LP DM Rsud Soewondo Kendal

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT DIABETES MELLITUS

DI RUANG KENANGA RSUD DR H. SOEWONDO

Dosen pembimbing : Ns. Dyah Restuning PMkep

Disusun Oleh :

Nama : Rifki choirulamri

NIM : 2107071

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN, BISNIS,DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG

TAHUN 2023/2024
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Diabetes adalah penyakit menahun (kronis) berupa gangguan metabolic yang
ditandai dengan kadar gula darah yang meningkat melebihi batas normal. Diabetes
merupakan penyakit tidak menular yang cukup serius dimana insulin tidak dapat
diproduksi secara maksimal oleh pancreas ( Safitri & Nurhayati, 2019).
Diabetes melitus adalah suatu kelompok gangguan metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia atau kadar glukosa darah yang tingi yang dapat terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya,( Marzel, 2021).
Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glokusa darah
diatas nilai normal. Peningkatan kadar glokusa darah tersebut diakibatkan karena adanya
gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Riskesdas, 2013). DM pada
lansia adalah penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia yang disebabkan karena
lansia tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak
mampu menggunakan insulin secara efektif (Nugroho, 2012).Pada organ tubuh lansia
akan terjadi kelebihan glukosa di dalam darah serta akan dirasakan setelah terjadi
komplikasi lanjut, setelah itu akan terjadi pada semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan maupun gejala yang sangat bervariasi ( Gibney, 2009 dalam
(Musthakimah, 2019).
2. Etiologi
Lansia di sebabkan oleh faktor genetik, usia, obesitas dan aktifitas fisik kemudian
dengan berjalannya usia yang semakin meningkatan secara bertahap di karenakan terjadi
proses menua, faktor genetik , IMT serta aktivitas fisik yang kurang menururt Adamo,
(2008) dalam (Musthakimah, 2019). Menurut Nurarif & Hardhi, (2015) dalam (Raharjo,
2018) etiologi diabetes mellitus, yaitu :
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) tipe 1
Diabetes yang tergantung pada insulin diandai dengan penghancuran sel-sel beta
pancreas yang disebabkan oleh :
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya
2) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing .
3) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Disebabkan oleh kegagalan telative beta dan resisten insulin. Secara pasti
penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak
tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat.
DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.
Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar
tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes Melitus tipe II
disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen
bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa,
tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b) Obesitas
c) Riwayat keluarga
d) Kelompok etnik

3. Patofisiologi
Profisiologi diabetes mellitus (Brunner &Suddarth, 2013)
a. DM tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan pankreas menghasilkan insulin
karena hancurnya sel-sel beta pankreas telah dihancurkan dengan proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan)
Jika konsenterasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosaria). Ketika ghakosa yang berlebihan dickskresikan
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan yang berlebihan, klien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga menganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Klien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelemahan dan kelelahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenelisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukosaneogenesis (pembentukan glukosa baru dari
asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produksi samping pemecahan
lemak.
b. DM tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa di dalam sel Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes
tipe II, namun masih terdapat insulin yang mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II.

4.Pathways
Kerusakan sel
Beta

Ketidakseimbangan hiperglikemia syok hiperglikemik koma diabetik


Produksi insulin

Gula darah tidak dapat batas melebihi glukosuria resiko


Resiko infeksi
infeksi
Dibawa dalam sel ambang ginjal

Anabolisme protein menurun dieresis osmotik


Kerusakan pada antibody poliuri

Kekebalan tubuh menurun kehilangan

elektrolit
Dalam sel
Neuropati sensori perifer dehidrasi

Klien tidak merasa sakit Resiko syok

Nekrosis luka Kehilangan kalori

Gangrene Sel kekurangan bahan merangsang


untuk metabolisme hipotalamus

Kerusakan integritas
jaringan
Protein dan lemak dibakar pusat lapar
Dan haus
BB menurun polldipsia polipagia

Keletihan Ketidak seimbangan


nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Sumber : Asuhan Keperawatan Praktis, 2016


5. Manifestasi Klinis
Gejala klasik pada DM adalah:
a. Poliuri (banyak buang air kecil), frekuensi buang air kecil meningkat termasuk
pada malam hari.
b. Polidipsi (banyak minum), rasa haus meningkat.
c. Polifagi (banyak makan), rasa lapar meningkat.
d. Gejala lain yang di rasakan pendeerita.
e. Kelemahan atau rasa lemah sepanjang hari
f. Kelemahan
g. Penglihatan atau pandangan kabur
h. Pada keadaan ketoasidosis akan menyebabkan mual dan muntah
i. Penurunan kesadaran

Tanda yang bisa diamati pada pendeita DM adalah:


a. Kehilangan berat badan
b. Luka, goresan lama sembuh
c. Kaki kesemutan, mati rasa, infeksi kulit

6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan secara medis
1) Obat Hipoglikemik oral
a) Golongan Sulfonilurea/sulfobyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan
dengan obat golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glucosidase
atau insulin. Obat golongan inni mempunyai efek utama meningkatkan
produksi insulin oleh sel-sel beta pancreas, karena itu menjadi pilihan
utama para penderita DM tipe II dengan berat badan yang berlebihan.
Obat-obat yang beredar dari kelompok ini adalah:
i. Glibenklamida (5 mg/tablet)
ii. Glibenklamida micronized (5 mg/tablet)
iii. Glikasida (80 mg/tablet)
iv. Glikuidon (30 mg/tablet)
b) Golongan Biguanid/Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati,
memperbaiki ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer).
Dianjurkan sebagai obat tunggal pasien dengan kelebihan berat badan.
c) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di
saluran pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah
makan. Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih
normal.
b. Penatalaksanaan secara keperawatan
1) Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan.
Walaupun telah mendapat tentang penyuluhan perencanaan makanan, lebih
dari 50 % pasien tidak melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya
mempertahankan menu diet seimbang. dengan komposisi idealnya sekitar 68
% karbohidrat, 20% lemak dan 12 % protein. Karena itu diet yang tepat
untuk mengendalikan dan mencegah agar berat badan tidak menjadi
berlebihan dengan cara : Kurangi kalori, kurangi lemak, konsumsi
karbohidrat komplek, hindari makanan yang manis, perbanyak konsumsi
serat.
2) Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin
bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan,
memperkuat jantung, dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan
olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga
yang berat-berat.
7. Pemeriksaan Penunjang
Jenis pemeriksaan laboratorium yang berkaitan dengan DM:
a. Glukosa urin
Pemeriksaan ini banyak dipakai dahulu kala untuk mengetahui perkiraan kadar
glukosa darah, tetapi tidak dapat mendeteksi adanya hipoglikemin. Selain itu.
banyaknya glukosa yang dikeluarkan di dalam urin tergantung dari ambang
ginjal. terhadap glukosa. Bila ambang ginjal untuk glukosa rendah seperti pada
glukosuria renal akan terdapat glukosa di dalam urin walaupun tidak dijumpai
hiperglikemia. Keadaan ini dapat dijumpai pada wanita hamil.
b. Kadar gula darah
Untuk mengetahui adanya DM dan pengontrolan kadar gula darah dapat
diketahui dengan mengukur kadar gula darah puasa atau kadar gula darah
sewaktu seperti terlihat pada alogaritma 1 atau 2.
c. Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Pemeriksaan TTGO bila didapatkan kadar gula darah yang meragukan baik
pada kadar gula darah puasa maupun sewaktu seperti terlihat pada alogaritma
1 atau 2 Lintuk pemeriksaan TTGO pasien harus memenuhi persyaratan sbb:
1) Tiga hari sebelum pemeriksaan, makan dan kegiatan jasmani dilakukan
seperti biasa. Puasa satu malam 10-12 jam
2) Di laboratorium pasien dilakukan pemeriksaan gula darah puasa,
kemudian diberikan 250ml air yang ditambahkan 75g glukosa, yang
dihabiskan dalam waktu 5 menit.
3) Selama menunggu 2 jam pasien istirahat dan tidak merokok.
4) Periksa kada gula darah 2 jam pasca penambahan glukosa

d. Hemoglobin glikasi (HbAle)


Sebagaimana diketahui hemoglobin di dalam tubuh akan mengalami glikasi
dengan kecepatan yang proporsional dengan kadar glukosa darah. Reaksi ini
terjadi secara reversible membentuk senyawa stabil yang disebut hemoglobin
glikasi atau hemoglobin Ale.

