Modul 3 Filsafat Pendidikan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 23

KEGIATAN BELAJAR 3

FILSAFAT PENDIDIKAN:
Definisi, Kedudukan, Peran, Fungsi serta Jenisnya

PENDAHULUAN
Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the mother of sciences) yang mampu
menjawab segala pertanyaan dan permasalahaan. Mulai dari masalahmasalah yang berhubungan
dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala problematika dan kehidupanya. Di
antara permasalahan yang dapat dijawab oleh filsafat adalah permasalahan yang ada di
lingkungan pendidikan. Oleh karena itu, sebagai seorang pendidik kita harus menguasai induk
ilmu pengetahuan yang dijadikan patokan penyelesaian segala permasalahan pendidikan.
Agar Anda dapat menguasai materi Kegiatan Belajar 3 ini dengan baik dan berhasil
mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, maka Anda perlu ikuti petunjuk belajar
berikut ini:
1. Sebelum membaca materi modul dalam KB 3 ini, renungkan terlebih dahulu apa yang
menjadi capaian pembelajaran dalam modul agar terbangun rasa tanggung jawab dan
kesepenuhhatian dalam belajar.
2. Bacalah materi modul dengan cermat dan seksama, serta tambahkan catatan-catatan
seperlunya untuk membantu ingatan Anda.
3. Cermati dan kerjakan kolom latihan yang diberikan dalam modul dengan sungguh-
sungguh.
4. Jangan lupa gunakan pengetahuan dan pengalaman yang telah Anda miliki
sebelumnya.
5. Jangan lupa membuat catatan khusus yang Anda pandang penting selama mempelajari
isi modul.
Selamat belajar dan semoga Anda berhasil dengan baik……!
INTI
A. Tujuan Pembelajaran
Adapun tujuan pembelajaran kegiatan belajar 3 dalam modul mata kuliah Filsafat
Pendidikan ini yaitu menguasai pengertian filsafat pendidikan, ruang lingkup filsafat
pendidikan, peran filsafat pendidikan, fungsi filsafat pendidikan dan jenis filsafat
pendidikan.

B. Materi Pokok
Adapun materi pokok yang akan disampaikan dalam kegiatan belajar 3 dalam modul
mata kuliah Filsafat Pendidikan ini, antara lain:
1. Definisi Filsafat Pendidikan
2. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
3. Peran Filsafat Pendidikan
4. Fungsi Filsafat Pendidikan
5. Jenis Filsafat Pendidikan
a. Filsafat Pendidikan Idealisme
b. Filsafat Pendidikan Pragmatisme
c. Filsafat Pendidikan Materialisme
d. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
e. Filsafat Pendidikan Progresivisme
f. Filsafat Pendidikan Esensialisme

C. Uraian Materi
1. Definisi Filsafat Pendidikan
Menurut John Dewey, filsafat dan pedidikan memiliki hubungan hakiki dan
timbal balik, filsafat pendidikan yang berusaha menjawab dan memecahkan persoalan-
persoalan pendidikan yang bersifat filosifis dan memerlukan jawaban secara filosofis.
John Dewey menyatakan bahwa filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan
kemampuan dasar yang fundamental yang menyangkut daya pikir maupun daya perasaan
menuju tabiat manusia. Lebih lanjut lagi, filsafat pendidikan juga didefinisikan sebagai
filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan (Amka,
2019). Lebih rinci lagi, filsafat pendidikan adalah kajian kritis terhadap pemikiran dan
sikap yang telah dan/atau akan dibuat melalui pencarian dan analisis konsep paling
mendasar untuk menciptakan pertimbangan yang lebih baik dan sesuai dalam skop
pendidikan yang berusaha untuk mewujudkan pembelajaran yang dapat diikuti oleh
peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya dari segi keilmuan, kepribadian,
dan nilai positif lainnya.
Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-
masalah pendidikan. Filsafat akan menentukan “mau dibawa kemana” siswa kita.
Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah
pencapaian tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau
kelompok masyarakat tertentu atau yang dianut oleh perorangan (dalam hal ini
Dosen/Guru) akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Falsafah
yang dianut oleh suatu Negara bagaimanapun akan mewarnai tujuan pendidikan di
negara tersebut. Dengan demikian, tujuan pendidikan suatu negara akan berbeda dengan
negara lainnya, disesuaikan dengan falsafah yang dianut oleh negara-negara tersebut.
Tujuan pendidikan pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehemsif mengenai
apa yang seharusnya dicapai. Tujuan itu memuat pernyataan-pernyataan (statement)
mengenai berbagai kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa selaras
dengan sistem nilai dan falsafah yang dianut. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan
yang sangat erat antara filsafat yang dianut dengan tujuan pendidikan yang dirumuskan.
Filsafat pada awalnya mempersoalkan siapa manusia itu. Kajian terhadap persoalan ini
menelusuri hakekat manusia sehingga muncul beberapa asumsi tentang manusia.
Misalnya, manusia adalah makhluk religi, makhluk sosial, makhluk yang berbudaya, dan
sebagainya.
Dari telaah tersebut filsafat mencoba menelaah tiga pokok persoalan, yaitu
hakekat benar - salah (logika/ ilmu), hakekat baik - buruk (etika), dan hakekat indah -
tidak indah (estetika). Pada dasarnya, pandangan hidup manusia mencakup ketiga aspek
tersebut, sehingga ketiga aspek tersebut sangat diperlukan dalam pendidikan, terutama
dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Suatu masyarakat memiliki kebiasaan
yang menjadi pembeda dengan masyarakat lainnya. Kebiasaan-kebiasaan tersebut
menjadi cikal budaya. Budaya menjadi semacam perekat sosial dalam suatu masyarakat.
Tanpa masyarakat tidak akan ada budaya, dan tanpa budaya tidak akan ada masyarakat
(Smith, Stanley, and Shores, 1957).

