Asma Anak 3

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

ASMA PADA ANAK

Makalah ini kami ajukan untuk memenuhi syarat dalam mata kuliah biologi pemberian obat
secara parenteral.
Dosen Pengampu : Pak Tatang Kusuma, M.Kep

Disusun oleh :
1. Anandita Eka Nugraha (E2214401010)
2. Neng Amalia Lestiawati (E2214401036)
3. Nisa Muharani (E2214401022)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
DIPLOMA III KEPERAWATAN
Jl. Tamansari Km2,5 Kota Tasikmalaya Telp./Fax:( 0265) 2350982
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul asma pada anak ini tepat
pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Pak Tatang, M.Kep pada mata kuliah Biologi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang pemberian obatsecara parenteral bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.

Tasikmalaya, 20 September 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma pada anak mempunyai berbagai aspek khusus yang umumnya berkaitan dengan
proses tumbuh dan kembang seorang anak, baik pada masa bayi, balita, maupun anak besar.
Peran atopi pada asma anak sangat besar dan merupakan faktor terpenting yang harus
dipertimbangkan dengan baik untuk diagnosis dan upaya penatalaksanaan. Mekanisme
sensitisasi terhadap alergen serta perkembangan perjalanan alamiah penyakit alergi dapat
memberi peluang untuk mengubah dan mencegah terjadinya asma melalui kontrol lingkungan
dan pengobatan pada seorang anak. Pendidikan pada pasien dan keluarga merupakan unsur
penting penatalaksanaan asma pada anak yang bertujuan untuk meminimalkan morbiditas
fisis dan psikis serta mencegah disabilitas. Upaya pengobatan asma anak tidak dapat
dipisahkan dari pemberian kortikosteroid yang merupakan anti-inflamasi terpilih untuk
semua jenis dan tingkatan asma. Pemberian kortikosteroid topikal melalui inhalasi
memberikan hasil sangat baik untuk mengontrol asma tanpa pengaruh buruk, walaupun pada
anak kecil tidak begitu mudah untuk dilakukan sehingga masih memerlukan alat bantu
inhalasi. Asma merupakan penyakit kronik tersering pada anak dan masih tetap merupakan
masalah bagi pasien, keluarga, dan bahkan para klinisi dan peneliti asma. Mengacu pada data
epidemiologi Amerika Serikat pada saat ini di- perkirakan terdapat 4-7% (4,8 juta anak) dari
seluruh populasi asma. Selain karena jumlahnya yang banyak, pasien asma anak dapat terdiri
dari bayi , anak, dan remaja, serta mempunyai permasalahan masing-masing dengan
implikasi khusus pada penatalaksanaannya. Pengetahuan dasar tentang masalah sensitisasi
alergi dan inflamasi khususnya, telah banyak mengubah sikap kita terhadap pengobatan asma
anak, terutama tentang peran anti-inflamasi sebagai salah satu dasar pengo- batan asma anak.
Oleh karena itu pengertian yang lebih baik tentang peran faktor genetik, sensitisasi dini oleh
alergen dan polutan, infeksi virus, serta masalah lingkungan sosioekonomi dan psikologi
anak dengan asma diharapkan dapat membawa perbaikan dalam penatalaksanaan asma. Pada
tingkat sel tampak bahwa setelah terjadi pajanan alergen serta rangsang infeksi maka sel
mast, limfosit, dan makrofag akan melepas faktor kemotaktik yang menimbulkan migrasi
eosinofil dan sel radang lain. Pada tingkat molekul terjadi pelepasan berbagai mediator serta
ekspresi serangkaian reseptor permukaan oleh sel yang saling bekerjasama tersebut yang
akan membentuk jalinan reaksi inflamasi. Pada orkestrasi proses inflamasi ini sangat besar
pengaruh sel Th2 sebagai regulator penghasil sitokin yang dapat memacu pertumbuhan dan
maturasi sel inflamasi alergi. Pada tingkat jaringan akan tampak kerusakan epitel serta
sebukan sel inflamasi sampai submukosa bronkus, dan mungkin terjadi rekonstruksi mukosa
oleh jaringan ikat serta hipertrofi otot polos. Masalah penting pada morbiditas asma adalah
kemampuan untuk menegakkan diagnosis, dan seperti telah kita ketahui bahwa diagnosis
asma pada anak tidak selalu mudah untuk ditegakkan. Beberapa kriteria diagnosis untuk itu
selalu mempunyai berbagai kelemahan, tetapi umumnya disepakati bahwa hiper reaktivitas
bronkus tetap merupakan bukti objektif yang perlu untuk diagnosis asma, termasuk untuk
asma pada anak. Gejala klinis utama asma anak pada umumnya adalah mengi berulang dan
sesak napas, tetapi pada anak tidak jarang batuk kronik dapat merupakan satu- satunya gejala
klinis yang ditemukan. Biasanya batuk kronik itu berhubungan dengan infeksi saluran napas
atas. Selain itu harus dipikirkan pula kemungkinan asma pada anak bila terdapat penurunan
toleransi terhadap aktivitas fisik atau gejala batuk malam hari.

B. Rumusan Masalah
a. apa itu asma pada anak?
b. Bagaimana pencegahan asma pada anak?
c. Bagaimana karakteristik Asma pada anak?
C. Tujuan Masalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk
mengetahui :
a. Untuk memahami pengertian asma pada anak
b. Untuk mengetahui risiko terjadinya asma pada anak
c. Untuk memahami bagaimana karakteristik asma pada anak
D. Manfaat Pembuatan makalah
Dalam pembuatan makalah ini di harapkan pembaca dapat menambah
pengetahuan tentang penyakit asma pada anak
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asma pada Anak
A. Pengertian Asma
Asma adalah salah satu masalah paru-paru yang membuat pengidapnya kesulitan
bernapas akibat peradangan dan penyempitan pada saluran pernapasan. Tak hanya kesulitan
bernapas, asma juga menyebabkan gejala lain seperti mengi, batuk-batuk, dan nyeri dada.
Saluran pernapasan pada pengidap asma lebih sensitif dibandingkan dengan orang lain tanpa
asma. Ketika paru-paru teriritasi akibat zat pemicu (asap rokok, debu, bulu binatang, dll.),
maka otot-otot saluran pernapasan pada pengidapnya menjadi kaku dan menyempit. Berbagai
penelitian asma pada anak memperlihatkan adanya suatu pola hubungan antara proses
sensitisasi alergi dengan perkembangan dan perjalanan penyakit alergi yang dikenal sebagai
allergic march (perjalanan alamiah penyakit alergi). Secara klinis allergic march terlihat
berawal sebagai alergi saluran cerna (diare alergi susu sapi) yang akan berkembang menjadi
alergi kulit (dermatitis atopi) dan kemudian alergi saluran napas (asma bronkial, rinitis
alergi).
Suatu penelitian memperlihatkan bahwa kelompok anak dengan gejala mengi pada usia
kurang dari 3 tahun, yang menetap sampai usia 6 tahun, mempunyai predisposisi ibu asma,
dermatitis atopi, rinitis alergi, dan peningkatan kadar lgE, dibandingkan dengan kelompok
anak dengan mengi yang tidak menetap. Laporan tersebut juga menyatakan bahwa anak
mengi yang akan berkembang menjadi asma terbukti mempunyai kemampuan untuk
membentuk respons lgE serta respons eosinofil pada uji provokasi berbagai stimuli. Proses
sensitisasi diperkirakan telah terjadi sejak awal masa kehidupan, secara bertahap mulai dari
rangsang alergen makanan dan infeksi virus, sampai kemudian rangsang aeroalergen. Proses
tersebut akan mempengaruhi modul respons imun yang akan lebih cenderung ke arah
aktivitas Th 2. Kecenderungan aktivitas Th2 akan menurunkan produkIL-2danIFN-
γolehTh2.Terbuktibahwaanak dengan respons IFN-γ rendah pada masa awal kehidupannya
akan lebih tersensitisasi oleh aeroalergen dan menderita asma pada usia 6 tahun dibandingkan
dengan anak dengan respon IFN-γ normal. mengi pada bayi sebagian besar manifestasi akan
muncul sebelum usia 6 tahun dan kebanyakan gejala awal sudah ditemukan pada masa bayi,
berupa mengi berulang atau tanpa batuk yang berhubungan dengan infeksi virus. Hubungan
antara mengi semasa bayi dengan kejadian asma pada masa kehidupan selanjutnya telah
banyak dibahas, para peneliti umumnya melaporkan bahwa hanya sebagian kecil saja (3-
10%) dari kelompok bayi mengi yang berhubungan dengan infeksi virus tersebut akan
memperlihatkan progresivitas klinis menjadi asma bronkial. Infeksi virus semasa bayi yang
menimbulkan bronkiolitis dengan gejala mengi terutama disebabkan oleh virus sinsitial
respiratori (RSV), virus parainfluenza, dan adenovirus. Kecenderungan bayi mengi untuk
menjadi asma sangat ditentukan oleh faktor genetik atopi. Sebagian besar bayi tersebut jelas
mempunyai riwayat keluarga atopi serta menunjukkan positivitas lgE anti-RSV serum,
dibandingkan dengan bayi mengi yang tidak menjadi asma.
KemampuanbayiuntukmembentuklgEantiRSV ini diyakini sebagai status sensitisasi terhadap
alergen secara umum. Jadi bayi mengi dengan ibu atopi yang mengandung lgE anti-RSV
tersebut sudah dalam keadaan tersensitisasi, dan hal ini merupakan faktor risiko terjadinya
asma. Sejalan dengan hal itu maka banyak peneliti telah melaporkan positivitas lgE spesifik
terhadap berbagai alergen (susu, kacang, makanan laut, debu rumah, serbuk sari bunga) pada
bayi merupakan faktor risiko dan prediktor untuk terjadinya asma.

2.2. Pencegahan dan pengobatan Asma pada anak


Upaya pencegahan asma anak mencakup pencegahan dini sensitisasi terhadap alergen
sejak masa fetus, pencegahan manifestasi asma bronkial pada pasien penyakit atopi yang
belum menderita asma, serta pencegahan serangan dan eksaserbasi asma. Kontrol lingkungan
merupakan upaya pencegahan untuk menghindari pajanan alergen dan polutan, baik untuk
mencegah sensitisasi maupun penghindaran pencetus. Para peneliti umumnya menyatakan
bahwa alergen utama yang harus dihindari adalah tungau debu rumah, kecoak, bulu hewan
peliharaan terutama kucing, spora jamur, dan serbuk sari bunga. Polutan harus dihindari
adalah asap tembakau sehingga mutlak dilarang merokok dalam rumah. Polutan yang telah
diidentifikasi berhubungan dengan eksaserbasi asma adalah asap kendaraan, kayu bakar,
ozon, dan SO2. Penghindaran maksimal harus dilakukan di tempat anak biasa berada,
terutama kamar tidur dan tempat bermain sehari-hari. Untuk Indonesia, walaupun belum ada
data yang menyokong, agaknya kita harus menghindari obat nyamuk dan asap lampu
minyak.Pengobatan asma pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan dan menjaga status
aktivitas anak normal dan faal paru normal, mencegah timbulnya asma kronik, serta
mencegah pengaruh buruk tindakan pengobatan. Secara umum obat asma dapat dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu obat pelega (relievers) dan obat pengontrol (controllers).

2.3 Karakteristik asma pada anak


Asma sma merupakan kelainan yang kompleksdengan banyak faktor berperan dalam
patogenesisnya. Oleh karena itu, tidak mudah untuk membuat definisi secara sederhana yang
memuaskan semua pihakPara perumus Konsensus Nasional Asma Anak 2002,
mendefinisikan asma sebagai mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik
sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),
musiman, setelah aktifitas fisik serta adanya riwayat asma atau atopi lainnya pada pasien
dan/atau keluarga.
Asma merupakan penyakit respiratorik kronis yang paling sering dijumpai pada anak.'
Prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu baik di negara maju maupun negara sedang
berkembang. Peningkatan tersebut diduga berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan
peran faktor lingkungan terutama polusi baik indoor maupun outdoor. Jumlah prevalensi
asma di seluruh dunia diperkirakan 7,2% (10% pada anak- anak) dan bervariasi antara
negara. Prevalensi Asma di Indonesia berdasarkan penelitian pada tahun 2002 pada anak usia
13-14 tahun adalah 6-7%.3.
Prevalensi asma bervariasi dalam berbagai penelitian di seluruh dunia, antara lain
dipengaruhi oleh definisi asma yang digunakan oleh peneliti dan metode dalam
melaksanakan penelitianPenelitian yang didapat dengan menggunakan kuesioner umumnya
lebih rendah dari pada prevalensi yang diperoleh dalam penelitian klinik" Faktor lain yang
mempengaruhi adalah keadaan geografis dan lingkungan serta ras.56 Prevalensi asma pada
anak berkisar antara 2-30%. Di Indonesia prevalensi asma pada anak sekitar 10% pada usia
sekolah dasar, dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah pertama." Penyakit ini dapat
timbul pada semua usia meskipun paling banyak pada anakAsma dapat bersifat ringan dan
tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas
bahkan kegiatan harian.
Prevalensi asma bervariasi dalam berbagai penelitian di seluruh dunia, antara lain
dipengaruhi oleh definisi asma yang digunakan oleh peneliti dan metode dalam
melaksanakan penelitianPenelitian yang didapat dengan menggunakan kuesioner umumnya
lebih rendah dari pada prevalensi yang diperoleh dalam penelitian klinik" Faktor lain yang
mempengaruhi adalah keadaan geografis dan lingkungan serta ras.56 Prevalensi asma pada
anak berkisar antara 2-30%. Di Indonesia prevalensi asma pada anak sekitar 10% pada usia
sekolah dasar, dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah pertama." Penyakit ini dapat
timbul pada semua usia meskipun paling banyak pada anakAsma dapat bersifat ringan dan
tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas
bahkan kegiatan harian.
Pedoman nasional asma anak di dalam batasan operasionalnya menyepakatinya kecurigaan
asma apabila anak menunjukkan gejala batuk dan/atau mengi yang timbul secara episodik,
cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta
adanya riwayat asma dan atopi pada pasien atau keluarganya. Diagnosis asma kadang-kadang
masih sulit ditegakkan, karena gambaran klinis asma yang bervariasi dari pasien ke
pasienBervariasinya gambaran klinis tersebut mengakibatkan banyak anak mendapatkan
penanganan yang tidak rasional, tidak mendapat pencegahan dengan baik sehingga penyakit
dapat berlanjut ke keadaan yang lebih gawat".Patogenesis asma berkembang dengan pesat.
Pada awal 60-an, bronkokonstriksi merupakan dasar patogenesis asma, kemudian pada 70-an
berkembang menjadi proses inflamasi kronis, sedangkan tahun 90- an selain inflamasi juga
disertai adanya remodelling. Klasifikasi asma sangat diperlukan karena berhubungan dengan
tata laksana lanjutan (jangka panjang)GINA membagi asma menjadi 4 klasifikasi yaitu asma
intermiten, asma persisten ringan, asma persisten sedang, dan asma persisten beratBerbeda
dengan GINA, PNAA membagi asma menjadi 3 yaitu asma episodik ringan, asma episodik
sedang, dan asma persisten. Dasar pembagian ini karena pada asma anak kejadian episodik
lebih sering dibanding persisten (kronisitas)Dasar pembagian atau klasifikasi asma pada anak
adalah frekuensi serangan, lamanya serangan, aktivitas diluar serangan dan beberapa
pemeriksaan penunjang.
2.4 Asuhan Keperawatan
1. Pengertian Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah proses kegiatan praktik keperawatan langsung pada klien
di berbagai tatanan pelayanan kesehatan yang pelaksanaannya berdasarkan kaidah profesi
keperawatan dan merupakan inti praktik keperawatan (Ali, 2009). Proses keperawatan adalah
suatu metode yang digunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai
atau mempertahankan keadaan biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang optimal, melalui
tahap pengkajian, identifikasi diagnosis keperawatan, penentuan rencana keperawatan, serta
evaluasi tindakan keperawatan (Suarli & Bahtiar, 2009).
Penerapan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan untuk klien merupakan salah satu
wujud tanggung jawab perawat terhadap klien. Sehingga penerapan proses keperawatan ini
akan meningkatkan kualitas layanan keperawatan pada klien (Asmadi, 2008).
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Semua data-data
dikumpulkan secara sistematis untuk menentukan status kesehatan klien saat ini. Pengkajian
harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial,
maupun spiritual klien. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan
membuat data dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan data
adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta diagnostik (Asmadi, 2008).
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah respon aktual atau potensial klien terhadap masalah
kesehatan yang perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon
aktual dan potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang
berkaitan, catatan medis klien masa lalu, dan konsultasi dengan profesional lain, yang
kesemuanya dikumpulkan selama pengkajian sehingga perawat dapat mengetahui diagnosa
penyakit yang dialami oleh klien. (Potter & Perry, 2005).
c. Perencanaan
Tahap perencanaan memberikan kesempatan kepada perawat, klien, keluarga dan
orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi
masalah yang dialami klien. Perencanaan ini merupakan suatu petunjuk tertulis yang
menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien
sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan. Tahap perencanaan dapat
disebut sebagai inti atau pokok `dari proses keperawatan sebab perencanaan merupakan
keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan,
termasuk bagaimana, kapan, dan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan.
Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk klien, keluarga dan orang
terdekat perlu dilibatkan secara maksimal (Asmadi, 2008).
d. Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah katagori
dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang dipekirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori,
implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses
keperawatan (Potter & Perry, 2005).
e. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya
tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya,
klien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai
Dari pengkajian ulang (reassessment). Secara umum, evaluasi ditujukan untuk:
1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.
3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai (Asmadi,
2008).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asma pada anak mempunyai berbagai aspek khusus yang umumnya berkaitan dengan
proses tumbuh dan kembang seorang anak, baik pada masa bayi, balita, maupun anak besar.
Peran atopi pada asma anak sangat besar dan merupakan faktor terpenting yang harus
dipertimbangkan dengan baik untuk diagnosis dan upaya penatalaksanaan. Mekanisme
sensitisasi terhadap alergen serta perkembangan perjalanan alamiah penyakit alergi dapat
memberi peluang untuk mengubah dan mencegah terjadinya asma melalui kontrol lingkungan
dan pengobatan pada seorang anak. Pendidikan pada pasien dan keluarga merupakan unsur
penting penatalaksanaan asma pada anak yang bertujuan untuk meminimalkan morbiditas
fisis dan psikis serta mencegah disabilitas. Upaya pengobatan asma anak tidak dapat
dipisahkan dari pemberian kortikosteroid yang merupakan anti-inflamasi terpilih untuk
semua jenis dan tingkatan asma. Pemberian kortikosteroid topikal melalui inhalasi
memberikan hasil sangat baik untuk mengontrol asma tanpa pengaruh buruk, walaupun pada
anak kecil tidak begitu mudah untuk dilakukan sehingga masih memerlukan alat bantu
inhalasi. Asma merupakan penyakit kronik tersering pada anak dan masih tetap merupakan
masalah bagi pasien, keluarga, dan bahkan para klinisi dan peneliti asma. Mengacu pada data
epidemiologi Amerika Serikat pada saat ini di- perkirakan terdapat 4-7% (4,8 juta anak) dari
seluruh populasi asma.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat di mengerti oleh para pembaca dan penulis berharap
makalah asma pada anak ini dapa bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/viewFile/966/897
https://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/view/738
https://ojs.unud.ac.id/index.php/ach/article/download/21070/13822
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/download/427/359
https://www.alodokter.com/asma
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/21916/F.%20BAB%20II.pdf?
sequence=6&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai