Dokumen tersebut membahas anatomi dan fisiologi sistem kardiovaskuler, termasuk struktur jantung, pembuluh darah, dan sirkulasi darah. Juga dibahas epidemiologi penyakit jantung, pengertian penyakit jantung koroner, struktur arteri koroner, aterosklerosis, dan manifestasi klinis penyakit jantung koroner.
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
6 tayangan15 halaman
Dokumen tersebut membahas anatomi dan fisiologi sistem kardiovaskuler, termasuk struktur jantung, pembuluh darah, dan sirkulasi darah. Juga dibahas epidemiologi penyakit jantung, pengertian penyakit jantung koroner, struktur arteri koroner, aterosklerosis, dan manifestasi klinis penyakit jantung koroner.
Dokumen tersebut membahas anatomi dan fisiologi sistem kardiovaskuler, termasuk struktur jantung, pembuluh darah, dan sirkulasi darah. Juga dibahas epidemiologi penyakit jantung, pengertian penyakit jantung koroner, struktur arteri koroner, aterosklerosis, dan manifestasi klinis penyakit jantung koroner.
Dokumen tersebut membahas anatomi dan fisiologi sistem kardiovaskuler, termasuk struktur jantung, pembuluh darah, dan sirkulasi darah. Juga dibahas epidemiologi penyakit jantung, pengertian penyakit jantung koroner, struktur arteri koroner, aterosklerosis, dan manifestasi klinis penyakit jantung koroner.
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15
TUGAS MAKALAH PATOGENESIS PENYAKIT 2
RANGKUMAN Penyakit Jantung Koroner dan Congestive Heart Failure
Dosen Pengampu : dr. Martha Ardiaria, M.si.Med
dr. Aryu Candra, Mkes.(Epid) dr.Enny Probosari, M.Si.Med.,Sp.G.K dr. Etisa Adi Murbawani,M.Si.,Sp.G.K
Disusun oleh : Velicia 22030120120006
PROGRAM STUDI S-1 GIZI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2021 A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Kardiovaskuler 1. Dinding dan Ruang Jantung
Gambar 1. Lapisan Dinding dan Ruang pada Jantung
Jantung terletak pada mediastinum, yaitu kompartemen pada bagian tengah rongga thoraks diantara dua rongga paru. Jantung memiliki dinding yang tersusun atas tiga lapisan yaitu lapisan luar yang disebut epikardium, lapisan tengah yang disebut miokardium, dan lapisan dalam yang disebut endokardium. Sementara itu, ruangan jantung terdiri dari dua bagian yaitu bagian kanan dan bagian kiri. Setiap bagian memiliki satu atrium dan satu ventrikel sehingga di dalam jantung terdapat empat ruangan yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan ventrikel kiri (1). 2. Pembuluh Darah
Gambar 2. Pembuluh Darah Jantung
Di dalam menjalankan fungsinya, otot jantung membutuhkan aliran darah yang menyuplai kebutuhan oksigen, nutrisi, dan zat lain. Pembuluh darah yang berperan dalam hal ini salah satunya adalah arteri koronaria. Arteri koronaria merupakan cabang pertama dari aorta yang mengalirkan darah ke epikardium dan miokardium. Cabang dari arteri ini adalah arteri koronaria dekstra dan arteri koronaria sinistra (1). Dalam sistem vaskular, terdapat lima jenis pembuluh darah berbeda yaitu arteri, vena, arteriol, venula, dan kapiler. Artei mempunyai struktur dinding otot yang lebih tebal daripada vena (1). Hal ini bertujuan untuk mengakomodasi fungsi dari arteri untuk mengalirkan darah pada kecepatan dan tekanan yang tinggi. Sebaliknya vena mempunyai struktur dinding otot yang lebih tipis. Akan tetapi vena mempunyai diameter yang lebih besar daripada arteri karena tekanan darah yang mengalir balik dari vena ke jantung lebih rendah. Selain itu, vena mempunyai katup yang bertujuan untuk mencegah aliran darah balik. Arteriol mempunyai dinding yang lebih tipis dari pada arteri, berfungsi untuk mengatur aliran darah ke kapiler dengan cara konstriksi dan dilatasi. Sedangkan venula mempunyai dinding yang lebih tipis daripada arteriol, berfungsi untuk mengumpulkan darah dari kapiler. Secara lebih jelas arteri bertugas untuk membawa darah ke jantung sedangkan kapiler sebagai penghubung antara arteri dan vena yang merupakan jalan lalu lintas untuk distribusi zat-zat yang diperlukan oleh tubuh serta zat-zat yang harus dibuang oleh tubuh. 3. Sirkulasi Darah Gambar 3. Sirkulasi Peredaran Darah Darah deoksigenasi (kurang oksigen) yang berasal dari vena cava superior dan vena cava inferior akan masuk ke dalam atrium kanan. Lalu, darah dari atrium kanan melewati katup trikuspidalis dan akan masuk ke dalam ventrikel kanan. Selanjutnya, ventrikel kanan akan memompa darah ke paru-paru melalui katup pulmonal menuju arteri pulmonalis. Kemudian, darah di paru-paru akan mengalami proses oksigenasi (1). Setelah proses oksigenasi di paru-paru terjadi, darah akan dialirkan ke vena pulmonalis menuju ke atrium kiri. Darah teroksigenasi ini selanjutnya melalui katup bikuspidalis dan akan tertampung ke dalam ventrikel kiri. Kemudian, ventrikel kiri akan memompa darah ke seluruh tubuh melalui katup aorta (1). B. Epidemiologi Penyakit Kardiovaskuler Menurut WHO, penyakit kardiovaskular (CVDs) adalah penyebab utama kematian secara global. Pada tahun 2019, diperkirakan 17,9 juta orang meninggal dunia karena CVD dimana sebesar 85% dari kematian tersebut disebabkan oleh serangan jantung dan stroke. Angka ini juga mewakili 32% dari semua kematian global. Sementara itu berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2018, diketahui bahwa prevalensi penyakit jantung di Indonesia adalah sebesar 1,5%. Dengan kata lain, 15 dari 1000 orang di Indonesia menderita penyakit jantung. Pada tahun 2015, 17 juta kematian prematur (dibawah umur 70 tahun) disebabkan oleh penyakit tidak menular dan 82% diantaranya terjadi di negara berkembang dan miskin, sedangkan 3% diantaranya disebabkan oleh CVD. CVD dapat dicegah dengan menghindari faktor resiko seperti konsumsi tembakau, konsumsi makanan yang tidak sehat, obesitas, aktivitas fisik yang minim, konsumsi alkohol, serta menghindari stress dan pajanan hazard lingkungan kerja yang bersifat toksik terhadap jantung (2). C. Pengertian Penyakit Jantung Koroner / Coronary Artery Disease Penyakit jantung koroner (PJK) terjadi pada arteri koroner. PJK adalah penyakit yang ditimbulkan akibat kondisi patologik arteri koroner yang ditandai dengan penimbunan lipid abnormal atau jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah (aterosklerosis). Aterosklerosis koroner menyebabkan penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah ke jantung. Kondisi ini berkembang melalui serangkaian tahap yang dimulai dengan fatty streaks (kerak lemak) yang sebagian besar terdiri dari pembentukan foam cell (sel busa) dan akhirnya berkembang menjadi timbunan plak yang ditutupi oleh fibrous cap (lesi jaringan ikat) (3). D. Struktur Arteri Koronaria Dinding pembuluh darah arteri koronaria terdiri atas tiga lapisan yaitu lapisan pembuluh darah bagian dalam yang disebut tunika intima, lapisan pembuluh darah bagian tengah yang disebut tunika media, dan lapisan pembuluh darah bagian luar yang disebut tunika adventisia (1). Pada pembuluh darah, lapisan-lapisan ini berperan dalam fase dilatasi atau melebar dan fase konstriksi atau menutup. Apabila tubuh melakukan aktivitas seperti berjalan, maka lumen pembuluh darah akan berada pada diameter yang normal. Akan tetapi, bila tubuh melakukan aktivitas seperti menaiki tangga atau berlari, maka pembuluh darah akan berada pada fase dilatasi atau melebar untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang besar. E. Aterosklerosis
Gambar 4. Terjadinya Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah penyempitan dari pembuluh darah arteri. Aterosklerosis merupakan proses inflamasi kronis yang dimulai dengan akumulasi lipid pada tunika intima pembuluh darah arteri. Aterosklerosis berhubungan dengan degenerasi lemak dan pengerasan pembuluh darah. Lesi awalnya adalah lapisan lemak, kolesterol, kalsium, dan substansi lain yang membentuk plak. Seiring berjalannya waktu, plak tersebut akan mengeras dan lumen arteri akan menyempit. Penyempitan lumen arteri akan mengakibatkan aliran darah menuju jantung dan organ lain di seluruh tubuh berkurang sehingga dapat menyebabkan infark (kurangnya pasokan oksigen) (4). Sementara itu, kondisi ateroskelrosis juga ditandainya dengan terjadinya kekakuan yang menyebabkan dinding pembuluh darah tidak dapat melakukan fase dilatasi dan fase konstriksi secara optimal. Aterosklerosis umumnya terjdi pada jantung, otak, dan arteri pada kaki. F. Manifestasi Klinis Penyakit Jantung Koroner Manifestasi klinis penyakit jantung koroner terbagi menjadi dua jenis yaitu sindroma koroner akut dan sindroma koroner kronis (angina pektoris stabil). 1. Sindroma Koroner Akut (Acute Coronary Syndrome) Sindroma koroner akut terjadi akibat adanya sumbatan oleh penumpukan lipid di dalam dinding pembuluh darah yang berkembang menjadi plak aterosklerosis. Aterosklerosis koroner secara bertahap dapat mempersempit lumen arteri dan menyebabkan sumbatan aliran darah ke jantung, sehingga pasokan darah menjadi berkurang, hal ini dapat menyebabkan iskemik miokard. Sindroma Koroner akut adalah kumpulan dari gejala yang menunjukkan iskemik miokardial akut yang meliputi Unstable Angina Pectoris (UAP), Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), dan ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI) (5). a. STEMI (ST Elevation Myocardial Infarction) STEMI ditetapkan apabila didapat klinis nyeri dada disertai gambar EKG positif elevasi segmen ST (6). Kondisi STEMI dapat mengakibatkan kerusakan serius pada otot jantung. b. NSTEMI (Elevation Myocardial Infarction) NSTEMI ditetapkan apabila nyeri dada disertai gambar elektrokardiografi (EKG) depresi ST dan T inversi yang disertai laboratorium positif (6). Pada NSTEMI, keluhan yang khas ditandai dengan nyeri dada disebelah kiri dan umumnya menjalar ke leher, punggung, dan lengan sebelah kiri. Apabila telah terjadi kondisi NSTEMI yang parah, maka akan dilakukan pemasangan kateter. Pemasangan kateter bertujuan untuk melebarkan pembuluh darah yang mengalami penyempitan. c. Unstable Angina Pectoris (UAP) Unstable angina pectoris ditetapkan apabila terdapat keluhan klinis nyeri dada saat istirahat atau beraktivitas tetapi nilai laboratorium troponin T dan I normal (6). 2. Sindroma Koroner Kronis (Angina Pektoris Stabil) Angina pektoris stabil atau angin duduk merupakan penyakit jantung iskemia akibat berkurangnya pasokan oksigen dan menurunnya aliran darah ke dalam miokardium. Angina pektoris stabil memiliki plak yang stabil (7). G. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner Faktor risiko PJK dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu faktor risiko yang dapat dikurangi (diperbaiki atau dimodifikasi) dan faktor risiko yang bersifat alami atau tidak dapat dicegah (8). Berikut merupakan klasifikasi secara spesifik mengenai faktor risiko PJK : 1. Faktor Risiko Utama/Mayor Hipertensi, usia (lebih dari 45 tahun pada laki-laki dan lebih dari 55 tahun pada perempuan), diabetes melitus, eGFR < 60 ml/min, microalbuminuria, serta riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskuler dini (laki-laki < 55 tahun, perempuan < 65 tahun). 2. Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi Profil lipoprotein, kolesterol LDL meningkat, TMAO (Trimethylaimine N-Oxide) meningkat, kolesterol HDL rendah, marker inflamasi, fibrinogen, serta C-reactive protein. 3. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Gaya Hidup Penggunaan tembakau seperti merokok, kurang aktivitas fisik, pola makan yang buruk, stres, kurang tidur, serta konsumsi alkohol berlebihan. 4. Kondisi Terkait Dislipidemia, aktivitas fisik, merokok, obesitas, diet, stres, serta konsumsi alkohol. Diabetes melitus merupakan penyakit tidak menular terbesar ketiga di Indonesia yang dapat menyebabkan kematian. Morbiditas dan mortalitas pada DM tidak diakibatkan oleh hiperglikemi secara langsung, akan tetapi diakibatkan oleh komplikasi yang muncul dan mengarah ke penyakit jantung seperti dislipidemia, hipertensi, dan obesitas (9). Sebesar 75% penderita diabetes yang memiliki lebih dari dua faktor risiko atau komplikasi kardiovaskuler akan lebih berisiko terkena penyakit jantung koroner. Pasien diabetes berisiko terhadap PJK. Pada penderita DM, kekentalan darah akibat gula darah yang tinggi dan berlangsung lama akan menghambat oksigen yang menuju otak, sehingga darah terlambat untuk di suplai. Selain itu penderita DM yang resisten terhadap insulin akan menyebabkan disungsi endothelial dan terbentuknya plak akan memicu terjadinya aterosklerosis pada arteri koroner (9). H. Congestive Heart Failure atau Gagal jantung Kongestif Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan kemampuannya hanya ada jika disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Gagal jantung kongestif menunjukkan adalah ketidakmampuan jantung untuk untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (10). Gangguan ini berhubungan erat dengan hipertensi dan penyakit jantung koroner. Gagal jantung kongestif dapat terjadi melalui dua tahap yaitu kompensata dan dekompensata. Tahap kompensata terjadi ketika jaringan kekurangan O2 sehingga menyebabkan peningkatan denyut nadi dan pembesaran jantung. Apabila hal ini terjadi terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama, maka akan terjadi tahap dekompensata dimana jantung tidak dapat berkompensasi kembali (tidak dapat kembali ke ukuran semula atau normal) dan kerja pompa jantung melemah. Gagal jantung kongestif merupakan keadaan dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah sehingga mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Gejala yang muncul akibat penyakit ini adalah gangguan fungsi ventrikel kiri secara progresif, perfusi jaringan tidak adekuat, mudah lelah, nafas pendek, dan kongesti. Sementara itu menurut PERKI, gejala khas pasien gagal jantung kongestif adalah sesak nafas saat beristirahat atau beraktivitas, kelelahan, dan edema tungkai, sedangkan tanda khas gagal jantung adalah takikardia, takipnea, suara nafas ronki, efusi pleura, peningkatan vena jugularis, edema perifer dan hepatomegali (11). I. Etiologi Gagal Jantung Kongestif Gagal jantung kongestif, kemungkinan disebabkan oleh adanya gangguan regulasi mekanisme kardiak output dari jantung. Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh hipertensi, infark pada miokardium, disritmia, dan gangguan pada valvular. Hipertensi yang tidak terkontrol dan terjadi dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan berbagai perubahan dalam struktur miokardium, pembuluh darah koroner, dan sistem konduksi jantung. Infark pada miokardium akan menyebabkan kurangnya pasokan oksigen dan darah ke jantung. Disritmia merupakan suatu kelainan denyut jantung yang meliputi gangguan frekuensi atau irama atau keduanya (12). Sementara itu, terjadinya gangguan pada valvular atau katup. Gangguan ini dapat terjadi pada katup mitralis atau katup trikuspidalis sehingga menyebabkan tercampurnya darah yang mengadung oksigen dan darah yang mengandung karbondioksida. J. Gagal Jantung Kongestif Berdasarkan Letaknya Berdasarkan letak jantung, gagal jantung kongestif dapat diklasifikasikan sebagai gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. 1. Gagal Jantung Kiri atau Left-sided Failure Gagal jantung kiri lebih banyak terjadi daripada gagal jantung kanan. Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru-paru sehingga terdapat darah yang kembali ke atrium kiri, kemudian menuju vena pulmonalis bahkan ke paru-paru. Apabila kondisi ini terjadi hingga ke paru-paru, maka paru-paru akan tergenang oleh cairan, membesar, dan mengalami odem. Penyebab akhir dari kondisi ini adalah terjadinya gagal jantung biventrikuler. 2. Gagal Jantung Kanan atau Right-sided Failure Gagal jantung kanan dapat disebabkan oleh gagal jantung kiri, cor pulmonale, dan infark pada ventrikel kanan. Gagal jantung kanan terjadi karena ventrikel kanan tidak mampu mampu memompa darah yang datang sehingga darah naik kembali ke atrium kanan dan vena. Backward failure pada sisi kanan jantung dapat meningkatkan tekanan pada vena jugularis dan melebarkan vena jugularis secara abnormal. Penimbunan cairan dalam ruang interstisial ini dapat menyebabkan edema dan jika berlanjut akan menimbulkan edema anasarca (13). Selain itu, gagal jantung kanan juga dapat menyebabkan kongesti vena sehingga menimbulkan hepatomegali dan splenomegali. K. Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif Berdasarkan Gejala Berdasarkan gejala, gagal jantung kongestif dapat diklasifikasikan menurut American Heart Association (AHA) dan New York Heart Association (NYHA). 1. American Heart Association (AHA) Menurut American Heart Association (AHA) gagal jantung merupakan sindroma klinis (sekumpulan tanda dan gejala), yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung, dimana jantung tidak sanggup memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik jaringan (9). Penatalaksanaan pada gagal jantung menurut American Heart Association (AHA) dikelompokkan sebagai berikut berdasarkan kelainan struktural jantung (13). a. Stage A Memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung. Tidak terdapat gangguan struktural atau fungsional jantung, tidak terdapat tanda atau gejala. b. Stage B Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan dengan perkembangan gagal jantung, tidak terdapat tanda atau gejala. c. Stage C Terdapat kelainan struktur jantung disertai gejala gagal jantung sebelumnya atau masih berlangsung saat ini . d. Stage D Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal jantung yang sangat bermakna saat istrahat walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal (refrakter). 2. New York Heart Association (NYHA) Menurut New York Heart Association (NYHA), gagal jantung kongestif dapat dibagi atas 4 kelas berdasarkan gejala dan aktivitas fisik (10). a. Kelas I Tidak terdapat batasan melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau sesak nafas. b. Kelas II Terdapat batasan aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istirahat, namun aktivitas sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau sesak nafas. c. Kelas III Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istirahat, tetapi aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas. d. Kelas IV Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan. Terdapat gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktivitas. L. Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kongestif Manifestasi klinis dari gagal jantung kongestif dapat berupa kelelahan, sesak nafas (dispnea nokturnal paroksismal), takikardia, odema pada paru, hati, perut, dan kaki, serta nokturia. Takikardia merupakan kelainan detak jantung yang terjadi ketika lajunya melebihi 100 bpm (14). Odema merupakan kondisi membengkaknya jaringan tubuh akibat penumpukan cairan. Sementara itu, nokturia merupakan kondisi buang air kecil berlebih pada malam hari (15). M. Cara Mendiagnosis Gagal Jantung Kongestif Gagal jantung kongestif dapat didiagnosis melalui beberapa cara yaitu pemeriksaan fisik, rontgen dada, elektrokardiografi (EKG), ekokardiografi (USG), dan penilaian hemodinamik. Pemeriksaan rontgen dada dilakukan untuk mendeteksi adanya pembesaran ukuran jantung atau adanya penumpukan cairan didalam paru-paru yang umumnya terjadi pada pasien gagal jantung. Pemeriksaan rontgen dada dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan dapat menunjukkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan menunjukkan pulmonalis. Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dilakukan untuk merekam perubahan aktivitas listrik jantung saat terjadi gagal jantung atau mendeteksi gangguan irama jantung yang bisa menjadi penyebab gagal jantung. Pemeriksaan EKG atau rekam jantung dapat mendeteksi kelistrikan jantung dan otot-otot jantung. Sementara itu, pemeriksaan ekokardiografi (USG) dilakukan untuk melihat lebih jelas struktur organ jantung dengan bantuan gelombang suara berfrekuensi tinggi (10). Daftar Pustaka 1. Fikriana R. Sistem Kardiovaskuler. 1st ed. Yogyakarta: Deepublish Publisher; 2018. 2. Kurniawidjaja M, Ramdhan DH. Buku Ajar Penyakit Akibat Kerja Dan Surveilan. UI Publishing; 2019. 3. Santosa W, Baharrudin. Penyakit Jantung Koroner dan Antioksidan. Jurnal Kesehatan dan Kedokteran. 2021;1(2):95-96. 4. Prameswari N. Pemanfaatan Senyawa Anti-Aterogenik Jamur Tiram Putih (Pleurotus spp.) dalam Pencegahan Aterosklerosis. JIMKI. 2019;7(2):61-63. 5. Sulastri L, Trisyani Y, Multiyati T. Manfaat Health Education pada Pasien Acute Coronary Syndrome (ACS): Tinjauan Literatur. JNC. 2020;3(2):101-102. 6. Halimuddin. Tekanan Darah denna Kejadian Infark Pasien Acute Coronary Syndrome. Idea Nursing Journal. 2016;7(3):31-32. 7. Qamal M, Hamdhana D, Martin. Sistem Pakar untuk Mendiagnosa Penyakit Angina Pektoris (Angin Duduk) dennen Metode Forward Chaining Berbasis Web. Jurnal TECHSI. 2020;12(1):87. 8. Pratiwi S, Sari E, Mirwanti R. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner Pada Masyarakat Pangandaran. Jurnal Keperawatan. 2018;6(2):177. 9. Rahmawati I, Dwiana D, Ration R, Yesi Y. Hubungan Diabetes Melitus dengan Penyakit Jantung Koroner pada Pasie yang Berobat di Poli Jantung. Jurnal Kesehatan. 2021;8(1):57-60. 10. Pangestu M, Nusadewiarti A. Penatalaksanaan Holistik Penyakit Congestive Heart Failure pada Wanita Lanjut Usia Melalui Pendekatan Kedokteran Keluarga. Jurnal Majority. 2020;9(1):2-6. 11. Harigustian Y, Dewi A, Khoriyati A. Gambaran Karakteristik Pasien Gagal Jantung Usia 45 – 65 Tahun di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Sleman. Indonesian of Journal Nursing Practices. 2016;1(1):56. 12. Berek P. Efektivitas Vagal Nerve Stimulation (VNS) Terhadap Disritmia Jantung. Jurnal Sahabat Keperawatan. 2020;2(1):7. 13. Nurkhalis, Adista R. Manifestasi Klinis dan Tatalaksana Gagal Jantung. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika. 2020;3(3):39-40. 14. Anugrah D, Pantjawati A, Somantri Y. Rancang Bangui Pengukur Laju Deka Jantung Berbasis PLC Mikro. Jurnal Electronics, Informatics, and Vocational Education (ELINVO). 2016;1(3):163. 15. Rahardjo H. The Management of Nocturia by Indonesian Urologist. Jurnal Kesehatan Indonesia. 2019;7(3):196.