Dari penjelasan di atas, simpulkan definisi filsafat pendidikan menurut Anda!

2. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan


Ruang lingkup filsafat pendidikan menurut Salahudin (2011) merumuskan bahwa
ruang lingkup filsafat pendidikan adalah sebagai berikut.
a. Pendidik
Para pendidik adalah guru, orang tua, tokoh masyarakat, dan siapa saja yang
memfungsikan dirinya untuk mendidik. Siapa saja dapat menjadi pendidik dan
melakukan upaya untuk mendidik secara formal maupun nonformal. Para
pendidik haruslah orang yang patut diteladani. Dan pendidik itu harus membina,
mengarahkan, menuntun, dan mengembangkan minat, serta bakat anak didik, agar
tujuan pendidikan tercapai dengan baik. Para pendidik adalah subjek yang
melaksanakan pendidikan. Pendidik mempunyai peran penting dalam
berlngsungnya pendidikan. baik atau tidaknya pendidikan berpengaruh besar
terhadap hasil pendidikan. Para pendidik memikul tanggung jawab yang berat
untuk memaajukan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, negara bertanggungjawab
untuk meningkatkan kinerja para pendidik melalui berbagai peningkatan.
Misalnya, peningkatan kesejahteraan para pendidik, menaikkan tunjangan
fungsional para pendidik, membantu dana pendidikan lanjutan hingga meraih
gelar doktor, dan memberikan beasiswa untuk berbagai penelitian.
b. Murid atau anak didik
Anak didik secara filosofis merupakan objek para pendidikan dalam
melakukan tindakan yang bersifat medidik. Dikaji dari beberapa segi, seperti usia
anak didik, kondisi ekonomi keluarga, minat dan bakat anak didik, serta tingkat
intelegensinya, itu membuat seorang pendidik mengutamakan fleksibilitas dalam
mendidik. Anak didik merupakan subjek pendidika, yaitu orang yang menjalankan
dan mengamalkan materi pendidikan yang diberikan oleh pendidik. Agar
pendidikan dapat berhasil dengan sebaik-baiknya, maka jalan pendidikan yang
ditempuh harus sesuaai dengan perkembangan psikologis anak didik.
c. Materi pendidikan
Materi Pendidikan, yaitu bahan-bahan atau pengalaman-pengalaman belajar
yang disusun sedemikian rupa (dengan susunan yang lazim dan logis) untuk
disajikan atau disampaikan kepada anak didik.
d. Perbuatan mendidik
Perbuatan mendidik adalah seluruh kegiatan, tindakan, perbuatan, dan sikap
yang dilakukan oleh pendidikan sewaktu menghadapi atau mengasuh anak
didiknya disebut dengan tahzib. Mendidik artinya meningkatkan pemahaman anak
didik tentang kehidupan, medalami pemahaman terhadap ilmu pengetahuan dan
manfaatnya untuk diterapkan dalam kehidupan nyata dan sebagai pandangan
hidup.
e. Metode pendidikan
Metode pendidikan, yaitu strategi yang relevan yang dilakukan oleh dunia
pendidikan pada saat menyampaikan materi pendidikan kepada anak didik.
metode berfungsi mengolah, menyusun, dan menyajikan materi pendidikan, agar
materi pendidikan tersebut dapat dengan mudah diterima dan dimiliki oleh anak
didik.
f. Evaluasi pendidikan
Evaluasi yaitu sistem penilaian yang diterapkan kepada peserta didik, untuk
mengetahui keberhasilan pendidikan yang dilaksanakannya. Evaluasi pendidikan
sangat bergantung pada tujuan pendidikan. jika tujuannya membentuk siswa yang
kreatif, cerdas, beriman, dan bertakwa, maka sistem evaluasi ynag
dioperasionalkan harus mengarah pada tujuan yang dimaksud.
g. Tujuan pendidikan
Alat-alat Pendidikan dan Lingkungan Pendidikan merupakan fasilitas yang
digunakan untuk mendukung terlaksananya pendidikan. Sedangkan lingkungan
pendidikan adalah segala seusuatu yang terdapat disekitar lingkungan pendidikan
yang mendukung terealisasinya pendidikan.
h. Alat-alat pendidikan dan lingkungan pendidikan
Alat-alat pendidikan dan lingkungan pendidikan merupakan fasilitas yang
digunakan untuk mendukung terlaksananya pendidikan. Sedangkan lingkungan
pendidikan adalah segala seusuatu yang terdapat disekitar lingkungan pendidikan
yang mendukung terealisasinya pendidikan.

