Indeks Pendidikan PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 33

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 2
DAFTAR TABEL ................................................................................................................................... 3
DAFTAR GRAFIK................................................................................................................................. 4
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................................. 5
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 6
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 6
1.2 Definisi Indeks Pendidikan .................................................................................................. 6
1.3 Tujuan Penyusunan Indeks Pendidikan ........................................................................... 7
1.4 Manfaat Indeks Pendidikan ................................................................................................ 7
1.5 Kerangka Pemilihan Variabel ............................................................................................. 7
BAB II DATA DAN METODOLOGI .................................................................................................... 9
2.1 Data ........................................................................................................................................ 9
2.2 Metodologi ........................................................................................................................... 11
BAB III HASIL ANALISIS .................................................................................................................. 13
3.1 Analisis Deskriptif ............................................................................................................... 13
3.2 Analisis Hasil Perhitungan Indeks Pendidikan .............................................................. 14
3.3 Analisis Kuadran Indeks Pendidikan dan IKFD ............................................................. 22
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................................................... 25
4.1 Kesimpulan .......................................................................................................................... 25
4.2 Rekomendasi Kebijakan ................................................................................................... 25
LAMPIRAN .......................................................................................................................................... 27

2
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rangkuman Statistik Pembentuk Indeks Pendidikan Provinsi ..................................... 13


Tabel 2 Rangkuman Statistik Pembentuk Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota ............... 13
Tabel 3 Korelasi Variabel Pembentuk Indeks Pendidikan Provinsi ............................................ 14
Tabel 4 Korelasi Variabel Pembentuk Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota ..................... 15
Tabel 5 Keterangan Kuadran Indeks Pendidikan dan IKFD........................................................ 23

3
DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 Box Plot Indeks Pendidikan Provinsi ....................................................................................... 16


Grafik 2 Pemerintah Daerah dengan Indeks Pendidikan Provinsi Tertinggi dan Terendah ................. 17
Grafik 3 Box Plot Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota ................................................................... 18
Grafik 4 Pemerintah Daerah dengan Indeks Pendidikan Kota Tertinggi dan Terendah....................... 19
Grafik 5 Pemerintah Daerah dengan Indeks Pendidikan Kabupaten Tertinggi dan Terendah ............ 19
Grafik 6 Scatter Plot Indeks Pendidikan dan IPM ................................................................................. 20
Grafik 7 Scatter Plot Indeks Pendidikan dan HLS ................................................................................ 21
Grafik 8 Scatter Plot Indeks Pendidikan dan Kemiskinan Ekstrem ...................................................... 21
Grafik 9 Kuadran Indeks Kapasitas Fiskal Daerah dan Indeks Pendidikan Provinsi............................ 23
Grafik 10 Kuadran Indeks Kapasitas Fiskal Daerah dan Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota ..... 24

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Sebaran Indeks Pendidikan Provinsi .................................................................. 17


Gambar 2 Peta Sebaran Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota ............................................ 18

5
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyelenggaraan pelayanan urusan pendidikan merupakan amanat konstitusi.
Sesuai Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, mencerdaskan kehidupan
bangsa merupakan salah satu ‘tujuan’ pembentukan pemerintahan negara. Pendidikan
merupakan hak azasi manusia yang ditegaskan dalam pasal 28 UUD 1945 yaitu “Setiap
orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
memperoleh pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia”. Dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1 juga diatur bahwa tiap-tiap warga negara
berhak mendapatkan pengajaran. Sedangkan pada ayat 2 ditekankan agar pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur
oleh undang-undang.

Pendidikan tidak hanya menjadi salah satu isu di Indonesia tetapi juga menjadi
salah satu isu perhatian dunia. Oleh karena itu, pendidikan menjadi satu dari 17 Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan/TPB (Sustainable Development Goals/SDGs) yaitu
menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan
belajar sepanjang hayat untuk semua (Tujuan ke-4 SDGs). Hal tersebut ditindaklanjuti
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dimana
bidang pendidikan menjadi salah satu arah utama pembangunan.

Pendidikan menjadi salah satu kunci dari arah pembangunan Sumber Daya
Manusia (SDM) yaitu membangun SDM pekerja keras yang dinamis, produktif, terampil,
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi didukung dengan kerjasama industri dan
talenta global. Arah pembangunan SDM tersebut merupakan satu dari 7 agenda
pembangunan nasional 2020-2024 yaitu meningkatkan sumber daya manusia yang
berkualitas dan berdaya saing. Peningkatan kualitas dan daya saing SDM diharapkan
dapat mencetak generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas, adaptif, inovatif, terampil,
serta berkarakter.

Peran pendidikan sangat penting dalam membentuk kemampuan masyarakat


untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kemampuan agar tercipta
pertumbuhan serta pembangunan secara berkelanjutan. Peningkatan mutu pendidikan
merupakan kunci untuk menikmati tingkat kesejahteraan yang lebih baik. (Todaro, 2004)

Berdasarkan hal tersebut, untuk melihat hasil pembangunan pendidikan di


Indonesia Direktorat Evaluasi dan Sistem Informasi – DJPK menyusun indeks pendidikan
dalam rangka mendukung evaluasi kebijakan-kebijakan pendidikan sebelumnya dan
sebagai salah satu acuan untuk menentukan kebijakan di bidang pendidikan pada masa
yang akan datang. Dengan adanya evaluasi kebijakan pada pelayanan bidang
pendidikan diharapkan adanya peningkatan dan pemerataan kinerja serta kualitas
pendidikan di seluruh daerah Indonesia.

1.2 Definisi Indeks Pendidikan


Angka Indeks merupakan angka perbandingan untuk mengukur perubahan
variabel yang dinyatakan dalam persentase. Indeks Pendidikan menggambarkan kondisi
layanan publik pendidikan di suatu daerah dengan melihat output layanan pendidikan

6
yang ada di daerah tersebut. Indeks pendidikan juga dapat diartikan sebagai indikator
atau alat ukur yang dapat merepresentasikan kualitas pelayanan publik bidang
pendidikan secara lebih komprehensif.

Indeks pendidikan merupakan pencerminan hasil pembangunan di bidang


pendidikan yang mempunyai kedudukan strategis, mengingat kualitas sumber daya
manusia yang tercermin didalamnya sangat menentukan tingkat produktivitas suatu
bangsa.

1.3 Tujuan Penyusunan Indeks Pendidikan


Indeks Pendidikan disusun sebagai sebuah pendekatan untuk menggambarkan
kualitas layanan publik bidang pendidikan di daerah, membandingkan kualitas layanan
publik bidang pendidikan antar daerah, dan menampilkan kondisi layanan publik bidang
pendidikan di daerah beserta kemampuan pembiayaan di daerah.

1.4 Manfaat Indeks Pendidikan


Indeks pendidikan dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah dan
pemerintah daerah untuk menetapkan kebijakan dalam rangka pencapaian SPM dan
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Hasil penelitian ini akan memberikan informasi
yang berharga dalam pemahaman atas kondisi pendidikan di seluruh daerah di Indonesia
sehingga dapat dilakukan perbaikan penyusunan kebijakan di sektor Pendidikan
berdasarkan angka/indeks yang lebih praktis dan mudah dibaca yang mencerminkan
output/outcome dari Sektor Pendidikan.

1.5 Kerangka Pemilihan Variabel


Indeks Pendidikan disusun dari berbagai variabel terkait sektor pendidikan, dengan
mempertimbangkan pembagian kewenangan di daerah, ketersediaan data, dan indikator
yang terkait dengan sektor pendidikan. Adapun indikator dimaksud dan variabel yang
terkait antara lain:
a. Akses Pendidikan Masyarakat
Indikator tersebut merefleksikan kemampuan masyarakat untuk mengakses
pendidikan, dengan Rata-rata Lama Sekolah menggambarkan stok modal manusia
yang dimiliki oleh suatu wilayah (Indeks Pembangunan Manusia 2021, BPS).
b. Penuntasan Proses Pendidikan oleh Masyarakat
Indikator penuntasan proses pendidikan tersebut memiliki tujuan untuk melihat
ketuntasan masyarakat dalam menyelesaikan proses pendidikan pada jenjang
pendidikan terkait. Berdasarkan hal tersebut, indeks ini mempertimbangkan data
Tingkat Penyelesaian Pendidikan yang dihasilkan dari Survey Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) BPS.
c. Siswa
Pada indikator terkait siswa akan melihat partisipasi pada jenjang pendidikan dengan
penduduk usia yang sesuai, hal ini dicerminkan dalam indeks ini dengan Angka
Partisipasi Murni.
d. Guru
Persentase guru yang memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional menurut
jenjang pendidikan merupakan salah satu indikator pada Metadata Indikator Tujuan

7
Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia.
Adapun kualifikasi dimaksud mengacu pada kualifikasi akademik S1/D4 sesuai
dengan standar yang ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Guna
mempertimbangkan kondisi kualifikasi guru tersebut, maka indeks menggunakan
Persentase Guru Layak yang merujuk kepada kualifikasi Guru berpendidikan minimal
S1/D4.
e. Infrastruktur Pendidikan
Variabel terkait infrastruktur dapat menggunakan pendekatan sarana atau prasarana
yang digunakan pada proses belajar dan mempertimbangkan ketersediaan data yaitu
data kelayakan ruang kelas.

8
BAB II DATA DAN METODOLOGI

2.1 Data
Indeks Pendidikan menggambarkan kondisi layanan publik pendidikan di suatu
daerah dengan melihat data output layanan pendidikan yang ada di daerah tersebut.
Perhitungan Indeks Pendidikan dilakukan dengan mempertimbangkan pembagian
wewenang pemda pada tingkat pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota. Adapun
pembagian ruang lingkup penyusunan indeks disusun sebagai berikut:
a. Indeks Pendidikan Provinsi: penyusunan indeks berdasarkan data pada 34 provinsi
dan berkenaan dengan lingkup kewenangan pendidikan pada pemerintah provinsi.
b. Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota: data penyusun indeks sebanyak 509
observasi, sesuai dengan jumlah 508 kabupaten dan kota yang berkenaan dengan
lingkup kewenangan pendidikan pada pemerintah kabupaten dan kota. Kemudian
dilengkapi 1 observasi tambahan untuk memasukkan kewenangan se-level kabupaten
dan kota pada lingkup Provinsi DKI Jakarta.
Data penyusun indeks berasal dari sumber data sekunder yang disajikan oleh pihak
yang memiliki kredibiltas dalam penyediaan data tersebut. Indeks ini menggunakan data
tahun 2021 untuk menggambarkan kondisi layanan publik antar daerah. Namun, terdapat
keterbatasan data sehingga beberapa variabel menggunakan data tahun 2020. Adapun
penjelasan data pembentuk Indeks Pendidikan antara lain:
a. Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
RLS merupakan jumlah tahun yang dijalani oleh penduduk dalam menempuh
Pendidikan formal. Data RLS berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS), dengan lingkup
tahun 2021. Data RLS menggambarkan stok modal manusia yang dimiliki oleh suatu
wilayah (Indeks Pembangunan Manusia BPS, 2021).
b. Angka Partisipasi Murni (APM)
APM merupakan proporsi penduduk pada kelompok usia jenjang pendidikan tertentu
yang masih bersekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan kelompok
usianya terhadap penduduk pada kelompok usia tersebut. Secara sederhana, APM
mengindikasikan partisipasi sekolah yang tepat waktu. Data APM berasal dari BPS,
dengan lingkup tahun 2021.
APM SMP: jumlah siswa SMP dan sederajat kelompok umur 13-15 tahun
dibandingkan dengan kelompok usia 13-15 tahun.
APM SM/SMA/sederajat: jumlah siswa SM/SMA dan sederajat kelompok umur 16-18
tahun dibandingkan dengan kelompok umur 16-18 tahun.
c. Tingkat Penyelesaian (TP) Sekolah
Tingkat Penyelesaian Sekolah adalah persentase penduduk yang menamatkan
pendidikan pada suatu jenjang pendidikan tertentu sesuai kelompok umur referensi
pada jenjang pendidikan tersebut.
TP SMP: tingkat penyelesaian SMP/sederajat memiliki referensi umur penduduk 16-
18 tahun. Data TP SMP berasal dari BPS, dengan lingkup penggunaan tahun 2020
karena keterbatasan data pada tingkat kabupaten dan kota.
TP SM/SMA/sederajat: tingkat penyelesaian SM/SMA/sederajat memiliki referensi
umur penduduk 19-21 tahun. Data TP SM/SMA/sederajat berasal dari BPS, dengan
lingkup penggunaan tahun 2021 pada data tingkat provinsi.

9
d. Persentase Guru Layak (PGL)
Data PGL ini mengacu kepada persentase guru yang memenuhi kualifikasi akademik
S1/D4, adapun jenjang pendidikan yang termasuk dalam indeks meliputi SMP dan
SMK. Data ini berasal dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik), dengan lingkup tahun
2020 karena terdapat keterbatasan data. Dalam penyusunan Indeks Pendidikan
Provinsi dilakukan penjumlahan atau akumulasi pada tingkat kabupaten dan kota,
sehingga menghasilkan data SMK pada tingkat provinsi.
e. Ruang Kelas Layak (RKL)
Data ini mengacu pada persentase ruang kelas jenjang pendidikan tertentu dalam
kondisi baik. Data ini berasal dari Dapodik, dengan lingkup tahun 2020 karena terdapat
keterbatasan data. Adapun penggunaan data RKL tersebut meliputi jenjang
pendidikan SMP, SMA, dan SMK. Dalam penyusunan Indeks Pendidikan Provinsi
dilakukan penjumlahan atau akumulasi pada tingkat kabupaten dan kota, sehingga
menghasilkan data SMA dan SMK pada tingkat provinsi.
f. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
IPM merupakan indikator yang menjadi pendekatan dalam penggambaran kualitas
hidup manusia, yang dibentuk dengan tiga dimensi yaitu umur panjang dan hidup
sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak. Data IPM dihasilkan oleh BPS.
Penggunaan data IPM pada indeks ini sebagai data pembanding dalam Robustness
Check.
g. Harapan Lama Sekolah (HLS)
HLS adalah lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh
anak yang berumur 7 tahun. Data ini menggambarkan kesempatan yang dimiliki
masyarakat untuk menempuh jenjang pendidikan formal (Indeks Pembangunan
Manusia BPS, 2021). Penggunaan data HLS pada Indeks ini sebagai data
pembanding dalam Robustness Check.
h. Kemiskinan Ekstrim
Definisi Kemiskinan Ekstrem berpatokan pada paritas daya beli (purchasing power
parity/PPP) di bawah US$1,9 per hari (Bank Dunia). Dalam laporan Poverty & Equity
Brief East Asia & Pacific disebutkan bahwa pada 2017, nilai US$1,9 PPP setara
dengan Rp11.941 per kapita per hari, yang untuk tahun selanjutnya digerakkan
dengan perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) periode tahun yang bersesuaian
(Penentuan Wilayah Prioritas Kemiskinan Ekstrem 2021-2024, TNP2K 2022).
Penggunaan data Kemiskinan Ekstrim pada Indeks ini sebagai data pembanding
dalam Robustness Check.
i. Indeks Kapasitas Fiskal Daerah (IKFD)
IKFD menggambarkan kemampuan keuangan daerah, yang dihasilkan pada proses
penyusunan Peta Kapasitas Fiskal Daerah. Adapun IKFD pada penyusunan indeks ini
merujuk kepada IKFD tahun 2021 sesuai PMK No. 116 Tahun 2021 tentang Peta
Kapasitas Fiskal Daerah. Tujuan penggunaan data IKFD pada Indeks ini untuk
memberikan gambaran kondisi daerah dengan profil Indeks Pendidikan dan IKFD
dalam bentuk kuadran.

10
Rangkuman penggunaan data dalam penyusunan Indeks Pendidikan sebagaimana
ditampilkan pada gambar di bawah ini:
a. Indeks Pendidikan Provinsi : o Rata-rata Lama Sekolah
o APM SM/SMA/Sederajat
o TP SM/SMA/Sederajat
o PGL SMK
o RKL SMA
o RKL SMK

b. Indeks Pendidikan : o Rata-rata Lama Sekolah


Kabupaten dan Kota o APM SMP
o TP SMP
o PGL SMP
o RKL SMP

2.2 Metodologi
Kondisi layanan pendidikan di daerah dapat dilihat dari berbagai macam indikator.
Namun, satu indikator tidak dapat mewakili nilai dari indikator lainnya, sehingga capaian
pendidikan secara keseluruhan antar daerah sulit untuk dibandingkan. Suatu daerah
mungkin memiliki keunggulan pada satu indikator, sementara daerah lain memiliki
keunggulan pada indikator lainnya. Oleh sebab itu, diperlukan adanya satu angka tunggal
guna menilai capaian layanan pendidikan suatu daerah yang dapat mewakili nilai dari
berbagai macam indikator pendidikan tersebut.
Metode penyusunan Indeks Pendidikan pada analisis ini dilakukan dengan
menggunakan Principal Component Analysis (PCA) atau dikenal dengan analisis
komponen utama. PCA mentransformasi variabel-variabel pendidikan yang semula saling
berkorelasi menjadi variabel baru dengan mereduksi variabel tersebut, sehingga memiliki
dimensi yang lebih kecil namun dapat menerangkan sebagian besar keberagaman
variabel aslinya.
Tahapan perhitungan Indeks Pendidikan meliputi pemilihan variabel, tabulasi data,
analisis korelasi, perhitungan bobot menggunakan PCA, dan perhitungan indeks.
a. Pemilihan Variabel Pembentuk Indeks Pendidikan
Variabel yang digunakan dalam penyusunan indeks merupakan variabel yang
mencerminkan akses yang meluas, merata, berkeadilan dan ketersediaan serta
kualitas layanan pendidikan yang ada di daerah. Dalam hal ini kualitas siswa, kualitas
guru, dan kualitas prasarana. Kualitas siswa terdiri dari 3 variabel, yaitu APM, RLS,
dan TPS. Kemudian, Kualitas guru yaitu PGL dan kualitas prasarana dicerminkan
pada variabel RKL.
b. Tabulasi Data
Penyusunan data variabel pembentuk indeks sesuai dengan model yang dibentuk,
yaitu model Indeks Pendidikan Provinsi serta Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota.
c. Analisis Korelasi Variabel Pembentuk Indeks Pendidikan
Sebelum dilakukan perhitungan Indeks Pendidikan dengan PCA, terlebih dahulu
dilakukan uji korelasi masing-masing variabel pembentuk indeks untuk mengetahui
seberapa besar interaksi antar variabel.

11
d. Perhitungan bobot menggunakan PCA
Perhitungan Indeks Pendidikan dilakukan dengan metode PCA terhadap variabel yang
telah dilakukan uji korelasi sebelumnya. Adapun spesifikasi model Indeks dengan
menggunakan metode PCA disusun sebagai berikut:
1) Indeks Pendidikan Provinsi (IndPendProv)
IndPendProv = α1 RLS + α2 APMSMA + α3 TPSM + α4 PGLSMK + α5
RKLSMA + α6 RKLSMK

2) Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota (IndPendKabKot)


IndPendKabKot = α1 RLS + α2 APMSMP + α3 TPSMP + α4 PGLSMP + α5
RKLSMP

Output dari analisis PCA adalah bobot dari setiap variabel pembentuk Indeks. Guna
mengetahui ketepatan output PCA, terdapat dua kriteria yang harus dipenuhi.
Pertama, nilai eigenvalue lebih besar dari satu (>1) atau koefisien component terbesar
secara eigenvalue dan proportion. Kedua, nilai eigenvectors pada setiap komponen
yang dipilih memiliki nilai sesuai sifatnya, dalam hal ini adalah positif. Perhitungan PCA
Indeks Pendidikan antara provinsi dan kabupaten/kota dilakukan secara terpisah,
karena mempertimbangkan pembagian wewenang antar pemerintah daerah.
e. Perhitungan Indeks Setiap Daerah
Nilai indeks per-daerah dihasilkan dari bobot variabel sesuai metode PCA dikalikan
dengan nilai variabel per-daerah, kemudian dijumlahkan sehingga menjadi angka
tunggal setiap daerah. Kemudian, penyesuaian skala indeks dilakukan sehingga
angka maksimal sebesar 100.

12
BAB III HASIL ANALISIS
Hasil analisis ini dibagi ke dalam tiga bagian. Pertama, analisis deskriptif terhadap
variabel yang digunakan dalam penyusunan indeks. Kedua, analisis hasil penyusunan indeks,
baik pada Indeks Provinsi maupun Indeks Kabupaten dan Kota. Ketiga, analisis kuadran yang
dibentuk oleh Indeks Pendidikan dan Indeks Kapasitas Fiskal Daerah.

3.1 Analisis Deskriptif


Analisis deskriptif merupakan analisis yang memperlihatkan hasil statistik deskriptif
pada variabel yang digunakan dalam penyusunan Indeks Pendidikan. Berdasarkan hal
tersebut, tabel di bawah memperlihatkan rangkuman dari setiap variabel yang digunakan
untuk penyusunan Indeks Pendidikan. Analisis dilakukan secara umum terhadap variabel
pembentuk Indeks Provinsi, serta Indeks Kabupaten dan Kota.
Tabel 1 Rangkuman Statistik Pembentuk Indeks Pendidikan Provinsi

Variabel Observasi Rata-rata Std. Deviasi Min Max

rls 34 8.716 0.928 6.760 11.17


apmsma 34 62.60 6.228 44.41 74.82
tpsm 34 65.51 10.51 32.95 90.12
pglsmk 34 95.64 1.275 92.76 98.18
rklsma 34 55.55 8.684 36.53 76.16
rklsmk 34 56.33 7.008 42.32 68.89

Sumber: olah data

Indeks Pendidikan Provinsi dibentuk dari ruang lingkup observasi yang


mempertimbangkan jumlah provinsi di Indonesia. Sebagaimana ditunjukkan pada tabel
di atas, terdapat 34 observasi yang mencerminkan keseluruhan Provinsi. Tabel tersebut
memperlihatkan kondisi data pembentuk Indeks Pendidikan Provinsi. Sebagai gambaran
pada data Rata-rata Lama Sekolah atau rls, jumlah observasi sebanyak 34 dengan rata-
rata sebesar 8,72 tahun. Sedangkan untuk kondisi persebaran data tercermin dengan
nilai minimal 6,76 tahun dan nilai maksimal 11,17 tahun. Hal tersebut menunjukkan
ketimpangan yang lebar antara nilai minimal pada Provinsi Papua dengan nilai maksimal
pada Provinsi DKI Jakarta.
Tabel 2 Rangkuman Statistik Pembentuk Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota

Variabel Observasi Rata-rata Std. Deviasi Min Max

rls 509 8,414 1,619 1,420 12,83


apmsmp 509 78,29 9,880 15,59 97,70
tpsmp 509 85,29 9,969 18,64 100
pglsmp 509 96,57 3,105 63,64 99,63
rklsmp 509 46,82 12,55 2,198 83,81

Sumber: olah data

Ruang lingkup observasi Indeks Pendidikan Kabupaten/Kota mempertimbangkan


jumlah pemerintah daerah level kabupaten dan kota. Sesuai tabel di atas, jumlah
observasi sebanyak 509 yang terdiri dari 508 kabupaten dan kota, kemudian 1 observasi
tambahan untuk memasukkan kewenangan se-level kabupaten dan kota pada lingkup
Provinsi DKI Jakarta. Hal ini mempertimbangkan Pasal 4 Undang-Undang No. 29 Tahun

13
2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota
Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahwa Provinsi DKI Jakarta sebagai daerah
otonom pada tingkat provinsi. Selain itu, penambahan observasi wilayah Provinsi DKI
Jakarta untuk memberikan gambaran yang lengkap terhadap konsisi kewenangan
pendidikan pada level kabupaten dan kota.
Berdasarkan tabel rangkuman di atas, tergambarkan beberapa kondisi dari data
yang membentuk Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota. Misalnya pada Angka
Partisipasi Murni SMP atau apmsmp, jumlah observasi sebanyak 509 dengan rata-rata
sebesar 78,29. Sementara untuk kondisi persebaran data tercermin dengan nilai minimal
15,59 tahun dan nilai maksimal 97,7 tahun. Hal ini menunjukkan ketimpangan yang lebar
antara nilai minimal pada Kab. Intan Jaya dengan nilai maksimal pada Kab. Gianyar.

3.2 Analisis Hasil Perhitungan Indeks Pendidikan


a. Analisis Korelasi
Analisis korelasi pada variabel indeks ditujukan untuk melihat hubungan linear
antar variabel yang terlibat sebagai data pembentuk Indeks Pendidikan. Selain itu,
analisis tersebut dilakukan guna mengetahui kelayakan variabel menjadi pembentuk
Indeks. Adapun kriteria yang digunakan dalam analisis korelasi antara lain: (1) korelasi
dari masing-masing variabel harus searah, dalam hal ini semua variabel harus
berkorelasi positif; (2) nilai korelasi dari masing-masing variabel harus cukup kuat.
Secara umum, ukuran yang digunakan untuk menentukan kuat atau lemahnya korelasi
untuk analisis PCA adalah sebesar 0,3. Hal ini berarti jika nilai korelasi menunjukkan
nilai sebesar 0,3 atau lebih maka korelasi sudah dikatakan cukup.
Tabel 3 Korelasi Variabel Pembentuk Indeks Pendidikan Provinsi

Variabel (1) (2) (3) (4) (5) (6)


(1) rls 1.000
(2) apmsma 0.609 1.000
(3) tpsm 0.806 0.778 1.000
(4) pglsmk 0.330 0.422 0.457 1.000
(5) rklsma 0.395 0.146 0.450 0.198 1.000
(6) rklsmk 0.112 0.115 0.279 -0.072 0.750 1.000
Sumber: olah data

Tabel korelasi di atas menunjukkan hubungan linear antar variabel penyusun


Indeks Pendidikan Provinsi. Sesuai tabel di atas dapat diliihat bahwa sebagian besar
variabel yang digunakan dapat dikategorikan layak sebagai pembentuk Indeks
Pendidikan Provinsi, namun terdapat salah satu angka korelasi Ruang Kelas Layak
SMK (rklsmk) yang bernilai negatif dan relatif kecil. Namun demikian, variabel rklsmk
tetap dipilih untuk menjadi pembentuk indeks karena variabel tersebut menjadi tolok
ukur kualitas ruang kelas dan menggambarkan kualitas dari sudut pandang
infrastruktur. Semakin tinggi nilai rklsmk maka menunjukkan semakin baik kualitas
infrastruktur yang digunakan untuk menunjang proses pendidikan.

14
Tabel 4 Korelasi Variabel Pembentuk Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota

Variabel (1) (2) (3) (4) (5)


(1) rls 1.000
(2) apmsmp 0.473 1.000
(3) tpsmp 0.623 0.713 1.000
(4) pglsmp 0.368 0.454 0.428 1.000
(5) rklsmp 0.382 0.159 0.215 0.096 1.000
Sumber: olah data

Nilai korelasi antar variabel pada tabel di atas menunjukkan hubungan linear
antar variabel penyusun Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota. Berdasarkan hasil
pada tabel di atas dapat diliihat bahwa sebagian besar variabel yang digunakan dapat
dikategorikan layak sebagai pembentuk Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota. Di
sisi lain, terdapat salah satu angka korelasi Ruang Kelas Layak SMP (rklsmp) yang
bernilai relatif kecil. Namun variabel rklsmp tetap dipilih untuk menjadi pembentuk
indeks karena variabel tersebut menjadi tolok ukur kualitas ruang kelas dan
menggambarkan kualitas dari sudut pandang infrastruktur. Semakin tinggi nilai rklsmp
maka menunjukkan semakin baik kualitas infrastruktur yang digunakan untuk
menunjang proses pendidikan.

b. PCA
Berdasarkan model yang telah ditentukan, diperoleh model dan koefisien
perhitungan PCA sebagai berikut:
1) Indeks Provinsi
IndPend 0,4751 RLS + 0,4470 APMSMA + 0,5365 TPSM + 0,3134
=
Prov PGLSMK + 0,3592 RKLSMA + 0,2436 RKLSMK

2) Indeks Kabupaten dan Kota


IndPend 0,4898 RLS + 0,5019 APMSMP + 0,5345 TPSMP +
=
Kab/Kota 0,3982 PGLSMP + 0,253 RKLSMP

Nilai eigenvectors pada setiap variabel yang dipilih memiliki nilai sesuai
sifatnya yaitu positif.

c. Hasil Perhitungan Indeks


Indeks Pendidikan memiliki skala antara 0-100, yang mana nilai 100 merupakan
daerah dengan kondisi terbaik dibandingkan dengan daerah lain. Semakin tinggi nilai
Indeks Pendidikan suatu daerah, maka semakin baik layanan publik pendidikan di
daerah tersebut. Kemudian, analisis hasil perhitungan indeks untuk menggambarkan
kualitas layanan publik bidang pendidikan di daerah dan menunjukkan perbandingan
kualitas layanan publik bidang pendidikan antar daerah. Dengan demikian, analisis
tersebut akan disusun dengan rangkuman statistik dasar, perbandingan antar daerah
melalui peta, dan daftar daerah tertinggi-terendah, masing-masing sesuai pembagian
Indeks Pendidikan Provinsi serta Kabupaten dan Kota.

15
1) Indeks Pendidikan Provinsi
Hasil perhitungan Indeks Pendidikan Provinsi menunjukkan rata-rata indeks
sebesar 85,67. Nilai indeks tertinggi sebesar 100 yaitu nilai indeks pada Provinsi
D.I. Yogyakarta, sementara nilai indeks terendah yaitu Provinsi Papua sebesar
62,9. Selisih antara nilai terendah dan tertinggi mencapai 37,1. Lebih lanjut, analisis
sebaran indeks dapat dilakukan dengan pembagian kelas secara kuartil.
Analisis metode pembagian kelas secara kuartil membagi sebaran indeks
menjadi 4 kelompok, sebagaimana ditampilkan pada Gambar Box Plot di bawah.
Pada kategori pertama yaitu sebaran data dari nilai indeks terendah (minimial)
sebesar 62,9 sampai dengan nilai 81,1 (Q1), atau 25% terendah digolongkan
sebagai sangat rendah. Kemudian, sebaran nilai indeks di atas 81,1 (Q1) sampai
dengan 85,9 (Q2 atau Median) digolongkan sebagai rendah. Selanjutnya, sebaran
di atas nilai median sampai dengan 88,3 (Q3) dikategorikan sebagai sedang.
Adapun nilai indeks di atas Q3 sampai dengan 100 (maksimal) dikategorikan
sebagai tinggi. Berdasarkan Box Plot tersebut, 50% data terdapat pada nilai di atas
81,1 (Q1) sampai 88,3 (Q3), dengan jarak interkuartil sebesar 7,2.
Grafik 1 Box Plot Indeks Pendidikan Provinsi

Sumber: Hasil olah data penghitungan Indeks Pendidikan

Sebaran nilai indeks secara kuartil digambarkan pada peta provinsi di bawah.
Melalui gambar peta tersebut, sebaran nilai indeks terjadi secara variatif. Provinsi
berwarna hijau sebanyak 9 provinsi merupakan kategori tinggi, dengan provinsi
terbanyak pada wilayah Sumatera sebanyak 5 provinsi (14,71% dari jumlah
daerah). Kemudian, provinsi berwarna jingga merupakan daerah dengan kategori
rendah yang terdiri dari 8 provinsi. Provinsi berwarna kuning menunjukkan kategori
sedang, yang diisi oleh 8 provinsi. Adapun untuk wilayah yang memiliki daerah
dengan indeks kategori sangat rendah sebanyak 9 provinsi, dengan wilayah Maluku
dan Papua sejumlah 3 provinsi (8,82%).

16
Gambar 1 Peta Sebaran Indeks Pendidikan Provinsi

Sumber: Hasil olah data penghitungan Indeks Pendidikan

Selanjutnya, analisis lebih rinci dilakukan terhadap provinsi dengan nilai indeks
tertinggi dan terendah. Berdasarkan grafik di bawah, Provinsi D.I. Yogyakarta menjadi
provinsi dengan indeks tertinggi yaitu sebesar 100, diikuti Provinsi DKI Jakarta sebesar
99,3, dan Provinsi Bali sebesar 98,1. Sementara itu, provinsi dengan nilai indeks
terendah adalah Provinsi Papua sebesar 62,9, diikuti oleh Provinsi Nusa Tenggara
Timur dan Provinsi Kalimantan Barat masing-masing sebesar 76 dan 78,2.
Grafik 2 Pemerintah Daerah dengan Indeks Pendidikan Provinsi
Tertinggi dan Terendah

DI Yogyakarta 100,0
DKI Jakarta 99,3
Tertinggi

Bali 98,1
Kepulauan Riau 97,3
Kalimantan Timur 91,6
Sulawesi Barat 79,4
Papua Barat 79,2
Terendah

Kalimantan Barat 78,2


Nusa Tenggara Timur 76,0
Papua 62,9

0 20 40 60 80 100

Sumber: Hasil olah data penghitungan Indeks Pendidikan

2) Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota


Hasil perhitungan Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota menunjukkan rata-
rata indeks sebesar 87,83, atau lebih tinggi dari Indeks Pendidian Provinsi. Nilai
indeks tertinggi untuk level kabupaten yaitu sebesar 100 pada Kab. Gianyar,
sementara nilai indeks terendah yaitu Kab. Puncak sebesar 41,5. Selain itu, pada
level kota, daerah tertinggi adalah Kota Banda Aceh sebesar 100 dan daerah
terendah sebesar 84,25 pada Kota Palangkaraya. Selanjutnya, analisis sebaran
indeks dapat dilakukan dengan pembagian kelas secara kuartil.
Analisis sebaran Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota dilakukan secara
kuartil, sehingga dihasilkan menjadi 4 kelompok sebagaimana ditampilkan pada
Gambar Box Plot di bawah. Pada kategori pertama yaitu sebaran data dari nilai

17
indeks terendah (minimial) sebesar 41,5 sampai dengan nilai 85,2 (Q1), atau 25%
terendah digolongkan sebagai sangat rendah. Kemudian, pada kategori kedua,
sebaran nilai indeks di atas 85,2 (Q1) sampai dengan 88,7 (Q2 atau Median)
digolongkan sebagai rendah. Selanjutnya, pada sebaran di atas nilai Median
sampai dengan 92,2 (Q3) dikategorikan sebagai sedang. Adapun nilai indeks di
atas Q3 sampai dengan 100 (maksimal) dikategorikan sebagai tinggi. Berdasarkan
Box Plot tersebut, 50% data terdapat pada nilai di atas 85,2 (Q1) sampai 92,2 (Q3),
dengan jarak interkuartil sebesar 7,04.
Grafik 3 Box Plot Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota

Sumber: Hasil olah data penghitungan Indeks Pendidikan

Sebaran nilai indeks secara kuartil digambarkan pada peta kabupaten dan
kota di bawah. Melalui gambar peta tersebut, sebaran nilai indeks terjadi secara
variatif. Wilayah yang memiliki daerah dengan indeks kategori tinggi terbanyak
pada wilayah Sumatera dan Jawa, masing-masing dengan 52 daerah (10,22% dari
jumlah daerah) dan 46 daerah (9,04%). Adapun untuk wilayah yang memiliki daerah
dengan indeks kategori sangat rendah terbanyak yaitu wilayah Maluku dan Papua
sejumlah 39 daerah (7,66%), kemudian wilayah Kalimantan sejumlah 23 daerah
(4,52%).
Gambar 2 Peta Sebaran Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota

Sumber: Hasil olah data penghitungan Indeks Pendidikan

18
Selanjutnya, analisis lebih lanjut dilakukan secara terpisah antara kabupaten
dan kota dengan nilai indeks tertinggi dan terendah. Hal ini dilakukan untuk
memberikan gambaran yang lebih utuh dan variatif pada setiap level pemda. Sesuai
grafik di bawah, Kota Banda Aceh menjadi kota dengan indeks tertinggi yaitu
sebesar 100, diikuti Kota Tangerang Selatan sebesar 99,8, dan Kota Batam
sebesar 99,8. Sementara itu, kota dengan nilai indeks terendah adalah Kota
Palangkaraya sebesar 84,3, diikuti oleh Kota Singkawang dan Kota Cirebon,
masing-masing sebesar 86 dan 86,4.
Grafik 4 Pemerintah Daerah dengan Indeks Pendidikan Kota
Tertinggi dan Terendah

Banda Aceh 100,0


Tangerang Selatan 99,8
Tertinggi

Batam 99,8
Madiun 99,1
Semarang 99,0
Bitung 87,8
Tegal 87,6
Terendah

Cirebon 86,4
Singkawang 86,0
Palangkaraya 84,3

0 20 40 60 80 100

Sumber: Hasil olah data penghitungan Indeks Pendidikan

Nilai indeks tertinggi dan terendah pada level kabupaten menunjukkan hasil
yang variatif. Sebagaimana ditampilkan pada grafik di bawah, Kab. Gianyar
merupakan kabupaten dengan indeks tertinggi mencapai 100. Sementara itu,
indeks terendah diisi oleh Kab. Puncak dengan indeks sebesar 41,5. Terdapat 3
daerah tertinggi yang berasal dari Provinsi Bali, dan 5 daerah dengan nilai indeks
terendah pada level kabupaten berasal dari Provinsi Papua. Selain itu, terdapat
ketimpangan yang besar antara nilai terendah pada level kabupaten dan kota.
Selisih nilai indeks terendah pada level kabupaten dan kota mencapai 42,75.
Grafik 5 Pemerintah Daerah dengan Indeks Pendidikan Kabupaten
Tertinggi dan Terendah

Gianyar 100,0
Jembrana 99,7
Tertinggi

Sidoarjo 98,8
Tabanan 98,4
Natuna 98,3
Mappi 53,8
Yahukimo 50,1
Terendah

Asmat 49,2
Intan Jaya 45,0
Puncak 41,5

0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0

Sumber: Hasil olah data penghitungan Indeks Pendidikan

19
d. Robustness Check
Analisis Robustness Check dilakukan antara nilai indeks terhadap indikator yang
berkaitan dengan kualitas pendidikan dan kemiskinan. Indikator tersebut yaitu Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), Harapan Lama Sekolah (HLS), dan Kemiskinan
Ekstrim. Hal ini dilakukan untuk melihat konsistensi nilai indeks dengan indikator
dimaksud.
1) Robustness Check terhadap IPM
IPM mengukur pencapaian hasil pembangunan dari suatu daerah atau
wilayah dalam tiga dimensi dasar pembangunan yaitu lamanya hidup, pengetahuan
atau tingkat pendidikan, dan standar hidup layak (Sirusa BPS). Analisis Robustness
Check mengasumsikan bahwa nilai indeks memiliki hubungan yang positif dengan
IPM.
Grafik 6 Scatter Plot Indeks Pendidikan dan IPM

Sumber: Hasil olah data

Hasil Robustness Check Indeks Pendidikan terhadap IPM memiliki hubungan yang
positif, baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota. Hal ini menunjukkan
kondisi bahwa semakin tinggi Indeks Pendidikan suatu daerah, maka semakin
tinggi IPM di daerah tersebut. Daerah dengan kualitas pelayanan pendidikan yang
baik akan selaras dengan standar kehidupan yang layak dan pembangunan
manusia di daerah tersebut.
2) Robustness Check terhadap HLS
HLS didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan
dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. HLS dapat digunakan
untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang
(Sirusa BPS). Analisis Robustness Check mengasumsikan bahwa nilai indeks
memiliki hubungan yang positif dengan HLS.
Hasil Robustness Check Indeks Pendidikan terhadap HLS di bawah menunjukkan
hubungan yang positif, baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota. Hal
ini memperlihatkan kondisi bahwa seiring peningkatan Indeks Pendidikan suatu
daerah, maka semakin tinggi HLS di daerah tersebut. Semakin lama harapan
menikmati jenjang pendidikan, maka dapat merepresentasikan Indeks Pendidikan
yang baik pada suatu daerah.

20
Grafik 7 Scatter Plot Indeks Pendidikan dan HLS

Sumber: Hasil olah data

3) Robustness Check terhadap Kemiskinan Ekstrem


Definisi Kemiskinan Ekstrem berpatokan pada paritas daya beli (purchasing power
parity/PPP) di bawah US$1,9 per hari (Bank Dunia). Dalam laporan Poverty &
Equity Brief East Asia & Pacific disebutkan bahwa pada 2017, nilai US$1,9 PPP
setara dengan Rp11.941 per kapita per hari, yang untuk tahun selanjutnya
digerakkan dengan perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) periode tahun yang
bersesuaian (Penentuan Wilayah Prioritas Kemiskinan Ekstrem 2021-2024, TNP2K
2022). Analisis Robustness Check mengasumsikan bahwa nilai indeks memiliki
hubungan yang negatif terhadap Kemiskinan Ekstrem.
Grafik 8 Scatter Plot Indeks Pendidikan dan Kemiskinan Ekstrem

Sumber: Hasil olah data

Hasil Robustness Check Indeks Pendidikan terhadap Kemiskinan Ekstrem


menujukkan hubungan yang negatif, baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten
dan kota. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa seiring peningkatan Indeks
Pendidikan suatu daerah, maka semakin rendah Kemiskinan Ekstrem di daerah
tersebut. Hal ini menjadi indikasi bahwa semakin tinggi nilai indikator kesejahteraan
suatu daerah, maka kualitas layanan pendidikan semakin baik.

21
3.3 Analisis Kuadran Indeks Pendidikan dan IKFD
Analisis kuadran menunjukkan kondisi daerah dengan karakteristik Indeks
Pendidikan dan IKFD. Tujuan penyusunan kuadran yaitu memperlihatkan kondisi kualitas
layanan pendidikan di daerah, dan kemampuan daerah dalam membiayai urusan di
daerah melalui IKFD. Pemahaman mengenai kuadran dapat mendukung penyusunan
tindaklanjut yang tepat dalam memberikan kebijakan ke daerah.
Sebagaimana tertera dalam PMK No. 116 Tahun 2021 tentang Peta Kapasitas
Fiskal Daerah, bahwa perhitungan Peta Kapasitas Fiskal Daerah baik provinsi maupun
kabupaten/kota dilakukan melalui 2 tahap. Tahap 1 yaitu perhitungan Kapasitas Fiskal
Daerah provinsi maupun kabupaten/kota, dan Tahap 2 adalah perhitungan Indeks
Kapasitas Fiskal Daerah (IKFD) provinsi maupun kabupaten/kota. Angka IKFD ini yang
akan digunakan dalam menyusun kuadran Indeks Pendidikan dan IKFD. Adapun
kapasitas Fiskal Daerah adalah kemampuan keuangan masing-masing daerah yang
dicerminkan melalui pendapatan dikurangi dengan pendapatan yang penggunaannya
sudah ditentukan dan belanja tertentu. Pendapatan tersebut terdiri dari Pendapatan Asli
Daerah, Pendapatan Transfer, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah.
Komponen pendapatan yang penggunaannya sudah ditentukan dan belanja
tertentu terdapat perbedaan bagi Kapasitas Fiskal Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Pendapatan yang penggunaannya sudah ditentukan, untuk Kapasitas Fiskal Daerah
Provinsi, meliputi Pajak Rokok, DBH CHT, DBH SDA Dana Reboisasi, DAK Fisik, DAK
Nonfisik, Dana Otonomi Khusus, DBH SDA Minyak dan Gas Bumi dalam rangka Otonomi
KHusus, Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Hibah. Sementara hal
yang dimaksud Belanja tertentu terdiri dari Belanja Pegawai, Belanja Bunga, dan Belanja
Bagi Hasil. Pendapatan yang penggunaannya sudah ditentukan, untuk Kapasitas Fiskal
Daerah Kabupaten/Kota, DBH CHT, DAK Fisik, DAK Nonfisik, Dana Otonomi Khusus,
Dana Desa, dan Hibah. Sementara hal yang dimaksud Belanja tertentu terdiri dari Belanja
Pegawai, Belanja Bunga, Belanja Bagi Hasil, dan Alokasi Dana Desa. Kategori kapasitas
Fiskal Daerah dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah,
dan sangat rendah.
Semakin tinggi kapasitas fiskal suatu daerah maka semakin besar kemampuan
pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat
terutama dalam penyediaan pelayanan publik, termasuk pelayanan di bidang pendidikan.
Dengan kapasitas fiskal yang tinggi berarti suatu pemerintah daerah memiliki
kemampuan keuangan yang memadai untuk melaksanakan belanja daerah sesuai
prioritas masing-masing daerah. Dengan demikian, Indeks Pendidikan seharusnya
sejalan dengan kapasitas fiskal daerah.
Kuadran Indeks Pendidikan dan IKFD disusun dalam 4 kondisi. Indeks Pendidikan
dibagi atas dua kondisi yaitu tinggi dan rendah, kondisi tinggi berarti nilai daerah di atas
rata-rata indeks baik provinsi maupun kabupaten/kota sementara kondisi rendah berarti
nilai daerah di bawah rata-rata indeks baik provinsi maupun kabupaten/kota. IKFD dibagi
atas dua kondisi yaitu tinggi dan rendah, kondisi tinggi berarti nilai IKFD daerah di atas
rata-rata IKFD baik provinsi maupun kabupaten/kota sementara kondisi rendah berarti
nilai IKFD daerah di bawah rata-rata IKFD baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Berdasarkan hal tersebut, penyusunan kuadran ditampilkan sebagaimana tabel kuadran
di bawah.

22
Tabel 5 Keterangan Kuadran Indeks Pendidikan dan IKFD
Kuadran Keterangan
Indeks Pendidikan Tinggi
I
IKFD Tinggi
Indeks Pendidikan Rendah
II
IKFD Tinggi
Indeks Pendidikan Rendah
III
IKFD Rendah
Indeks Pendidikan Tinggi
IV
IKFD Rendah

Sebagaimana ditampilkan pada gambar di bawah, kuadran Indeks Pendidikan


Provinsi dan IKFD membentuk hasil yang bervariasi pada Kuadran 1 sampai 4. Pada
kuadran 1, terdapat 3 provinsi yang memiliki Indeks Pendidikan tinggi disertai IKFD yang
tinggi seperti Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Timur, dan Provinsi Banten. Sementara
itu, pada kuadran 2 terdapat 2 provinsi yang memiliki kombinasi Indeks Pendidikan yang
rendah namun IKFD yang tinggi seperti Provinsi Jawa Barat. Kuadran 3 terdiri dari 15
daerah, dengan Indeks Pendidikan dan IKFD yang rendah misalnya Provinsi Papua.
Kemudian, kuadran 4 dengan kombinasi Indeks Pendidikan tinggi namun IKFD rendah
terdiri dari 14 provinsi misalnya Provinsi D.I. Yogyakarta.
Grafik 9 Kuadran Indeks Kapasitas Fiskal Daerah dan Indeks Pendidikan Provinsi

12
Indeks Kapasitas Fiskal Daerah

10 II DKI Jakarta I
8

2 Jawa Barat

0 0
Papua DI Yogyakarta
40 50 60 70 80 90 100 110

III Indeks Pendidikan Provinsi


IV
Sumber: Hasil olah data

Sesuai gambar di bawah, kuadran Indeks Pendidikan Kabupaten Kota dan IKFD
membentuk hasil yang bervariasi pada Kuadran 1 sampai 4. Pada kuadran 1, terdapat
109 daerah yang memiliki Indeks Pendidikan tinggi disertai IKFD yang tinggi seperti Kota
Surabaya, Kota Bekasi, dan wilayah Administratif DKI Jakarta. Sementara itu, pada
kuadran 2 terdapat 30 daerah yang memiliki kombinasi Indeks Pendidikan yang rendah
namun IKFD yang tinggi seperti Kab. Cianjur, dan Kab. Indramayu. Kuadran 3 terdiri dari
185 daerah, dengan Indeks Pendidikan dan IKFD yang rendah misalnya Kab. Puncak,
Kab. Nduga, dan Kab. Kepulauan Mentawai. Kemudian, kuadran 4 dengan kombinasi
Indeks Pendidikan tinggi namun IKFD rendah terdiri dari 185 daerah misalnya Kab.
Gunung Kidul dan Kab. Pakpak Bharat.

23
Grafik 10 Kuadran Indeks Kapasitas Fiskal Daerah dan Indeks Pendidikan Kabupaten
dan Kota
12 Wilayah Adm. DKI
Jakarta
Indeks Kapasitas Fiskal Daerah
Kota Surabaya
10
II I
8 Kota Bekasi
6

4 Kab. Cianjur
Kab. Indramayu
Kab. Kepulauan
2 Puncak
Kab. Kab. Nduga Mentawai Kab. Kab. Pakpak
Gunung Kidul
Bharat
0 0
40 50 60 70 80 90 100 110
III Indeks Pendidikan Kabupaten/Kota IV
Sumber: Hasil olah data

24
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan
Sesuai dengan tujuan penyusunan dan hasil analisis pada pembahasan
sebelumnya, ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a. Gambaran kualitas layanan publik bidang pendidikan di daerah sebagai berikut:
1) Pada Indeks Pendidikan Provinsi, rata-rata indeks mencapai 85,67 dengan nilai
minimal sebesar 62,9 dan nilai maksimal sebesar 100. Selisih antara nilai terendah
dan tertinggi mencapai 37,1.
2) Pada Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota, rata-rata indeks mencapai 87,83
dengan nilai minimal sebesar 41,5 dan nilai maksimal sebesar 100. Selisih antara
nilai terendah dan tertinggi mencapai 58,5, atau lebih tinggi dari selisih pada indeks
provinsi.
b. Perbandingan kualitas layanan publik bidang pendidikan antar daerah menunjukkan
ketimpangan yang cukup besar. Pada indeks provinsi, daerah dengan indeks terendah
adalah Provinsi Papua sementara indeks tertinggi yaitu Provinsi D.I. Yogyakarta.
Kemudian pada indeks kabupaten dan kota, wilayah Maluku dan Papua menjadi
wilayah dengan kabupaten/kota terendah yang paling banyak dengan jumlah 39
daerah (7,66%). Lebih lanjut, pada peringkat kabupaten dengan indeks terendah diisi
oleh 5 kabupaten yang berasal dari Provinsi Papua. Beberapa hal tersebut
menunjukkan bahwa perlunya perhatian lebih bagi kondisi kualitas layanan pendidikan
di Provinsi Papua.
c. Analisis kuadran Indeks Pendidikan dan IKFD menunjukkan 2 kondisi yang
menunjukkan posisi Indeks Pendidikan rendah, antara lain:
1) Pertama, kuadran II dengan kondisi Indeks Pendidikan rendah dan IKFD tinggi.
Pada kuadran II ini layanan publik bidang pendidikan masih rendah padahal IKFD
tinggi, terdapat 2 provinsi dan 30 kabupaten/kota pada kuadran ini.
2) Kedua, kuadran III yang memperlihatkan Indeks Pendidikan dan IKFD rendah. pada
kuadran III ini layanan publik bidang pendidikan dan kapasitas fiskal berada pada
kondisi rendah, terdapat 15 provinsi dan 185 kabupaten/kota pada kuadran ini.

4.2 Rekomendasi Kebijakan


Berdasarkan kesimpulan di atas, rekomendasi yang dapat diberikan antara lain
sebagai berikut:
a. Data Indeks Pendidikan dapat digunakan sebagai bahan pemetaan kualitas layanan
pendidikan di daerah. Pemahaman mengenai kualitas layanan tersebut dapat berguna
sebagai data dukung proses pengelolaan TKD terkait pendidikan. Hal tersebut dapat
diaplikasikan sebagai data dukung pembahasan proses pengelolaan TKD terkait
pendidikan bersama dengan K/L terkait.
b. Dalam hal pengalokasian TKD, daerah dengan Indeks Pendidikan dan IKFD yang
rendah dapat dipertimbangkan untuk mendapat perhatian lebih dalam pengalokasian
TKD yang berkaitan dengan pendidikan. Perhatian lebih diharapkan dapat mendukung
daerah dalam mengejar ketertinggalan standar layanan publik. Sebaliknya daerah
dengan Indeks Pendidikan dan IKFD tinggi dapat dipertimbangkan mendapatkan
alokasi yang lebih rendah.

25
c. Sedangkan untuk daerah yang memiliki IKFD tinggi namun masih memiliki Indeks
Pendidikan yang rendah, maka dapat dipertimbangkan untuk menjadi prioritas
pengawasan kepatuhan pada peraturan Mandatory Spending Bidang Pendidikan pada
Pemerintah Daerah. Pemenuhan Mandatory Spending bidang pendidikan menjadi
langkah awal untuk mengakselerasi perbaikan layanan publik bidang pendidikan.

26
LAMPIRAN

Indeks Pendidikan Provinsi

No Daerah Indeks Provinsi


1 Provinsi Aceh 87,89
2 Provinsi Sumatera Utara 90,63
3 Provinsi Sumatera Barat 89,96
4 Provinsi Riau 90,25
5 Provinsi Jambi 84,49
6 Provinsi Sumatera Selatan 85,13
7 Provinsi Bengkulu 80,89
8 Provinsi Lampung 81,42
9 Provinsi DKI Jakarta 99,30
10 Provinsi Jawa Barat 85,05
11 Provinsi Jawa Tengah 83,51
12 Provinsi DI Yogyakarta 100,00
13 Provinsi Jawa Timur 87,31
14 Provinsi Kalimantan Barat 78,22
15 Provinsi Kalimantan Tengah 81,04
16 Provinsi Kalimantan Selatan 86,77
17 Provinsi Kalimantan Timur 91,55
18 Provinsi Sulawesi Utara 86,63
19 Provinsi Sulawesi Tengah 88,17
20 Provinsi Sulawesi Selatan 86,35
21 Provinsi Sulawesi Tenggara 86,64
22 Provinsi Bali 98,11
23 Provinsi Nusa Tenggara Barat 82,39
24 Provinsi Nusa Tenggara Timur 76,04
25 Provinsi Maluku 80,77
26 Provinsi Papua 62,90
27 Provinsi Maluku Utara 85,08
28 Provinsi Banten 86,99
29 Provinsi Bangka Belitung 88,40
30 Provinsi Gorontalo 79,57
31 Provinsi Kepulauan Riau 97,30
32 Provinsi Papua Barat 79,19
33 Provinsi Sulawesi Barat 79,39
34 Provinsi Kalimantan Utara 85,58

27
Indeks Pendidikan Kabupaten dan Kota

Provinsi Aceh Kab. Tangerang 90,97


Kab. Aceh Barat 91,28 Kota Cilegon 93,80
Kab. Aceh Barat Daya 88,24 Kota Serang 93,99
Kab. Aceh Besar 93,01 Kota Tangerang 95,92
Kab. Aceh Jaya 94,61 Kota Tangerang Selatan 99,85
Kab. Aceh Selatan 92,33 Provinsi Bengkulu
Kab. Aceh Singkil 92,49 Kab. Bengkulu Selatan 79,96
Kab. Aceh Tamiang 93,81 Kab. Bengkulu Tengah 89,50
Kab. Aceh Tengah 93,98 Kab. Bengkulu Utara 86,42
Kab. Aceh Tenggara 87,45 Kab. Kaur 84,18
Kab. Aceh Timur 88,12 Kab. Kepahiang 86,37
Kab. Aceh Utara 93,64 Kab. Lebong 88,19
Kab. Bener Meriah 94,77 Kab. Mukomuko 89,42
Kab. Bireuen 93,23 Kab. Rejang Lebong 84,19
Kab. Gayo Lues 90,14 Kab. Seluma 86,51
Kab. Nagan Raya 87,51 Kota Bengkulu 98,20
Kab. Pidie 90,28 Provinsi DI Yogyakarta
Kab. Pidie Jaya 98,09 Kab. Bantul 93,91
Kab. Simeulue 92,29 Kab. Gunung Kidul 91,53
Kota Banda Aceh 99,99 Kab. Kulon Progo 93,29
Kota Langsa 91,29 Kab. Sleman 92,26
Kota Lhokseumawe 96,68 Kota Yogyakarta 93,92
Kota Sabang 96,49 Provinsi DKI Jakarta
Kota Subulussalam 94,44 Wilayah Administratif DKI
97,71
Jakarta
Provinsi Bali
Provinsi Gorontalo
Kab. Badung 97,17
Kab. Boalemo 82,92
Kab. Bangli 94,10
Kab. Bone Bolango 86,09
Kab. Buleleng 95,52
Kab. Gorontalo 79,87
Kab. Gianyar 100,00
Kab. Gorontalo Utara 86,42
Kab. Jembrana 99,67
Kab. Pohuwato 86,37
Kab. Karangasem 87,06
Kota Gorontalo 91,68
Kab. Klungkung 95,23
Provinsi Jambi
Kab. Tabanan 98,38
Kab. Batanghari 90,55
Kota Denpasar 97,07
Kab. Bungo 83,05
Provinsi Bangka Belitung
Kab. Kerinci 90,14
Kab. Bangka 91,87
Kab. Merangin 81,39
Kab. Bangka Barat 82,17
Kab. Muaro Jambi 87,90
Kab. Bangka Selatan 89,26
Kab. Sarolangun 86,29
Kab. Bangka Tengah 86,34
Kab. Tanjung Jabung Barat 90,26
Kab. Belitung 84,14
Kab. Tanjung Jabung Timur 88,74
Kab. Belitung Timur 87,59
Kab. Tebo 85,03
Kota Pangkal Pinang 92,86
Kota Jambi 95,87
Provinsi Banten
Kota Sungai Penuh 94,57
Kab. Lebak 85,08
Provinsi Jawa Barat
Kab. Pandeglang 88,25
Kab. Bandung 91,58
Kab. Serang 87,95
Kab. Bandung Barat 85,87

28
Kab. Bekasi 90,66 Kab. Semarang 89,14
Kab. Bogor 91,72 Kab. Sragen 91,55
Kab. Ciamis 90,19 Kab. Sukoharjo 88,44
Kab. Cianjur 83,68 Kab. Tegal 85,13
Kab. Cirebon 88,83 Kab. Temanggung 86,23
Kab. Garut 87,79 Kab. Wonogiri 93,29
Kab. Indramayu 86,22 Kab. Wonosobo 81,64
Kab. Karawang 90,93 Kota Magelang 94,42
Kab. Kuningan 88,62 Kota Pekalongan 92,24
Kab. Majalengka 89,24 Kota Salatiga 93,41
Kab. Pangandaran 89,50 Kota Semarang 99,02
Kab. Purwakarta 89,57 Kota Surakarta 95,29
Kab. Subang 88,94 Kota Tegal 87,56
Kab. Sukabumi 91,44 Provinsi Jawa Timur
Kab. Sumedang 91,45 Kab. Bangkalan 83,26
Kab. Tasikmalaya 91,37 Kab. Banyuwangi 89,05
Kota Bandung 94,43 Kab. Blitar 94,76
Kota Banjar 93,40 Kab. Bojonegoro 89,78
Kota Bekasi 96,15 Kab. Bondowoso 87,78
Kota Bogor 95,17 Kab. Gresik 93,85
Kota Cimahi 94,73 Kab. Jember 90,47
Kota Cirebon 86,40 Kab. Jombang 94,63
Kota Depok 93,57 Kab. Kediri 91,74
Kota Sukabumi 92,59 Kab. Lamongan 93,22
Kota Tasikmalaya 95,16 Kab. Lumajang 85,15
Provinsi Jawa Tengah Kab. Madiun 96,75
Kab. Banjarnegara 86,14 Kab. Magetan 94,49
Kab. Banyumas 93,04 Kab. Malang 91,80
Kab. Batang 85,27 Kab. Mojokerto 92,59
Kab. Blora 88,81 Kab. Nganjuk 95,30
Kab. Boyolali 89,47 Kab. Ngawi 93,92
Kab. Brebes 88,94 Kab. Pacitan 91,65
Kab. Cilacap 90,08 Kab. Pamekasan 85,94
Kab. Demak 91,30 Kab. Pasuruan 88,66
Kab. Grobogan 87,84 Kab. Ponorogo 88,47
Kab. Jepara 92,43 Kab. Probolinggo 81,23
Kab. Karanganyar 93,48 Kab. Sampang 76,69
Kab. Kebumen 91,28 Kab. Sidoarjo 98,82
Kab. Kendal 88,07 Kab. Situbondo 88,00
Kab. Klaten 92,09 Kab. Sumenep 90,53
Kab. Kudus 92,08 Kab. Trenggalek 94,36
Kab. Magelang 89,19 Kab. Tuban 90,17
Kab. Pati 90,99 Kab. Tulungagung 91,25
Kab. Pekalongan 86,86 Kota Batu 94,40
Kab. Pemalang 86,59 Kota Blitar 92,57
Kab. Purbalingga 90,14 Kota Kediri 96,20
Kab. Purworejo 87,82 Kota Madiun 99,09
Kab. Rembang 92,68 Kota Malang 97,06

29
Kota Mojokerto 95,11 Provinsi Kalimantan Timur
Kota Pasuruan 93,79 Kab. Berau 95,65
Kota Probolinggo 95,79 Kab. Kutai Barat 89,83
Kota Surabaya 98,31 Kab. Kutai Kartanegara 95,19
Provinsi Kalimantan Barat Kab. Kutai Timur 89,88
Kab. Bengkayang 76,10 Kab. Mahakam Ulu 85,61
Kab. Kapuas Hulu 82,00 Kab. Paser 86,86
Kab. Kayong Utara 85,15 Kab. Penajam Paser Utara 89,37
Kab. Ketapang 79,70 Kota Balikpapan 97,37
Kab. Kubu Raya 88,07 Kota Bontang 91,70
Kab. Landak 79,15 Kota Samarinda 94,44
Kab. Melawi 75,78 Provinsi Kalimantan Utara
Kab. Mempawah 80,86 Kab. Bulungan 90,07
Kab. Sambas 78,11 Kab. Malinau 90,91
Kab. Sanggau 81,42 Kab. Nunukan 89,71
Kab. Sekadau 75,87 Kab. Tana Tidung 85,20
Kab. Sintang 78,57 Kota Tarakan 96,26
Kota Pontianak 90,30 Provinsi Kepulauan Riau
Kota Singkawang 86,03 Kab. Bintan 96,74
Provinsi Kalimantan Selatan Kab. Karimun 90,00
Kab. Balangan 91,13 Kab. Kepulauan Anambas 96,18
Kab. Banjar 81,11 Kab. Lingga 93,03
Kab. Barito Kuala 89,09 Kab. Natuna 98,30
Kab. Hulu Sungai Selatan 79,92 Kota Batam 99,79
Kab. Hulu Sungai Tengah 88,23 Kota Tanjung Pinang 89,20
Kab. Hulu Sungai Utara 82,46 Provinsi Lampung
Kab. Kotabaru 84,28 Kab. Lampung Barat 87,72
Kab. Tabalong 91,20 Kab. Lampung Selatan 85,82
Kab. Tanah Bumbu 85,16 Kab. Lampung Tengah 87,73
Kab. Tanah Laut 83,28 Kab. Lampung Timur 91,92
Kab. Tapin 81,52 Kab. Lampung Utara 87,90
Kota Banjarbaru 92,26 Kab. Mesuji 85,66
Kota Banjarmasin 92,95 Kab. Pesawaran 86,01
Provinsi Kalimantan Tengah Kab. Pesisir Barat 87,12
Kab. Barito Selatan 89,72 Kab. Pringsewu 89,29
Kab. Barito Timur 90,90 Kab. Tanggamus 86,57
Kab. Barito Utara 94,60 Kab. Tulang Bawang 87,90
Kab. Gunung Mas 85,82 Kab. Tulang Bawang Barat 83,64
Kab. Kapuas 85,15 Kab. Way Kanan 88,49
Kab. Katingan 88,69 Kota Bandar Lampung 96,80
Kab. Kotawaringin Barat 90,56 Kota Metro 97,43
Kab. Kotawaringin Timur 87,46 Provinsi Maluku
Kab. Lamandau 92,97 Kab. Buru 87,17
Kab. Murung Raya 81,38 Kab. Buru Selatan 90,76
Kab. Pulang Pisau 88,11 Kab. Kepulauan Aru 83,83
Kab. Seruyan 87,38 Kab. Kepulauan Tanimbar 87,82
Kab. Sukamara 84,38 Kab. Maluku Barat Daya 84,73
Kota Palangkaraya 84,25

30
Kab. Maluku Tengah 88,54 Kab. Timor Tengah Selatan 79,79
Kab. Maluku Tenggara 85,44 Kab. Timor Tengah Utara 84,16
Kab. Seram Bagian Barat 85,54 Kota Kupang 92,29
Kab. Seram Bagian Timur 80,49 Provinsi Papua
Kota Ambon 92,95 Kab. Asmat 49,17
Kota Tual 89,62 Kab. Biak Numfor 82,76
Provinsi Maluku Utara Kab. Boven Digoel 76,36
Kab. Halmahera Barat 84,40 Kab. Deiyai 63,67
Kab. Halmahera Selatan 81,48 Kab. Dogiyai 62,43
Kab. Halmahera Tengah 86,04 Kab. Intan Jaya 45,02
Kab. Halmahera Timur 85,44 Kab. Jayapura 84,75
Kab. Halmahera Utara 87,36 Kab. Jayawijaya 73,87
Kab. Kepulauan Sula 84,82 Kab. Keerom 77,69
Kab. Pulau Morotai 88,97 Kab. Kepulauan Yapen 77,80
Kab. Pulau Taliabu 82,62 Kab. Lanny Jaya 72,69
Kota Ternate 93,82 Kab. Mamberamo Raya 73,20
Kota Tidore Kepulauan 91,65 Kab. Mamberamo Tengah 74,27
Provinsi Nusa Tenggara Barat Kab. Mappi 53,81
Kab. Bima 93,37 Kab. Merauke 83,74
Kab. Dompu 93,74 Kab. Mimika 87,96
Kab. Lombok Barat 87,69 Kab. Nabire 88,12
Kab. Lombok Tengah 89,34 Kab. Nduga 55,58
Kab. Lombok Timur 88,45 Kab. Paniai 63,69
Kab. Lombok Utara 89,26 Kab. Pegunungan Bintang 65,58
Kab. Sumbawa 92,59 Kab. Puncak 41,50
Kab. Sumbawa Barat 91,92 Kab. Puncak Jaya 56,06
Kota Bima 98,60 Kab. Sarmi 84,85
Kota Mataram 98,57 Kab. Supiori 82,18
Provinsi Nusa Tenggara Timur Kab. Tolikara 66,34
Kab. Alor 78,77 Kab. Waropen 85,36
Kab. Belu 82,30 Kab. Yahukimo 50,05
Kab. Ende 82,13 Kab. Yalimo 62,20
Kab. Flores Timur 79,22 Kota Jayapura 90,27
Kab. Kupang 83,83 Provinsi Papua Barat
Kab. Lembata 84,38 Kab. Fak Fak 86,02
Kab. Malaka 81,32 Kab. Kaimana 77,16
Kab. Manggarai 84,85 Kab. Manokwari 86,08
Kab. Manggarai Barat 84,55 Kab. Manokwari Selatan 80,14
Kab. Manggarai Timur 80,38 Kab. Maybrat 87,33
Kab. Nagekeo 84,48 Kab. Pegunungan Arfak 70,33
Kab. Ngada 87,53 Kab. Raja Ampat 72,29
Kab. Rote Ndao 84,71 Kab. Sorong 86,79
Kab. Sabu Raijua 87,66 Kab. Sorong Selatan 76,91
Kab. Sikka 83,54 Kab. Tambrauw 68,14
Kab. Sumba Barat 80,13 Kab. Teluk Bintuni 88,08
Kab. Sumba Barat Daya 74,75 Kab. Teluk Wondama 79,20
Kab. Sumba Tengah 80,13 Kota Sorong 88,60
Kab. Sumba Timur 82,36

31
Provinsi Riau Kab. Banggai Kepulauan 80,58
Kab. Bengkalis 91,44 Kab. Banggai Laut 85,49
Kab. Indragiri Hilir 85,32 Kab. Buol 86,45
Kab. Indragiri Hulu 87,72 Kab. Donggala 86,48
Kab. Kampar 88,90 Kab. Morowali 81,22
Kab. Kepulauan Meranti 92,49 Kab. Morowali Utara 90,09
Kab. Kuantan Singingi 90,22 Kab. Parigi Moutong 83,28
Kab. Pelalawan 89,71 Kab. Poso 88,44
Kab. Rokan Hilir 84,78 Kab. Sigi 87,93
Kab. Rokan Hulu 88,89 Kab. Tojo Una Una 86,14
Kab. Siak 92,67 Kab. Toli-Toli 84,25
Kota Dumai 93,13 Kota Palu 93,29
Kota Pekanbaru 94,38 Provinsi Sulawesi Tenggara
Provinsi Sulawesi Barat Kab. Bombana 88,77
Kab. Majene 88,40 Kab. Buton 89,42
Kab. Mamasa 82,75 Kab. Buton Selatan 90,38
Kab. Mamuju 85,31 Kab. Buton Tengah 91,93
Kab. Mamuju Tengah 79,42 Kab. Buton Utara 87,27
Kab. Pasangkayu 87,77 Kab. Kolaka 87,34
Kab. Polewali Mandar 83,81 Kab. Kolaka Timur 86,49
Provinsi Sulawesi Selatan Kab. Kolaka Utara 88,75
Kab. Bantaeng 83,69 Kab. Konawe 87,53
Kab. Barru 91,67 Kab. Konawe Kepulauan 90,34
Kab. Bone 86,85 Kab. Konawe Selatan 85,62
Kab. Bulukumba 89,03 Kab. Konawe Utara 89,97
Kab. Enrekang 89,61 Kab. Muna 91,90
Kab. Gowa 87,49 Kab. Muna Barat 90,16
Kab. Jeneponto 82,34 Kab. Wakatobi 84,43
Kab. Kepulauan Selayar 89,10 Kota Bau-bau 92,76
Kab. Luwu 88,58 Kota Kendari 90,38
Kab. Luwu Timur 90,22 Provinsi Sulawesi Utara
Kab. Luwu Utara 87,26 Kab. Bolaang Mongondow 86,90
Kab. Bolaang Mongondow
Kab. Maros 89,15 85,23
Selatan
Kab. Pangkajene Kepulauan 87,04 Kab. Bolaang Mongondow
78,59
Kab. Pinrang 84,39 Timur
Kab. Bolaang Mongondow
Kab. Sidenreng Rappang 84,93 88,58
Utara
Kab. Sinjai 85,49 Kab. Kep. Siau Tagulandang
85,99
Biaro
Kab. Soppeng 84,39
Kab. Kepulauan Talaud 90,24
Kab. Takalar 85,09
Kab. Minahasa 84,54
Kab. Tana Toraja 83,86
Kab. Minahasa Selatan 84,40
Kab. Toraja Utara 89,19
Kab. Minahasa Tenggara 83,88
Kab. Wajo 78,03
Kab. Minahasa Utara 86,73
Kota Makassar 91,24
Kab. Sangihe 86,67
Kota Palopo 93,70
Kota Bitung 87,79
Kota Pare-pare 88,94
Kota Kotamobagu 87,86
Provinsi Sulawesi Tengah
Kota Manado 91,25
Kab. Banggai 86,84
Kota Tomohon 95,83

32
Provinsi Sumatera Barat Kota Palembang 89,64
Kab. Agam 88,16 Kota Prabumulih 94,34
Kab. Dharmasraya 84,71 Provinsi Sumatera Utara
Kab. Kepulauan Mentawai 69,81 Kab. Asahan 92,37
Kab. Limapuluh Kota 88,46 Kab. Batu Bara 90,43
Kab. Padang Pariaman 88,57 Kab. Dairi 93,32
Kab. Pasaman 88,45 Kab. Deli Serdang 91,42
Kab. Pasaman Barat 89,59 Kab. Humbang Hasundutan 96,48
Kab. Pesisir Selatan 91,15 Kab. Karo 91,18
Kab. Sijunjung 85,60 Kab. Labuhanbatu 91,73
Kab. Solok 85,24 Kab. Labuhanbatu Selatan 92,65
Kab. Solok Selatan 89,03 Kab. Labuhanbatu Utara 88,37
Kab. Tanah Datar 84,45 Kab. Langkat 91,92
Kota Bukit Tinggi 95,46 Kab. Mandailing Natal 87,27
Kota Padang 97,40 Kab. Nias 85,37
Kota Padang Panjang 92,20 Kab. Nias Barat 87,14
Kota Pariaman 93,78 Kab. Nias Selatan 82,29
Kota Payakumbuh 90,41 Kab. Nias Utara 85,58
Kota Sawahlunto 91,88 Kab. Padang Lawas 91,38
Kota Solok 89,94 Kab. Padang Lawas Utara 89,23
Provinsi Sumatera Selatan Kab. Pakpak Bharat 93,04
Kab. Banyuasin 86,12 Kab. Samosir 94,74
Kab. Empat Lawang 87,19 Kab. Serdang Bedagai 91,63
Kab. Lahat 94,29 Kab. Simalungun 92,27
Kab. Muara Enim 88,24 Kab. Tapanuli Selatan 91,56
Kab. Musi Banyuasin 88,69 Kab. Tapanuli Tengah 89,79
Kab. Musi Rawas 90,28 Kab. Tapanuli Utara 94,52
Kab. Musi Rawas Utara 91,89 Kab. Toba 94,49
Kab. Ogan Ilir 87,18 Kota Binjai 95,32
Kab. Ogan Komering Ilir 82,93 Kota Gunungsitoli 90,70
Kab. Ogan Komering Ulu 81,34 Kota Medan 96,24
Kab. OKU Selatan 91,64 Kota Padang Sidempuan 97,87
Kab. OKU Timur 85,05 Kota Pematang Siantar 95,00
Kab. Penukal Abab Lematang Kota Sibolga 97,04
89,59
Ilir
Kota Tanjung Balai 91,26
Kota Lubuk Linggau 93,94
Kota Tebing Tinggi 97,57
Kota Pagar Alam 93,67

33

Anda mungkin juga menyukai