LP CKD

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN CKD

DIRUANGAN HEMODIALISIS RSI SITI KHADIJAH PALEMBANG


Tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah

Dosen Pembimbing

Ns. Yofa Anggriani Utama, S.Kep., M.Kes, M.Kep

Disusun Oleh

Maya Romanti NPM : 23.14901.10.25

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2023
A. Definisi CKD

Gagal ginjal merupakan kondisi dimana ginjal tidak mampu melakukan filtrasi

darah sebagaimana mestinya, sedangkan kronis berarti bahwa kondisi tersebut berlangsung

perlahan dan berlangsung lama, (Ariyani, 2019).

Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan fungsi ginjal secara progresif dan

irreversible dimana tubuh tidak mampu mempertahankan metabolisme dan keseimbangan

cairan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (penumpukan sampah nitrogen dalam darah

dan retensi urea), (Sukandar & Mustikasari, 2021).

Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah destruksi struktur ginjal

yang progresif dan terus- menerus. Fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan

tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolic, dan cairan elektrolit mengalami

kegagalan, yang menyebabkan uremia, (Ma ’shumah et al., 2014).

B. Anatomi Fisiologi

Manusia memiliki sepasang ginjal.Dua ginjal terletak pada dinding posterior

abdomen,diluar rongga peritoneum. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah lekukan

yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik, suplai saraf ,

dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke kandung kemih, tempat urine disimpan

hingga dikeluarkan. Ginjal dilengkapi oleh kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi

struktur dalamnya yang rapuh.Posisi ginjal kanan sedikit lebih rendah dari posisi ginjal kiri

karena ginjal kanan tertekan oleh organ hati.Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12

hingga L3, sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan dua belas.
1. Anatomi Ginjal

Ginjal (Ren) adalah suatu organ yang mempunyai peran dalam mengatur

keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam

basa dalam darah. Produk sisa berupa urin akan meninggalkan ginjal menuju saluran kemih

untuk dikeluarkan dari tubuh. Ginjal terletak di belakang porituneom sehingga disebut

organ retroperitoneal (Snell, 2016).

Ginjal berwarna cokelat kemerahan dan berada di sisi kanan dan kiri kolumna

vertebralis setingga vertebrata T12 sampai vertebrata L3. Ginjal dexter terletak sedikit

lebih rendah daripada sinistra karena adanya lobus hepatis yang besar. Masing-masing

ginjal memiliki fasies anterior, fasies interior, margo lateralis, margo medialis, ekstremitas

superior dan ekstremitas interior (Moore, 2017).

Bagian luar ginjal dilapisi oleh capsula fibrosa, capsula adipusa, fasia reanlis dan

corpus adiposum pararenal. Masing-masing ginjal memiliki bagian yang berwarna cokelat

gelap di bagian luar yang disebut korteks dan medulla renalis di bagian dalam yang

masing-masing memiliki pepilia renalis terdiri dari kira-kira 12 piramis renalis yang
masing-masing memiliki pepilia renalis di bagian apeknya. Di antara piramis renalis

terdapat kolumna renalis yang memisahkan setiap piramis renalis (Snell, 2016).

Pembuluh darah pada ginjal dimulai dari yang membawa darah dengan kandungan

tinggi CO2 masuk ke ginjal melalui hilum renalis. Secara khas, di dekat hilum renalis.

Beberapa vena menyatukan darah dari rend an bersatumembentuk pola yang berbeda-beda,

untuk membentuk pola renalis. Vena renalis terletak ventral terhadap arteri renalis, sinistra

lebih panjang, melintas ventral terhadap arteri renalis bermuara ke vena cava inferior

(Moore, 2017). Arteri lobaris merupakan arteri yang berasal dari arteri segmentalis di mana

masing-masing ateri lobaris berada pada setiap piramis renalis. Selanjutnya arteri bercabng

menjadi 2 atau 3 arteri interlobaris yang berjalan menuju korteks di antara piramis renalis.

Pada perbatasan korteks dan meduka renalis, arteri interlobaris bercabang menajdi arteri

arkuata yang kemudian menyusuri lengkunhan piramis renalis. Arteri arkuata

mempercabangkan arteri interlobularis yang kemudian menjadi arteriol aferen (Snell,2016)

C. Etiologi

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal.

Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.

1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.

2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.

3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,

stenosis arteri renalis.

4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis

nodosa, sklerosis sistemik progresif.


5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler

ginjal.

6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.

7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.

8. Nefropati obstruktif

9. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.

10. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada

leher kandung kemih dan uretra.

D. Tanda dan gejala

Terdapat beberapa tanda dan gejala yang dikeluhkan pasien terkait penyakit GGK,

yakni sebagai berikut: Gejala CKD lanjut

a. nyeri dada

b. kulit kering

c. gatal atau mati rasa

d. merasa lelah

e. sakit kepala

f. peningkatan atau penurunan buang air kecil

g. kehilangan selera makan

h. kram otot

i. mual

j. sesak napas

k. masalah tidur

l. kesulitan berkonsentrasi
m. muntah

n. penurunan berat badan

E. Klasifikasi

Cronic Kidney Disease (CKD) pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan

cronoic renal failure (CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka

untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena 7 dengan CKD dibagi 5

grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2.

secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT

(clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal

failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau

datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.

1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :

a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal

1) Kreatinin serum dan kadar BUN normal

2) Asimptomatik

3) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR

b. Stadium II : Insufisiensi ginjal

1) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)

2) Kadar kreatinin serum meningkat

3) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)

Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:

1) Ringan

40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal


2) Sedang

15% - 40% fungsi ginjal normal

3) Kondisi berat

2% - 20% fungsi ginjal normal

c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia

1) Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat

2) Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit

3) Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010

2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian

CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :

a. a.Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG

yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2 ).

b. b.Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -

89 mL/menit/1,73 m2 ).

c. c.Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2 ).

d.Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2 ).

e.Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal

ginjal terminal.

F. Patofisiologi (bagan/alur)

Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan metabolic

(DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan Imunologis,

Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan kongenital yang

menyebabkan GFR menurun.


Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan

tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang

utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi

walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan

ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahanyang harus dilarut

menjadi lebih besar daripada yang bisa di reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai

poliuri dan haus.

Kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini

fungsi renal yang demikian lebih rendah itu. (Barbara C Long). Fungsi renal

menurun,produk akhir metabolism protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin)

tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin

banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat.


Pathway
G. Pemeriksaan penunjang

1. Radiologi : Untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal

2. Foto polos abdomen : Menilai bentuk dan besar ginjal serta adakah batu/obstruksi lain

3. Pielografi Intra Vena : Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi

penurunan faal ginjal pada usia lanjut, DM dan nefropati asam urat

4. USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenhim ginjal, anatomi sistem

pelviokalises dan ureter proksimal, kepadatan parenhim ginjal, anatomi sistem

pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih serta prostat

5. Renogram : Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)

serta sisa fungsi ginjal

H. Penatalaksanaan

Menurut Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan

mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (worldkidneyday.org, 2015).

1. Dialisis Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius,

seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas

biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas,

menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka. Dialisis

atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang bertujuan untuk

menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari

tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari

90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka

perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :


2. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser) Hemodialisis atau HD adalah jenis

dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada

proses ini, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam

mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi

oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai di bersihkan,

darah dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah

salit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.

3. Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut) Terapi kedua adalah dialisis peritoneal

untuk metode cuci darah dengan bantuan membrane peritoneum (selaput rongga perut).

Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin

dialisis.

4. Koreksi hiperkalemiMengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi

dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan

menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat

didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya

adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus

glukosa.

5. Koreksi anemia Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi,

kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian

gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat

diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi coroner.

6. Koreksi asidosis Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.

Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq
natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.

Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.

7. Pengendalian hipertensi Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator

dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati

karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.

8. Transplantasi ginjal Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik,

maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru

I. Pengkajian keperawatan

1. Pengkajian Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu dalam

penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi kekuatan dan

kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose keperawatan (Smeltezer and Bare, 2011).

a. Identitas pasien

Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang

tua, pekerjaan orang tua.

b. Keluhan utama Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan

tidur, takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.

c. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya Berapa lama pasien sakit,

bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara minum obatnya apakan

teratur atau tidak, apasaja yang dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya.

d. Aktifitas/istirahat : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur

(insomnia/gelisah atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang

gerak
e. Sirkulasi Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina),

hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan, nadi

lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap

akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan.

f. Integritas ego Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan,

menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.

g. Eliminasi Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut),

abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh kuning pekat,

merah, coklat, oliguria.

h. Makanan/Cairan Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan

(malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut

(pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi abdomen/asietes, pembesaran hati

(tahap akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah

i. Neurosensori Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki

gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya

ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,

ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat

kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan

tipis

j. Nyeri/kenyamanan Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku

berhatihati/distraksi, gelisah.
k. Pernapasan Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak,

takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk dengan sputum encer

(edema paru).

l. Keamanan Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),

normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu

tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,

keterbatasan gerak sendi

m. Seksualitas

Penurunan libido, amenorea, infertilitas

n. Interaksi social Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,

mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

o. Penyuluhan/Pembelajaran Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal),

penyakit polikistik, herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat terpejan pada

toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik saat

ini/berulang.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan diagnosa

keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut (Nurarif, 2015

dan SDKI, 2016):

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,

perubahan membran alveolus kapiler (D.0003)

2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb (D.0015)

3. Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan (D.0019)


4. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan, kelebihan

asupan natrium (D.0022)

3. Intervensi keperawatan

No Diagnosa (SDKI) Tujuan dan kriteria hasil Intervensi (SIKI)


(SLKI)
1 Gangguan Setelah dilakukan intervensi Pemantauan Respirasi
pertukaran gas selama 3×24 jam. Maka (1.01014)
gangguan pertukaran gas 1. Observasi
berhubungan dengan
menurun, dengan  Monitor frekuensi,
ketidakseimbangan Kriteria hasil : irama kedalaman dan
ventilasi-perfusi,  Tingkat kesadaran upaya napas Monitor
meningkat pola napas (seperti
perubahan membran
 Dispnea menurun bradipnea, takipnea,
alveolus kapiler  Bunyi napas tambahan hiperventilasi,
menurun Kussmaul, Cheyne,
 Pusing menurun - Stokes, Biot, ataksik)
Penglihatan kabur  Monitor kemampuan
menurun batuk efektif
 Diaforesis menurun  Monitor adanya
 Gelisah menurun produksi sputum
Napas cuping hidung  Monitor adanya
menurun sumbatan jalan napas
 PCO2 membaik  Palpasi kesimetrisan
 PO2 membaik ekspansi para
 Takikardia membaik  Auskultasi bunyi napas
 pH arteri membaik  Monitor saturasi oksigen
 Sianosis membaik  Monitor nilai AGD
 Pola napas membaik  Monitor hasil x-ray
 Warna kulit membaik toraks
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray
toraks Terapeutik
 Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2. Terapeutik Oksigen
 Monitor kecepatan
aliran oksigen
 Monitor posisi alat
terapi oksigen
 Monitor aliran oksigen
secara periodik dan
pastikan fraksi yang
diberikan cukup
 Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
 Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
 Monitor tanda dan
gejala toksikasi oksigen
dan atelaktasis
 Monitor tingkat
kecemasan akibat terapi
oksigen
 Monitor integritas
mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
 Bersihkan sekret pada
mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan
jalan napas
 Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
 Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
 Tetap berikan oksigen
saat pasien
ditransportasi
 Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas
pasien

3. Edukasi
 Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen di
rumah
4. Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
 Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur
2 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan intervensi Perawatan Sirkulasi (1.02079)
efektif berhubungan selama 3×24 jam. Perfusi 1. Observasi
perifer tidak efektif membaik,  Periksa sirkulasi periver
dengan penurunan
dengan (mis. Nadi perifer,
konsentrasi Hb Kriteria hasil : edema, pengisian
 Denyut nadi perifer kapiler, warna, suhu,
meningkat ankle brachial index)
 Penyembuhan luka  Identifikasi faktor resiko
meningkat gangguan sirkulasi(mis.
 Sensasi meningkat Diabetes, perokok,
 Warna kulit pucat orang tua hipertensi dan
menurun kadar kolestrol tinggi)
 Edema perifer Monitor panans,
menurun kemerahan, nyeri atau
 Nyeri ekstremitas bengkak pada
menurun ekstermitas
 Parastesia menurun
 Kelemahan otot 2. Terapeutik
menurun  Hindari pemasangan
 Kram otot menurun infus atau pengambilan
darah di daerah
 Bruit femoralis
keterbatasan perfusi
menurun  Hindari pengukuran
 Nekrosis menurun tekanan darah pada
 Pengisian kapiler ekstermitas dengan
membaik keterbatasan perfusi
 Akral membaik  Hindari penekanan dan
 Turgor kulit membaik pemasangan tourniquet
 Tekanan darah sistolik pada area yang cidera
membaik  Lakukan pencegahan
 Tekanan darah infeksi
diastolik membaik  Lakukan perawatan kaki
 Tekanan arteri rata- dan kuku Edukasi
rata membaik  Anjurkan berhenti
 Indeks anklebrachial merokok
membaik  Anjurkan berolah raga
rutin
 Anjurkan mengecek air
mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
 Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan
darah, antikoagulan,dan
penurun kolestrol, jika
perlu
 Anjurkan minum obat
pengontrl tekanan darah
secara teratur
 Anjurkan menggunakan
obat penyekat beta
 Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi ( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak
ikam omega 3)
 Informasikan tanda dan
gejala darurat yang
harus dilaporkan (mis.
Raasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka
tidak sembuh, hilangnya
rasa)
Manajemen Sensasi Perifer
Observasi
 Identifikasi penyebab
perubahan sensasi
 Identifikasi penggunaan
alat pengikat, prosthesis,
sepatu, dan pakaian
 Periksa perbedaan
sensasi tajam dan
tumpul
 Periksa perbedaan
sensasi panas dan dingin
 Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi
dan tekstur benda
 Monitor terjadinya
parestesia, jika perlu
 Monitor perubahan kulit
 Monitor adanya
tromboflebitis dan
tromboemboli vena
Teraupetik
 Hindari pemakaian
benda-benda yang
berlebihan suhunya
(terlalu panas atau
dingin)
Edukasi
 Anjurkan penggunaan
thermometer untuk
menguji suhu air
 Anjurkan penggunaan
sarung tangan termal
saat memasak
 Anjurkan memakai
sepatu lembut dan
bertumit rendah
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu
3 Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi (1.03119)
kurangnya asupan selama 3×24 jam. Maka 1. Observasi
defisit nutrisi membaik,  Identifikasi status nutrisi
makanan
dengan  Identifikasi alergi dan
Kriteria hasil : intoleransi makanan
 Porsi makanan yang  Identifikasi makanan
dihabiskan meningkat yang disukai
 Kekuatan otot  Identifikasi kebutuhan
pengunyah meningkat kalori dan jenis nutrient
 Kekuatan otot menelan  Monitor asupan
meningkat makanan
 Serum albumin  Monitor berat badan
meningkat  Monitor hasil
 Verbalisasi keinginan pemeriksaan
untuk meningkatkan laboratorium Teraupetik
nutrisi meningkat  Lakukaoral hygiene
 Pengetahuan tentang sebelum makan, jika
pilihan makanan yang perlu
sehat meningkat  Fasilitasi menentukan
 Pengetahuan tentang pedooman diet (mis.
pilihan minuman yang Piramida makanan)
sehat meningkat  Sajikan makanan secara
 Pengetahuan tentang menarik dan suhu yang
standar asupan nutrisi sesuai
yang tepat meningkat  Berikan makanantinggi
 Penyiapan dan serat untuk mencegah
penyimpanan makanan konstipasi
yang aman meningkat  Berikan makanan tinggi
 Penyiapan dan kalori dan tinggi protein
penyimpanan  Berikan makanan rendah
minuman yang aman protein
meningkat Edukasi
 Sikap terhadap  Anjurkan posisi dusuk,
makanan/minuman jika mampu
sesuai dengan tujuan  Anjurkan diet yang
kesehatan meningkat diprogramkan
 Perasaan cepat
kenyang menurun Kolaborasi
 Nyeri abdomen  Kolaborasi pemberian
menurun medikasi sebelum
 Sariawan menurun makan (mis. Pereda
 Rambut rontok nyeri, antiemetic), jika
menurun perlu
 Diare menurun  Kolaborasi dengan ahli
 Berat badan membaik gizi menentukan jumlah
 Indeks Massa Tubuh kalori dan jenis nutrient
(IMT) membaik yang dibutuhkan, jika
 Frekuensi makan perlu
membaik
 Nafsu makan membaik
 Bising usus membaik
 Tebal lipatan kulit
trisep membaik
 Membran mukosa
membaik
4. Hipervolemia b.d Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipervolemia
gangguan selama 3×24 jam. Maka (1.03114)
hopervolemia membaik, Observasi
mekanisme regulasi,
dengan  Periksa tanda dan gejala
kelebihan asupan Kriteria hasil: hipervolemia (mis.
cairan, kelebihan  Asupan cairan Ortopnea, dispnea,
meningkat edema, JVP/CVP
asupan natrium
 Haluaran urin meningkat, refleks
meningkat hepatojugular positif,
 Kelembaban membran suara npas tambahan)
mukosa meningkat  Identifikasi penyebab
 Asupan makanan hipervolemia
meningkat  Monitor status
 Edema menurun hemodinamik (mis.
 Dehidrasi menurun frekuensi jantung,
 Asites menurun tekanan darah, MAP,
 Konfusi menurun CVP, PAP, PCWP, CO,
 Tekanan darah CI), jika tersedia
membaik  Monitor intake dan output
 Denyut nadi radial cairan
membaik  Monitor tanda
 Tekanan arteri rata- hemokonsentrasi (mis.
rata membaik kadar natrium, BUN,
 Membran mukosa hematokrit, berat jenis
membaik urine)
 Mata cekung membaik  Monitor tanda
 Turgor kulit membaik peningkatan tekanan
 Berat badan membaik onkotik plasma (mis.
kadar protein dan albumin
meningkat)
 Monitor keceptan infus
secara ketat
 Monitor efek samping
diuretik (mis. Hipotensi
ortostatik, hipovolemia,
hipokalemia,
hiponatremia)
Terapeutik
 Timbang berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama
 Batasi asupan cairan dan
garam
 Tinggikan kepala tempat
tidur 30-40° Edukasi
 Anjurkan melapor jika
haluaran urin < 0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
 Anjurkan melapor jika
BB bertambah > 1 kg
dalam sehari
 Ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
 Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
diuretik
 Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretik
 Kolaborasi pemberian
continous renal
replacement therapy
(CRRT), jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

Ariyani, H. (2019). Gambaran Karakteristik Pasien Gagal Ginjal Kronis Di Unit Hemodialisa

Rumah Sakit Umum Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Jurnal Keperawatan & Kebidanan

STIKes Mitra Kencana Tasikmalaya, 3(2), 1–6.

Sukandar, D., & Mustikasari. (2021). Studi Kasus: Ansietas Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis.

Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 4(3), 1689–1699.


Ma ’shumah, N., Bintanah, S., & Handarsari, E. (2014). Hubungan asupan protein dengan kadar

ureum, kreatinin, dan kadar hemoglobin darah pada penderita gagal ginjal kronik hemodialisa

rawat jalan di RS Tugurejo, Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang, 3(1),

22–32.

International Conference on Network Protocols, ICNP 2015, San Francisco, CA, USA,

November 10-13, 2015

Bare, Smeltzer. 2011. “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8.”

Anda mungkin juga menyukai