Ta Naskah 09 April 2019

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 113

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pantai adalah daerah pertemuan antara darat, laut dan udara di mana terjadi
interaksi dinamis antara air, angin, dan material penyusun di dalamnya. Hal ini
menyebabkan pantai rentan terhadap perubahan, di mana perubahan tersebut dapat
menjadi penyebab kerusakan pada daerah pesisir pantai. (Azhar, 2012).
Kerusakan pantai dapat diakibatkan oleh gerakan angin, arus sehingga
terjadi bangkitan gelombang dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan garis
pantai. Perubahan garis pantai umumnya disebabkan tidak saja oleh faktor alam
tetapi juga akibat kegiatan manusia antara lain adalah kegiatan pembangunan
pelabuhan, pertambangan, pengerukan, perusakan vegetasi pantai, pertambakan,
perlindungan pantai, reklamasi pantai, dan kegiatan wisata pantai.
Menurut Triatmodjo, 1999, kerusakan yang terjadi pada daerah pantai sering
dipengaruhi oleh faktor-faktor alamiah seperti arus pantai, angkutan sedimen
pantai, perubahan kenaikan muka air laut dan gelombang laut. Gelombang laut
biasanya dibangkitkan oleh banyak hal, misalnya oleh angin, pasang surut, arus
dan lain-lain. Gelombang laut yang menghantam pantai terdiri dari suatu rentetan
gelombang. Apabila suatu deretan gelombang bergerak menuju pantai, gelombang
tersebut akan mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh transformasi
gelombang. Terjadinya erosi atau abrasi pun sebagai akibat dari perubahan bentuk
gelombang laut. Fenomena tersebut dapat merusak garis pantai dan mengancam
infrastruktur wilayah pesisir pantai.
Karakteristik gelombang yang dibangkitkan oleh angin memiliki tiga faktor
penentu utama, yaitu lama angin bertiup (durasi angin), kecepatan angin dan fetch
(jarak yang ditempuh oleh angin dari arah pembangkit gelombang) (Davis, 1991).
Gelombang yang dibangkitkan oleh angin dan pasang surut berperan dalam proses
perencanaan dan desain pelabuhan, struktur pantai, alur pelayaran dan kegiatan
pantai lainnya.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


2

Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki pesisir pantai dengan total panjang
adalah sebesar 4.800 km. Kota Kupang sendiri memiliki pesisir pantai yang
panjangnya sebesar 9,5 kilometer. Balai Wilayah Sungai II dalam hal ini Subdit
Pengamanan Pantai menetapkan bahwa pantai di Kota Kupang tergolong sebagai
pantai kritis yang meliputi 6 titik yaitu Pantai Namosain, Pantai Oeba, Pantai Pasir
Panjang, Pantai Paradiso, dan Pantai Lasiana. Permasalahan yang terjadi pada
pantai-pantai kritis adalah terjadinya erosi dan abrasi pada sebagian garis pantai
tersebut yang mengakibatkan daerah aktifitas nelayan dan penduduk sepanjang
pantai semakin sempit, hilangnya lahan permukiman, pertambakan, terganggunya
ruas jalan raya dan hilangnya lapangan pekerjaan.
Bangunan pengaman pantai sebagai salah satu alternatif dalam rangka
perlindungan terhadap pantai kritis memerlukan perencanaan dalam konstruksinya.
Dalam mendesain bangunan pengaman pantai perlu diketahui tinggi gelombang
pecah serta beberapa parameter penting yang disebut karakteristik gelombang.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di Pantai Namosain sebagai pantai kritis
dan dalam rangka perencanaan pembangunan bangunan pengaman pantai, maka
penulis melakukan penelitian tentang “ANALISIS KARAKTERISTIK
GELOMBANG MENGGUNAKAN METODE HINDCASTING DI PANTAI
NAMOSAIN KOTA KUPANG ”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan judul penelitian yang diambil penulis maka dibuat rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Berapakah besar persentase kejadian angin dari Tahun 2008 sampai dengan
Tahun 2017 di Pantai Namosain Kupang?
2. Berapakah panjang fetch efektif yang menghasilkan tinggi gelombang di
pantai Namosain Kupang?
3. Berapakah tinggi gelombang signifikan dan periode gelombang yang
diperoleh dari hasil peramalan gelombang laut dalam?
4. Berapakah tinggi gelombang setelah mengalami deformasi?

Teknik Sipil, FST, UNDANA


3

1.3 Batasan Masalah


Untuk membatasi permasalahan yang ditinjau agar studi dapat terarah sesuai
tujuan yang diharapkan, maka digunakan batasan masalah sebagai berikut :
1. Lokasi tinjauan adalah lokasi Pantai Namosain Kota Kupang yang dijadikan
areal permukiman, tempat wisata, dermaga tradisional dan tempat tambat
perahu nelayan.
2. Karakteristik gelombang yang ditinjau adalah tinggi gelombang, periode
gelombang, refraksi gelombang dan shoaling. Difraksi dan refleksi tidak
diperhitungkan dengan asumsi belum ada bangunan pengaman pantai di
Pantai Namosain Kota Kupang.
3. Data angin dan pasang surut yang digunakan pada analisa gelombang laut
yaitu data angin dan pasang surut Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2017
yang diperoleh dari Lantamal Angkatan Laut Kupang.
4. Analisis gelombang pecah dilakukan pada kedalaman 41 meter sampai
dengan 1 meter pada kedalaman laut.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian merupakan sesuatu yang akan dicapai atau dituju dalam
sebuah penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui besar persentase kejadian angin dari Tahun 2008 sampai
dengan Tahun 2017 di Pantai Namosain Kupang.
2. Untuk mengetahui panjang fetch efektif yang menghasilkan tinggi gelombang
di pantai Namosain Kupang.
3. Untuk mengetahui besarnya tinggi gelombang signifikan dan periode
gelombang yang diperoleh dari hasil peramalan gelombang laut dalam.
4. Untuk mengetahui besarnya gelombang setelah mengalami deformasi.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak,
yaitu penulis, Pemerintah Kota Kupang, dan masyarakat. Manfaat dari penelitian
ini adalah sebagai berikut :

Teknik Sipil, FST, UNDANA


4

1. Bagi Penulis
Penelitian ini memberikan kontribusi ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan bidang Teknik Pantai selain itu, penelitian ini diajukan sebagai
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik.
2. Bagi Pemerintah Kota Kupang
Melalui penelitian ini, Pemerintah Kota Kupang mendapatkan solusi untuk
pembangunan bangunan pengaman pantai.
3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini memberikan informasi kepada masyarakat tentang gelombang
laut dan karakteristiknya serta penanganan akan erosi yang ditimbulkan oleh
gelombang.

1.6 Definisi Operasional


Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam penafsiran judul dan untuk
memberikan kesamaan pengertian tentang konsep yang diangkat dalam penelitian
ini, maka definisi operasionalnya adalah sebagai berikut :
1. Analisis : kajian terhadap sesuatu atau peristiwa dengan
menggunakan beberapa metode atau prinsip kerja
2. Gelombang pecah : keadaan di mana kecepatan gelombang mulai
berkurang akibat mengalami refraksi (pembelokan
arah) pada saat memasuki perairan dangkal di mana
periode menjadi berkurang sedangkan tinggi
gelombang semakin bertambah yang kemudian akan
pecah pada zona surf.
3. Aplikasi Windrose Plot : aplikasi yang digunakan untuk menyajikan gambaran
statistik data angin.
4. Metode hindcasting : metode yang digunakan untuk melakukan
peramalan tinggi, periode, dan durasi gelombang
berdasarkan data tegangan angin dan fetch.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pantai
2.1.1 Definisi Pantai
Pantai adalah daerah pertemuan antara darat, laut dan udara di mana
terjadi interaksi dinamis antara air, angin, dan material penyusun di dalamnya.
Pantai juga merupakan suatu daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air
pasang tertinggi dan air surut terendah.

Dalam buku Triatmodjo, 1999 definisi tentang pantai dan batasan pantai
dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Definisi dan batasan pantai


Sumber : Triatmodjo, 1999.

Definisi dan batasan pantai pada Gambar 2.1 dapat dijabarkan dalam penjelasan
sebagai berikut :
1. Pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut,
seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut.
2. Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi
dan air surut terendah.
3. Daratan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan
dimulai dari batas garis pasang tertinggi.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


6

4. Lautan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut
dimulai dari sisi laut pada garis surut terendah, termasuk dasar laut dan bagian
bumi dibawahnya.
5. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, dimana
posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut
dan erosi pantai yang terjadi.
6. Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya sesuai
dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 m dari titik pasang
tertinggi ke arah daratan.
7. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai
manfaat.

Selain definisi di atas, beberapa definisi yang berkaitan dengan karakteristik


gelombang di daerah sekitar pantai juga perlu diketahui. Gelombang yang
merambat dari laut dalam menuju pantai mengalami perubahan bentuk karena
pengaruh perubahan kedalaman laut. Berkurangnya kedalaman laut menyebabkan
semakin berkurangnya panjang gelombang dan bertambahnya tinggi gelombang.
Pada saat gelombang mencapai batas maksimum, gelombang akan pecah.
Untuk penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2 Bagian-Bagian Pantai


Sumber : Triatmodjo, 1999.

Bagian-bagian pantai dan karakteristik pantai berdasarkan Gambar 2.2 dapat


dijelaskan sebagai berikut.
1. Garis gelombang pecah merupakan batas perubahan perilaku gelombang dan
juga transpor sedimen pantai.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


7

2. Offshore adalah daerah dari garis gelombang pecah ke arah laut.


3. Breaker zone (daerah gelombang pecah) adalah daerah di mana gelombang
yang datang dari laut (lepas pantai) mencapai ketidak-stabilan dan akhirnya
pecah.
4. Surf zone adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam dari gelombang
pecah dan batas naik-turunnya gelombang di pantai.
5. Swash zone adalah daerah yang di batasi oleh garis batas tertinggi naiknya
gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di pantai.
6. Inshore adalah daerah yang membentang ke arah laut dari foreshore sampai
tepat di luar breaker zone.
7. Longshore bar yaitu gundukan pasir yang memanjang dan kira-kira sejajar
dengan garis pantai. Longshore bar terbentuk karena proses gelombang pecah
di daerah inshore.
8. Foreshore adalah daerah yang terbentang dari garis pantai pada saat muka air
rendah sampai batas atas dari uprush pada saat air pasang tinggi.
9. Backshore adalah daerah yang di batasi oleh foreshore dan garis pantai yang
terbentuk pada saat terjadi gelombang badai bersamaan dengan muka air tinggi.

2.1.2 Proses Pembentukan Pantai


Proses pembentukan pantai merupakan suatu kejadian yang terjadi di
wilayah pantai seperti abrasi, sedimentasi, pasang surut, gelombang dan
perubahan cuaca. Sehingga jika terjadi erosi maka secara otomatis terjadi
sedimentasi dikarenakan arah gelombang dengan arah angin yang akan
mengangkut sedimen bergerak ke arah gelombang sehingga bangunan yang ada di
sekitar pantai perlahan akan runtuh.
Penyesuaian bentuk pantai merupakan tanggapan yang dinamis alami
pantai terhadap laut. Proses dinamis pantai sangat dipengaruhi oleh littoral
transport, yang didefinisikan sebagai gerak sedimen di daerah dekat pantai
(nearshore zone) oleh gelombang dan arus. Littoral transport dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu transpor sejajar pantai (longshore transport) dan
transport tegak lurus pantai (onshore - offshore transport). Material pasir yang
ditranspor disebut dengan littoral drift. Transpor tegak lurus pantai terutama

Teknik Sipil, FST, UNDANA


8

ditentukan oleh kemiringan gelombang terhadap garis pantai, ukuran sedimen dan
kemiringan pantai. Transpor sejajar pantai ditentukan oleh pasang surut air laut.
Pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya sedemikian sehingga
mampu menghancurkan energi gelombang yang datang. Penyesuaian bentuk
tersebut merupakan tanggapan dinamis alami pantai terhadap laut. Salah satu
permasalahan besar yang ada didaerah pantai adalah erosi pantai. Erosi pantai
dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar dengan rusaknya kawasan
permukiman dan fasilitas– fasilitas yang ada di wilayah tersebut. Proses erosi dan
sedimentasi yang dibicarakan adalah di daerah pantai yang terletak di antara batas
offshore pantai di mana gelombang mulai menggerakkan sedimen dan batas garis
pantai. Proses ini terjadi akibat interaksi dari angin, gelombang, arus, pasang surut,
sedimen, dan faktor–faktor lain didaerah pantai.

2.2 Gelombang Laut


Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam tergantung pada
gaya pembangkitnya. Jenis-jenis gelombang tersebut adalah sebagai berikut.
1. Gelombang angin yaitu gelombang yang dibangkitkan oleh tiupan angin di
permukaan laut. Angin berhembus sejauh jarak seret angin (fetch) dengan
kecepatan yang semakin besar dan durasi tertentu yang menyebabkan terjadinya
pembangkitan penuh tinggi gelombang yang disebut dengan fully developed sea
yang dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini..

Gambar 2.3 Bentuk Gelombang


Sumber : Triatmodjo, 1999.

2. Gelombang pasang surut yaitu gelombang yang dibangkitkan oleh gaya tarik
benda-benda langit terutama matahari dan bulan terhadap bumi.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


9

3. Gelombang tsunami yaitu gelombang yang terjadi karena letusan gunung berapi
atau gempa di laut.
Gelombang yang dibahas dalam tugas akhir ini yaitu gelombang angin dan
pasang surut. Gelombang dapat menimbulkan energi untuk membentuk arus dan
transpor sedimen dalam arah tegak lurus pantai serta menyebabkan gaya-gaya
yang bekerja pada bangunan pantai. Pasang surut juga merupakan faktor penting
karena bisa menimbulkan arus yang cukup kuat terutama di daerah yang sempit,
misalnya di teluk, estuari dan muara sungai. Selain itu elevasi muka air pasang
dan air surut juga sangat penting untuk merencanakan bangunan-bangunan pantai.

2.2.1 Pengaruh Gelombang


Ketinggian dan periode gelombang tergantung kepada panjang fetch
pembangkitannya. Fetch adalah jarak perjalanan tempuh gelombang dari awal
pembangkitannya. Fetch ini di batasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut.
Semakin panjang jarak fetchnya, ketinggian gelombangnya akan semakin besar.
Angin juga mempunyai pengaruh yang penting pada ketinggian gelombang.
Angin yang lebih kuat akan menghasilkan gelombang yang lebih besar.

Gelombang yang menjalar dari laut dalam (deep water) menuju ke pantai
akan mengalami perubahan bentuk karena adanya perubahan kedalaman laut.
Apabila gelombang bergerak mendekati pantai, pergerakan gelombang di bagian
bawah yang berbatasan dengan dasar laut akan melambat. Ini adalah akibat dari
friksi/gesekan antara air dan dasar pantai. Sementara itu, bagian atas gelombang di
permukaan air akan terus melaju. Semakin menuju ke pantai, puncak gelombang
akan semakin tajam dan lembahnya akan semakin datar. Fenomena ini yang
menyebabkan gelombang tersebut kemudian pecah.

2.2.2 Arus di Sekitar Pantai (Nearshore Circulation)


Gelombang yang datang menuju pantai membawa massa air dan momentum
searah penjalaran gelombangnya. Hal ini menyebabkan terjadinya arus di sekitar
kawasan pantai.
Penjalaran gelombang menuju pantai akan melintasi daerah-daerah lepas
pantai (offshore zone), daerah gelombang pecah (surf zone), dan daerah deburan

Teknik Sipil, FST, UNDANA


10

ombak di pantai (swash zone) yang dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini.

Gambar 2.4 Daerah Penjalaran Gelombang Menuju Pantai


Sumber : Triatmodjo, 1999.

Menurut Dean dan Dalrymple (2002) perputaran arus disekitar pantai


dapat digolongkan dalam tiga jenis, yaitu: arus sepanjang pantai (longshore
current), arus seret (rip current), dan aliran balik (back flows/cross-shore flows).
Sistem sirkulasi arus tersebut seringkali tidak seragam antara ketiganya
bergantung kepada arah/sudut gelombang datang. Pada kawasan pantai yang

diterjang gelombang menyudut (αb> 5o) terhadap garis pantai, arus dominan yang

akan terjadi adalah arus sejajar pantai (longshore current) ynag dapat dilihat pada
Gambar 2.5 di bawah ini.

Gambar 2.5 Longshore Current


Sumber : Triatmodjo, 1999.

2.3 Gelombang Laut Dangkal


Apabila suatu deretan gelombang bergerak menuju pantai (laut dangkal),
maka gelombang tersebut akan mengalami deformasi atau perubahan bentuk
gelombang yang disebabkan oleh proses refraksi, difraksi, refleksi, dan
gelombang pecah.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


11

2.3.1 Analisa Parameter Gelombang


Analisa parameter gelombang diselesaikan menggunakan program refraksi
gelombang sesuai teori gelombang amplitudo kecil (small amplitude wave theory).
Klasifikasi gelombang berdasarkan kedalaman (Tabel 2.1).
Tabel 2.1 Persamaan Parameter Gelombang Amplitudo Kecil

Sumber : Triatmodjo, 1999.

Di mana :
d = kedalaman perairan
L = panjang gelombang
H = tinggi gelombang
T = periode gelombang
C,Co = cepat rambat gelombang
Cg = kecepatan group gelombang
g = kecepatan gravitasi

2.3.2 Refraksi and Wave Shoalling


2.3.2.1 Refraksi
Refraksi terjadi dikarenakan gelombang datang membentuk sudut terhadap
garis pantai. Refraksi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tinggi dan
arah datang gelombang serta distribusi energi gelombang sepanjang pantai
(Triatmodjo, 1999). Refraksi dapat menentukan tinggi gelombang di suatu tempat
berdasarkan karakteristik gelombang datang.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


12

cos o
Kr  ………………………………………………………………….(2.1)
cos 
Di mana pada hukum Snell berlaku apabila ditinjau gelombang di laut
dalam dan di suatu titik yang ditinjau yaitu:
C
Sin  ……………………………………………………………………(2.2)
Co
Di mana :
Kr = koefisien refraksi
α = sudut antara garis puncak gelombang dan garis kontur dasar laut dititik
yang ditinjau
αo = sudut antara garis puncak gelombang dilaut dalam dan garis pantai
C = kecepatan rambat gelombang
Co = kecepatan rambat gelombang di laut dalam

2.3.2.2 Wave Shoalling


Wave shoaling terjadi dikarenakan adanya pengaruh perubahan kedalaman
dasar laut. Wave shoaling mempunyai fungsi yang sama dengan refraksi
gelombang yaitu untuk menentukan tinggi gelombang di suatu tempat
berdasarkan karakteristik gelombang datang.

no Lo
Ks  ……………………………………………………………….(2.3)
nL
Di mana :
Ks = koefisien shoaling (pendangkalan)
L = panjang gelombang
Lo = panjang gelombang
n = Lampiran A-1 berdasarkan nilai d/Lo
no = 0.5 (di laut dalam)

2.3.2.3 Tinggi Gelombang Laut Dangkal


Tinggi gelombang di laut dangkal terjadi akibat pengaruh refraksi
gelombang dan wave shoaling (pendangkalan gelombang) diberikan oleh rumus
berikut.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


13

H =Ks . Kr . Ho ……………………………………………………………...(2.4)
Di mana :
H = tinggi gelombang laut dangkal
Ks = koefisien shoaling (pendangkalan)
Kr = koefisien refraksi
Ho = tinggi gelombang laut dalam

2.3.2.4 Gelombang Pecah


H 'o
Gelombang pecah (Hb) diperoleh dari hasil plot antara nilai dan
gT 2
kemiringan pantai (m) pada grafik “Penentuan Tinggi Gelombang Pecah” . Nilai
H’o diperoleh melalui Persamaan (2.5) sedangkan g adalah percepatan gravitasi
9.8 m/s dan T adalah periode gelombang.
Ks
H’o = …………………………………….…………………………… (2.5)
Ho
Di mana :
Ks = koefisien shoaling (pendangkalan)
Ho = tinggi gelombang laut dalam
Gambar 2.6 adalah gambar grafik penentuan tinggi gelombang pecah.

Gambar 2.6 Grafik Penentuan Tinggi Gelombang Pecah


Sumber : Triatmodjo, 1999.

2.3.2.5 Gelombang Signifikan


Untuk keperluan perencanaan bangunan-bangunan pantai perlu dipilih
tinggi dan periode gelombang individu yang dapat mewakili suatu spektrum

Teknik Sipil, FST, UNDANA


14

gelombang. Apabila tinggi gelombang dari suatu pencatatan diurutkan dari nilai
tertinggi ke terendah atau sebaliknya, maka akan dapat ditentukan tinggi Hn yang
merupakan rerata dari n persen gelombang tertinggi. Bentuk yang paling banyak
digunakan adalah H33 atau tinggi rerata dari 33% nilai tertinggi pencatatan
gelombang yang disebut sebagai tinggi gelombang signifikan Hs.
penjumlahan data gelombang n 33%
Hs = ………………………….. (2.6)
n data 33%
penjumlahan data periode gelombang n 33%
T = ………………………(2.7)
n data 33%
Di mana :
n data 33% = 33% x jumlah data
Penjumlahan data gelombang n 33% = penjumlahan data dari tertinggi ke
terendah sebanyak 33% dari data
Penjumlahan data gelombang n 33% = penjumlahan data dari tertinggi ke
terendah sebanyak 33% dari data

2.3.3 Gelombang Pecah


Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai mengalami
perubahan bentuk karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Pengaruh
kedalaman laut mulai terasa pada kedalaman lebih kecil dari setengah kali panjang
gelombang. Profil gelombang di laut dalam adalah sinusoidal. Semakin menuju ke
perairan yang lebih dangkal puncak gelombang semakin tajam dan lembah
gelombang semakin datar. Selain itu, kecepatan dan panjang gelombang
berkurang secara berangsur-angsur sementara tinggi gelombang bertambah.
Gelombang pecah dipengaruhi oleh kemiringannya yaitu perbandingan
antara tinggi dan panjang gelombang. Gelombang maksimum di laut dalam di
mana gelombang mulai tidak stabil diberikan oleh persamaan berikut.
H0 1
= ……………………………………..…………..……………..(2.8)
L0 7
Di mana :
H0 = Gelombang di laut dalam (m)

L0 = Panjang gelombang laut dalam (m)

Teknik Sipil, FST, UNDANA


15

Kedalaman gelombang pecah (db) dan tinggi gelombang pecah diberi notasi
Hb (CERC, 1984) memberikan persamaan untuk menentukan tinggi dan
kedalaman gelombang pecah sebagai berikut.
H 1
= 1
…………………… ………………………………(2.9)
H '0
 Ho  3
3.3 
 Lo 
Di mana :
H = Tinggi gelombang (m)
H’0 = Tinggi gelombang laut dalam ekivalen
Lo = Panjang gelombang laut dalam (m)

Parameter Hb/H’0’ disebut dengan indeks tinggi gelombang pecah. Gambar


2.7 menunjukkan hubungan antara Hb/H’0 dan Ho/Lo’ untuk berbagai kemiringan
dasar laut. Gambar 2.7 menunjukkan hubungan antara db/Hb dan Hb/gT2 untuk
berbagai kemiringan dasar. Grafik yang diberikan pada Gambar 2.8 dapat
dituliskan dalam rumus sebagai berikut.
db 1
= ……………………………………….…….………(2.10)
Hb  aHb 
b 2 
 gT 
Di mana a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai m dan diberikan oleh
persamaan berikut.
a = 43,75 (1 – e-19m) ………………………………………..……......(2.11)

1.56
b = …………………………………………………….……(2.12)
1  e 19.5 m

Gelombang pecah dapat dibedakan menjadi:


1. Spilling terjadi apabila gelombang dengan kemiringan yang kecil menuju ke
pantai yang datar, gelombang mulai pecah pada jarak yang cukup jauh dari
pantai dan pecahnya berangsur-angsur.
2. Plunging terjadi apabila kemiringan gelombang dan dasar laut bertambah,
gelombang akan pecah dan puncak gelombang akan memutar dengan masa
air pada puncak gelombang akan terjun ke depan.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


16

3. Surging terjadi pada pantai dengan kemiringan yang cukup besar seperti yang
terjadi pada pantai berkarang, daerah gelombang pecah sangat sempit dan
energi dipantulkan kembali ke laut dalam.

2.4 Fluktuasi Muka Air Laut


Fluktuasi muka air laut merupakan parameter yang sangat penting di dalam
perencanaan bangunan pantai. Muka air laut berfluktuasi dengan periode yang
lebih besar dari periode gelombang angin. Fluktuasi muka air laut dapat
disebabkan oleh wave set-up (kenaikan muka air karena gelombang), wind set-up
(kenaikan muka air karena angin), tsunami, storm surge (gelombang badai),
pemanasan global dan pasang surut.

Gambar 2.7 Penentuan Tinggi Gelombang Pecah


Sumber : Triatmodjo, 1999.

Gambar 2.8 Penentuan Kedalaman Gelombang Pecah


Sumber : Triatmodjo, 1999.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


17

2.4.1 Wave Set-Up (Kenaikan Muka Air)


Gelombang yang datang dari laut menuju pantai menyebabkan fluktuasi
muka air di daerah pantai terhadap muka air diam. Pada waktu gelombang pecah
akan terjadi penurunan elevasi muka air rerata terhadap elevasi muka air diam di
sekitar gelombang pecah. Kemudian dari titik di mana gelombang pecah
permukaan air rerata miring ke atas ke arah pantai. Turunnya muka air disebut
wave set-down, sedangkan naiknya muka air disebut waveset-up, seperti
diperlihatkan pada Gambar 2.9 di bawah ini.

Gambar 2.9 Wave Set-Up and Wave Set-Down


Sumber : Triatmodjo, 1999.

Wave set-up dapat dihitung dengan menggunakan teori Longuer-Higgins


dan Stewart. Besarnya wave set-down di daerah gelombang pecah diberikan
melalui persamaan berikut.

Hb
Sw = 0,19 [1 - 2.82 ] Hb…………………………………..………..(2.13)
gT 2

Dimana :
T = periode gelombang
Hb = tinggi gelombang pecah
g = percepatan gravitasi

Teknik Sipil, FST, UNDANA


18

2.5 Pasang Surut


Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik
benda- benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di
bumi. Elevasi muka air tertinggi (pasang) dan muka air terendah (surut) sangat
penting untuk perencanaan bangunan pantai.
Data pasang surut didapatkan dari pengukuran selama minimal 15 hari.
Dari data tersebut dibuat grafik pasang surut sehingga didapatkan Highest High
Water Level, Mean High Water Level, Mean Sea Level , Mean Low Water Level ,
Lowest Low Water Level. Dalam pengamatan selama 15 hari tersebut, telah
tercakup satu siklus pasang surut yang meliputi pasang surut purnama dan
perbani. Saat terjadi pasang surut purnama akan terjadi tinggi pasang surut paling
besar dibandingkan hari lainnya. Sedangkan saat pasang surut perbani akan
terjadi tinggi pasang surut paling kecil dibandingkan hari lainnya.
Beberapa definisi elevasi muka air laut yaitu sebagai berikut.
1. MHWL adalah rerata dari muka air tinggi.
2. MLWL adalah rerata dari muka air rendah.
3. MSL adalah muka air rerata antara muka air tinggi rerata dan muka air rendah
rerata.
4. HHWL adalah air tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
5. LLWL adalah air terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
Untuk lebih jelasnya tentang elevasi muka air laut dapat dilihat pada Gambar
2.10 dibawah ini.

Gambar 2.10 Elevasi muka air laut


Sumber : Triatmodjo, 1999.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


19

Menurut Triatmodjo, 1999, pasang surut adalah fluktuasi muka air laut
karena adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan
terhadap massa air dibumi. Pasang surut adalah penting di dalam perencanaan
bangunan pantai dan pelabuhan. Elevasi muka air tertinggi (pasang) dan terendah
(surut) sangat penting untuk merencanakan bangunan-bangunan pengaman pantai.
Elevasi puncak bangunan pengaman pantai ditentukan oleh elevasi muka air
pasang sementara kedalaman alur pelayaran/pelabuhan ditentukan oleh muka air.

2.5.1 Jenis Pasang Surut


Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di suatu daerah dalam
satu hari dapat terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara umum pasang
surut di berbagai daerah dapat dibedakan dalam empat tipe, yaitu :
1. Pasang surut harian tunggal beraturan (diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Pasang surut
ini terjadi di perairan selat Karimata.

Gambar 2.11 Pasang Surut Harian Tunggal (Diurnal Tide)


Sumber : Triatmodjo, 1999.

2. Pasang surut harian ganda beraturan (semi diurnal tide), merupakan pasut yang
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam
satu hari. Ini terjadi di Selat Malaka dan Laut Andaman.

Gambar 2.12 Pasang Surut Harian Ganda (semi diurnal tide)


Sumber : Triatmodjo, 1999.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


20

3. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed – diurnal),


merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut
tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda
dalam tinggi dan waktu. Ini terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai
Utara Jawa Barat.

Gambar 2.13 Pasang Surut Campuran Condong Ke Harian Ganda


(mix tide prevailing semidiurnal tide)
Sumber : Triatmodjo, 1999.

4. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed semi – diurnal),


merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari
tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki
tinggi dan waktu berbeda. Ini terjadi di Pantai Selatan Jawa dan Bagian Timur
Indonesia.

2.6 Design Water Level (DWL)

Elevasi muka air laut rencana merupakan parameter yang sangat penting di
dalam perencanaan bangunan pantai. Elevasi tersebut merupakan penjumlahan
dari beberapa parameter yaitu pasang surut, wave set up (Sw), tsunami dan
pemanasan global. Untuk tsunami tidak digunakan karena kemungkinan
terjadinya sangat kecil.

DWL = HHWL + Sw+ SLR …………………………………………………..(2.12)


Di mana :
DWL = Design water level
HHWL= Highest high water level
Sw = Wave set up

Teknik Sipil, FST, UNDANA


21

SLR = Sea level rise (kenaikan muka air akibat pemanasan global)

2.7 Angin
Angin yang berhembus di atas permukaan air laut akan memindahkan
energinya ke air. Kecepatan angin menimbulkan tegangan pada permukaan laut,
sehingga permukaan air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak
gelombang kecil di atas permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak
tersebut menjadi semakin besar dan apabila angin berhembus terus akhirnya akan
terbentuk gelombang.

Tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan dipengaruhi oleh


kecepatan angin (U), lama hembus angin (D), arah angin dan fetch (F). Fetch
adalah daerah di mana kecepatan angin adalah konstan. Arah angin masih bisa
dianggap konstan apabila perubahan-perubahannya tidak lebih dari 15º.
Sedangkan kecepatan angin masih dianggap konstan jika perubahannya tidak
lebih dari 5 knot (2,5m/dt) terhadap kecepatan rerata.

2.7.1 Hindcasting Gelombang


Hindcasting gelombang adalah teknik peramalan gelombang dengan
menggunakan data angin pada masa lampau. Hindcasting gelombang akan
menghasilkan perkiraan tinggi (H) dan periode (T) gelombang akibat adanya
angin dengan besar, arah dan durasi tertentu.

2.7.2 Data Angin


Data angin yang digunakan untuk peramalan gelombang adalah data di
permukaan laut pada lokasi pembangkitan. Data tersebut dapat diperoleh dari
pengukuran langsung di atas permukaan laut (menggunakan kapal yang sedang
berlayar) atau pengukuran di darat (di lapangan terbang) di dekat lokasi
peramalan yang kemudian dikonversi menjadi data angin laut. Kecepatan angin
diukur dengan anemometer dan biasanya dinyatakan dalam knot. Satu knot
adalah panjang satu menit garis bujur melalui khatulistiwa yang ditempuh dalam
satu jam, atau 1 knot = 1,852 km/jam = 0,514 m/dt. Data angin dicatat tiap jam
dan biasanya disajikan dalam bentuk tabel. Dengan pencatatan angin jam-jaman

Teknik Sipil, FST, UNDANA


22

tersebut dapat diketahui angin dengan kecepatan tertentu dan durasinya,


kecepatan angin maksimum, arah angin dan dapat pula dihitung kecepatan angin
rerata harian.
Data angin yang diperlukan merupakan hasil pengamatan beberapa tahun
yang disajikan dalam bentuk tabel dengan jumlah data yang sangat besar
kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel (ringkasan) atau diagram yang
disebut windrose (mawar-angin) seperti pada Gambar 2.14 di bawah ini.

Gambar 2.14 Windrose (mawar-angin)


Sumber : Triatmodjo, 1999.

2.7.3 Konversi Kecepatan Angin


Biasanya pengukuran angin dilakukan didaratan, padahal rumus-rumus
pembangkitan gelombang data angin yang digunakan adalah yang ada di atas
permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan transformasi dari data angin di lokasi
stasiun angin ke data angin di atas permukaan laut. Hubungan antara angin di atas
laut dan angin di atas daratan terdekat diberikan oleh RL =UW /UL, seperti
diperlihatkan pada Gambar 2.15.

Rumus-rumus dan grafik pembangkitan gelombang mengandung variabel


UA yaitu wind-stress factor (faktor tegangan angin) yang dapat dihitung dari

Teknik Sipil, FST, UNDANA


23

kecepatan angin. Kecepatan angin dikonversikan pada faktor tegangan angin


dengan menggunakan rumus berikut.

1,23
UA= 0,71 (U) …………………………………………………………………..(2.13)

Di mana :
U = kecepatan angin dalam m/dt

Gambar 2.15 Grafik Hubungan Antara Kecepatan Angin di Laut


dan Darat
Sumber : Triatmodjo, 1999.

2.7.4 Fetch
Dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh
bentuk daratan yang mengelilingi laut. Gelombang tidak hanya dibangkitkan
dalam arah yang sama dengan arah angin, tetapi juga dalam berbagai sudut
terhadap arah angin. Peristiwa ini terjadi pada daerah pembentukan gelombang
fetch rerata efektif yang diberikan oleh Persamaan 2.14 dan dapat dilihat pada
Gambar 2.16.

Feff =
 xi cos  ……………………………………………….………… (2.14)
 cos 
Di mana :
Feff = fetch rerata efektif

Xi = panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke


ujung akhir fetch

Teknik Sipil, FST, UNDANA


24

α = deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan


pertambahan sudut 6º sampai 42º pada kedua sisi dari arah angin

Gambar 2.16 Fetch


Sumber : Triatmodjo, 1999.

2.7.5 Peramalan Gelombang Laut Dalam


Peramalan gelombang laut dalam dengan menggunakan grafik peramalan
gelombang berdasarkan wind-stress factor dan panjang fetch dapat dilihat pada
Gambar 2.17 di bawah ini.

Gambar 2.17 Grafik peramalan gelombang


Sumber : Triatmodjo, 1999.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


25

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Pantai Namosain, Kelurahan Namosain,
Kecamatan Alak, Kota Kupang. Pantai Namosain merupakan salah satu pantai
yang tergolong pantai kritis yang mengalami erosi akibat gelombang. Letak Pantai
Namosain dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian


Sumber : Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II, 2016.

3.2 Waktu Penelitian


Waktu pelaksanaan Tugas Akhir berlangsung dari bulan Maret Tahun 2018
sampai dengan bulan Februari Tahun 2019. Pengambilan data dilaksanakan pada
bulan Mei Tahun 2018 sampai dengan bulan Juni Tahun 2018 kemudian
dilanjutkan dengan proses analisa data. Data yang diperoleh berupa data sekunder
yang diambil dari Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun El Tari
Kupang dan Lantamal Angkatan Laut Kupang.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


26

3.3 Objek Penelitian


Objek penelitian pada tugas akhir ini adalah karakteristik gelombang.
Karakteristik gelombang yang ditinjau adalah tinggi gelombang, periode
gelombang, durasi gelombang dan koefisien refraksi dengan menggunakan
metode hindcasting di Pantai Namosain Kota Kupang.

