. Urutan waktu yang
dimaksud adalah waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya
fiksi yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2012:153). Tahapan plot yang digunakan
adalah tahapan rincian yaitu peristiwa-peristiwa dikelompokan berdasarkan tahap
pergerakan konflik. Adapun tahapan plot dari novel Belenggu antara lain:
1) Tahap Perkenalan
Pada novel Belenggu cerita diawali dengan Tahap Perkenalan, pada
umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai
hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Tahap awal dalam
novel belenggu ini pada saat Kartono mencari blocnotenya yang biasa
diletakkan istrinya (Tini) di atas meja tetapi saat itu blocnote yang dicari tidak
ada, kemudian Tono bertanya kepada bujanngnya tentang Tini.Selanjutnya
Tono bertemu dengan nyonya Eni kemudian mereka bermain api.
2) Tahap Permasalahan
Menampilankan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai
dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin
menenggangkan. Tahap tengah dala novel Belenggu Ketika tokoh Tini
menemui tokoh Siti Haryati yang dianggap sebagai penyanyi yang berhasil
merebut suaminya dari tangannya yang dimana akibat sikap Tini sendiri yang
tidak memperdulikan sosok Tono.
3) Tahap Pemisahan
Menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Tahap akhir dam
novel Belenggu adalah ketika Tini memutuskan untuk berpisah dengan Tono
dan akan meninggalkan Tono, tetapi Tono menolak. Akhirnya Tini dan Tono
berpisah, kemudia Tini pergi. Pada akhirnya juga Yah meninggalkan Tono.
Latar
Menurut Abrams, latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu,
menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat

Jurnal “METABAHASA”, Volume 4 Nomor 1 , Januari 2021


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Nurgiyantoro,2012:216). Latar
tersebut terdiri atas: 1) latar waktu, 2) latar alam/geografi, dan 3) latar sosial
(Endah Tri Priyatni,2010:112).
1) Latar Waktu
Latar waktu cerita Belenggu terjadi pada tahun 1927—1937.
2) Latar Tempat (alam/geografi)
Secara umum cerita Belenggu terjadi di Indonesia. Latar tempat peristiwa-
peristiwa yang terjadi dalam novel Belenggu antara lain Jakarta, dan Bandung.
3) Latar Sosial
Latar sosial menyaran pasda hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyrakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Latar sosial pada novel belenggu karya Armijn Pane yaitu Kartono orang yang
berpendidikan tinggi (terpelajat) sehingga Kartono bisa menjadi seorang dokter
yang sangat disukai oleh banyak orang, dan Tini adalah seorang wanita
pergerakan (organisasi).
Analisis Pemikiran rmijn Pane Tentang Citra Permpuan Dalam Novel
Belenggu
Novel Belenggu yang ditulis oleh Armijn Pane memiliki hubungan yang
menarik antara sastra dan masyarakat, sastra dan zamannya. Armijn membawa
beberapa hal baru dalam Novel Belenggu. Beberapa kritikus sastra mengakui
bahwa Novel Belenggu setidaknya memberikan sejarah baru dalam dunia sastra
Indonesia. Sebagaimana pada sambutan dalam novel Belenggu Karim Halim salah
satu sastrawan Pujangga Baru mengatakan ―Belenggu memberi arah baru dalam
kesusastraan Indonesia, baru dalam segalanya, baru dalam ceritanya, baru dalam
gaya bahasanya, baru dalam cara mengarang bentuk‖.
Dalam novel Belenggu karya Armijn Pane, jelas sekali bahwa citraan
terhadap perempuan yang dibentuk oleh masyarakat saat itu berbeda dari
biasanya. Hal ini merupakan suatu yang wajar mengingat pada peristiwa polemik
kebudayaan—pertentangan antara barat dan timur, antara Sutan Takdir
Alisyahbana dan lawan-lawannya—dunia barat sangat dianut oleh karibnya, yaitu
Sutan Takdi Alisyahbana, dan dunia timur dianut oleh Ki hadjar Dewantara. Pada

Jurnal “METABAHASA”, Volume 4 Nomor 1 , Januari 2021


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
masa itu, pedebatan tentang kejatidirian kebudayaan bangsa sendiri dalam
menyikapi kemodernistasa yang dibawa kebudayaan barat memang menjadi
perhatian utama semua sastrawan. Dalam Belenggu, Armijn pane terlihat telah
menentukan pendiriannya.
Dalam Belenggu ini, digambarkan bahwa perempuan tidak dapat berdiri
sendiri. Ketika ia belum menikah, ia terikat dengan ayahnya. Ketika ia sudah
menikah, ia terikat dengan suaminya. Dan ketika ia memiliki anak, ia terikat dengan
anaknya. Hal ini tergambar pada kutpan berikut.
Sebenarnya bukam karena cakap memimpin, atau karena suka
bekerja buat amal, maka dia banyak dipilih orang, melainkan karena
suaminya berpangkat tinggi dan disegani orang.

