PERDA - Kab Kep Anambas NOMOR - 2 - TAHUN - 2016 - TENTANG - DESA

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 105

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS

NOMOR 47 TAHUN 2016

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS


NOMOR 2 TAHUN 2016

TENTANG

DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS,

Menimbang : bahwa dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun


2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa serta Peraturan Pemerintah Nomor
47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dipandang
perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Desa;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4400);
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438);
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Kabupaten Kepulauan Anambas di Provinsi
Kepulauan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4879);
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5234);
6. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 7. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5496);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5717);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana
Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5558) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 88, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5694);

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
dan
BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS,

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG DESA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Anambas.
2. Bupati adalah Bupati Kepulauan Anambas.
3. Wakil Bupati adalah Wakil Bupati Kepulauan Anambas.
4. Pemerintah Daerah adalah Bupati Kepulauan Anambas dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Kepulauan Anambas.
6. Organisasi Perangkat Daerah adalah Organisasi Perangkat
Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas.
7. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat
Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas.
8. Camat adalah pemimpin dan koordinator penyelenggaraan
pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam
pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan
pemerintahan dari Bupati untuk menangani sebagian
urusan otonomi daerah, dan menyelenggarakan tugas
umum.
9. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat
kecamatan.
10. Lurah adalah Lurah di Kabupaten Kepulauan Anambas.
11. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
12. Dusun adalah bagian wilayah dalam Desa dengan batas–
batas yang jelas yang merupakan lingkungan kerja
pelaksanaan Pemerintahan Desa.
13. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
14. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu perangkat
Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
15. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD
adalah Lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan
yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa
berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara
demokratis.
16. Kepala Desa atau Penghulu Desa adalah pemimpin
penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama BPD.
17. Sekretaris Desa adalah Perangkat Desa yang bertugas
membantu Kepala Desa dalam bidang tertib administrasi
pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan dan
pemberdayaan masyarakat.
18. Penataan Desa adalah pembentukan, penghapusan,
penggabungan, dan perubahan status serta penyesuaian
kelurahan untuk mewujudkan Desa yang maju dan mandiri.
19. Pembentukan Desa adalah tindakan mengadakan Desa baru
di luar Desa yang ada.
20. Penghapusan Desa adalah pencabutan status sebagai Desa
dan selanjutnya digabung ke Desa lain yang bersandingan.
21. Penggabungan Desa adalah penyatuan dua Desa atau lebih
menjadi Desa baru.
22. Musyawarah Desa adalah musyawarah antara Badan
Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur
masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan
Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat
strategis.
23. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa adalah
musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa,
Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk menetapkan
prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan
Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten.
24. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati
bersama BPD.
25. Panitia Pemilihan Kepala Desa Tingkat Desa yang
selanjutnya disebut Panitia Pemilihan adalah Panitia yang
dibentuk oleh BPD untuk menyelenggarakan proses
Pemilihan Kepala Desa.
26. Bakal Calon adalah warga masyarakat Desa setempat yang
berdasarkan penjaringan oleh Panitia Pemilihan ditetapkan
sebagai Bakal calon Kepala Desa.
27. Calon Kepala Desa adalah bakal calon Kepala Desa yang
telah ditetapkan oleh Panitia Pemilihan sebagai calon yang
berhak dipilih menjadi Kepala Desa.
28. Calon Terpilih adalah Calon Kepala Desa yang memperoleh
suara terbanyak dalam pelaksanaan pemilihan Calon Kepala
Desa.
29. Pemilih adalah Penduduk Desa yang bersangkutan yang
terdaftar dan telah memenuhi persyaratan untuk
menggunakan hak pilihnya.
30. Penjaringan adalah suatu upaya yang dilakukan oleh Panitia
Pemilihan untuk mendapatkan Bakal calon dari warga
masyarakat setempat.
31. Penyaringan adalah seleksi yang dilakukan oleh Panitia
Pemilihan baik dari segi administrasi, pengetahuan maupun
kepemimpinan para Bakal calon.
32. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang
dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang
dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban Desa.
33. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi
Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Kabupaten dan digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan
masyarakat.
34. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana
perimbangan yang diterima Kabupaten dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten setelah
dikurangi Dana Alokasi Khusus.
35. Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan Desa.
36. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut
APBDesa, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan
Desa.
37. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari
kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban
APBDesa atau perolehan hak lainnya yang sah.
38. Barang Milik Desa adalah kekayaan milik Desa berupa
barang bergerak dan barang tidak bergerak.
39. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas
hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat Desa.
40. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai
kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber
daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
41. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, selanjutnya
disingkat RPJM Desa, adalah Rencana Kegiatan
Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.
42. Rencana Kerja Pemerintah Desa, selanjutnya disingkat RKP
Desa, adalah penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun.
43. Daftar Usulan RKP Desa adalah penjabaran RPJM Desa yang
menjadi bagian dari RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu)
tahun yang akan diusulkan Pemerintah Desa kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten melalui mekanisme
perencanaan pembangunan Daerah.
44. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya
mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan
masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta
memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,
program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan
esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
45. Pendampingan Desa adalah Kegiatan untuk melakukan
tindakan pemberdayaan masyarakat melalui asistensi,
pengorganisasian, pengarahan dan fasilitasi Desa.
46. Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disingkat BUM
Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan
guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya
untuk kesejahteraan masyarakat Desa dan ditetapkan
dengan peraturan desa.
47. Kerjasama Desa adalah suatu rangkaian kegiatan yang
terjadi karena ikatan formal antar Desa atau Desa dengan
pihak ketiga untuk bersama-sama melakukan kegiatan
usaha guna mencapai tujuan tertentu.
48. Lembaga Kemasyarakatan Desa adalah lembaga yang
dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan
merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan
masyarakat.
49. Rukun Warga yang selanjutnya disingkat RW adalah
organisasi masyarakat yang dibentuk melalui musyawarah
masyarakat dalam rangka memelihara dan melestarikan
kerukunan kehidupan masyarakat antar RT berdasarkan
kegotong-royongan dan kekeluargaan.
50. Rukun Tetangga yang selanjutnya disingkat RT adalah
organisasi masyarakat yang dibentuk melalui musyawarah
masyarakat setempat dalam rangka memelihara dan
melestarikan kerukunan kehidupan masyarakat antar
tetangga berdasarkan kegotong-royongan dan kekeluargaan.
51. Pembinaan adalah pemberian pedoman, standar
pelaksanaan, perencanaan, penelitian, pengembangan,
bimbingan, pendidikan dan pelatihan, serta konsultasi
mengenai penyelenggaraan kegiatan desa.
52. Pengawasan adalah tindakan melakukan supervise,
monitoring, pengawasan umum dan evaluasi pelaksanaan
penyelenggaraan kegiatan desa.

BAB II
PENATAAN DESA

Bagian Kesatu
Kedudukan

Pasal 2

Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas.


Bagian Kedua
Penataan

Pasal 3

(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah


Daerah Kabupaten dapat melakukan penataan Desa.
(2) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan
hasil evaluasi tingkat perkembangan Pemerintahan Desa
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan:
a. mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan
Desa;
b. mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat
Desa;
c. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik;
d. meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan Desa;
dan
e. meningkatkan daya saing Desa.
(4) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pembentukan;
b. penggabungan;
c. penghapusan;
d. perubahan status; dan
e. penetapan Desa.

Paragraf Kesatu
Pembentukan

Pasal 4

(1) Bupati memprakarsai pembentukan Desa berdasarkan atas


hasil evaluasi tingkat perkembangan Pemerintahan Desa di
wilayahnya.
(2) Dalam memprakarsai pembentukan Desa ditetapkan dengan
mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul,
adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta
kemampuan dan potensi Desa.

Pasal 5

(1) Pembentukan Desa merupakan tindakan mengadakan Desa


baru diluar Desa yang ada.
(2) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui Desa persiapan.
(3) Desa persiapan merupakan bagian dari wilayah Desa induk.
(4) Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
ditingkatkan statusnya menjadi Desa dalam jangka waktu
1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun.
(5) Peningkatan status sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi.
Pasal 6

Pembentukan Desa oleh pemerintah Daerah dapat berupa:


a. pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau
lebih; atau
b. penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding
menjadi 1 (satu) Desa atau penggabungan beberapa Desa
menjadi 1 (satu) Desa baru.

Pasal 7

Pemerintah Daerah dalam melakukan pembentukan Desa melalui


pemekaran Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a,
wajib mensosialisasikan rencana pemekaran Desa kepada
Pemerintah Desa induk dan masyarakat Desa yang bersangkutan.

Pasal 8

(1) Rencana pemekaran Desa sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 7 dibahas oleh BPD induk dalam musyawarah Desa
untuk mendapatkan kesepakatan.
(2) Hasil kesepakatan musyawarah desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dituangkan dalam keputusan BPD yang
ditandatangani pimpinan dan anggota BPD dengan
melampirkan Berita Acara Kesepakatan.
(3) Berita acara kesepakatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditandatangani kepala Desa induk dan unsur
masyarakat.
(4) Hasil kesepakatan musyawarah Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) menjadi bahan pertimbangan dan masukan
bagi Bupati dalam melakukan pemekaran Desa.
(5) Hasil kesepakatan musyawarah Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) disampaikan secara tertulis kepada Bupati.

Pasal 9

(1) Penetapan nama Desa yang dibentuk berasal dari usulan


masyarakat Desa calon Desa pemekaran.
(2) Usulan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuatkan dalam Berita Acara yang ditandatangani kepala
Desa induk, pimpinan BPD induk dan unsur masyarakat.

Pasal 10

(1) Bupati setelah menerima hasil kesepakatan musyawarah


Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4)
membentuk tim pembentukan Desa persiapan.
(2) Tim pembentukan Desa persiapan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
a. Unsur pemerintah daerah yang membidangi
Pemerintahan Desa, Pemberdayaan masyarakat,
perencanaan pembangunan daerah, dan peraturan
perundang-undangan;
b. Camat; dan
c. Unsur akademisi di bidang pemerintahan, perencanaan
pengembangan wilayah, pembangunan, dan sosial
kemasyarakatan.
(3) Tim kajian pembentukan Desa persiapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan
Bupati.
(4) Tim pembentukan Desa persiapan mempunyai tugas
melakukan verifikasi persyaratan pembentukan Desa
persiapan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(5) Hasil tim pembentukan Desa persiapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dituangkan ke dalam bentuk
rekomendasi yang menyatakan layak-tidaknya dibentuk
Desa persiapan.
(6) Dalam hal rekomendasi Desa persiapan dinyatakan layak,
Bupati menetapkan Peraturan Bupati tentang pembentukan
Desa persiapan.

Pasal 11

Desa persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5)


dapat ditingkatkan statusnya menjadi Desa dalam jangka waktu
paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan sebagai Desa
persiapan.

Pasal 12

(1) Bupati menyampaikan Peraturan Bupati sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 10 ayat (6) disampaikan kepada
Gubernur untuk mendapatkan surat yang memuat kode
register Desa persiapan.
(2) Kode register Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan bagian dari kode Desa induknya.
(3) Surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar
bagi Bupati untuk mengangkat Penjabat Kepala Desa
Persiapan.
(4) Penjabat kepala Desa persiapan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) berasal dari unsur pegawai negeri sipil
pemerintah Daerah untuk masa jabatan paling lama 1 (satu)
tahun dan dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua) kali
dalam masa jabatan yang sama.
(5) Pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
paling sedikit harus memahami bidang kepemimpinan dan
teknis pemerintahan.
(6) Penjabat kepala Desa persiapan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) bertanggung jawab kepada Bupati melalui
kepala Desa induknya.
(7) Penjabat kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
mempunyai tugas melaksanakan pembentukan Desa
persiapan meliputi:
a. penetapan batas wilayah Desa sesuai dengan kaidah
kartografis;
b. pengelolaan anggaran operasional Desa persiapan yang
bersumber dari APB Desa induk;
c. pembentukan struktur organisasi;
d. pengangkatan perangkat Desa;
e. penyiapan fasilitas dasar bagi penduduk Desa;
f. pembangunan sarana dan prasarana Pemerintahan
Desa;
g. pendataan bidang kependudukan, potensi ekonomi,
inventarisasi pertanahan serta pengembangan sarana
ekonomi, pendidikan, dan kesehatan; dan
h. pembukaan akses perhubungan antar-Desa.
(8) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (7), Penjabat kepala Desa mengikutsertakan partisipasi
masyarakat Desa.

Pasal 13

(1) Penjabat kepala Desa persiapan melaporkan perkembangan


pelaksanaan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (7), kepada kepala Desa induk dan Bupati
melalui Camat secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk
menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi Bupati.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
oleh Bupati kepada tim untuk dikaji dan diverifikasi.
(4) Apabila hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), dinyatakan Desa persiapan tersebut layak
menjadi Desa, Bupati menyusun Rancangan Peraturan
Daerah tentang pembentukan Desa persiapan menjadi Desa
untuk dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
(5) Apabila Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) disetujui bersama oleh Bupati dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Bupati menyampaikan
Rancangan Peraturan Daerah kepada Gubernur untuk
dievaluasi.
(6) Apabila hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dinyatakan Desa persiapan tidak layak menjadi
Desa, Desa persiapan dihapus dan wilayahnya kembali ke
Desa induk.
(7) Penghapusan dan pengembalian Desa persiapan ke Desa
induk sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan
dengan Peraturan Bupati.

Pasal 14

(1) Gubernur melakukan evaluasi Rancangan Peraturan Daerah


tentang pembentukan Desa berdasarkan urgensi,
kepentingan nasional, kepentingan daerah, kepentingan
masyarakat Desa, dan/atau peraturan perundang-
undangan.
(2) Gubernur menyatakan persetujuan atau penolakan terhadap
Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling lama 20 (dua puluh) Hari setelah menerima
Rancangan Peraturan Daerah.
(3) Dalam hal Gubernur memberikan persetujuan atas
Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), pemerintah daerah melakukan penyempurnaan dan
penetapan menjadi Peraturan Daerah dalam jangka waktu
paling lama 20 (dua puluh) Hari.
(4) Dalam hal Gubernur menolak memberikan persetujuan
terhadap Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Rancangan Peraturan Daerah
tersebut tidak dapat disahkan dan tidak dapat diajukan
kembali dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah
penolakan oleh Gubernur.
(5) Dalam hal Gubernur tidak memberikan persetujuan atau
tidak memberikan penolakan terhadap Rancangan Peraturan
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bupati dapat
mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah tersebut serta
Sekretaris Daerah mengundangkannya dalam lembaran
daerah.
(6) Dalam hal Bupati tidak menetapkan Rancangan Peraturan
Daerah yang telah disetujui oleh Gubernur, Rancangan
Peraturan Daerah tersebut dalam jangka waktu 20 (dua
puluh) Hari setelah tanggal persetujuan Gubernur
dinyatakan berlaku dengan sendirinya.

Pasal 15

(1) Peraturan Daerah tentang pembentukan Desa diundangkan


setelah mendapat nomor registrasi dari Gubernur dan kode
Desa dari Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri.
(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disertai lampiran peta batas wilayah Desa.

Pasal 16

Pembentukan Desa harus memenuhi syarat :


a. batas usia Desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung
sejak pembentukan;
b. jumlah penduduk, yaitu paling sedikit 4.000 (empat ribu)
jiwa atau 800 (delapan ratus) kepala keluarga;
c. wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antarwilayah;
d. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup
bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa;
e. memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber
daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung;
f. batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta Desa
yang telah ditetapkan dalam Peraturan Bupati;
g. sarana dan prasarana bagi Pemerintahan Desa dan
pelayanan publik; dan
h. tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan
tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf Kedua
Penggabungan

Pasal 17

Ketentuan mengenai pembentukan Desa melalui pemekaran


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 15
berlaku secara mutatis mutandis terhadap pembentukan Desa
melalui penggabungan bagian Desa dari 2 (dua) Desa atau lebih
yang bersanding menjadi 1 (satu) Desa baru.

Pasal 18

(1) Pembentukan Desa melalui penggabungan beberapa Desa


menjadi 1 (satu) Desa baru sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 huruf b dilakukan berdasarkan kesepakatan Desa
yang bersangkutan.
(2) Kesepakatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihasilkan melalui mekanisme :
a. Badan Permusyawaratan Desa yang bersangkutan
menyelenggarakan musyawarah Desa;
b. hasil musyawarah Desa dari setiap Desa menjadi bahan
kesepakatan penggabungan Desa;
c. hasil kesepakatan musyawarah Desa ditetapkan dalam
keputusan bersama Badan Permusyawaratan Desa;
d. keputusan bersama Badan Permusyawaratan Desa
ditandatangani oleh para kepala Desa yang
bersangkutan; dan
e. para kepala Desa secara bersama-sama mengusulkan
penggabungan Desa kepada Bupati dalam 1 (satu)
usulan tertulis dengan melampirkan kesepakatan
bersama.

Paragraf Ketiga
Penghapusan

Pasal 19

(1) Penghapusan Desa merupakan tindakan pencabutan status


Desa yang ada.
(2) Desa yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 dapat dihapus dan digabung dengan Desa
lainnya yang berdampingan.

Pasal 20
(1) Penghapusan Desa dapat dilakukan dalam hal terdapat
kepentingan program nasional yang strategis atau karena
bencana alam.
(2) Penghapusan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi wewenang Pemerintah.

Paragraf Keempat
Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan

Pasal 21

(1) Desa dapat berubah status menjadi kelurahan berdasarkan


prakarsa Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan
Desa melalui Musyawarah Desa dengan memperhatikan
saran dan pendapat masyarakat Desa.
(2) Prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan
disepakati dalam musyawarah Desa dituangkan ke dalam
bentuk keputusan.
(3) Keputusan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disampaikan oleh kepala Desa kepada Bupati
sebagai usulan perubahan status Desa menjadi Kelurahan.
(4) Bupati membentuk tim untuk melakukan kajian dan
verifikasi usulan kepala Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (3).
(5) Hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) menjadi masukan bagi Bupati untuk menyetujui atau
tidak menyetujui usulan perubahan status Desa menjadi
Kelurahan.
(6) Dalam hal Bupati menyetujui usulan perubahan status Desa
menjadi Kelurahan, Bupati menyampaikan Rancangan
Peraturan Daerah mengenai perubahan status Desa menjadi
Kelurahan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk
dibahas dan disetujui bersama.

Pasal 22

Perubahan status desa menjadi kelurahan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 21 harus memperhatikan persyaratan
sebagai berikut :
a. luas wilayah tidak berubah;
b. jumlah penduduk paling sedikit 5.000 (lima ribu) jiwa atau
1.000 (seribu) kepala keluarga;
c. sarana dan prasarana pemerintahan bagi terselenggaranya
pemerintahan kelurahan;
d. potensi ekonomi berupa jenis, jumlah usaha jasa dan
produksi serta keanekaragaman mata pencaharian;
e. kondisi sosial budaya masyarakat berupa keanekaragaman
status penduduk dan perubahan dari masyarakat agraris ke
masyarakat industri dan jasa; dan
f. meningkatnya kuantitas dan kualitas pelayanan.
Pasal 23

(1) Kepala Desa, perangkat Desa, dan anggota Badan


Permusyawaratan Desa dari Desa yang diubah statusnya
menjadi kelurahan diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya.
(2) Kepala Desa, perangkat Desa, dan anggota Badan
Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberi penghargaan dan/atau pesangon sesuai dengan
kemampuan keuangan Daerah.
(3) Besaran Penghargaan dan/atau pesangon sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan
Bupati.
(4) Pengisian jabatan lurah dan perangkat kelurahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari Pegawai
Negeri Sipil dari pemerintah Daerah bersangkutan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 24

(1) Seluruh barang milik Desa dan sumber-sumber pendapatan


Desa yang berubah menjadi kelurahan menjadi kekayaan
pemerintah Daerah.
(2) Kekayaan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola
oleh pemerintah Daerah untuk kepentingan masyarakat di
kelurahan tersebut.
(3) Pendanaan sebagai akibat perubahan status Desa menjadi
kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.

Paragraf Kelima
Perubahan Status Kelurahan Menjadi Desa

Pasal 25

(1) Pemerintah Daerah dapat mengubah status kelurahan


menjadi Desa berdasarkan prakarsa masyarakat dan
memenuhi persyaratan yang ditentukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Perubahan status kelurahan menjadi Desa hanya dapat
dilakukan bagi kelurahan yang kehidupan masyarakatnya
masih bersifat perdesaan.
(3) Perubahan status kelurahan menjadi Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat seluruhnya menjadi Desa atau
sebagian menjadi Desa dan sebagian menjadi kelurahan.

Pasal 26

(1) Kelurahan yang berubah status menjadi Desa, sarana dan


prasarana milik kelurahan menjadi milik Desa dan dikelola
oleh Desa yang bersangkutan untuk kepentingan
masyarakat Desa.
(2) Pendanaan perubahan status kelurahan menjadi Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada
APBD.

Pasal 27
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penataan Desa diatur dengan
Peraturan Bupati.

BAB III
KEWENANGAN DESA

Bagian Kesatu
Kewenangan

Pasal 28

(1) Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang


penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa
masyarakat.
(2) Kewenangan Desa meliputi :
a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b. Kewenangan lokal berskala Desa;
c. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah
Daerah;dan
d. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 29

(1) Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan


kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (2) huruf a dan b diatur dan diurus oleh
Desa.
(2) Pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan pelaksanaan
kewenangan tugas lain dari Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (2) huruf c dan d diurus oleh Desa.

Pasal 30

(1) Kewenangan Desa yang berdasarkan hak asal usul


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf a
paling sedikit terdiri atas :
a. Sistem organisasi masyarakat adat;
b. Pembinaan kelembagaan masyarakat;
c. Pembinaan lembaga dan hukum adat;
d. Pengelolaan tanah kas Desa; dan
e. Pengembangan peran masyarakat Desa.
(2) Kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (2) huruf b paling sedikit terdiri atas
kewenangan :
a. Pengelolaan tambatan perahu;
b. Pengelolaan pasar Desa;
c. Pengelolaan tempat pemandian umum;
d. Pengelolaan jaringan irigasi;
e. Pengelolaan lingkungan pemukiman masyarakat Desa;
f. Pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos
pelayanan terpadu;
g. Pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan
belajar;
h. Pengelolaan perpustakaan Desa dan taman bacaan;
i. Pengelolaan embung Desa;
j. Pengelolaan air minum berskala Desa; dan
k. Pembuatan jalan Desa antarpermukiman ke wilayah
pertanian.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), Pemerintah dapat menetapkan jenis kewenangan
Desa sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal.
(4) Pelaksanaan kewenangan lain yang ditugaskan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf d yaitu berupa
Program akselerasi mempercepat pembangunan di Desa.

Bagian Kedua
Keuangan Dan Administrasi

Pasal 31

(1) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh


Pemerintah didanai oleh APBN.
(2) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh
Pemerintah Provinsi didanai oleh APBD Provinsi.
(3) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh
Pemerintah Daerah didanai oleh APBD.
(4) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang diatur dan diurus
oleh Desa didanai oleh APBDes.
(5) Penyelenggaraan kewenangan lokal berskala Desa selain
didanai dari APBDesa dapat didanai dari APBD dan APBN.
(6) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) disertai
pertanggungjawaban pelaksanaan.

Pasal 32

Ketentuan lebih lanjut mengenai Kewenangan Desa diatur dengan


Peraturan Bupati.

BAB IV
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

Bagian Kesatu
Pemerintah Desa

Kepala Desa
Pasal 33

(1) Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa.


(2) Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan yang dibantu oleh
perangkat Desa.
Pasal 34

Kepala Desa adalah penyelenggara Pemerintah Desa yang


mempunyai tugas, fungsi, wewenang dan kewajiban untuk
menyelenggarakan rumah tangga Desanya.

Paragraf Kesatu
Kedudukan Kepala Desa

Pasal 35

(1) Kepala Desa berkedudukan sebagai pimpinan Pemerintah


Desa sejajar dan bermitra kerja dengan BPD.
(2) Kepala Desa berkedudukan sebagai Kepala Pemerintah Desa
yang memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Paragraf Kedua
Tugas, Fungsi, Wewenang, Hak dan Kewajiban Kepala Desa

Pasal 36

(1) Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa,


melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Kepala Desa memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. menyelenggarakan Pemerintahan Desa, seperti tata
praja Pemerintahan, penetapan peraturan di desa,
pembinaan masalah pertanahan, pembinaan
ketentraman dan ketertiban, melakukan upaya
perlindungan masyarakat, administrasi kependudukan,
dan penataan dan pengelolaan wilayah.
b. melaksanakan pembangunan, seperti pembangunan
sarana prasarana perdesaan, dan pembangunan bidang
pendidikan, kesehatan.
c. pembinaan kemasyarakatan, seperti pelaksanaan hak
dan kewajiban masyarakat, partisipasi masyarakat,
sosial budaya masyarakat, keagamaan, dan
ketenagakerjaan.
d. pemberdayaan masyarakat, seperti tugas sosialisasi dan
motivasi masyarakat di bidang budaya, ekonomi, politik,
lingkungan hidup, pemberdayaan keluarga, pemuda,
olahraga, dan karang taruna.
e. menjaga hubungan kemitraan dengan lembaga
masyarakat dan lembaga lainnya.
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Kepala Desa berwenang :
a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan Desa
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD;
b. mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;
c. memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset
Desa;
d. menetapkan peraturan Desa;
e. menetapkan APBDes;
f. membina kehidupan masyarakat Desa;
g. membina ketentraman dan ketertiban masyarakat Desa;
h. membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta
mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian
skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran
masyarakat Desa;
i. mengembangkan sumber pendapatan Desa;
j. mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian
kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa;
k. mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat
Desa;
l. memanfaatkan teknologi tepat guna;
m. mengkoordinasikan pembangunan Desa secara
partisipatif;
n. mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau
menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
o. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Kepala Desa berhak ;
a. mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja
Pemerintah Desa;
b. mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan
Desa;
c. menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan,
dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat
jaminan kesehatan;
d. mendapatkan perlindungan hukum atas kebijakan yang
dilaksanakan; dan
e. memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban
lainnya kepada perangkat Desa.

Pasal 37

(1) Dalam melaksanakan tugas, wewenang dan hak sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 36, Kepala Desa mempunyai
kewajiban :
a. memegang teguh dan mengamalkan pancasila,
melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
d. menaati dan menegakkan peraturan perundang-
undangan;
e. melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan
gender;
f. melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang
akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien,
bersih serta bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme;
g. menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh
pemangku kepentingan di Desa;
h. menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang
baik;
i. mengelola Keuangan dan Aset Desa;
j. melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Desa;
k. menyelesaikan perselisihan masyarakat di desa;
l. mengembangkan perekonomian masyarakat Desa;
m. membina dan melestarikan nilai sosial budaya
masyarakat Desa;
n. memberdayakan masyarakat dan lembaga
kemasyarakatan di Desa;
o. mengembangkan potensi sumber daya alam dan
melestarikan lingkungan hidup; dan
p. memberikan informasi kepada masyarakat Desa.
(2) Selain Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Kepala Desa wajib :
a. Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan
Desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati.
b. Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan
Desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati.
c. Memberikan laporan keterangan penyelenggaran
pemerintahan secara tertulis kepada Badan
Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran.
d. Memberikan dan/atau menyebarkan informasi secara
penyelenggaraan pemerintahan Desa secara tertulis
kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran.
(3) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a, disampaikan kepada Bupati
melalui Camat paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
berakhirnya tahun anggaran.
(4) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat :
a. pertanggungjawaban penyelenggaraan Pemerintahan
Desa;
b. pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan;
c. pelaksanaan pembinaan kemasyarakatan; dan
d. pelaksanaan pemberdayaan masyarakat.
(5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan
oleh Bupati sebagai dasar melakukan evaluasi
penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan sebagai bahan
pembinaan dan pengawasan.
(6) Kepala Desa menyampaikan laporan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b, kepada Bupati melalui
Camat.
(7) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) disampaikan dalam jangka waktu 5
(lima) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan.
(8) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b, paling sedikit memuat :
a. ringkasan laporan tahun-tahun sebelumnya;
b. rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa dalam
jangka waktu 5 (lima) bulan sisa masa jabatan;
c. hasil yang dicapai dan yang belum dicapai; dan
d. hal yang dianggap perlu perbaikan.
(9) Pelaksanaan atas rencana penyelenggaraan Pemerintahan
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b
dilaporkan oleh Kepala Desa kepada Bupati atau pejabat
yang ditunjuk dalam memori serah terima jabatan.
(10) Kepala Desa menyampaikan laporan keterangan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c, setiap akhir tahun anggaran kepada
BPD secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
berakhirnya tahun anggaran.
(11) Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (10) paling sedikit memuat
pelaksanaan peraturan Desa.
(12) Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (10) digunakan oleh BPD
dalam melaksanakan fungsi pengawasan kinerja Kepala
Desa.
(13) Kepala Desa menginformasikan secara tertulis dan dengan
media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat
mengenai penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada
masyarakat Desa.

Paragraf Ketiga
Larangan Kepala Desa

Pasal 38

Kepala Desa dilarang :


a. Merugikan kepentingan umum;
b. Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri,
anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
c. Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau
kewajibannya;
d. Melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau
golongan masyarakat tertentu;
e. Melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat
Desa;
f. Melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang,
barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat
mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan
dilakukannya;
g. Menjadi pengurus partai politik;
h. Menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
i. Merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota BPD,
DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota,
dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan;
j. Ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan
umum dan/atau pemilihan kepala Daerah;
k. Melanggar sumpah/janji jabatan; dan
l. Meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja
berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan.

Bagian Kedua
Perangkat Desa

Paragraf Kesatu
Kedudukan dan Tugas

Pasal 39

(1) Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu oleh Perangkat


Desa.
(2) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas :
a. Sekretariat Desa;
b. Pelaksana kewilayahan; dan
c. Pelaksana teknis.
(3) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berkedudukan sebagai unsur pembantu Kepala Desa.

Pasal 40

(1) Sekretariat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat


(1) huruf a, dipimpin oleh Sekretaris Desa dan dibantu oleh
unsur staf sekretariat.
(2) Sekretariat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
banyak terdiri atas 3 (tiga) urusan yaitu urusan tata usaha
dan umum, urusan keuangan, dan urusan perencanaan, dan
paling sedikit 2 (dua) urusan yaitu urusan umum dan
perencanaan, dan urusan keuangan.
(3) Masing-masing urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dipimpin oleh Kepala Urusan.

Pasal 41

(1) Pelaksana Kewilayahan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 39 ayat (1) huruf b, merupakan unsur pembantu Kepala
Desa sebagai satuan tugas kewilayahan.
(2) Jumlah unsur pelaksana kewilayahan ditentukan secara
proporsional antara pelaksana kewilayahan yang dibutuhkan
dengan kemampuan keuangan Desa serta memperhatikan
luas wilayah kerja, karakteristik, geografis, jumlah kepadatan
penduduk, serta sarana prasarana penunjang tugas.
(3) Tugas kewilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa.
(4) Pelaksana kewilayahan dilaksanakan oleh Kepala Dusun
dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat
setempat.
Pasal 42

(1) Pelaksana teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat


(1) huruf c, merupakan unsur pembantu kepala Desa sebagai
pelaksana tugas operasional.
(2) Pelaksana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
banyak terdiri atas 3 (tiga) seksi yaitu seksi pemerintahan,
seksi kesejahteraan dan seksi pelayanan, paling sedikit
2 (dua) seksi yaitu seksi pemerintahan, serta seksi
kesejahteraan dan pelayanan.
(3) Masing-masing seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dipimpin oleh Kepala Seksi.

Paragraf Kedua
Persyaratan

Pasal 43

(1) Perangkat Desa diangkat oleh Kepala Desa dari warga Desa
yang telah memenuhi persyaratan umum dan khusus.
(2) Persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah sebagai berikut :
a. Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menegah
Umum atau yang sederajat.
b. Berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat
puluh dua) tahun;
c. Terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat tinggal
di Desa paling kurang 1 (satu) tahun terakhir dengan
tidak terputus-putus terhitung sebelum dilaksanakan
pendaftaran, dibuktikan dengan kartu tanda penduduk
dan kartu keluarga yang masih berlaku;
d. Memenuhi kelengkapan persyaratan administrasi.
(3) Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah persyaratan yang bersifat khusus dengan
memperhatikan hak asal usul dan nilai sosial budaya
masyarakat setempat dan syarat lainnya.
(4) Ketentuan mengenai persyaratan khusus dan syarat lainnya
pengangkatan Perangkat Desa diatur dengan Peraturan
Bupati tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat
Desa.

Paragraf Ketiga
Pengangkatan

Pasal 44

(1) Pengangkatan perangkat Desa dilaksanakan dengan


mekanisme sebagai berikut :
a. Kepala Desa dapat membentuk Tim yang terdiri dari
seorang ketua, seorang sekretaris dan minimal seorang
anggota;
b. Kepala Desa melakukan penjaringan dan penyaringan
calon Perangkat Desa yang dilakukan oleh Tim;
c. Pelaksanaan penjaringan dan penyaringan bakal calon
Perangkat Desa dilaksanakan paling lama 2 (dua) bulan
setelah jabatan perangkat desa kosong atau
diberhentikan;
d. Hasil penjaringan dan penyaringan bakal calon Perangkat
Desa sekurang-kurangnya 2 (dua) orang calon
dikonsultasikan oleh Kepala Desa kepada Camat;
e. Camat memberikan rekomendasi tertulis terhadap calon
Perangkat Desa selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja;
f. Rekomendasi yang diberikan Camat berupa persetujuan
atau penolakan berdasarkan persyaratan yang
ditentukan;
g. Dalam hal Camat memberikan persetujuan, Kepala Desa
menerbitkan Keputusan Kepala Desa tentang
Pengangkatan Perangkat Desa; dan
h. Dalam hal rekomendasi Camat berisi penolakan, Kepala
Desa melakukan penjaringan dan penyaringan kembali
calon Perangkat Desa.
(2) Pengaturan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi Tim
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur dalam
Peraturan Kepala Desa.

Pasal 45

(1) Pegawai Negeri Sipil Daerah yang akan diangkat menjadi


perangkat Desa harus mendapat izin tertulis dari pejabat
pembina kepegawaian.
(2) Dalam hal Pegawai Negeri Sipil Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terpilih dan diangkat menjadi
perangkat Desa, yang bersangkutan dibebaskan sementara
dari jabatannya selama menjadi perangkat Desa tanpa
kehilangan hak sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Paragraf Keempat
Pemberhentian

Pasal 46

(1) Kepala Desa memberhentikan Perangkat Desa setelah


berkonsultasi dengan Camat.
(2) Perangkat Desa berhenti karena :
a. Meninggal dunia;
b. Permintaan sendiri; atau
c. Diberhentikan.
(3) Perangkat Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c karena :
a. Usia telah genap 60 tahun;
b. Dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan keputusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap;
c. Berhalangan tetap;
d. Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai perangkat
Desa;dan
e. Melanggar larangan sebagai perangkat Desa.
(4) Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, dan huruf b, ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Desa dan disampaikan kepada Camat paling lambat 14
(empat belas) hari setelah ditetapkan.
(5) Pemberhentian Perangkat Desa sebagimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c wajib dikonsultasikan terlebih dahulu kepada
Camat.
(6) Rekomendasi tertulis Camat sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) didasarkan pada persyaratan pemberhentian
perangkat Desa.

Pasal 47

(1) Perangkat Desa dapat diberhentikan sementara oleh Kepala


Desa setelah berkonsultasi dengan Camat.
(2) Pemberhentian sementara Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) karena :
a. ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan;
b. ditetapkan sebagai terdakwa;
c. tertangkap tangan dan ditahan;
d. melanggar larangan sebagai perangkat Desa.
(3) Perangkat Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c diputus
bebas atau tidak terbukti bersalah oleh Pengadilan dan telah
berkekuatan hukum tetap maka dikembalikan kepada jabatan
semula.

Paragraf Kelima
Larangan Perangkat Desa

Pasal 48

Perangkat Desa dilarang :


a. merugikan kepentingan umum;
b. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri,
anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau
kewajibannya;
d. melakukan tindakan diskriminasi terhadap warga dan/atau
golongan masyarakat tertentu;
e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat
Desa;
f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang,
barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat
mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan
dilakukannya;
g. menjadi pengurus partai politik;
h. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota BPD,
anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD Provinsi, anggota
DPRD Kabupaten, dan jabatan lain yang ditentukan dalam
peraturan perundang undangan;
j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan
umum dan/atau pemilihan kepala daerah;
k. melanggar sumpah/janji jabatan; dan
l. meninggalkan tugas selama 60 (enam puluh) hari kerja
berturut turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan.

Paragraf Keenam
Biaya dan Masa Jabatan

Pasal 49

(1) Biaya Pengisian Perangkat Desa sampai dengan pelantikan


Perangkat Desa bersumber dari APBDesa dan sesuai dengan
kemampuan keuangan Desa.
(2) Masa jabatan Perangkat Desa berakhir pada usia 60 (enam
puluh) tahun.

Pasal 50

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan dan pemberhentian


Perangkat Desa diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga
Pakaian Dinas dan Atribut

Pasal 51

(1) Kepala desa dan perangkat desa mengenakan pakaian dinas


dan atribut.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pakaian dinas dan atribut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Bupati yang berpedoman dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat
Badan Permusyawaratan Desa

Paragraf Kesatu
Kedudukan

Pasal 52
(1) BPD berkedudukan sebagai lembaga yang melaksanakan
fungsi pemerintahan Desa.
(2) BPD berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari
Pemerintah Desa.

Paragraf Kedua
Fungsi dan Wewenang

Pasal 53

BPD mempunyai fungsi :


a. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa
bersama Kepala Desa;
b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa;
c. Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa terhadap
pelaksanaan peraturan Desa dan peraturan Kepala Desa.

Pasal 54

BPD mempunyai wewenang:


a. melaksanakan fungsi BPD;
b. membentuk panitia pemilihan Kepala Desa;
c. melaksanakan proses pemilihan Kepala Desa;
d. mengusulkan pemberhentian Kepala Desa;
e. melaksanakan proses pemilihan Kepala Desa Antarwaktu
melalui musyawarah Desa;
f. menyusun tata tertib BPD.

Paragraf Ketiga
Hak, Kewajiban dan Larangan

Pasal 55

(1) Secara Kelembagaan BPD mempunyai hak:


a. Mengawasi dan meminta keterangan tentang
penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah
Desa;
b. Menyatakan pendapat atas penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan
masyarakat Desa;
c. Mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan
fungsinya dari APBDesa;dan
(2) Pimpinan dan anggota BPD mempunyai hak:
a. Mengajukan usul rancangan peraturan desa;
b. Mengajukan pertanyaan;
c. Menyampaikan usul dan/atau pendapat;
d. Memilih dan dipilih;
e. Mendapat tunjangan dari APB Desa.

Pasal 56

Pimpinan dan Anggota BPD mempunyai Kewajiban:


a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,
melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan Bhinneka Tunggal Ika;
b. melaksanakan kehidupan demokrasi yang berkeadilan
gender dalam penyelenggaraan pemerintahan desa;
c. menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti
aspirasi masyarakat Desa;
d. mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan
pribadi, kelompok dan/atau golongan;
e. menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat
masyarakat setempat; dan
f. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan
lembaga kemasyarakatan Desa.

Pasal 57

Pimpinan dan Anggota BPD dilarang:


a. Merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok
masyarakat Desa, dan mendiskriminasi warga atau golongan
masyarakat Desa;
b. Melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan menerima uang
barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat
mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan
dilakukannya;
c. Menyalahgunakan wewenang;
d. Melanggar sumpah/janji Jabatan;
e. Merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat
Desa;
f. Merangkap sebagai anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi atau
DPRD Kabupaten dan jabatan lain yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan;
g. Sebagai pelaksana proyek desa;
h. Menjadi pengurus partai politik;
i. Menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
j. Menjadi panitia pemilihan Kepala Desa dan Pengisian
Perangkat Desa;
k. Menjadi panitia pengisian anggota BPD; dan
l. Menjadi panitia lelang aset Desa.

Paragraf Keempat
Pengisian Keanggotaan

Pasal 58

(1) Pengisian anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


dilaksanakan secara demokratis melalui proses pemilihan
secara langsung dan/atau musyawarah perwakilan dengan
menjamin keterwakilan perempuan.
(2) Dalam rangka proses pemilihan secara langsung dan/atau
musyawarah perwakilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Kepala Desa membentuk Panitia Pengisian
Keanggotaan BPD dan ditetapkan dengan keputusan Kepala
Desa.
(3) Panitia pengisian anggota BPD sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), terdiri atas unsur perangkat Desa dan unsur
masyarakat lainnya dengan jumlah anggota dan komposisi
yang proporsional.

Pasal 59

(1) Panitia pengisian melakukan penjaringan dan penyaringan


bakal calon anggota BPD dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
sebelum masa keanggotaan BPD berakhir.
(2) Panitia pengisian menetapkan calon anggota BPD yang
jumlahnya sama atau lebih dari anggota BPD yang
dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa
keanggotaan BPD berakhir.
(3) Dalam hal mekanisme pengisian keanggotaan Badan
Permusyawaratan Desa ditetapkan melalui proses pemilihan
langsung, panitia pengisian menyelenggarakan pemilihan
langsung calon anggota Badan Permusyawaratan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal mekanisme pengisian keanggotaan Badan
Permusyawaratan Desa ditetapkan melalui proses
musyawarah perwakilan, calon anggota Badan
Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dipilih dalam proses musyawarah perwakilan oleh unsur
masyarakat yang mempunyai hak pilih.
(5) Hasil pemilihan langsung dan/atau musyawarah perwakilan
disampaikan oleh panitia pengisian anggota BPD kepada
Kepala Desa paling lama 7 (tujuh) hari sejak ditetapkannya
hasil pemilihan langsung dan/atau musyawarah perwakilan.
(6) Hasil pemilihan langsung dan/atau musyawarah perwakilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh
Kepala Desa kepada Bupati paling lama 7 (tujuh) hari sejak
diterimanya hasil pemilihan dari panitia pengisian untuk
diresmikan oleh Bupati serta melampirkan Berita Acara hasil
Keputusan Musyawarah Penetapan Anggota dan Pemilihan
Pimpinan BPD Terpilih.

Pasal 60

(1) Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah gasal, paling


sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang
dengan memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan
kemampuan Keuangan Desa.
(2) Jumlah anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan menggunakan ketentuan :
a. jumlah penduduk sampai dengan 1000 jiwa sebanyak
5 (lima) orang anggota;
b. jumlah penduduk 1001 jiwa sampai dengan 1500 jiwa
sebanyak 7 (tujuh) orang anggota;
c. jumlah penduduk lebih dari 1501 jiwa sebanyak
9 (sembilan) orang anggota.

Paragraf Kelima
Persyaratan Anggota

Pasal 61

Calon anggota BPD adalah warga Desa yang memenuhi syarat:


a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,
melaksanakan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan Bhinneka Tunggal Ika;
c. berumur paling rendah 20 (dua puluh) tahun atau
sudah/pernah menikah;
d. berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah
Pertama atau sederajat ;
e. bukan sebagai perangkat pemerintah Desa;
f. bersedia dicalonkan menjadi anggota BPD yang dinyatakan
dengan Surat Pernyataan Kesediaan menjadi anggota BPD;
g. wakil penduduk Desa yang dipilih secara demokratis;
h. terdaftar sebagai penduduk dan berdomisili di desa yang
bersangkutan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun terakhir
dengan tidak terputus-putus terhitung pada tanggal
dilaksanakan pendaftaran, dibuktikan dengan kartu tanda
penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) yang masih berlaku;
i. sehat jasmani dan rohani yang kemudian dinyatakan dalam
Surat Keterangan Sehat dari Dokter pemerintah;
j. berkelakuan baik yang kemudian dinyatakan dengan Surat
Berkelakuan Baik dari Kepolisian;
k. tidak sedang menjalani pidana penjara atau kurungan
berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap;
l. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
m. tidak dalam status sebagai anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi
atau DPRD Kabupaten dan jabatan lain yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan;
n. Tidak pernah menjabat sebagai anggota BPD untuk 3 (tiga)
kali masa keanggotaan;
o. bagi Pegawai Negeri Sipil harus mendapat izin tertulis dari
atasan langsung;

Paragraf Keenam
Pengesahan Penetapan Anggota BPD

Pasal 62

(1) Pimpinan BPD terdiri atas 1 (satu) orang Ketua, 1 (satu)


orang Wakil Ketua, dan 1 (satu) orang Sekretaris.
(2) Pimpinan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih
dari dan oleh angota BPD secara langsung dalam rapat BPD
secara khusus.
(3) Rapat pemilihan pimpinan BPD untuk pertama kali dipimpin
oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda.

Pasal 63

(1) Peresmian anggota BPD ditetapkan dengan Keputusan


Bupati paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya
laporan hasil pemilihan langsung dan/atau musyawarah
perwakilan dari Kepala Desa serta melampirkan Berita Acara
hasil Keputusan Musyawarah Penetapan Anggota dan
Pemilihan Pimpinan BPD Terpilih.
(2) Pengucapan sumpah janji anggota Badan Permusyawaratan
Desa dipandu oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk paling
lama 30 (tiga puluh) Hari sejak diterbitkannya keputusan
Bupati mengenai peresmian anggota Badan
Permusyawaratan Desa.
(3) Pelantikan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan di desa yang bersangkutan atau di kantor
Camat setempat dihadapan masyarakat.

Pasal 64

(1) Peresmian anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan


dengan keputusan Bupati.
(2) Anggota BPD sebelum memangku jabatannya mengucapkan
sumpah/janji secara bersama-sama dihadapan masyarakat
dan dipandu oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
(3) Susunan kata–kata sumpah/janji BPD sebagai berikut:
“Demi Allah/Tuhan, Saya bersumpah/berjanji bahwa saya
akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota BPD dengan
sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil–adilnya. Bahwa
saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan
mempertahankan Pancasila sebagai Dasar Negara, dan
bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan
Undang–Undang Dasar 1945 serta melaksanakan segala
Peraturan Perundang-undangan dengan selurus-lurusnya
yang berlaku bagi Desa, Daerah dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia “.

Pasal 65

(1) Segera setelah dilaksanakannya pelantikan, BPD yang lama


melaksanakan serah terima jabatan kepada BPD yang baru
yang disaksikan oleh pejabat yang berwenang.
(2) Pada saat serah terima jabatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) BPD yang lama menyerahkan dan melaporkan
penyelenggaraan pemerintahan desa yang meliputi
administrasi dan keuangan di bidang pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan.

Paragraf Ketujuh
Masa Jabatan Anggota BPD

Pasal 66
(1) Anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakan wakil
dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang
pengisiannya dilakukan secara demokratis.
(2) Masa keanggotaan BPD selama 6 (enam) tahun terhitung
sejak tanggal pengucapan sumpah/janji.
(3) Anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak 3 (tiga) kali
secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

Paragraf Kedelapan
Pemberhentian Anggota BPD

Pasal 67

(1) Anggota BPD berhenti karena:


a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
(2) Anggota BPD diberhentikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c karena :
a. berakhir masa keanggotaan;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan
atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama
6 (enam) bulan;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota BPD; atau
d. melanggar larangan sebagai anggota BPD;
e. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan adat
istiadat setempat dan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
f. terbukti melakukan tindak pidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan
keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap;
g. melakukan tindakan amoral atau asusila dan narkoba;
h. bertempat tinggal diluar Desa yang bersangkutan;
i. meninggalkan Desa selama 3 (tiga) bulan berturut-turut
tanpa keterangan yang jelas.
(3) Pemberhentian anggota Badan Permusyawaratan Desa
diusulkan oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa
kepada Bupati atas dasar hasil musyawarah Badan
Permusyawaratan Desa.
(4) Peresmian pemberhentian anggota Badan Permusyawaratan
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
dengan keputusan Bupati.

Paragraf Kesembilan
Pengisian Keanggotaan BPD Antarwaktu

Pasal 68
(1) Pengisian keanggotaan BPD antarwaktu ditetapkan dengan
Keputusan Bupati atas usul pimpinan BPD melalui Kepala
Desa.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengisian keanggotaan BPD
antarwaktu diatur dengan Peraturan Bupati tentang Badan
Permusyawaratan Desa.

Paragraf Kesepuluh
Musyawarah BPD

Pasal 69

Mekanisme Musyawarah BPD sebagai berikut :


a. Musyawarah BPD dipimpin oleh pimpinan BPD;
b. Musyawarah BPD dinyatakan sah apabila dihadiri oleh
paling sedikit 2/3 ( dua per tiga) dari jumlah anggota BPD;
c. Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara musyawarah
guna mencapai mufakat;
d. Apabila musyawarah mufakat tidak tercapai, pengambilan
keputusan dilakukan dengan cara pemungutan suara;
e. Pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam huruf d
dinyatakan sah apabila disetujui oleh paling sedikit ½ (satu
perdua) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota BPD yang
hadir; dan
f. Hasil musyawarah BPD ditetapkan dengan Keputusan BPD
dan dilengkapi dengan Notulen Musyawarah yang dibuat
oleh Sekretaris BPD.

Paragraf Kesebelas
Tata Tertib Badan Permusyawaratan Desa

Pasal 70

(1) Peraturan tata tertib BPD paling sedikit memuat :


a. Waktu musyawarah BPD;
b. Pengaturan mengenai pimpinan musyawarah BPD;
c. Tata cara musyawarah BPD;
d. Tata laksana dan hak menyatakan pendapat BPD dan
anggota BPD; dan
e. Pembuatan berita acara musyawarah BPD.
(2) Pengaturan mengenai waktu musyawarah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pelaksanaan jam musyawarah;
b. tempat musyawarah;
c. jenis musyawarah; dan
d. daftar hadir anggota Badan Permusyawaratan Desa.
(3) Pengaturan mengenai pimpinan musyawarah Badan
Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi :
a. penetapan pimpinan musyawarah apabila pimpinan dan
anggota hadir lengkap;
b. penetapan pimpinan musyawarah apabila ketua Badan
Permusyawaratan Desa berhalangan hadir;
c. penetapan pimpinan musyawarah apabila ketua dan
wakil ketua berhalangan hadir; dan
d. penetapan secara fungsional pimpinan musyawarah
sesuai dengan bidang yang ditentukan dan penetapan
penggantian anggota Badan Permusyawaratan Desa
antarwaktu.
(4) Pengaturan mengenai tata cara musyawarah Badan
Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi:
a. tata cara pembahasan rancangan peraturan Desa;
b. konsultasi mengenai rencana dan program Pemerintah
Desa;
c. tata cara mengenai pengawasan kinerja kepala Desa;
dan
d. tata cara penampungan atau penyaluran aspirasi
masyarakat.
(5) Pengaturan mengenai tata laksana dan hak menyatakan
pendapat Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana
dimaksud ayat (1) huruf d meliputi:
a. pemberian pandangan terhadap pelaksanaan
Pemerintahan Desa;
b. penyampaian jawaban atau pendapat kepala Desa atas
pandangan Badan Permusyawaratan Desa;
c. pemberian pandangan akhir atas jawaban atau
pendapat kepala Desa; dan
d. tindak lanjut dan penyampaian pandangan akhir Badan
Permusyawaratan Desa kepada Bupati.
(6) Pengaturan mengenai penyusunan berita acara musyawarah
Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud ayat
(1) huruf e meliputi:
a. penyusunan notulen rapat;
b. penyusunan berita acara;
c. format berita acara;
d. penandatanganan berita acara; dan
e. penyampaian berita acara.
(7) Peraturan Tata Tertib BPD ditetapkan dengan Keputusan
Ketua BPD.

Paragraf Keduabelas
Tata Cara Menampung Dan Menyalurkan
Aspirasi Masyarakat

Pasal 71

(1) BPD Wajib menampung dan menyalurkan aspirasi


masyarakat.
(2) Aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
baik yang disampaikan oleh individu, kelompok, ras/agama,
profesi, pengusaha maupun organisasi.

Pasal 72

Dalam rangka menjaring aspirasi masyarakat, BPD dapat


melakukan:
a. kunjungan langsung kepada masyarakat dengan melakukan
observasi, wawancara maupun penyebaran angket;
b. mengundang masyarakat dalam rapat umum desa;
c. menerima kunjungan masyarakat.

Pasal 73

(1) BPD mengadakan rapat khusus dalam rangka


menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
(2) Aspirasi masyarakat baru dapat disalurkan apabila
berdasarkan data dan informasi yang benar sehingga dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan hasil, konsekwensi
dan akibatnya.
(3) Keputusan Rapat BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuat dalam Berita Acara dan disampaikan kepada Kepala
Desa untuk di tindak lanjuti.

Paragraf Ketigabelas
Hubungan Kerja

Pasal 74

(1) Hubungan kerja antara BPD dengan Pemerintah Desa


bersifat konsultatif dan koordinatif.
(2) Setiap permasalahan yang menyangkut penyelenggaraan
pemerintahan desa diselesaikan secara musyawarah dan
mufakat antara BPD dan Pemerintah Desa.

Paragraf Keempatbelas
Hak Pimpinan dan Anggota BPD

Pasal 75

(1) Pimpinan dan anggota Badan Permusyawaratan Desa


mempunyai hak untuk memperoleh tunjangan pelaksanaan
tugas dan fungsi dan tunjangan lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Selain tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Badan Permusyawaratan Desa memperoleh biaya
operasional.
(3) Badan Permusyawaratan Desa berhak memperoleh
pengembangan kapasitas melalui pendidikan dan pelatihan,
sosialisasi, pembimbingan teknis, dan kunjungan lapangan.
(4) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten dapat memberikan penghargaan kepada
pimpinan dan anggota Badan Permusyawaratan Desa yang
berprestasi.
(5) Besaran tunjangan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati tentang Penetapan
Besaran Penghasilan Tetap Aparatur Pemerintahan Desa dan
Insentif Aparatur Kelurahan.
(6) Besaran tunjangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dianggarkan dalam APBDesa sesuai dengan kemampuan
keuangan Desa.
Paragraf Kelimabelas
Administrasi BPD
Pasal 76

(1) Kelengkapan Administasi BPD diantaranya terdiri dari:


a. Buku Data BPD;
b. Buku Data Keputusan BPD;
c. Buku Data Kegiatan BPD;
d. Buku Agenda BPD; dan
e. Buku Ekspedisi.
(2) Ketentuan mengenai format buku dan kelengkapan
Adminstrasi BPD lainnya diatur dengan Peraturan Bupati
tentang Badan Permusyawaratan Desa.

Pasal 77

Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, kewenangan, hak


dan kewajiban, pengisian keanggotaan, pemberhentian Anggota
BPD, Penggantian Anggota BPD Antarwaktu, Tata Tertib BPD
akan diatur dalam Peraturan Bupati tentang Badan
Permusyawaratan Desa.

Bagian Kelima
Penghasilan Pemerintah Desa

Pasal 78

(1) Penghasilan tetap Kepala Desa dan Perangkat Desa


dianggarkan dalam APB Desa yang bersumber dari ADD.
(2) Pengalokasian ADD untuk penghasilan tetap kepala Desa
dan perangkat Desa menggunakan penghitungan sebagai
berikut:
a. ADD yang berjumlah sampai dengan Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) digunakan paling banyak 60%
(enam puluh per seratus);
b. ADD yang berjumlah lebih dari Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) sampai dengan Rp700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah) digunakan antara
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak 50% (lima puluh per seratus);
c. ADD yang berjumlah lebih dari Rp700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah) sampai dengan
Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah)
digunakan antara Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima
puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak 40%
(empat puluh per seratus); dan
d. ADD yang berjumlah lebih dari Rp900.000.000,00
(sembilan ratus juta rupiah) digunakan antara
Rp360.000.000,00 (tiga ratus enam puluh juta rupiah)
sampai dengan paling banyak 30% (tiga puluh per
seratus).
(3) Pengalokasian batas maksimal sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan dengan mempertimbangkan efisiensi,
jumlah perangkat, kompleksitas tugas pemerintahan, dan
letak geografis.
(4) Bupati menetapkan besaran penghasilan tetap :
a. Kepala Desa;
b. Sekretaris Desa;
c. Perangkat Desa.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran dan persentase
penghasilan tetap kepala Desa dan Perangkat Desa diatur
dengan Keputusan Bupati tentang Penetapan Besaran
Penghasilan Tetap Aparatur Pemerintahan Desa dan Insentif
Aparatur Kelurahan.

Pasal 79

(1) Selain menerima Pengasilan tetap sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 78, kepala Desa dan perangkat Desa menerima
tunjangan dan penerimaan lain yang sah.
(2) Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bersumber
dari APBDesa.
(3) Penerimaan lain yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat bersumber dari APBDesa dan sumber lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V
PEMILIHAN, PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN DAN
PERGANTIAN ANTARWAKTU KEPALA DESA

Bagian Kesatu
Tata Cara Pemilihan Kepala Desa

Paragraf Kesatu
Pemilihan Kepala Desa Serentak

Pasal 80

(1) Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk Desa melalui


mekanisme Pemilihan Kepala Desa.
(2) Pemilihan Kepala Desa yang diselenggarakan bersifat
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
(3) Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara serentak pada
hari yang sama di seluruh Desa pada wilayah Kabupaten
Kepulauan Anambas.
(4) Pemilihan Kepala Desa secara serentak sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat dilaksanakan bergelombang
paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 6 (enam)
tahun.
(5) Pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dikelompokkan berdasarkan berakhirnya masa jabatan
Kepala Desa.

Pasal 81

(1) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Kepala Desa dalam


penyelenggaraan pemilihan Kepala Desa serentak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, Bupati menunjuk
penjabat Kepala Desa.
(2) Penjabat Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berasal dari Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintah
Daerah.
(3) Ketentuan mengenai pengangkatan Penjabat Kepala Desa
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Paragraf Kedua
Tahapan Pemilihan Kepala Desa

Pasal 82

(1) Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan melalui tahapan :


a. Persiapan;
b. Pencalonan;
c. Pemungutan suara;
d. Penetapan.
(2) Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdiri atas kegiatan :
a. Pemberitahuan BPD kepada Kepala Desa tentang akhir
masa jabatan yang disampaikan 6 (enam) bulan
sebelum berakhir masa jabatan;
b. Pembentukan panitia pemilihan Kepala Desa oleh BPD
ditetapkan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) Hari
setelah pemberitahuan akhir masa jabatan;
c. Laporan akhir masa jabatan Kepala Desa kepada Bupati
disampaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari
setelah pemberitahuan akhir masa jabatan;
d. Perencanaan biaya pemilihan diajukan oleh panitia
kepada Bupati melalui Camat dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) Hari setelah terbentuknya panitia
pemilihan; dan
e. persetujuan biaya pemilihan dari Bupati dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) Hari sejak diajukan oleh panitia.
(3) Tahapan pencalonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri atas kegiatan :
a. Pengumuman dan pendaftaran bakal calon dalam
jangka waktu 9 (sembilan) Hari;
b. Penelitian kelengkapan persyaratan administrasi,
identifikasi, serta penetapan dan pengumuman nama
Calon dalam jangka waktu 20 (dua puluh) Hari;
c. Penetapan Calon Kepala Desa sebagaimana dimaksud
pada huruf b paling sedikit 2 (dua) orang dan paling
banyak 5 (lima) orang Calon;
d. Penetapan daftar pemilih tetap untuk pelaksanaan
pemilihan kepala Desa;
e. Pelaksanaan kampanye Calon Kepala Desa paling lama
3 (tiga) Hari; dan
f. Masa tenang paling lama 3 (tiga) Hari.
(4) Tahapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c terdiri atas kegiatan :
a. Pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara;
b. Penetapan Calon yang memperoleh suara terbanyak;
dan/atau
c. Dalam hal Calon yang memperoleh suara terbanyak
lebih dari 1 (satu) orang, Calon terpilih ditetapkan
berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.
(5) Tahapan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d terdiri atas kegiatan :
a. Laporan panitia pemilihan mengenai Calon terpilih
kepada BPD paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah
pemungutan suara;
b. Laporan BPD mengenai Calon terpilih kepada Bupati
paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah menerima laporan
panitia;
c. Bupati menerbitkan keputusan mengenai pengesahan
dan pengangkatan Kepala Desa paling lambat 30 (tiga
puluh) Hari sejak diterima laporan dari BPD; dan
d. Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk melantik Calon
Kepala Desa terpilih paling lambat 30 (tiga puluh) Hari
sejak diterbitkan keputusan pengesahan dan
pengangkatan Kepala Desa dengan tata cara sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(6) Pejabat lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) huruf d adalah Wakil Bupati atau Camat.
(7) Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa,
Bupati wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) Hari.
(8) Penyelesaian perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) memperhatikan
pertimbangan Panitia Kabupaten.
(9) Jadual dan tahapan pemilihan kepala Desa ditetapkan oleh
Bupati.
(10) Dalam hal terjadi penundaan tahapan pemilihan Kepala
Desa, Bupati menetapkan kembali jadual dan tahapan
pemilihan Kepala Desa.
Paragraf Ketiga
Daftar Pemilih
Pasal 83

Yang berhak memilih calon Kepala Desa adalah penduduk desa


Warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan :
a. Terdaftar sebagai penduduk desa yang bersangkutan
dibuktikan dengan kepemilikan Kartu Tanda Penduduk atau
Surat Keterangan dari Kepala Desa bahwa yang
bersangkutan tinggal di desa bersangkutan dan terdaftar
sebagai pemilih tetap;
b. Sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun dan/atau
sudah/pernah menikah;
c. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
d. Tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya;
e. berdomisili di Desa sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan
sebelum disahkannya Daftar Pemilih Sementara yang
dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk atau Surat
Keterangan Penduduk.
f. Tidak pernah terlibat baik langsung maupun tidak langsung
dalam suatu kegiatan yang menghianati Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.

Paragraf Keempat
Persyaratan Calon Kepala Desa

Pasal 84

Calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratan :


a. Warga Negara Republik Indonesia;
b. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,
melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan Bhinneka Tunggal Ika;
d. Berpendidikan paling rendah Tamat Sekolah Menengah
Pertama atau sederajat yang dibuktikan dengan ijazah
bilamana ijazah belum keluar, tetapi instansi yang
berwenang sudah dapat menyatakan lulus, maka ijazah
dapat diganti dengan Surat Keterangan Lulus dari
Dinas/Sekolah yang berwenang;
e. Berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun pada saat
mendaftar;
f. Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa;
g. Terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di Desa
setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran;
h. tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara;
i. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukuman tetap
karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih,
kecuali 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana
penjara dan mengumumkan secara jujur dan terbuka
kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana
serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang;
j. Tidak sedang dicabut hak pillihnya sesuai dengan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
k. Berbadan sehat berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan
oleh Dokter Pemerintah;
l. Belum pernah menjabat sebagai Kepala Desa selama 3 (tiga)
kali masa jabatan;
m. Berkelakuan baik dibuktikan dengan surat keterangan dari
Kepolisian;
n. Tidak berstatus sebagai anggota panitia pemilihan Kepala
desa;
o. Bersedia tinggal dan menetap di Desa apabila terpilih sebagai
Kepala Desa;
p. Menyerahkan surat keterangan Izin tertulis dari pejabat
atasan langsung (bagi PNS/TNI/Polri, Kepala Desa, BPD dan
Perangkat Desa).
q. Tidak pernah diberhentikan dengan tidak hormat sebagai
Kepala Desa atau Pegawai Negeri / Pegawai Negeri Sipil atau
yang dipersamakan dengan itu sesuai peraturan perundang-
undangan;
r. Menyerahkan surat pernyataan tidak akan mengundurkan
diri sebagai calon Kepala Desa ;
s. Tidak sedang menjadi pengurus partai politik, jabatan
struktural dan fungsional selaku PNS, TNI, POLRI maupun
sebagai ketua dan atau anggota BPD, Perangkat Desa,
anggota DPRD serta pengurus organisasi masyarakat
lainnya.

Paragraf Kelima
Calon Kepala Desa dari Kepala Desa, Perangkat Desa dan
Anggota Badan Permusyawaratan Desa

Pasal 85

(1) Kepala Desa yang akan mencalonkan diri kembali diberi cuti
yang disampaikan kepada Bupati atas nama Camat melalui
Ketua BPD terhitung sejak ditetapkan sebagai calon kepala
Desa sampai dengan selesainya pelaksanaan penetapan
calon terpilih.
(2) Selama masa cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Kepala Desa dilarang menggunakan fasilitas pemerintah
Desa untuk kepentingan sebagai calon Kepala Desa.
(3) Dalam hal kepala Desa cuti sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Sekretaris Desa melaksanakan tugas dan kewajiban
kepala Desa.
Pasal 86

(1) Perangkat Desa yang mencalonkan diri dalam pemilihan


Kepala Desa diberi cuti terhitung sejak yang bersangkutan
terdaftar sebagai bakal calon kepala Desa sampai dengan
selesainya pelaksanaan penetapan calon terpilih.
(2) Tugas perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dirangkap oleh perangkat Desa lainnya yang ditetapkan
dengan keputusan Kepala Desa.

Pasal 87

(1) Ketua/Anggota BPD yang mencalonkan diri sebagai Kepala


Desa, harus mengajukan permohonan nonaktif sementara
kepada Bupati.
(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terhitung sejak yang bersangkutan terdaftar sebagai bakal
calon kepala Desa sampai dengan selesainya pelaksanaan
penetapan calon terpilih.

Paragraf Keenam
Calon Kepala Desa dari Pegawai Negeri Sipil

Pasal 88

(1) Pegawai Negeri Sipil yang mencalonkan diri dalam pemilihan


Kepala Desa harus mendapatkan izin tertulis dari pejabat
pembina kepegawaian.
(2) Dalam hal Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terpilih dan diangkat menjadi Kepala Desa, yang
bersangkutan dibebaskan sementara dari jabatannya selama
menjadi kepala Desa tanpa kehilangan hak sebagai pegawai
negeri sipil.

Paragraf Ketujuh
Calon Kepala Desa dari Partai Politik

Pasal 89

Bakal calon dari pengurus Partai Politik selain harus memenuhi


persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84, telah
mengundurkan diri dari kepengurusan Partai Politik sekurang-
kurangnya selama 3 (tiga) bulan sebelum hari Pendaftaran Calon
Kepala Desa, pengunduran diri dari kepengurusan Partai Politik
dimaksud dibuktikan dengan Surat Keputusan dari Pengurus
Partai Politik tingkat Kecamatan/Kabupaten.

Pasal 90

Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemilihan Kepala Desa diatur


dalam Peraturan Bupati tentang Tata Cara Pemilihan,
Pengangkatan, Pemberhentian dan Pergantian Antarwaktu
Kepala Desa.
Bagian Kedua
Pengangkatan Kepala Desa

Paragraf Kesatu
Umum

Pasal 91

(1) Kepala Desa merupakan Kepala Pemerintahan Desa yang


memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan sebagai
perpanjangantangan negara yang dekat dengan masyarakat
juga sebagai pemimpin masyarakat.
(2) Penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Desa.
(3) Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah Kepala Desa dibantu oleh Perangkat Desa.
(4) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertugas
menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan
pembangunan Desa, pembinaan masyarakat, dan
pemberdayaan masyarakat.

Paragraf Kedua
Pengangkatan

Pasal 92

(1) Calon Kepala Desa terpilih disahkan pengangkatannya


dengan Keputusan Bupati.
(2) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
diterima laporan hasil pemilihan Kepala Desa dari BPD.

Paragraf Ketiga
Pelantikan

Pasal 93

(1) Pelantikan Calon Kepala Desa terpilih dilakukan paling


lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterbitkan
keputusan Bupati mengenai pengesahan pengangkatan
Calon Kepala Desa terpilih.
(2) Pelantikan Calon Kepala Desa terpilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bupati atau pejabat
yang ditunjuk.
(3) Susunan acara pelantikan Kepala Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut :
a. Pembacaan Keputusan Bupati tentang Pengesahan
Pengangkatan Kepala Desa.
b. Pengambilan Sumpah/Janji Jabatan oleh Bupati atau
pejabat yang ditunjuk.
c. Penandatanganan berita acara pengambilan
sumpah/janji.
d. Kata pelantikan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
e. Penyematan tanda jabatan oleh Bupati atau pejabat
yang ditunjuk.
f. Pembacaan Amanat Bupati.
g. Pembacaan doa.
(4) Selain pelantikan resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
Pemerintah Desa dan masyarakat dapat menyelenggarakan
kegiatan sesuai dengan sosial budaya setempat yang
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati
tentang Tata Cara Pemilihan, Pengangkatan, Pemberhentan
dan Pergantian Antarwaktu Kepala Desa.

Bagian Ketiga
Pemberhentian Kepala Desa

Pasal 94

(1) Kepala Desa berhenti karena:


a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri;
c. diberhentikan.
(2) Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c karena:
a. berakhir masa jabatannya;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan
atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama
6 (enam) bulan;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala Desa;
d. melanggar larangan bagi kepala Desa;
e. adanya perubahan status Desa menjadi kelurahan,
penggabungan 2 (dua) Desa atau lebih menjadi 1 (satu)
Desa baru, atau penghapusan Desa;
f. tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala desa; atau
g. dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
(3) Apabila kepala Desa berhenti sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), BPD melaporkan kepada Bupati melalui Camat.
(4) Laporan Pimpinan BPD kepada Bupati sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) memuat materi situasi yang terjadi
terhadap Kepala Desa yang bersangkutan.
(5) Atas laporan Pimpinan BPD sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) Bupati melakukan kajian untuk proses selanjutnya.
(6) Pemberhentian kepala Desa ditetapkan dengan Keputusan
Bupati.

Pasal 95

Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati setelah


dinyatakan sebagai terdakwa yang diancam dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan register
perkara di pengadilan.

Pasal 96
Kepala Desa diberhentikan sementara oleh Bupati setelah
ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi,
terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan
negara.

Pasal 97

Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96 diberhentikan oleh Bupati
setelah dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pasal 98

(1) Kepala Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96 setelah melalui
proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak penetapan putusan pengadilan diterima oleh Kepala
Desa, Bupati merehabilitasi dan mengaktifkan kembali
Kepala Desa yang bersangkutan sebagai Kepala Desa sampai
dengan akhir masa jabatannya.
(2) Apabila Kepala Desa yang diberhentikan sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir masa
jabatannya, Bupati harus merehabilitasi nama baik Kepala
Desa yang bersangkutan.

Pasal 99

Dalam hal Kepala Desa diberhentikan sementara sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96, sekretaris Desa
melaksanakan tugas dan kewajiban Kepala Desa sampai dengan
adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.

Pasal 100

Dalam hal sisa masa jabatan kepala Desa yang berhenti tidak
lebih dari 1 (satu) tahun karena diberhentikan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 94 ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat
(2) huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf g, Bupati
mengangkat pegawai negeri sipil dilingkungan pemerintah Daerah
sebagai penjabat kepala Desa sampai terpilihnya kepala Desa
yang baru.

Pasal 101
Dalam hal sisa masa jabatan kepala Desa yang berhenti lebih dari
1 (satu) tahun karena diberhentikan sebagaimana dimaksud
Pasal 94 ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf b,
huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf g, Bupati mengangkat
pegawai negeri sipil dilingkungan pemerintah daerah sebagai
penjabat kepala Desa sampai terpilihnya kepala Desa yang baru
melalui hasil musyawarah Desa.

Pasal 102

(1) Dalam hal terjadi kebijakan penundaan pelaksanaan


pemilihan kepala Desa, kepala Desa yang habis masa
jabatannya tetap diberhentikan dan selanjutnya Bupati
mengangkat penjabat kepala Desa.
(2) Bupati mengangkat penjabat kepala Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dari Pegawai Negeri Sipil
dilingkungan pemerintah Daerah.

Pasal 103

(1) Kepala Desa yang berstatus Pegawai Negeri Sipil apabila


berhenti sebagai kepala Desa dikembalikan kepada instansi
induknya.
(2) Kepala desa yang berstatus Pegawai Negeri Sipil apabila telah
mencapai batas usia pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil
diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil
dengan memperoleh hak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 104

Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberhentian Kepala Desa


diatur dalam Peraturan Bupati tentang Tata Cara Pemilihan,
Pengangkatan, Pemberhentian dan Pergantian Antarwaktu
Kepala Desa.

Bagian Keempat
Penjabat Kepala Desa

Pasal 105

(1) Pegawai negeri sipil yang diangkat sebagai penjabat kepala


Desa paling sedikit harus memahami bidang kepemimpinan
dan teknis pemerintahan.
(2) Penjabat kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban serta
memperoleh hak yang sama dengan kepala Desa.

Bagian Kelima
Pemilihan Kepala Desa Antarwaktu melalui Musyawarah Desa

Pasal 106

Musyawarah Desa yang diselenggarakan khusus untuk


pelaksanaan pemilihan kepala Desa antarwaktu dilaksanakan
paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak
kepala Desa diberhentikan dengan mekanisme sebagai berikut :
a. Sebelum penyelenggaraan musyawarah Desa, dilakukan
kegiatan yang meliputi :
1. Pembentukan panitia pemilihan kepala Desa
antarwaktu oleh BPD paling lama dalam jangka waktu
15 (lima belas) Hari terhitung sejak kepala Desa
diberhentikan;
2. Pengajuan biaya pemilihan dengan beban APBDes oleh
panitia pemilihan kepada penjabat kepala Desa paling
lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari
terhitung sejak terbentuk;
3. Pemberian persetujuan biaya pemilihan oleh penjabat
kepala Desa paling lama dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) Hari terhitung sejak diajukan oleh panitia
pemilihan;
4. Pengumuman dan pendaftaran bakal calon kepala Desa
oleh panitia pemilihan dalam jangka waktu 15 (lima
belas) Hari;
5. Penelitian kelengkapan persyaratan administrasi bakal
calon oleh panitia pemilihan dalam jangka waktu
7 (tujuh) Hari; dan
6. Penetapan calon kepala Desa antarwaktu oleh panitia
pemilihan paling sedikit 2 (dua) orang calon dan paling
banyak 3 (tiga) orang calon yang dimintakan
pengesahan musyawarah Desa untuk ditetapkan
sebagai calon yang berhak dipilih dalam musyawarah
Desa.
b. BPD menyelenggarakan musyawarah Desa yang meliputi
kegiatan :
1. Penyelenggaraan musyawarah Desa dipimpin oleh Ketua
BPD yang teknis pelaksanaan pemilihannya dilakukan
oleh panitia pemilihan;
2. Pengesahan calon kepala Desa yang berhak dipilih oleh
musyawarah Desa melalui musyawarah mufakat atau
melalui pemungutan suara;
3. Pelaksanaan pemilihan calon kepala Desa oleh panitia
pemilihan melalui mekanisme musyawarah mufakat
atau melalui pemungutan suara yang telah disepakati
oleh musyawarah Desa;
4. Pelaporan hasil pemilihan calon kepala Desa oleh
panitia pemilihan kepada musyawarah Desa;
5. Pengesahan calon terpilih oleh musyawarah Desa;
6. Pelaporan hasil pemilihan kepala Desa melalui
musyawarah Desa kepada BPD dalam jangka waktu
7 (tujuh) Hari setelah musyawarah Desa mengesahkan
calon kepala Desa terpilih;
7. Pelaporan calon kepala Desa terpilih hasil musyawarah
Desa oleh Ketua BPD kepada Bupati paling lambat
7 (tujuh) Hari setelah menerima laporan dari panitia
pemilihan;
8. Penerbitan keputusan Bupati tentang pengesahan
pengangkatan calon kepala Desa terpilih paling lambat
30 (tiga puluh) Hari sejak diterimanya laporan dari BPD;
dan
9. Pelantikan kepala Desa oleh Bupati paling lama 30 (tiga
puluh) Hari sejak diterbitkan keputusan pengesahan
pengangkatan calon kepala Desa terpilih dengan urutan
acara pelantikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 107

Ketentuan mengenai Pemilihan Kepala Desa Antarwaktu melalui


Musyawarah Desa diatur dengan Peraturan Bupati tentang Tata
Cara Pemilihan, Pengangkatan, Pemberhentian dan Pergantian
Antarwaktu Kepala Desa.

Bagian Ketujuh
Masa Jabatan Kepala Desa

Pasal 108

(1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun


terhitung sejak tanggal pelantikan.
(2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menjabat paling lama 3 (tiga) kali masa jabatan secara
berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
(3) Ketentuan periodisasi masa jabatan Kepala Desa berlaku
pada Desa yang ada di seluruh wilayah Kabupaten.
(4) Dalam hal kepala Desa mengundurkan diri sebelum habis
masa jabatannya atau diberhentikan, kepala Desa dianggap
telah menjabat 1 (satu) periode masa jabatan.
(5) Kepala Desa yang dipilih melalui Musyawarah Desa
melaksanakan tugas Kepala Desa sampai habis sisa masa
jabatan Kepala Desa yang diberhentikan.

BAB VI
MUSYAWARAH DESA

Pasal 109

(1) Musyawarah Desa diselenggarakan oleh Badan


Permusyawaratan Desa yang difasilitasi oleh Pemerintah
Desa.
(2) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diikuti oleh Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa,
dan unsur masyarakat.
(3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri atas:
a. tokoh adat;
b. tokoh agama;
c. tokoh masyarakat;
d. tokoh pendidikan;
e. perwakilan kelompok tani;
f. perwakilan kelompok nelayan;
g. perwakilan kelompok perajin;
h. perwakilan kelompok perempuan;
i. perwakilan kelompok pemerhati dan pelindungan anak;
dan/atau
j. perwakilan kelompok masyarakat miskin.
(4) Selain unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), musyawarah Desa dapat melibatkan unsur masyarakat
lain sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata tertib, dan mekanisme
pengambilan keputusan musyawarah Desa diatur dengan
Peraturan Bupati.

BAB VII
TATA CARA PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA

Bagian Kesatu
Peraturan Desa

Pasal 110

(1) Rancangan peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah


Desa.
(2) Badan Permusyawaratan Desa dapat mengusulkan
Rancangan Peraturan Desa kepada pemerintah Desa.
(3) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) wajib dikonsultasikan kepada
masyarakat Desa untuk mendapatkan masukan.
(4) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan
disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.

Pasal 111

(1) Rancangan Peraturan Desa yang telah disepakati bersama


disampaikan oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa
kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan
Desa paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal
kesepakatan.
(2) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib ditetapkan oleh Kepala Desa dengan
membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima belas)
hari terhitung sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa
dari pimpinan Badan Permusyawaratan Desa.
(3) Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat sejak diundangkan dalam
Lembaran Desa oleh Sekretaris Desa.
(4) Peraturan Desa yang telah diundangkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Bupati sebagai
bahan pembinaan dan pengawasan paling lambat 7 (tujuh)
hari setelah diundangkan.
(5) Peraturan Desa wajib disebarluaskan oleh Pemerintah Desa.

Bagian Kedua
Peraturan Kepala Desa

Pasal 112

Peraturan Kepala Desa merupakan peraturan pelaksanaan


peraturan Desa.

Pasal 113

(1) Peraturan Kepala Desa ditandatangani oleh Kepala Desa.


(2) Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diundangkan oleh Sekretaris Desa dalam Berita Desa.
(3) Peraturan Kepala Desa wajib disebarluaskan oleh
Pemerintah Desa.

Bagian Ketiga
Pembatalan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa

Pasal 114

Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang bertentangan


dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dibatalkan oleh Bupati.

Bagian Keempat
Peraturan Bersama Kepala Desa

Pasal 115

(1) Peraturan Bersama Kepala Desa merupakan Peraturan


Kepala Desa dalam rangka kerja sama antar-Desa.
(2) Peraturan Bersama Kepala Desa ditandatangani oleh Kepala
Desa dari 2 (dua) Desa atau lebih yang melakukan kerja
sama antar-Desa.
(3) Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan kepada
masyarakat Desa masing-masing.

Pasal 116

Pedoman teknis mengenai peraturan di Desa diatur dengan


Peraturan Bupati.

BAB VIII
KEUANGAN DAN KEKAYAAN MILIK DESA

Bagian Kesatu
Keuangan Desa

Pasal 117
(1) Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang
dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang
dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban Desa.
(2) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan
pengelolaan Keuangan Desa.

Pasal 118

(1) Pendapatan Desa bersumber dari:


a. pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset,
swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain
pendapatan asli Desa;
b. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
c. bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi Daerah;
d. alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana
perimbangan yang diterima Daerah;
e. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah;
f. hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak
ketiga; dan
g. lain-lain pendapatan Desa yang sah.
(2) Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b bersumber dari Belanja Pusat dengan
mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata
dan berkeadilan.
(3) Bagian hasil pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit 10% (sepuluh
perseratus) dari pajak dan retribusi Daerah.
(4) Alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana
perimbangan yang diterima Daerah dalam APBD setelah
dikurangi Dana Alokasi Khusus.
(5) Dalam rangka pengelolaan Keuangan Desa, Kepala Desa
melimpahkan sebagian kewenangan kepada perangkat Desa
yang ditunjuk.

Pasal 119

(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa terdiri atas bagian


pendapatan, belanja, dan pembiayaan Desa.
(2) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa diajukan
oleh Kepala Desa dan dimusyawarahkan bersama Badan
Permusyawaratan Desa.
(3) Sesuai dengan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Kepala Desa menetapkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa setiap tahun dengan
Peraturan Desa.

Pasal 120

(1) Belanja Desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan


pembangunan yang disepakati dalam Musyawarah Desa dan
sesuai dengan prioritas Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
Pemerintah Daerah Provinsi.
(2) Kebutuhan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi, tetapi tidak terbatas pada kebutuhan primer,
pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan
masyarakat Desa.

Pasal 121

Seluruh pendapatan Desa diterima dan disalurkan melalui


rekening kas Desa dan penggunaannya ditetapkan dalam
APBDesa.

Pasal 122

Pencairan dana dalam rekening kas Desa ditandatangani oleh


Kepala Desa dan Bendahara Desa.

Pasal 123

(1) Pengelolaan keuangan Desa meliputi:


a. perencanaan;
b. pelaksanaan;
c. penatausahaan;
d. pelaporan; dan
e. pertanggungjawaban.
(2) Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam melaksanakan kekuasaan pengelolaan keuangan
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Desa
menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat
Desa.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengelolaan Keuangan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan
Peraturan Bupati.

Pasal 124

Pengelolaan keuangan Desa dilaksanakan dalam masa 1 (satu)


tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan
31 Desember.

Paragraf Kesatu

Pengalokasian Bersumber dari


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Huruf Kesatu
Pengelolaan
Pasal 125

Dana Desa dikelola secara tertib, taat pada ketentuan peraturan


perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan serta mengutamakan kepentingan masyarakat
setempat.

Pasal 126

Pemerintah menganggarkan Dana Desa secara nasional dalam


APBN setiap tahun.

Pasal 127

Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 bersumber


dari belanja Pemerintah dengan mengefektifkan program yang
berbasis Desa secara merata dan berkeadilan.

Pasal 128

(1) Dana Desa dialokasikan oleh Pemerintah untuk Desa.


(2) Pengalokasian Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dihitung berdasarkan jumlah Desa dan dialokasikan
dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka
kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.

Pasal 129

Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ditransfer


melalui APBD Kabupaten untuk selanjutnya ditransfer ke APB
Desa.

Pasal 130

(1) Pengelolaan Dana Desa dalam APBD Kabupaten


dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan
Daerah.
(2) Pengelolaan Dana Desa dalam APB Desa dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pengelolaan keuangan Desa.
Huruf Kedua
Penganggaran

Pasal 131

Penyusunan pagu anggaran Dana Desa dilaksanakan sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
penyusunan rencana dana pengeluaran Bendahara Umum
Negara.

Pasal 132

Pagu anggaran Dana Desa merupakan bagian dari anggaran


Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Pasal 133

(1) Pagu anggaran Dana Desa yang telah ditetapkan dalam


APBN dapat diubah melalui APBN perubahan.
(2) Perubahan pagu anggaran Dana Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan dalam hal
anggaran Dana Desa telah mencapai 10% (sepuluh per
seratus) dari dan di luar dana Transfer ke Daerah (on top).

Huruf Ketiga
Pengalokasian

Pasal 134

(1) Berdasarkan Dana Desa setiap Kabupaten, Bupati


menetapkan Dana Desa untuk setiap Desa di wilayahnya.
(2) Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung secara berkeadilan berdasarkan:
a. alokasi dasar; dan
b. alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah
penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat
kesulitan geografis setiap Desa.
(3) Tingkat kesulitan geografis sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b ditunjukkan oleh Indeks Kesulitan Geografis Desa
yang ditentukan oleh faktor yang terdiri atas:
a. ketersediaan prasarana pelayanan dasar;
b. kondisi infrastruktur; dan
c. aksesibilitas/transportasi.
(4) Bupati menyusun dan menetapkan IKG Desa berdasarkan
faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Data jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah,
dan tingkat kesulitan geografis setiap Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b bersumber dari kementerian
yang berwenang dan/atau lembaga yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang statistik.
(6) Ketentuan mengenai tata cara pembagian dan penetapan
rincian Dana Desa setiap Desa ditetapkan dengan Peraturan
Bupati.

Pasal 135

Dalam hal terdapat pembentukan atau penetapan Desa baru yang


mengakibatkan bertambahnya jumlah Desa, pengalokasian Dana
Desa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. pada tahun anggaran berikutnya apabila Desa tersebut
ditetapkan sebelum tanggal 30 Juni tahun anggaran
berjalan; atau
b. pada tahun kedua setelah penetapan Desa apabila Desa
tersebut ditetapkan setelah tanggal 30 Juni tahun anggaran
berjalan.
Huruf Keempat
Penyaluran

Pasal 136

(1) Penyaluran Dana Desa dilakukan secara bertahap pada


tahun anggaran berjalan dengan ketentuan:
a. tahap I pada bulan April sebesar 40% (empat puluh per
seratus);
b. tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh
per seratus); dan
c. tahap III pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh
per seratus).
(2) Penyaluran Dana Desa setiap tahap dilakukan paling lambat
pada minggu kedua.
(3) Penyaluran Dana Desa setiap tahap dilakukan paling lama
7 (tujuh) hari kerja setelah diterima di kas Daerah.
(4) Dalam hal Bupati tidak menyalurkan Dana Desa sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (3), Menteri dapat melakukan penundaan penyaluran
Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil yang menjadi
hak Kabupaten yang bersangkutan.

Pasal 137

(1) Penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD dilakukan


dengan syarat:
a. peraturan Bupati mengenai tata cara pembagian dan
penetapan besaran Dana Desa telah disampaikan
kepada Menteri; dan
b. APBD Kabupaten telah ditetapkan.
(2) Penyaluran Dana Desa dari RKUD ke rekening kas Desa
dilakukan setelah APB Desa ditetapkan.
(3) Dalam hal APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b belum ditetapkan, penyaluran Dana Desa dilakukan
setelah ditetapkan Peraturan Bupati.

Huruf Kelima
Penggunaan

Pasal 138

(1) Dana Desa digunakan untuk membiayai penyelenggaraan


pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat,
dan pembinaan kemasyarakatan.
(2) Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat.

Pasal 139
Penggunaan Dana Desa mengacu pada Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa.

Huruf Keenam
Pelaporan

Pasal 140

(1) Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi penggunaan


Dana Desa kepada Bupati setiap semester.
(2) Penyampaian laporan realisasi penggunaan Dana Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
ketentuan:
a. semester I paling lambat minggu keempat bulan Juli
tahun anggaran berjalan; dan
b. semester II paling lambat minggu keempat bulan
Januari tahun anggaran berikutnya.
(3) Bupati menyampaikan laporan realisasi penyaluran dan
konsolidasi penggunaan Dana Desa kepada Menteri dengan
tembusan menteri yang menangani Desa, menteri
teknis/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian
terkait, dan Gubernur paling lambat minggu keempat bulan
Maret tahun anggaran berikutnya.
(4) Penyampaian laporan konsolidasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilakukan setiap tahun.

Pasal 141

(1) Dalam hal kepala Desa tidak atau terlambat menyampaikan


laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (2),
Bupati dapat menunda penyaluran Dana Desa sampai
dengan disampaikannya laporan realisasi penggunaan Dana
Desa.
(2) Dalam hal Bupati tidak atau terlambat menyampaikan
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (3),
Menteri dapat menunda penyaluran Dana Desa sampai
dengan disampaikannya laporan konsolidasi realisasi
penyaluran dan penggunaan Dana Desa tahun anggaran
sebelumnya.

Huruf Ketujuh
Pemantauan dan Evaluasi

Pasal 142

(1) Pemerintah melakukan pemantauan dan evaluasi atas


pengalokasian, penyaluran, dan penggunaan Dana Desa.
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap:
a. penerbitan peraturan Bupati mengenai tata cara
pembagian dan penetapan besaran Dana Desa;
b. penyaluran Dana Desa dari RKUD ke rekening kas
Desa;
c. penyampaian laporan realisasi; dan
d. SiLPA Dana Desa.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap:
a. penghitungan pembagian besaran Dana Desa setiap
Desa oleh Kabupaten; dan
b. realisasi penggunaan Dana Desa.
(4) Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menjadi dasar penyempurnaan kebijakan dan
perbaikan pengelolaan Dana Desa.

Pasal 143

(1) Dalam hal terdapat SiLPA Dana Desa lebih dari 30% (tiga
puluh per seratus) pada akhir tahun anggaran sebelumnya,
Bupati memberikan sanksi administratif kepada Desa yang
bersangkutan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
penundaan penyaluran Dana Desa tahap I tahun anggaran
berjalan sebesar SiLPA Dana Desa.
(3) Dalam hal pada tahun anggaran berjalan masih terdapat
SiLPA Dana Desa lebih dari 30% (tiga puluh per seratus),
Bupati memberikan sanksi administratif kepada Desa yang
bersangkutan.
(4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa
pemotongan Dana Desa tahun anggaran berikutnya sebesar
SiLPA Dana Desa tahun berjalan.
(5) Pemotongan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) menjadi dasar Menteri melakukan pemotongan
penyaluran Dana Desa untuk Kabupaten tahun anggaran
berikutnya.

Paragraf Kedua
Pengalokasian Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Pasal 144

(1) Pemerintah Daerah mengalokasikan dalam anggaran


pendapatan dan belanja daerah kabupaten ADD setiap tahun
anggaran.
(2) ADD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan
paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana
perimbangan yang diterima Daerah dalam anggaran
pendapatan dan belanja Daerah setelah dikurangi dana
alokasi khusus.
(3) ADD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibagi kepada
setiap Desa dengan mempertimbangkan:
a. kebutuhan penghasilan tetap kepala Desa dan
perangkat Desa; dan
b. jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas
wilayah Desa, dan tingkat kesulitan geografis Desa.
(4) Ketentuan mengenai Pengalokasian ADD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan pembagian ADD kepada setiap
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Bupati.

Pasal 145

(1) Pemerintah Daerah mengalokasikan bagian dari hasil pajak


dan retribusi Daerah kepada Desa paling sedikit 10%
(sepuluh perseratus) dari realisasi penerimaan hasil pajak
dan retribusi Daerah.
(2) Pengalokasian bagian dari hasil pajak dan retribusi daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
ketentuan:
a. 60% (enam puluh perseratus) dibagi secara merata
kepada seluruh Desa; dan
b. 40% (empat puluh perseratus) dibagi secara
proporsional realisasi penerimaan hasil pajak dan
retribusi dari Desa masing-masing.
(3) Pengalokasian bagian dari hasil pajak dan retribusi Daerah
kepada Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Pasal 146

(1) Pemerintah daerah Provinsi dan pemerintah Daerah dapat


memberikan bantuan keuangan yang bersumber dari APBD
Provinsi dan APBD Kabupaten kepada Desa.
(2) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat bersifat umum dan khusus.
(3) Bantuan keuangan yang bersifat umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) peruntukan dan penggunaannya
diserahkan sepenuhnya kepada Desa penerima bantuan
dalam rangka membantu pelaksanaan tugas pemerintah
daerah di Desa.
(4) Bantuan keuangan yang bersifat khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) peruntukan dan pengelolaannya
ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan dalam
rangka percepatan pembangunan Desa dan pemberdayaan
masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bantuan keuangan bersifat
umum dan bersifat khusus diatur dengan Peraturan Bupati.
Paragraf Kedua
Penyaluran

Pasal 147

(1) Penyaluran ADD dan bagian dari hasil pajak Daerah dan
retribusi Daerah dari Kabupaten ke Desa dilakukan secara
bertahap.
(2) Penyaluran bantuan keuangan yang bersumber dari APBD
Provinsi atau APBD Kabupaten ke Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf Ketiga
Belanja Desa

Pasal 148

(1) Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa digunakan


dengan ketentuan:
a. paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah
anggaran belanja Desa digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa,
dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan
b. paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah
anggaran belanja Desa digunakan untuk:
1. penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan
perangkat Desa;
2. operasional Pemerintah Desa;
3. tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan
Desa; dan
4. insentif rukun tetangga dan rukun warga.
(2) Ketentuan mengenai besaran belanja Desa yang ditetapkan
dalam APB Desa diatur dengan Peraturan Bupati tentang
Pengelolaan Keuangan Desa.

Paragraf Keempat
APB Desa

Pasal 149

(1) Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa


tentang APBDesa berdasarkan RKPDesa tahun berkenaan.
(2) Sekretaris Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa
tentang APBDesa kepada Kepala Desa.
(3) Rancangan peraturan Desa tentang APBDesa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Kepala Desa
kepada Badan Permusyawaratan Desa untuk dibahas dan
disepakati bersama.
(4) Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa disepakati
bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lambat
bulan Oktober tahun berjalan.

Pasal 150

(1) Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah


disepakati bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149
ayat (3) disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati
melalui Camat paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati
untuk dievaluasi.
(2) Bupati menetapkan hasil evaluasi Rancangan APBDesa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan
Desa tentang APBDesa.
(3) Dalam hal Bupati tidak memberikan hasil evaluasi dalam
batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Peraturan
Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.
(4) Dalam hal Bupati menyatakan hasil evaluasi Rancangan
Peraturan Desa tentang APBDesa tidak sesuai dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, Kepala Desa melakukan penyempurnaan
paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya
hasil evaluasi.

Pasal 151

(1) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 ayat (4) dan Kepala
Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang
APBDesa menjadi Peraturan Desa, Bupati membatalkan
Peraturan Desa dengan Keputusan Bupati.
(2) Pembatalan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBDesa
tahun anggaran sebelumnya.
(3) Dalam hal Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Kepala Desa hanya dapat melakukan pengeluaran terhadap
operasional penyelenggaraan Pemerintah Desa.
(4) Kepala Desa memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa
paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan selanjutnya Kepala
Desa bersama BPD mencabut peraturan Desa dimaksud.

Pasal 152

(1) Bupati dapat mendelegasikan evaluasi Rancangan Peraturan


Desa tentang APBDesa kepada Camat.
(2) Camat menetapkan hasil evaluasi Rancangan APBDesa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan
Desa tentang APBDesa.
(3) Dalam hal Camat tidak memberikan hasil evaluasi dalam
batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Peraturan
Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.
(4) Dalam hal Camat menyatakan hasil evaluasi Rancangan
Peraturan Desa tentang APBDesa tidak sesuai dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, Kepala Desa melakukan penyempurnaan
paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya
hasil evaluasi.
(5) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa
sebagaimana dimaksud ayat (4) dan Kepala Desa tetap
menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa
menjadi Peraturan Desa, Camat menyampaikan usulan
pembatalan Peraturan Desa kepada Bupati.
(6) Ketentuan mengenai pendelegasian evaluasi Rancangan
Peraturan Desa tentang APBDesa kepada Camat diatur
dengan Peraturan Bupati tentang Pengelolaan Keuangan
Desa.

Pasal 153

Peraturan Desa tentang APB Desa ditetapkan paling lambat


tanggal 31 Desember tahun anggaran berjalan.

Pasal 154

(1) Gubernur menginformasikan rencana bantuan keuangan


yang bersumber dari APBD Provinsi.
(2) Bupati menginformasikan rencana ADD, bagian bagi hasil
pajak dan retribusi Daerah untuk Desa, serta bantuan
keuangan yang bersumber dari APBD.
(3) Gubernur dan Bupati menyampaikan informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada kepala Desa
dalam jangka waktu 10 (sepuluh) Hari setelah kebijakan
umum anggaran dan prioritas serta plafon anggaran
sementara disepakati Kepala Daerah bersama Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
(4) Informasi dari Gubernur dan Bupati sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi bahan penyusunan
rancangan APB Desa.

Paragraf Kelima
Pelaporan dan Pertanggungjawaban

Pasal 155
(1) Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan
APB Desa kepada Bupati setiap semester tahun berjalan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk
Semester Pertama disampaikan paling lambat pada akhir
bulan Juli tahun berjalan.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk
Semester Kedua disampaikan paling lambat pada akhir
bulan Januari tahun berikutnya.

Pasal 156

(1) Selain penyampaian laporan realisasi pelaksanaan APB Desa


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (1), kepala
Desa juga menyampaikan laporan pertanggungjawaban
realisasi pelaksanaan APB Desa kepada Bupati setiap akhir
tahun anggaran yang telah ditetapkan dengan Peraturan
Desa.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa kepada Bupati melalui Camat setiap
akhir tahun anggaran.

Pasal 157

Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa diatur dengan


Peraturan Bupati dengan berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Bagian Kedua
Kekayaan Milik Desa
Paragraf Kesatu
Aset Desa

Pasal 158

(1) Aset Desa dapat berupa tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar
Desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan Desa,
pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik
Desa, mata air milik Desa, pemandian umum, dan aset
lainnya milik Desa.
(2) Aset lainnya milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
antara lain:
a. kekayaan Desa yang dibeli atau diperoleh atas beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, serta Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa;
b. kekayaan Desa yang diperoleh dari hibah dan
sumbangan atau yang sejenis;
c. kekayaan Desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari
perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. hasil kerja sama Desa; dan
e. kekayaan Desa yang berasal dari perolehan lainnya
yang sah.
(3) Kekayaan milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah berskala
lokal Desa yang ada di Desa dapat dihibahkan
kepemilikannya kepada Desa.
(4) Kekayaan milik Desa yang berupa tanah disertifikatkan atas
nama Pemerintah Desa.
(5) Kekayaan milik Desa yang telah diambil alih oleh Pemerintah
Daerah dikembalikan kepada Desa, kecuali yang sudah
digunakan untuk fasilitas umum.
(6) Bangunan milik Desa harus dilengkapi dengan bukti status
kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib.

Paragraf Kedua
Pengelolaan Kekayaan Milik Desa

Pasal 159

(1) Kekayaan milik Desa diberi kode barang dalam rangka


pengamanan.
(2) Kekayaan milik Desa dilarang diserahkan atau dialihkan
kepada pihak lain sebagai pembayaran tagihan atas
Pemerintah Desa.
(3) Kekayaan milik Desa dilarang digadaikan atau dijadikan
jaminan untuk mendapatkan pinjaman.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
adalah pelanggaran.

Pasal 160

Pengelolaan kekayaan milik Desa merupakan rangkaian kegiatan


mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan,
pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan,
penatausahaan, pelaporan, penilaian, pembinaan, pengawasan,
dan pengendalian kekayaan milik Desa.

Paragraf Ketiga
Tata Cara Pengelolaan Kekayaan Milik Desa

Pasal 161

(1) Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan


kekayaan milik Desa.
(2) Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), kepala Desa dapat menguasakan sebagian
kekuasaannya kepada perangkat Desa.
(3) Ketentuan mengenai penguasaan sebagian kekuasaannya
kepada perangkat Desa diatur dengan Peraturan Bupati
tentang Aset Desa.

Pasal 162
(1) Pengelolaan kekayaan milik Desa bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa dan meningkatkan
pendapatan Desa.
(2) Pengelolaan kekayaan milik Desa diatur dengan peraturan
Desa dengan berpedoman pada Peraturan Bupati.

Pasal 163

(1) Pengelolaan kekayaan milik Desa yang berkaitan dengan


penambahan dan pelepasan aset ditetapkan dengan
peraturan Desa sesuai dengan kesepakatan musyawarah
Desa.
(2) Kekayaan milik Pemerintah dan pemerintah daerah berskala
lokal Desa dapat dihibahkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 164

(1) Kekayaan milik Desa yang telah diambil alih oleh pemerintah
Daerah dikembalikan kepada Desa, kecuali yang sudah
digunakan untuk fasilitas umum.
(2) Fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan fasilitas untuk kepentingan masyarakat umum.

Pasal 165

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan kekayaan milik


Desa diatur dengan Peraturan Bupati tentang Aset Desa.

BAB IX
PEMBANGUNAN DESA DAN
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

Bagian Kesatu
Pembangunan Desa

Pasal 166

(1) Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan


masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan
dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa,
pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan
sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
(2) Pembangunan Desa meliputi tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan.
(3) Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan
kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan
perdamaian dan keadilan sosial.

Paragraf Kesatu
Perencanaan

Pasal 167
(1) Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan
Desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada
perencanaan pembangunan Daerah.
(2) Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disusun secara berjangka meliputi:
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk
jangka waktu 6 (enam) tahun; dan
b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang
disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa, merupakan
penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
(3) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan
Rencana Kerja Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Desa.
(4) Peraturan Desa tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa
merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di Desa.
(5) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan
Rencana Kerja Pemerintah Desa merupakan pedoman dalam
penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang
diatur dalam Peraturan Bupati.
(6) Program Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang
berskala lokal Desa dikoordinasikan dan/atau didelegasikan
pelaksanaannya kepada Desa.
(7) Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan salah satu sumber masukan dalam
perencanaan pembangunan Daerah.
Pasal 168

(1) Perencanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 167 diselenggarakan dengan mengikutsertakan
masyarakat Desa.
(2) Dalam menyusun perencanaan Pembangunan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Desa wajib
menyelenggarakan musyawarah perencanaan Pembangunan
Desa.
(3) Musyawarah perencanaan Pembangunan Desa menetapkan
prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan
Desa yang didanai oleh APB Desa, swadaya masyarakat
Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
(4) Prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dirumuskan
berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat Desa
yang meliputi:
a. peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan
dasar;
b. pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan
lingkungan berdasarkan kemampuan teknis dan
sumber daya lokal yang tersedia;
c. pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif;
d. pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna
untuk kemajuan ekonomi; dan
e. peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman
masyarakat Desa berdasarkan kebutuhan masyarakat
Desa.

Pasal 169

(1) Perencanaan pembangunan Desa disusun berdasarkan hasil


kesepakatan dalam musyawarah Desa.
(2) Musyawarah Desa dalam rangka penyusunan RKP Desa
dilaksanakan paling lambat pada bulan Juni tahun anggaran
berjalan.

Pasal 170

Perencanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 169 menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dalam
menyusun rancangan RPJM Desa, RKP Desa, dan daftar usulan
RKP Desa.

Pasal 171

(1) Dalam menyusun RPJM Desa dan RKP Desa, Pemerintah


Desa wajib menyelenggarakan musyawarah perencanaan
pembangunan Desa secara partisipatif.
(2) Musyawarah perencanaan pembangunan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diikuti oleh Badan Permusyawaratan
Desa dan unsur masyarakat Desa.
(3) Rancangan RPJM Desa dan rancangan RKP Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan disepakati
dalam musyawarah perencanaan pembangunan Desa.
(4) Rancangan RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
paling sedikit memuat penjabaran visi dan misi kepala Desa
terpilih dan arah kebijakan perencanaan pembangunan
Desa.
(5) Rancangan RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
memperhatikan arah kebijakan perencanaan pembangunan
Daerah.
(6) Rancangan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan penjabaran dari rancangan RPJM Desa untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun.

Pasal 172

(1) RPJM Desa mengacu pada RPJM kabupaten.


(2) RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
visi dan misi kepala Desa, rencana penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan, pemberdayaan masyarakat, dan arah
kebijakan pembangunan Desa.
(3) RPJM Desa disusun dengan mempertimbangkan kondisi
objektif Desa dan prioritas pembangunan Daerah.
(4) RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung
sejak pelantikan kepala Desa.

Pasal 173
(1) RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun.
(2) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan
pemberdayaan masyarakat Desa.
(3) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit
berisi uraian:
a. evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya;
b. prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang
dikelola oleh Desa;
c. prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang
dikelola melalui kerja sama antar-Desa dan pihak
ketiga;
d. rencana program, kegiatan, dan anggaran Desa yang
dikelola oleh Desa sebagai kewenangan penugasan dari
Pemerintah, pemerintah Daerah Provinsi, dan
pemerintah Daerah; dan
e. pelaksana kegiatan Desa yang terdiri atas unsur
perangkat Desa dan/atau unsur masyarakat Desa.
(4) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun oleh
Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah
daerah kabupaten berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan
rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
dan pemerintah daerah kabupaten.
(5) RKP Desa mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan
Juli tahun berjalan.
(6) RKP Desa ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat
akhir bulan September tahun berjalan.
(7) RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa.

Pasal 174

(1) Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan


pembangunan Desa kepada pemerintah Daerah.
(2) Dalam hal tertentu, Pemerintah Desa dapat mengusulkan
kebutuhan pembangunan Desa kepada Pemerintah dan
Pemerintah Daerah Provinsi.
(3) Usulan kebutuhan pembangunan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan persetujuan
Bupati.
(4) Dalam hal Bupati memberikan persetujuan, usulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan oleh
Bupati kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
Provinsi.
(5) Usulan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dihasilkan dalam Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa.
(6) Dalam hal Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah menyetujui usulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), usulan tersebut dimuat
dalam RKP Desa tahun berikutnya.

Pasal 175

(1) RPJM Desa dan/atau RKP Desa dapat diubah dalam hal :
a. terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis
politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang
berkepanjangan; atau
b. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan/atau
Pemerintah Daerah.
(2) Perubahan RPJM Desa dan/atau RKP Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibahas dan disepakati dalam
Musrenbang Desa dan selanjutnya ditetapkan dengan
peraturan Desa.

Paragraf Kedua
Pelaksanaan

Pasal 176

(1) Pembangunan Desa dilaksanakan sesuai dengan Rencana


Kerja Pemerintah Desa.
(2) Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan
seluruh masyarakat Desa dengan semangat gotong royong.
(3) Pelaksanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan memanfaatkan kearifan lokal
dan sumber daya alam Desa.
(4) Pembangunan lokal berskala Desa dilaksanakan sendiri oleh
Desa.
(5) Pelaksanaan program sektoral yang masuk ke Desa
diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk
diintegrasikan dengan Pembangunan Desa.

Pasal 177

(1) Kepala Desa mengoordinasikan kegiatan pembangunan Desa


yang dilaksanakan oleh perangkat Desa dan/atau unsur
masyarakat Desa.
(2) Pelaksana kegiatan pembangunan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
mempertimbangkan keadilan gender.
(3) Pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengutamakan pemanfaatan sumber daya manusia
dan sumber daya alam yang ada di Desa serta
mendayagunakan swadaya dan gotong royong masyarakat.
(4) Pelaksana pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menyampaikan laporan pelaksanaan pembangunan
kepada kepala Desa dalam forum musyawarah Desa.
(5) Masyarakat Desa berpartisipasi dalam musyawarah Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) untuk menanggapi
laporan pelaksanaan pembangunan Desa.

Pasal 178

(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah


Daerah menyelenggarakan program sektoral dan program
Daerah yang masuk ke Desa.
(2) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk
diintegrasikan ke dalam pembangunan Desa.
(3) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berskala
lokal Desa dikoordinasikan dan/atau didelegasikan
pelaksanaannya kepada Desa.
(4) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam
lampiran APB Desa.

Paragraf Ketiga
Pemantauan dan Pengawasan

Pasal 179

(1) Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi mengenai


rencana dan pelaksanaan Pembangunan Desa.
(2) Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan Pembangunan Desa.
(3) Masyarakat Desa melaporkan hasil pemantauan dan
berbagai keluhan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa
kepada Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa.
(4) Pemerintah Desa wajib menginformasikan perencanaan dan
pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa, Rencana Kerja Pemerintah Desa, dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa kepada masyarakat Desa
melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya
dalam Musyawarah Desa paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.
(5) Masyarakat Desa berpartisipasi dalam Musyawarah Desa
untuk menanggapi laporan pelaksanaan Pembangunan
Desa.

Bagian Kedua
Pembangunan Kawasan Perdesaan

Pasal 180

(1) Pembangunan kawasan perdesaan merupakan perpaduan


pembangunan antar-Desa yang dilaksanakan dalam upaya
mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan,
pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa melalui
pendekatan pembangunan partisipatif.
(2) Pembangunan kawasan perdesaan terdiri atas:
a. penyusunan rencana tata ruang kawasan perdesaan
secara partisipatif;
b. pengembangan pusat pertumbuhan antar-Desa secara
terpadu;
c. penguatan kapasitas masyarakat;
d. kelembagaan dan kemitraan ekonomi; dan
e. pembangunan infrastruktur antarperdesaan.
(3) Pembangunan kawasan perdesaan memperhatikan
kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan
lokal berskala Desa serta pengarusutamaan perdamaian dan
keadilan sosial melalui pencegahan dampak sosial dan
lingkungan yang merugikan sebagian dan/atau seluruh Desa
di kawasan perdesaan.

Pasal 181

(1) Pembangunan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 180 dilaksanakan di lokasi yang telah
ditetapkan oleh Bupati.
(2) Penetapan lokasi pembangunan kawasan perdesaan
dilaksanakan dengan mekanisme:
a. Pemerintah Desa melakukan inventarisasi dan
identifikasi mengenai wilayah, potensi ekonomi,
mobilitas penduduk, serta sarana dan prasarana Desa
sebagai usulan penetapan Desa sebagai lokasi
pembangunan kawasan perdesaan;
b. usulan penetapan Desa sebagai lokasi pembangunan
kawasan perdesaan disampaikan oleh kepala Desa
kepada Bupati;
c. Bupati melakukan kajian atas usulan untuk
disesuaikan dengan rencana dan program
pembangunan Daerah; dan
d. berdasarkan hasil kajian atas usulan, Bupati
menetapkan lokasi pembangunan kawasan perdesaan
dengan Keputusan Bupati.
(3) Bupati dapat mengusulkan program pembangunan kawasan
perdesaan di lokasi yang telah ditetapkannya kepada
Gubernur dan kepada Pemerintah melalui Gubernur.
(4) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari
Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dan
Pemerintah Daerah Provinsi dibahas bersama Pemerintah
Daerah untuk ditetapkan sebagai program pembangunan
kawasan perdesaan.
(5) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari
Pemerintah dicantumkan dalam RPJMN dan RKP.
(6) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari
Pemerintah Daerah Provinsi dicantumkan dalam RPJMD
Provinsi dan RKPD Provinsi.
(7) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari
Pemerintah Daerah dicantumkan dalam RPJM Daerah dan
RKP Daerah.
(8) Bupati melakukan sosialisasi program pembangunan
kawasan perdesaan kepada Pemerintah Desa, Badan
Permusyawaratan Desa, dan masyarakat.
(9) Pembangunan kawasan perdesaan yang berskala lokal Desa
ditugaskan pelaksanaannya kepada Desa.

Pasal 182

(1) Perencanaan, pemanfaatan, dan pendayagunaan aset Desa


dan tata ruang dalam pembangunan kawasan perdesaan
dilakukan berdasarkan hasil musyawarah Desa yang
selanjutnya ditetapkan dengan peraturan Desa.
(2) Pembangunan kawasan perdesaan yang memanfaatkan aset
Desa dan tata ruang Desa wajib melibatkan Pemerintah
Desa.
(3) Pelibatan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dalam hal:
a. memberikan informasi mengenai rencana program dan
kegiatan pembangunan kawasan perdesaan;
b. memfasilitasi musyawarah Desa untuk membahas dan
menyepakati pendayagunaan aset Desa dan tata ruang
Desa; dan
c. mengembangkan mekanisme penanganan perselisihan
sosial.

Bagian Ketiga
Sistem Informasi Pembangunan Desa dan Pembangunan
Kawasan Perdesaan

Pasal 183

(1) Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem


informasi Desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan
sistem informasi Desa dan pembangunan Kawasan
Perdesaan.
(3) Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak,
jaringan, serta sumber daya manusia.
(4) Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi data Desa, data Pembangunan Desa, Kawasan
Perdesaan, serta informasi lain yang berkaitan dengan
Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan.
(5) Sistem informasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh
masyarakat Desa dan semua pemangku kepentingan.
(6) Pemerintah Daerah menyediakan informasi perencanaan
pembangunan Daerah untuk Desa.

Pasal 184

Ketentuan lebih lanjut mengenai Pembangunan Desa,


Perencanaan, Penyusunan dan Pembangunan Kawasan
Perdesaan diatur dengan Peraturan Bupati tentang Pedoman
Pelaksanaan Pembangunan Desa.
Bagian Keempat
Pemberdayaan Masyarakat dan
Pendampingan Masyarakat Desa

Paragraf Kesatu
Pemberdayaan Masyarakat Desa

Pasal 185

(1) Pemberdayaan Masyarakat Desa bertujuan memampukan


Desa dalam melakukan aksi bersama sebagai suatu
kesatuan tata kelola Pemerintahan Desa, kesatuan tata
kelola lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat,
serta kesatuan tata ekonomi dan lingkungan.
(2) Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten,
Pemerintah Desa, dan pihak ketiga.
(3) Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa, Badan
Permusyawaratan Desa, Forum Musyawarah Desa, Lembaga
Kemasyarakatan Desa, Lembaga Adat Desa, BUM Desa,
badan kerja sama antar-Desa, forum kerja sama Desa, dan
kelompok kegiatan masyarakat lain yang dibentuk untuk
mendukung kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada
umumnya.

Pasal 186

(1) Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Desa melakukan upaya


pemberdayaan masyarakat Desa.
(2) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan :
a. mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan
dan pembangunan Desa yang dilaksanakan secara
swakelola oleh Desa;
b. mengembangkan program dan kegiatan pembangunan
Desa secara berkelanjutan dengan mendayagunakan
sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada
di Desa;
c. menyusun perencanaan pembangunan Desa sesuai
dengan prioritas, potensi, dan nilai kearifan lokal;
d. menyusun perencanaan dan penganggaran yang
berpihak kepada kepentingan warga miskin, warga
disabilitas, perempuan, anak, dan kelompok marginal;
e. mengembangkan sistem transparansi dan akuntabilitas
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan
pembangunan Desa;
f. mendayagunakan lembaga kemasyarakatan Desa dan
lembaga adat;
g. mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan
kebijakan Desa yang dilakukan melalui musyawarah
Desa;
h. menyelenggarakan peningkatan kualitas dan kapasitas
sumber daya manusia masyarakat Desa;
i. melakukan pendampingan masyarakat Desa yang
berkelanjutan; dan
j. melakukan pengawasan dan pemantauan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan
Desa yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat
Desa.

Paragraf Kedua
Pendampingan Masyarakat Desa

Pasal 187

(1) Pemerintah dan pemerintah Daerah menyelenggarakan


pemberdayaan masyarakat Desa dengan pendampingan
secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan.
(2) Pendampingan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) secara teknis dilaksanakan oleh Satuan Kerja
Perangkat Daerah Kabupaten dan dapat dibantu oleh tenaga
pendamping profesional, kader pemberdayaan masyarakat
Desa, dan/atau pihak ketiga.
(3) Camat melakukan koordinasi pendampingan masyarakat
Desa di wilayahnya.

Pasal 188

(1) Tenaga pendamping profesional sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 187 ayat (2) terdiri atas:
a. tenaga pendamping lokal Desa yang bertugas di Desa
untuk mendampingi Desa dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, kerja sama Desa, pengembangan
BUM Desa, dan pembangunan yang berskala lokal Desa;
b. tenaga pendamping Desa yang bertugas di kecamatan
untuk mendampingi Desa dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, kerja sama Desa, pengembangan
BUM Desa, dan pembangunan yang berskala lokal Desa;
c. tenaga pendamping teknis yang bertugas di kecamatan
untuk mendampingi Desa dalam pelaksanaan program
dan kegiatan sektoral; dan
d. tenaga ahli pemberdayaan masyarakat yang bertugas
meningkatkan kapasitas tenaga pendamping dalam
rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat
Desa.
(2) Tenaga pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memiliki kompetensi dan kualifikasi pendampingan di
bidang penyelenggaraan pemerintahan, ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau teknik.
(3) Kader pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 187 ayat (2) berasal dari unsur
masyarakat yang dipilih oleh Desa untuk menumbuhkan dan
mengembangkan serta menggerakkan prakarsa, partisipasi,
dan swadaya gotong royong.

Pasal 189

(1) Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan pemerintah Kabupaten


dapat mengadakan sumber daya manusia pendamping
untuk Desa melalui perjanjian kerja yang pelaksanaannya
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pemerintah Desa dapat mengadakan kader pemberdayaan
masyarakat Desa melalui mekanisme musyawarah Desa
untuk ditetapkan dengan surat keputusan kepala Desa.

Pasal 190

(1) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di


bidang pembangunan desa, pembangunan kawasan
perdesaan, dan pemberdayaan masyarakat Desa
menetapkan pedoman umum pelaksanaan pembangunan
Desa, pembangunan kawasan perdesaan, pemberdayaan
masyarakat Desa, dan pendampingan masyarakat Desa
berkoordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pemerintahan dalam negeri dan Organisasi Perangkat
Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perencanaan pembangunan nasional.
(2) Organisasi Perangkat Daerah teknis terkait dapat
menetapkan pedoman teknis pelaksanaan pembangunan
kawasan perdesaan sesuai dengan kewenangannya dengan
berpedoman pada pedoman umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 191

Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberdayaan Masyarakat dan


Pendampingan Masyarakat Desa diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB X
BADAN USAHA MILIK DESA

Bagian Kesatu
Pendirian

Pasal 192

(1) Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang


disebut BUM Desa.
(2) BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
(3) BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi
dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 193

(1) Pendirian BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa.


(2) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Pasal 194

Hasil usaha BUM Desa dimanfaatkan untuk:


a. pengembangan usaha; dan
b. Pembangunan Desa, pemberdayaan masyarakat Desa, dan
pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah,
bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Pasal 195

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah, dan


Pemerintah Desa mendorong perkembangan BUM Desa dengan:
a. memberikan hibah dan/atau akses permodalan;
b. melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar; dan
c. memprioritaskan BUM Desa dalam pengelolaan sumber daya
alam di Desa.

Bagian Kedua
BUM Desa Bersama

Pasal 196

(1) Dalam rangka kerja sama antar-Desa, 2 (dua) Desa atau


lebih dapat membentuk BUM Desa bersama.
(2) Pembentukan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilakukan melalui pendirian, penggabungan, atau
peleburan BUM Desa.
(3) Pendirian, penggabungan, atau peleburan BUM Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta
pengelolaan BUM Desa tersebut dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 197

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendirian, pengurusan


dan pengelolaan, serta pembubaran BUM Desa dan BUM Desa
Bersama diatur dengan Peraturan Bupati tentang BUM Desa.

BAB XI
KERJA SAMA DESA

Pasal 198

(1) Kerja sama Desa dilakukan antar-Desa dan/atau dengan


pihak ketiga.
(2) Pelaksanaan kerja sama antar-Desa diatur dengan peraturan
bersama kepala Desa.
(3) Pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga diatur
dengan perjanjian bersama.
(4) Peraturan bersama dan perjanjian bersama sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) paling sedikit memuat :
a. ruang lingkup kerja sama;
b. bidang kerja sama;
c. tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama;
d. jangka waktu;
e. hak dan kewajiban;
f. pendanaan;
g. tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan; dan
h. penyelesaian perselisihan.
(5) Camat atas nama Bupati memfasilitasi pelaksanaan kerja
sama antar-Desa ataupun kerja sama Desa dengan pihak
ketiga.

Pasal 199

(1) Badan kerja sama antar-Desa terdiri atas :


a. Pemerintah Desa;
b. anggota Badan Permusyawaratan Desa;
c. lembaga kemasyarakatan Desa;
d. lembaga Desa lainnya; dan
e. tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan
gender.
(2) Susunan organisasi, tata kerja, dan pembentukan badan
kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan peraturan bersama kepala Desa.
(3) Badan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
bertanggung jawab kepada kepala Desa.
Pasal 200

Perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa harus


dimusyawarahkan dengan menyertakan para pihak yang terikat
dalam kerja sama Desa.

Pasal 201

(1) Perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 200 dapat dilakukan oleh para pihak.
(2) Mekanisme perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa
atas ketentuan kerja sama Desa diatur sesuai dengan
kesepakatan para pihak.

Pasal 202

Kerja sama Desa berakhir apabila :


a. terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang
ditetapkan dalam perjanjian;
b. tujuan perjanjian telah tercapai;
c. terdapat keadaan luar biasa yang mengakibatkan perjanjian
kerja sama tidak dapat dilaksanakan;
d. salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar
ketentuan perjanjian;
e. dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;
f. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g. objek perjanjian hilang;
h. terdapat hal yang merugikan kepentingan masyarakat Desa,
daerah, atau nasional; atau
i. berakhirnya masa perjanjian.

Pasal 203

(1) Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama Desa


diselesaikan secara musyawarah serta dilandasi semangat
kekeluargaan.
(2) Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam satu wilayah Kecamatan,
penyelesaiannya difasilitasi dan diselesaikan oleh Camat.
(3) Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam wilayah Kecamatan yang
berbeda pada satu Kabupaten difasilitasi dan diselesaikan
oleh Bupati.
(4) Penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) bersifat final dan ditetapkan dalam Berita
Acara yang ditandatangani oleh para pihak dan pejabat yang
memfasilitasi penyelesaian perselisihan.
(5) Perselisihan dengan pihak ketiga yang tidak dapat
terselesaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
dengan ayat (4) dilakukan melalui proses hukum sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 204

Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama Desa akan diatur


dengan Peraturan Bupati.

BAB XII
LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN
LEMBAGA ADAT DESA

Bagian Kesatu
Tugas dan Fungsi

Pasal 205

(1) Desa mendayagunakan lembaga kemasyarakatan Desa yang


ada dalam membantu pelaksanaan fungsi penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa.
(2) Lembaga kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan wadah partisipasi masyarakat Desa
sebagai mitra Pemerintah Desa.

Pasal 206

(1) Lembaga kemasyarakatan Desa dibentuk atas prakarsa


Pemerintah Desa dan masyarakat.
(2) Lembaga kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertugas:
a. melakukan pemberdayaan masyarakat Desa;
b. ikut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan; dan
c. meningkatkan pelayanan masyarakat Desa.
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), lembaga kemasyarakatan Desa memiliki fungsi :
a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;
b. menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan
kesatuan masyarakat;
c. meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan
Pemerintah Desa kepada masyarakat Desa;
d. menyusun rencana, melaksanakan, mengendalikan,
melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan
secara partisipatif;
e. menumbuhkan, mengembangkan, dan menggerakkan
prakarsa, partisipasi, swadaya, serta gotong royong
masyarakat;
f. meningkatkan kesejahteraan keluarga; dan
g. meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
(4) Pembentukan lembaga kemasyarakatan Desa diatur dengan
peraturan Desa.

Pasal 207

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah dan


lembaga non-Pemerintah dalam melaksanakan programnya di
Desa wajib memberdayakan dan mendayagunakan lembaga
kemasyarakatan yang sudah ada di Desa.

Bagian Kedua
Lembaga Adat Desa

Pasal 208

(1) Pemerintah Desa dan masyarakat Desa dapat membentuk


lembaga adat Desa.
(2) Lembaga adat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan lembaga yang menyelenggarakan fungsi adat
istiadat dan menjadi bagian dari susunan asli Desa yang
tumbuh dan berkembang atas prakarsa masyarakat Desa.
(3) Lembaga adat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertugas membantu Pemerintah Desa dan sebagai mitra
dalam memberdayakan, melestarikan, dan mengembangkan
adat istiadat sebagai wujud pengakuan terhadap adat
istiadat masyarakat Desa.

Pasal 209

(1) Pembentukan lembaga adat Desa ditetapkan dengan


peraturan Desa.
(2) Pembentukan lembaga adat Desa dapat dikembangkan di
desa adat untuk menampung kepentingan kelompok adat
yang lain.

Pasal 210

Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga kemasyarakatan Desa


dan lembaga adat Desa diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIII
PENGHARGAAN PURNABAKTI

Pasal 211

(1) Kepala Desa, Perangkat Desa dan anggota BPD yang


berakhir masa jabatan diberikan tunjangan Purnabakti.
(2) Besaran Penghargaan Purnabakti sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), akan ditetapkan dengan Peraturan Bupati
dengan melihat kepada kemampuan keuangan Daerah.
(3) Pemberian Penghargaan Purnabakti sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak diberlakukan bagi BPD, Kepala Desa,
Perangkat Desa yang berhenti dan diberhentikan.
(4) Pemberian penghargaan Purnabakti dianggarkan dalam
APBD dan ditetapkan dalam APBDes.

Pasal 212

(1) Penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan


oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dilingkungan
pemerintah daerah.
(2) Tindakan penyidikan dapat dilakukan terhadap Kepala Desa
setelah adanya persetujuan tertulis dari Bupati.
(3) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan;
b. diduga telah melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan pidana mati;
(4) Tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diberitahukan secara tertulis kepada Bupati paling lama
3 (tiga) hari.

BAB XIV
SANKSI

Pasal 213

(1) Peraturan Daerah dapat memberikan sanksi administratif


berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
(2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan
pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan
pemberhentian.

Pasal 214

(1) Kepala Desa yang tidak melaksanakan kewajiban dan


melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
dan Pasal 38, dikenakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 213 ayat (1) dan ayat (2).
(2) Perangkat Desa yang melanggar larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49, dikenakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 213 ayat (1) dan ayat
(2).
Pasal 215
(1) Sanksi terhadap Calon Kepala Desa yang mengundurkan diri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 huruf r berupa :
a. Denda sebesar 1/2 (satu per dua ) dari biaya pemilihan
Kepala Desa, apabila pengunduran dirinya tidak
mengakibatkan batalnya pemilihan kepala Desa.
b. Denda sebesar biaya pemilihan Kepala Desa, apabila
pengunduran dirinya mengakibatkan batalnya
pemilihan kepala Desa.
(2) Uang denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimasukan
ke dalam kas Desa.

Pasal 216

(1) Dalam hal keterlambatan terhadap pelaporan hasil pemilihan


Kepala Desa kepada Ketua BPD sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 106 huruf b angka 6 dan 7, maka Panitia
Musyawarah Desa dapat dikenakan sanksi yang ditetapkan
oleh Ketua BPD dalam musyawarah BPD.
(2) Dalam hal Ketua BPD terlambat dalam menyampaikan
laporan hasil pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) maka Ketua BPD dapat dikenakan sanksi
administratif oleh Camat.

Pasal 217

Kepala Desa, perangkat Desa, BPD baik disengaja atau tidak


disengaja yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 159 dapat dikenakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 213 ayat (1) dan ayat (2).

BAB XV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 218

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah


Kabupaten membina dan mengawasi penyelenggaraan
Pemerintahan Desa.

Pasal 219

(1) Camat melakukan tugas pembinaan dan pengawasan Desa.


(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui:
a. fasilitasi penyusunan peraturan Desa dan peraturan
kepala Desa;
b. fasilitasi administrasi tata Pemerintahan Desa;
c. fasilitasi pengelolaan keuangan Desa dan pendayagunaan
aset Desa;
d. fasilitasi penerapan dan penegakan peraturan
perundang-undangan;
e. fasilitasi pelaksanaan tugas kepala Desa dan perangkat
Desa;
f. fasilitasi pelaksanaan pemilihan kepala Desa;
g. fasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi Badan
Permusyawaratan Desa;
h. rekomendasi pengangkatan dan pemberhentian
perangkat Desa;
i. fasilitasi sinkronisasi perencanaan pembangunan daerah
dengan pembangunan Desa;
j. fasilitasi penetapan lokasi pembangunan kawasan
perdesaan;
k. fasilitasi penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban
umum;
l. fasilitasi pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewajiban
lembaga kemasyarakatan;
m. fasilitasi penyusunan perencanaan pembangunan
partisipatif;
n. fasilitasi kerja sama antar-Desa dan kerja sama Desa
dengan pihak ketiga;
o. fasilitasi penataan, pemanfaatan, dan pendayagunaan
ruang Desa serta penetapan dan penegasan batas Desa;
p. fasilitasi penyusunan program dan pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat Desa;
q. koordinasi pendampingan Desa di wilayahnya; dan
r. koordinasi pelaksanaan pembangunan kawasan
perdesaan di wilayahnya.

BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 220

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Sekretaris Desa


yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil tetap menjalankan
tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 221

Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pemerintahan


Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun
2011 Nomor 14, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Kepulauan Anambas Nomor 14) dan Peraturan Daerah Nomor 13
Tahun 2011 tentang Pemilihan Kepala Desa (Lembaran Daerah
Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2011 Nomor 13, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas Nomor 15),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 222

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas.

Ditetapkan di Tarempa
pada tanggal 12 Agustus 2016

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS,

dto

ABDUL HARIS, SH

Diundangkan di Tarempa
pada tanggal 12 Agustus 2016

Plt.SEKRETARIS DAERAH,
KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS,

dto

SAHTIAR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN


2016 NOMOR 47

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS,


PROVINSI KEPULAUAN RIAU : (4/2016)

Salinan sesuai dengan aslinya


Kepala Bagian Hukum

dto

SUDARTO, SH
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS
NOMOR 2 TAHUN 2016
TENTANG
DESA

I. UMUM

Sejalan dengan perubahan dalam mekanisme ketatanegaraan Republik


Indonesia yang demokratis dan berkembang diperlukan sebuah Desa yang
kuat, maju, mandiri sehingga terciptanya landasan yang kuat dalam
melaksanakan pemerintahan dan pembangunan untuk menuju masyarakat
yang adil, makmur, dan sejahtera.

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang


Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa ,
maka dengan demikian perlu menetapkan mekanisme pengaturan tentang
Desa.

Mekanisme pengaturan tentang Desa di Kabupaten Kepulauan Anambas


memperhatikan perkembangan sosial kemasyarakatan dan politik serta tidak
lepas dari ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan demikian untuk
mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan desa yang lebih efektif dan
akuntabel sesuai dengan aspirasi masyarakat guna menuju kemandirian
otonomi di desa serta menumbuhkembangkan kearifan lokal dan peningkatan
kapasitas lokal, maka perlu kiranya membentuk Peraturan Daerah tentang
Desa.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Cukup jelas

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5
Cukup jelas

Pasal 6
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pembentukan Desa melalui
penggabungan beberapa Desa” dilakukan untuk Desa yang
berdampingan dan berada dalam satu wilayah Kabupaten.

Pasal 7
Cukup jelas

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
“Unsur masyarakat” adalah tokoh adat, tokoh agama, tokoh
masyarakat, tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani,
perwakilan kelompok nelayan, perwakilan kelompok perajin,
perwakilan kelompok perempuan, perwakilan kelompok pemerhati
dan pelindungan anak, perwakilan kelompok masyarakat miskin,
perwakilan lembaga swadaya masyarakat.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 9
Cukup jelas

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”kaidah kartografis” adalah kaidah
dalam penetapan dan penegasan batas wilayah Desa yang
mengikuti tahapan penetapan yang meliputi penelitian
dokumen, pemilihan peta dasar, dan pembuatan garis batas
di atas peta dan tahapan penegasan yang meliputi penelitian
dokumen, pelacakan, penentuan posisi batas, pemasangan
pilar batas, dan pembuatan peta batas.

Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “akses perhubungan antar-Desa”,
antara lain sarana dan prasarana antar-Desa serta
transportasi antar-Desa.
Ayat (8)
Partisipasi masyarakat Desa adalah dari unsur masyarakat.
tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan,
perwakilan kelompok tani, perwakilan kelompok nelayan,
perwakilan kelompok perajin, perwakilan kelompok perempuan,
perwakilan kelompok pemerhati dan pelindungan anak, perwakilan
kelompok masyarakat miskin, perwakilan lembaga swadaya
masyarakat.

Pasal 13
Cukup jelas

Pasal 14
Cukup jelas

Pasal 15
Cukup jelas

Pasal 16
Cukup jelas

Pasal 17
“Mutatis mutandis” adalah diakui/sah dengan perubahan-perubahan
yang perlu.

Pasal 18
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas

Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas

Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas

Pasal 26
Cukup jelas

Pasal 27
Cukup jelas

Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “hak asal usul” adalah hak yang
merupakan warisan yang masih hidup dan prakarsa Desa
atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan
perkembangan kehidupan masyarakat, antara lain sistem
organisasi masyarakat sistem adat, kelembagaan, pranata
dan hukum adat, tanah kas Desa, serta kesepakatan dalam
kehidupan masyarakat Desa.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kewenangan lokal berskala desa”
adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh
Desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau
yang muncul karena perkembangan Desa dan prakarsa
masyarakat Desa, antara lain tambatan perahu, pasar desa,
tempat pemandian umum, saluran irigasi, sanitasi
lingkungan, pos pelayanan terpadu, sanggar seni dan
belajar, serta perpustakaan Desa, embung Desa, dan jalan
Desa.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Pasal 29
Cukup jelas

Pasal 30
Cukup jelas

Pasal 31
Cukup jelas

Pasal 32
Cukup jelas

Pasal 33
Cukup jelas

Pasal 34
Cukup jelas

Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Yang dimaksud dengan “mengkoordinasikan pembangunan
desa secara partisipatif” adalah memfasilitasi keikutsertaan
keterlibatan masyarakat secara aktif dalam perencanaan
pelaksanaan, pemanfaatan, pengembangan, dan pelestarian
pembangunan di desa.
Huruf n
Cukup jelas
Huruf o
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 37
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Untuk mendamaikan perselisihan, kepala desa dapat
dibantu oleh lembaga adat desa.
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Huruf o
Cukup jelas
Huruf p
Cukup jelas
Huruf p
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “laporan penyelenggaraan
pemerintahan desa” pada ayat ini adalah laporan semua
kegiatan desa berdasarkan kewenangan desa yang ada,
serta tugas-tugas dan keuangan dari pemerintah,
pemerintah provinsi, pemerintah Daerah.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan memberikan “laporan keterangan
penyelenggaraan pemerintahan desa” pada ayat ini adalah
keterangan seluruh proses pelaksanaan peraturan-
peraturan desa termasuk APBDes.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “menginformasikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa” kepada masyarakat
pada ayat ini adalah memberikan informasi berupa pokok-
pokok kegiatan.
Ayat (3)
Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa disampaikan paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.

Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud pembinaan dapat berupa pemberian sanksi
dan/atau penghargaan.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Ayat (11)
Cukup jelas
Ayat (12)
Cukup jelas
Ayat (13)
Yang dimaksud dengan “media informasi” antara lain papan
pengumuman, radio komunitas, dan media informasi lainnya.

Pasal 38
Cukup jelas

Pasal 39
Cukup jelas

Pasal 40
Cukup jelas

Pasal 41
Cukup jelas

Pasal 42
Cukup jelas

Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
a. Warga Negara Republik Indonesia dibuktikan dengan
KTP atau Surat Keterangan bertempat tinggal paling
kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran dari RT
atau RW setempat;
b. Surat Pernyataan bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha
Esa yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas
bermaterai;
c. Surat Pernyataan memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, mempertahankan dan
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika, yang dibuat oleh
yang bersangkutan diatas kertas segel atau bermaterai
cukup;
d. Ijazah pendidikan dari tingkat dasar sampai dengan
ijazah terakhir yang dilegalisir oleh pejabat berwenang
atau surat pernyataan dari pejabat yang berwenang;
( bagi ijazah pendidikan terakhir setara (paket) satu
ijazah yang dilampirkan dari SD, SLTP, dan SLTA
pernah mendapatkan pendidikan secara umum )
e. Akte Kelahiran atau Surat Keterangan Kenal Lahir;
f. Sehat jasmani, rohani, dan bebas narkotika, obat-obat
terlarang, dan zat adiktif lainnya dibuktikan dengan
surat keterangan dokter pemerintah;
g. Surat Permohonan menjadi Perangkat Desa yang
dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel
atau bermaterai cukup.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 44
Cukup jelas

Pasal 45
Cukup jelas

Pasal 46
Cukup jelas

Pasal 47
Cukup jelas

Pasal 48
Cukup jelas

Pasal 49
Cukup jelas

Pasal 50
Cukup jelas

Pasal 51
Cukup jelas

Pasal 52
Cukup jelas

Pasal 53
Cukup jelas

Pasal 54
Cukup jelas

Pasal 55
Cukup jelas

Pasal 56
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Gender” adalah memberikan kesempatan
yang sama terhadap perempuan.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas

Pasal 57
Cukup jelas

Pasal 58
Cukup jelas

Pasal 59
Cukup jelas

Pasal 60
Cukup jelas

Pasal 61
Cukup jelas

Pasal 62
Cukup jelas

Pasal 63
Cukup jelas

Pasal 64
Cukup jelas

Pasal 65
Cukup jelas

Pasal 66
Cukup jelas

Pasal 67
Cukup jelas

Pasal 68
Cukup jelas

Pasal 69
Cukup jelas

Pasal 70
Cukup jelas

Pasal 71
Cukup jelas

Pasal 72
Cukup jelas

Pasal 73
Cukup jelas

Pasal 74
Cukup jelas

Pasal 75
Cukup jelas

Pasal 76
Cukup jelas

Pasal 77
Cukup jelas

Pasal 78
Cukup jelas

Pasal 79
Cukup jelas

Pasal 80
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pemilihan kepala desa dilaksanakan
secara serentak” adalah pemilihan kepala desa yang dilaksanakan
pada hari yang sama dengan mempertimbangkan jumlah desa dan
kemampuan biaya pemilihan.

Biaya Pemilihan Kepala Desa dibebankan pada APBD Kabupaten.


Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 81
Cukup jelas

Pasal 82
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kelengkapan persyaratan administrasi”
adalah dokumen mengenai persyaratan administrasi bakal
calon, antara lain, terdiri dari :
a. surat keterangan sebagai bukti WNI dari pejabat tingkat
kabupaten;
b. surat pernyataan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang dibuat oleh yang bersangkutan di atas kertas segel
atau bermeterai 6000;
c. surat pernyataan Memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila sebagai dasar Negara, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintah dan
Bhinneka Tunggal Ika yang dibuat oleh yang bersangkutan
di atas kertas bermaterai 6000;
d. ijazah pendidikan formal dari tingkat dasar sampai dengan
ijazah terakhir yang dilegalisir oleh pejabat berwenang;
e. surat keterangan bertempat tinggal paling kurang 1 (satu)
tahun sebelum pendaftaran dari Rukun Tetangga/Rukun
Warga dan Kepala Desa atau Penjabat Kepala Desa
setempat;
f. dibuktikan dengan surat akta kelahiran atau surat
keterangan kenal lahir;
g. surat pernyataan bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa;
h. surat keterangan berbadan sehat dari rumah sakit
umum/puskesmas setempat;
i. surat keterangan berkelakuan baik dari Kepolisian
setempat;
j. surat keterangan dari ketua pengadilan bahwa tidak pernah
dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih;
k. surat keterangan dari ketua pengadilan negeri bahwa tidak
sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan putusan
pengadilan yang telah mempunyai hukum tetap;
l. surat keterangan dari pemerintah daerah dan surat
pernyataan dari yang bersangkutan bahwa tidak pernah
menjadi Kepala Desa selama 3 (tiga) kali masa jabatan.
m. surat keterangan tidak berstatus sebagai anggota panitia
pemilihan Kepala Desa;
n. surat pernyataan bersedia tinggal dan menetap di Desa
apabila terpilih sebagai Kepala Desa;
o. surat keterangan Izin tertulis dari pejabat atasan langsung
bagi Pegawai Negeri Sipil, Kepala Desa, BPD dan Perangkat
Desa;
p. surat keterangan tidak pernah diberhentikan dengan
hormat sebagai Kepala Desa atau PNS;
q. surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai
calon Kepala Desa;
r. surat pernyataan tidak sedang menjadi pengurus partai
politik bagi yang berasal dari unsur Parpol;
surat pernyataan tidak sedang memegang jabatan
struktural dan atau fungsional bagi yang berasal dari unsur
Pegawai Negeri Sipil;
surat pernyataan tidak sedang memegang jabatan sebagai
Ketua dan atau anggota BPD, Perangkat Desa bagi yang
berasal dari unsur Pemerintahan Desa;
surat pernyataan tidak sedang memegang jabatan sebagai
anggota DPRD serta pengurus organisasi masyarakat
lainnya.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
“Penundaan pelaksaaan tahapan pemilihan Kepala Desa yang telah
dijadwalkan dapat terjadi dikarenakan adanya situasi darurat
sebagai akibat adanya gangguan keamanan, bencana alam atau
gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian atau seluruh
tahapan pemilihan Kepala Desa tidak dapat dilaksanakan sesuai
dengan jadual yang telah ditetapkan”.

Pasal 83
Cukup jelas

Pasal 84
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Huruf o
Cukup jelas
Huruf p
Cukup jelas
Huruf q
Cukup jelas
Huruf r
Cukup jelas
Huruf s
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas

Pasal 86
Cukup jelas

Pasal 87
Cukup jelas

Pasal 88
Cukup jelas

Pasal 89
Cukup jelas

Pasal 90
Cukup jelas

Pasal 91
Cukup jelas

Pasal 92
Cukup jelas

Pasal 93
Cukup jelas

Pasal 94
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “berakhir masa jabatannya” adalah
apabila seorang Kepala Desa yang telah berakhir masa
jabatannya 6 (enam) tahun terhitung tanggal pelantikan
harus diberhentikan. Dalam hal belum ada calon terpilih
dan belum dapat dilaksanakan pemilihan, diangkat penjabat
kepala desa.
Huruf b
Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan dan
atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6
(enam) bulan, tidak termasuk dalam rangka melaksanakan
tugas dalam rangka kegiatan yang berkaitan dengan
pemerintahan.
Yang dimaksud dengan “tidak dapat melaksanakan tugas
secara berkelanjutan atau berhalangan tetap” adalah apabila
Kepala Desa menderita sakit yang mengakibatkan, baik fisik
maupun mental, tidak berfungsi secara normal yang
dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang
dan/atau tidak diketahui keberadaannya.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 95
Cukup jelas

Pasal 96
Cukup jelas

Pasal 97
Cukup jelas

Pasal 98
Cukup jelas

Pasal 99
Cukup jelas

Pasal 100
Cukup jelas

Pasal 101
Yang dimaksud dengan “musyawarah Desa” adalah musyawarah yang
diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa khusus untuk
pemilihan Kepala Desa antarwaktu (bukan musyawarah Badan
Permusyawaratan Desa), yaitu mulai dari penetapan calon, pemilihan
calon, dan penetapan calon terpilih.

Pasal 102
Cukup jelas

Pasal 103
Cukup jelas

Pasal 104
Cukup jelas

Pasal 105
Cukup jelas

Pasal 106
Cukup jelas

Pasal 107
Cukup jelas

Pasal 108
Ayat (1)
Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 (enam) tahun untuk 1 (satu)
periode masa jabatan.
Ketentuan untuk seorang kepala Desa dapat dipilih kembali
adalah sebanyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut turut
atau tidak secara berturut turut.
Bagi Kepala Desa yang telah menjalankan masa jabatannya
sebelum diterbitkannya peraturan ini dapat dipilih kembali untuk
masa jabatan tersisa sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 109
Ayat (1)
Musyawarah Desa merupakan forum pertemuan dari seluruh
pemangku kepentingan yang ada di Desa, termasuk
masyarakatnya, dalam rangka menggariskan hal dianggap penting
dilakukan oleh Pemerintah Desa dan juga menyangkut kebutuhan
masyarakat Desa.
Hasil musyawarah Desa dijadikan sebagai pegangan bagi
Pemerintah Desa dan lembaga lain dalam pelaksanaan tugasnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 110
Cukup jelas

Pasal 111
Cukup jelas

Pasal 112
Cukup jelas

Pasal 113
Cukup jelas

Pasal 114
Cukup jelas

Pasal 115
Cukup jelas

Pasal 116
Cukup jelas

Pasal 117
Cukup jelas

Pasal 118
Cukup jelas
Pasal 119
Cukup jelas

Pasal 120
Ayat (1)
Dalam penetapan belanja Desa dapat dialokasikan insentif kepada
rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) dengan pertimbangan
bahwa RT dan RW walaupun sebagai lembaga kemasyarakatan, RT
dan RW membantu pelaksanaan tugas pelayanan pemerintahan,
perencanaan pembangunan, ketertiban, dan pemberdayaan
masyarakat Desa.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “tidak terbatas” adalah kebutuhan
pembangunan di luar pelayanan dasar yang dibutuhkan
masyarakat Desa.
Yang dimaksud dengan “kebutuhan primer” adalah kebutuhan
pangan, sandang, dan papan.
Yang dimaksud dengan “pelayanan dasar” adalah antara lain
pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.

Pasal 121
Cukup jelas

Pasal 122
Cukup jelas

Pasal 123
Cukup jelas

Pasal 124
Cukup jelas

Pasal 125
Cukup jelas

Pasal 126
Cukup jelas

Pasal 127
Cukup jelas

Pasal 128
Cukup jelas

Pasal 129
Cukup jelas

Pasal 130
Cukup jelas

Pasal 131
Cukup jelas

Pasal 132
Cukup jelas

Pasal 133
Cukup jelas
Pasal 134
Cukup jelas

Pasal 135
Cukup jelas

Pasal 136
Cukup jelas

Pasal 137
Cukup jelas

Pasal 138
Cukup jelas

Pasal 139
Cukup jelas

Pasal 140
Cukup jelas

Pasal 141
Cukup jelas

Pasal 142
Cukup jelas

Pasal 143
Cukup jelas

Pasal 144
Cukup jelas

Pasal 145
Cukup jelas

Pasal 146
Cukup jelas

Pasal 147
Cukup jelas

Pasal 148
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Yang dimaksud dengan “intensif rukun tetangga dan
rukun warga” adalah bantuan kelembagaan yang
digunakan untuk operasional rukun tetangga dan
rukun warga.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 149
Cukup jelas

Pasal 150
Cukup jelas

Pasal 151
Cukup jelas

Pasal 152
Cukup jelas

Pasal 153
Cukup jelas

Pasal 154
Cukup jelas

Pasal 155
Cukup jelas

Pasal 156
Cukup jelas

Pasal 157
Cukup jelas

Pasal 158
Cukup jelas

Pasal 159
Cukup jelas

Pasal 160
Cukup jelas

Pasal 161
Cukup jelas

Pasal 162
Cukup jelas

Pasal 163
Cukup jelas

Pasal 164
Cukup jelas

Pasal 165
Cukup jelas

Pasal 166
Cukup jelas

Pasal 167
Cukup jelas

Pasal 168
Cukup jelas

Pasal 169
Cukup jelas

Pasal 170
Cukup jelas

Pasal 171
Cukup jelas

Pasal 172
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “kondisi objektif Desa” adalah kondisi yang
menggambarkan situasi yang ada di Desa, baik mengenai sumber
daya manusia, sumber daya alam, maupun sumber daya lainnya,
serta dengan mempertimbangkan, antara lain, keadilan gender,
pelindungan terhadap anak, pemberdayaan keluarga, keadilan
bagi masyarakat miskin, warga disabilitas dan marginal,
pelestarian lingkungan hidup, pendayagunaan teknologi tepat
guna dan sumber daya lokal, pengarusutamaan perdamaian, serta
kearifan lokal.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 173
Cukup jelas

Pasal 174
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “hal tertentu” adalah program percepatan
pembangunan Desa yang pendanaannya berasal dari Pemerintah
dan pemerintah daerah provinsi.
Yang dimaksud dengan “Pemerintah” dalam ketentuan ini adalah
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang memiliki
program berbasis Desa.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 175
Cukup jelas
Pasal 176
Cukup jelas

Pasal 177
Cukup jelas

Pasal 178
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengintegrasian program sektoral dan program daerah ke dalam
pembangunan Desa dimaksudkan untuk menghindari terjadinya
tumpang tindih program dan anggaran sehingga terwujud program
yang saling mendukung.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “didelegasikan pelaksanaannya” adalah
penyerahan pelaksanaan kegiatan, anggaran pembangunan, dan
aset dari Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau
pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Desa.
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 179
Cukup jelas

Pasal 180
Cukup jelas

Pasal 181
Cukup jelas

Pasal 182
Cukup jelas

Pasal 183
Cukup jelas

Pasal 184
Cukup jelas

Pasal 185
Cukup jelas

Pasal 186
Cukup jelas

Pasal 187
Cukup jelas

Pasal 188
Cukup jelas

Pasal 189
Cukup jelas

Pasal 190
Cukup jelas
Pasal 191
Cukup jelas

Pasal 192
Ayat (1)
BUM Desa dibentuk oleh Pemerintah Desa untuk
mendayagunakan segala potensi ekonomi, kelembagaan
perekonomian, serta potensi sumber daya alam dan sumber daya
manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Desa.
BUM Desa secara spesifik tidak dapat disamakan dengan badan
hukum seperti perseroan terbatas, CV, atau koperasi. Oleh karena
itu, BUM Desa merupakan suatu badan usaha bercirikan Desa
yang dalam pelaksanaan kegiatannya di samping untuk
membantu penyelenggaraan Pemerintahan Desa, juga untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat Desa. BUM Desa juga dapat
melaksanakan fungsi pelayanan jasa, perdagangan, dan
pengembangan ekonomi lainnya.
Dalam meningkatkan sumber pendapatan Desa, BUM Desa dapat
menghimpun tabungan dalam skala lokal masyarakat Desa,
antara lain melalui pengelolaan dana bergulir dan simpan pinjam.
BUM Desa dalam kegiatannya tidak hanya berorientasi pada
keuntungan keuangan, tetapi juga berorientasi untuk mendukung
peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa. BUM Desa
diharapkan dapat mengembangkan unit usaha dalam
mendayagunakan potensi ekonomi. Dalam hal kegiatan usaha
dapat berjalan dan berkembang dengan baik, sangat
dimungkinkan pada saatnya BUM Desa mengikuti badan hukum
yang telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 193
Cukup jelas

Pasal 194
Cukup jelas

Pasal 195
Cukup jelas

Pasal 196
Cukup jelas

Pasal 197
Cukup jelas

Pasal 198
Cukup jelas

Pasal 199
Cukup jelas

Pasal 200
Cukup jelas

Pasal 201
Cukup jelas

Pasal 202
Cukup jelas

Pasal 203
Cukup jelas

Pasal 204
Cukup jelas

Pasal 205
Cukup jelas

Pasal 206
Cukup jelas

Pasal 207
Cukup jelas

Pasal 208
Cukup jelas

Pasal 209
Cukup jelas

Pasal 210
Cukup jelas

Pasal 211
Cukup jelas

Pasal 212
Cukup jelas

Pasal 213
Cukup jelas

Pasal 214
Cukup jelas

Pasal 215
Cukup jelas

Pasal 216
Cukup jelas

Pasal 217
Cukup jelas

Pasal 218
Cukup jelas

Pasal 219
Cukup jelas

Pasal 220
Cukup jelas
Pasal 221
Cukup jelas

Pasal 222
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 48

Anda mungkin juga menyukai