8. Komplikasi
Komplikasi diabetes millitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik, (Carpenito, 2001).
a. Komplikasi Akut
Ada 3 komplikasi akut pada diabetes millitus yang penting dan berhubungan
dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga
komplikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002 : 1258)
1) Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasedosis diabatik merupakan definisi insulin berat dan akut dari suatu
perjalanan penyakit diabetes mellitus. Diabetic ketoasedosis disebabkan
oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata
(Smeltzer, 2002 : 1258)
2) Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang dinominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat
kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak
terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN (Smeltzer, 2002 : 1262)
3) Hypoglikemia
Hypoglikemia (kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi kalau
kadar glukosa dalam darah dibawah 50 hingga 60 mg/dl, keadaan ini dapat
terjadi akibat pemberian preparate insulin atau preparate oral yang
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer, 2002 :
1256).
b. Komplikasi kronik
Diabetes Melitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah diseluruh
bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu:
(Long 1996)
1) Mikrovaskuler
a) Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan-perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah
meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang
menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin (Smeltzer, 2002: 1272)
b) Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan kabur
sampai kebutaan. Keluhan penglihan kabur tidak selalu disebabkan
retinopati (Sjaifoellah. 1996 588). Katarak disebabkan karena
hiperglikemia yang berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakan
lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996: 16)
c) Neuropati Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem saraf
otonom, Medulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan
perubahan-perubahan metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin
yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan
kondisi saraf (Long, 1996: 17).
2) Makrovaskuler
a) Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik atau Diabetes Melitus. Lemak yang
menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri
(arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau
stroke
b) Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf-saraf sensorik, keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi
yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah-celah kulit yang
mengalami hipertropi, pada sel sel kuku yang tertanam pada bagian kaki,
bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus demikian juga pada daerah-
daerah yang terkena trauma (Long, 1996: 17)
c) Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai
darah keotak menurun (Long, 1996:17)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
3) Riwayat Penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4) Riwayat Penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
Pengumpulan Data
1. Aktivitas istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan seperti
aktivitas makan, berpakaian(mengenakan pakaian), menuju kamar mandi,
eliminasi (Ketidakmampuan mencapai toilet), hilangnya rasa, paralisis,
hemiplegi, mudah lelah, kesulitan dalam membolak-balikkan posisi,
kelemahan dan susah tidur.
2. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia. Dan hipertensi arterial.
3. Integritas ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria,
distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
5. Makan dan minum
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,
dysfagia serta kelemahan otot pengunyah.
6. Neuro sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.
Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur,
dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada
bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi
yang sama di muka, gangguan sistem saraf pusat
7. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka,
ketidaknyamanan.
8. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas,
whezing, ronchi.
9. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan
persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan
mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
10. Interaksi social
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi serta sulit
mengungkapkan kata-kata.
2. Diagnosa keperawatan
Setelah di dapatkan data dari pengkajian yang dilakukan secara
menyeluruh, maka dibuatlah analisa data dan membuat kesimpulan diagnosis
keperawatan. Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi klien
dengan diabetes mellitus dengan menggunakan Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia :
1) Perfusi perifer tidak efektif b.d. hiperglikemia
2) Gangguan integritas kulit/jaringan b.d nekrosis luka
3) Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d resistensi insulin
4) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
5) Risiko Jatuh d.d gangguan Penglihatan (PPNI, 2018a)
3. Rencana Asuhan Keperawatan
(PPNI, 2018b) (PPNI, 2018c)
Diagnosis Keperawatan Intervensi Keperawatan

Perfusi perifer tidak efektif 1. Perawatan sirkulasi


b.d hiperglikemia Tindakan
Observasi
• Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle-
brachial index)
• Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes. Perokok, orang tua, hipertensi
dan kadar kolesterol tinggi)
• Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas

Terapeutik

• Hindari pengukuran infus atau pengumpulan darah di area keterbatasan perfusi


• Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
• Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cedera
• Lakukan pencegahan infeksi
• Lakukan perawatan kaki dan kuku
• Lakukan hidrasi

Edukasi
• Anjurkan berhenti merokok
• Anjurkan berolahraga rutin
• Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
• Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan penurun
kolesterol,jika perlu
• Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
• Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
• Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis.melembabkan kulit kering pada kaki)
• Anjurkan program rehabilitasi vaskular
• Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis.rendah lemak jenuh,minyak ikan
omega3)
• Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis.rasa sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
2. Manajemen sensasi perifer
Tindakan
Observasi
 Identifikasi penyebab perubahan sensasi Identifikasi penggunaan alat pengikat, prostesis,
sepatu, dan pakaian
 Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin
 Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda
 Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
 Monitor perubahan kulit
 Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena
Terapeutik
 Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya (terlalu panas atau dingin)
Edukasi
 Anjurkan penggunaan termometer untuk menguji suhu air
 Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
 Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
 Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu

Gangguan integritas 1. Perawatan integritas kulit


kulit/jaringan b.d nekrosis Tindakan
luka Observasi
 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan sirkulasi, perubahan status
nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
Terapeutik
 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
 Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
 Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
 Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
 Gunakan produk berbahan ringan/alami dan ooalergik pada kulit sensitif
 Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
 Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum)
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
 Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
 Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada di luar rumah
 Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
2. Perawatan luka
Tindakan
Observasi
 Monitor karakteristik luka (mis. drainase, wama, ukuran, bau)
 Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
 Lepaskan balutan dan plester secara perlahan Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
 Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
 Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
 Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. vitamin A, vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai
indikasi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
 Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur debridement (mis. enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

Ketidakstabilan kadar 1. Manajemen hiperglikemia


glukosa darah b.d resistensi Tindakan
insulin Observasi
 Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
 Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat (mis, penyakit kambuhan)
Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
 Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis. poliuria, polidipsia, polifagia, kelemahan,
malaise,pandangan kabur, sakit kepala)
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor keton urin, kadar analisa gas darah, elektrolit, tekanan darah ortostatik dan frekuensi
nadi
Terapeutik
 Berikan asupan cairan oral
 Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk
 Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik

Edukasi

 Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL
 Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandi
 Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
 Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika perlu
 Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. penggunaan insulin, obat oral, monitor asupan cairan,
penggantian karbohidrat, dan bantuan profesional kesehatan)
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
 Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
2. 2. Manajemen hipoglikemia
Tindakan
Observasi
 Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
Terapeutik
 Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
 Berikan glukagon, jika perlu
 Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Pertahankan akses IV, jika perlu
 Hubungi layanan medis darurat, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap saat
 Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
 Anjurkan monitor kadar glukosa darah
 Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan diabetes tentang penyesuaian program pengobatan
 Jelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral, dan olahraga
 Ajarkan pengelolaan hipoglikemia (mis. tanda dan gejala, faktor risiko, dan pengobatan
sshipoglikemia)
 Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah hipoglikemia (mis. mengurangi insulin/agen oral
dan/atau meningkatkan asupan makanan untuk berolahraga).
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dekstrose, jika perlu
 Kolaborasi pemberian glukagon, jika perlu

Nyeri akut b.d agen Manajemen nyeri


pencedera fisiologis Tindakan
Observasi

 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, Intensitas nyeri


 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respons nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyaninan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik

 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyar (mis. TENS, hipnosis, akupresur,
terapi musik, feedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik Imajinasi terbimbing. Kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan Kolaborasi teknik ncnfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

 pemberian analgetik, jika perlu

Pemberian analgesic
Tindakan
Observasi
 identifikasi karakteristik nyeri
 identifikasi riwayat alergi obat
 identifikasi kesesuaian jenis analgesic
 monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
 monitor efektifitas analgesik

Terapeutik

 diskusikan jenis analgesic yang disukai


 tetapkan target efektivitas analgesic
 dokumentasikan respon terhadap efek analgesik

Edukasi

 jelaskan efek terapi dan efek samping obat

Risiko jatuh d.d gangguan 1. pencegahan jatuh


penglihatan Tindakan
Observasi
 Identifikasi faktor risiko jatuh (mis. usia >65 tahun, penurunan tingkat kesadaran, defisit
kognitif, hipotensi ortostatik, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, neuropati)
Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai dengan kebijakan institusi
 Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh (mis. lantai licin, penerangan
kurang)
 Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis. Fall Morse Scale, Humpty Dumpty Scale),
jika perlu
 Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda dan sebaliknya
Terapeutik
 Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
 Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi terkunci
 Pasang handrail tempat tidur
 Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendan
 Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat dengan pantauan perawat dari nurse station
 Gunakan alat bantu berjalan (mis. kursi roda, walker)
 Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi
 Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk berpindah
 Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
 Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
 Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan keseimbangan saat berdiri
 Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil perawat

2. Manajemen keselamatan lingkungan


Tindakan
Observasi
 Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis. kondisi fisik, fungsi kognitif dan riwayat perilaku)
 Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Terapeutik
 Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis. fisik, biologi,dan kimia), jika memungkinkan
 Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
 Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis. commode chair dan pegangan tangan)
 Gunakan perangkat pelindung (mis. pengekangan fisik, rei samping, pintu terkunci, pagar)
 Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas (mis. puskesmas, polisi, damkar)
 Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman - Lakukan program skrining bahaya lingkungan
(mis. timbal)
Edukasi
 Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya lingkungan
3. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan
keperawatan yang telah dibuat oleh untuk mencapai hasil yang efektif dalam
pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan dan keterampilan dan
pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang
diberikan baik mutunya. Dengan demikian rencana yang telah ditentukan
tercapai.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan poses
mulai dari pengkajian, diagnose , perencanaan, tindakan dan evaluasi itu
sendiri
DAFTAR PUSTAKA

Bimrew Sendekie Belay. (2022). No Title ,‫ הארץ‬.‫הכי קשה לראות את מה שבאמת לנגד העינים‬
2005–2003 ,8.5.2017 .

PPNI. (2018a). Standar Diagnosa Keperawatan indonesia : Definisi dan Diagnostik


Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.

PPNI. (2018b). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.

PPNI. (2018c). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st ed.). DPP PPNI.

Yenni Ferawati Sitanggang. (2021). Keperawatan Gerontik. Yayasan Kita Menulis.


Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai