LP CKD
LP CKD
LP CKD
Dosen Pembimbing
Disusun Oleh
Gagal ginjal merupakan kondisi dimana ginjal tidak mampu melakukan filtrasi
darah sebagaimana mestinya, sedangkan kronis berarti bahwa kondisi tersebut berlangsung
Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan fungsi ginjal secara progresif dan
cairan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (penumpukan sampah nitrogen dalam darah
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah destruksi struktur ginjal
yang progresif dan terus- menerus. Fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan
B. Anatomi Fisiologi
abdomen,diluar rongga peritoneum. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah lekukan
yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik, suplai saraf ,
dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke kandung kemih, tempat urine disimpan
hingga dikeluarkan. Ginjal dilengkapi oleh kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi
struktur dalamnya yang rapuh.Posisi ginjal kanan sedikit lebih rendah dari posisi ginjal kiri
karena ginjal kanan tertekan oleh organ hati.Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12
hingga L3, sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan dua belas.
1. Anatomi Ginjal
Ginjal (Ren) adalah suatu organ yang mempunyai peran dalam mengatur
keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam
basa dalam darah. Produk sisa berupa urin akan meninggalkan ginjal menuju saluran kemih
untuk dikeluarkan dari tubuh. Ginjal terletak di belakang porituneom sehingga disebut
Ginjal berwarna cokelat kemerahan dan berada di sisi kanan dan kiri kolumna
vertebralis setingga vertebrata T12 sampai vertebrata L3. Ginjal dexter terletak sedikit
lebih rendah daripada sinistra karena adanya lobus hepatis yang besar. Masing-masing
ginjal memiliki fasies anterior, fasies interior, margo lateralis, margo medialis, ekstremitas
Bagian luar ginjal dilapisi oleh capsula fibrosa, capsula adipusa, fasia reanlis dan
corpus adiposum pararenal. Masing-masing ginjal memiliki bagian yang berwarna cokelat
gelap di bagian luar yang disebut korteks dan medulla renalis di bagian dalam yang
masing-masing memiliki pepilia renalis terdiri dari kira-kira 12 piramis renalis yang
masing-masing memiliki pepilia renalis di bagian apeknya. Di antara piramis renalis
terdapat kolumna renalis yang memisahkan setiap piramis renalis (Snell, 2016).
Pembuluh darah pada ginjal dimulai dari yang membawa darah dengan kandungan
tinggi CO2 masuk ke ginjal melalui hilum renalis. Secara khas, di dekat hilum renalis.
Beberapa vena menyatukan darah dari rend an bersatumembentuk pola yang berbeda-beda,
untuk membentuk pola renalis. Vena renalis terletak ventral terhadap arteri renalis, sinistra
lebih panjang, melintas ventral terhadap arteri renalis bermuara ke vena cava inferior
(Moore, 2017). Arteri lobaris merupakan arteri yang berasal dari arteri segmentalis di mana
masing-masing ateri lobaris berada pada setiap piramis renalis. Selanjutnya arteri bercabng
menjadi 2 atau 3 arteri interlobaris yang berjalan menuju korteks di antara piramis renalis.
Pada perbatasan korteks dan meduka renalis, arteri interlobaris bercabang menajdi arteri
C. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis
ginjal.
8. Nefropati obstruktif
10. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada
Terdapat beberapa tanda dan gejala yang dikeluhkan pasien terkait penyakit GGK,
a. nyeri dada
b. kulit kering
d. merasa lelah
e. sakit kepala
h. kram otot
i. mual
j. sesak napas
k. masalah tidur
l. kesulitan berkonsentrasi
m. muntah
E. Klasifikasi
Cronic Kidney Disease (CKD) pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan
cronoic renal failure (CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka
untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena 7 dengan CKD dibagi 5
grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2.
secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT
(clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal
failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau
2) Asimptomatik
1) Ringan
3) Kondisi berat
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
a. a.Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
89 mL/menit/1,73 m2 ).
ginjal terminal.
F. Patofisiologi (bagan/alur)
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan metabolic
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahanyang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa di reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai
Kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian lebih rendah itu. (Barbara C Long). Fungsi renal
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin
2. Foto polos abdomen : Menilai bentuk dan besar ginjal serta adakah batu/obstruksi lain
3. Pielografi Intra Vena : Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi
penurunan faal ginjal pada usia lanjut, DM dan nefropati asam urat
4. USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenhim ginjal, anatomi sistem
5. Renogram : Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)
H. Penatalaksanaan
1. Dialisis Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius,
biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas,
atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang bertujuan untuk
menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari
tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari
90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka
dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada
proses ini, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam
mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi
oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai di bersihkan,
darah dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah
3. Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut) Terapi kedua adalah dialisis peritoneal
untuk metode cuci darah dengan bantuan membrane peritoneum (selaput rongga perut).
Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin
dialisis.
dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan
didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya
adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus
glukosa.
5. Koreksi anemia Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian
gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat
diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi coroner.
6. Koreksi asidosis Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.
Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq
natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.
7. Pengendalian hipertensi Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator
8. Transplantasi ginjal Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik,
I. Pengkajian keperawatan
1. Pengkajian Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu dalam
penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi kekuatan dan
kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose keperawatan (Smeltezer and Bare, 2011).
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang
b. Keluhan utama Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
c. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya Berapa lama pasien sakit,
bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara minum obatnya apakan
teratur atau tidak, apasaja yang dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya.
gerak
e. Sirkulasi Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina),
hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan, nadi
lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap
f. Integritas ego Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan,
g. Eliminasi Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh kuning pekat,
(malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya
kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan
tipis
j. Nyeri/kenyamanan Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku
berhatihati/distraksi, gelisah.
k. Pernapasan Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak,
(edema paru).
normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu
tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
m. Seksualitas
ini/berulang.
2. Diagnosa keperawatan
keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut (Nurarif, 2015
3. Intervensi keperawatan
3. Edukasi
Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen di
rumah
4. Kolaborasi
Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur
2 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan intervensi Perawatan Sirkulasi (1.02079)
efektif berhubungan selama 3×24 jam. Perfusi 1. Observasi
perifer tidak efektif membaik, Periksa sirkulasi periver
dengan penurunan
dengan (mis. Nadi perifer,
konsentrasi Hb Kriteria hasil : edema, pengisian
Denyut nadi perifer kapiler, warna, suhu,
meningkat ankle brachial index)
Penyembuhan luka Identifikasi faktor resiko
meningkat gangguan sirkulasi(mis.
Sensasi meningkat Diabetes, perokok,
Warna kulit pucat orang tua hipertensi dan
menurun kadar kolestrol tinggi)
Edema perifer Monitor panans,
menurun kemerahan, nyeri atau
Nyeri ekstremitas bengkak pada
menurun ekstermitas
Parastesia menurun
Kelemahan otot 2. Terapeutik
menurun Hindari pemasangan
Kram otot menurun infus atau pengambilan
darah di daerah
Bruit femoralis
keterbatasan perfusi
menurun Hindari pengukuran
Nekrosis menurun tekanan darah pada
Pengisian kapiler ekstermitas dengan
membaik keterbatasan perfusi
Akral membaik Hindari penekanan dan
Turgor kulit membaik pemasangan tourniquet
Tekanan darah sistolik pada area yang cidera
membaik Lakukan pencegahan
Tekanan darah infeksi
diastolik membaik Lakukan perawatan kaki
Tekanan arteri rata- dan kuku Edukasi
rata membaik Anjurkan berhenti
Indeks anklebrachial merokok
membaik Anjurkan berolah raga
rutin
Anjurkan mengecek air
mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan
darah, antikoagulan,dan
penurun kolestrol, jika
perlu
Anjurkan minum obat
pengontrl tekanan darah
secara teratur
Anjurkan menggunakan
obat penyekat beta
Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi ( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak
ikam omega 3)
Informasikan tanda dan
gejala darurat yang
harus dilaporkan (mis.
Raasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka
tidak sembuh, hilangnya
rasa)
Manajemen Sensasi Perifer
Observasi
Identifikasi penyebab
perubahan sensasi
Identifikasi penggunaan
alat pengikat, prosthesis,
sepatu, dan pakaian
Periksa perbedaan
sensasi tajam dan
tumpul
Periksa perbedaan
sensasi panas dan dingin
Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi
dan tekstur benda
Monitor terjadinya
parestesia, jika perlu
Monitor perubahan kulit
Monitor adanya
tromboflebitis dan
tromboemboli vena
Teraupetik
Hindari pemakaian
benda-benda yang
berlebihan suhunya
(terlalu panas atau
dingin)
Edukasi
Anjurkan penggunaan
thermometer untuk
menguji suhu air
Anjurkan penggunaan
sarung tangan termal
saat memasak
Anjurkan memakai
sepatu lembut dan
bertumit rendah
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu
3 Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi (1.03119)
kurangnya asupan selama 3×24 jam. Maka 1. Observasi
defisit nutrisi membaik, Identifikasi status nutrisi
makanan
dengan Identifikasi alergi dan
Kriteria hasil : intoleransi makanan
Porsi makanan yang Identifikasi makanan
dihabiskan meningkat yang disukai
Kekuatan otot Identifikasi kebutuhan
pengunyah meningkat kalori dan jenis nutrient
Kekuatan otot menelan Monitor asupan
meningkat makanan
Serum albumin Monitor berat badan
meningkat Monitor hasil
Verbalisasi keinginan pemeriksaan
untuk meningkatkan laboratorium Teraupetik
nutrisi meningkat Lakukaoral hygiene
Pengetahuan tentang sebelum makan, jika
pilihan makanan yang perlu
sehat meningkat Fasilitasi menentukan
Pengetahuan tentang pedooman diet (mis.
pilihan minuman yang Piramida makanan)
sehat meningkat Sajikan makanan secara
Pengetahuan tentang menarik dan suhu yang
standar asupan nutrisi sesuai
yang tepat meningkat Berikan makanantinggi
Penyiapan dan serat untuk mencegah
penyimpanan makanan konstipasi
yang aman meningkat Berikan makanan tinggi
Penyiapan dan kalori dan tinggi protein
penyimpanan Berikan makanan rendah
minuman yang aman protein
meningkat Edukasi
Sikap terhadap Anjurkan posisi dusuk,
makanan/minuman jika mampu
sesuai dengan tujuan Anjurkan diet yang
kesehatan meningkat diprogramkan
Perasaan cepat
kenyang menurun Kolaborasi
Nyeri abdomen Kolaborasi pemberian
menurun medikasi sebelum
Sariawan menurun makan (mis. Pereda
Rambut rontok nyeri, antiemetic), jika
menurun perlu
Diare menurun Kolaborasi dengan ahli
Berat badan membaik gizi menentukan jumlah
Indeks Massa Tubuh kalori dan jenis nutrient
(IMT) membaik yang dibutuhkan, jika
Frekuensi makan perlu
membaik
Nafsu makan membaik
Bising usus membaik
Tebal lipatan kulit
trisep membaik
Membran mukosa
membaik
4. Hipervolemia b.d Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipervolemia
gangguan selama 3×24 jam. Maka (1.03114)
hopervolemia membaik, Observasi
mekanisme regulasi,
dengan Periksa tanda dan gejala
kelebihan asupan Kriteria hasil: hipervolemia (mis.
cairan, kelebihan Asupan cairan Ortopnea, dispnea,
meningkat edema, JVP/CVP
asupan natrium
Haluaran urin meningkat, refleks
meningkat hepatojugular positif,
Kelembaban membran suara npas tambahan)
mukosa meningkat Identifikasi penyebab
Asupan makanan hipervolemia
meningkat Monitor status
Edema menurun hemodinamik (mis.
Dehidrasi menurun frekuensi jantung,
Asites menurun tekanan darah, MAP,
Konfusi menurun CVP, PAP, PCWP, CO,
Tekanan darah CI), jika tersedia
membaik Monitor intake dan output
Denyut nadi radial cairan
membaik Monitor tanda
Tekanan arteri rata- hemokonsentrasi (mis.
rata membaik kadar natrium, BUN,
Membran mukosa hematokrit, berat jenis
membaik urine)
Mata cekung membaik Monitor tanda
Turgor kulit membaik peningkatan tekanan
Berat badan membaik onkotik plasma (mis.
kadar protein dan albumin
meningkat)
Monitor keceptan infus
secara ketat
Monitor efek samping
diuretik (mis. Hipotensi
ortostatik, hipovolemia,
hipokalemia,
hiponatremia)
Terapeutik
Timbang berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama
Batasi asupan cairan dan
garam
Tinggikan kepala tempat
tidur 30-40° Edukasi
Anjurkan melapor jika
haluaran urin < 0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
Anjurkan melapor jika
BB bertambah > 1 kg
dalam sehari
Ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
diuretik
Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretik
Kolaborasi pemberian
continous renal
replacement therapy
(CRRT), jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Ariyani, H. (2019). Gambaran Karakteristik Pasien Gagal Ginjal Kronis Di Unit Hemodialisa
Rumah Sakit Umum Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Jurnal Keperawatan & Kebidanan
Sukandar, D., & Mustikasari. (2021). Studi Kasus: Ansietas Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis.
ureum, kreatinin, dan kadar hemoglobin darah pada penderita gagal ginjal kronik hemodialisa
rawat jalan di RS Tugurejo, Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang, 3(1),
22–32.
International Conference on Network Protocols, ICNP 2015, San Francisco, CA, USA,
Bare, Smeltzer. 2011. “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8.”