Dari penjelasan di atas, carilah referensi lain kemudian tambahkan ruang lingkup
filsafat pendidikan yang belum ada di modul!

3. Peran Filsafat Pendidikan


Tujuan filsafat pendidikan adalah memberikan inspirasi bagaimana
mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan
menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-prinsip pendidikan yang didasari
oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan
serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan
peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan ramburambu dari
teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni
menyatakan tujuan pendidikan Negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan
tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di
lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu
menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu mengajar materi
subjek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik
(Kristiawan, 2016).
Di sisi lain, Thabrani (2015) menyatakan bahwa peran filsafat pendidikan yaitu
sebagai ilmu filsafat yang mempelajari objeknya dari segi beberapa problem berikut:
a. Realita, yakni tentang kenyataan yang selanjutnya mengarah kepada kebenaran,
akan muncul bila orang telah mampu mengambil suatu konklusi bahwa
pengetahuan yang diperoleh tersebut memang nyata. Realita dan kenyataan dibagi
oleh metafisika.
b. Hakikat pengetahuan, cara memperoleh, dan menangkap pengetahuan, serta jenis-
jenis pengetahuan yang di bagi oleh epistemologi.
c. Nilai, yang dipelajari oleh filsafat disebut aksiologi. Pertanyaan-pertanyaan yang
dicari jawabannya, misalnya nilai yang bagaimana yang diingini manusia sebagai
dasar hidupnya.
d. Problem yang berhubungan dengan masalah hubungan yang benar dan tepat
antara gagasan atau ide yang telah dimiliki manusia yang dipelajari atau dibagi
oleh logika.
Dalam pelaksanaannya, filsafat pendidikan harus menyesuaikan diri dengan
beberapa aspek berikut:
a. Usia anak didik
b. Tujuan lembaga pendidikan
c. Visi dan misi pendidikan
d. Kemampuan berpikir dan bakat anak didik
e. Dukungan materiil orangtua anak didik
f. Dukungan sarana dan prasarana
Dari penjelasan di atas, carilah referensi lain kemudian tambahkan peran filsafat
pendidikan yang belum ada di modul!

4. Fungsi Filsafat Pendidikan


Brubacher dalam buku “Modern Philosphies of education” menulis tentang
peranan filsafat pendidikan secara terinci, dan pokok pemikirannya tentang fungsi
filsafat dalam pendidikan (Thabrani, 2015), yang akan dibahas berikut ini:
a. Fungsi Spekulatif. Filsafat dalam pendidikan berusaha mengerti keseluruhan
persoalan pendidikan dan mencoba merumuskannya dalam satu gambaran pokok
sebagai pelengkap bagi data yang telah ada dari segi ilmiah. Filsafat pendidikan
berusaha mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan antar hubungannya
dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pendidikan.
b. Fungsi Normatif. Sebagai penentu arah, pedoman untuk apa pendidikan itu. Asas
ini tersimpul dalam tujuan pendidikan, jenis masyarakat apa yang ideal yang akan
dibina. Khususnya norma moral yang bagaimana sebaiknya yang manusia cita-
citakan. Bagaimana filsafat pendidikan memberikan norma dan pertimbangan bagi
kenyataan-kenyataan normatif dan kenyataan-kenyataan ilmiah, yang pada
akhirnya membentuk kebudayaan.
c. Fungsi Kritik. Terutama untuk memberi dasar bagi pengertian kritis rasional
dalam pertimbangan dan menafsirkan data-data ilmiah. Misalnya, data
pengukuran analisa evaluasi baik kepribadian maupun achievement (prestasi).
Kritik berarti pula analisis dan komparatif atas sesuatu, untuk mendapat
kesimpulan. Bagaimana menetapkan klasifikasi prestasi itu secara tepat dengan
data-data obyektif (angka-angka, statistik). Juga untuk menetapkan asumsi atau
hipotesa yang lebih resonable. Filsafat harus kompeten, mengatasi kelemahan-
kelemahan yang ditemukan bidang ilmiah, melengkapinya dengan data dan
argumentasi yang tak didapatkan dari data ilmiah.
d. Fungsi Teori dan Praktek. Semua ide, konsepsi, analisa dan kesimpulan-
kesimpulan filsafat pendidikan adalah berfungsi teori. Teori ini adalah dasar bagi
pelaksanaan/praktek pendidikan. Filsafat memberikan prinsip-prinsip umum bagi
suatu praktek.
e. Fungsi Integratif. Mengingat fungsi filsafat dalam pendidikan sebagai asa
kerohanian atau rohnya pendidikan, maka fungsi integratif filsafat pendidikan
adalah wajar. Artinya, sebagai pemadu fungsional semua nilai dan asas normatif
dalam ilmu pendidikan (ingat, ilmu kependidikan sebagai ilmu normatif). Dalam
mengkaji peranan filsafat pendidikan, dapat ditinjau dari tiga lapangan filsafat,
yaitu metafisika, epistimologi, dan aksiologi.

