Materi 2 - Deky

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 29

MATERI

02

Sub Materi

01. Terapi OKsigen dan Nebuliser serta komplikasinya

02. Pemasangan OPA dan komplikasinya

03. Perawatan WSD dan komplikasinya

04. Suction dan kompikasinya

Tutor

Ns. Deky Ariyasri, S.Kep


Keperawatan Gawat Darurat

Hal. 1
Terapi Oksigen dan Nebulizer
01 serta komplikasinya

TERAPI OKSIGEN

Pengertian :

Terapi oksigen (O2) merupakan suatu intervensi berupa pengobatan

dengan pemberian oksigen (O2) untuk mencegah atau memperbaiki

hipoksia jaringan dan mempertahankan oksigenasi jaringan agar tetap

adekuat dengan cara meningkatkan masukan oksigen (O2) ke dalam

sistem respirasi, meningkatkan daya angkut oksigen (O2) ke dalam

sirkulasi dan meningkatkan pelepasan atau ekstraksi oksigen (O2) ke

jaringan

Indikasi :

1. Hipoksemia Akut (PaO2 <60 mmHg;SaO2 <90%)

2. Henti Jantung henti napas

3. Hipotensi (tekanan darah sistolik <100 mmHg)

4. Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolic

5. Distress pernapasan (RR >24 x/mnt)

6. Peripoeratif

7. PPPOK

Tujuan :

1. Mengatasi hipoksemia

Hal. 2
2. Menurunkan usaha napas

3. Mengurangi kerja miokardium

Metode Pemberian :

1. Sistem Aliran Rendah

a. Kanula Nasal (Nasal prong)

• Berbentuk selang yang dimasukkan ke lubang hidung

• Di indikasikan untuk aliran rendah O2, tambahan dengan

persentase rendah.

• Kecepatan aliran 1 – 6 L/menit

• Memberikan oksigen dengan FiO2 25 – 45%

• Pemberian yang lama dapat membuat mukosa kering, sehingga

pemberian harus menggunakan pelembab

• Pasien dapat makan, minum, berbicara saat pemasangan

b. Sungkup Muka Sederhana (Simple Face Mask)

• Diindikasikan untuk suplementasi oksigen dengan persentase lebih

tinggi

• Memberikan oksigen 35 – 50%

• Kecepatan aliran 6 – 8 L/menit

• Perforasi lateral dapat menyebabkan kelaurnya CO2 yang

dihebuskan

Hal. 3
c. Sungkup Muka Non-Rebreathing Mask (NRM)

• Merupakan teknik pemberian O2 dengan konsentrasi O2 dimana

udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi.

• Katup satu arah mencegah masuknya udara kamar selama

inspirasi dan retensi gas yang dihembuskan (CO2) selama

ekspirasi

• Kedua katup dilepaskan menghasilkan FiO2 yang lebih rendah (80

– 85%)

• Satu katup dilepaskan menghasilkan FiO2 yang lebih tinggi (85 –

90%)

• Kedua katup yang digunakan menghasilkan FiO2 maksimal (95 –

100%)

• Digunakan bersama kantung reservoar

• Kecepatan aliran 10 – 15 L/menit

• Memberikan oksigen sampai 100%

d. Sungkup muka parsial rebreathing

• Suatu teknik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 50 –

60% dengan aliran 6 – 10 L/mnt.

• Kantong reservoar oksigen yang dipasang memungkinkan pasien

menghirup udara kembali sepertiga udara yang telah

diekshalasikan

Hal. 4
2. Sistem Aliran Tinggi

a. Sungkup Muka Venturi

• Diindikasikan untuk titrasi persentase oksigen

yang lebih tepat

• Kecepatan aliran 4 – 8 L/menit

• Memberikan Oksigen 24 – 60%

• Menggunakan set FiO2 yang diinginkan secara bertahap atau

adaptor bewarna yang dapat dipilih untuk memberikan FiO2 yang

diinginkan

• Sungkup venturi mempunyai katup dengan ukuran dan kode warna

berbeda. Setiap alat memerlukan aliran gas tertentu untuk

menghasilkan konsentrasi oksigen yang tetap

• Kode Warna :

Oksigen yang
Katup venturi Aliran Udara
Dihantarkan
Warna (L/menit) (%)
Biru 2 24
Putih 4 28
Kuning 6 35
Merah 8 40
Hijau 12 60

b. Kotak Oksigen (Oxyhood)

• Digunakan pada bayi baru lahir/ bayi kecil

• Dapat digunakan untuk menyediakan aliran oksigen yang

Hal. 5
dihumidifikasi secara terus menerus dalam suatu lingkungan

dengan temperature udara yang terkontrol.

• Oksigen yang diberikan dapat membentuk suatu lapisan, sehingga

menciptakan gradient mencapai 20% → O2 Analyzer

Intervensi Pemberian Oksigen Berdasarkan SpO2

SpO2 Intervensi Pemberian Oksigen

> 95% Dianggap normal, hanya monitoring, tidak perlu terapi

91 – 94% Mulailah dengan pemberian O2 Nasal Canul 2 liter/menit,


dititrasi sampai SpO2 > 95%

85 – 90% Intervensi segera pada SpO2 <91 %. Elevasi kepala dan minta
pasien bernapas dalam
Nilai Jalan napas dan lakukan suction jika perlu
Titrasi pemberian O2 sampai SpO2 > 95%, dengan menggunakan
Simple mask atau NRM
JIka kondisi memburuk atau tidak membaik, berikan ventilasi
manual dan persiapkan intubasi
< 85% Berikan oksigen 100%, Atur pasien posisi duduk tegak, minta
pasien untuk batuk, napas dalam dan suction jika diperlukan
Berikan ventilasi manual dan lakukan intubasi jika kondisi tidak
membaik
Pertimbangankan pemberian obat obatan

Masalah/Komplikasi yang berkaitan dengan Terapi Oksigen

1. Kekeringan mukosa dapat menyebabkan nyeri, rasa tidak nyaman dan

disfungsi mukosilia yang menghambat penyaringan dan penghangatan

udara yang terhirup kedalam paru. Kekeringan mukosa mengharuskan

pasien banyak minum dan menjaga hygine mulut

Hal. 6
2. Dehidrasi sekresi saluran napas dan retensi sputum

3. Kesulitan makan dan minum pada pemakaian masker

4. Masalah dalam komunikasi, perasaan terisolasi

5. Lecet akbiat masker, kanula ataupun fiksasi

6. Retensi CO2 karena persentase Oksigen yang tinggi dapat mengurangi

dorongan bernapas akibat hipoksia pada pasien dengan gagal napas

tipe II

7. Toksissitas jika PaO2>60 pada pasien dengan peninggian CO2 kronis

(dapat terjadi depressi pernafasan), jika FiO2 >50%, dapat terjadi

keracunan oksigen, timbul atelektasis atau depressi ciliary dan/atau

penurunan fungsi lekosit

PROSEDUR MELAKUKAN TERAPI NEBULASI

Pengertian :

Proses memencarkan obat cair menjadi partikel-partikel mikroskopik

(aerosol) dan memasukkannya ke dalam paru-paru ketika pasien

melakukan inspirasi.

Tujuan :

1. Memberikan obat langsung ke saluran pernapasan untuk

mengeluarkan sputum.

2. Mengurangi kesulitan mengeluarkan sekret pernapasan yang kental

dan lengket.

Hal. 7
3. Meningkatkan kapasitas vital.

4. Meringankan sesak napas.

Prosedur

1. Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas (nama

lengkap, tanggal lahir, dan atau nomor rekam medis

2. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur

3. Siapkan alat dan bahan yang diperhatikan:

a. Mesin nebulizer

b. Masker dan selang nebulizer sesuai ukuran

c. Obat inhalasi sesuai program

d. Cairan NaCl sebagai pengencer, jika perlu

e. Sumber oksigen, jika tidak menggunakan mesin nebulizer

f. Sarung tangan

g. Tisu

4. Lakukan prinsipp 6 benar (pasien, obat, dosis, waktu, rute,

dokumentasi)

5. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah

6. Pasang sarung tangan

7. Posisikan pasien senyaman mungkin dengan posisi semi fowler atau

fowler

8. Masukkan obat ke dalam chamber nebulizer

Hal. 8
9. Hubungkan selang ke mesin nebulizer atau sumber oksigen

10. Pasang masker menutupi hidung dan mulut

11. Anjurkan untuk melakukan napas dalam saat inhalasi dilakukan

12. Mulai lakukan inhalasi dengan menyalakan mesin nebulizer atau

mengalirkan oksigen 6 – 8 L/menit

13. Monitor respons pasien hingga obat habis

14. Bersihkan daerah mulut dan hidung dengan tisu

15. Rapikan pasien dan alat-alat yang digunakan

16. Lepaskan sarung tangan

17. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah

18. Dokumentasikan prosedur yang telah dilakukan dan respons pasien

Referensi: Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan (PPNI edisi 1)

Komplikasi Penggunaan Nebulizer

1. Henti Napas

2. Iritasi orofaringeal menyebabkan penyumbatan, nausea, vomitus,

dan aerofagi.

3. Pemberian dosis tinggi dari beta agonis seperti salbutamol (short

acting beta-2 agonist) akan menyebabkan efek yang tidak baik pada

sistem sekunder penyerapan dari obat. Hipokalemia dan atrial atau

ventricular disritmia dapat ditemui pada klien dengan kelebihan

dosis.

4. Spasme bronkus atau iritasi pada saluran pernapasan

Hal. 9
Pemasangan OPA dan
02 Komplikasinya

OROPHARINGEAL AIRWAY (OPA)

Pengertian :

Oropharingeal airway adalah salah satu jenis jalan napas buatan

pasien yang dimasukkan melalui mulut sampai ke faring.

Tujuan :

1. Membuka Jalan napas

2. Terapi Oksigen

Metode dan Prinsip Pemberian :

1. Diindikasikan untuk pasien tidak sadar dan tidak memiliki refleks

muntah/ tersedak (Ggn refleks). Sedangkan pasien sadar atau

setengah sadar yang memiliki gangguan refleks merupakan indikasi

dari pemasangan Nasopharingeal airway (NPA).

2. Ukuran OPA berbeda-beda, sebelum pemasangan diharuskan

mengukurkan OPA dari sudut mulut sampai ke telinga untuk

mengetahui ukuran OPA yang akan digunakan tepat untuk pasien

3. OPA dimasukkan terbalik lalu putar 180 derajat

4. Metode alternatif pemasangan OPA (semua usia, terutama pasien

anak), gunakan penekan lidah, masukkan ke kanan atas, ikuti

lengkung normal rongga mulut

Hal. 10
5. NPA dimasukkan tegak lurus dengan garis permukaan wajah sesuai

sisi hidung dengan memberikan jelly atau pelumas terlebih dahulu

untuk menghindari trauma di hidung.

Pengukuran OPA

Gambar 13.2 Prosedur insersi OPA

Hal-hal Penting yang harus diperhatikan :

1. Bila OPA yang dipilih terlalu besar dapat menyumbat laring dan

menyebabkan trauma pada struktur laring

2. Bila OPA terlalu kecil atau tidak dimasukkan dengan tepat dapat

menekan dasar lidah dari belakang dan menyumbat jalan napas

3. Masukkan dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya trauma

Hal. 11
jaringan lunak pada bibir dan lidah

4. Merangsang muntah pada pasien sadar/ setengah sadar

Prosedur Pemasangan OPA :

1. Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas (nama

lengkap, tanggal lahir, dan atau nomor rekam medis

2. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur

3. Siapkan alat dan bahan yang diperhatikan:

4. OPA sesuai ukuran

5. Sarung tangan bersih

6. Spatel lidah

7. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah

8. Pasang sarung tangan bersih

9. Posisikan pasien terlentang dengan leher ekstensi

10. Bersihkan rongga mulut, jika perlu

11. Pilih ukuran OPA yang tepat (panjang OPA sama dengan jarak antara

ujung mulut ke ujung daun telinga)

12. Buka mulut pasien dengan teknik cross finger (ibu jari dan telunjuk)

13. Metode 1: masukkan OPA terbalik (sisi lengkung menghadap ke atas)

sampai menyentuh palatum mole, lalu putar 1800

14. Metode 2: tekan lidah dengan spatel lidah dan masukkan OPA ke

Hal. 12
daerah faring posterior

15. Lepaskan sarung tangan

16. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah

17. Dokumentasikan prosedur yang dilakukan dan respons pasien

Referensi: Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan (PPNI edisi 1)

NASOPHARINGEAL AIRWAY (NPA)

Pengertian :

Nasopharingeal airway adalah salah satu jenis jalan napas buatan

pasien yang dimasukkan melalui hidung sampai ke belakang lidah.

Tujuan :

1. Membuka Jalan napas

2. Fasilitas Suction

Metode dan Prinsip Pemberian :

1. Diindikasikan untuk pasien sadar atau setengah sadar yang memiliki

gag refleks merupakan indikasi dari pemasangan Nasopharingeal

airway (NPA). NPA lebih dapat ditoleransi pasien daripada OPA, kecil

kemungkinan rangsang muntah.

2. Pilih ukuran NPA yang tepat untuk pasien, lalu beri lubricant atau

pelicin

3. NPA dimasukkan dengan cara didorong memasuki lubang hidung

hingga ujung pipa terletak di orofaring

Hal. 13
4. Arah ujungnya datar menyusur dasar rongga hidung, arah menuju

anak telinga (tragus)

Pemasangan NPA

Hal-Hal Penting yang harus diperhatikan dalam

pemasangan NPA :

1. Usahakan memasukkan NPA dengan lembut untuk menghindari

terjadinya aspirasi. NPA dapat mengiritasi mukosa atau merobek

jaringan adenoid yang menyebabkan pendarahan, dengan

kemungkinan terjadinya aspirasi gumpalan ke trakea. Suction

dapat dilakukan untuk mengeluarkan darah atau sekret.

2. NPA dengan ukuran yang tidak tepat dapat masuk ke dalam

esofagus, dengan ventilasi yang aktif seperti ventilasi kantung

Hal. 14
napas sungkup muka, NPA dapat menyebabkan terjadinya

pemompaan lambung dan kemungkinan hipoventilasi.

3. NPA dapat menyebabkan laringospasme dan muntah, walaupun

secara umum NPA dapat ditoleransi oleh pasien dalam keadaan

setengah sadar.

4. Pada pasien yang mengalami trauma wajah karena adanya risiko

terjadinya penempatan yang salah ke dalam rongga tengkorak,

maka NPA tidak boleh dipasang pada pasien ini.

Prosedur Pemasangan NPA

1. Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas (nama

lengkap, tanggal lahir, dan atau nomor rekam medis

2. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur

3. Siapkan alat dan bahan yang diperhatikan :

a. NPA sesuai ukuran

b. Sarung tangan bersih

c. Jeli

4. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah

5. Pasang sarung tangan bersih

6. Posisikan pasien telentang dengan leher ekstensi

7. Bersihkan lubang hidung, jika perlu

8. Pilih ukuran NPA yang tepat (panjang NPA sama dengan jarak antara

Hal. 15
hidung ke ujung daun telinga)

9. Lumasi ujung NPA dengan jeli

10. Masukkan NPA ke dalam lubang hidung dengan bevel menghadap ke

septum secara perlahan hingga faring posterior

11. Rapikan pasien dan alat-alat yang digunakan

12. Lepaskan sarung tangan

13. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah

14. Dokumentasikan prosedur yang telah dilakukan dan respons pasien

Referensi: Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan (PPNI edisi 1)

OPA VS NPA Insertion

Hal. 16
PROSEDUR MELEPASKAN OROPHARINGEAL AIRWAY (OPA)

1. Informasikan ke pasien bahwa OPA akan dilepaskan

2. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan

3. Saat pasien menghembuskan napas (ekshalasi), pegang flenge

(ujung/bibir) OPA dan tarik keluar mulut dalam satu gerakan ke arah

bawah mulut.

4. Lakukan perawatan mulut setelah OPA dilepaskan. Kaji area sekitar

mulut dan bibir untuk tanda-tanda pembengkakan dan cidera

5. Jelakan ke pasien bahwa prosedur tindakan sudah selesai dilakukan

6. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan

7. Dokumentasikan prosedur yang sudah di lakukan

KOMPLIKASI PEMASANGAN OROPHARINGEAL AIRWAY (OPA)

(Rini, Dkk, 2018)

1. Trauma mulut, gigi, lidah, dan mukosa mulut

2. Muntah yang dapat menyebabkan terjadinnya aspirasi

3. Obstruksi jalan napas

Hal. 17
03 Perawatan WSD dan Komplikasinya

WATER SEAL DRAINAGE (WSD)

Pengertian :

WSD adalah suatu unit yang memungkinkan cairan atau udara keluar

dari rongga pleura dan mencegah aliran balik ke pleura

Tujuan :

1. Mengeluarkan udara maupun cairan atau darah dari rongga thoraks

dan mencegah kembali ke dalam rongga thoraks.

2. Membantu berkembangnya jaringan paru dengan mengembalikan

pada tekanan negatif.

3. Mencegah perubahan daerah mediastinal dan kolaps paru

4. Untuk mempertahankan sistem drainage agar berfungsi optimal

Metode dan Prinsip Pemberian :

1. Indikasi Pemasangan WSD

• Pneumothoraks adanya udara dalam rongga toraks sehingga

tekanan menjadi positif sehingga paru mengalami kolaps

• Hemothoraks adanya darah atau cairan/pus dalam rongga toraks

yg berakibat meningkatnya tekanan dalam rongga toraks

sehingga paru mengalami kolaps

• Tension pneumotoraks merupakan komplikasi yang lebih serius

Hal. 18
dimana tekanan intra pleura sangat tinggi sering kali menimbulkan

bergesernya mediatinum

2. Posisi Insersi

• Pneumothorak letak insersi pada intercostal ke-2 atau 3 karena

udara akan menempati lobus atas.

• Hemothorak atau pleural efusi insersi pada intrcostal ke-4 atau 5

karena cairan akan menempati level bawah.

3. Perawatan

• Perawat bertanggung jawab menjaga sistem WSD

• Jika pasien bergerak atau dipindahkan, pertahankan posisi sistem

drainase berada di bawah level dada pasien.

• Usahakan jangan melakukan striping karena menghasilkan

tekanan lebih negatif (> - 100 cm H2O)

• Jangan melakukan klem pada tubing bila tidak ada indikasi yang

jelas

• Kedalaman tubing pada Water seal harus dipertahankan 2 cm

H2O

• Sistem Water Seal harus kedap udara dan pertahankan ventilasi

udara tetap terbuka

• Bila tubing diklemp observasi tanda tension pneumothorax

• Lakukan teknik aseptik dan antiseptik saat merawat luka

• Sedapat mungkin pertahankan slang berada dibawah level dada

• Yakinkan bahwa sambungan selalu dalam keadaan tersambung

Hal. 19
baik, kapan perlu diplester agar tidak bocor

• Pertahankan cairan dalam botol water seal dan botol penentu

tekakanan karena air dapat berkurang akibat penguapan

• Observasi gelembung udara pada botol water seal dan fluktuasi

pada slang water seal atau slang dada, bila gelembung udara

meningkat kemungkinan bocor disekitar sambungan slang atau

tempat pemasangan

• Pantau keadaan klinis pasien, tanda vital, pengembangan dada

(simetris/tidak)

• Jangan pernah meletakkan botol WSD sejajar atau lebih tinggi dari

dada pasien karena akan menyebabkan darah dalam

botol/slang masuk ke rongga dada.

• Anjurkan pasien untuk tarik napas dalam secara periodik untuk

membantu pengembangan paru

• Monitor posisi botol agar tidak roboh, bila hal ini terjadi, perbaiki

posisi botol dan anjurkan untuk tarik napas dalam, diikuti dengan

ekspirasi paksa beberapa kali dengan diakhiri batuk

• Observasi selang dada

Prosedur Perawatan WSD

1. Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas (nama

lengkap, tanggal lahir, dan atau nomor rekam medis

2. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur

3. Siapkan alat dan bahan yang diperhatikan:

Hal. 20
a. Sarung tangan steril

b. Set WSD

c. Klem 2 buah

d. Cairan steril

e. Alcohol swab

f. Plester

g. Pengaman selang (karet gelang atau peniti)

h. Set perawatan luka

4. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah

5. Identifikasi indikasi penggantian botol WSD:

a. Botol telah terisi ¾ penuh atau

b. Botol telah terpasanagn 3 hari

6. Posisikan pasien semi fowler (pada pneumothoraks) atau pada

fowler (hemothoraks)

7. Pasang sarung tangan

8. Buka set WSD baru dengan tetap mempertahankan kesterilan

9. Isi botol WSD dengan cairan steril hingga ujung selang terendam

10. Klem selang dada dan selang WSD

11. Lepaskan sambungan selang dada dan selang WSD

12. Desinfeksi ujung selang dada dengan alcohol swab

13. Sambungkan selang dada dengan selang selang WSD baru

14. Plester sambungan selang

Hal. 21
15. Buka klem selang dada

16. Amati adanya undulasi pada selang

17. Gulung kelebihan selang pada tempat tidur dan amankan dengan

karet gelang atau peniti

18. Gantung WSD di samping tempat tidur dengan posisi selalu lebih

rendah dari insersi selang dada

19. Lakukan perawatan luka pada area insersi selang dada dengan

teknik steril

20. Rapikan pasien dan alat yang digunakan

21. Lepaskan sarung tangan

22. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah

23. Dokumentasikan tanggal dan waktu, jumlah, dan tipe drainase

dalam botol WSD lama, dan respons pasien

Referensi: Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan (PPNI edisi

1)

Gambar 13.3 Water seal drainage

Hal. 22
KOMPLIKASI PEMASANGAN WSD :

1. Tube malposition : Yakni peletakan selang WSD yang tidak sesuai

dengan tempat seharusnya. Beberapa jenis tube malposition

meliputi, intraparenchymal tube placement, fissural tube placement,

chest wall tube placement, mediastinal tube placement dan

abdominal placement.

2. Blocked drain : Adanya blokade pada selang WSD yang

menyebabkan drainase menjadi tidak lancar, dapat disebabkan oleh

karena kekakuan, terbentuknya gumpalan cairan, adanya puntiran,

terdapat sisa debris atau ikut terbawanya jaringan paru yang

mengakibatkan selan WSD menjadi tersumbat

3. Chest drain dislodgement : Yakni terlepasnya selang WSD dari cavum

pleura pasien, dapat dihindari dengan prosedur yang baik dan harus

segera diatasi dengan memasangkan kembali selang WSD melalui

prosedur yang asepsis.

4. Udema pulmonum reekspansi (REPE) : Terjadinya udema pulmonum

setelah paru yang tadinya kolaps mengembang. Patogenesis yang

mendasarinya antara lain yakni adanya peningkatan permeabilitas

kapiler, adanya radikal bebas oksigen yang menyebabkan kerusakan

kapiler dan adanya penurunan produksi surfactan.Tindakan

pencegahannya diduga dapat dilakukan dengan melakukan

drainase tanpa suction, dan melakukan drainase secara perlahan –

lahan.

5. Emfisema subkutis : adalah terebentuknya akumulasi udara pada

Hal. 23
ruang subcutan pada dinding dada. Pada pemeriksaan fisik dapat

ditemukan krepitasi pada palpasi dinding dada.

6. Cedera saraf : pada pemasangan WSD yang kurang berhati – hati

dapat juga menyebabkan cedera pada saraf di sekitar lokasi

pemasangan WSD, cedera saraf yang pernah terjadi akibat

pemasangan WSD antara 21 lain yakni, horner’s syndrome, phrenic

nerve inury, long thoracic nerve injury dan ulnar neuropathy.

7. Cedera kardiovaskular : pada pemasangan WSD juga dapat

menagkibatkan cedera vascular yakni berupa perdarahan dan juga

dapat memicu komplikasi ke arah cedera jantung.

8. Residual / post extubation pneumothoraks : yakni terjadinya

pneumothoraks akibat tidak terdrainasenya udara secara optimal

dan atau pneumothoraks yang terjadi karena prosedur pelepasan

WSD yang kurang baik.

9. Fistula : yakni terbentuknya fistula yang dapat menghubungkan

pleura dengan subcutis atau bahkan fistula yang dapat

menghubungkan bronkus beserta cabangngnya dengan cavum

pleura dan dengan subcutis.

10. Infeksi : Pada pemasangan WSD dapat terjadi infeksi yang bersifat

lokal pada sekitar lokasi terpasangnya selang WSD, dan yang lebih

parah dapat juga teradi infeksi di dalam cavum pleura hingga

mengakibatkan terbentuknya cairan pus pada cavum pleura, dikenal

juga dengan istilah empyema thoracis.

Hal. 24
04 Suction dan kompikasinya

SUCTION

Pengertian :

Penghisapan lendir atau suction adalah aspirasi lendir (sekret) melalui

sebuah kateter yang dihubungkan ke mesin penghisap atau saluran

penghisap dengan tekanan tertentu.

Tujuan :

1. Membantu pengeluaran sekret pasien yang tidak mampu

mengeluarkan sekret sendiri

2. Membersihkan dan memelihara jalan napas agar tetap bersih

3. Memenuhi suplai oksigen dengan jalan napas yang adekuat

Prinsip dan Metode Pemberian :

1. Indikasi :

• Pasien dengan sputum kental dan lengket yang tidak dapat

dikeluaran sendiri

• Pasien yang terpasang Endo Tracheal Tube ( ETT)

• Pasien yang tidak dapat batuk karena kelumpuhan otot

pernapasan

• Pasien tidak sadar

Hal. 25
2. Pengaturan Tekanan

• Dewasa: 120- 150 mmHg

• Anak : 100 – 120 mmHg

• Bayi : 60 - 100 mmHg

3. Pengaturan Posisi Pasien

• Oral : Posisi terlentang dengan kepala miring ke perawat

• Nasal dan selang ETT: Leher hiperekstensi, perawat berada di

atas kepala pasien

4. Pertahankan Prinsip Suction

Berikut prinsip tindakan suction:

a. Aseptik

• Alat steril

• Cara steril (standar precaution)

b. Atraumatik (idak menimbulkan trauma)

• Kateter masuk tidak kasar

• Kateter sampai ujung karina dan ditarik 1 – 2 cm

• Dikeluarkan dengan cara memutar

• Tekanan suction sesuai usia

o Dewasa: 120- 150 mmHg

o Anak : 100 – 120 mmHg

o Bayi : 60 - 100 mmHg

Hal. 26
c. Asianotik

• Dilakukan tidak lebih 15 Detik

• Kateter suction tidak menutup total ETT

• Oksigenisasi 100% sebelum dan sesudah Tindakan

Prosedur Tindakan Suction

1. Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas (nama

lengkap, tanggal lahir, dan atau nomor rekam medis

2. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur

3. Siapkan alat dan bahan yang diperhatikan:

a. Sarung tangan steril (untuk naso faring, trakea, dan ETT) atau

sarung tangan bersih (untuk mulut)

b. Masker dan google jika perlu

c. Selang suction, sesuai ukuran

d. Selang penyambung

e. Mesin suction

f. Kom steril berisi cairan steril

g. Tisu

h. Pengalas

i. Sumber oksigen

j. Stetoskop

k. Oksimetri nadi

Hal. 27
4. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah

5. Posisikan pasien semi fowler

6. Auskultasi suara napas

7. Pasang oksimetri nadi

8. Letakkan pengalas dibawah dagu atau dada

9. Hubungkan selang penyambung ke mesin suction

10. Hubungkan selang penyambung dengan ujung selang suction

11. Nyalakan mesin suction dan atur tekanan negative, sesuai kebutuhan

12. Berikan oksigenasi 100% minimal 30 detik dengan selang oksigen

13. Pasang sarung tangan steril

14. Lakukan penghisapan tidak lebih dari 15 detik

15. Lakukan penghisapan pada ETT terlebih dahulu lalu hidung dan mulut,

jika pasien terpasang ETT

16. Bilas selang suction dengan cairan steril

17. Berikan kesempatan bernapas 3-5 kali sebelum penghisapan

berikutnya

18. Monitor saturasi oksigen selama penghisapan

19. Lepas dan buang selang suction

20. Matikan mesin suction

21. Auskultasi kembali suara napas

22. Rapikan pasien dan alat yang digunakan

23. Lepaskan sarung tangan

Hal. 28
24. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah

25. Dokumentasikan warna, jumlah, konsistensi sputum, kemampuan

batuk, saturasi oksigen, dan suara napas, serta respons pasien

Referensi : Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan (PPNI edisi 1)

KOMPLIKASI

Dalam melakukan tindakan hisap lender perawat harus memperhatikan

komplikasi yang mungkin dapat ditimbulkan, antara lain yaitu (Kozier &

Erb, 2002) :

1. Hipoksemia

2. Trauma jalan nafas

3. Infeksi nosokomial

4. Respiratory arrest

5. Bronkospasme

6. Perdarahan pulmonal

7. Disritmia jantung

8. Hipertensi/hipotensi

9. Nyeri

10. Kecemasan.

Hal. 29

Anda mungkin juga menyukai