Dapat dilihat bahwa dari kutipan tersebut, citra masyarakat terhadap


seorang perempuan, tergantung dengan siapa ia menikah. Padahal, perempuan
seharusnya dinilai berdasarkan kualitas dirinya sendiri, bukan berdasarkan hal-hal
di luar dirinya yang sebenarnya sama sekali tidak berpegaruh—misal, menilai
perempuan berdasarkan dengan siapa ia menikah.
Novel Belenggu ini menceritakan tentang seorang dokter yang bernama
Sukartono yang mempunyai istri bernama Tini. Serta terdapat masa lalunya Tono
yang bernama Rohayah (yang mengganti namanya sebagai Nyonya Eni dan Siti
Hayati). Dalam novel ini diceritakan Tini yang merupakan istri dari dokter Sukartono
memiliki watak yang pemarah, namun apa yang menjadi alasan untuk Tini marah
tidak begitu jelas dan selalu dilampiaskan kepadaa Karno seorang bujang yang
bekerja di rumah dokter Kartono. Hal ini terdapat pada teks yaitu
―Mengapa Tini marah-marah saja? Karno rajin dan setia…, barangkali
sebenarnya Tini hendak marah-marah kepadanya, tapi Karno yang menjadi
kurban…”,”Tiba-tiba Tini berdiri, kerosi jatuh ke belakang, bukunya
dicampakkannya di atas meja” dan “Tini masuk ke kamar tidur, pintu
ditutupnya keras-keras, kedengaran dikunci dari dalam, sebentar lagi
kedengaran badan terempas dalam tempat tidur”

Maksud dari kedua teks di atas adalah bahwa cerminan seorang perempuan
lebih dominan terkesan pemarah. Baik ditunjukkan melalui perkataannya dan baik
melalui sikapnya.

Jurnal “METABAHASA”, Volume 4 Nomor 1 , Januari 2021


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
SIMPULAN
Novel Belenggu karya Armijn Pane memiliki tema pencitraan, dengan
pencitraan yaitu citra perempuan. Latar kisah ini diangkat sesuai dengan cerita
anatara Tono, Tini dan Yah. Dimana Tini adalah gadis modern, Tono adalah
seorang dokter yang mengidamkan istri seperti Yah. Didalam novel belenggu ini
terdapat citraan perempuan yang di perankan oleh Tini dan Yah.
Novel Belenggu ini menceritakan tentang seorang dokter yang bernama
Sukartono yang mempunyai istri bernama Tini. Serta terdapat masa lalunya Tono
yang bernama Rohayah (yang mengganti namanya sebagai Nyonya Eni dan Siti
Hayati). Dalam novel ini diceritakan Tini yang merupakan istri dari dokter Sukartono
memiliki watak yang pemarah, namun apa yang menjadi alasan untuk Tini marah
tidak begitu jelas dan selalu dilampiaskan kepadaa Karno seorang bujang yang
bekerja di rumah dokter Kartono
Dalam novel Belenggu karya Armijn Pane, jelas sekali bahwa citraan
terhadap perempuan yang dibentuk oleh masyarakat saat itu berbeda dari
biasanya. Hal ini merupakan suatu yang wajar mengingat pada peristiwa polemik
kebudayaan—pertentangan antara barat dan timur, antara Sutan Takdir
Alisyahbana dan lawan-lawannya—dunia barat sangat dianut oleh karibnya, yaitu
Sutan Takdi Alisyahbana, dan dunia timur dianut oleh Ki hadjar Dewantara. Pada
masa itu, pedebatan tentang kejatidirian kebudayaan bangsa sendiri dalam
menyikapi kemodernistasa yang dibawa kebudayaan barat memang menjadi
perhatian utama semua sastrawan. Dalam Belenggu, Armijn pane terlihat telah
menentukan pendiriannya.
DAFTAR PUSTAKA
Beauvoir, Simone De. Second Sex: Kehidupan Perempuan. (Yogyakarta: Narasi,
2016).
Faruk. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajara. 2016.
Luxemburg, Jan van, dkk., Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
1986.

Jurnal “METABAHASA”, Volume 4 Nomor 1 , Januari 2021


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. 2012.
Pane, Armijn. Belenggu. Jakarta: Dian Rakyat, 2010.
Priyatni, Endah Tri. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis. Jakarta: Bumi
Aksara. 2010.
Rahman, Jamal D.. 2014. 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Jakarta.
Pt. Gramedia
Ratna, Nyoman Kuthu. Teori dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2006
Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2013.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Ensiklopedia Sastra Indonesia,
diakses dari http://ensiklopedia.kemendikbud.go.id/sastra/artikel/Amijn_Pane,
pada tanggal 4 Juli 2019 pukul 09.58 WIB
Else Liliani, ―Menggagas Ide Keperempuanan dan Kebudayaan Armijn pane dalam
Novel ‗Belenggu‘: Sebuah Tinjauan Ekspresif‖, diunduh pada laman
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132299491/penelitian/MENGGAGAS%20IDE%
20KEPEREMPUANAN%20dalam%20belenggu%20-
%20pendekatan%20ekspresif.pdf pada Sabtu, 6 Juli 2019 pukul 22.10 WIB
Muslimin. 2011. Modernisasi dalam Novel Belenggu Karya Armijn Pane. Jurnal
Bahasa, Sastra, dan Budaya. ISSN 2088-6020. Vol.1, No.1.s
Sugihastuti dalam Jumianti Diana, ―Citra Sosial Perempuan dalam Cerpen Kartini
Karya Putu Wijaya: Tinjauan Kritik Sastra Feminis‖, diunduh pada laman
https://journal.unesa.ac.id/index.php/jpj/article/download/2427/pdf pada Minggu,
7 Juli 2019 pukul 23.07 WIB.

Jurnal “METABAHASA”, Volume 4 Nomor 1 , Januari 2021


Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Yasika Majalengka

Anda mungkin juga menyukai