Dari penjelasan di atas, carilah referensi lain kemudian tambahkan fungsi filsafat
pendidikan yang belum ada di modul!
5. Jenis Filsafat Pendidikan
Filsafat dalam pendidikan merupakan terapan dari filsafat umum, maka dalam
membahas filsafat pendidikan akan berangkat dari filsafat. Dalam arti, filsafat
pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-
hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan,
dan nilai. Dalam filsafat terdapat berbagai mazhab, aliran-aliran, seperti materialisme,
idealisme, realisme, pragmatisme, dan lainlain. Karena filsafat pendidikan merupakan
terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka filsafat dalam
pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurangnya sebanyak aliran
filsafat itu sendiri.
a. Filsafat Pendidikan Idealisme
Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Menurut
Plato, pendidikan itu sangat perlu baik bagi dirinya selaku individu maupun sebagai
warga Negara. Setiap peserta didik harus diberi kebebasan untuk mengikuti ilmu
yang ada sesuai dengan bakat, minat, dan kemampan masing-masing sesuai jenjang
usianya. Pendidikan itu sendiri akan memberikan dampak perubahan bagi
kehidupan pribadi, bangsa dan negara. Tokoh lainnya seperti Immanuel Kant,
Pascal, J.G. Fichte, F. W. S. Schelling dan G. W. F. Hegel. Aliran ini memandang
bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang
diperoleh melalui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini
memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik,
benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi.
Idealisme berpandangan bahwa pengetahuan itu sudah ada dalam jiwa kita. Untuk
membawanya pada tingkat kesadaran perlu adanya proses introspeksi. Tujuan
pendidikan aliran ini membentuk karakter manusia. Seorang guru yang menganut
paham ini harus membimbing dan mendiskusikan bukan prinsip-prinsip eksternal,
melainkan kemungkinan-kemungkinan batin yang perlu dikembangkan. Guru
idealis harus mewujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik.
Berikut ini implementasi Idealisme dalam Pendidikan:
1) Tujuan, untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan
dasar, serta kebaikan sosial.
2) Kurikulum, pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan
pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan.
3) Metode, diutamakan metode dialektika (saling mengaitkan ilmu yang satu
dengan yang lain), tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan.
4) Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan
dasarnya.
5) Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan
melalui kerja sama dengan alam.

Dari penjelasan di atas, simpulkan semua informasi mengenai filsafat


pendidikan idealisme!

b. Filsafat Pendidikan Realisme


Aliran ini berpendapat bahwa dunia rohani dan dunia materi merupakan
hakikat yang asli dan abadi. Kneller (Thabrani, 2015) membagi realisme menjadi
dua: 1). Realisme rasional, memandang bahwa dunia materi adalah nyata dan
berada di luar pikiran yang mengamatinya, terdiri dari realisme klasik dan realisme
religius. 2). Realisme natural ilmiah, memandang bahwa dunia yang kita amati
bukan hasil kreasi akal manusia, melainkan dunia sebagaimana adanya, dan
substansialitas, sebab akibat, serta aturan-aturan alam merupakan suatu
penampakan dari dunia itu sendiri. Selain realisme rasional dan realisme natural
ilmiah, ada pula pandangan lain mengenai realisme, yaitu neorealisme dan realisme
kritis. Neo-realisme adalah pandangan dari Frederick Breed mengenai filsafat
pendidikan yang hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip demokrasi, yaitu
menghormati hak-hak individu. Sedangkan realisme kritis didasarkan atas
pemikiran Immanuel Kant yang mensintesiskan pandangan berbeda antara
empirisme dan rasionalisme, skeptimisme dan absolutisme, serta eudaemonisme
dengan prutanisme untuk filsafat yang kuat.
Di kelas realime, tanggungjawab utama seorang guru adalah membawa ide-
ide siswa tentang dunia menjadi korespondensi dengan realitas dengan
keterampilan mengajar — seperti membaca, menulis, atau perhitungan — dan mata
pelajaran — seperti sejarah, matematika, atau sains— yang didasarkan pada
pengetahuan otoritatif dan ahli. Meskipun mereka menghargai bahwa siswa mereka
adalah orang yang emosional dan rasional, para realis tetap focus pembelajaran
kognitif dan penguasaan materi pelajaran. Guru realis menentang intrusi kegiatan
nonakademik ke sekolah yang mengganggu tujuan utama mereka sebagai pusat
penyelidikan akademik yang disiplin.
Realis akan lebih suka menetapkan standar yang menentukan tujuan
pencapaian akademik siswa, terutama di bidang keterampilan seperti membaca dan
di bidang konten subjek seperti itu seperti matematika, sains, dan sejarah. Tes
terstandar memberikan hasil yang sulit dan sebanding data tentang seberapa baik
siswa menguasai mata pelajaran kurikulum dan seberapa baik guru mengajar siswa.
Standar membantu menjaga akuntabilitas sekolah dan guru. Namun, mereka akan
mempertimbangkan bahwa hasil tes standar adalah hanya anak tangga pertama di
tangga prestasi akademik. Sementara mereka memverifikasi penguasaan konten
dasar, siswa perlu melanjutkan ke pemikiran tingkat tinggi itu menunjukkan bahwa
mereka tahu bagaimana menerapkan teori ke dalam praktik. Sama seperti realis
terbuka untuk berbagai metode yang memfasilitasi konten belajar, mereka akan
menggunakan teknologi sebagai bantuan dalam pengembangan dan pengujian
kompetensi keterampilan dan materi pelajaran. Mereka ingin program menjadi
sebagai "realistis" dan seefektif mungkin.
Dari penjelasan di atas, simpulkan semua informasi mengenai filsafat
pendidikan realisme!

c. Filsafat Pendidikan Pragmatisme


Dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada
filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa
yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles
sandre Peirce, Wiliam James, John Dewey, Heracleitos. Abad ke19 menghasilkan
tokoh-tokoh pemikir, di antaranya ialah Karl Marx (1818-1883) di kontinen Eropa
dan William James (1842- 1910) di kontinen Amerika. Kedua pemikir itu
mengklaim telah menemukan kebenaran. Marx, yang terpengaruh positivisme,
melahirkan sosialisme dan James, seorang relativis, melahirkan pragmatisme. Baik
sosialisme maupun pragmatisme dimaksudkan supaya kemanusiaan dapat
menghadapi masalah besar, yaitu industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi.
Arti umum dari pragmatisme ialah kegunaan, kepraktisan, getting things
done. Menjadikan sesuatu dapat dikerjakan adalah kriteria bagi kebenaran. James
berpendapat bahwa kebenaran itu tidak terletak di luar dirinya, tetapi manusialah
yang menciptakan kebenaran. It is useful because it is true, it is true because it is
useful. Karena kriteria kebenaran itulah, pragmatisme sering dikritik sebagai filsafat
yang mendukung bisnis dan politik Amerika. Dengan adanya pragmatisme tidak
ada sosialisme di Amerika. (Ada memang Partai Komunis Amerika dan toko-toko
buku Marxisme. Tetapi, baik sosialisme maupun komunisme tidak pernah
diperhitungkan dalam dunia politik). Kaum buruh Amerika juga menjadi
pendukung kapitalisme karena mereka ikut berkepentingan. Hampir-hampir tidak
ada ada kritik terhadap kapitalisme, kecuali dari gerakan The New Left pada akhir
1960-an dan awal 1970-an.
Proses pendidikan dalam pragmatisme bertujuan memberikan pengalaman
empiris kepada anak didik sehingga terbentuk suatu pribadi yang belajar, berbuat
(learning by doing). Proses demikian berlangsung sepanjang hayat. Dalam
pandangan filsafat pragmatisme, anak didik memiliki akal dan kecerdasan. Artinya
anak didik secara naluriah dan amaliah memiliki kecenderungan untuk tetus
berkreatif dan dinamis dalam perkembangan zaman. Anak didik memiliki bekal
untuk menghadapi dan memecahkan problematika-problematika. Maka dalam
pembelajarannya, pendidikan pragmatisme selalu menekankan pada pengalaman
hidup dan cara menghadapi masalah dimanapun peserta didik itu tinggal, agar
nantinya peserta didik dapat berfikir kritis dan berhasil beradaptasi dengan
perubahanperubahan kehidupan dunia. Peranan guru dalam pendidikan
pragmatisme adalah sebagai pengawas dan pembimbing dalam pembelajaran
pengalaman tanpa mengganggu minat kebutuhan siswa. Dan sekolah harus mampu
menyesuaikan segala aspek, karena perannya sebagai tempat untuk mengajarkan
pengalaman kehidupan yang terus berubah-ubah dan seharusnya sekolah juga lebih
mengedepankan muatan penglaman pembelajaran dibanding muatan materi dan
nilai akhir.

