Analisis Nilai-Nilai Humanis Dalam Cerpen Majalah
Analisis Nilai-Nilai Humanis Dalam Cerpen Majalah
Analisis Nilai-Nilai Humanis Dalam Cerpen Majalah
The Analysis of Humanist Values in Short Stories in Horison Magazine : Literary Psychology
Approach as Teaching Material of Literary Appreciation in High School
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang (a) perubahan unsur-unsur cerpen,
(b) karakter para tokoh dalam cerpen, dan (c) nilai-nilai humanis dalam cerpen sebagai alternatif bahan
pembelajaran apresiasi sastra. Penelitian ini menggunakan metode analisis konten dengan pendekatan
psikologi sastra. Tahapan penelitian dilakukan dengan studi dokumentasi, yaitu diawali dengan mempelajari
teori, lalu mengumpulkan cerpen-cerpen yang monumental dari majalah Horison, kemudian
menganalisisnya, melakukan uji coba, dan menyimpulkan. Hasil penelitian menunjukkan adanya
perkembangan unsur-unsur cerpen: ditemukan berbagai karakter dalam tokoh cerita serta ditemukan juga
nilai-nilai luhur dalam cerpen yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran di kelas. Cerpen-cerpen tersebut
dapat dijadikan bahan pembelajaran sastra yang menyenangkan bagi siswa dan berguna bagi kehidupan
sehari-hari masyarakat.
Kata kunci: nilai-nilai, humanis, psikologi sastra
Abstract: This study is aimed at obtaining the description of (a) the changes in the elements of
short stories, (b) a picture of the characters in short story, and (c) a picture of humanist values
in short story as an alternative learning materials of literary appreciation. This study uses content
analysis to psychology literature approach. The stage of the research is conducted by studying the
related theory, collecting short stories from the Horison magazine, and analyzing, conducting
trials and error, and making conclusion. The results of research shows that there is the develop-
ment of the elements of the short story: finding a variety of characters and great value in the story
that can be applied to the teaching-learning process in the classroom as a fun learning materials
for students of literature and useful for everyday social life.
Key words: values, humanist, and literary psychology
1. Pendahuluan
Cerita pendek sebagai salah satu genre kemanusiaan, kepekaan batin atau sosial,
sastra Indonesia modern mempunyai fungsi kecerdasan, dan kesejahteraan rohani. Hal
dalam kehidupan manusia, di antaranya ini sejalan dengan pendapat Sumardjo
menggambarkan situasi dan kondisi (1988:16) bahwa sebagai cabang kesenian,
34
MOH.TAUFIK DAN RUGANDA: ANALISIS NILAI-NILAI HUMANIS DLM CERPEN MAJALAN HORISON...
35
METASASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2013: 34—44
Rumusan masalah dalam penelitian ini satu peristiwa ke peristiwa lain. e) Konflik
adalah sebagai berikut. Bagaimana karakter yang erat kaitannya dengan perwatakan
tokoh dalam cerpen-cerpen majalah Horison dan alur cerita dikaji lebih mendalam.
itu? Apakah tokoh-tokoh cerpen dalam Bahkan jika perlu, gejala penyakit neurosis,
majalah Horison tersebut memiliki nilai-nilai psikosis, dan halusinasi yang menghinggapi
humanis? Apakah cerpen-cerpen dalam perwatakan tokoh dikaji pula. Dalam
majalah Horison tersebut dapat dijadikan menganalisis konflik, akan dilihat apakah
bahan pembelajaran apresiasi sastra siswa konflik itu terjadi dalam diri tokoh atau
di SMA? konflik dengan tokoh lain atau situasi yang
Penelitian ini menggunakan metode berada di luar dirinya. f) Analisis dapat
analisis konten dan yang menjadi dasar diteruskan pada analisis pengaruh karya
penentuannya, yaitu menganalisis sastra terhadap pembaca.
kandungan nilai-nilai humanis cerpen-
cerpen dalam majalah Horison dengan 2. Kajian Teori
menggunakan pendekatan psikologi sastra.
Penulis melakukan eksplorasi dan analisis 2.1 Unsur-Unsur Cerpen
terhadap data yang diperoleh. Kemudian, Rusyana (1982:4) mengatakan bahwa
hasil analisis diinterpretasikan berdasarkan sastra adalah karangan rekaan, hasil cipta
teori yang ada dan disimpulkan. seseorang sebagai ungkapan penghayatannya
Langkah kerja pendekatan psikologi ke dalam wujud bahasa. Selanjutnya,
sastra—setelah dimodifikasi dan disesuaikan Rusyana (1982: 5) juga menerangkan
oleh penulis berdasarkan pada kebutuhan bahwa sastra itu adalah hasil kegiatan
penelitian—menurut Semi (2010) adalah kreatif manusia dalam mengungkapkan
sebagai berikut. a) Pendekatan psikologi penghayatannya dengan menggunakan
menekankan analisis terhadap unsur bahasa. Dengan demikian, dapat dikatakan
intrinsik dan ekstrinsik cerpen, tapi unsur bahwa sastra merupakan bentuk ekspresi
intrinsik diberi penekanan lebih. Pada unsur pengalaman hidup pengarang. Pengalaman
intrinsik, penekanan dilakukan pada tersebut dapat berisi pengalaman hidup
penokohan atau perwatakannya. b) Unsur pengarang atau orang lain yang diwujudkan
ekstrinsik yang dipentingkan untuk dibahas dengan bahasa setelah melalui perenungan,
adalah menyangkut masalah kejiwaan penghayatan, dan penjiwaan .
tokoh-tokoh dalam cerita: cita-cita, aspirasi, Cerita pendek merupakan karya fiksi
keinginan, falsafah hidup, obsesi, dan lain- bergenre prosa yang memuat peristiwa-
lain. c) Di samping menganalisis penokohan peristiwa kehidupan manusia yang
dan perwatakan, dilakukan pula analisis diperankan oleh tokoh-tokoh imajiner atau
yang lebih tajam terhadap tema cerpen. bisa juga berupa tokoh-tokoh faktual.
Pendekatan psikologis sangat tepat diterapkan Cerpen yang baik haruslah memenuhi
pada penganalisisan perwatakan dan tema. d) kriteria kepaduan. Artinya, segala sesuatu
Analisis perwatakan berdasarkan pendekatan yang diceritakan bersifat dan berfungsi
psikologi sastra adalah mencari nalar mendukung tema utama. Penyajian berbagai
tentang perilaku tokoh. Dari segi psikologi, peristiwa yang susul-menyusul membentuk
apakah perilaku tokoh tersebut dapat plot, meskipun waktu yang disajikan tidak
diterima atau tidak? Apa saja motif dan niat bersifat kronologis, namun tetap saja harus
yang mendukung tindakan tersebut. Jika ada berkaitan secara logika (Nurgiyantoro,
perubahan watak secara tajam pada diri 2010:14).
tokoh, misalnya dari brutal menjadi tenang,
Menurut bentuk fisiknya, cerpen adalah
peneliti atau penelaah akan menganalisisnya
cerita yang pendek. Ciri dasar yang lain,
dengan mencari data-data yang diperkirakan
cerpen adalah sifat rekaan (fiction). Cerpen
dapat mendukung hal tersebut. Peneliti
bersifat naratif atau bersifat penceritaan
secara jeli mengikuti tingkah laku tokoh dari
36
MOH.TAUFIK DAN RUGANDA: ANALISIS NILAI-NILAI HUMANIS DLM CERPEN MAJALAN HORISON...
(Sumardjo, 1988:36). Selanjutnya, Sumardjo serius. Konsepsi ini dapat dikatakan lebih
(1988:37) mengatakan bahwa secara umum kuno karena tidak membedakan moralitas
dapat disimpulkan bahwa cerpen adalah dan kebiasaan sosial. Akan tetapi, konsepsi
cerita atau narasi yang fiktif (tidak benar- ini menjadi lebih modern disebabkan oleh
benar telah terjadi, tetapi dapat terjadi di munculnya ilmu-ilmu sosial yang mendorong
mana saja dan kapan saja) serta berwujud banyak orang untuk mendukung relativisme
relatif pendek. kultural. Hal ini menghasilkan kepercayaan
Berdasarkan beberapa pendapat bahwa moralitas dapat didasarkan pada
tersebut, diidentifikasikan kekhasan cerpen kode tingkah laku apa pun, asalkan disetujui
sebagai karya sastra, yaitu (1) biasanya oleh masyarakat.
ditulis dalam bentuk prosa; (2) merupakan Konsepsi moralitas otonomi rasional
cerita rekaan yang pendek, padat, dan padu; dalam hubungan antarpribadi disebut juga
(3) hanya menimbulkan satu efek saja dalam dengan formalism. Menurut pandangan ini,
pikiran pembaca; (4) merupakan interpretasi istilah moralitas merujuk pada bentuk
pengarang tentang konsep kehidupan, baik wacana rasional tertentu dalam kehidupan
langsung maupun tak langsung; (5) memiliki manusia yang digunakan untuk menentukan
tokoh utama yang menentukan; (6) memberi hal yang baik dan harus dikerjakan.
dampak atau kesan tertentu bagi pembaca; Konsepsi yang terakhir adalah otonomi
(7) menggunakan bahasa yang tajam, eksistensial dalam pilihan seseorang. Formalism
sugestif, dan menarik perhatian. dipandang hanya sebagai suatu inovasi yang
Unsur-unsur instrinsik yang membangun canggih dari kerangka tradisional filosofi
cerpen menurut Nurgiyantoro (2010:12) rasionalisme yang diduga keras merupakan
adalah plot, tema, penokohan, dan latar. bagian dari konsepsi universal. Konsepsi
Adapun Sumardjo (1988:37) mengatakan moralitas ini sangat mempertimbangkan
bahwa keutuhan atau kelengkapan sebuah persoalan pribadi dan menghargai
cerpen dapat dilihat dari unsur yang keberadaan individu. Dalam pandangan
membentuknya. Unsur-unsur tersebut personalisme, konsepsi formalistis perlu
adalah peristiwa cerita (alur atau plot), didukung atas penekanannya pada otonomi,
tokoh cerita (karakter), tema cerita, suasana tetapi juga harus dikritik karena memandang
cerita (mood) dan atmosfer cerita, latar cerita rendah keputusan yang dibuat dalam situasi
(setting), sudut pandang pencerita (poin tertentu demi tuntutan intelektual untuk
of view), serta gaya (style) pengarangnya. mencapai konsistensi rasional.
2.2 Konsep Nilai 2.3 Nilai-Nilai Humanis
Konsepsi moral kepatuhan pada hukum Menurut Nurgiyantoro (2010:323), jenis
moral mengandung tiga hal penting. ajaran moral dapat mencakup masalah
Pertama, bidang moralitas berkisar pada yang boleh dikatakan bersifat tak terbatas.
tindakan manusia secara sukarela. Kedua, Mempersoalkan nilai-nilai humanis
tindakan tersebut selaras dengan keyakinan berkaiatan erat dengan persoalan manusia
seseorang tentang kewajiban yang harus dan persoalan moral. Ajaran moral itu
diemban. Ketiga, kewajiban seseorang atau sangat luas, dapat melingkupi hidup dan
apa yang benar dan baik adalah yang tidak kehidupan, yaitu permasalahan yang
melanggar hukum, dalam arti secara menyangkut harkat dan martabat manusia.
un ive rsal diatur oleh alam kehidupan Moral dalam cerita, biasanya dimaksudkan
manusia dalam masyarakat. Konsepsi ini sebagai suatu sarana yang berhubungan
disebut juga konsepsi moralitas naturalistik. dengan ajaran moral tertentu, bersifat
Konsepsi moralitas yang kedua berfokus praktis, dan dapat diambil (ditafsirkan)
pada cara manusia bertindak terhadap lewat cerita yang bersangkutan oleh
aturan-aturan sosial yang dipandang sangat pembaca. Menurut Saryono (2009:57),
37
METASASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2013: 34—44
dalam apresiasi sastra sering juga terhidang (3) penelitian karakter para tokoh yang ada
pengalaman humanistis, pengalaman dalam karya yang diteliti.
manusiawi. Pengalaman humanistis ialah Asumsi dasar penelitian psikologi sastra,
pengalaman-pengalaman yang bermuatan antara lain, dipengaruhi oleh (1) adanya
nilai-nilai kemanusiaan, menjunjung harkat anggapan bahwa karya sastra merupakan
dan martabat manusia, serta produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran
menggambarkan situasi dan kondisi pengarang yang berada pada situasi
kemanusiaan. Meskipun penggambaran setengah sadar atau subconcious. Setelah jelas
situasi dan kondisi kemanusiaan yang barulah dituangkan ke dalam bentuk karya
dihidangkan kepada kita bisa bermacam- secara sadar (conscious). Situasi antara sadar
macam, misalnya tragis, dramatis, sinis, dan tak sadar selalu mewarnai proses
ironis, humoris, riang, murung, garang, dan imajinasi pengarang; (2) kajian psikologi
penasaran, namun penggambaran- sastra di samping meneliti perwatakan
penggambaran itu tetap saja berpihak pada tokoh secara psikologi, juga mengkaji
nilai-nilai kemanusiaan dan harkat martabat a s pe k - aspek pemikiran dan perasaan
manusia. Manusia dan kemanusiaan pengarang ketika menciptakan karya
menjadi tambatan akhir. tersebut (Endraswara, 2008:96).
Berdasarkan pendapat para ahli yang Daya tarik dari penerapan psikologi
telah dipaparkan tersebut, dalam karya sastra pada analisis karya sastra adalah
sastra terdapat penerapan nilai-nilai moral banyaknya hal unik yang dapat diungkap
melalui sikap dan tingkah laku para tokoh dari karya sastra. Ketika mengkajinya secara
cerita. Dari karya sastra tersebut pembaca mendalam, kita dapat mengungkap
diharapkan dapat memetik hikmah beragam watak para tokoh dalam karya
berdasarkani pesan moral yang sastra. Semua perwatakan tersebut
diamanatkan. melukiskan potret jiwa manusia.
2.4 Pendekatan Psikologi Sastra 2.4.2 Penopang Pendekatan Psikologi
Sastra
Menurut Ratna (2008:55), beberapa
pendekatan sastra dapat digunakan untuk Psikologi sastra ditopang oleh tiga
menganalisis karya sastra. Pendekatan pendekatan. Pertama, pendekatan tekstual
tersebut, di antaranya pendekatan biografi yang mengkaji aspek psikologi tokoh dalam
sastra, sosiologi sastra, psikologi sastra, karya sastra. Kedua, pendekatan reseptif-
antropologi sastra, historis, mitopoik, pragmatik yang mengkaji aspek psikologis
ekspresif, pragmatik, mimetik, dan objektif. pembaca sebagai penikmat karya sastra
Pendekatan psikologi menjadi salah satu alat yang terbentuk dari pengaruh karya yang
yang dapat digunakan untuk menganalisis dibaca se rta proses reseps i pembaca
karya sastra karena pendekatan ini dalam menikmati karya sastra. Ketiga,
dimungkinkan dapat mengoperasikan pendekatan ekspresif yang mengkaji aspek
sejumlah teori dan metode. psikologis sang penulis ketika melakukan
proses kreatif yang terproyeksi lewat
2.4.1 Landasan Psikologi Sastra karyanya, baik penulis sebagai pribadi
Scott (dalam Endraswara, 2008:64) maupun sebagai wakil masyarakatnya
berpendapat bahwa penelitian psikologi (Roekhan dalam Endraswara, 2008:97—98).
sastra yang otentik meliputi tiga 2.4.3 Fokus Penelitian Psikologi Sastra
kemungkinan. Tiga sasaran analisis tersebut
adalah sebagai berikut: (1) penelitian Menurut Fokkema (dalam Endraswara,
hubungan ketidaksejajaran antarpengarang 2008:67), sastra adalah sebuah dokumen,
dan pembaca, (2) penelitian kehidupan monumen, dan tanda. Dalam studi psikologi
pengarang untuk memahami karyanya, dan sastra, ketiga hal tersebut perlu dipegang
38
MOH.TAUFIK DAN RUGANDA: ANALISIS NILAI-NILAI HUMANIS DLM CERPEN MAJALAN HORISON...
39
METASASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2013: 34—44
menyelamatkan ibunya. Setelah keluar dari Kesadaran Zein merupakan kesadaran yang
gelombang itulah si anak baru menyadari berorientasi pada realitas dan isinya
akan harapan yang diimpikan ibunya. berubah terus. Isi kesadarannya terdiri dari
Ibu selalu berpesan agar anaknya tidak hal-hal yang terjadi, baik di luar maupun di
meniru bapaknya yang pengkhianat dan dalam tubuh. Kesadaran kolektif yang
selalu menyalahkan keadaan. Meskipun tumbuh pada kejiwaan tokoh Zein tidak
tokoh anak digambarkan sebagai seorang hanya terjadi pada realitas yang sedang
anak yang pembangkang, selalu protes dihadapinya: di hadapan Mutia anak
terhadap keadaan sekeliling, dan tidak kesayangannya yang sedang tergeletak
peduli terhadap lingkungannya, ia tetap lemas. Kesadaran yang diperlihatkan oleh
punya tekad yang kuat untuk dapat tokoh Zein dalam cerpen karya Asma Nadia
memperbaiki keadaaan pada masa yang ini merupakan bagian dari sikap
akan datang. Kekhawatiran ibu akan superegonya. Zein tidak mementingkan
anaknya yang terseret gelombang tragedi dirinya sendiri, tetapi beranggapan bahwa
kemanusiaan, pada akhirnya tidak terbukti. dirinya merupakan bagian dari Cut dan
Si anak justru dapat menyelamatkan anaknya. Zein sangat berharap dapat
manusia dari gelombang tsunami. menemukan istrinya yang terbawa
Adapun tokoh Bapak, dalam cerpen ini gelombang tsunami, meskipun harapan
digambarkan oleh tokoh Ibu sebagai seorang untuk menemukan istrinya sangatlah tipis
pengkhianat terhadap bangsa dan negara. sehingga ia hanyalah bisa berserah diri
Hal itu seperti termuat dalam kutipan kepada Tuhan.
berikut. Cerpen “Pernikahan Gelombang” karya
“Bapak juga dulu berkata begitu. Bahkan A. Rahim Qahhar menggambarkan suasana
lebih rinci. Dia sudah mengibarkan kemesraan yang ditampilkan dengan apik.
bendera besar yang muluk-muluk atas Kemesraan menjadi pengantar yang
nama kemanusiaan. Tapi sesudah dapat prestisius, cinta menjadi seolah-olah
jabatan, punya kekuasaan, sesudah kekuatan yang mampu membendung
bapakmu mampu memberi, dia jadi keadaan yang sesulit apa pun. Dalam
keasyikan dan akhirnya berbalik haluan. cerpen tersebut diceritakan tokoh Inong dan
Bukan memenuhi kewajiban, tetapi Agam yang akan menikah meskipun mereka
menyalahkan keadaaan. Katanya negeri berada di tengah di tengah arus gelombang.
ini sudah terlalu parah cacatnya, tak Kedua tokoh ini mampu berdialog satu sama
akan mungkin lagi bisa melangkah lain meski kedua tokoh ini sedang
dengan benar. Niat yang seluhur apa pun menghadapi cobaan yang mahadahsyat,
akan kandas karena terlalu banyak tikus yaitu terjangan gelombang “tsunami”.
jahat yang sudah mencuri di dalam Tokoh aku (Cut) dalam cerpen “Ibu
kandang sendiri.” (“Tsunami”, 2005:10) Berperahu Sajadah” bercerita tentang
kenangan masa kecilnya. Ia ingat masa
Dalam cerpen “Cut”, diceritakan tokoh lalunya yang penuh dengan kenangan
Zein mencari istrinya di tengah peristiwa kebahagiaan, seakan-akan ia tidak bisa
yang sangat menyakitkan, yaitu tsunami. menerima kepergian ibunya. Namun, di
Proses pencariannya itu tidak semata-mata samping itu, tokoh aku digambarkan juga
hanya menginginkan istrinya kembali, merasa “bahagia” dengan kepergian ibunya.
namun hal itu didorong juga oleh energi Ia merasa bahagia karena kepergian ibunya
dari sikap kesadaran. Kesadaran yang diibaratkan menaiki perahu sajadah. Ibu
dimunculkan pada tokoh Zein merupakan pergi dengan cara mengembangkan kain
kesadaran yang tanpa rekayasa. Kesadaran layar yang dijahitnya dengan benang
itu keluar dari dirinya karena Cut ketakwaan. Tokoh Ibu dalam cerita ini
merupakan bagian dari kesadaran itu. digambarkan sebagai seorang yang saleha.
40
MOH.TAUFIK DAN RUGANDA: ANALISIS NILAI-NILAI HUMANIS DLM CERPEN MAJALAN HORISON...
41
METASASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2013: 34—44
3.2 Uji Coba Pembelajaran oleh siswa masih sangat sederhana, hanya
mengungkap hal-hal sisi luar yang tertulis
Uji coba pembelajaran dilakukan dalam naskah dan belum mengungkap sisi
terhadap siswa SMA. Jumlah siswa yang dalam dari karakter para tokoh. Peneliti
diuji coba sebanyak 40 orang. Uji coba memaklumi hal tersebut sebab siswa masih
dilaksanakan pada mata pelajaran Bahasa belum mampu mengapresiasi sisi dalam
Indonesia, pada standar kompetensi kejiwaan tokoh. Hal ini dapat dimaklumi
membaca (memahami wacana sastra puisi peneliti karena waktu yang disediakan juga
dan cerpen). Pembelajaran apresiasi sastra terbatas.
tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan
Nilai-nilai humanis yang dapat
kegiatan berikut.
diungkapkan siswa dari cerpen “Tsunami”
Tahap pertama, pembelajaran diawali di antaranya, tolong-menolong sesama
dengan siswa membaca pemahaman karya manusia dan ikut berpartisipasi jika ada
sastra yang berupa cerpen. Pada langkah saudara kita yang mendapatkan musibah.
pertama ini diharapkan siswa memperoleh Kita juga seharusnya tidak cukup hanya
pengalaman apresiasi sastra, yaitu mempunyai rasa empati saja, tetapi kita
memahami unsur-unsur cerpen yang telah harus terjun langsung membantu saudara-
dibacanya. Berdasarkan hasil pengamatan, saudara kita yang tengah terkena musibah.
siswa terlihat bersunguh-sungguh dalam
Tahap akhir dari pembelajaran adalah
memahami cerpen yang dibacanya. Tahap
tanya-jawab dan evaluasi hasil
kedua, siswa menceritakan kembali cerpen.
penyampaian tiap kelompok. Setiap
Siswa ditunjuk secara acak untuk
kelompok memberikan satu pertanyaan dan
menceritakan kembali isi cerpen. Pada
juga mendapatkan satu pertanyaan dari
umumnya siswa dapat menceritakan
kelompok lain. Kelompok yang
kembali dengan lancar, yaitu
mendapatkan pertanyaan menjawab
mengungkapkan jalan cerita. Tahap ketiga,
pertanyaan. Setelah kelompok menjawab
siswa dengan bimbingan guru menentukan
pertanyaan kelompok lain, guru melakukan
unsur-unsur pembangun cerpen. Tahap
kegiatan akhir pembelajaran dengan
keempat (Tahap Kegiatan Pertemuan II),
menyimpulkan pembelajaran yang telah
siswa mengaplikasikan pengetahuan sastra
dilaksanakan. Simpulan yang diperoleh dari
untuk mengapresiasi cerpen yang berbeda.
pembelajaran ini adalah bahwa apresiasi itu
Pa da ta ha p ini siswa m eng ap res ia si
bersifat personal karena karya sastra itu
ce rp e n dengan penuh kesungguhan,
fiktif: tidak akan ada interpretasi yang benar
menikmati karya sastra yang dibacanya,
secara mutlak, tetapi yang ada adalah cara
menghayati unsur-unsur intrinsik, dan
mengapresiasi yang baik.
menghayati nilai-nilai yang terdapat pada
cerpen. Kegiatan tersebut dilakukan selama Setelah pembelajaran berakhir,
30 menit sebagai persiapan dalam kegiatan diupayakan ada tanggapan dari siswa atas
pembelajaran diskusi kelompok. Tahap bahan pembelajaran apresiasi sastra yang
kegiatan selanjutnya, siswa mengkaji cerpen berupa respons siswa. Respons siswa
dengan berdiskusi kelompok (ada 8 t e r se bu t dila k s an a k a n de n g a n ca r a
kelompok) dengan menjawab pertanyaan- bertanya kepada siswa secara lisan di dalam
pertanyaan yang telah disediakan oleh guru. kelas. Siswa ditunjuk secara sukarela.
Mereka menuliskan jawaban pada lembar Umumnya siswa menyatakan
jawaban yang telah disediakan. Hasil ketertarikannya terhadap pembelajaran
k e rj a kelompok dibacakan di depan apresiasi sastra (cerpen). Selain itu, siswa
kelompok lain secara bergantian. diminta untuk mengisi kuesioner. Hasilnya
tercantum pada tabel 1.
Berdasarkan pengamatan, pengungkapan
karakter tokoh dalam cerpen yang disusun
42
MOH.TAUFIK DAN RUGANDA: ANALISIS NILAI-NILAI HUMANIS DLM CERPEN MAJALAN HORISON...
4. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis nilai-nilai pembelajaran untuk tidak menirunya.
humanis dalam cerpen dengan pendekatan Cerpen “Cut” dapat dipilih sebagai bahan
psikologi sastra yang berfokus pada dalam pembelajaran sikap rela berkorban
dokumen cerpen-cerpen dari majalah untuk kepentingan orang lain dan
Horison (cerpen “Tsunami”, “Cut”, bertanggung jawab atas amanah yang
“Pernikahan Gelombang”, dan “Ibu diberikan Tuhan. Cerpen “Pernikahan
Berperahu Sajadah”), para tokoh dalam Gelombang” merupakan cerpen yang tepat
cerpen tersebut memberikan cerminan nilai- untuk menanamkan kesetiaan pada janji.
nilai humanis. Cerpen “Ibu Berperahu Sajadah” dapat
Cerpen “Tsunami” dapat dijadikan digunakan sebagai bahan pembelajaran
bahan ajar untuk megapresiasi nilai-nilai yang menekankan pada perlunya kita selalu
humanis sebagai pembentukan karakter memberikan teladan serta menjalankan
siswa karena dalam cerpen tersebut tersirat amalan yang baik. Keempat cerpen dari
rasa kemanusiaan yang tinggi. Tokoh Bapak majalah Horison tersebut secara umum
yang berkarakter pengkhianat dalam cerpen dapat dijadikan bahan pembelajaran
“Tsunami” dapat pula dijadikan bahan apresiasi sastra untuk siswa SMA.
43
METASASTRA, Vol. 6 No. 1, Juni 2013: 34—44
Daftar Pustaka
Aminuddin. (1995). Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Endraswara, S. (2008). Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Medpress.
Endraswara, S. (2008). Metode Penelitian Psikologi Sastra: Teori Langkah dan Penerapannya.
Yogyakarta: Medpress.
Esten, M. (1978). Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa.
Gani, R. (1988). Pengajaran Sastra Indonesia Respons dan Analisis. Jakarta: Depdiknas.
Ismail, T. dkk. (2002). Horison Sastra Indonesia 2 Kitab Cerita Pendek. Horison Kaki Langit. Jakarta:
The Ford Foundation.
Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Desain Induk, Pembangunan Karakter Bangsa. Jakarta:
Rapat Kordinator Tingkat Menteri Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.
Mangunwijaya, Y.B. (1986). Ragawidya Religiusitas Hal-Hal Sehari-hari. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Mangunwijaya, Y.B. (1986). Sastra dan Religiusitas. Yogyakarta: Kanisius.
Nurgiantoro, B. (2010). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University.
Ratna, N.K. (2010). Metode Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ratna, N.K.(2003). Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rusyana, Y. (1982). Metode Pengajaran Sastra. Bandung: CV Gunung Larang.
Rusyana, Y. (1999). “Mengolah Lahan Untuk Menyuburkan Pengajaran Sastra di Indonesia”. Majalah
Horison, Juli. Jakarta.
Saryono, J. (2009). Dasar Apresiasi Sastra.Yogyakrta: Elmatera Publishing.
Stanton, R. (2007). Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wellek, R. dan Austin W. (1985). Teori Kesusastraan. Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh
Melani Budianta, Ph.D. Jakarta: Gramedia.
Zuchdi, D. (2010). Humanisasi Pendidikan Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi.
Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Majalah Sastra Horison. Tahun XXXIX, No.1. 2005. Jakarta: PT Gramedia.
Majalah Sastra Horison. Tahun XXXIX, No.3. 2005. Jakarta: PT Gramedia.
44