TMK 3 ISIP4213 Sistem Politik Indonesia

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : DESMAWAN HIDAYAT

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 030791293

Kode/Nama Mata Kuliah : ISIP4213/Sistem Politik Indonesia

Kode/Nama UPBJJ : 20 / BANDAR LAMPUNG

Masa Ujian : 2022/23.2(2023.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
JAWABAN
1. Pada masa Orde Baru, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) merupakan kekuatan
penting untuk mempertahankan kepemimpinan Soeharto. Selain menjaga keamanan dan
ketertiban negara, ABRI juga terlibat dalam politik, yang bertujuan untuk mengelola dinamika
pemerintahan Orde Baru. Perangkapan peran ABRI tersebut dikenal sebagai Dwifungsi, yaitu
doktrin yang menyatakan ABRI memiliki dua tugas atau peran ganda dalam pemerintahan
Soeharto.
Berikut peran ABRI pada masa pemerintahan Orde Baru.
Istilah Dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru menggambarkan peran gandanya pada masa
pemerintahan Soeharto. Seiring dengan naiknya Soeharto sebagai Presiden Indonesia dan setelah
peristiwa G30S, doktrin Dwifungsi ABRI diterapkan untuk menjalankan fungsi rangkap dalam
bidang sosial politik dan pertahanan keamanan. Konsep Dwifungsi ABRI sendiri digagas oleh
AH Nasution, yang menekankan ABRI sebagai stabilisator dan dinamisator. Kebijakan
Dwifungsi ABRI diterapkan sejak awal Orde Baru, tetapi baru disahkan oleh Soeharto pada 1982
melalui UU Nomor 20 Tahun 1982.
Melalui kebijakan ini, ABRI berhasil mendominasi lembaga eksekutif dan legislatif Orde Baru.
Sejak 1970-an, banyak perwira ABRI yang masuk sebagai anggota DPR, MPR serta DPD
tingkat provinsi. Selain itu, Dwifungsi ABRI juga berperan penting dalam mengendalikan arah
politik dari organisasi Golkar. Pada masa Orde Baru, banyak perwira ABRI yang menjabat
sebagai kepala pejabat, seperti Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, yang merupakan Jenderal
KKO Angkatan Laut. Setelah Ali Sadikin purnatugas, posisinya digantikan oleh Tjokropranolo,
mantan jenderal di Angkatan Darat.
Sayangnya, penerapan Dwifungsi ABRI banyak memberikan dampak negatif bagi masyarakat
dan terjadi berbagai penyimpangan. Salah satu dampak konsep Dwifungsi ABRI dalam
kehidupan masyarakat adalah berkurangnya jatah warga sipil di bidang pemerintahan karena
banyaknya anggota ABRI yang menjabat di pemerintahan. Kemudian, keterlibatan militer dalam
kehidupan sosial politik juga mengakibatkan militer berubah menjadi alat kekuasaan rezim untuk
melakukan pembenaran atas kebijakan pemerintah. Puncak kejayaan ABRI terjadi pada 1900-an,
saat ABRI memegang peranan penting di sektor pemerintahan, mulai dari bupati, wali kota,
pemerintah provinsi, duta besar, pimpinan perusahaan milik negara, hingga menjadi menteri di
kabinet Soeharto. Seiring berjalannya waktu, ABRI dianggap terlalu banyak mencampuri urusan
sipil negara, hingga melanggar hak asasi manusia (HAM). Itulah kenapa, Dwifungsi ABRI
dihapus seiring dengan runtuhnya rezim Presiden Soeharto di era Orde Baru.
2. Konsep desentralisasi memiliki makna penting terjadinya pergeseran paradigma
penyelenggaraan pemerintahan dari sentripetal yakni bergerak dari titik yang menuju satu pusat
kekuasaan yang disebut sentralisasi seperti yang terjadi pada masa Orde Baru, kepada sentrifugal
yakni menjadi menyebar atau keluar dari satu pusat kekuasaan tersebut. Dalam praktik nyatanya
desentralisasi adalah pemberian kesempatan bagi entitas lain melaksanakan fungsi pemerintahan
sehingga tidak terpusat pada satu titik kekuasaan. Kondisi yang demikian, sesungguhnya
menegaskan bahwa desentralisasi sebagai pilihan atas kenyataan mengenai praktik pemerintahan
sentralisitis yang gagal. Bahwa kebijakan desentralisasi untuk otonomi daerah pada dasarnya
merupakan koreksi terhadap kegagalan sistem sentralisasi dan uniformisasi pemerintahan yang
selama ini berlaku.
a) Konsep pertama, vertical decentralization. Dalam konsep ini desentralisasi dimaknai sebagai
salah satu cara untuk menggambarkan sistem dimana pemerintah atau administrasi dibagi di
antara banyak tingkatan. Desentralisasi vertikal berkenaan dengan suatu sistem yang
menegaskan jumlah tingkatan yang ada. Sebuah negara yang pemerintahanya terdiri dari
beberapa tingkatan memiliki sistem pemerintahan yang lebih terdesentralisasi secara vertikal
daripada yang hanya memiliki satu tingkat pemerintahan atau hanya satu pusat pemerintah.
Penjelasan Triesman ini mengadopsi pikiran Thomas Jefferson, bahwa desentralisasi vertikal
akan membagi dan membatasi kekuasaan pemerintah pusat yang berpotensi terjadi
penyalahgunaan kekuasaan dan selanjutnya memastikan bahwa setiap keputusan dapat dibuat
pada tingkat di mana pejabat memiliki kompetensi yang sesuai.
b) Konsep kedua, decision making decentralization. Konsep ini berfokus pada bagaimana
wewenang untuk membuat keputusan politik didistribusikan di antara berbagai tingkatan.
Seperti yang dikatakan oleh Bird dalam Galeotti, Salmon & Wintrobe eds. (2000:129-149)
bahwa pertanyaan utama sehubungan dengan desentralisasi politik adalah siapa yang
memutuskan. Jika wewenang untuk memutuskan ada di tangan pemerintah pusat, maka
sistem lebih efektif sentralistis namun jika semua hak pengambilan keputusan diberikan
kepada pemerintah tingkat terendah maka sistem lebih cenderung desentralisasi.
c) Konsep ketiga, appointment decentralization. Konsep ini menyangkut tingkat di mana para
pejabat di berbagai tingkatan diangkat dan diberhentikan. Dijelaskan bahwa jika unit tingkat
pertama menunjuk eksekutif di tingkat kedua, berarti lebih tersentralisasi daripada jika para
aktor pejabat tingkat kedua memilih eksekutif mereka secara independen. Hubungannya
bahwa semakin banyak keputusan pengangkatan pejabat dari atas maka semakin rendah
kedalaman desentralisasinya.
d) Konsep keempat, electoral decentralization. Konsep ini berkenaan dengan desentralisasi
pemilu yang diartikan sebagai proporsi tingkatan di mana pemilihan langsung diadakan
untuk memilih eksekutif (atau legislator yang kemudian memilih eksekutif). Berbeda dengan
konsep appointment decentralization, konsep ini lebih mengutamakan cara-cara di mana para
eksekutif lokal dipilih.
e) Konsep kelima, fiscal decentralization. Desentralisasi fiskal menyangkut cara penerimaan
pajak dan pengeluaran untuk belanja publik didistribusikan diantara berbagai tingkatan
pemerintahan. Bahwa semakin besar desentralisasi penerimaan pajak, semakin besar bagian
dari total penerimaan pajak yang diterima tingkatan daerah. Jadi belanja daerah akan
meningkat seiring dengan porsi total pengeluaran publik yang didanai dari anggaran daerah.
f) Konsep keenam, personnel decentralization. Konsepsi ini berfokus pada bagaimana sumber
daya administratif / aparat didistribusikan pada berbagai tingkatan pemerintahan. Semakin
besar personel administratif atau aparat yang dipekerjakan di tingkat yang lebih rendah,
semakin besar desentralisasi personel.
Dari beragam konsep yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli terdapat suatu benang merah
bahwa desentralisasi merupakan transfer kekuasaan atau kewenangan dan tanggung jawab
fungsi-fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah atau pemerintahan
sub nasional dalam politik-administratif dan teritorial hirarki yang mencakup berbagai dimensi.

3. Peran Indonesia dalam hubungan internasional tidak dapat dipisahkan dari kebijakan politik luar
negeri Indonesia. Politik luar negeri adalah kebijakan, sikap, dan langkah pemerintah Republik
Indonesia dalam melakukan hubungan dengan negara lain. Indonesia menerapkan politik luar
negeri yang bebas-aktif. Yang dimaksud dengan bebas aktif bukan merupakan politik netral,
melainkan politik luar negeri yang bebas dan aktif dalam menentukan sikap terhadap
permasalahan internasional. Dalam menjalankan politik luar negeri yang berprinsip bebas aktif,
Indonesia berasaskan pada tiga landasan. Tiga landasan politik luar negeri Indonesia adalah
landasan idiil, landasan konstitusional, dan landasan operasional.

Landasan Idiil
Landasan idiil politik luar negeri adalah sebuah dasar dari bentuk ideologi suatu negara dalam
menjalin hubungan internasional. Landasan idiil politik luar negeri Indonesia adalah Pancasila.
Pancasila telah menjadi ideologi negara yang merupakan pedoman hidup bangsa. Maka, dalam
membentuk kebijakan luar negeri harus berlandaskan kelima prinsip Pancasila.
Penerapan kelima prinsip tersebut adalah:
a) Prinsip Ketuhanan: Negara Indonesia menjalankan pemerintahan, termasuk dalam menjalin
hubungan dengan luar negeri berdasarkan prinsip ketuhanan sesuai dengan sila pertama
Pancasila.
b) Prinsip Kemanusiaan: Prinsip kemanusiaan menunjukkan persamaan derajat seluruh manusia
tanpa membedakan status sosial, jabatan dan unsur lainnya. Sehingga, segala bentuk
penindasan yang ada harus ditolak.
c) Prinsip Persatuan: Segala bentuk upaya untuk mempertahankan persatuan, perdamaian, dan
keselarasan masyarakat, serta membangun pertahanan dan kesatuan.
d) Prinsip Demokrasi: Bentuk kebijakan yang mampu memecahkan masalah dan mampu
menghadapi masa depan bersama-sama dengan bekerjasama, saling membantu, dan
bermusyawarah untuk mencapai mufakat.
e) Prinsip Keadilan: Upaya mengedepankan prinsip keadilan untuk kesejahteraan dan
perdamaian seluruh rakyat Indonesia.

Landasan Konstitusional
Landasan konstitusional adalah sebuah landasan negara yang bekerjasama dengan semua aturan
dan ketentuan ketatanegaraan suatu bangsa. Landasan konstitusional politik luar negeri Indonesia
adalah Undang-Undang Dasar atau UUD 1945. Khususnya yang tercantum dalam alinea pertama
dan keempat pembukaan UUD 1945. Alinea pertama yang menyatakan bahwa kemerdekaan
adalah hak segala bangsa dan penjajahan di seluruh dunia harus dihapuskan.
Alinea keempat menyatakan bahwa Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Selain itu, terdapat juga dalam
pasal 11 UUD 1945 yang menyatakan bahwa presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat atau DPR menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.

Landasan Operasional
Landasan operasional adalah sebuah landasan yang dipakai untuk mengelola kehidupan nasional
sebuah negara secara keseluruhan. Landasan operasional politik luar negeri Indonesia mencakup
semua wujud kebijakan luar negeri Indonesia yang memiliki basis operasional. Basis operasional
atau komponen landasan operasional meliputi:
a) Undang-undang atau UU nomor 37 Tahun 1999 tentang hubungan luar negeri.
b) UU Nomor 24 Tahun 2000 yang mengatur tentang segala bentuk perjanjian internasional.
c) UU Nomor 25 Tahun 2004 mengenai sistem di dalam perencanaan pembangunan nasional
termasuk di dalamnya langkah-langkah untuk mencapai kemajuan.
d) Kebijakan Menteri Luar Negeri
Kebijakan Presiden berkaitan dengan hubungan luar negeri.
Landasan operasional politik luar negeri Indonesia sifatnya dinamis karena mengikuti
perkembangan zaman dan disesuaikan dengan kebijakan masing-masing pemerintahan pada
masanya.

Anda mungkin juga menyukai