Dari penjelasan di atas, simpulkan semua informasi mengenai filsafat


pendidikan pragmatisme!
d. Filsafat Pendidikan Materialisme
Pada era sebelum lahirnya aliran materialism ini, aliran filsafat yang marak
digunakan dalam kehidupan adalah aliran filsafat yang mementingkan keruhanian,
lawan dari materialism. Namun demikian, ternyata ada beberapa filosof yang
merasa kurang puas dengan aliran spritualisme, mereka menganggap aliran ini tidak
sesuai dengan ilmu pengetahuan ilmiah. Maka lahirlah aliran materialism. Aliran
filsafat pendidikan materialism merupakan aliran filsafat yang berisikan tentang
ajaran kebendaan, aliran ini, benda merupakan sumber segalanya aliran ini
berpikiran sederhana, bahkan segala sesuatu yang ada di dalam ini dapat di lihat
dan diobservasi, baik wujudnya, gerakannya maupun peristiwa-peristiwanya.
Tokoh-tokoh aliran materialisme di antaranya adalah Leukipos dan Demokritus (
460-370 SM ). Mereka berpendapat bahwa kejadian seluruh alam terjadi karena
atom kecil, yang mempunyai bentuk dan bertubuh, jiwa pun dari atom kecil yang
mempunyai bentuk bulat dan mudah bereaksi untuk mengadakan gerak.
Atom tersebut membentuk satu kesatuan yang di kuasai oleh hukum-hukum
fisis kimiawi, dan atom-atom yang tertinggi nilainya dapat membentuk manusia,
dan kemungkinan yang dimiliki manusia tidak melampaui kemungkinan
kombinasi-kombinasi atom. Oleh karena itu, tidak melampaui potensi-potensi
jasmani, karena keduanya memiliki sumber yang sama. Demikian juga dengan
keberakhiran atau kematian, disebabkan karena hancurnya struktur atom-atom
pelemburan dan kombinasi atom-atom yang ada pada manusia atau alam lainnya.
Materialisme menganggap bahwa fakta-fakta, data-data, peristiwa dan
fenomena yang nyata adalah hal-hal yang penting untuk dipelajari sehingga perlu
adanya pembelajaran yang merujuk pada penguasaan pengetahuan tersebut seperti
pembelajaran yang lebih menekankan pada pengetahuan empiris yang
mementingkan gerakan fisik di dalam otak. Aliran ini tidak mengakui adanya
kenyataan spiritual. Filsafat Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme
adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Asumsi tersebut
menunjukkan bahwa:
1) Semua sains seperti biologi, kimia, psikologi, fisika, sosiologi, ekonomi, dan
yang lainnya ditinjau dari dasar fenomena materi yang berhubungan secara
kausal merupakan cabang sains mekanika;
2) Apa yang dikatakan jiwa (mind) dan segala kegiatannya (berpikir,
memahami) merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, sistem urat
saraf, atau organ-organ jasmani yang lain; dan
3) Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup,
keindahan dan kesenangan, hanyalah sekedar nama-nama atau semboyan,
simbol subjektif manusia untuk situasi atau hubungan fisik yang berbeda.

Dari penjelasan di atas, simpulkan semua informasi mengenai filsafat


pendidikan materialisme!

e. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme


Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia
individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan
secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya
bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi
seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya
masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi
filsafat Barat. Eksistensialisme mempersoalkan keberadaan manusia, dan
keberadaan itu dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan
dengan eksistensialisme adalah melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan itu?
bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu
kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap
kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri. Dalam studi sekolahan filsafat
eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan
diktumnya “human is condemned to be free”, manusia dikutuk untuk bebas, maka
dengan kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak.
Bagi eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas
manusia, maka batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan
individu lain. Namun, menjadi eksistensialis, bukan melulu harus menjadi seorang
yang lain-dari pada-yang-lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu
yang berada di luar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang unik
ataupun yang baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah
pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya di masa
depan adalah inti dari eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan
terjun ke berbagai profesi seperti dokter, desainer, insinyur, pebisnis dan
sebagainya, tetapi yang dipersoalkan oleh eksistensialisme adalah, apakah kita
menjadi dokter atas keinginan orang tua, atau keinginan sendiri.
Eksistensialisme salah satu aliran filsafat yang menyakini bahwa kebenaran
ada pada kebebasan dirinya dan menolak untuk mengikuti aliran, kepercayaan, serta
sistem. Sehingga, menurut Eksistensialisme kebenaran itu bersifat relatif yang
dapat berubah pada lain waktu. Karena setiap individu bebas memilih apa yang
menurutnya benar. Tujuan filsafat eksistensialisme dalam pendidikan ialah
menjadikan sekolah sebagai tempat yang memberikan kebebasan serta tidak
mengekang dan membelenggu keinginan atau kebutuhan siswa.
Kedudukan guru dalam aliran ini sebagai fasilitator yang membimbing siswa dalam
proses belajar. Yang dimana kurikulum yang dirancang berpusat pada anak dan
individualistik.
Dari penjelasan di atas, simpulkan semua informasi mengenai filsafat
pendidikan Eksistensialisme!

f. Filsafat Pendidikan Progresivisme


Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas
progesivisme dalam sebuah realita kehidupan, agar manusia bisa survive
menghadapi semua tantangan hidup. Dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini
beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup,
untuk kesejahteraan dan untuk mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan
eksperimentalisme, karena aliran ini menyadari dan mempraktekkan asas
eksperimen untuk men-guji kebenaran suatu teori. Dinamakan environmentalisme,
Karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan
kepribadian. Adapun tokoh-tokoh aliran progresivisme ini, antara lain, adalah
William James, John Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller, dan Georges
Santayana.
Aliran progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia
pendidikan saat ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan
kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebaikan baik secara fisik
maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang
terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang
lain. Oleh karena itu, filsafat progresivisme tidak menyetujui pendidikan yang
otoriter. John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan sosialisasi.
Maksudnya sebagai proses pertumbuhan anak didik dapat mengambil ke-
jadiankejadian dari pengalaman lingkungan sekitarnya.
Maka dari itu, dinding pemisah antara sekolah dan masyarakat perlu
dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup di sekolah saja. Dengan demikian,
sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya berintegrasi dengan
lingkungan sekitar. Karena sekolah adalah bagian dari masyarakat. Dan untuk itu,
sekolah harus dapat mengupayakan pelestarian karakteristik atau kekhasan
lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana sekolah itu berada. Untuk dapat
melestarikan usaha ini, sekolah harus menyajikan program pendidikan yang dapat
memberikan wawasan kepada anak didik tentang apa yang menjadi karakteristik
atau kekhususan daerah itu.
Untuk itulah, filsafat progresivisme menghendaki sisi pendidikan dengan
bentuk belajar “sekolah sambil berbuat” atau learning by doing. Dengan kata lain
akal dan kecerdasan anak didik harus dikembangkan dengan baik. Perlu diketahui
pula bahwa sekolah tidak hanya berfungsi sebagai pemindahan pengetahuan
(transfer of knowledge), melainkan juga berfungsi sebagai pemindahan nilai-nilai
(transfer of value), sehingga anak menjadi terampil dan berintelektual baik secara
fisik maupun psikis. Untuk itulah sekat antara sekolah dengan masyarakat harus
dihilangkan.

Dari penjelasan di atas, simpulkan semua informasi mengenai filsafat


pendidikan Progresivisme!
g. Filsafat Pendidikan Esensialisme
Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-
nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Dasar pijakan
aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada
keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan
harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang
memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Essensialisme mempunyai pandangan bahwa pendidikan sebagai pemelihara
kebudayaan. Aliran ini ingin kembali kepada kebudayaan lama, warisan sejarah
yang telah membuktikan kebaikan-kebaikan bagi kehidupan manusia. Aliran ini
berpedoman pada peradaban sejak zaman Renaissance. Pada zaman Renaissance
telah berkembang dengan megahnya usaha-usaha untuk menghidupkan kembali
ilmu pengetahuan dan kesenian serta kebudayan purbakala, terutama di zaman
Yunani dan Romawi. Dalam zaman Renaissance muncul tahap-tahap pertama dari
pemikiran essensialis yang berkembang selanjutnya sepanjang perkembangan
zaman Renaissance itu sendiri, yang mempunyai ciri-ciri utama yang berbeda
dengan aliran progresifisme. Perbedaannya yang utama adalah memberikan dasar
berpijak kepada pendidikan yang penuh fleksibel, dimana serba terbuka untuk
perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.
Essensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak kepada nilai-
nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan
nilai-nilai tertinggi yang tata dan jelas. Paham filsafat idialisme Plato dan faham
idialisme Aristoteles adalah dua aliran pikiran yang membetuk konsep-konsep
berpikir golongan isensialisme. Jadi pandangan filsafat essensialisme meramu dan
menampung dua aliran filsafat itu (tetapi tidak lebur jadi satu dan tidak melepaskan
sifat yang utama pada masing-masing), yang kemudian mereka terapkan pula dalam
bidang pendidikan.
Essensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi
terhadap hidup yang mengarah keduniawian, serba ilmiah dan materialistik. Selain
itu juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut idialisme yang
bersifat spiritual dan realisme yang titik berat tujuannya adalah mengenai alam dan
dunia fisik. Adapun beberapa tokoh utama yang berperan dalam penyebaran
essensialisme, yaitu:
1) Desiderius Erasmus (akhir abad 15)
2) Johan Amos Comenius (1592 – 1670)
3) John Locke (1632 – 1704)
4) Johan Heinrich Pestalozzi (1746 – 1827)
5) Johan Friedrich Frobel (1782 – 1852)
6) Johan Friedrich Herbert (1776 – 1841)
7) William T. Harris (1835-1909)
Berbicara tentang perubahan, esensialisme berpendapat bahwa perubahan
merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat diubah dalam kehidupan sosial.
Mereka mengakui evolusi manusia dalam sejarah, namun evolusi itu harus terjadi
sebagai hasil desakan masyarakat secara terus- menerus. Perubahan terjadi sebagai
kemampuan intelegensi manusia yang mampu mengenal kebutuhan untuk
mengadakan cara-cara bertindak, organisasi, dan fungsi sosial.

Dari penjelasan di atas, simpulkan semua informasi mengenai filsafat


pendidikan Esensialisme!
RANGKUMAN

Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-
masalah pendidikan. Ruang lingkup filsafat pendidikan antara lain: (1) pendidik; (2) murid
atau anak didik; (3) materi pendidikan; (4) perbuatan mendidik; (5) metode pendidikan; (6)
evaluasi pendidikan; (7) tujuan pendidikan; (8) alat pendidikan dan (9) lingkungan
pendidikan. Peran filsafat pendidikan yaitu mempelajari problematika: (1) realita; (2)
hakikat pengetahuan; (3) nilai; serta (4) problem. Selain itu, dalam pelaksanaannya, filsafat
pendidikan harus menyesuaikan diri dengan beberapa aspek berikut: (1) Usia anak didik; (2)
Tujuan lembaga pendidikan; (3) Visi dan misi pendidikan; (4) Kemampuan berpikir dan
bakat anak didik; (5) Dukungan materiil orangtua anak didik; serta (6) Dukungan sarana dan
prasarana. Adapun fungsi filsafat pendidikan, yaitu: (1) fungsi spekulatif; (2) fungsi
normative; (3) fungsi kritik; (4) fungsi teori dan praktek; serta (5) fungsi integratif.
Jenis filsafat pendidikan, antara lain: (1) Idealisme yang menganggap bahwa peserta
didik harus diberi kebebasan untuk mengikuti ilmu yang ada sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampan masing-masing sesuai jenjang usianya dan pendidikan difokuskan pada
pembentukan karakter; (2) Realisme yang menganggap bahwa pendidikan ideal adalah studi
tentang pengetahuan yang diorganisir dan diklasifikasikan ke dalam disiplin ilmu dengan
baik; (3) Pragmatisme yang menganggap bahwa pendidikan yang ideal adalah pendidikan
yang menekankan pada pengalaman hidup dan cara menghadapi masalah dimanapun peserta
didik berada karena sejatinya peserta didik sudah memiliki bekal akal dan kecerdasan; (4)
Materialisme menganggap bahwa fakta-fakta, data-data, peristiwa dan fenomena yang nyata
adalah hal-hal yang penting untuk dipelajari sehingga perlu adanya pembelajaran yang
merujuk pada penguasaan pengetahuan tersebut seperti pembelajaran yang lebih
menekankan pada pengetahuan empiris yang mementingkan gerakan fisik di dalam otak; (5)
Eksistensialisme menganggap bahwa kebebasan individu adalah hal yang terpenting
sehingga pendidikan yang ideal harus berpusat pada peserta didik dan guru hanya berperan
sebagai fasilitator; (6) Progresivisme menganggap bahwa pendidikan yang baik harus
membekali peserta didik dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan bertahan hidup
sehingga pendidikan progresivisme biasanya melibatkan masyarakat dan memiliki konsep
learning by doing; serta (7) Esensialisme menganggap bahwa pendidikan harus berpijak
pada nilai-nilai kebudayaan di masyarakat sehingga pendidikan yang dilaksanakan bersifat
fleksibel, terbuka pada perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.

DAFTAR PUSTAKA
Kristiawan, M. (2016). Filsafat Pendidikan (The Choice Is Yours). Yogyakarta: Penerbit Valia
Pustaka Yogyakarta.
Amka. (2019). Filsafat Pendidikan. Sidoarjo: Nizamia Leaning Center.
Thabrani, A. M. (2015). Filsafat dalam Pendidikan. Jember: IAIN Jember Press.
Salahudin, A. (2011). Filsafat Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai