Artikel Strukturalisme Genetik Dona

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK PADA NOVEL HATI

SUHITA KARYA KHILMA ANIS

Dona Aperiyansa
Dr. Maria Botifar, M.Pd.
Program Studi Tadris Bahasa Indonesia IAIN Curup
[email protected]

Abstract

This research aims to conduct a genetic structuralism analysis in the novel entitled "Hati
Suhita" by Khilma Anis. Genetic structuralism is the main approach in exploring the complexity
of the internal structure of literary works. By focusing researchers on human facts, collective
subjects, and world views. Attention to narrative structure, character development, themes and
motifs, language style, as well as historical and social context, this research seeks to reveal
hidden layers in the novel. The research method involves in-depth analysis of key elements,
using the genetic structuralism framework as a foundation. The use of this approach is expected
to produce a deeper understanding of how critical elements interact with each other, form
meaning, and structure the entire literary work, but this genetic structuralism approach will
focus on the facts of humanity, the collective subject, and the world view. It is hoped that the
results of this research can contribute to further understanding of the literary value of the novel
"Hati Suhita", as well as enriching insight regarding the application of genetic structuralism in
the analysis of literary works. It is hoped that the implications of this research will provide a
richer and deeper view of the structural richness and meaning in contemporary Indonesian
literary works.

Keywords : human facts, collective subjects, and worldviews.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis strukturalisme genetik pada novel
berjudul "Hati Suhita" karya Khilma Anis. Strukturalisme genetik menjadi pendekatan
utama dalam mengeksplorasi kompleksitas struktur internal karya sastra tersebut.
Dengan memfokuskan peneliti pada fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan
dunia. Perhatian pada struktur naratif, pengembangan karakter, tema dan motif, gaya
bahasa, serta konteks sejarah dan sosial, penelitian ini berupaya mengungkap lapisan-
lapisan yang tersembunyi dalam novel. Metode penelitian melibatkan analisis
mendalam terhadap elemen-elemen kunci, dengan menggunakan kerangka kerja
strukturalisme genetik sebagai landasan. Penggunaan pendekatan ini diharapkan dapat
menghasilkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap bagaimana elemen-elemen
kritis saling berinteraksi, membentuk makna, dan menyusun struktur keseluruhan karya
sastra namun pendekatan strukturalisme genetik ini akan difokuskan pada fakta
kemanusiaannya, subjek kolektifnya, dan terhadap pandangan dunia.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pemahaman


lebih lanjut tentang nilai sastra dari novel "Hati Suhita", sekaligus memperkaya
wawasan terkait penerapan strukturalisme genetik dalam analisis karya sastra. Implikasi
penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan yang lebih kaya dan mendalam
terhadap kekayaan struktural dan makna dalam karya sastra Indonesia kontemporer.

Kata Kunci : fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia.


A. PENDAHULUAN

Analisis strukturalisme genetik dalam novel "Hati Suhita" karya Khilma Anis
merupakan sebuah pendekatan yang menarik untuk menjelajahi konstruksi dan makna
dalam karya sastra tersebut. Dalam konteks ini, strukturalisme genetik mengacu pada
pendekatan strukturalisme dalam kajian sastra yang meneliti struktur internal suatu karya
sastra, seperti narasi, karakter, tema, dan elemen-elemen penting lainnya, serta bagaimana
mereka saling terkait dan berkembang. Pendekatan ini memperhatikan bagaimana unsur-
unsur dalam novel saling berinteraksi dan membentuk keseluruhan cerita. Dalam analisis
strukturalisme genetik, Anda dapat memperhatikan proses konstruksi novel "Hati Suhita"
dari berbagai unsur, seperti bagaimana karakter-karakter utama dibangun, bagaimana alur
cerita dirancang, dan bagaimana tema-tema yang diangkat berkembang sepanjang cerita.

Langkah awal dalam melakukan analisis strukturalisme genetik pada novel ini adalah
dengan mengidentifikasi unsur-unsur struktural utama, seperti FAKTA KEMANUSIAAN,
SUBJEK KOLEKTIF, dan PANDANGAN DUNIA yang terdapat di novel hati suhita
karya Khilma Anis. Analisis semacam ini dapat memberikan pemahaman yang lebih
dalam tentang bagaimana Khilma Anis membangun karya sastra ini, serta pesan atau
makna yang ingin disampaikan melalui novel "Hati Suhita".

Penting untuk dicatat bahwa analisis strukturalisme genetik merupakan salah satu dari
banyak pendekatan yang bisa diterapkan dalam kajian sastra. Kombinasi pendekatan-
pendekatan lain, seperti analisis psikologis, sejarah sastra, atau pendekatan feminis, juga
dapat memberikan sudut pandang yang berbeda dan lebih komprehensif terhadap karya
sastra ini. Analisis strukturalisme genetik adalah pendekatan teoritis dalam kajian sastra
yang mempelajari hubungan antara unsur-unsur internal dalam sebuah karya sastra dan
bagaimana unsur-unsur tersebut saling berinteraksi untuk membentuk makna. Dalam
konteks novel "Hati Suhita" karya Khilma Anis, pendekatan strukturalisme genetik dapat
digunakan untuk mengurai dan memahami konstruksi naratif, tema, karakter, dan elemen-
elemen lain yang terdapat dalam karya sastra tersebut namun yang menjadi objek fokus
peneliti itu tentang fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia. Sebagai
pendahuluan dalam analisis strukturalisme genetik pada novel "Hati Suhita", dapat
disajikan gambaran umum tentang teori strukturalisme genetik itu sendiri serta tentang
karya Khilma Anis.
Karya sastra adalah hasil kreativitas dalam bentuk tulisan yang dihasilkan oleh
seorang penulis. Karya sastra mencakup berbagai bentuk tulisan, seperti puisi, prosa fiksi,
drama, dan esai, yang memiliki nilai seni dan ekspresi. Tujuan utama dari karya sastra
adalah menyampaikan ide, perasaan, pemikiran, dan pengalaman melalui penggunaan
bahasa dengan gaya yang khas dan kreatif. Karya sastra sering kali menciptakan dunia
imajinatif, menggambarkan karakter, konflik, dan tema-tema tertentu dengan cara yang
mendalam dan estetis. Selain sebagai bentuk hiburan, karya sastra juga dapat memiliki
nilai pendidikan dan reflektif, mencerminkan kehidupan serta nilai-nilai sosial dan budaya
pada masa tertentu.

Karya sastra adalah bentuk ekspresi seni yang menggunakan kata-kata sebagai
medium untuk menyampaikan pemikiran, perasaan, dan pengalaman. Karya sastra
mencakup berbagai jenis tulisan, seperti puisi, prosa fiksi, drama, dan esai. Tujuan utama
karya sastra adalah menciptakan pengalaman estetis bagi pembaca atau penontonnya,
sering kali dengan menggabungkan unsur-unsur kreatif seperti gaya bahasa, imajinasi,
dan kecerdasan linguistik.1 Karya sastra tidak hanya bertujuan menghibur, tetapi juga
menggambarkan dan merespons kondisi manusia, masyarakat, dan dunia secara umum.
Melalui penggunaan bahasa yang kreatif, penulis sastra menciptakan makna yang
mendalam dan membuka pintu untuk interpretasi yang beragam. Selain itu, karya sastra
juga memiliki fungsi-fungsi lain, seperti mendidik, menyampaikan pesan moral, atau
bahkan melakukan kritik terhadap berbagai aspek kehidupan. Karya sastra menjadi
bagian penting dari warisan budaya suatu masyarakat dan mencerminkan perkembangan
pemikiran dan nilai-nilai dalam masyarakat tersebut.
B. KAJIAN TEORI
Goldmann (via Wigati & Widowati, 2017: 133) menawarkan teori strukturalisme
genetik sebagai upaya penolakan terhadap pendekatan strukturalis murni. Goldmaan
berpendapat bahwa karya sastra bukanlah struktur tanpa arti. Karya sastra lebih
merupakan respons pengarang dalam menghadapi perubahan realitas sosialnya dan
merepresentasikan sekaligus ideologi kelas sosialnya. Oleh karena itu, strukturalisme
genetik bisa dianggap sebagai gabungan pendekatan struktural dan marxis. Lucian
Goldmann merupakan tokoh yang mengembangkan pendekatan strukturalisme genetik
dalam kajian sastra. Dengan pendekatan ini, Goldmann mengklasifikasikan karya sastra

1
Arikaunto, Suharsimi. 2002. Prosedur penelitian Suatu pendekatan praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
dalam dua sudut pandang. Sudut pandang pertama adalah pemosisian karya sastra sebagai
ekspresi pandangan dunia secara imajiner. Sudut pandang kedua memosisikan karya sastra
sebagai artikulasi pandangan dunia pengarang dengan penciptaan tokoh, objek, dan relasi-
relasi imajiner (Faruk, 1999: 17).
Lucian Goldmann menawarkan kajian lebih mendalam sebagai respons terkait
pandangan yang menganggap karya sastra adalah karya murni seorang pengarang tanpa
terpengaruh oleh dunia yang dihadapi pengarang tersebut. Goldmann percaya bahwa karya
sastra didasarkan pada struktur mental transindividual yang terjadi di dalam suatu
kelompok sosial (Shelden & Peter Widdowson, 1993: 86). Goldmann memberikan dasar
pemikiran bahwa karya sastra dan realitas sosial selalu memiliki ruang interaksi.
Keduanya juga tentu diinterpretasikan secara struktural. Hubungan-hubungan yang
terbangun dari realitas sosial inilah yang memungkinkan pengarang memberikan
penawaran pandangan dunianya. Pandangan inilah yang akhirnya mendasari penciptaan
narasi dalam karya sastra. Dengan begitu secara eksplisit, Goldmann menawarkan aspek
sosiologis yang akhirnya terepresentasikan dalam struktur karya sastra. Untuk itulah,
disebut struktural genetik. Terkait strukturalisme genetik, Goldmann menawarkan dua
konsep, yaitu fakta kemanusiaan dan subjektif kolektif.
Fakta kemanusiaan adalah segala bentuk aktivitas verbal maupun fisik yang berusaha
dipahami ilmu pengetahuan. Hal ini meliputi kegiatan sosial tertentu, kegiatan politik,
budaya, seni, dan lain-lainnya. Faruk (2012: 57) menjelaskan bahwa fakta kemanusiaan ini
terdiri dari dua bagian, yaitu fakta individual dan fakta sosial. Analisis kali ini difokuskan
pada fakta sosial. Selain fakta kemanusiaan, Goldmann juga menjelaskan konsep subjek
kolektif.
Subjek kolektif adalah konsep yang digunakan untuk melihat aspek historis yang
menjadi dasar penciptaan karya oleh pengarang. Pengarang sangat jelas merupakan bagian
dari masyarakat. Hal inilah yang membuat pengarang tidak bisa bebas nilai. Imajinasi dan
kreativitas maupun pendapat individu diikat oleh keberadaan kolektif masyarakatnya.
Dengan kata lain, kesadaran yang terbangun dalam suatu karya sastra merupakan
kesadaran sosial ataupun kesadaran kelas (Pawling, 1984: 29). Subjek kolektif diposisikan
oleh Goldmann (dalam Faruk, 1999: 14) sebagai kelas sosial dalam pengertian Marx.
Kelompok-kelompok inilah yang dalam linearitas sejarah menciptakan satu pandangan
yang lengkap dan menyeluruh mengenai realitas sosial yang tercipta. Dengan kata lain,
subjek kolektif akan terkait dengan analisis kelas yang ada dalam lingkaran sejarah suatu
teks.
Konsep Pandangan Dunia Pengarang Seperti yang telah diuraikan pada bagian
sebelumnya, strukturalisme genetik mengkaji karya sastra dengan melibatkan hal lain di
luar teks sastra itu sendiri. Hal lain yang dimaksud adalah pandangan dunia pengarang.
Menurut Goldmann dikutip Yasa (2012:30) pandangan dunia (world view) merupakan
sesuatu pemahaman total terhadap dunia dengan segala permasalahan. Artinya, analisis ini
dilakukan bukan pada ranah isi melainkan lebih pada struktur cerita. Pandangan dunia
pengarang juga dapat didefinisikan sebagai wujud mediasi(kompromi) antara struktur
masyarakat dan unsur karya sastra. Pandangan dunia hadir karena adanya kesadaran secara
kolektif dari situasi masyarakat (strata sosial) yang ada. Artinya, pandangan ini lahir
karena adanya antara subjek kolektif dengan situasi di sekitarnya.
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif degan menerapkan analisis isi (content
analysis). Ratna (2004: 49) menjelaskan bahwa analisis isi adalah tafsiran yang dominan
fokusnya adalah isi karya sastra (isi pesan). Dalam pembahasannya, Hijmans
menambahkan (dalam Neuendorf, 2002: 5) ada beberapa domain utama dalam analisis ini,
yaitu analisis retorik, analisis naratif, analisis wacana, analisis struktural, analisis
interpretatif, analisis percakapan, analisis kritis, dan analisis normatif. Penelitian ini
mengunakan analisis naratif. Wellek dan Warren (1989) mengklasifikasikan dua
pendekatan dalam analisis karya sastra. Pendekatan pertama adalah pendekatan yang
memfokuskan pada struktur karya sastra (intrinsik), sedangkan pendekatan kedua
memfokuskan pada struktur di luar karya sastra tersebut (ekstrinsik). Pendekatan
ekstrinsik adalah analisis yang digunakan dengan mempertimbangkan relasi karya sastra
dengan pengarang, latar belakang masyarakat, dan pembaca (Damono, 2002: 10—12).
Penulis akan melakukan analisis naratif lalu merelasikan karya sastra dengan unsur
ekstrinsik yang akan difokuskan pada fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan
dunia.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Strukturalisme Genetik adalah konsep yang pertama kali dirumuskan oleh Lucien
Goldmann yang menjelaskan aspek dalam penelitian sastra yang berangkat dari tiga sifat
dasar yang dimiliki manusia, yang terdiri dari kecenderungan atas signifikansi,
konsistensi, dan transendesi. Konsep ini berangkat dari fakta kemanusiaan, subjek
individual, dan pandangan dunia.
1) Fakta Kemanusiaan
Goldmann menyebut fakta kemanusiaan adalah segala bentuk aktivitas dan
perilaku kemanusiaan baik yang bersifat politis, sosial, kultural, filosofis, dan estetis.
Meskipun demikian, tidak semua fakta kemanusiaan mempunyai nilai historis. Untuk
menjelaskan kualitas historis sebuah fakta kemanusiaan, Goldmann membagi dua
jenis fakta kemanusiaan, yaitu fakta kemanusiaan yang bersifat individual dan fakta
kemanusiaan yang bersifat sosial. Fakta kemanusiaan adalah segala bentuk aktivitas
verbal maupun fisik yang berusaha dipahami ilmu pengetahuan.fakta kemanusiaan
dibedakan menjadi dua, pertama adalah fakta individual seperti perilaku seseorang
yang berhubungan dengan kelas sosial. Yang kedua adalah fakta sosial yang
terhubung dengan sejarah.peran fakta kemanusiaan dalam sejarah merupakan fakta
sosial yang hanya mungkin diciptakan oleh subjek trans-individual yaitu subjek yang
bertindak atas aspirasi kolektif yang merupakan representasi pandangan dunia
masyarakat. Dalam novel Hati Suhita terdapat kutipan
 “Namaku Alina Suhita. Suhita adalah nama pemberian kakek dari ibuku. Ia
ingin aku seperti Dewi Suhita. Perempuan tangguh yang pernah memimpin
kerajaan sebesar Majapahit. Perempuan hebat yang tegar walau dimasa
kepemimpinanya ada perang Parareg yang memilukan itu.”
Kutipan tersebut benar, menyatakan bahwa nama Suhita itu adalah nama dari
kerajaan sebesar Majapahit yang dimana Dewi Suhita merupakan perempuan
yang tangguh.
Pada kutipan
 “Setiap membayangkan Ratna Rengganis, hatiku melolong panjang dalam
ketakutan. Aku tak punya apapun yang bisa membuat Mas Birru memilihku,
bahkan meski dia tahu pesantrennya ini berkembang pesat berkat ide dan
ketelatenanku momong santri-santrinya. Bahkan meski dia tahu abah dan
ummik sangat bergantung padaku.”
Kutipan tersebut menyatakan dengan benar, karena berkat kepintaran dan
ketekunan Alina, ia dipercayai oleh ummik dan abah untuk mengambil alih
dalam mengurus pesantren. Ummik dan abah juga sangat bergantung kepada
Alina, karena Alina lah yang bisa dipercaya.
“aku ingin lekas membawanya ke dokter, tapi aku ingat ucapan Aruna bahwa
sekali-kali aku harus memberi Mas Birru pelajaran sampai ia sadar aku
ininpenting baginya. Sesungguhnya inilah saastvyang paling tepat untuk
pergi.”
Pada kutipan diatas apa yang Alina pikirkan itu benar. Walaupun Mas Birru tidak
mencintai Alina, ia akan membutuhkan sosok Alina yang harus ada disampingnya.
Saat Ummik berbicara tentang cucu ke Alina, Alina langsung saja mengalihkan
pembicaraan tersebut dengan menanyakan kesehatan ummik dan abah, lalu
menertawakan keadaan pondok yang aman sentosa selama umik tidak dirumah.
Kenapa Alina mengalihkan pembicaraan tersebut, karena Alina tahu bahwa daia tidak
akan mempunyai anak dengan Mas Birru dikarenakan sikap Mas Birru terlalu dingin
kepada Alina.
 “kulihat Mas Birru menatapnya dengan penuh rasa kagum. Perempuan ini
sangatlah menyenangkan. Tidak sepertiku yang malang.”
Pada kutipan tersebut Alina melihat sendiri bagaimana Mas Birru menatapa
kagum kepada Rengganis dan juga Mas Birru tertawa bahagia saat menatap
Rengganis membuat hati Alina tercabik dan batinnya terkoyak.
 “Saya capek, Gus. Saya capek pura-pura. Saya pengen kayak temen-temen
saya. Hidup bahagia dengan suami dan anak-anaknya. Maafkan saya, Gus.
Saya gak bisa lagi meneruskan kepura-puran ini. Bolehkah saya menyerah
Gus?’
Pada kutipan ini, apa yang Alina bicarakan memang benar, bahwa dia tidak
sanggup untuk meneruskan pernikahannya dengan Mas Birru, yang selama ini
Alina rasakan hanya kepura-purannya terhadap perasaannya kepada Gus
Birru. Alina ingin menyerah tetapi Gus Birru melarangnya dan dia berjanji
akan memperbaiki semunya, dikarenakan Gus Birru tidak ada hubungan lagi
bersama Rengganis.
FAKTA KEMANUSIAAN
Fakta individual
 Terdapat pada kutipan
“Namaku alina suhita. Suhita adalah nama pemberian kakek dari ibuku. Iya
ingin aku seperti Dewi Suhita. Perempuan tangguh yang pernah memimpin
kerajaan sebesar Majapahit. Perempuan hebat yang tegar walau di masa
kepemimpinan nya ada perang Paregreg yang Memilukan itu.” Terdapat pada
hal 4. Karena memang benar Alina suhita adalah nama dari kerajaan
 Terdapat pada kutipan
“Setiap membayangkan Ratna Rengganis, hatiku melolong panjang dalam
ketakutan. Aku tak punya apapun yang bisa membuat Mas biru memiliku,
bahkan meski dia tahu pesantrennya ini berkembang pesat berkat ide dan
ketelatenan ku Momong Santri Santri nya. Bahkan meski dia tahu Abah dan
Umi sangat bergantung padaku.” Terdapat pada hal 12. Yang diucapkan oleh
Alina Suhita itu memang benar karena berkat kepintaran dan ketekukanan
alina ia di percayai untuk mengambil alih pesantren itu, umi dan abah juga
sangat bergantung kepada alina karena alinalah yang bisa di percayai.
 Terdapat pada kutipan
“Dia adalah Kang Dharma, yang sering meminjam Miku buku buku, karena
dia tahu hidupku begitu membosankan. Masa depanku akan sangat berat, jadi
aku harus banyak membaca. Dia adalah Kang Dharma yang tenang seperti
yudistira Memberiku banyak pengetahuan di tengah hafalanku yang padat.”
Terdapat pada hal 18. Apa yang dikatakan oleh alina suhita itu benar bahwa
kang dharma seperti yudistira, Yudistira yang sabar dan berwatak samudra
yang mampu menguasai segala nafsu yang mampu menerima segala Watak
dan kemauan orang lain. Yudistira yang sangat mencintai istrinya bukan
mengabaikan dan menyiakan seperti mas biru.
 Terdapat pada kutipan
”Namaku aruna, aruna citrawati Kata Alina yang penggemar wayang,
citrawati adalah putri kerajaan magada yang terkenal mengamalkan kesucian
trilaksita yakni Terjaganya ucapan, tingkah laku, dan hatinya. Alina juga
bilang Citrawati adalah titisan Dewi Widowati yang Jatmika, cantik, Molek,
dan ramah.” Terdapat pada hal 46. Apa yang dikatakan Alina itu tidak benar
tapi keberuntungan berpihak kepada Aruna iya lahir dari keluarga yang
hangat, boleh memilih jodoh nya sendiri, Dan menentukan sendiri bisnis apa
yang ingin dikembangkan tidak seperti Alina Suhita.
Fakta sosial
 Terdapat pada kutipan
“Iya pasti ingat ceritaku, bahwa waktu kecil aku begitu jelek, kulit hitam,
rambutku Kemerahan dan jarang jarang, karena aku terlalu banyak bermain di
bawah terik sinar matahari. Mas Mas dan mbakku Menjuluki aku Rara Ireng.
Aku menangis terus sampai mbahkung bilang kalau Rara Iran itu lama
kelamaan cantik karena budi pekerti nya baik.” Terdapat pada hal 77. Alina
suhita teringat ucapan yang pernah mbah kung nya sampaikan sewaktu ia kecil
dulu.

Dalam novel Hati Suhita dikisahkan tentang kisah cinta seorang wanita yang
hidup di lingkungan pondok pesantren dengan moyang pelestarian ajaran Jawa, serta
berdarah biru yang bernama Alina Suhita. Kisah percintaan yang dialami oleh Alina
tidak seindah kisah percintaan seperti yang ia inginkan, karena ia harus merasakan
kesakitan dan kekecewaan dalam rumah tangganya dengan gus Birru melalui
perjodohan kedua orang tua mereka sejak kecil. Alina adalah wanita sholehah yang
dibesarkan di lingkungan pondok pesantren milik orangtuanya, meskipun Alina
memiliki paras yang cantik serta kehidupan yang berada namun itu semua tidak
membuat Alina menjadi orang yang sombong, Alina justru memiliki sifat yang sangat
baik serta rendah hati dan memiliki kesabaran yang besar. Karena ketaatannya kepada
kedua orang tuanya, Alina mau menerima perjodohan dengan anak dari pemilik
pondok pesantren milik teman dari Abah nya. Dalam lingkungan pondok pesantren
lebih sering terjadinya sebuah perjodohan sejak kecil seperti yang dialami oleh Alina
Suhita dan Gus Albirruni. Novel ini juga terdapat ajaran lakon-lakon wayang jaman
dahulu yang mengajarkan perihal kelembutan seorang perempuan Jawa, pentingnya
sikap mikul duwur mendem jeru bagi seorang istri dalam novel ini yang berprinsip
bahwa wanita adalah wani-tapa, berani bertapa.

2) Pandangan Subjektif Kolektif


Selain fakta kemanusiaan, pada novel Hati Suhita terdapat pendangan subjektif dan
kolektif. Goldmann percaya terdapat homologi antara struktur dengan struktur
masyarakat. Edan juga menganalisis latar belakang sosial budaya dan sejarah tempat
sastra dibuat oleh penulis. Pandangan subjektif pada novel ini adalah mengangkat
mengenai sejarah budaya masyarakat jawa kuno melalui kisah perwayangan seperti
kisah Mahabharata dan tokoh-tokoh legendaris Jawa.
 “mungkin beginilah perasaan Prabu Duryudana yang merana. Istrinya,
Banowati, hanya mencintai Arjuna. Mungkin seperti inilah hancurnya Prabu
Duryuadana mengetahui Banowati malah memberikan tubuhnya untuk Arjuna,
musuhnya.”
Pada kutipan tersebut Alina merasakan apa yang dirasakan oleh Prabu
Duryudana, yang mana istrinya, Banowati hanya mencintai Arjuna, musuhnya.
Begitujuga yang dirasakan Alina melihat Mas Birru hanya mencintai
perempuan lain yaitu Rengganis. Meski Alina perempuan dan Prabu
Duryudana laki-laki, Alina bisa merasakan pedihnya diabaikan.
 “melihat sikapa Mas Birru terhadap Alina, Alina merasakan seperti Ekalaya,
menanggung duka karena diabaikan dan ditolak oleh guru Drona.”
Kutipan tersebut menggambarkan bagaimana Aloina selalau diabaikan oleh
suaminya sendiri yaitu Mas Birru.
 “Yudisthira yang sabar dan berwatak samudra, yang mampu menguasai segala
nafsu. Yang mampu menerima segala watak dan kemauan orang lain.
Yudisthira yang sangat mencintai istrinya. Bukan mengabaikan dan
menyiakan seperti Mas Birru.”
Pada kutipan tersebut sosok Kang Dharma menggambarakan seperti pangeran
Yudisthira yang sangat amat bijaksana dan sangat penyayang, bukan seperti
Mas Birru yang selalu mengabaikan Alina.
 “Kalau saja kami seromantis Wara Subadra dan Arjuna, yang saking mesranya
sampai dijuluki mimi lan mintuna, pastilah dalam sakitnya begini, tak henti
kupijat badan Mas Birru, lalau kubenamkan hidungku dipipinya agar dia lekas
sembuh.”
Pada kutipan tersebut Alina ingin kisah cintanya dengan Mas Birru seperti
kisah cinta Wara Subadra dengan suaminya Arjuna. Yang mana di saat
suaminya sedang sakit, sang istri merawatnya dengan penuh kasih sayang.
Begitulah yang diharapakan oleh Alian Suhita.

Sebagai pengarang, Khilma Anis membuat karya karya yang masih lekat
dengan suasana pesantren karena di sanalah ia lahir dan tumbuh. Kecintaanya pada
dunia wayang, keris, serat, babad, dan cerita kolosal membuat tulisannya juga terasa
khas berisi dunia batin perempuan jawa. Subjek kolektif yang terapat dalam dalam
novel Hati Suhita berupa kehidupan Alina Suhita perempuan dari trah darah biru
pesantren denganmu yang Pelestari ajaran Jawa, sejak remaja terikat perjodohan.
Ketika hari pernikahan tiba gus biru suaminya, menumpahkan kekesalan dengan tidak
mau menggauli Suhita. Tinggal dalam satu kamar tapi tempat tidur terpisah sejak
malam pertama pernikahan. Tanpa Perbincangan apalagi kehangatannya Namun bisa
bersandiwara sebagai pasangan pengantin mesra ketika di luar. Alina Suhita begitu
Patuh. Khas tawadhu santri baginya mikul duwur mendem jeru Menjadi pegangan
yang mutlak diterima dan dilakukan tanpa reserve. Namun yang tersemat dalam nama
Suhita adalah kekuatan tiada bandingan. Suhita menelan semua getir itu sendirian
merebahkan nya di dalam Sujud, melantunkan nya dalam ayat ayat Tuhan yang iya
Hapal seluruhnya, juga tengadah doa di tempat orang orang Suci disemayamkan.
Sasaran pesan moral dalam novel Hati Suhita ditujukan untuk para pembaca
terutama di usia muda. Oleh karena itu novel ini mengisahkan tentang kisah cinta
yang dialami oleh seorang wanita muda. Maka sasaran dalam novel ini adalah kepada
remaja ataupun wanita yang telah siap untuk membina rumah tangga. Novel ini juga
menampilkan tokoh-tokoh yang berbeda-beda, dalam tokoh orang tua disini yaitu cara
mendidik anak dan menentukan keputusan dalam kehidupan rumah tangga. Oleh
karena itu novel ini juga memberikan pesan moral kepada para orang tua.

Meskipun novel ini berlatar belakang kehidupan pondok pesantren akan tetapi
pesan yang disampaikan cukup universal sehingga novel ini ditujukan untuk semua
kalangan baik remaja maupun dewasa. Karena dalam novel ini menceritakan tentang
bagaimana perjuangan seorang istri yang berusaha mempertahankan rumah tangganya
walaupun suaminya lebih mencintai wanita lain sehingga masalah itulah yang menjadi
puncak masalah, namun dengan kesabaran sang istri serta doa-doa dari orang tua
mereka lah yang akhirnya meluluhkan hati sang suami sehingga akhirnya Gus Birru
mau menerima Alina sebagai istrinya. Novel ini jelas mempunyai sasaran untuk umat
islam, dimana Alina dicerminkan sebagai wanita sholehah yang sangat patuh kepada
orang tuanya yang memiliki kepribadian layaknya seorang wanita sholehah.

3) Pandangan Dunia (perasaan tokoh)


Analisis pandangan dunia dilakukan melalui struktur teks dalam novel Hati
Suhita. Hal ini dilakukan karena di dalam struktur karya sastra memuat pandangan
dunia pengarang. Dalam novel Hati Suhita pandangan dunia pengarang digambarkan
melalui tokoh Alina Suhita, seorang perempuan berdarah jawa. Ia digambarkan
sebagai perempuan yang teguh, matang dan pantang menyerah. Ketabahan
memandunya menghadapi badai rumah tangga yang terjadi bahkan sejak malam
pertama. Perjuangan lahir batinya di uji untuk merengkuh cinta gus birru suaminya
sendiri.
 Tokoh Alina Suhita berpandangan bahwa dalam perjodohannya sang suami,
Mas Birru belum bisa menerimanya sebagai seorang istri yang utuh.
 Tokoh Mas Birru berpandangan bahwa ia merasa dalam keadaan dilema. Yang
mana Mas Birru dihadapi dengan sebuah pilihan yaitu sang kekasih atau
umminya sendiri.
 Tokoh Ratna Rengganis berpandangan bahwa dia harus merelakan sang
kekasih bersama istri sahnya walaupun dengan sangat berat hati.
 Tokoh Kang Dharma berpandamgan bahwa dia menyukai Alina tetapi Alina
sudah mempunyai seorang suami yaitu Mas Birruu.

Dalam pandangan dunia dari novel Hati Suhita tersebut ialah wanita harus
selalu patuh pada setiap perintah orang tua mereka meskipun itu bukan keinginan
yang anak mereka inginkan, apabila seorang wanita melanggar perintah dari orang tua
mereka maka sudah dianggap sebagai anak yang tidak berbakti. Pandangan lainnya
adalah adanya perjodohan dalam setiap antar pemilik pondok pesantren satu dan
lainnya, dimana para anak dari pemilik pondok pesantren akan dijodohkan dengan
keluarga dari pemilik pondok pesantren juga, jarang sekali anak pemilik pesantren
menikah dengan orang dari kalangan biasa.

E. PENUTUP
Melalui pendekatan strukturalisme genetik, penelitian ini berhasil mengurai
kompleksitas dalam novel "Hati Suhita" karya Khilma Anis. Analisis mendalam terhadap
struktur naratif, pengembangan karakter, tema, gaya bahasa, dan konteks sosial yang
dimana peneliti telah menemukan hasil dari fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan
pandangan dunia, telah mengungkapkan lapisan-lapisan makna yang tersembunyi dalam
karya sastra ini.

Pertama-tama, penelitian ini mengidentifikasi bahwa struktur naratif yang kompleks


dalam "Hati Suhita" tidak hanya menjadi kerangka bagi alur cerita, tetapi juga menjadi
fondasi bagi pengembangan karakter. Karakter-karakter dalam novel ini tidak hanya
berfungsi sebagai pemain dalam cerita, tetapi juga membawa serta simbolisme yang
dalam, merangkai pola-pola yang menarik dan memperkaya pesan yang ingin
disampaikan oleh penulis. Selain itu, tema-tema yang dijelajahi dalam novel ini
menunjukkan kedalaman gagasan dan pandangan terhadap kehidupan, cinta, serta
pertanyaan-pertanyaan filosofis yang dihadapi manusia. Dengan memperhatikan konteks
sosial dan sejarah, kita dapat melihat bagaimana pengaruh eksternal membentuk narasi
dan menambah dimensi baru dalam interpretasi terhadap karya ini. Secara keseluruhan,
penelitian ini menghasilkan pemahaman yang lebih mendalam tentang kompleksitas
karya sastra modern. Analisis strukturalisme genetik telah membuka jendela ke dalam
dunia "Hati Suhita", memperlihatkan bahwa setiap elemen, dari struktur naratif hingga
gaya bahasa, memiliki peran penting dalam membentuk keseluruhan makna yang ingin
disampaikan oleh Khilma Anis. Implikasi penelitian ini adalah adanya kontribusi yang
signifikan terhadap pemahaman sastra modern. Kajian ini memperkaya perspektif kita
tentang bagaimana sebuah karya sastra bisa dibaca, dipahami, dan diinterpretasikan.

F. DAFTAR PUSAKA
Jupriono, D, dan Mateus Rudi Supsiadji. “APLIKASI TEORI STRUKTURALISME
GENETIK, FEMINISME, SASTRA & POLITIK, TEORI HEGEMONI,
RESEPSI SASTRA DALAM PENELITIAN MAHASISWA,” 2011.
Sembada, Ema Zuliyani, dan MAharani Intan Andalas. “Realitas Sosial dalam Novel
Laut Bercerita Karya Leila S. Chudori: Analisis Strukturalisme Genetik.”
Jurnal Sastra Indonesia 8, no. 2 (28 Agustus 2019): 129–37.
https://doi.org/10.15294/jsi.v8i2.27824.
“SKRIPSI ASNAWI RIDWAN.pdf,” t.t.
Sudikan, Setya Yuwana, dan UniversitasNegeri Surabaya. “PENDEKATAN
INTERDISIPLINER, MULTIDISIPLINER, DAN TRANSDISIPLINER DALAM
STUDI SASTRA,” t.t. Arikaunto, Suharsimi. 2002. Prosedur penelitian Suatu
pendekatan praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Damono, Sapardi Joko. 1984. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas.
Jakarta: pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metode Penelitian Sastra: Epistemologi, Model,
Teoridan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Faruk. 1986. Strukturalisme – Genetik (Teori General, Perkembangan Teori, dan
Metodenya). Yogyakarta: Masyarakat Poetika Indonesia.
______1994. Pengantar Sosiologi Sastra: Dari Strukturalisme Genetik Sampai
Post- Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
_______1999. Hilangnya Pesona Dunia: Siti Nurbaya, Budaya Minang, Struktur
Sosial Kolonial. Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia.
Goldmann, Lucien. 1975. Towards a Sociology of the Novel (Translated from the
Gunawan, Deddi Haryono, dkk. [Penyunting]. 1999. Indonesia yang
Berubah [Kumpulan Wawancara Ekonomi Politik]. Jakarta: Pusat Data
Indikator.
Junus, Umar. 1974. Perkembangan Novel-Novel Indonesia. Kuala Lumpur:
Universiti Malaya.
___________ 1985. Resepsi Sastra Sebuah pengantar. Jakarta: Penerbit PT
Gramedia.
___________ 1988. Karya Sebagai Sumber Makna. Kuala Lumpur: Dewan
Bahasadan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysa.
Jassin. H. B. 1991. Tifa Penyair dan Daerahnya. Jakarta: Haji Masagung.
Nurgiyantoro, burhan. 1998. Teori pengkajian fiksi.yogyakarta: pt. Gajah mada
university press
Panuti, Sudjiman. Burhan. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka
Jaya.
Ratna, Nyomankutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 68
______ 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
_______ 2005. Sastra dan Cultura Studies: Representasi Fiksi dan

Anda mungkin juga menyukai