Nifas Ny.c
Nifas Ny.c
Nifas Ny.c
Disusun oleh :
Rachma Fatikasari
P27224022346
Prodi Profesi Bidan Reguler
Disusun oleh :
Nama : Rachma Fatikasari
NIM : P27224022346
Kelas : Program Studi Profesi Kebidanan Reguler
CI/Pembimbing Lahan
Tanggal : 25 Oktober 2022
Di : Puskesmas Matesih
Dosen Pembimbing
Tanggal : 26 November 2022
Di : Poltekkes Kemenkes Surakarta
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara
berlahan akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa
nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60%
terjadi pada masa nifas. Dalam angka kematian ibu (AKI) adalah penyebab
banyaknya wanita meninggal dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada
wanita post partum (Maritalia,2012)
Di Negara berkembang seperti indonesia, masa nifas merupakan masa
yang kritis bagi ibu yang sehabis melahirkan. Dirpekirakan bahwa 60%
kematian ibu terjadi setelah persalinan dan 50% diantaranya terjadi dalam
selang waktu 24 jam pertama (Prawirardjo,2006). Tingginya kematian ibu
nifas merupakan masalah yang komlpeks yang sulit diatasi. AKI merupakan
sebagai pengukuran untuk menilai keadaan pelayanan obstretri disuatu
negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan obstretri masih buruk,
sehingga memerlukan perbaikan. Dari laporan WHO di Indonesia merupakan
salah satu angka kematian ibu tergolong tinggi yaitu 420 per 100.000
kelahiran hidup, bila dibandingkan dengan Negara - negara ASEAN lainnya.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sejak tahun 1991 sampai
dengan 2007 mengalami penurunan yaitu dari 390 menjdi 228. Namun
demikian, Survei Demogram Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan yaitu menjadi 359 kematian
ibu per 100.000 kelahiran hidup, dan AKI kembali menunjukkan penurunan
menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil
Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 ( Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia [Kemenkes] RI, 2017).
Jumlah kasus kematian ibu di provinsi jawa tengah dari tahun 2012
sampai dengan tahun 2014 terus mengalami kenaikan dari 116,34 per
100.000 kelahiran hidup menjadi 26,55 per 100.000 kelahiran hidup.
Kemudian mengalami penurunan dari 111,16 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2015 menjadi 109,65 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2016.
Sebagai upaya penurunan AKI, pemerintah melalui Kementerian
Kesehatan sejak tahun 1990 telah meluncurkan Safe Motherhood Initiative,
sebuah program yang memastikan semua wanita mendapatkan perawatan yang
dibutuhkan sehingga selamat dan sehat selama kehamilan dan persalinannya.
Upaya tersebut dilanjutkan dengan program Gerakan sayang Ibu di tahun 1996
oleh Presiden RI. Upaya lain juga telah dilakukan yaitu strategi Making
Pregnancy Safer (Kemenkes RI, 2016)
Menurut Kemenkes RI (2016) Indikator AKI ini, tidak hanya mampu
menilai program kesehatan ibu, terlebih lagi mampu menilai derajat kesehatan
masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan kesehatan,
baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas. Adapun penyebab kematian ibu
menurut Manuaba (2010, hal.38) adalah perdarahan 30,5%, infeksi 22,5%,
gestosis (hiperemesis gravidarum, preeklampsi dan eklampsi) 17,5%, dan
anestesia 2,0%.
Masa nifas merupakan hal penting untuk diperhatikan guna
menurunkan angka kematian ibu dan bayi di indonesia. Dari berbagai
pengalaman dalam menanggulangi kematian ibu dan bayi di banyak negara,
para pakar kesehatan menganjurkan upaya pertolongan difokuskan pada
periode intrapartum upaya ini terbukti telah menyelamatkan lebih dari
separuh ibu bersalin dan bayi baru lahir yang disertai dengan penyulit proses
persalinan atau komplikasi yang mengancam keselamatan jiwa. Namun, tidak
semua interpensi sesuai bagi suatu negara dapat dengan serta merta
dijalankan dan memberi dampak menguntungkan bila diterapkan dinegara
lain.(Saleha, 2009)
Dengan adanya asuhan masa nifas ini dapat menurunkan angka
kematian dan kesakitan. Penatalaksanaan asuhan kebidanan yang menyeluruh
teratur akan meningkatkan pelayanan asuhan kebidanan yang bermutu pada
ibu dimasa nifas. Serta pelayanan di tujukan juga untuk memantau tanda-
tanda bahaya nifas serta kemungkinan-kemungkinan tanda bahaya yang akan
terjadi. Masa nifas dalam konteks sosial, mencerminkan banyak transisi bagi
orang tua, anak dan anggota keluarga yang lain.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka dirumuskan masalah
“Bagaimanakah sikap dan tindakan bidan tentang manajemen asuhan
kebidanan fisiologis nifas di Puskesmas Matesih?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran secara nyata dan mengembangkan pola pikir
ilmiah dalam memberikan asuhan kebidanan pada kasus nifas normal
sesuai standar melalui penerapan manajemen kebidanan.
2. Tujuan Khusus
a. Melaksanakan pengkajian data subjektif pada ibu nifas di Puskesmas
Matesih
b. Melaksanakan pengkajian data objektif pada ibu nifas di Puskesmas
Matesih
c. Menganalisa dan mendiagnosa masalah nifas di Puskesmas Matesih
d. Memberikan penatalaksanaan terhadap masalah nifas di Puskesmas
Matesih
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta mendapatkan
pengalaman dalam melaksanakan asuhan kebidanan secara langsung pada
ibu sehingga dapat digunakan sebagai berkas penulis didalam
melaksanakan tugas sebagai bidan dengan manajemen kebidanan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan sumber kepustakaan dan perbandingan pada asuhan
kebidanan pada ibu nifas fisiologis.
3. Bagi Lahan Praktik
Dapat menjadi bahan masukan dan perbandingan dalam bentuk data bagi
rumah sakit untuk menambah pengetahuan tenaga kesehatan dengan
penatalaksanaan pada pasien dengan “post partum” sehingga dapat
dberikan tindak lanjut dan peningkatan mutu asuhan untuk pasien.
4. Bagi Pasien dan Keluarga
Memberikan pengetahuan dan informasi kepada pasien dan keluarga
tentang perubahan fisiologis masa nifas baik secara biologis dan
psikologis, masalah pada masa , serta asuhan yang tepat setelah bersalin.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Teori Medis
1. Pengertian
Masa nifas (puerperium adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti prahamil.
Lama masa nifas ini, yaitu 6-8 minggu (Bahiyatun, 2009)
Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa Latin, yaitu puer
yang artinya bayi dan parous yang artinya melahirkan atau masa sesudah
melahirkan (Saleha, 2009).
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali sepertisebelum hamil. Masa
nifas kira-kira berlangsung selama 6 minggu (Prawirohardjo, 2009)
2. Tahapan Masa Nifas
Adapun tahapan masa nifas (postpartum puerperium) menurut (Suherni,
dkk 2009) adalah:
a. Puerperium Dini
Masa kepulihan, yakni saat ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan-
jalan.
b. Puerperium Intermedial
Masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ genetal kira-kira 6-8
minggu.
c. Remot Puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
apabila ibu selama hamil (persalinan mempunyai komplikasi)
b. Lochea
Adalah istilah untuk secret dari uterus yang keluar melalui vagina
selama puerperium (Varney, 2007). Ada beberapa jenis lochea, yakni
(Suherni,dkk, 2009) :
1) Lochea Rubra ( Cruenta)
Lochea ini berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel
darah desidua (Desidua yakni selaput tenar rahim dalam keadaan
hamil), venix caseosa(yakni palit bayi, zat seperti salep terdiri atas
palit atau semacam noda dan sel-sel epitel yang menyelimuti kulit
janin), lanugo(yakni bulu halus pada anak yang baru lahir), dan
meconium (yakni isi usus janin cukup bulan yang terdiri atas getah
kelenjar usus dan air ketuban berwarna hijau).
2) Lochea Sanguinolenta
Warnanya merah kuning berisi darah dan lendir. Ini terjadi pada
hari ke 3-7 pasca persalinan.
3) Lochea Serosa
Berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi, pada hari ke
7-14 pasca persalinan.
4) Lochea Alba
Cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2 minggu.
5) Lochea Purulenta
Ini terjadi karena infeksi, keluarnya cairan seperti nanah berbau
busuk.
6) Locheohosis
Lochea yang tidak lancar keluarnya.
c. Perubahan vagina dan perinium
1) Vagina
Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul vugae (lipatan-
lipatan atau kerutan-kerutan) kembali.
2) Perlukaan vagina
Perlukaan vaginayang tidak berhubungan dengan perineum tidak
sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa,
tetapi lebih sering terjadi akibat ekstrasi dengan cunam terlebih
apabila kepala janin harus diputar, robekan terdapat pada dinding
lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum
3) Perubahan pada perineum
Terjadi robekan perineum hampir pada semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan
perineumumumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih
kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul
dengan ukuran yang lebih besar dan pada sirkumfarensia
suboksipito bregmatika. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka
bekas episiotomi(penyayatan mulut serambi kemaluan untuk
mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dan
perawatan dengan baik (Suherni, dkk, 2009).
d. Perubahan pada sistem pencernaan
Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini
disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat
tekanan yang menyebabkan kolonmenjadi kosong, pengeluaran cairan
yang berlebihan pada waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan,
hemorrhoid, laserasi jalan lahir. Supaya buang air besar kembali
teratur dapat diberikan diit atau makanan yang mengandung serat dan
pemberian cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak berhasil dalam
waktu 2 atau 3 hari dapat ditolong dengan pemberian huknah atau
gliserin spuitatau diberikan obat laksanyang lain (Eny Retna
Ambarwati, Diah Wulandari, 2009).
e. Perubahan sistem perkemihan
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu,
tergantung pada
1) keadaan/status sebelum persalinan
2) Lamanya partus kalla II yang dilalui
3) Besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan
(Suherni, dkk, 2009 ).
b. Ambulasi
Ambulasi sedini mungkin sangat dianjurkan, kecuali ada
kontraindikasi. Ambulasi ini akan meningkatkan sirkulasi dan
mencegah risiko tromboflebitis, meningkatkan fungsi kerja
peristaltik dan kandung kemih, sehingga mencegah distensi
abdominal dan konstipasi. Bidan harus menjelaskan kepada ibu
tentang tujuan dan manfaat ambulasi dini. Ambulasi ini dilakukan
secara bertahap sesuai kekuatan ibu. Terkadang ibu nifas enggan
untuk banyak bergerak karena merasa letih dan sakit. Jika keadaan
tersebut tidak segera diatasi, ibu akan terancam mengalami
trombosis vena. Untuk mencegah terjadinya trombosis vena, perlu
dilakukan ambulasi dini oleh ibu nifas.
Pada persalinan normal dan keadaan ibu normal, biasanya ibu
diperbolehkan untuk mandi dan ke WC dengan bantuan orang lain,
yaitu pada 1 atau 2 jam setelah persalinan. Sebelum waktu ini,
ibu harus diminta untuk melakukan latihan menarik napas dalam
serta latihan tungkai yang sederhana Dan harus duduk serta
mengayunkan tungkainya di tepi tempat tidur.
Sebaiknya, ibu nifas turun dan tempat tidur sediri
mungkin setelah persalinan. Ambulasi dini dapat mengurangi
kejadian komplikasi kandung kemih, konstipasi, trombosis vena
puerperalis, dan emboli perinorthi. Di samping itu, ibu merasa
lebih sehat dan kuat serta dapat segera merawat bayinya. Ibu harus
didorong untuk berjalan dan tidak hanya duduk di tempat tidur.
Pada ambulasi pertama, sebaiknya ibu dibantu karena pada saat ini
biasanya ibu merasa pusing ketika pertama kali bangun setelah
melahirkan. (Bahiyatun, 2009, pp.76-77)
e. Senam Nifas
Selama kehamilan dan persalinan ibu banyak mengalami
perubahan fisik seperti dinding perut menjadi kendor, longgarnya
liang senggama, dan otot dasar panggul. Untuk mengembalikan
kepada keadaan normal dan menjaga kesehatan agar tetap prima,
senam nifas sangat baik dilakukan pada ibu setelah melahirkan.
Ibu tidak perlu takut untuk banyak bergerak, karena dengan
ambulasi secara dini dapat membantu rahim untuk kembali kebentuk
semula. Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak hari pertama
melahirkan setiap hari sampai hari yang kesepuluh, terdiri dari
sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk mempercepat
pemulihan ibu. (Suherni, dkk, 2009)
g. Keluarga Berencana
Keluarga berencana adalah salah satu usaha untuk
mencapai kesejahteraan dengan jalan memberi nasihat perkawinan,
pengobatan kemandulan, dan penjarangan kehamilan. KB
merupakan salah satu usaha membantu keluarga / individu
merencanakan kehidupan berkeluarganya dengan baik, sehingga
dapat mencapai keluarga berkualitas.
(2) Umur
Berguna untuk mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan
dan tindakan yang dilakukan (Depkes RI, 10)
(3) Agama
Perlu dicatat untuk mempermudah hubungan bila dalam
keadaan mendesak dan dapat memberi petunjuk keadaan
lingkungan tempat tinggal pasien (Depkes RI, 10)
(4) Pendidikan orang tua
Tingkat pendidikan sangat besar pengaruhnya didalam
tindakan Asuhan Kebidanan, selain itu anak akan lebih
terjamin pada orang tua pasien (anak) yang tingkat
pendidikannya tinggi.
(5) Pekerjaan orang tua : Jenis pekerjaan dapat
menunjukkan tingkat keadaan ekonomi keluarga juga
dapat mempengaruhi kesehatan (Depkes RI, 10).
(6) Alamat
Dicatat untuk mempermudah hubungan bila dalam
keadaan mendesak dan dapat memberi petunjuk keadaan
lingkungan tempat tinggal pasien (Depkes RI, 10)
(7) Kebangsaan
Untuk mengadakan statistik tentang kelahiran mungkin
juga untuk menentukan prognosa persalinan dengan
melihat keadaan panggul.
(8) Perkawinan
Untuk membantu menentukan bagaimana keadaan alat
kelamin dalam ibu itu.
b) Keluhan utama
Ibu dengan nifas fisiologis didapatkan keluhan perut terasa
mules dan nyeri pada luka jahitan.
c) Riwayat keluarga berencana
Perlu dikaji pada klien yang telah mengikuti keluarga
berencana antara lain jenis kontrasepsinya yang digunakan,
efek samping, alasan pemberhentian kontrasepsi dan lamanya
menggunakan alat kontrasepsi. Hal ini dipakai untuk
memotivasi klien setelah melahirkan, disesuaikan dengan
kondisinya.
d) Riwayat penyakit ibu
Ditanyakan untuk mengetahui penyakit apa yang diderita ibu
dan apakah mempengaruhi masa nifas atau tidak.
e) Riwayat psikososial dan spiritual
Keadaan psikologis ibu, sosial ibu dan spiritual ibu apakah ada
pengaruhnya dengan masa nifas.
2) Data Obyektif
a) Pemeriksaan umum
Yaitu pemeriksaan yang dilakukan sesuai kebutuhan dan
tanda-tanda vital meliputi :
Mengukur tekanan darah, apakah ada hypertensi atau tidak
sehingga kita dapat menentukan status kesehatan ibu nifas.
Nadi : Nilai normalnya 60-90x/menit
Suhu : Nilai normalnya 36-370C
Respirasi : Nilai normalnya 18-20x/menit
b) Pemeriksaan khusus
(1) Inspeksi
Periksa pandang, dengan memandang atau melihat apakah
pasien tersebut dalam keadaan normal atau tidak.
(2) Palpasi
Pemeriksaan yang dilakukan dengan rabaan apakah ada
massa atau kelainan lain.
(3) Auskultasi
Periksa dengar, dengan auskultasi kita bisa menyimpulkan
keadaan ibu apakah ada kelainan atau tidak.
(4) Perkusi
Pemeriksaan ketukan ini tidak begitu berarti bila tidak ada
indikasi. Reflek patella positif baik menandakan keadaan
kalsium dan vitamin B yang cukup
c) Pemeriksaan fisik
(1) Kepala : Kebersihan rambut, adanya benjolan.
(2) Muka : Apakah pucat ataut tidak, ekspresi wajah.
(3) Mata : Conjungtiva papebra pucat atau tidak,
conjungtiva bulbi pucat atau tidak, sklera ikterus atau
tidak, kelopak mata bengkak atau tidak.
(4) Mulut : Bibir pucat atau tidak, jika pucat
kemungkinan anemia atau timbulnya rasa nyeri hebat.
(5) Leher : Pembesaran kelenjar thyroid kemungkinan
ibu mengalami kekurangan yodium.
(6) Dada : Apakah ASI sudah keluar kanan atau kiri,
apakah ada mastitis. (Modul 2, Depkes RI, 2002)
(7) Abdomen : Inspeksi : Tidak ada luka bekas operasi,
striae lividae ada atau tidak.
Palpasi : - TFU setinggi pusat pada 2 jam PP, TFU
pertengahan pusat-symphisis, TFU tidak teraba diatas
symphisis pada 6 minggu post partum (Mochtar Rustam,
199
(8) Genetalia
Pengeluaran pervaginam : Lochea
C. PENENTUAN PRIORITAS
Dalam menentukan prioritas masalah kami lakukan dengan
menggunakan metode USG (Urgency, Seriousness, Growth). Metode USG
merupakan salah satu cara menetapkan urutan prioritas masalah dengan
metode teknik scoring 1-5 dan dengan mempertimbangkan tiga komponen
dalam metode USG.
1. Urgency : Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan
dengan waktu yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu
tersebut untuk memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi.
2. Serioussnes : Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan
dengan akibat yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah
yang menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan
masalah-masalah lain kalau masalah penyebab isu tidak dipecahkan.
Perlu dimengerti bahwa dalam keadaan yang sama, suatu masalah
yang dapat menimbulkan masalah lain adalah lebih serius bila
dibandingkan dengan suatu masalah lain yang berdiri sendiri.
3. Growth : Seberapa kemungkinan-kemungkinannya isu tersebut
menjadi berkembang dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu
akan semakin memburuk kalau dibiarkan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
IDENTITAS PASIEN :
Identitas Pasien Penanggung Jawab
Status : Suami
1. Nama : Ny. C 1. Nama : Tn. A
2. Umur : 31 tahun 2. Umur : 33 tahun
3. Agama : Islam 3. Agama : Islam
4. Pendidikan : SMK 4. Pendidikan : SMK
5. Pekerjaan : IRT 5. Pekerjaan : Swasta
6. Suku bangsa : Jawa Indonesia 6. Suku Bangsa : Jawa Indonesia
7. Alamat : Bulensari 1/12 Ngadiluwih
A. DATA SUBYEKTIF
1. Keluhan Utama:
Ibu mengatakan sakit dan bengkak pada payudara kanan dan kiri.
2. Riwayat Perkawinan :
a. Status perkawinan : menikah umur 21 tahun
b. Perikahan pertama dan sah, lamanya 10 tahun
c. Hubungan dengan suami : baik, tidak ada masalah
3. Riwayat Menstruasi :
a. Menarche usia : 12 tahun
b. Siklus : 28 hari
c. Lama : 5-7 hari
d. Sifat darah : encer kadang menggumpal
e. Bau : khas darah
f. Flour albous : Tidak
g. Disminorhe : Tidak
h. Banyaknya : ±20 CC
4. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang Lalu
5. Riwayat Kontrasepsi yang digunakan :
Persalinan Nifas
Komplikasi JK Ko
mp
Persalinan
Hamil ke-
BB Lahir
Tgl Lahir
Penolong
UK
Penyulit
Laktasi
Ibu Bayi lika
Jenis
si
1 18 38+3 Spontan Bdn - - P 3250 - Ya -
Oktober minggu
2022
b. Keadaan Bayi:
1) Tanggal lahir 18 Oktober 2022, jam 09.05 WIB
2) Antopometri BBL : 3250 gram, PB 50 cm, LK 33 cm, LD 34 cm.
3) Keadaan secara umum baik.
4) Rawat gabung dengan ibu
8. Kebutuhan Fisik
a. Nutrisi : Ibu makan 3 kali sehari dan minum 2 liter perhari. Ibu tidak
merasakan adanya keluhan dalam pola nutrisi.
b. Eliminasi : Ibu mengatakan sudah BAK dan BAB seperti biasa.
Urine yang dikeluarkan ibu berwarna kuning khas urine, dengan bau
khas urine. Ibu sudah berani membersihkan daerah kemaluan dan
tidak nyeri pada luka jahitan perineum.
c. Istirahat : Ibu mengatakan setelah melahirkan pola tidurnya tidak
teratur, hanya ±5 jam saat tidur malam, kadang bisa tidur siang atau
tidak sama sekali.
d. Personal Hygiene : Ibu mengganti pembalut jika dirasa sudah
lembab atau 4 jam sekali, dan mandi 2 kali sehari.
e. Ambulasi dan aktifitas : Ibu mengatakan sudah lebih nyaman
bergerak. Ibu sudah terbiasa untuk merawat bayinya.
9. Riwayat penyakit dalam Keluarga (menular maupun keturunan) : Ibu
mengatakan keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit menular
maupun menurun yang hingga harus mengonsumsi obat secara teratur.
10. Riwayat Psikososial-spiritual
1) Psikologi
Ibu dan keluarga senang atas kelahiran anak ketiganya. Ibu senang
karena dalam mengurus bayinya dibantu oleh suami dan
keluarganya.
2) Sosial
Ibu tinggal dengan suami dan anaknya, dan tidak jauh dengan orang
tua serta saudaranya sehingga akan dengan mudah membantu
mengurus dan menjaga anak-anaknya.
3) Spiritual
Ibu, suami dan keluarga beragama Islam. Ibu dan keluarga tidak
merencanakan tasyakuran karena sedang situasi pandemi.
B. DATA OBYEKTIF:
1. Pemeriksaan Fisik:
a. Pemeriksaan Umum:
1) Keadaan umum : Baik
2) Kesadaran : Composmentis
3) Tekanan darah : 110/70 mmHg
4) Nadi : 80 x/menit
5) Respirasi : 21 x/menit
6) Suhu : 36.9 0C
7) Berat Badan : 50 kg
8) TB : 153 cm
b. Pemeriksaan Head to toe
1) Kepala
a) Rambut : Hitam, bersih, tidak berketombe, tidak rontok
b) Muka :Tidak oedema, sedikit pucat, tidak terdapat cloasma
gravidarum
c) Mata
(1) Oedema : Tidak ada oedema
(2) Conjungtiva : warna merah muda
(3) Sclera : warna Putih
d) Hidung : tidak ada polip, tidak ada penumpukan secret.
e) Telinga : bentuk Simetris, tidak ada penumpukan serumen
f) Mulut / gigi / gusi : tidak ada karies dentis, tidak sariawan, gusi
dan tidak epulis
2) Leher
Tidak terjadi pembengkakan kelenjar tiroid dan kelenjar getah
bening serta tidak terjadi pembesaran vena jugularis eksterna
3) Dada dan Axila
a) Payudara
Payudara simentris, tidak ada benjolan, ada nyeri tekan dan
payudara keras, areola hiperpigmentasi, puting susu menonjol,
ASI ada.
b) Axila
Tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
4) Abdomen
a) Inspeksi
Bentuk bulat, tidak ada bekas luka operasi, tidak ada striae
gravidarum dan terdapat linea nigra.
b) Palpasi
TFU : pertengahan pusat simpisis
Kontraksi uterus : keras
Kandung kemih : kosong
5) Genitalia Eksternal : Kondisi bersih, Vulva tidak oedema dan
tidak ada varises, terdapat luka bekas jahitan pada perineum yang
belum kering, pengeluaran lochea serosa, warna kuning kecoklatan,
perdarahan dalam batas normal (± 5 cc).
6) Ektremitas
a) Atas
Tangan tidak oedema, kuku tidak pucat dan bersih
b) Bawah
Tidak ada varices pada kaki kanan dan kiri. Reflek patela (+),
kuku tidak pucat, bersih.
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium : tidak dilakukan
C. ANALISA DATA
Ny. C usia 31 tahun P3A0 postpartum hari ke-7 dengan bendungan ASI
D. PENATALAKSANAAN
Tanggal : 25 Oktober 2022 Jam : 09.30 WIB
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu dan asuhan yang
diberikan.
Rasionalisasi: ibu belum paham akan kondisinya saat ini, ada
pembengkakan di payudaranya.
Hasil: Ibu mengetahui hasil pemeriksaan dan asuhan yang akan
diberikan..
2. Memberitahu dan mengajarkan ibu untuk mengompres payudara ibu
selama 15 menit sebelum menyusui.
Rasionalisasi: Ibu ngetakan sakit pada payudara dan payudara bengkak.
Hasil: Ibu mengerti dan dapat melakukan
3. Mengajarkan ibu untuk melakukan perawatan payudara dengan metode
breast care dan pijat oksitosin.
Rasionalisasi: Ibu ngetakan sakit pada payudara dan payudara bengkak.
Hasil: Ibu mengerti ketika diberikan pengarahan cara melakukan breast
care dan pijat oksitosin.
4. Memberikan ibu konseling mengenai ASI Eksklusif dan menganjurkan
ibu untuk menerapkannya.
Rasionalisasi : Hasil penelitian Nilsson et al.,(2016) dengan judul
Focused breastfeeding counselling improves short‐ and long‐term success
in an early‐discharge setting: A cluster‐randomized study didapatkan
nilai NNT = 3,86 , setiap 3 ibu nifas yang diberi intervensi konseling
menyusui terfokus akan tampak 1 ibu yang menyusui anaknya lebih dari
8 kali perhari.
Hasil : Ibu mengerti dan akan memberikan ASI Eksklusif pada bayinya.
5. Menganjurkan Ibu untuk menjaga personal hygiene.
Rasionalisasi : Kebutuhan personal higiene mencakup perawatan
perinium dan perawatan payudara. Ibu postpartum harus mendapatkan
edukasi tentang hal ini. Ibu diberitahu cara mengganti pembalut yaitu
bagian dalam jangan sampai terkontaminasi oleh tangan. Pembalut yang
sudah kotor diganti paling sedikit 4 kali sehari. Ibu diberitahu tentang
jumlah, warna, dan bau lochea sehingga apabila ada kelainan dapat
diketahui secara dini (Wahyuni, 2018). Personal hygiene menjadi salah
satu faktor yang berperan penting dalam pencegahan infeksi pada
luka perineum. Perpanjangan proses penyembuhan luka bisa terjadi
karena kurangnya ibu menjaga kebersihan vulva dan vagina,
pemenuhan kebutuhan nutrisi yang tidak sesuai dan kurangnya
mobilisasi dini pada ibu post partum (Rachmawati et al., 2019).
Hasil : Ibu sudah mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
6. Menganjurkan ibu untuk istirahat cukup.
Rasionalisasi : Anjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah
kelelahan yang berlebihan. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu
dalam beberapa hal antara lain mengurangi jumlah ASI yang diproduksi,
memperlambat proses involusi uteri dan memperbanyak perdarahan,
menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan
dirinya (Wahyuni, 2018).
Hasil : Ibu bersedia untuk istirahat cukup
7. Menganjurkan ibu untuk memenuhi nutrisi dengan makan gizi seimbang.
Rasionalisasi : Kebutuhan nutrisi pada masa postpartum dan menyusui
meningkat 25%, karena berguna untuk proses penyembuhan setelah
melahirkan dan untuk produksi ASI untuk pemenuhan kebutuhan bayi.
Kebutuhan nutrisi akan meningkat tiga kali dari kebutuhan biasa (pada
perempuan dewasa tidak hamil kebutuhan kalori 2.000-2.500 kal,
perempuan hamil 2.500-3.000 kal, perempuan nifas dan menyusui 3.000-
3.800 kal). Nutrisi yang dikonsumsi berguna untuk melakukan aktifitas,
metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses memproduksi ASI yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Wahyuni, 2018).
Hasil : Ibu akan makan dengan pola gizi seimbang dan sesuai anjuran.
8. Melakukan pendokumentasian.
Rasionalisasi : Dokumentasi dalam kebidanan adalah suatu bukti
pencatatan dan pelaporan yang di miliki oleh bidan dalam melakukan
catatan perawatan yang berguna untuk kepentingan Klien, bidan dan tim
kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar
komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung
jawab bidan. Dokumentasi dalam asuhan kebidanan merupakan suatu
pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap keadaan/kejadian yang
dilihat dalam pelaksanaan asuhan kebidanan (proses asuhan kebidanan)
(Handayani & Mulyati, 2017)
Hasil : Asuhan pada Ny. C telah didokumentasikan
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan menguraikan mengenai pengelolaan kasus pada ibu
nifas fisiologis holistik Ny. C usia 31 tahun P3A0 Postpartum hari ke-7
menggunakan manajemen asuhan SOAP, rasionalisasi pada penatalaksanaan dan
telaah jurnal yang berkaitan dengan asuhan yang diberikan.
A. Pengkajian
Pada kasus Ny. C usia 31 tahun postpartum hari ke-7 hari fisiologis
ibu mengatakan nyeri pada payudara, payudaranya bengkak yang sebelah
kanan. penyebab payudara bengkak tersebut bisa karena ibu tidak sering
mengisapkan putting susu nya kepada bayi sehingga produksi ASI tidak
lancar dan menimbulkan bengkak serta nyeri. Untuk mengatasi hal tersebut
maka dilakukan pemberian perawatan payudara breastcare dan pijat oksitosin.
Pada pemeriksaan objektif dilakukan pemeriksaan fisik dari kepala
hingga kaki, pemeriksaan tanda-tanda vital ibu berupa : tekanan darah, suhu,
nadi, dan respirasi. Didapatkan hasil pemeriksaan normal serta tidak ada
masalah selama masa nifas pada Ny. C.
B. Analisa Data
Berdasarkan pengkajian data subyektif dan obyektif maka penulis
merumuskan diagnosa : Ny. C Usia 31 tahun P3A0 Postpartum hari ke-
7.dengan bendungan ASI.
C. Penatalaksanaan
Asuhan yang diberikan pada kasus adalah melakukan pendekatan kepada ibu
dan keluarga, memberikan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) adalah
sebagai berikut :
1. Mengobservasi TFU, perdarahan, eliminasi dan pengeluaran ASI
Pada kebijakan program nasional masa nifas kunjungan 2 pada
waktu 7 hari setelah persalinan bertujuan untuk 1) Memastikan involusi
uterus barjalan dengan normal, uterus berkontraksi dengan baik, tinggi
fundus uteri di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, 2)
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan, 3)
Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup, 4) Memastikan ibu
mendapat makanan yang bergizi dan cukup cairan, 5) Memastikan ibu
menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda-tanda kesulitan
menyusui dan 6) Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir.
(Kemenkes RI., 2013 ; Wahyuni, 2018).
2. Memberikan ibu konseling mengenai ASI Eksklusif dan menganjurkan ibu
untuk menerapkannya.
Hasil penelitian Nilsson et al.,(2016) dengan judul Focused
breastfeeding counselling improves short‐ and long‐term success in an
early‐discharge setting: A cluster‐randomized study didapatkan nilai NNT
= 3,86 , setiap 3 ibu nifas yang diberi intervensi konseling menyusui
terfokus akan tampak 1 ibu yang menyusui anaknya lebih dari 8 kali
perhari.
3. Pemberian perawatan payudara.
Ny. C mengeluh ASI belum keluar pada 6 jam pasca salin. Sekarang
6 hari ASI sudah keluar banyak dan mengeluh payudara bengkak.Keadaan
Payudara diawasi setiap ibu akan menyusui anaknya, dan pada waktu
mengadakan perawatan Payudara. Secara khusus, seperti dalam perawatan
Payudara dikemukakan yang perlu diperhatikan ialah : keadaan puting
susu, pembengkakan Payudara dan pengeluaran air susu ibu. Bila ada
kelainan-kelainan diadakan perawatan seperti yang ditemukan dalam hal
perawatan Payudara (Sastrawinata Sulaiman, Obstetri Fisiologi, 1987)
Sehingga Ny. TD diajarkan untuk melakukan breast care, yaitu
a. Ibu berbaring
b. Memasang handuk pada bagian perut bawah dan bahu sambil
melepaskan pakaian atas, handul dikaitkan dengan peniti.
c. Mengompreskan kedua putting dengan kapas yang dibasahi
minyak kelapa atau baby oil selama 2-3 menit.
d. Mengangkat kapas sambil membersihkan putting dengan
melakukan gerakan memutar dari dalam keluar.
e. Dengan kapas yang baru, bersihkan bagian tengah putting dari
sentral keluar, melakukan penarikan billa putting inverted.
f. Membasahi kedua telapak tangan dengan minyak atau baby oil
dan melakukan pengurutan dengan telapak tangan berada
diantara kedua payudara dengan gerakan keatas, kesamping,
kebawah dan kedepan sambil menghentakkan payudara.
g. Pengurutan dilakukan sebanyak 20 – 30 kali.
h. Setelah itu melakukan terapi ketuk mengelilingi payudara dari
luar kearah puting sebanyak 20 – 30 kali.
i. Meletakkan Waskom dibawah payudara dan menggunakan
waslap yang dibasahi air hangat. Mengguyur payudara sebanyak
5 kali, kemudian dilap dengan waslap bergantian dengan air
dingin, masingmasing 5x guyuran kemudian diakhiri dengan air
hangat.
j. Mengeringkan payudara dengan handuk yang dipasang di bahu.
k. Lalu membersihkan lagi dengan kapas, jangan membiarkan
payudara dalam keadaan basah.
l. Memakai BH dan pakaian atas ibu dan menganjurkan klien
memakai BH yang menopang payudara.
Tindakan breast care adalah pemeliharaan payudara yang dilakukan
untuk memperlancar pengeluaran ASI dengan melakukan pemijatan.
Perawatan payudara sangat penting dilakukan selama hamil sampai
menyusui. Breast care mempengaruhi letdown reflex karena ada
rangsangan dalam puting susu. Breast care merupakan suatu tindakan
untuk merawat payudara terutama pada masa nifas (masa menyusui) untuk
memperlancar pengeluaran ASI. Apabila perawatan payudara dilakukan
dengan baik, maka produksi ASI akan berjalan dengan lancar. Perawatan
payudara yang dilakukan kurang baik, maka produksi ASI tidak akan
berjalan lancar.
Berdasarkan penelitian Perbandingan Breast Care Dan Pijat
Oksitosin Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Post Partum Normal oleh
Juhar Latifah1, Abdurahman Wahid2, Agianto3 hasilnya adalah
Untuk mengatasi masalah perawatan payudara yang kurang baik,
maka pada ibu yang menyusui sebaiknya diberikan motivasi dan
penyuluhan dari petugas kesehatan mengenai pentingnya perawatan
payudara secara teratur dan langkahlangkah perawatan payudara untuk
menghasilkan ASI yang banyak baik menggunakan tindakan perawatan
breast care maupun dengan tindakan pijat oksitosin. Perawatan
payudara yang dilakukan secara teratur sesuai dengan langkah-langkah
perawatan payudara, maka ASI yang diproduksi oleh Ibu semakin banyak
sehingga ibu dapat memberikan ASI secara eksklusif dan dapat terpenuhi.
Kesimpulan dari hasil penelitian adalah produksi ASI pada ibu post
partum normal dengan tindakan perawatan breast care dengan jumlah
rata-rata 31,4375, produksi ASI pada ibu post partum normal dengan
tindakan perawatan pijat oksitosin dengan jumlah rata-rata 24,8750,
terdapat perbedaan antara breast care dengan pijat oksitosin terhadap
produksi ASI pada ibu post partum normal di ruang Nifas RSUD Ratu
Zalecha Martapura Oktober 2014 yang dianalisis dengan uji independent
sample t test, didapatkan t hitung > t tabel (2,858 > -2,037) dan
signifikansi < 0,05 (0,008 < 0,05)
Setelah dilakukan breast care ibu merasa lebih baik, payudara tidak
begitu bengkak dan rasa sakit berkurng, sehingga ibu tahu jika
payudaranya bengkak lagi ibu akan melakukan breast care yang telah
dilakukan tadi.
4. Menganjurkan Ibu untuk menjaga personal hygiene.
Kebutuhan personal higiene mencakup perawatan perinium dan perawatan
payudara. Ibu postpartum harus mendapatkan edukasi tentang hal ini. Ibu
diberitahu cara mengganti pembalut yaitu bagian dalam jangan sampai
terkontaminasi oleh tangan. Pembalut yang sudah kotor diganti paling
sedikit 4 kali sehari. Ibu diberitahu tentang jumlah, warna, dan bau lochea
sehingga apabila ada kelainan dapat diketahui secara dini (Wahyuni,
2018). Personal hygiene menjadi salah satu faktor yang berperan penting
dalam pencegahan infeksi pada luka perineum. Perpanjangan proses
penyembuhan luka bisa terjadi karena kurangnya ibu menjaga
kebersihan vulva dan vagina, pemenuhan kebutuhan nutrisi yang tidak
sesuai dan kurangnya mobilisasi dini pada ibu post partum
(Rachmawati et al., 2019).
5. Menganjurkan ibu untuk istirahat cukup.
Anjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang
berlebihan. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal
antara lain mengurangi jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat
proses involusi uteri dan memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi
dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya (Wahyuni, 2018).
6. Menganjurkan ibu untuk memenuhi nutrisi dengan makan gizi seimbang.
Kebutuhan nutrisi pada masa postpartum dan menyusui meningkat 25%,
karena berguna untuk proses penyembuhan setelah melahirkan dan untuk
produksi ASI untuk pemenuhan kebutuhan bayi. Kebutuhan nutrisi akan
meningkat tiga kali dari kebutuhan biasa (pada perempuan dewasa tidak
hamil kebutuhan kalori 2.000-2.500 kal, perempuan hamil 2.500-3.000 kal,
perempuan nifas dan menyusui 3.000-3.800 kal). Nutrisi yang dikonsumsi
berguna untuk melakukan aktifitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh,
proses memproduksi ASI yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi (Wahyuni, 2018).
D. Kesenjangan Antara Teori Dan Praktik
Sebelum melakukan asuhan kebidanan penulis terlebih dahulu
melakukan informed consent pada ibu dalam bentuk komunikasi kepada
ibu dan keluarga dan keluarga sehingga saat pengumpulan data ibu
bersedia memberikan informasi penting tentang kondisi kesehatannya.
Selama memberikan asuhan pada Ny. C Usia 31 tahun P3A0 Postpartum
hari ke-7 .tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan praktek.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan kebidanan dengan menggunakan
manajemen kebidanan SOAP pada Ibu Nifas dan Menyusui Ny. C usia 31
tahun P3A0 postpartum hari ke-7 maka penulis dapat membuat kesimpulan
sebagai berikut :
1. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian data subjektif dan data objektif
pada Ny. C usia 31 tahun P3A0 postpartum hari ke-7 di Puskesmas
Matesih.
2. Mahasiswa dapat membuat analisa data yang didapatkan dari pengkajian
data pada Ny. C usia 31 tahun P3A0 postpartum hari ke-7 dengan
bendungan ASI di Puskesmas Matesih.
3. Mahasiswa dapat melakukan penatalaksanaan asuhan yang akan
diberikan kepada Ny. C usia 31 tahun P3A0 postpartum hari ke-7 dengan
bendungan ASI di Puskesmas Matesih.
4. Asuhan kebidanan yang diberikan pada Ny. C di Ruang Nifas Puskesmas
Matesih berlangsung normal dan tidak ada kesenjangan antara teori dan
praktik.
B. Saran
1. Bagi Fasilitas Kesehatan
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi lahan praktek dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pelaksanan
Asuhan kebidanan pada Ibu Nifas dan Menyusui Fisiologis sesuai standar
pelayanan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat bermanfaat dan bisa dijadikan sebagai sumber
referensi, sumber bahan bacaan dan bahan pengajaran terutama yang
berkaitan dengan asuhan kebidanan pada Ibu Nifas dan Menyusui
Fisiologis.
3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat mengerti mengenai penatalaksanaan pada
Ibu Nifas dan Menyusui Fisiologis dan mahasiswa mampu menganalisa
keadaan pada ibu Nifas dan Menyusui dan mengerti tindakan segera yang
harus dilakukan.
JURNAL REFLEKSI KRITIS
PEMBELAJARAN PRAKTIK KEBIDANAN FISIOLOGIS HOLISTIK NIFAS
FISIOLOGIS
Capaian pembelajaran yang paling saya butuhkan untuk terus saya kerjakan
adalah : Merubah dari suatu tindakan kebiasaan menjadi suatu tehnik
menganalisa suatu kajian yang akhirnya dapat membarikan suatu intervensi yang
sesuai dan bermagna terhadap hasil dan dampak terhadap masyarakat yang lebih
baik
Masalah-masalah yang saya temui selama proses pembelajaran klinik pada topik
ini adalah, dan saya berencana untuk membahasnya melalui:
Pertemuan atau penyampaian melalui paparan kasus di forum di tempat prktek
yang sudah di sepakati.
Seberapa penting hasil Penelitian ini penting sebab dapat menjadi referensi dalam
penelitian ini? memberi asuhan pada ibu nifas dan juga referensi untuk
menambah pengetahuan dan metode meningkatkan cakupan
ASI eksklusif.
Intervention Control
Received treatment 415 485
No treatment 114 96
529 581
CER 415/529 0.78
control event rate
EER 485/581 0.83
experiment event rate
RR = EER / CER 0.83/0.78 1.06 Kemungkinan keberhasilan ASI eksklusif
relative risk pada kelompok yang mendapat konseling
nutrisi melalui home visit 1.06 kali lebih
besar dibandingkan dengan kelompok
kontrol.
RRI = ( EER – CER) / (0.83- 0.064 Bila melakukan konseling nutrisi berupa
CER 0.78)/ home visit insidensi ASI eksklusif
relative risk increase 0.78 meningkat sebanyak 6.4 % dibandingkan
dengan insidensi pada kelompok kontrol (RR
tidak> 50 % sehingga tidak menunjukkan
perubahan signifikan secara klinis.
ARI = EER – CER 0.83-0.78 0.064 Apabila konseling nutrisi melalui home visit
absolute risk increase dilakukan, selisih insidensinya dengan
kelompok control adalah 6.4 %
NNT = 1 / ARI 1 1/0.064 15.62 Kita memerlukan 15 pasien untuk melihat
number need to treat perubahan perilaku ASI eksklusif.
3. Apakah hasil penelitian yang valid dan penting tersebut applicable (dapat
diterapkan) dalam praktek sehari-hari?
Apakah hasilnya dapat diterapkan kepada pasien kita?
Ya, hasil tersebut sangat dapat diterapkan pada pasien kita khususnya oleh
bidan desa. Sebab, kunjungan nifas jika dilakukan secara benar sesuai standar
maka kebutuhan ibu nifas akan terpenuhi, salah satunya adalah nutrisi.
Apakah karakteristik pasien kita Ya
sangat berbeda dibandingkan pasien Karakteristik pasien sama dengan
pada penelitian sehingga hasilnya subjek penelitian. Yaitu wanita hamil
tidak dapat diterapkan? sehat dengan usia antara 21 – 43 tahun
dan usia kehamilan dalam batas 25 –
36 minggu sampai menyusui (8 bulan)
maksimal terdata.
Apakah hasilnya mungkin dikerjakan Iya
di tempat kerja kita? Hasil penelitian cocok jika dilakukan
di lingkungan praktek lahan.
Khususnya pada bidan desa. Sebab,
sarana dan prasarana yang dibutuhkan
tidak terlalu rumit dan simpel.
Apakah value dan preferensi pasien dipenuhi dengan terapi ini?
Apakah kita dan pasien kita Dengan adanya telaah jurnal ini, kita
mempunyai penilaian yang jelas dan memiliki penilaian yang jelas bahwa
tepat akan value dan preferensi pasien intervensi yang diberikan yaitu
kita? konsumsi putih telur dapat
meningkatkan penyembuhan luka
perineum. Tetapi untuk value dan
preferensi pasien dikembalikan kepada
pasien tersebut.
Apakah value dan preferensi pasien Seperti pada poin sebelumnya, semua
kita dipenuhi dengan terapi yang akan pilihan dikembalikan lagi ke pasien,
kita berikan? apakah pasien menerima dengan
intervensi yang telah dianjurkan yaitu
dukungan ASI Eksklusif atau memilih
intervensi yang lain.
D. Evaluasi Pembelajaran
Jenis pemeriksaan, dan lingkup tindakan/ asuhan : Asuhan kebidanan fisiologis holistic nifas
dan menyusui
Informasi/ keterampilan yang baru bagi saya : Dalam hal ini menganjurkan ibu untuk tetap
memberikan ASI Eksklusif.
Bagaiamana hal ini bias berguna? Dengan adanya rangsangan atau stimulus yang sering akan
membuat jaringan-jaringan pembentuk ASI akan terbuka sehingga akan membuat ASI keluar
dengan lancar.
Sesi pembelajaran ini membuat saya berfikir tentang : Bagaimana dalam memberikan asuhan
kebidanan holistik pada ibu nifas dan menyusui serta bagaimana meningkatkan kesadaran
akan pentingnya ASI Eksklusif.
Kontribusi saya dalam pembelajaran ini adalah : Menganjurkan ibu untuk sering menyusui
(on demand) karena akan merangsang jaringan untuk memperlancar pengeluaran ASI.
Tindak lanjut yang akan saya lakukan adalah : Mencari penelitian yang valid dan relevan
yang membahas mengenaiASI Eksklusif.
JURNAL REFLEKSI KRITIS
PEMBELAJARAN PRAKTIK KEBIDANAN FISIOLOGIS HOLISTIK NIFAS
FISIOLOGIS
Bagi saya, satu hal yang paling penting dalam capaian pembelajaran tersebut
adalah:
Dapat diterapkan di tempat praktik nifas terutama dalam pencegahan timbulnya
masalah pada masa nifas seperti mengatasi kecemasan pada ibu nifas
Masalah-masalah yang saya temui selama proses pembelajaran klinik pada topik
ini adalah, dan Saya berencana untuk membahasnya melalui:
Pertemuan atau penyampaian melalui paparan kasus di forum di tempat prktek
yang sudah di sepakati
Lembar Kerja EBM (Evidence Based Medicine) Terapi
HUBUNGAN VULVA HYGIENE DENGAN PENCEGAHAN INFEKSI
LUKA PERINEUM PADA IBU POST PARTUM DI RUMAH SAKIT
PANCARAN KASIH GMIM MANADO
6. Apakah hasil penelitian yang valid dan penting tersebut applicable (dapat
diterapkan) dalam praktek sehari-hari?
Apakah hasilnya Ya
mungkin dikerjakan di ◦ Relative Risk (RR) = 2,33artinya dengan
tempat kerja kita? menerapkan vulva hygiene dengan baik
menunjukkan ada perbedaan 2,33 kali lebih
besar dibanding ibu post partum yang
menerapkan vulva hygiene kurangbaik
◦ Relative Risk Reduction (RRR) =1,33 artinya
jika vulva hygiene dengan baik digunakan
sebagai terapi jumlah kejadian infeksi pada
perineum dapat diturunkan sebesar 133% dari
insidens sebelumnya.
◦ Absolute Risk Reduction (ARR) = 0,57 artinya
apabilavulva hygiene dengan baik digunakan
sebagai terapi, maka selisih jumlah insidens
infeksi pada perineum antaravulva hygiene
dengan baik dan vulva hygiene kurang baik
sebesar 57%.
◦ Number Need to Treat (NNT) = 1,75artinya kita
perlu melakukan terapivulva hygiene dengan
baik terhadap 1 atau 2 pasien untuk mencegah
terjadi satu kasus infeksi pada luka perineum.
1/ (PEERxRRR) = 1 / 1,33
= 0,75
(NNT bagi pasien kita)
Apakah value dan preferensi pasien dipenuhi dengan terapi ini?
Ya
Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square pada tingkat kemaknaan α =
0,05 atau interval kepercayaan p < 0,05. Hasil uji statistik diperoleh nilai p =
0,001 < α (0,05), dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan vulva
hygiene dengan pencegahan infeksi luka perineum pda ibu post partum di
Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado. Kemudian didapatkan OR =
10,667 yang berarti bahwa peran vulva hygiene baik berpeluang 10 kali lebih
besar terhadap pencegahan infeksi dibandingkan dengan vulva hygiene kurang.