Makalah Pih
Makalah Pih
Makalah Pih
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
1. Audrey Naqhiya Yamine ( 221010200814 )
2. Wilda Nazilah ( 221010201383 )
3. Asep Wahyudin ( 221010201395 )
4. Tegar Muktabar ( 221010200323 )
5. Hamidah miftahhul Jannah (221010201795)
KELAS : V.218
Puji syukur kami panjatkan kepada allah tuhan yang maha esa atas rahmat dan
karunianya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Pembidangan dalam
Ilmu Hukum dan Penafsiran Hukum, Metode Pendekatan Mempelajari Hukum dengan baik.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Dan Rosul kita yaitu Nabi
Muhammad Salallahu ‘alaihi wa sallam. Beserta para keluarganya, sahabatnya yang telah
membawa kita dari dari zaman yang gelap gulita hingga ke zaman yang terang benderang
seperti saat ini.
Kemudian dari pada itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang
selalu membimbing dan memberikan arahan kepada kami dalam penyusunan makalah ini,
khususnya bpk. Rinaldi Chandra S.H.,M.H.Selaku dosen pengajar mata kuliah Ilmu Hukum
Juga kami ucakan banyak terima kasih kepada teman-teman yang selalu memberikan semangat
kepada kami untuk bisa menyelesaikan tugas makalah ini
Penulis
I
DAFTAR ISI
I Kata pengantar.............................................................................................
II Daftar isi....................................................................................
BAB I pendahuluan........................................................................................
A. Latar belakang..................................................................................
B. Rumusan masalah ............................................................................
C. Tujuan makalah................................................................................
BAB II pembahasan.......................................................................................
A. Pengertian Pembidangan dalam Ilmu Hukum.................................
B. Penafsiran Hukum, Metode Pendekatan Mempelajari Hukum........
BAB III penutup.............................................................................................
A. Kesimpulan .....................................................................................
B. Saran.................................................................................................
Daftar pustaka.................................................................................................
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
URAIAN MATERI:
Dalam negara hukum ini pastilah banyak di tentukan tentang masalah – masalah hukum yang
ada saat ini, namun banyak orang yang kurang tau – menahu tentang bermacam – macam
hukum yang ada di Indonesia.
Dalam makalah ini akan menjelaskan tentang macam – macam hukum di Indonesia. Mulai dari
hukum tertulis dan tidak tertulis , hukum privat dan hukum publik, hukum domestik dan hukum
internasional. Serta hukum materil dan hukum formil
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis
2. sebutkan macam – macam pembidangan ?
3. Apa yang dimkasud dengan penafsiran hukum ?
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui apa yang di maksud dengan Pembidangan ilmu hukum dan Penafsiran hukum
2. Menjelaskan tentang ap aitu hukum tertulis dan tidak tertulis
3. Menjelaskan tentang macam – macam
1
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah lain dari pembidangan hukum adalah klasifikasi hukum, lapangan hukum, penggolongan
hukum, Jadi, Pembidangan hukum adalah pengelompokan atau pembukuan jenis-jenis hukum
tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Di Indonesia banyak sekali hukum, sehingga sampai banyaknya sulit membedakan pembagian
hukum-hukum tersebut.
a. Berdasarkan Sifatnya
> Hukum bersifat Memaksa adalah hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan
mempunyai kekuasaan mutlak.
> Hukum bersifat Mengatur adalah hukum yang keberadaannya dikesampingkan apabila pihak
pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam bentuk perjanjian
b. Berdasarkan Fungsinya
> Hukum Publik adalah hukum negara artinya hukum yang mengatur hubungan semua warga
negara atau hubungan antara negara dengan perseorangan warga negara. Hukum ini biasanya
hukum pidana, hukum yang mengatur semua warga negara.
> Hukum Privat adalah hukum Sipil artinya hukum yang mengatur hubungan antara orang yang
satu dengan yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan pihak tertentu. hukum ini
biasanya hukum perdata, hukum yang mengatur hubungan pihak tertentu misalya perjanjian
dalam problem jual beli.
1. Hukum Objektif
adalah hukum dalam suatu Negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau
golongan tertentu. Hukum ini hanya menyebut mengenai peraturan hukum saja yang mengatur
hubungan dua orang atau lebih.
2. Hukum Subyekyif
adalah hukum yang timbul dari hukum odyektif dan berlaku terhadap seorang tertentu atau
lebih.hukum subyektif disebut “hak”.
F. Berdasarkan Bentuknya
1. Hukum Tertulis
adalah hukum yang dibuat oleh badan resmi atau oleh penguasa dan melalui prosedur yang
jelas. Hukum ini biasanya di cantumkan dalam berbagai peraturan per-UU.
g. Berdasarkan Sumber
h. Berdasarkan Ruang
1. Hukum Publik
Yaitu hukum yang mengatur hubungan antara warga negara dan negara yang
menyangkut kepentingan umum. Dalam arti formal, hukum publik mencakup Hukum Tata
Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana, dan Hukum Acara.
b. Hukum Administrasi
Negara adalah seperangkat peraturan yang mengatur cara bekerja alat perlengkapan negara,
termasuk cara melaksanakan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki oleh setiap organ negara.
Singkatnya, mempelajari hal-hal yang bersifat teknis dari negara
c. Hukum Pidana
adalah hukum yang megatur pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan
umumyang diancam dengar. sanksi pidana tertentu. Dalam KUHP ( Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana ) pelanggaran (overtredingen) adalah perbuatan yang melanggar (ringan dengan
ancaman denda. Sedangkan kejahatan (misdrijven) adalah perbuatan. Yang melanggar (berat)
seperti pencurian, penganiayaan, pembunuhan, dan sebagainya.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur
tentangkejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam
denganpidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat
setelah kemerdekaan antara lain :
d. Hukum Acara
disebut juga hukum formal (Pidana dan Perdata), adalah seperangkat aturan yang berisi tata
cara menyelesaikan, melaksanakan atau mempertahankan hukum material. Di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum. - Acara Pidana (KUHAP) No. 8/1981 diatur tata cara
penangkapan,penahanan, penyitaan, dan penuntutan. Selain itu juga diatur siapa-siapa yang
berhak melakukan penyitaan, penyelidikan, pengadilan yang berwenang, dan sebagainya.
a) Hukum Perorangan, adalah himpunan peraturan yang mengatur manusia sebagai subjek
hukum dantentang kecakapannya memiliki hak-hak serta bertindak sendiri dalam melaksanakan
hak-haknya itu. Manusia dan Badan Hukum (PT, CV, Firma, dan sebagainya) merupakan
“pembawa hak” atausebagai “subjek hukum”.
b) Hukum keluarga, adalah hukum yang memuat serangkaian peraturanyang timbul dari
pergaulanhidup dan keluarga ( terjadi karena perkawinan yang melahirkan anak )
c) Hukum Kekayaan. Adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur hak dan kewajiban
manusia yang dapat dinilai dengan uang. Hukum kekayaan mengatur benda (segala barang dan
hak yang dapat menjadi milik orang atau objek hak milik) dan hak-hak yang dapat dimiliki atas
benda.
d) Hukum Waris. Hukum yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan seseorang setelah
ia meninggal, terutama berpindahnya harta kekayaan itu kepadaorang lain. Hukum waris
mengatur pembagian harta peninggalan, ahliwaris, urutan penerima warisan,hibah serta wasiat.
Penafsiran atau interpretasi peraturan undang-undang ialah mencari dan menetapkan pengertian
atas dalil-dalil yang tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang dikehendaki serta
yang dimaksud oleh pembuat undang-undang,. Untuk ini ada beberapa cara dan metode.
Penafsiran atau yang umum disebut interpretasi hukum adalah mencari dan menetapkan
pengertian atas dalil-dalil yang tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang di
kehendaki serta yang dimaksud oleh pembuat undang-undang.
Dan berbagai kasus hukum terjadi di tanah air, seringkali menimbulkan pendapat pro dan
kontra yang kemudian mencuat menjadi bahan perbincangan publik, Salah satu penyebabnya
tidak lain karena para penegak hukum (Hakim, Jaksa, Polisi, Pengacara) seringkali mempunyai
persepsi maupun penafsiran yang berbeda dalam menangani suatu kasus, meskipun sebenarnya
landasan hukum dan aturan main (rule of game) yang digunakan sama.
Dalam konteks hukum, perbedaan tafsir terhadap peraturan perundang- undangan sebenarnya
merupakan hal lazim terjadi, karena para juris dan penegak hukum mempunyai pandangan dan
sikap yang berbeda terhadap permasalahan- permasalahan yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan Meskipun demikian, terhadap kasus-kasus seperti itu, perlu kiranya
mendapat perhatian dan kajian yang serius di masa mendatang, supaya tidak berdampak
merugikan kepentingan pencari keadilan (justiciabel) dan masyarakat pada umumnya
Dalam praktek harus diakui, seringkali dijumpai suatu permasalahan yang tidak diatur dalam
perundang-undangan (rechts vacuum) ataupun kalau sudah diatur tetapi ketentuan perundang-
undangan tersebut tidak mnegatur secara jelas dan lengkap serta tidak memiliki relevansi
dengan rasa keadilan dan perkembangan hukum masyarakat. Bahkan seperti dikemukakan oleh
Sudikno Mertokusumo, bahwa tidak ada hukum atau Undang-Undang yang lengkap selengkap-
lengkapnya atau jelas dengan sejelas-jelasnya. Karena fungsi hukum adalah untuk melindungi
kepentingan manusia dengan mengatur seluruh kegiatan manusia. Sedangkan kepentingan
manusia itu tidak terhitung jumlah dan jenisnya, dan terus menerus berkembang sepanjang
masa. Oleh karena itu kalau Undang-Undangnya tidak jelas atau tidak lengkap harus dijelaskan
atau dilengkapi dengan menemukan hukumnya
Oleh karena itu, penafsiran merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi
penjelasan gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat
ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Penafsiran oleh hakim merupakan penjelasan
yang harus menuju kepada pelaksanaan yang dapat diterima oleh masyarakat mengenai
peraturan hukum terhadap peristiwa konkrit. Metode interpretasi ini adalah sarana atau alat-alat
untuk mengetahui makna undang-undang. Pembenarannya terletak pada kegunaannya untuk
melaksanakan ketentuan yang konkrit dan bukan untuk kepentingan metode itu sendiri. Oleh
karena itu harus dikaji dengan hasil yang diperoleh.
Interpretasi atau penafsiran hukum ini hanyalah merupakan salah satu metode dalam penemuan hukum
(rechtsvinding). Selain itu masih ada beberapa metode penemuan hukum yang dapat digunakan oleh
Hakim. Manakala hukumnya tidak jelas, maka digunakan metode interpretasi (penafsiran), sedangkan
apabila aturan hukumnya tidak lengkap atau tidak ada digunakan metose argumentasi (argumentum
per analogian, argumentum a contrario, rechtvervijning, fiksi hukum) dan metode eksposisi
(konstruksi hukum) untuk membentuk pengertian-pengertian hukum baru. Masing-masing metode ini
masih dapat diuraikan dan dirinci lebih lanjut. Adapun sumber utama penemuan hukum secara hirarki
dimulai dari peraturan
c. Penafsiran Historis
Penafsiran historis adalah menafsirkan undang-undang dengan cara melihat
sejarah terjadinya suatu undang-undang itu dibuat, penfasiran ini ada 2 macam :
1. Sejarah hukumnya, maksudnya berdasarkan sejarah terjadinya
hukum tersebut. Sejarah terjadinya hukum dapat diselidiki dari
memori penjelasan laporan – laporan perdebatan dalam DPR dan
surat menyurat antar Menteri komisili DPR yang bersangkutan.
2. Sejarah undang-undangnya, yang diselidiki maksudnya Pembentuk
Undang-Undang pada waktu membuat undnag-undang itu misalnya
di denda 25 f, sekarang ditafsirkan dengan uang RI, sebab harga
barang lebih mendekati pada waktu KUHP itu dibuat
f. Penafsiran Nasional
Penafsiran Nasional adalah penafsiran yang memiliki sesuai tidaknya dengan
sistem hukum yang berlaku. Misalnya: Hak milik Pasal 570 KUHP sekarang harus
ditafsirkan menurut hak milik sistem hukum Indonesia.
g. Penafsiran Analogis
Penafsiran analogis artinya memberi tafsiran pada sesuatu peraturan hukum
dengan memberi ibarat (qiyas) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas
hukumnya, sehingga sesuatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan,
lalu dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut. Mislanya; “menyambung”
aliran listrik dianggap sama saja dengan mengambil aliran listrik.
h. Penafsiran ekstensif
Penafsiran ekstensif adalah suatu penafsiran yang dilakukan dengan cara
memperluas arti kata-kata yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan
sehingga suatu peristiwa dapat dimasukkan ke dalam. Misalnya; “aliran listrik”
termasuk juga atau disamakan dengan “benda”.
i. Penafsiran Restriktif
Penafsiran restriktif adalah suatu penafsiran yang dilakukan dengan cara
membatasi atau mempersempit arti kata-kata yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan. Misalnya; Kerugian hanya terbatas pada kerugian materil saja
sedangkan kerugian immateriilnya termasuk di dalamnya.
j. Penafsiran a contrario (menurut peringkaran)
Penafsiran a contrario adalah suatu penafsiran yang dilakukan dengan cara
memberikan perlawanan pengertian antara pengertian konkret yang dihadapi dan
peristiwa yang diatur dalam undang-undang. Sehingga dengan berdasarkan
perlawanan pengertian ini dapat diambil kesimpulan bahwa peristiwa yang dihadapi
itu tidak diliputi oleh undang-undang yang dimaksud atau berada diluar ketentuan
undang-undang tersebut.
Contoh ; Pasal 34 KUHPerdata menentukan bahwa seorang perempuan tidak
dibenarkan menikah lagi sebelum lewat tenggang waktu 300 hari setelah perceraian
dari suami pertama. Berdasarkan penafsiran a contrario maka dapat dikatakan
bahwa ketentuan ini tidak berlaku bagi seorang laki-laki. Karena bagi seorang laki-
laki tidak perlu menunggu tenggang waktu tersebut untuk melakukan perkawinan
lagi setelah putusannya perkawinan pertama. Maksud tenggang waktu dalam pasal
34 KUHPerdata tersebut adalah untuk mencegah adanya keraguan- keraguan
mengenai kedudukan anak, berhubungan dengan kemungkinan bahwa seorang
sedang mengandung setelah perkawinannya putus atau bercerai. Jika anak itu
dilahirkan setelah perkawinan yang berikutnya dalam tenggang waktu sebelum
lewat 300 hari setelah putusnya perkawinan pertama maka berdasarkan undang-
undang kedudukan anak tersebut adalah anak dari suami pertama.
k. Penafsiran komparatif
Penafsiran komparatif adalah penafsiran dengan memperbandingkan.
Artinya, dengan memperbandingkan hendak dicari kejelasan mengenai suatu
ketentuan undang-undang. Pada interpretasi/penafsiran komparatif, penafsiran
peraturan itu dibenarkan dengan mencari titik temu pada penyelesaian yang
dikemukakan diberbagai negara. Terutama bagi hukum yang timbul dari perjanjian
internasional.
l. Penafsiran antisipatif/futuristis
Penafsiran antisipatif/futuristis bertujuan mencari pemecahannya dalam
peraturan perundang-undangan yang belum mempunyai kekuatan berlaku, yaitu
dalam rancangan undang-undang.
m. Penafsiran otentik
Penafsiran Otentik tidak pernah dibicarakan bersama-sama dengan metode-
metode interpretasi lainnya oleh karena penafsiran otentik bukanlah metode
penemuan hukum oleh hakim, melainkan merupakan penafsiran oleh pembentuk
undang-undang yang dimuat oleh undang-undang.
Metode-metode interpretasi diatas secara sederhana dapat dikelompokan
berdasarkan dua pendekatan, yaitu (1) the textualist approach (focus on text) dan
(2) the purposive approach (focus on purposes). Penafsiran gramatikal dan otentik
termasuk kategori pendekatan pertama, sementara penafsiran lainnya mengacu
kepada pendekatan kedua.
Dalam menemukan hukum tentu tidak ada prioritas pada salah satu metode
penafsiran. Namun dapat diharmoniskan dengan konteks hukum yang muncul.
Menafsirkan bukan merupakan kegiatan yang rasional logis. Dalam menggunakan
pelbagai metode penafsiran hasilnya dapat berbeda. Hakim harus mengambil
pilihan. Ia harus menimbang-nimbang. Ia mempunyai kebebasan menafsirkan yang
harus dilakukannya, karena ia memutuskan yang tidak boleh ditolaknya dan yang
hanya dapat dijawabnya berdasarkan pandangan dan penilaiannya.
Selanjutnya dinyatakannya bahwa manakala kajian hukum itu terarah pada kajian
permasalahan yang terdapat dalam ranah idiel maka pendekatannya normatif dan
perspektif, dengan metode berfikir deduktif. Sementara nilai kajian itu terarah pada
permasalahan hukum yang terdapat dalam ranah riel, maka pendekatannya empiric
dengan metode berfikir induktif. Hanya saja diingatkan bahwa seyogyanya dua
macam pendekatan itu tidak harus ditempatkan dalam suatu hubungan yang
dikhotomis. Di dalam kajian hukum seyogyanya dua macam itu satu sama lain
diterapkan secara proporsional sesuai dengan permasalahan dan ranah yang dikaji
dan bilamana perlu keduanya dapat diterapkan secara bersama-sama dan saling
menunjang, disinipun lalu tampak kajian hukum yang merupakan gabungan metode
deduktif dan induktif. Sehingga secara matematis dapat dikatakan bahwa “metode
pendekatan adalah fungsi dari permasalahan dan ranah”
Bernard Arief Sidharta, membedakan tiga kelompok disiplin hukum yaitu (a)
filsafat hukum, (b) teori hukum dan (c) ilmu hukum. Dari ketiganya filsafat hukum
adalah disiplin hukum yang paling abstrak ia merupakan induk dari semua refleksi
teoritis tentang hukum, baru kemudian teori hukum dan ilmu hukum adalah disiplin
hukum yang paling konkret. Ilmu hukum berdasarkan sifatnya dibedakan atas (1)
ilmu hukum normatif dan (2) ilmu hukum empiris. Ilmu hukum normatif dibedakan
atas dogmatik hukum dan perbandingan hukum. Ilmu hukum empiris terdiri dari
sosiologi hukum, sejarah hukum, antropologi hukum, psikologi hukum.
b. Metode pendekatan : Fungsi dari issue dan konsep hukum.
Soetadyo wignjosoebroto dalam kaitan dengan masalah pendekatan kajian
hukum berangkat dari “konsep hukum”. Konsep hukum berpengaruh terhadap
model-model kajian hukum. Selanjutnya, konsep hukum dapat diklasifikasikan
menjadi lima kategori. Pertama, hukum dikonsepsikan sebagai asas moralitas atau
asas keadilan yang bersifat universal , ia menjadi bagian inheren sistem hukum
alam. Kedua, hukum dikonsepsikan sebagai kaidah-kaidah positif yang berlaku
umum in abstracto, pada suatu waktu dan wilayah tertentu. Ia terbit sebagai produk
eksplisit dari suatu sumber kekuasaan politik tertentu yang berlegitimasi, atau sering
disebut sebagai hukum nasional atau hukum negara. Ketiga, hukum adalah
keputusan-keputusan yang diciptakan oleh hakim in concretto dalam proses
peradilan sebagai bagian dari usaha hukum untuk meyelesaikan kasus. Keempat,
hukum dikonsepsikan sebagai institusi sosial yang rill dan fungsional di dalam
sistem kehidupan bermasyarakat, baik dalam proses pemulihan ketertiban dan
penyelesaian sengketa maupun dalam proses pengarahan dan pembentukan pola-
pola maupun dalam proses pengarahan dan pembentukan pola-pola perilaku yang
baru. Akhirnya, hukum dikonsepsikan sebagai makna simbolik sebagaimana
termanifestasikan dan tersimak dalam dan dari aksi-aksi serta interaksi warga
masyarakat.
Konsep pertama hingga ketiga, lebih sering dikenal sebagai konsep normatif,
hukum adalah noerma yang bersifat ius constituendum atau ius constitutum maupun
juga hasil cipta penuh pertimbangan hakim dalam menghakimi suatu perkara. Oleh
karena setiap norma itu selalu saja eksis sebagai bagian dari sub sistem doktrin atau
ajaran, maka setiap penelitian hukum yang sistem doktrin atau ajaran, maka setiap
penelitian hukum yang mengkonsepkan sebagai norma dapat disebut penelitian
hukum hukum normatif atau doktrinal. Suatu penelitian hukum yang lebih banyak
menggunakan silogisnya yang deduktif dalam mengkaji gejala hukum yang
menjadi, permasalahan atau tujuan penelitiannya, sementara konsep yang ke empat
dan ke lima adalah konsep yang bersifat nomologik. Hukum bukan dikonspsikan
sebagai rules melainkan sebagaimana yang tersimak, dalam kehidupan sehari-hari.
Disini hukum adalah prilaku-prilaku (aksi-aksi dan interaksi) manusia secara aktual
telah atau terpola. Karena setiap perilaku atau saksi itu adalah suatu realitas sosial
yang tersimak di dalam pengalaman inderawi yang empirik, menerpkan metode
pendekatan sosial. Suatu penelitian hukum yang lebih banyak mendasarkan diri
pada logika-logika formal dengan silogisme induktif dalma mengkaji gejala hukum
yang menjadi permasalahan atau tujuan penelitiannya, sementara konsep yang
keempat dan kelima adalah konsep yang bersifat nomologik. Hukum bukan
dikonsepsikan sebagai rules melainkan sebagaimana yang tersimak, dalam
kehidupan sehari-hari. Disini hukum adalah perilaku-perilaku 9aksi-aksi dan
interaksi) manusia secara aktual telah atau terpola. Karena setiap perilaku atau aksi
itu adalah suatu realitas sosial yang tersimak di dalam pengalaman inderawi yang
empirik, maka setiap penelitian hukum yang yang demikian itu seyogyanyalah
menerpakan metode pendekatan sosial. Suatu penelitian hukum yang lebih banyak
mendasarkan diri pada logika-logika formal dengan silogisme induktif dalam
mengkaji gejala hukum yang menjadi permasalahan atau tujuan penelitiannya.
Seperti juga Soerjono Soekanto, Soetandyo Wignjosoebroto juga mengingatkan
sebagai model pendekatan hukum diatas janganlah dilihat secara terpisah dan slaing
berharap muka, melainkan perlu secara proporsional dan bila mana perlu dapat
digabung satu sama lain dalam kerangka mencari jawaban apa yang menjadi
permasalahan atau tujuan penelitiannya. Secara singkat dapat dinyatakan bahwa
“metode adalah fungsi dari permasalahan dan konsep hukum” hubungan antara
konsep tipe kajian.
3
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
penafsiran merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan
gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan
sehubungan dengan peristiwa tertentu. penafsiran hukum ini hanyalah merupakan salah satu
metode dalam penemuan hukum (rechtsvinding).
Adapun Macam-macam penafsiran hukum : Penafsiran secara tata bahasa
(Grammatikal), penafsiran sistematis, penafsiran historis, penafsiran sosiologis, penafsiran
autentik (resmi), penafsiran nasional, penafsiran analogis, penafsiran ekstensif, penafsiran
restriktif, penafsiran a contrario (menurut pengingkaran), penafsiran kompratif, penafsiran
antisipatif/futuristis, penafsiran otentik.
Ada 2 metode pendekatan mempelajari hukum yaitu metode pendekatan fungsi dari
issue dan ranah hukum, serta metode pendekatan fungsi dari issue dan konsep hukum.
Hukum dalam bentuknya dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Hukum tertulis
Hukum dapat diartikan dengan hukum normative, dapat berupa undang – undang KHUP,
KUHPER, dan doktrin
b. Hukum tidak tertulis
Hukum yang tidak tertulis dapat juga di sebut dengan norma atau kebiasaan
B. SARAN
Semoga makalah yang kami buat bisa menambah ilmu pengetahuan dan semoga malah ini
bisa bermanfaat bagi pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Untuk
itu penulisan mengharap kritik dan saran yang membangun, agar lebih baik dalam penyusun
makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
R. Soesilo, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesuatu disebut hukum jika mengandung unsur-unsur: peraturan mengenai tingkah laku
manusia dalam pergaulan masyarakat; peraturan itu dibuat dan ditetapkan oleh badan-badan
resmi yang berwajib; peraturan itu bersifat memaksa; dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan
tersebut adalah tegas. Adapun yang menjadi karakteristik dari hukum adalah adanya perintah dan
larangan, serta perintah atau larangan tersebut harus dipatuhi oleh semua orang.
Ketaatan atau kepatuhan terhadap hukum yang berlaku merupakan konsep nyata dalam
diri seseorang yang diwujudkan dalam perilaku yang sesuai dengan sistem hukum yang berlaku.
Tingkat kepatuhan hukum yang diperlihatkan oleh seorang warga negara, secara langsung
menunjukkan tingkat kesadaran hukum yang dimilikinya. Kepatuhan hukum mengandung arti
bahwa seseorang memiliki kesadaran untuk memahami dan menggunakan peraturan
perundangan yang berlaku; mempertahankan tertib hukum yang ada; dan menegakkan kepastian
hukum.
Tujuan ditetapkannya hukum bagi suatu negara adalah untuk menegakkan kebenaran dan
keadilan, mencegah tindakan yang sewenang-wenang, melindungi hak asasi manusia, serta
menciptakan suasana yang tertib, tenteram aman, dan damai.
B. Saran
Sistem hukum yang ada di Indonesia harus dijalankan dengan adil dan sesuai peraturan
perundang-undangan, agar warga negara Indonesia bisa mematuhi hukum yang berlaku.
9
DAFTAR PUSTAKA
10