3.4 Jenis Data


Jenis data yang digunakan peneliti dalam penyusunan Tugas Akhir ini
adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti dari
sumber yang sudah ada antara lain berupa dokumen/arsip. Data sekunder yang
diperoleh adalah data angin, data pasang surut, data gelombang serta data kontur
kedalaman laut (bathimetry) di Pantai Namosain Kota Kupang.

3.5 Teknik Pengambilan Data


Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan
dalam rangka mencapai tujuan penelitian dan dikarenakan jenis data yang
dipergunakan peneliti adalah data sekunder, maka peneliti melakukan
pengambilan data dengan teknik dokumentasi. Teknik dokumentasi adalah
teknik pegambilan data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan
teori-teori yang menunjang penelitian.

3.6 Teknik Analisa Data


Analisa data sesuai dengan standar perhitungan tinggi gelombang dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
1. Mengolah data angin
Pengolahan data angin dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.
a. Membuat urutan kejadian arah dan kecepatan angin berdasarkan data BMKG.
Data yang diperoleh dari BMKG Stasiun El Tari Kupang adalah data
kejadian angin dari Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2017. Data tersebut
berisikan data kecepatan angin maksimum (ff maks), kecepatan angin minimum
(ff min), arah angin pada saat terjadi kecepatan angin maksimum (dd maks) dan
arah angin pada saat terjadi kecepatan angin minimum (dd min).

Teknik Sipil, FST, UNDANA


27

Penyajian data tahunan diberikan dalam data harian setiap bulannya. Data
BMKG dapat dilihat pada Gambar 3.2 yang merupakan contoh penyajian data
BMKG bulan Januari dan Februari Tahun 2008 lalu di buat urutan kejadian angin
setiap bulannya.

Gambar 3.2 Contoh Data BMKG


Sumber : BMKG El- Tari Kupang, 2018.

b. Urutan kejadian angin berdasarkan data BMKG


Setelah mengurutkan kejadian angin bulanan, maka data kejadian angin
dimasukkan dalam tabel yang sudah dirincikan kejadian angin pada jam
01.00 sampai dengan jam 24.00. Tabel 3.1a dan 3.1b di bawah ini
menunjukkan urutan kecepatan angin dan arah angin setiap jam.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


28

Tabel 3.1a Urutan Kejadian Angin

Sumber : Analisa Data, 2018.

Tabel 3.1b Urutan Kejadian Angin

Sumber : Analisa Data, 2018.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


29

c. Memasukkan data BMKG yang sudah diurutkan ke format program excel


Setelah melakukan urutan arah angin dan kecepatan angin pada setiap jam
sesuai tanggal kejadian, maka hasilnya dimasukkan ke dalam format program
excel dari aplikasi Windrose Plot. Format program excel tersebut dapat dilihat
pada Gambar 3.3 di mana dalam tabel tersebut di input tahun, bulan, tanggal, arah
dan kecepatan angin secara vertikal ke bawah.

Gambar 3.3 Format Program Excel Untuk Aplikasi Windrose Plot


Sumber : Analisa Data, 2018.

d. Memasukkan data BMKG ke aplikasi WRplot


Data kejadian angin pada format program excel di input ke kolom program
excel file di aplikasi WRPlot. Setelah melakukan input data seperti yang terlihat
pada Gambar 3.4, maka dilakukan pengisian stasiun di mana kejadian angin
berada yaitu latitude, longitude dan time zone.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


30

Gambar 3.4 Format Program Excel Pengisian Statisun Latitude,


Longitude dan Time Zone
Sumber : Analisa Data, 2018.

e. Memperoleh data frekuensi dan windrose dari aplikasi WRplot


Setelah memasukan data seperti pada Gambar 3.4, maka diperoleh data
frekuensi kejadian angin dalam satu bulan serta tampilan windrose sesuai dengan
arah yang disimbolkan dengan warna dan besarnya kecepatan pada warna tersebut.
Hasil olahan aplikasi WRPlot dapat dilihat pada Gambar 3.5 dan Gambar 3.6.

Gambar 3.5 Data Frekuensi Dari Aplikasi Windrose Plot


Sumber : Analisa Data, 2018

Teknik Sipil, FST, UNDANA


31

Gambar 3.6 Contoh Hasil Tampilan Windrose Pada Aplikasi WRPlot


Sumber : Analisa Data, 2018.

f. Membuat persentase kejadian angin selama 10 tahun


g. Menentukan kecepatan angin maksimum berdasarkan data BMKG.

2. Menentukan fetch efektif


Fetch ditentukan dengan melakukan beberapa tahapan sebagai berikut :
a. Menentukan arah angin maksimum serta persentase kejadian angin terbesar.

Gambar 3.7 Persentase Kejadian Angin


Sumber : Analisa Data, 2018.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


32

b. Menggambarkan fetch sesuai dengan arah angin maksimum

Gambar 3.7a Pengambaran Fetch


Sumber : Analisa Data, 2018.

c. Membuat garis fetch untuk arah maksimum dengan pertambahan 60 sampai


420 ke arah kanan dan kiri.

Gambar 3.7b Pengambaran Fetch Dengan Pertambahan 60 Sampai 420 Ke


Arah Kanan dan Kiri
Sumber : Analisa Data, 2018.

d. Menghitung panjang garis fetch dan menentukan fetch efektif dengan

menggunakan rumus ada Persamaan (2.14) yaitu Feff =


 xi cos  .
 cos 

Teknik Sipil, FST, UNDANA


33

3. Analisa peramalan gelombang


Peramalan gelombang atau hindcasting dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut :
a. Menentukan kecepatan angin maksimum periode tahunan dari Tahun 2008
sampai dengan Tahun 2017 dan kemudian di urutkan dari nilai tertinggi
sampai dengan terendah. Kecepatan angin yang terjadi merupakan kecepatan
angin yang diukur di darat (UL).
b. Melakukan konversi kecepatan angin di darat (UL) menjadi kecepatan angin
di laut (UW) dengan menggunakan grafik pada Gambar 2.15.
c. Menentukan nilai faktor tegangan angin (UA) dengan rumus pada Persamaan
(2.13) yaitu UA= 0,71 (U)1,23 .
d. Menentukan nilai tinggi gelombang, periode gelombang dan durasi
gelombang dengan memasukan nilai fetch efektif serta faktor tegangan angin
(UA) ke dalam grafik peramalan gelombang pada Gambar 2.17.

4. Analisa refraksi
Analisa refraksi dilakukan untuk menentukan nilai koefisien refraksi (Kr).
Koefisien refraksi dapat ditentukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menentukan nilai tinggi gelombang signifikan (Hs)
b. Menentukan panjang gelombang di laut dalam (L0)
c. Menentukan kedalaman laut dengan interval jarak tertentu dan di hubungkan
dengan panjang gelombang di laut dalam untuk mendapatkan nilai koefisien
refraksi.
d. Menghitung koefieisen refraksi dengan menggunakan rumus pada Persamaan

cos o
(2.1) yaitu Kr  .
cos 

5. Perhitungan tinggi gelombang pecah


Penentuan tinggi gelombang pecah di tentukan oleh grafik hubungan antara
H 'o Hb
2
, kemiringan pantai (m) dan yang dapat dilihat pada grafik dalam
gT H 'o

Gambar 4.21.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


34

3.7 Diagram Alir Penelitian


Tahapan penelitian dapat dilihat pada diagram alir sebagai berikut.

Mulai

Tinjauan Pustaka

Pengumpulan Data

Data Sekunder

Data angin Tahun Data pasang surut Peta lokasi dan


2008 - 2017 Tahun 2008 - 2017 Data batimetri

Analisis data angin Analisis data pasang surut

Aplikasi Windrose Plot

Penentuan fetch efektif (Feff)

Analisis peramalan
gelombang

Analisis koefieisen refraksi (Kr)


dan koefisien shoalling (Ks)

Analisis perhitungan gelombang pecah (Hb)

Hasil analisis
1. Gelombang pecah (Hb)
2. Elevasi pasang surut
3. Peta batimetri

SELESAI

Gambar 3.8 Diagram alir penelitian


Sumber : Hasil rancangan, 2018.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


35

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum


Kota Kupang adalah Ibukota Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di
pesisir Teluk Kupang, paling barat dari Pulau Timor. Secara astronomis Kota
Kupang terletak pada 100 36’ 14”- 100 39’ 58” lintang Selatan dan 1230 32’ 23” -
1230 37’ 01” bujur Timur. Luas Kota Kupang yaitu 180.27 km2 dengan jumlah
penduduk sebanyak 402.286 jiwa. Peta Kota Kupang ditunjukkan pada Gambar
4.1di bawah ini.

Gambar 4.1 Peta Kota Kupang


Sumber : Google Earth, 2018.

Mata pencaharian penduduk sepanjang Teluk Kupang sebagian besarnya


adalah nelayan dimana pada sepanjang pesisir pantai Teluk Kupang terbangun 4
(empat) pelabuhan yaitu pelabuhan Tenau, pelabuhan Bolok, pelabuhan rakyat
Namosain dan pelabuhan ikan Oeba. Pantai Namosain sebagai lokasi tinjauan
terletak pada 100 10’ 17.23” S dan 1230 33’ 51.79” E. Gambar 4.2 menunjukkan
lokasi tinjauan pantai Namosain Kupang.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


36

Gambar 4.2 Peta Pantai Namosain Kupang


Sumber : Google Earth, 2018.

Permasalahan yang terjadi pada pantai-pantai kritis adalah terjadinya erosi


dan abrasi pada sebagian garis pantai tersebut, yang mengakibatkan daerah
aktifitas nelayan dan penduduk sepanjang pantai semakin sempit, hilangnya lahan
permukiman, pertanian, pertambakan, terganggunya ruas jalan raya dan hilangnya
lapangan pekerjaan. Pada umumnya pantai-pantai yang ada di Nusa Tenggara
Timur sebagian besar merupakan pantai berkarang, dengan dinding pantai dari
batu karang berongga dan mudah lapuk apabila dihantam gelombang dan
perubahan iklim, mengakibatkan terjadinya abrasi serta erosi yang cukup besar.
Pesisir pantai Kupang memiliki berbagai potensi untuk masyarakat Kota Kupang
namun perlu adanya penanganan dan perlindungan terhadap pantai. Bangunan
pengaman pantai perlu di bangun dikarenakan pesisir pantai Kupang langsung
berhadapan dengan gelombang dari arah laut lepas.

4.2 Data Arah dan Kecepatan Angin Pantai Namosain Kupang


Angin sebagai pembangkit gelombang merupakan parameter penting dalam
perencanaan bangunan pengaman pantai. Untuk mendapatkan nilai kecepatan
angin di Pantai Namosain maka diperlukan data arah dan kecepatan angin yang
dapat diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun
Meteorologi El Tari Kupang. Peramalan tinggi gelombang memerlukan data arah

Teknik Sipil, FST, UNDANA


37

dan kecepatan angin selama 10 tahun yaitu dari Tahun 2008 sampai dengan Tahun
2017 yang dapat dilihat pada Lampiran 1.
Berdasarkan data pada Lampiran 1 (Data angin BMKG Provinsi NTT),
maka dilakukan analisa dengan menggunakan aplikasi WRplot untuk memperoleh
frekuensi dan windrose setiap bulan selama periode 10 tahun. Berikut ini adalah
langkah-langkah dalam menghitung persentase kejadian angin dengan mengambil
contoh untuk bulan Januari Tahun 2008.
1. Melakukan input data angin dari BMKG bulan Januari Tahun 2008.
Data angin dari BMKG untuk bulan Januari Tahun 2008 diinput pada format
excel untuk mengetahui kejadian angin setiap hari dalam waktu 24 jam.
Tabel 4.1 Data Angin BMKG bulan Januari Tahun 2008
Januari
Tanggal
Tahun
(08.00-08.00)
ff rata-rata dd ff min ff max dd max jam ffmin jam ffmax
2008 1-2 7 304 3 10 315 04.00 - 06.00 12.00 - 15.00
2-3 10 292 5 14 292 19.00 - 21.00 01.00 - 03.00
3-4 9 281 6 12 292 17.00 - 22.00 06.00 - 08.00
4-5 8 270 5 10 270 01.00 - 03.00 06.00 - 08.00
5-6 8 270 5 10 270 02.00 - 03.00 16.00 - 20.00
6-7 8 270 5 10 270 02.00 - 03.00 16.00 - 20.00
7-8 7 202 3 10 202 04.00 - 05.00 20.00 - 22.00
8-9 7 225 4 10 225 04.00 - 05.00 22.00 - 23.00
9-10 7 225 4 10 225 04.00 - 05.00 22.00 - 23.00
10-11 8 292 5 11 292 02.00 - 04.00 11.00 - 12.00
11-12 7 180 5 8 180 06.00 - 07.00 00.00 - 01.00
12-13 8 90 5 10 90 07.00 - 08.00 23.00 - 02.00
13-14 7 112 4 10 112 07.00 - 08.00 01.00 - 02.00
14-15 7 112 5 8 112 07.00 - 08.00 01.00 - 02.00
15-16 8 112 5 10 112 07.00 - 08.00 01.00 - 02.00
16-17 5 0 0 10 340 07.00 - 08.00 01.00 - 02.00
17-18 10 337 7 13 340 18.00 - 20.00 13.00 - 15.00
18-19 5 337 2 7 340 04.00 - 06.00 21.00 - 23.00
19-20 7 315 5 9 315 01.00 - 03.00 20.00 - 21.00
20-21 8 315 5 10 315 01.00 - 03.00 20.00 - 21.00
21-22 8 90 5 10 90 03.00 - 05.00 21.00 - 22.00
22-23 7 180 4 10 180 15.00 - 20.00 03.00 - 05.00
23-24 4 45 2 6 45 05.00 - 06.00 22.00 - 23.00
24-25 7 315 4 10 315 07.00 - 08.00 22.00 - 23.00
25-26 9 270 4 14 270 06.00 - 07.00 22.00 - 24.00
26-27 7 0 5 8 340 20.00 - 22.00 01.00 - 03.00
27-28 10 315 5 15 315 03.00 - 04.00 20.00 - 21.00
28-29 5 0 2 8 350 20.00 - 21.00 01.00 - 03.00
29-30 10 337 5 14 350 04.00 - 06.00 22.00 - 00.00
30-31 6 292 4 8 350 04.00 - 06.00 20.00 - 23.00
31-1 6 292 4 8 350 04.00 - 06.00 17.00 - 20.00
Sumber : BMKG Stasiun El Tari Kupang, 2018.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


38

2. Melakukan input data angin ke format program excel untuk aplikasi Windrose Plot.
Tabel 4.2 Urutan data arah dan kecepatan angin bulan Januari Tahun 2008
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
JAM
dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff
1 310 7 310 7 292 14 287 9 270 5 270 8 270 8 202 7 225 7 225 7 292 8 180 8 90 10 112 10
2 310 7 310 7 292 14 287 9 270 5 270 5 270 5 202 7 225 7 225 7 292 5 180 7 90 10 112 10
3 310 7 310 7 292 14 287 9 270 5 270 5 270 5 202 7 225 7 225 7 292 5 180 7 90 8 112 7
4 310 7 304 3 292 10 287 9 270 8 270 8 270 8 202 3 225 4 225 4 292 5 180 7 90 8 112 7
5 310 7 304 3 292 10 287 9 270 8 270 8 270 8 202 3 225 4 225 4 292 8 180 7 90 8 112 7
6 310 7 304 3 292 10 292 12 270 10 270 8 270 8 202 7 225 7 225 7 292 8 180 5 90 8 112 7
7 310 7 310 7 292 10 292 12 270 10 270 8 270 8 202 7 225 7 225 7 292 8 180 5 90 5 112 4
8 310 7 310 7 292 10 292 12 270 10 270 8 270 8 202 7 225 7 225 7 292 8 180 7 90 5 112 4
9 310 7 292 10 287 9 270 8 270 8 270 8 202 7 225 7 225 7 292 8 180 7 90 8 112 7 112 7
10 310 7 292 10 287 9 270 8 270 8 270 8 202 7 225 7 225 7 292 8 180 7 90 8 112 7 112 7
11 310 7 292 10 287 9 270 8 270 8 270 8 202 7 225 7 225 7 292 11 180 7 90 8 112 7 112 7
12 315 10 292 10 287 9 270 8 270 8 270 8 202 7 225 7 225 7 292 11 180 7 90 8 112 7 112 7
13 315 10 292 10 287 9 270 8 270 8 270 8 202 7 225 7 225 7 292 8 180 7 90 8 112 7 112 7
14 315 10 292 10 287 9 270 8 270 8 270 8 202 7 225 7 225 7 292 8 180 7 90 8 112 7 112 7
15 315 10 292 10 287 9 270 8 270 8 270 8 202 7 225 7 225 7 292 8 180 7 90 8 112 7 112 7
16 310 7 292 10 287 9 270 8 270 10 270 10 202 7 225 7 225 7 292 8 180 7 90 8 112 7 112 7
17 310 7 292 10 281 6 270 8 270 10 270 10 202 7 225 7 225 7 292 8 180 7 90 8 112 7 112 7
18 310 7 292 10 281 6 270 8 270 10 270 10 202 7 225 7 225 7 292 8 180 7 90 8 112 7 112 7
19 310 7 292 5 281 6 270 8 270 10 270 10 202 7 225 7 225 7 292 8 180 7 90 8 112 7 112 7
20 310 7 292 5 281 6 270 8 270 10 270 10 202 10 225 7 225 7 292 8 180 7 90 8 112 7 112 7
21 310 7 292 5 281 6 270 8 270 8 270 8 202 10 225 7 225 7 292 8 180 7 90 8 112 7 112 7
22 310 7 292 10 281 6 270 8 270 8 270 8 202 10 225 10 225 10 292 8 180 7 90 8 112 7 112 7
23 310 7 292 10 287 9 270 8 270 8 270 8 202 7 225 10 225 10 292 8 180 7 90 10 112 7 112 7
24 310 7 292 10 287 9 270 8 270 8 270 8 202 7 225 7 225 7 292 8 180 8 90 10 112 7 112 7

Teknik Sipil, FST, UNDANA


39

15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff dd ff
112 8 112 10 340 10 339 10 339 5 315 5 315 5 90 8 180 7 45 4 315 7 270 9 340 8 315 10 350 8 344 10 321 6
112 8 112 10 340 10 339 10 339 5 315 5 315 5 90 8 180 7 45 4 315 7 270 9 340 8 315 10 350 8 344 10 321 6
112 7 112 8 170 5 339 10 339 5 315 5 315 5 90 5 180 10 45 4 315 7 270 9 340 8 315 5 350 8 344 10 321 6
112 7 112 8 170 5 339 10 337 2 315 7 315 8 90 5 180 10 45 4 315 7 270 9 170 7 315 5 175 5 337 5 292 4
112 7 112 8 170 5 339 10 337 2 315 7 315 8 90 5 180 10 45 2 315 7 270 9 170 7 315 10 175 5 337 5 292 4
112 7 112 8 170 5 339 10 337 2 315 7 315 8 90 8 180 7 45 2 315 7 270 4 170 7 315 10 175 5 337 5 292 4
112 5 112 5 0 0 339 10 339 5 315 7 315 8 90 8 180 7 45 4 315 4 270 4 170 7 315 10 175 5 344 10 321 6
112 5 112 5 0 0 339 10 339 5 315 7 315 8 90 8 180 7 45 4 315 4 270 9 170 7 315 10 175 5 344 10 321 6
112 8 170 5 339 10 339 5 315 7 315 8 90 8 180 7 45 4 315 7 270 9 170 7 315 10 175 5 344 10 321 6 321 6
112 8 170 5 339 10 339 5 315 7 315 8 90 8 180 7 45 4 315 7 270 9 170 7 315 10 175 5 344 10 321 6 321 6
112 8 170 5 339 10 339 5 315 7 315 8 90 8 180 7 45 4 315 7 270 9 170 7 315 10 175 5 344 10 321 6 321 6
112 8 170 5 339 10 339 5 315 7 315 8 90 8 180 7 45 4 315 7 270 9 170 7 315 10 175 5 344 10 321 6 321 6
112 8 170 5 340 13 339 5 315 7 315 8 90 8 180 7 45 4 315 7 270 9 170 7 315 10 175 5 344 10 321 6 321 6
112 8 170 5 340 13 339 5 315 7 315 8 90 8 180 7 45 4 315 7 270 9 170 7 315 10 175 5 344 10 321 6 321 6
112 8 170 5 340 13 339 5 315 7 315 8 90 8 180 4 45 4 315 7 270 9 170 7 315 10 175 5 344 10 321 6 321 6
112 8 170 5 339 10 339 5 315 7 315 8 90 8 180 4 45 4 315 7 270 9 170 7 315 10 175 5 344 10 321 6 321 6
112 8 170 5 339 10 339 5 315 7 315 8 90 8 180 4 45 4 315 7 270 9 170 7 315 10 175 5 344 10 321 6 350 8
112 8 170 5 337 7 339 5 315 7 315 8 90 8 180 4 45 4 315 7 270 9 170 7 315 10 175 5 344 10 321 6 350 8
112 8 170 5 337 7 339 5 315 7 315 8 90 8 180 4 45 4 315 7 270 9 170 7 315 10 175 5 344 10 321 6 350 8
112 8 170 5 337 7 339 5 315 9 315 10 90 8 180 4 45 4 315 7 270 9 0 5 315 15 0 2 344 10 350 8 350 8
112 8 170 5 339 10 340 7 315 9 315 10 90 10 180 7 45 4 315 7 270 9 0 5 315 15 0 2 344 10 350 8 321 6
112 8 170 5 339 10 340 7 315 7 315 8 90 10 180 7 45 6 315 10 270 14 0 5 315 10 175 5 350 14 350 8 321 6
112 8 170 5 339 10 340 7 315 7 315 8 90 8 180 7 45 6 315 10 270 14 170 7 315 10 175 5 350 14 350 8 321 6
112 8 170 5 339 10 339 5 315 7 315 8 90 8 180 7 45 4 315 7 270 14 170 7 315 10 175 5 350 14 321 6 321 6
Sumber : Analisa Data, 2018.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


40

3. Melakukan input data angin ke format excel untuk aplikasi Windrose Plot.
Tabel 4.3 Format Program Excel Aplikasi Windrose Plot
Untuk Bulan Januari Tahun 2018
Tahun Bulan Tanggal Jam Arah Kecepatan

2008 1 1 1 310 7

2008 1 1 2 310 7

2008 1 1 3 310 7

2008 1 1 4 310 7

2008 1 1 5 310 7

2008 1 1 6 310 7

2008 1 1 7 310 7

2008 1 1 8 310 7

2008 1 1 9 310 7

2008 1 1 10 310 7

2008 1 1 11 310 7

2008 1 1 12 315 10

2008 1 1 13 315 10

2008 1 1 14 315 10

2008 1 1 15 315 10

2008 1 1 16 310 7

2008 1 1 17 310 7

2008 1 1 18 310 7

2008 1 1 19 310 7

2008 1 1 20 310 7

2008 1 1 21 310 7

2008 1 1 22 310 7

2008 1 1 23 310 7

2008 1 1 24 310 7

2008 1 2 1 310 7

Teknik Sipil, FST, UNDANA


41

2008 1 2 2 310 7

2008 1 2 3 310 7

2008 1 2 4 304 3

2008 1 2 5 304 3

2008 1 2 6 304 3

2008 1 2 7 310 7

2008 1 2 8 310 7

2008 1 2 9 292 10

2008 1 2 10 292 10

2008 1 2 11 292 10

2008 1 2 12 292 10

2008 1 2 13 292 10

2008 1 2 14 292 10

2008 1 2 15 292 10

2008 1 2 16 292 10

2008 1 2 17 292 10

2008 1 2 18 292 10

2008 1 2 19 292 5

2008 1 2 20 292 5

2008 1 2 21 292 5

2008 1 2 22 292 10

2008 1 2 23 292 10

2008 1 2 24 292 10

2008 1 3 1 292 14

2008 1 3 2 292 14

2008 1 3 3 292 14

2008 1 3 4 292 10

2008 1 3 5 292 10

Teknik Sipil, FST, UNDANA


42

2008 1 3 6 292 10

2008 1 3 7 292 10

2008 1 3 8 292 10

2008 1 3 9 287 9

2008 1 3 10 287 9

2008 1 3 11 287 9

2008 1 3 12 287 9

2008 1 3 13 287 9

2008 1 3 14 287 9

2008 1 3 15 287 9

2008 1 3 16 287 9

2008 1 3 17 281 6

2008 1 3 18 281 6

2008 1 3 19 281 6

2008 1 3 20 281 6

2008 1 3 21 281 6

2008 1 3 22 281 6

2008 1 3 23 287 9

2008 1 3 24 287 9

2008 1 4 1 287 9

2008 1 4 2 287 9

2008 1 4 3 287 9

2008 1 4 4 287 9

2008 1 4 5 287 9

2008 1 4 6 292 12

2008 1 4 7 292 12

2008 1 4 8 292 12

2008 1 4 9 270 8

Teknik Sipil, FST, UNDANA


43

2008 1 4 10 270 8

2008 1 4 11 270 8

2008 1 4 12 270 8

2008 1 4 13 270 8

2008 1 4 14 270 8

2008 1 4 15 270 8

2008 1 4 16 270 8

2008 1 4 17 270 8

2008 1 4 18 270 8

2008 1 4 19 270 8

2008 1 4 20 270 8

2008 1 4 21 270 8

2008 1 4 22 270 8

2008 1 4 23 270 8

2008 1 4 24 270 8

2008 1 5 1 270 5

2008 1 5 2 270 5

2008 1 5 3 270 5

2008 1 5 4 270 8

2008 1 5 5 270 8

2008 1 5 6 270 10

2008 1 5 7 270 10

2008 1 5 8 270 10

2008 1 5 9 270 8

2008 1 5 10 270 8

2008 1 5 11 270 8

2008 1 5 12 270 8

2008 1 5 13 270 8

Teknik Sipil, FST, UNDANA


44

2008 1 5 14 270 8

2008 1 5 15 270 8

2008 1 5 16 270 10

2008 1 5 17 270 10

2008 1 5 18 270 10

2008 1 5 19 270 10

2008 1 5 20 270 10

2008 1 5 21 270 8

2008 1 5 22 270 8

2008 1 5 23 270 8

2008 1 5 24 270 8

2008 1 6 1 270 8

2008 1 6 2 270 5

2008 1 6 3 270 5

2008 1 6 4 270 8

2008 1 6 5 270 8

2008 1 6 6 270 8

2008 1 6 7 270 8

2008 1 6 8 270 8

2008 1 6 9 270 8

2008 1 6 10 270 8

2008 1 6 11 270 8

2008 1 6 12 270 8

2008 1 6 13 270 8

2008 1 6 14 270 8

2008 1 6 15 270 8

2008 1 6 16 270 10

2008 1 6 17 270 10

Teknik Sipil, FST, UNDANA


45

2008 1 6 18 270 10

2008 1 6 19 270 10

2008 1 6 20 270 10

2008 1 6 21 270 8

2008 1 6 22 270 8

2008 1 6 23 270 8

2008 1 6 24 270 8

2008 1 7 1 270 8

2008 1 7 2 270 5

2008 1 7 3 270 5

2008 1 7 4 270 8

2008 1 7 5 270 8

2008 1 7 6 270 8

2008 1 7 7 270 8

2008 1 7 8 270 8

2008 1 7 9 202 7

2008 1 7 10 202 7

2008 1 7 11 202 7

2008 1 7 12 202 7

2008 1 7 13 202 7

2008 1 7 14 202 7

2008 1 7 15 202 7

2008 1 7 16 202 7

2008 1 7 17 202 7

2008 1 7 18 202 7

2008 1 7 19 202 7

2008 1 7 20 202 10

2008 1 7 21 202 10

Teknik Sipil, FST, UNDANA


46

2008 1 7 22 202 10

2008 1 7 23 202 7

2008 1 7 24 202 7

2008 1 8 1 202 7

2008 1 8 2 202 7

2008 1 8 3 202 7

2008 1 8 4 202 3

2008 1 8 5 202 3

2008 1 8 6 202 7

2008 1 8 7 202 7

2008 1 8 8 202 7

2008 1 8 9 225 7

2008 1 8 10 225 7

2008 1 8 11 225 7

2008 1 8 12 225 7

2008 1 8 13 225 7

2008 1 8 14 225 7

2008 1 8 15 225 7

2008 1 8 16 225 7

2008 1 8 17 225 7

2008 1 8 18 225 7

2008 1 8 19 225 7

2008 1 8 20 225 7

2008 1 8 21 225 7

2008 1 8 22 225 10

2008 1 8 23 225 10

2008 1 8 24 225 7

2008 1 9 1 225 7

Teknik Sipil, FST, UNDANA


47

2008 1 9 2 225 7

2008 1 9 3 225 7

2008 1 9 4 225 4

2008 1 9 5 225 4

2008 1 9 6 225 7

2008 1 9 7 225 7

2008 1 9 8 225 7

2008 1 9 9 225 7

2008 1 9 10 225 7

2008 1 9 11 225 7

2008 1 9 12 225 7

2008 1 9 13 225 7

2008 1 9 14 225 7

2008 1 9 15 225 7

2008 1 9 16 225 7

2008 1 9 17 225 7

2008 1 9 18 225 7

2008 1 9 19 225 7

2008 1 9 20 225 7

2008 1 9 21 225 7

2008 1 9 22 225 10

2008 1 9 23 225 10

2008 1 9 24 225 7

2008 1 10 1 225 7

2008 1 10 2 225 7

2008 1 10 3 225 7

2008 1 10 4 225 4

2008 1 10 5 225 4

Teknik Sipil, FST, UNDANA


48

2008 1 10 6 225 7

2008 1 10 7 225 7

2008 1 10 8 225 7

2008 1 10 9 292 8

2008 1 10 10 292 8

2008 1 10 11 292 11

2008 1 10 12 292 11

2008 1 10 13 292 8

2008 1 10 14 292 8

2008 1 10 15 292 8

2008 1 10 16 292 8

2008 1 10 17 292 8

2008 1 10 18 292 8

2008 1 10 19 292 8

2008 1 10 20 292 8

2008 1 10 21 292 8

2008 1 10 22 292 8

2008 1 10 23 292 8

2008 1 10 24 292 8

2008 1 11 1 292 8

2008 1 11 2 292 5

2008 1 11 3 292 5

2008 1 11 4 292 5

2008 1 11 5 292 8

2008 1 11 6 292 8

2008 1 11 7 292 8

2008 1 11 8 292 8

2008 1 11 9 180 7

Teknik Sipil, FST, UNDANA


49

2008 1 11 10 180 7

2008 1 11 11 180 7

2008 1 11 12 180 7

2008 1 11 13 180 7

2008 1 11 14 180 7

2008 1 11 15 180 7

2008 1 11 16 180 7

2008 1 11 17 180 7

2008 1 11 18 180 7

2008 1 11 19 180 7

2008 1 11 20 180 7

2008 1 11 21 180 7

2008 1 11 22 180 7

2008 1 11 23 180 7

2008 1 11 24 180 8

2008 1 12 1 180 8

2008 1 12 2 180 7

2008 1 12 3 180 7

2008 1 12 4 180 7

2008 1 12 5 180 7

2008 1 12 6 180 5

2008 1 12 7 180 5

2008 1 12 8 180 7

2008 1 12 9 90 8

2008 1 12 10 90 8

2008 1 12 11 90 8

2008 1 12 12 90 8

2008 1 12 13 90 8

Teknik Sipil, FST, UNDANA


50

2008 1 12 14 90 8

2008 1 12 15 90 8

2008 1 12 16 90 8

2008 1 12 17 90 8

2008 1 12 18 90 8

2008 1 12 19 90 8

2008 1 12 20 90 8

2008 1 12 21 90 8

2008 1 12 22 90 8

2008 1 12 23 90 10

2008 1 12 24 90 10

2008 1 13 1 90 10

2008 1 13 2 90 10

2008 1 13 3 90 8

2008 1 13 4 90 8

2008 1 13 5 90 8

2008 1 13 6 90 8

2008 1 13 7 90 5

2008 1 13 8 90 5

2008 1 13 9 112 7

2008 1 13 10 112 7

2008 1 13 11 112 7

2008 1 13 12 112 7

2008 1 13 13 112 7

2008 1 13 14 112 7

2008 1 13 15 112 7

2008 1 13 16 112 7

2008 1 13 17 112 7

Teknik Sipil, FST, UNDANA


51

2008 1 13 18 112 7

2008 1 13 19 112 7

2008 1 13 20 112 7

2008 1 13 21 112 7

2008 1 13 22 112 7

2008 1 13 23 112 7

2008 1 13 24 112 7

2008 1 14 1 112 10

2008 1 14 2 112 10

2008 1 14 3 112 7

2008 1 14 4 112 7

2008 1 14 5 112 7

2008 1 14 6 112 7

2008 1 14 7 112 4

2008 1 14 8 112 4

2008 1 14 9 112 7

2008 1 14 10 112 7

2008 1 14 11 112 7

2008 1 14 12 112 7

2008 1 14 13 112 7

2008 1 14 14 112 7

2008 1 14 15 112 7

2008 1 14 16 112 7

2008 1 14 17 112 7

2008 1 14 18 112 7

2008 1 14 19 112 7

2008 1 14 20 112 7

2008 1 14 21 112 7

Teknik Sipil, FST, UNDANA


52

2008 1 14 22 112 7

2008 1 14 23 112 7

2008 1 14 24 112 7

2008 1 15 1 112 8

2008 1 15 2 112 8

2008 1 15 3 112 7

2008 1 15 4 112 7

2008 1 15 5 112 7

2008 1 15 6 112 7

2008 1 15 7 112 5

2008 1 15 8 112 5

2008 1 15 9 112 8

2008 1 15 10 112 8

2008 1 15 11 112 8

2008 1 15 12 112 8

2008 1 15 13 112 8

2008 1 15 14 112 8

2008 1 15 15 112 8

2008 1 15 16 112 8

2008 1 15 17 112 8

2008 1 15 18 112 8

2008 1 15 19 112 8

2008 1 15 20 112 8

2008 1 15 21 112 8

2008 1 15 22 112 8

2008 1 15 23 112 8

2008 1 15 24 112 8

2008 1 16 1 112 10

Teknik Sipil, FST, UNDANA


53

2008 1 16 2 112 10

2008 1 16 3 112 8

2008 1 16 4 112 8

2008 1 16 5 112 8

2008 1 16 6 112 8

2008 1 16 7 112 5

2008 1 16 8 112 5

2008 1 16 9 170 5

2008 1 16 10 170 5

2008 1 16 11 170 5

2008 1 16 12 170 5

2008 1 16 13 170 5

2008 1 16 14 170 5

2008 1 16 15 170 5

2008 1 16 16 170 5

2008 1 16 17 170 5

2008 1 16 18 170 5

2008 1 16 19 170 5

2008 1 16 20 170 5

2008 1 16 21 170 5

2008 1 16 22 170 5

2008 1 16 23 170 5

2008 1 16 24 170 5

2008 1 17 1 340 10

2008 1 17 2 340 10

2008 1 17 3 170 5

2008 1 17 4 170 5

2008 1 17 5 170 5

Teknik Sipil, FST, UNDANA


54

2008 1 17 6 170 5

2008 1 17 7 0 0

2008 1 17 8 0 0

2008 1 17 9 339 10

2008 1 17 10 339 10

2008 1 17 11 339 10

2008 1 17 12 339 10

2008 1 17 13 340 13

2008 1 17 14 340 13

2008 1 17 15 340 13

2008 1 17 16 339 10

2008 1 17 17 339 10

2008 1 17 18 337 7

2008 1 17 19 337 7

2008 1 17 20 337 7

2008 1 17 21 339 10

2008 1 17 22 339 10

2008 1 17 23 339 10

2008 1 17 24 339 10

2008 1 18 1 339 10

2008 1 18 2 339 10

2008 1 18 3 339 10

2008 1 18 4 339 10

2008 1 18 5 339 10

2008 1 18 6 339 10

2008 1 18 7 339 10

2008 1 18 8 339 10

2008 1 18 9 339 5

Teknik Sipil, FST, UNDANA


55

2008 1 18 10 339 5

2008 1 18 11 339 5

2008 1 18 12 339 5

2008 1 18 13 339 5

2008 1 18 14 339 5

2008 1 18 15 339 5

2008 1 18 16 339 5

2008 1 18 17 339 5

2008 1 18 18 339 5

2008 1 18 19 339 5

2008 1 18 20 339 5

2008 1 18 21 340 7

2008 1 18 22 340 7

2008 1 18 23 340 7

2008 1 18 24 339 5

2008 1 19 1 339 5

2008 1 19 2 339 5

2008 1 19 3 339 5

2008 1 19 4 337 2

2008 1 19 5 337 2

2008 1 19 6 337 2

2008 1 19 7 339 5

2008 1 19 8 339 5

2008 1 19 9 315 7

2008 1 19 10 315 7

2008 1 19 11 315 7

2008 1 19 12 315 7

2008 1 19 13 315 7

Teknik Sipil, FST, UNDANA


56

2008 1 19 14 315 7

2008 1 19 15 315 7

2008 1 19 16 315 7

2008 1 19 17 315 7

2008 1 19 18 315 7

2008 1 19 19 315 7

2008 1 19 20 315 9

2008 1 19 21 315 9

2008 1 19 22 315 7

2008 1 19 23 315 7

2008 1 19 24 315 7

2008 1 20 1 315 5

2008 1 20 2 315 5

2008 1 20 3 315 5

2008 1 20 4 315 7

2008 1 20 5 315 7

2008 1 20 6 315 7

2008 1 20 7 315 7

2008 1 20 8 315 7

2008 1 20 9 315 8

2008 1 20 10 315 8

2008 1 20 11 315 8

2008 1 20 12 315 8

2008 1 20 13 315 8

2008 1 20 14 315 8

2008 1 20 15 315 8

2008 1 20 16 315 8

2008 1 20 17 315 8

Teknik Sipil, FST, UNDANA


57

2008 1 20 18 315 8

2008 1 20 19 315 8

2008 1 20 20 315 10

2008 1 20 21 315 10

2008 1 20 22 315 8

2008 1 20 23 315 8

2008 1 20 24 315 8

2008 1 21 1 315 5

2008 1 21 2 315 5

2008 1 21 3 315 5

2008 1 21 4 315 8

2008 1 21 5 315 8

2008 1 21 6 315 8

2008 1 21 7 315 8

2008 1 21 8 315 8

2008 1 21 9 90 8

2008 1 21 10 90 8

2008 1 21 11 90 8

2008 1 21 12 90 8

2008 1 21 13 90 8

2008 1 21 14 90 8

2008 1 21 15 90 8

2008 1 21 16 90 8

2008 1 21 17 90 8

2008 1 21 18 90 8

2008 1 21 19 90 8

2008 1 21 20 90 8

2008 1 21 21 90 10

Teknik Sipil, FST, UNDANA


58

2008 1 21 22 90 10

2008 1 21 23 90 8

2008 1 21 24 90 8

2008 1 22 1 90 8

2008 1 22 2 90 8

2008 1 22 3 90 5

2008 1 22 4 90 5

2008 1 22 5 90 5

2008 1 22 6 90 8

2008 1 22 7 90 8

2008 1 22 8 90 8

2008 1 22 9 180 7

2008 1 22 10 180 7

2008 1 22 11 180 7

2008 1 22 12 180 7

2008 1 22 13 180 7

2008 1 22 14 180 7

2008 1 22 15 180 4

2008 1 22 16 180 4

2008 1 22 17 180 4

2008 1 22 18 180 4

2008 1 22 19 180 4

2008 1 22 20 180 4

2008 1 22 21 180 7

2008 1 22 22 180 7

2008 1 22 23 180 7

2008 1 22 24 180 7

2008 1 23 1 180 7

Teknik Sipil, FST, UNDANA


59

2008 1 23 2 180 7

2008 1 23 3 180 10

2008 1 23 4 180 10

2008 1 23 5 180 10

2008 1 23 6 180 7

2008 1 23 7 180 7

2008 1 23 8 180 7

2008 1 23 9 45 4

2008 1 23 10 45 4

2008 1 23 11 45 4

2008 1 23 12 45 4

2008 1 23 13 45 4

2008 1 23 14 45 4

2008 1 23 15 45 4

2008 1 23 16 45 4

2008 1 23 17 45 4

2008 1 23 18 45 4

2008 1 23 19 45 4

2008 1 23 20 45 4

2008 1 23 21 45 4

2008 1 23 22 45 6

2008 1 23 23 45 6

2008 1 23 24 45 4

2008 1 24 1 45 4

2008 1 24 2 45 4

2008 1 24 3 45 4

2008 1 24 4 45 4

2008 1 24 5 45 2

Teknik Sipil, FST, UNDANA


60

2008 1 24 6 45 2

2008 1 24 7 45 4

2008 1 24 8 45 4

2008 1 24 9 315 7

2008 1 24 10 315 7

2008 1 24 11 315 7

2008 1 24 12 315 7

2008 1 24 13 315 7

2008 1 24 14 315 7

2008 1 24 15 315 7

2008 1 24 16 315 7

2008 1 24 17 315 7

2008 1 24 18 315 7

2008 1 24 19 315 7

2008 1 24 20 315 7

2008 1 24 21 315 7

2008 1 24 22 315 10

2008 1 24 23 315 10

2008 1 24 24 315 7

2008 1 25 1 315 7

2008 1 25 2 315 7

2008 1 25 3 315 7

2008 1 25 4 315 7

2008 1 25 5 315 7

2008 1 25 6 315 7

2008 1 25 7 315 4

2008 1 25 8 315 4

2008 1 25 9 270 9

Teknik Sipil, FST, UNDANA


61

2008 1 25 10 270 9

2008 1 25 11 270 9

2008 1 25 12 270 9

2008 1 25 13 270 9

2008 1 25 14 270 9

2008 1 25 15 270 9

2008 1 25 16 270 9

2008 1 25 17 270 9

2008 1 25 18 270 9

2008 1 25 19 270 9

2008 1 25 20 270 9

2008 1 25 21 270 9

2008 1 25 22 270 14

2008 1 25 23 270 14

2008 1 25 24 270 14

2008 1 26 1 270 9

2008 1 26 2 270 9

2008 1 26 3 270 9

2008 1 26 4 270 9

2008 1 26 5 270 9

2008 1 26 6 270 4

2008 1 26 7 270 4

2008 1 26 8 270 9

2008 1 26 9 170 7

2008 1 26 10 170 7

2008 1 26 11 170 7

2008 1 26 12 170 7

2008 1 26 13 170 7

Teknik Sipil, FST, UNDANA


62

2008 1 26 14 170 7

2008 1 26 15 170 7

2008 1 26 16 170 7

2008 1 26 17 170 7

2008 1 26 18 170 7

2008 1 26 19 170 7

2008 1 26 20 0 5

2008 1 26 21 0 5

2008 1 26 22 0 5

2008 1 26 23 170 7

2008 1 26 24 170 7

2008 1 27 1 340 8

2008 1 27 2 340 8

2008 1 27 3 340 8

2008 1 27 4 170 7

2008 1 27 5 170 7

2008 1 27 6 170 7

2008 1 27 7 170 7

2008 1 27 8 170 7

2008 1 27 9 315 10

2008 1 27 10 315 10

2008 1 27 11 315 10

2008 1 27 12 315 10

2008 1 27 13 315 10

2008 1 27 14 315 10

2008 1 27 15 315 10

2008 1 27 16 315 10

2008 1 27 17 315 10

Teknik Sipil, FST, UNDANA


63

2008 1 27 18 315 10

2008 1 27 19 315 10

2008 1 27 20 315 15

2008 1 27 21 315 15

2008 1 27 22 315 10

2008 1 27 23 315 10

2008 1 27 24 315 10

2008 1 28 1 315 10

2008 1 28 2 315 10

2008 1 28 3 315 5

2008 1 28 4 315 5

2008 1 28 5 315 10

2008 1 28 6 315 10

2008 1 28 7 315 10

2008 1 28 8 315 10

2008 1 28 9 175 5

2008 1 28 10 175 5

2008 1 28 11 175 5

2008 1 28 12 175 5

2008 1 28 13 175 5

2008 1 28 14 175 5

2008 1 28 15 175 5

2008 1 28 16 175 5

2008 1 28 17 175 5

2008 1 28 18 175 5

2008 1 28 19 175 5

2008 1 28 20 0 2

2008 1 28 21 0 2

Teknik Sipil, FST, UNDANA


64

2008 1 28 22 175 5

2008 1 28 23 175 5

2008 1 28 24 175 5

2008 1 29 1 350 8

2008 1 29 2 350 8

2008 1 29 3 350 8

2008 1 29 4 175 5

2008 1 29 5 175 5

2008 1 29 6 175 5

2008 1 29 7 175 5

2008 1 29 8 175 5

2008 1 29 9 344 10

2008 1 29 10 344 10

2008 1 29 11 344 10

2008 1 29 12 344 10

2008 1 29 13 344 10

2008 1 29 14 344 10

2008 1 29 15 344 10

2008 1 29 16 344 10

2008 1 29 17 344 10

2008 1 29 18 344 10

2008 1 29 19 344 10

2008 1 29 20 344 10

2008 1 29 21 344 10

2008 1 29 22 350 14

2008 1 29 23 350 14

2008 1 29 24 350 14

2008 1 30 1 344 10

Teknik Sipil, FST, UNDANA


65

2008 1 30 2 344 10

2008 1 30 3 344 10

2008 1 30 4 337 5

2008 1 30 5 337 5

2008 1 30 6 337 5

2008 1 30 7 344 10

2008 1 30 8 344 10

2008 1 30 9 321 6

2008 1 30 10 321 6

2008 1 30 11 321 6

2008 1 30 12 321 6

2008 1 30 13 321 6

2008 1 30 14 321 6

2008 1 30 15 321 6

2008 1 30 16 321 6

2008 1 30 17 321 6

2008 1 30 18 321 6

2008 1 30 19 321 6

2008 1 30 20 350 8

2008 1 30 21 350 8

2008 1 30 22 350 8

2008 1 30 23 350 8

2008 1 30 24 321 6

2008 1 31 1 321 6

2008 1 31 2 321 6

2008 1 31 3 321 6

2008 1 31 4 292 4

2008 1 31 5 292 4

Teknik Sipil, FST, UNDANA


66

2008 1 31 6 292 4

2008 1 31 7 321 6

2008 1 31 8 321 6

2008 1 31 9 321 6

2008 1 31 10 321 6

2008 1 31 11 321 6

2008 1 31 12 321 6

2008 1 31 13 321 6

2008 1 31 14 321 6

2008 1 31 15 321 6

2008 1 31 16 321 6

2008 1 31 17 350 8

2008 1 31 18 350 8

2008 1 31 19 350 8

2008 1 31 20 350 8

2008 1 31 21 321 6

2008 1 31 22 321 6

2008 1 31 23 321 6

2008 1 31 24 321 6

Sumber : Analisa Data, 2018.

4. Menginput ke format excel yang akan dianalisa dalam aplikasi Windrose Plot.
5. Melakukan perhitungan persentase kejadian angin dengan aplikasi Windrose
Plot.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


67

Gambar 4.3 Frekuensi distribusi kejadian angin


Sumber : Analisa Aplikasi Windrose Plot, 2018.

6. Membuat persentase kejadian angin untuk bulan Januari Tahun 2008


Tabel 4.4 Persentase kejadian angin bulan Januari Tahun 2008
FF U TL T TG S BD B BL JUMLAH

0.97 - 4.08 0.27 0.27 0.00 0.00 0.27 0.00 0.00 0.81 1.61

4.08 - 7.00 0.40 2.96 1.48 0.00 6.32 0.54 3.23 8.06 22.98

7.00 - 11.08 1.48 0.00 14.65 0.00 10.75 5.91 18.28 21.51 72.58

11.08 -
0.40 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.48 0.67 2.55
17.11
17.11 -
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
21.58

> 21.58 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

CALM 0.27

JUMLAH 2.55 3.23 16.13 0.00 17.34 6.45 22.98 31.05 100.00

AVERAGE WIND SPEED BULAN JANUARI 2008 = 7.38 KNOTS

Sumber : Analisa Data, 2018.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


68

7. Langkah yang sama pada point 1 - 4 dilakukan untuk bulan Januari - Desember
di Tahun 2009 sampai dengan 2017.
8. Membuat rata-rata persentase kejadian angin berdasarkan data dari bulan
Januari Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2017.

Tabel 4.5 Persentase Kejadian Angin Untuk Bulan Januari 2008 - Januari 2017
Kecepatan Arah Mata Angin
Angin Jumlah
(knots) U TL T TG S BD B BL

0.97 - 4.08 2.46 0.05 0.24 0.00 0.05 0.00 0.34 0.86 4.01

4.08 - 7.00 2.89 1.09 1.90 9.95 3.31 0.34 3.02 5.83 28.32

7.00 - 11.08 1.73 0.58 6.08 10.47 6.12 2.15 11.63 15.63 54.38

11.08 - 17.11 0.22 0.00 0.35 1.20 0.12 0.62 5.97 4.37 12.84

17.11 - 21.58 0.04 0.00 0.00 0.00 0.04 0.03 0.05 0.13 0.30

> 21.58 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

CALM 0.16

JUMLAH 7.34 1.72 8.56 21.61 9.64 3.13 21.01 26.83 100.00

Average wind speed bulan Januari 2008 - 2017 = 7.83 KNOTS

Sumber : Analisa Data, 2018.

4.2.1 Persentase Kejadian Angin Bulan Januari 2008 - Januari 2017


Data arah dan kecepatan angin yang terjadi pada setiap bulan Januari dari
Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2017 pada data BMKG diproyeksikan dalam
hitungan setiap jam untuk dianalisa ke dalam aplikasi WRPlot. Hasil analisa data
WRPlot mengeluarkan data frekuensi kejadian angin yang terjadi pada setiap arah
mata angin sehingga melalui data tersebut dapat dilakukan perhitungan persentase
kejadian angin untuk bulan Januari 2008 sampai dengan Januari 2017. Setelah
melakukan analisa data persentase bulanan, maka dapat diketahui rata-rata
persentase kejadian angin selama 10 tahun beserta windrose yang dapat dilihat
pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.4.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


69

Pada Tabel 4.6 dapat terlihat bahwa frekuensi kejadian angin terbanyak
terjadi di arah Barat Laut, Tenggara, Barat. Frekuensi perulangan tertinggi sebesar
26.83% terjadi dari arah Barat Laut. Sedangkan untuk arah Tenggara sebesar
21.61% dan arah Barat sebesar 21.01%. Kecepatan angin rata-rata yang terjadi
untuk periode 10 tahun di bulan Januari sebesar 7.83 knots. Kecepatan angin di
atas 21.58 knots tidak terjadi selama bulan Januari 2008 sampai dengan bulan
Januari 2017 sehingga persentase kecepatan angin yang terbesar adalah diantara
17.11 - 21.58 knots yaitu sebesar 0.13% dari arah Barat Laut.
Persentase kejadian angin yang terjadi pada Tabel 4.6 juga diproyeksikan
melalui windrose pada Gambar 4.4. Pada windrose terlihat angka persentase
kejadian angin terbanyak ada pada warna merah dengan range kecepatan dari
7.00-11.08 knots terjadi di arah Barat Laut, Tenggara dan Barat. Daerah yang
berwarna biru merupakan lambang dari kecepatan angin antara 11.08 - 17.11
knots dan terlihat dominan dari arah Barat sedangkan kecepatan angin minimum
yang terjadi adalah dari arah Timur Laut.
Tabel 4.6 Persentase Kejadian Angin Untuk Bulan Januari 2008 - 2017
Arah mata angin
Kecepatan Angin
Jumlah
(knots) U TL T TG S BD B BL

0.97 - 4.08 2.46 0.05 0.24 0.00 0.05 0.00 0.34 0.86 4.01

4.08 - 7.00 2.89 1.09 1.90 9.95 3.31 0.34 3.02 5.83 28.32

7.00 - 11.08 1.73 0.58 6.08 10.47 6.12 2.15 11.63 15.63 54.38

11.08 - 17.11 0.22 0.00 0.35 1.20 0.12 0.62 5.97 4.37 12.84

17.11 - 21.58 0.04 0.00 0.00 0.00 0.04 0.03 0.05 0.13 0.30

> 21.58 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Calm 0.16

Jumlah 7.34 1.72 8.56 21.61 9.64 3.13 21.01 26.83 100.00

Average wind speed bulan Januari 2008 - 2017 = 7.83 knots

Sumber : Analisa Data, 2018.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


70

Gambar 4.4 Windrose Bulan Januari 2008 - 2017


Sumber : Analisa Data, 2018.

4.2.2 Persentase Kejadian Angin Bulan Februari 2008 - Februari 2017


Data arah dan kecepatan angin yang terjadi pada setiap bulan Februari dari
Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2017 pada data BMKG diproyeksikan dalam
hitungan setiap jam untuk dianalisa ke dalam aplikasi WRPlot. Analisa data untuk
bulan Februari dilakukan sama dengan analisa data di bulan Januari. Setelah
melakukan analisa data persentase bulanan maka dapat diketahui rata-rata
persentase kejadian angin di bulan Februari selama 10 tahun beserta windrose
yang dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.5 di bawah ini.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


71

Tabel 4.7 Persentase Kejadian Angin Untuk Bulan Februari 2008 - 2017
Arah mata angin
Kecepatan angin
Jumlah
(knots) U TL T TG S BD B BL

0.97 - 4.08 2.95 0.00 0.00 0.33 0.27 0.00 0.30 0.58 4.42

4.08 - 7.00 3.66 1.62 2.15 17.31 2.71 0.47 2.74 3.54 34.21

7.00 - 11.08 1.90 2.24 5.10 11.96 2.55 1.06 6.09 12.72 43.60

11.08 - 17.11 0.50 0.31 0.29 3.35 0.30 1.33 3.75 6.67 16.50

17.11 - 21.58 0.03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.36 0.09 0.48

> 21.58 0.04 0.00 0.27 0.00 0.00 0.04 0.09 0.00 0.44

Calm 0.39

Jumlah 9.08 4.17 7.81 32.95 5.82 2.90 13.33 23.59 100.00

Average wind speed bulan Februari 2008 - 2017 = 8.06 knots

Sumber : Analisa Data, 2018.

Gambar 4.5 Windrose Bulan Februari 2008 - 2017


Sumber : Analisa Data, 2018.
Pada Tabel 4.7 terlihat bahwa frekuensi kejadian angin terbanyak terjadi di
arah Tenggara, Barat Laut dan Barat. Frekuensi perulangan tertinggi sebesar
32.95% terjadi dari arah Tenggara. Sedangkan untuk arah Barat Laut sebesar
23.59% dan arah Barat sebesar 13.33%. Kecepatan angin rata-rata yang terjadi
untuk periode 10 tahun di bulan Februari adalah 8.06 knots. Pada bulan Februari

Teknik Sipil, FST, UNDANA


72

2008 sampai dengan bulan Februari 2017 terjadi kecepatan angin diatas 21.58
knots dengan persentase kejadian angin terbesar dari arah Timur yaitu sebesar
0.27%.
Persentase kejadian angin yang terjadi pada Tabel 4.7 juga diproyeksikan
melalui windrose pada Gambar 4.5. Pada windrose terlihat angka persentase
kejadian angin terbanyak dari arah Tenggara, Barat Laut dan Barat dimana
perulangan kejadian angin terbanyak terjadi dari arah Tenggara dengan nilai
persentase melebihi angka 30%. Persentase kejadian angin minimum terjadi di
arah Barat Daya yang digambarkan pada area dibawah 10%.

4.2.3 Persentase Kejadian Angin Bulan Maret 2008 - Maret 2017


Data arah dan kecepatan angin yang terjadi pada setiap bulan Maret dari
Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2017 pada data BMKG diproyeksikan dalam
hitungan setiap jam untuk dianalisa ke dalam aplikasi WRPlot. Analisa data untuk
bulan Maret dilakukan sama dengan analisa data di bulan Januari dan Februari.
Setelah melakukan analisa data persentase bulanan maka dapat diketahui
rata-rata persentase kejadian angin di bulan Maret selama 10 tahun beserta
windrose yang dapat dilihat pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.6 di bawah ini.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


73

Tabel 4.8 Persentase Kejadian Angin Untuk Bulan Maret 2008 - 2017
Arah mata angin
Kecepatan
Jumlah
angin (knots) U TL T TG S BD B BL

0.97 - 4.08 5.24 0.43 0.00 0.63 0.24 0.00 0.13 0.07 6.75

4.08 - 7.00 3.12 6.80 5.78 21.34 4.57 0.62 0.52 1.65 44.41

7.00 - 11.08 1.57 2.70 5.40 15.36 2.43 1.14 2.70 6.47 37.78

11.08 - 17.11 0.13 0.50 0.95 2.65 0.15 0.66 1.05 3.41 9.50

17.11 - 21.58 0.16 0.00 0.27 0.00 0.04 0.00 0.00 0.04 0.51

> 21.58 0.04 0.24 0.00 0.31 0.23 0.00 0.07 0.05 0.94

Calm 0.11

Jumlah 10.27 10.67 12.41 40.30 7.66 2.42 4.48 11.69 100.00

Average wind speed bulan Maret 2008 - 2017 = 7.24 knots

Sumber : Analisa Data, 2018.

Pada Tabel 4.8 terlihat bahwa frekuensi kejadian angin terbanyak terjadi di
arah Tenggara, Timur dan Barat Laut. Frekuensi perulangan tertinggi sebesar
40.30% terjadi dari arah Tenggara. Sedangkan untuk arah Timur sebesar 12.41%
dan untuk arah Barat Laut sebesar 11.69%. Kecepatan angin rata-rata yang terjadi
untuk periode 10 tahun di bulan Maret adalah 7.24 knots. Pada bulan Maret 2008
sampai dengan bulan Maret 2017 terjadi kecepatan angin diatas 21.58 knots
namun sangat kecil persentasenya yaitu sebesar 0.94%.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


74

Gambar 4.6 Windrose Bulan Maret 2008 - 2017


Sumber : Analisa Data, 2018.

Persentase kejadian angin yang terjadi pada Tabel 4.8 juga diproyeksikan
melalui windrose pada Gambar 4.6. Pada windrose terlihat angka persentase
kejadian angin terbanyak dari arah Tenggara dengan nilai persentase melebihi
angka 40%. Pada gambar windrose di arah Tenggara dapat terbaca bahwa area
berwarna kuning lebih besar dibandingkan warna lainnya. Hal ini menunjukkan
besarnya persentase kejadian angin pada kecepatan 4.08 - 7.00 knots. Persentase
kejadian angin minimum terjadi di arah Barat Daya, Barat dan Selatan yang
digambarkan pada area dibawah 10%.

4.2.4 Persentase Kejadian Angin Bulan April 2008 - April 2017


Data arah dan kecepatan angin yang terjadi pada setiap bulan April dari
Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2017 pada data BMKG diproyeksikan dalam
hitungan setiap jam untuk dianalisa ke dalam aplikasi WRPlot. Analisa data untuk
bulan April dilakukan sama dengan analisa data di bulan Januari sampai dengan
Maret.
Setelah melakukan analisa data persentase bulanan maka dapat diketahui
rata-rata persentase kejadian angin di bulan April selama 10 tahun beserta
windrose yang dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan Gambar 4.7 di bawah ini.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


75

Tabel 4.9 Persentase Kejadian Angin Untuk Bulan April 2008 - 2017
Arah mata angin
Kecepatan
Jumlah
angin (knots) U TL T TG S BD B BL

0.97 - 4.08 3.29 0.07 0.43 0.29 0.00 0.00 0.00 0.00 4.08

4.08 - 7.00 3.63 5.28 5.53 15.57 3.03 0.00 0.24 0.29 33.56

7.00 - 11.08 1.00 10.11 14.71 10.47 1.88 1.19 1.33 2.15 42.85

11.08 - 17.11 0.19 2.35 9.13 4.93 0.40 0.74 0.40 0.72 18.86

17.11 - 21.58 0.00 0.00 0.18 0.04 0.04 0.00 0.00 0.00 0.26

> 21.58 0.00 0.00 0.33 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.33

Calm 0.06

Jumlah 8.11 17.81 30.31 31.31 5.35 1.93 1.97 3.17 100.00

Average wind speed bulan April 2008 - 2017 = 7.94 knots

Sumber : Hasil Analisa Data,2018

Gambar 4.7 Windrose Bulan April 2008 - 2017


Sumber : Hasil Analisa Data,2018
Pada Tabel 4.9 terlihat bahwa frekuensi kejadian angin terbanyak terjadi di
arah Tenggara, Timur dan Timur Laut. Frekuensi perulangan tertinggi sebesar
31.31% terjadi dari arah Tenggara. Sedangkan untuk arah Timur sebesar 30.31%,

Teknik Sipil, FST, UNDANA


76

dan arah Timur Laut sebesar 17.81%. Kecepatan angin rata-rata yang terjadi untuk
periode 10 tahun di bulan April adalah 7.94 knots. Kejadian angin dengan
kecepatan angin diatas 21.58 knots sangat kecil terjadi yaitu sebesar 0.33% dari
arah Timur.
Persentase kejadian angin yang terjadi pada Tabel 4.9 juga diproyeksikan
melalui windrose pada Gambar 4.7. Pada windrose terlihat angka persentase
kejadian angin terbanyak dari arah Tenggara dengan nilai persentase diatas garis
30%. Di arah Tenggara, dapat terbaca bahwa area berwarna kuning yang
melambangkan kecepatan angin 4.08 - 7.00 knots lebih besar dibandingkan warna
kuning di arah angin lainnya. Area berwarna merah dan biru yang melambangkan
kecepatan angin pada range 7.00 - 17.11 knots dominan terjadi dari arah Timur.
Persentase kejadian angin minimum terjadi di arah Utara, Selatan, Barat Daya,
Barat dan Barat Laut yang digambarkan pada area dibawah 10%.

4.2.5 Persentase Kejadian Angin Bulan Mei 2008 - Mei 2017


Data arah dan kecepatan angin yang terjadi pada setiap bulan Mei dari
Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2017 pada data BMKG diproyeksikan dalam
hitungan setiap jam untuk dianalisa ke dalam aplikasi WRPlot. Analisa data untuk
bulan Mei dilakukan sama dengan analisa data di bulan Januari sampai dengan
April.
Setelah melakukan analisa data persentase bulanan maka dapat diketahui
rata-rata persentase kejadian angin di bulan Mei selama 10 tahun beserta windrose
yang dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.8.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


77

Tabel 4.10 Persentase Kejadian Angin Untuk Bulan Mei 2008 - 2017
Arah mata angin
Kecepatan angin
Jumlah
(knots) U TL T TG S BD B BL

0.97 - 4.08 1.61 0.00 2.35 0.78 0.09 0.00 0.00 0.00 4.84

4.08 - 7.00 0.62 3.91 7.63 7.80 1.83 0.74 0.04 0.09 22.66

7.00 - 11.08 0.39 2.69 24.38 11.69 1.83 1.49 0.47 1.01 43.95

11.08 - 17.11 0.07 0.75 16.71 5.60 0.44 1.79 0.11 0.28 25.75

17.11 - 21.58 0.00 0.00 1.56 0.24 0.00 0.00 0.00 0.09 1.90

> 21.58 0.00 0.00 0.26 0.04 0.00 0.00 0.03 0.00 0.32

Calm 0.58

Jumlah 2.69 7.35 52.89 26.16 4.19 4.02 0.65 1.48 100.00

Average wind speed bulan Mei 2008 - 2017 = 9.00 knots

Sumber : Analisa Data, 2018.

Gambar 4.8 Windrose Bulan Mei 2008 - 2017


Sumber : Analisa Data, 2018.

Tabel 4.10 menunjukkan frekuensi angin terbesar dari arah Timur yaitu
sebesar 52.89% dimana 24.38% dari itu terjadi pada kecepatan angin 7.00 - 11.08
knots. Kecepatan angin rata-rata pada bulan Mei 2008 sampai dengan bulan Mei

Teknik Sipil, FST, UNDANA


78

2018 adalah sebesar 9.00 knots. Kejadian angin dengan kecepatan angin diatas
21.58 knots sangat kecil terjadi yaitu sebesar 0.32% dan dominan dari arah Timur.
Persentase kejadian angin yang terjadi pada Tabel 4.10 juga diproyeksikan
melalui windrose pada Gambar 4.8. Pada windrose terlihat persentase kejadian
angin terbesar terjadi diarah Timur, hal ini ditunjukkan melalui luasan area yang
melebihi garis skala 50%. Di arah Timur, luasan area merah yang melambangkan
kecepatan pada range 7.00 - 11.08 merupakan area terbesar sesuai dengan
persentase kejadian angin yang terjadi.

4.2.6 Persentase Kejadian Angin Bulan Juni 2008 - Juni 2017


Data arah dan kecepatan angin yang terjadi pada setiap bulan Juni dari
Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2017 pada data BMKG diproyeksikan dalam
hitungan setiap jam untuk dianalisa ke dalam aplikasi WRPlot. Analisa data untuk
bulan Juni dilakukan sama dengan analisa data di bulan Januari sampai dengan
Mei.
Setelah melakukan analisa data persentase bulanan maka dapat diketahui
rata-rata persentase kejadian angin dibulan Juni selama 10 tahun beserta windrose
yang dapat dilihat pada Tabel 4.11 dan Gambar 4.9.
Tabel 4.11 menunjukkan persentase kejadian angin pada bulan Juni 2008
sampai dengan bulan Juni 2017 dimana frekuensi angin terbesar terjadi dari arah
Timur. Kecepatan angin rata-rata adalah sebesar 10.33 knots. Kecepatan angin
pada range 7.00 - 11.08 knots memiliki persentase kejadian angin terbesar diarah
Timur. Pada bulan Juni, frekuensi kejadian angin sangat kecil terjadi dari arah
Barat.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


79

Tabel 4.11 Persentase Kejadian Angin Untuk Bulan Juni 2008 - 2017
Arah mata angin
Kecepatan angin
Jumlah
(knots) U TL T TG S BD B BL

0.97 - 4.08 0.35 0.00 2.64 0.31 0.51 0.00 0.00 0.00 3.81

4.08 - 7.00 0.50 3.10 3.79 1.81 0.13 0.00 0.00 0.03 9.35

7.00 - 11.08 0.43 3.81 26.97 11.40 1.51 1.60 0.04 0.21 45.97

11.08 - 17.11 0.07 0.51 23.44 8.53 0.68 1.26 0.06 0.22 34.78

17.11 - 21.58 0.00 0.07 3.26 0.97 0.00 0.56 0.00 0.10 4.96

> 21.58 0.00 0.00 0.44 0.11 0.25 0.00 0.04 0.07 0.92

Calm 0.22

Jumlah 1.35 7.49 60.56 23.13 3.08 3.42 0.14 0.63 100.00

Average wind speed bulan Juni 2008 - 2017 = 10.33 knots

Sumber : Analisa Data, 2018.

Gambar 4.9 Windrose Bulan Juni 2008 - 2017


Sumber : Analisa Data, 2018.

Persentase kejadian angin yang terjadi pada Tabel 4.11 juga diproyeksikan
melalui windrose pada Gambar 4.9. Pada windrose dapat terlihat persentase
kejadian angin terbesar terjadi diarah Timur, hal ini ditunjukkan melalui luasan

Teknik Sipil, FST, UNDANA


80

area yang melebihi garis skala 60%. Di arah Timur, luasan area merah yang
melambangkan kecepatan pada range 7.00 - 11.08 merupakan area terbesar sesuai
dengan persentase kejadian angin yang terjadi.

4.2.7 Persentase Kejadian Angin Bulan Juli 2008 - Juli 2017


Data arah dan kecepatan angin yang terjadi pada setiap bulan Juli dari
Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2017 pada data BMKG diproyeksikan dalam
hitungan setiap jam untuk dianalisa ke dalam aplikasi WRPlot. Analisa data untuk
bulan Juli dilakukan sama dengan analisa data dibulan Januari sampai dengan Juni.
Setelah melakukan analisa data persentase bulanan maka dapat diketahui
rata-rata persentase kejadian angin di bulan Juli selama 10 tahun beserta windrose
yang dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan Gambar 4.10.
Tabel 4.12 menunjukkan persentase kejadian angin pada bulan Juli 2008
sampai dengan bulan Juli 2017 dimana frekuensi angin terbesar terjadi dari arah
Timur. Kecepatan angin rata-rata adalah sebesar 11.17 knots. Kecepatan angin
pada range 11.08 - 17.11 knots memiliki persentase kejadian angin terbesar dari
arah Timur yaitu sebesar 28.82%. Pada bulan Juli, frekuensi kejadian angin sangat
kecil terjadi dari arah Barat Daya.
Persentase kejadian angin yang terjadi pada Tabel 4.12 juga diproyeksikan
melalui windrose pada Gambar 4.10. Pada windrose terlihat persentase kejadian
angin terbesar terjadi di arah Timur dan Tenggara. Di arah Timur, luasan area biru
yang melambangkan kecepatan pada range 11.08 - 17.11 merupakan area terbesar
sesuai dengan persentase kejadian angin yang terjadi.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


81

Tabel 4.12 Persentase Kejadian Angin Untuk Bulan Juli 2008 - 2017
Arah mata angin
Kecepatan angin
Jumlah
(knots) U TL T TG S BD B BL

0.97 - 4.08 0.39 0.00 2.41 0.85 0.17 0.00 0.00 0.00 3.82

4.08 - 7.00 0.13 0.71 3.40 2.02 1.22 0.00 0.22 0.07 7.77

7.00 - 11.08 0.17 1.52 19.97 11.20 1.01 0.23 0.44 0.62 35.16

11.08 - 17.11 0.12 1.32 28.82 12.50 0.85 0.00 0.00 0.00 43.60

17.11 - 21.58 0.00 0.07 5.38 1.85 0.04 0.00 0.03 0.04 7.41

> 21.58 0.00 0.00 1.17 0.79 0.00 0.00 0.00 0.00 1.96

Calm 0.28

Jumlah 0.82 3.62 61.14 29.21 3.29 0.23 0.69 0.73 100.00

Average wind speed bulan Juli 2008 - 2017 = 11.17 knots

Sumber : Analisa Data, 2018.

Gambar 4.10 Windrose Bulan Juli 2008 - 2017


Sumber : Analisa Data, 2018.
4.2.8 Persentase Kejadian Angin Bulan Agustus 2008 - Agustus 2017
Data arah dan kecepatan angin yang terjadi pada setiap bulan Agustus dari
Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2017 pada data BMKG diproyeksikan dalam
hitungan setiap jam untuk dianalisa ke dalam aplikasi WRPlot. Analisa data untuk

Teknik Sipil, FST, UNDANA


82

bulan Agustus dilakukan sama dengan analisa data dibulan Januari sampai dengan
Juni.
Setelah melakukan analisa data persentase bulanan maka dapat diketahui
rata-rata persentase kejadian angin di bulan Agustus selama 10 tahun beserta
windrose yang dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan Gambar 4.11 di bawah ini.

Tabel 4.13 Persentase Kejadian Angin Untuk Bulan Agustus 2008 - 2017
Arah mata angin
Kecepatan angin
Jumlah
(knots) U TL T TG S BD B BL

0.97 - 4.08 0.13 0.04 2.30 1.10 0.00 0.00 0.00 0.03 3.60

4.08 - 7.00 0.34 0.26 4.15 2.10 1.22 1.22 0.00 0.01 9.30

7.00 - 11.08 0.09 1.05 23.06 11.91 2.28 1.09 0.44 1.22 41.16

11.08 - 17.11 0.04 1.37 24.64 7.46 1.26 1.26 0.16 1.01 37.20

17.11 - 21.58 0.00 0.15 4.15 1.49 0.30 0.00 0.00 0.08 6.17

> 21.58 0.00 0.00 1.60 0.36 0.00 0.09 0.00 0.00 2.06

Calm 0.51

Jumlah 0.60 2.86 59.91 24.42 5.07 3.67 0.60 2.35 100.00

Average wind speed bulan Agustus 2008 - 2017 = 10.78 knots

Sumber : Analisa Data, 2018.

Gambar 4.11 Windrose Bulan Agustus 2008 - 2017


Sumber : Analisa Data, 2018.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


83

Tabel 4.13 menunjukkan persentase kejadian angin pada bulan Agustus


2008 sampai dengan bulan Agustus 2017 dimana frekuensi angin terbesar terjadi
dari arah Timur. Kecepatan angin rata-rata adalah sebesar 10.78 knots. Kecepatan
angin pada range 11.08 - 17.11 knots memiliki persentase kejadian angin terbesar
dari arah Timur yaitu sebesar 24.64%. Pada bulan Agustus, frekuensi kejadian
angin sangat kecil terjadi dari arah Barat Daya dan Utara.
Persentase kejadian angin yang terjadi pada Tabel 4.13 juga diproyeksikan
melalui windrose pada Gambar 4.11. Pada windrose terlihat persentase kejadian
angin terbesar terjadi di arah Timur dan Tenggara. Di arah Timur, luasan area biru
yang melambangkan kecepatan pada range 11.08 - 17.11 merupakan area terbesar
sesuai dengan persentase kejadian angin yang terjadi.

4.2.9 Persentase Kejadian Angin Bulan September 2008 - September 2017


Data arah dan kecepatan angin yang terjadi pada setiap bulan September
dari Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2017 pada data BMKG diproyeksikan
dalam hitungan setiap jam untuk dianalisa ke dalam aplikasi WRPlot. Analisa data
untuk bulan September dilakukan sama dengan analisa data dibulan Januari
sampai dengan Agustus.
Setelah melakukan analisa data persentase bulanan maka dapat diketahui
rata-rata persentase kejadian angin di bulan September selama 10 tahun beserta
windrose yang dapat dilihat pada Tabel 4.14 dan Gambar 4.12 di bawah ini.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


84

Tabel 4.14 Persentase Kejadian Angin Untuk Bulan September 2008 - 2017
Arah Mata Angin
Kecepatan
Jumlah
Angin (knots) U TL T TG S BD B BL

0.97 - 4.08 0.57 0.00 1.96 0.79 0.00 0.00 0.00 0.00 3.32

4.08 - 7.00 1.78 0.28 4.14 4.56 1.75 0.53 0.00 0.14 13.17

7.00 - 11.08 0.49 4.99 20.60 9.96 3.82 2.89 0.18 0.94 43.86

11.08 - 17.11 0.47 2.86 17.97 9.29 1.40 2.92 0.29 0.86 36.07

17.11 - 21.58 0.00 0.06 1.67 0.26 0.00 0.00 0.00 0.07 2.06

> 21.58 0.04 0.00 0.90 0.04 0.00 0.00 0.00 0.00 0.99

Calm 0.54

Jumlah 3.35 8.18 47.24 24.90 6.97 6.33 0.47 2.01 100.00

Average wind speed bulan September 2008 - 2017 = 10.41 knots

Sumber : Analisa Data,2018.


Tabel 4.14 menunjukkan persentase kejadian angin pada bulan September
2008 sampai dengan bulan September 2017 dimana frekuensi angin terbesar
terjadi dari arah Timur. Kecepatan angin rata-rata adalah sebesar 10.41 knots.
Kecepatan angin pada range 11.08 - 17.11 knots memiliki persentase kejadian
angin terbesar dari arah Timur yaitu sebesar 20.60%. Pada bulan September,
frekuensi kejadian angin sangat kecil terjadi dari arah Barat.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


85

Gambar 4.12 Windrose Bulan September 2008 - 2017


Sumber : Analisa Data, 2018.
Persentase kejadian angin yang terjadi pada Tabel 4.14 juga diproyeksikan
melalui windrose pada Gambar 4.12. Pada windrose terlihat persentase kejadian
angin terbesar terjadi diarah Timur dan Tenggara. Di arah Timur, luasan area biru
yang melambangkan kecepatan pada range 11.08 - 17.11 merupakan area terbesar
sesuai dengan persentase kejadian angin yang terjadi.

4.2.10 Persentase Kejadian Angin Bulan Oktober 2008 - Oktober 2017


Data arah dan kecepatan angin yang terjadi pada setiap bulan Oktober dari
Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2017 pada data BMKG diproyeksikan dalam
hitungan setiap jam untuk dianalisa ke dalam aplikasi WRPlot. Analisa data untuk
bulan Oktober dilakukan sama dengan analisa data di bulan Januari sampai
dengan September.
Setelah melakukan analisa data persentase bulanan maka dapat diketahui
rata-rata persentase kejadian angin di bulan Oktober selama 10 tahun beserta
windrose yang dapat dilihat pada Tabel 4.15 dan Gambar 4.13.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


86

Tabel 4.15 Persentase Kejadian Angin Untuk Bulan Oktober 2008 - 2017
Kecepatan Arah Mata Angin
Angin Jumlah
(knots) U TL T TG S BD B BL

0.97 - 4.08 1.16 0.00 1.28 0.58 0.00 0.00 0.00 0.11 3.12

4.08 - 7.00 2.57 1.72 2.61 6.05 0.86 0.98 0.00 0.79 15.58

7.00 - 11.08 0.77 4.07 11.80 15.82 7.54 4.33 0.94 2.62 47.89

11.08 - 17.11 0.17 0.81 12.43 7.26 2.65 2.02 1.42 2.70 29.46

17.11 - 21.58 0.00 0.04 1.61 1.05 0.00 0.00 0.00 0.00 2.70

> 21.58 0.00 0.00 0.74 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.74

Calm 0.51

Jumlah 4.66 6.64 30.47 30.75 11.05 7.33 2.37 6.22 100.00

Average wind speed bulan Oktober 2008 - 2017 = 11.17 knots

Sumber : Analisa Data, 2018.

Gambar 4.13 Windrose Bulan Oktober 2008 - 2017


Sumber : Analisa Data, 2018.
Tabel 4.15 menunjukkan persentase kejadian angin pada bulan Oktober
2008 sampai dengan bulan Oktober 2017. Frekuensi perulangan tertinggi sebesar
30.75% terjadi dari arah Tenggara. Sedangkan untuk arah Timur sebesar 30.47%.
Kecepatan angin rata-rata yang terjadi untuk periode 10 tahun di bulan Oktober

Teknik Sipil, FST, UNDANA


87

adalah 11.17 knots. Kecepatan angin pada range 11.08 - 17.11 knots memiliki
persentase kejadian angin terbesar dari arah Timur yaitu sebesar 12.43%
sedangkan kecepatan angin pada range 7.00 - 11.08 knots memiliki persentase
kejadian terbesar dari arah Tenggara yaitu sebesar 15.82%. Pada bulan Oktober,
frekuensi kejadian angin sangat kecil terjadi dari arah Barat.
Persentase kejadian angin yang terjadi pada Tabel 4.15 juga diproyeksikan
melalui windrose pada Gambar 4.13. Pada windrose terlihat persentase kejadian
angin terbesar terjadi di arah Timur dan Tenggara. Di arah Timur, luasan area biru
yang melambangkan kecepatan pada range 11.08 - 17.11 knots merupakan area
terbesar sedangkan persentase kejadian angin terbesar pada range 7.00 - 11.08
knots yang dilambangkan dengan area berwarna merah datang dari arah Tenggara.

4.2.11 Persentase Kejadian Angin Bulan Nopember 2008 - Nopember 2017


Data arah dan kecepatan angin yang terjadi pada setiap bulan Nopember
dari Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2017 pada data BMKG diproyeksikan
dalam hitungan setiap jam untuk dianalisa ke dalam aplikasi WRPlot. Analisa data
untuk bulan Nopember dilakukan sama dengan analisa data di bulan Januari
sampai dengan Oktober.
Setelah melakukan analisa data persentase bulanan maka dapat diketahui
rata-rata persentase kejadian angin di bulan Nopember selama 10 tahun beserta
windrose yang dapat dilihat pada Tabel 4.16 dan Gambar 4.14.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


88

Tabel 4.16 Persentase Kejadian Angin Untuk Bulan Nopember 2008 - 2017
Arah Mata Angin
Kecepatan
Jumlah
Angin (knots) U TL T TG S BD B BL

0.97 - 4.08 1.67 0.47 0.54 0.25 0.04 0.00 0.06 0.11 3.14

4.08 - 7.00 3.40 1.72 4.42 8.63 1.64 1.78 0.13 0.88 22.58

7.00 - 11.08 1.78 5.42 8.11 20.43 4.42 4.81 0.75 4.63 50.33

11.08 - 17.11 0.31 2.89 4.44 4.35 3.25 1.33 1.14 3.28 20.99

17.11 - 21.58 0.00 0.00 0.17 0.50 0.00 0.00 0.00 0.10 0.76

> 21.58 0.21 0.00 0.89 0.24 0.00 0.18 0.25 0.35 2.11

Calm 0.08

Jumlah 7.36 10.50 18.57 34.39 9.35 8.10 2.32 9.33 100.00

Average wind speed bulan Nopember 2008 - 2017 = 9.66 knots

Sumber : Analisa Data, 2018.

Gambar 4.14 Windrose Bulan Nopember 2008 - 2017


Sumber : Analisa Data, 2018.
Tabel 4.16 menunjukkan persentase kejadian angin pada bulan Nopember
2008 sampai dengan bulan Nopember 2017 dimana frekuensi angin terbesar
terjadi dari arah Tenggara. Kecepatan angin rata-rata adalah sebesar 9.66 knots.
Kecepatan angin pada range 7.00 - 11.08 knots memiliki persentase kejadian

Teknik Sipil, FST, UNDANA


89

angin terbesar dari arah Tenggara yaitu sebesar 20.43% Pada bulan Nopember,
frekuensi kejadian angin sangat kecil terjadi dari arah Barat.
Persentase kejadian angin yang terjadi pada Tabel 4.16 juga diproyeksikan
melalui windrose pada Gambar 4.14. Pada windrose terlihat persentase kejadian
angin terbesar terjadi dari arah Tenggara. Di arah Tenggara, luasan area terbesar
berwarna merah yang melambangkan kecepatan pada range 7.00 - 11.08 adalah
persentase kejadian terbanyak yang terjadi setiap bulan Nopember.

4.2.12 Persentase Kejadian Angin Bulan Desember 2008 - Desember 2017


Data arah dan kecepatan angin yang terjadi pada setiap bulan Desember
dari Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2017 pada data BMKG diproyeksikan
dalam hitungan setiap jam untuk dianalisa ke dalam aplikasi WRPlot. Analisa data
untuk bulan Desember dilakukan sama dengan analisa data di bulan Januari
sampai dengan Nopember.
Setelah melakukan analisa data persentase bulanan maka dapat diketahui
rata-rata persentase kejadian angin dibulan Desember selama 10 tahun beserta
windrose yang dapat dilihat pada Tabel 4.17 dan Gambar 4.15.

Tabel 4.17 menunjukkan persentase kejadian angin pada bulan Desember


2008 sampai dengan bulan Desember 2017. Frekuensi angin terbesar terjadi dari
arah Tenggara yaitu sebesar 37.88%, sedangkan untuk arah Barat Laut sebesar
14.21%, Timur sebesar 13.19% dan Utara sebesar 11.99%. Kecepatan angin rata-
rata selama periode 10 tahun di bulan Desember adalah 7.95 knots. Dari arah
Tenggara, frekuensi kecepatan angin pada range 4.08 - 11.08 knots paling sering
terjadi sedangkan untuk arah Barat Laut, Timur dan Utara lebih banyak terjadi
pada kecepatan 7.00 - 11.08. Pada bulan Desember, frekuensi kejadian angin yang
paling jarang terjadi adalah dari arah Barat Daya.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


90

Tabel 4.17 persentase Kejadian Angin Untuk Bulan Desember 2008 - 2017
Arah Mata Angin
Kecepatan
Jumlah
Angin (knots) U TL T TG S BD B BL

0.97 - 4.08 3.70 0.00 0.47 0.24 0.03 0.00 0.16 0.54 5.13

4.08 - 7.00 4.38 0.86 3.95 16.51 1.40 0.08 1.20 3.80 32.18

7.00 - 11.08 2.89 3.05 7.55 16.13 3.43 1.99 4.14 5.99 45.17

11.08 - 17.11 1.02 0.55 1.12 5.00 1.03 1.18 3.27 3.75 16.92

17.11 - 21.58 0.00 0.05 0.04 0.00 0.05 0.05 0.04 0.12 0.36

> 21.58 0.00 0.00 0.05 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05

Calm 0.17

Jumlah 11.99 4.52 13.19 37.88 5.94 3.31 8.80 14.21 100.00

Average wind speed bulan Desember 2008 - 2017 = 7.95 knots

Sumber : Analisa Data,2018.

Gambar 4.15 Windrose Bulan Desember 2008 - 2017


Sumber : Analisa Data, 2018.

Persentase kejadian angin yang terjadi pada Tabel 4.17 juga diproyeksikan
melalui windrose pada Gambar 4.15. Pada windrose terlihat persentase kejadian
angin terbesar terjadi dari arah Tenggara. Di arah Tenggara, luasan area terbesar

Teknik Sipil, FST, UNDANA


91

berwarna merah yang melambangkan kecepatan pada range 7.00 - 11.08 adalah
persentase kejadian angin terbanyak yang terjadi setiap bulan Desember.

4.2.13 Persentase Kejadian Angin Tahun 2008 - 2017


Hasil analisa data yang dilakukan selama 10 tahun diproyeksikan dalam
windrose melalui pencatatan frekuensi kejadian angin pada bulan Januari sampai
dengan Desember. Hasil analisa data tersebut kemudian diolah menjadi data
persentase kejadian angin tahunan yang terjadi selama Tahun 2008 - 2017.
persentase kejadian angin pada Tahun 2008 -2017 dapat dilihat pada Tabel 4.18
dan diproyeksikan dalam windrose pada Gambar 4.16.

Tabel 4.18 Persentase Kejadian Angin Tahun 2008 - 2017


Arah Mata Angin
Kecepatan
Jumlah
Angin (knots) U TL T TG S BD B BL

0.97 - 4.08 1.96 0.09 1.22 0.51 0.12 0.00 0.08 0.19 4.17

4.08 - 7.00 2.25 2.28 4.12 9.47 1.97 0.56 0.68 1.43 22.76

7.00 - 11.08 1.10 3.52 14.48 13.07 3.23 2.00 2.43 4.52 44.34

11.08 - 17.11 0.28 1.18 11.69 6.01 1.04 1.26 1.47 2.27 25.21

17.11 - 21.58 0.02 0.04 1.52 0.53 0.04 0.05 0.04 0.07 2.32

> 21.58 0.03 0.02 0.55 0.16 0.04 0.03 0.04 0.04 0.91

Calm 0.30

Jumlah 5.64 7.13 33.59 29.75 6.45 3.90 4.74 8.52 100.00

Average wind speed tahun 2008 - 2017 = 11.15 knots

Sumber : Analisa Data, 2018.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


92

Gambar 4.16 Windrose Tahun 2008 - 2017


Sumber : Analisa Data, 2018.
Tabel 4.18 menunjukkan persentase kejadian angin selama 10 tahun
periode perulangan yaitu dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2017. Tabel 4.18
dan Gambar 4.16 menunjukkan bahwa persentase kejadian angin terbesar adalah
dari arah Timur, Tenggara dan Barat Laut. Persentase kejadian angin terbesar dari
arah Tenggara adalah sebesar 33.59% dimana kejadian angin dengan kecepatan
antara 7.00 - 11.08 mendominasi kejadian angin yang terjadi selama 10 tahun
yaitu 44.34%. Persentase kejadian angin terbesar dapat dilihat pada windrose
dimana area yang diberi warna merah adalah area yang terbesar dan terjadi dari
arah Timur dan Tenggara. Kecepatan angin angin rata-rata adalah sebesar 11.15
knots dan persentase kejadian angin terendah terjadi dari arah Barat Daya.

4.3 Peramalan Data Angin Menjadi Data Gelombang


Persentase kejadian angin dari tahun 2008 sampai dengan 2017 menunjukan
kecepatan angin terbesar dari arah Timur, Tenggara dan Barat Laut. Tetapi
kenyataan di lapangan bahwa angin dari arah Timur dan Tenggara adalah angin
darat sehingga angin tersebut diprediksi tidak berpengaruh terhadap perubahan
garis pantai di lokasi perencanaan. Untuk perencanaan bangunan pengaman pantai
di pantai Namosain dipakai angin terbesar dari arah laut yaitu angin dari arah
Barat Laut. Sudut datang gelombang α terhadap garis pantai dan persentase
kejadiannya terlihat pada sketsa Gambar 4.17 dan diproyeksikan ke dalam garis
fetch pada Gambar 4.18.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


93

Gambar 4.17 Sudut dan Persentase Arah Gelombang


Sumber : Analisa Data, 2018.

Di dalam tinjauan pembangkit gelombang di laut oleh angin perlu dilakukan


analisis tentang fetch. Fetch di batasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut.
Di daerah pembentukan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam
arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah
angin. Gambar 4.18 menunjukkan cara untuk mendapatkan fetch efektif. Fetch
rerata efektif di hitung dengan persamaan berikut.

Feff =
 xi cos 
 cos 
Dimana :
Feff = fetch rerata efektif
Xi = panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke
ujung akhir fetch
 = deviasi kedua sisi dari arah angin dengan menggunakan pertambahan
6° sampai sudut sebesar 42° pada kedua sisi dari arah angin

Teknik Sipil, FST, UNDANA


94

Gambar 4.18 Fetch Arah Barat Laut Pantai Namosain


Sumber : Analisa Data, 2018.

Berdasarkan Gambar 4.18 dan rumus di atas maka dilakukan


perhitungan untuk menentukan fetch arah Barat Laut pantai Namosain.
Fetch arah Barat laut
 = 00
Cos  = cos 00
=1
Panjang fetch (xi) = 269.75 km (hasil pengukuran)
(xi) . (Cos ) = 269.75 x 1
(xi) . (Cos ) =1
Perhitungan fetch selanjutnya dilakukan pada setiap pertambahan 60 ke
kanan dan ke kiri dari arah Barat Laut. Pertambahan 60 dilakukan sampai dengan
mencapai 420. Setelah dilakukan perhitungan untuk panjang fetch (xi) dan cos 
maka dilakukan penjumlahan untuk mendapatkan Σ (xi x cos ). Pertambahan 
membentuk sudut cosinus dan hasil dari cos  kemudian dijumlahkan untuk setiap
pertambahan sudut 60 sampai dengan 420 untuk mendapatkan Σ cos  . Hasil
perhitungan Σ (xi x cos  ) adalah sebesar 2344.965 km dan Σ cos  sebesar
13.5106 .

Teknik Sipil, FST, UNDANA


95

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka dapat diperoleh nilai fetch


efektif sesuai rumus diatas yaitu sebesar 173.56 km.

Feff =
 xi cos 
 cos 
2344,965
=
13,506
= 173,56 km
Tabel 4.19 memperlihatkan hasil perhitungan untuk fetch arah Barat Laut pada
pantai Namosain.
Tabel 4.19 Perhitungan Fetch Pantai Namosain Kota Kupang
Arah utama Panjang (km) α (...̊) Cos α Xi . Cos α Fetch efektif (km)
6.45 42 0.7431 4.793
6.94 36 0.809 5.614
11.49 30 0.866 9.95
12.77 24 0.9135 11.665
13.81 18 0.9511 13.134
304.605 12 0.9781 297.934
283.755 6 0.9945 282.194
Barat Laut 269.75 0 1 269.75 173.56
246.99 6 0.9945 245.631
239.79 12 0.9781 234.538
235.732 18 0.9511 224.204
227.37 24 0.9135 207.702
236.425 30 0.866 204.744
212.32 36 0.809 171.767
217.125 42 0.7431 161.345
Jumlah 13.5106 2344.965

Sumber : Analisa Data, 2018.

Adapun data angin yang akan diramal menjadi data gelombang adalah data
angin maksimun bulanan dengan memperhatikan arah angin yang memberikan
pengaruh terhadap pembentukan gelombang. Tabel 4.20 merupakan data angin
maksimum dari Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2017. Data angin tersebut
kemudian dikonversi dari satuan knot ke m/s dimana 1 knot sama dengan 0.514
m/s.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


96

Tabel 4.20 Proyeksi Data Angin Maksimum Rata-Rata 2008-2017


dan Fetch Efektif (rata-rata)
Tahun Arah angin Kecepatan maksimum Fetch efektif
rata-rata Knot m/s (km)
2008 Barat Laut 20 10,280
2009 Barat Laut 18 9,252
2010 Barat Laut 13 6,682
2011 Barat Laut 18 9,252
2012 Barat Laut 18 9,252
2013 Barat Laut 20 10,28 173,56
2014 Barat Laut 13 6,682
2015 Barat Laut 16 8,224
2016 Barat Laut 21 10,794
2017 Barat Laut 23 11,822
Sumber : Analisa Data, 2018.

Tabel 4.20 menyajikan data angin hasil pengukuran di darat sehingga perlu
ditransformasikan ke data angin di atas permukaan laut karena data angin yang
digunakan dalam peramalan gelombang adalah data angin di atas permukaan laut.
Konversi angin di darat untuk angin di laut dilakukan dengan menggunakan grafik
yang dapat dilihat pada Lampiran 3.
Kecepatan angin di darat (UL) dimasukkan ke grafik pada Lampiran 3 dan
UW
diperoleh nilai RL  . Berikut langkah perhitungannya.
UL
Kecepatan angin di darat (UL) = 10.28 m/s
UW
RL  = 1.125 (menggunakan grafik Lampiran 3)
UL
kecepatan angin di laut (UW) = RL x UL
UW = 11.565 m/s
Setelah mendapatkan nilai UW maka dapat dihitung faktor tegangan angin UA.
UA = 0.71UW1.23
UA = 0.71(11.565)1.23
UA = 14.418
Hubungan antara kecepatan angin di darat (UL) dan kecepatan angin di laut (Uw)
selama 10 tahun kejadian dari Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2017 dapat
dilihat pada Tabel 4.21 dibawah ini.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


97

Tabel 4.21 Konversi Faktor Tegangan Angin Terhadap Data Angin


Tahun 2008 s/d 2017 Pantai Namosain Kota Kupang
Arah angin
UL RL = Uw/UL Uw = RLxUL UA = 0,71 Uw1,23
utama

Barat Laut 10,28 1.125 11.565 14.418

Barat Laut 9,252 1.18 10.917 13.431

Barat Laut 6,682 1.25 8.352 9.662

Barat Laut 9,252 1.18 10.917 13.431

Barat Laut 9,252 1.18 10.917 13.431

Barat Laut 10,28 1.125 11.565 14.418

Barat Laut 6,682 1.25 8.352 9.662

Barat Laut 8,224 1.20 9.868 11.862

Barat Laut 10,794 1.09 11.765 14.726

Barat Laut 11,822 1.08 12.767 16.283

Sumber : Analisa Data, 2018.

Dengan menggunakan nilai fetch efektif sebesar 173.56 km dan nilai UA


pada Tabel 4.21 maka dapat ditentukan tinggi (H) dan periode (T) gelombang
dengan menggunakan grafik peramalan gelombang pada Lampiran 4. Nilai fetch
efektif (F) terletak pada sisi horizontal dan nilai faktor tegangan angin (UA)
terletak pada sisi vertikal. Nilai UA dipertemukan dengan nilai fetch efektif pada
garis tinggi, periode dan durasi gelombang.
Contoh penentuan tinggi, periode dan durasi gelombang dimisalkan pada
faktor tegangan angin (UA) dengan nilai 14.418 m/s. Dari arah vertikal senilai
14.418 dipertemukan dengan garis fetch efektif sebesar 173.56 pada garis tinggi,
periode dan durasi gelombang sehingga diperoleh hasil tinggi gelombang sebesar
3.1 m, periode gelombang sebesar 8.4 detik dan durasi gelombang sebesar 11 jam.
Penentuan tinggi, periode dan durasi gelombang lainnya dapat dilihat pada Tabel
4.22 dibawah ini.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


98

Tabel 4.22 Tabel Peramalan Gelombang


Tahun UA Fetch Efektif H T Durasi
(m/s) (km) (m) (s) (jam)
2008 14.418 173.56 3.1 8.4 11
2009 13.431 173.56 2.8 8.2 11
2010 9.662 173.56 2.1 7.3 13
2011 13.431 173.56 2.8 8.2 11
2012 13.431 173.56 2.8 8.2 11
2013 14.418 173.56 3.1 8.4 11
2014 9.662 173.56 2.1 7.3 13
2015 11.862 173.56 2.6 7,9 12
2016 14.726 173.56 3.2 8.5 11
2017 16.283 173.56 3.5 8.8 11
Sumber : Analisa Data, 2018.

Seetelah mendapatkan tinggi gelombang, periode gelombang dan durasi


gelombang, maka dilakukan pengurutan tinggi gelombang dari yang terbesar ke
terkecil yang dapat dilihat pada Tabel 4.23. Urutan tinggi gelombang dilakukan
untuk memperoleh nilai tinggi gelombang signifikan.
Tabel 4.23 Urutan Tinggi Gelombang
H T Durasi
No urut Tahun
(m) (s) (jam)
1 2017 3.5 8.8 11
2 2016 3.2 8.5 11
3 2013 3.1 8.4 11
4 2008 3.1 8.4 11
5 2009 2.8 8.2 11
6 2011 2.8 8.2 11
7 2012 2.8 8.2 11
8 2015 2.6 7,9 12
9 2014 2.1 7.3 13
10 2010 2.1 7.3 13
Sumber : Analisa Data, 2018.

Tinggi gelombang (H) yang digunakan dalam perencanaan bangunan


pantai adalah tinggi gelombang signifikan HS (gelombang 33,3%). Dari Tabel 4.23,
diketahui jumlah data gelombang (n) = 10 data.
Jumlah data untuk perhitungan Hs = n x 33,3%
= 10 x 33,3%
= 3,33 ≈ 4

Teknik Sipil, FST, UNDANA


99

Jadi jumlah data yang digunakan untuk perhitungan HS adalah 4 data tinggi
gelombang terbesar. Dengan demikian HS dapat dihitung sebagai berikut.
3.5  3.2  3.1  3.1
HS =
4
12.9
HS =
4
HS = 3,225 m

Perhitungan periode (T) untuk HS dapat dihitung sebagai berikut :


8 .8  8 .5  8 .4  8 .4
T=
4
34.1
T=
4
T = 8,525 s

Dengan demikian data gelombang yang digunakan dalam perencanaan


bangunan pantai adalah H = 3,225 m dan T = 8,525 detik sehingga panjang
gelombang laut dalam diperoleh :
L0 = 1,56 T2
L0 = 1,56x 8,5252
L0 = 113,37 m

4.4 Pasang Surut


Data pasang surut diperoleh dari Angkatan Laut untuk 10 tahun periode
yaitu dari Tahun 2008 sampai Tahun 2017 yang dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pasang dan surut dalam satu hari bisa terjadi sampai dengan dua kali sehingga
diambil nilai tertinggi untuk pasang dan terendah untuk surut. Elevasi muka air
tertinggi akibat pasang dapat dilihat pada Tabel 4.24 sedangkan elevasi muka air
terendah dapat dilihat pada Tabel 4.25. Kondisi pasang digunakan dalam
perhitungan penentuan gelombang pecah untuk mengetahui pengaruh pasang
surut terhadap gelombang pecah.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


100

Tabel 4.24 Muka Air Tertinggi Tahun 2008 - 2017


BULAN
TAHUN
JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOP DES

2008 1.9 2.0 2.1 2.2 2.1 2.0 1.9 1.9 2.1 2.2 2.1 2.0
2009 1.9 2.0 2.1 2.1 2.1 2.0 1.9 1.9 2.1 2.2 2.1 2.0
2010 1.9 2.0 2.1 2.2 2.1 2.0 1.9 1.9 2.1 2.1 2.1 2.0
2011 1.9 2.0 2.1 2.1 2.1 2.0 1.9 2.0 2.1 2.1 2.1 2.0
2012 1.9 2.0 2.1 2.1 2.1 2.0 1.9 2.0 2.1 2.1 2.1 2.0
2013 1.9 2.0 2.1 2.1 2.1 2.0 1.9 2.0 2.1 2.1 2.1 2.0
2014 1.9 2.0 2.1 2.1 2.1 2.0 1.9 2.0 2.1 2.1 2.1 2.0
2015 1.9 2.0 2.1 2.1 2.1 2.0 1.9 1.9 2.1 2.1 2.1 2.0
2016 1.9 2.0 2.1 2.1 2.1 2.0 1.9 1.9 2.0 2.1 2.1 2.1
2017 1.9 2.0 2.1 2.1 2.1 2.0 1.9 2.0 2.0 2.1 2.1 2.0

Tertinggi 2.20

Sumber : Analisa Data, 2018.

Tabel 4.25 Muka Air Terendah Tahun 2008 - 2017


BULAN
TAHUN
JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOP DES

2008 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3

2009 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3

2010 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3

2011 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3

2012 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3

2013 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3

2014 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3

2015 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3

2016 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3

2017 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3

Terendah 0.3

Sumber : Analisa Data, 2018.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


101

4.5 Refraksi Gelombang dan Koefisien Shoalling


Perhitungan koefisien refraksi ditentukan dari cepat rambat gelombang.
Sudut datang gelombang yang dipakai adalah sudut (α) 450. Kedalaman laut yang
diambil untuk mengetahui perubahan tinggi gelombang akibat pendangkalan
dimulai dari - 41 sampai dengan kondisi pasang tertinggi.
a. Menghitung panjang gelombang (L)
Panjang gelombang laut dalam (Lo) sebesar 113.37 meter. Kondisi gelombang
di lokasi bangunan pantai pada setiap saat tergantung pada elevasi muka air
yang selalu berubah karena pasang surut (Triadmodjo, 1999). Pada analisa
perhitungan pasang surut diperoleh elevasi muka air tertinggi sebesar 2.20
meter, sehingga untuk mengetahui nilai gelombang pecah yang terjadi, maka
perlu ditambahkan nilai elevasi muka air pada nilai d untuk kedalaman.
Perhitungan transformasi gelombang dilakukan dengan interval 5 meter dari
titik terdalam sampai dengan pesisir pantai.
Untuk nilai d = 41 meter dilakukan perhitungan sebagai berikut.
d = 41 m
d total = d + elevasi muka air tertinggi
= 43.20 m
d 43.20
sehingga = = 0,381
Lo 113.37
Nilai panjang gelombang (L) dapat diketahui dari Tabel 4.26 fungsi d/L untuk
pertambahan nilai d/Lo (Triadmodjo, 1999).
Tabel 4.26 Fungsi d/L Untuk Pertambahan Nilai d/Lo

Sumber : Triadmodjo, 1999.

d d
Untuk = 0,381 diperoleh nilai = 0,38694 sehingga nilai L = 111,65 m
Lo L

Teknik Sipil, FST, UNDANA


102

b. Menghitung cepat rambat gelombang dan α


Cepat rambat gelombang :
Lo 113.37
Co = = = 13,29 m/det
T 8.525
L 111.65
C = = = 13,096 m/det
T 8.525
C
Sin α = sin αo
Co
13.29
= sin 45
13.096
= 0,696
α = 44,13
c. Menentukan nilai Koefisien Refraksi (Kr)
cos  0
Kr =
cos 

cos 45
Kr =
cos 44.13
= 0.993
d. Menentukan nilai Koefisien Shoalling (Ks)

n0 L0
Ks =
nL
dimana :
n0 = 0.5 (nilai n di laut dalam)
n = 0.5376 (Tabel 4.26)
sehingga
0.5 *113.37
Ks =
0.5376 *111.65
= 0.972
e. Menentukan nilai H
H  Ho  Kr  Ks
= 3.225  0.993  0.972
= 3.111 m

Teknik Sipil, FST, UNDANA


103

Analisis refraksi untuk nilai kedalaman lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.27a dan
Tabel 4.27b.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


104

Tabel 4.27a Perhitungan Koefisien Refraksi (Kr), Koefisien Shoalling (Ks) dan Tinggi Gelombang (H)
0 d T Ho Lo d/Lo d/L L Co C Sin  0 Sin 

45 43.20 8.525 3.225 113.37 0.381 0.38694 111.65 13.299 13.096 0.707 0.696
44.13 38.20 8.444 3.111 111.22 0.343 0.35139 108.71 13.172 12.875 0.696 0.681
42.89 33.20 8.282 2.960 107.00 0.310 0.32115 103.38 12.920 12.483 0.681 0.658
41.12 28.20 8.086 2.778 102.00 0.276 0.29069 97.01 12.614 11.997 0.658 0.625
38.71 23.20 7.859 2.567 96.35 0.241 0.26008 89.20 12.260 11.351 0.625 0.579
35.38 18.20 7.609 2.335 90.33 0.201 0.22596 80.55 11.871 10.585 0.579 0.516
31.09 13.20 7.346 2.090 84.17 0.157 0.18914 69.79 11.459 9.501 0.516 0.428
25.35 8.20 7.097 1.858 78.57 0.104 0.14445 56.77 11.071 7.999 0.428 0.309
18.02 3.20 6.906 1.681 74.41 0.043 0.08664 36.93 10.774 5.348 0.309 0.154
Sumber : Analisa Data, 2018.

Tabel 4.27b Perhitungan Koefisien Refraksi(Kr), Koefisien Shoalling (Ks) dan Tinggi Gelombang (H) (lanjutan)
Cos  o
 Cos  0 Cos  n n0 n0Lo nL Kr Ks H
Cos 
44.13 0.707 0.718 0.985 0.5376 0.50 56.687 60.020 0.993 0.972 3.111
42.89 0.718 0.733 0.980 0.5534 0.50 55.610 60.161 0.990 0.961 2.960
41.12 0.733 0.753 0.972 0.5713 0.50 53.498 59.060 0.986 0.952 2.778
38.71 0.753 0.780 0.965 0.5947 0.50 51.002 57.692 0.983 0.940 2.567
35.38 0.780 0.815 0.957 0.6246 0.50 48.173 55.716 0.978 0.930 2.335
31.09 0.815 0.856 0.952 0.6666 0.50 45.165 53.691 0.976 0.917 2.090
25.35 0.856 0.904 0.948 0.7226 0.50 42.086 50.430 0.973 0.914 1.858
18.02 0.904 0.951 0.950 0.8036 0.50 39.284 45.618 0.975 0.928 1.681
8.83 0.951 0.988 0.962 0.9134 0.50 37.203 33.736 0.981 1.050 1.732
Sumber : Analisa Data, 2018.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


105

4.6 Perhitungan Gelombang Pecah


Perhitungan gelombang pecah (Hb) dilakukan dengan menggunakan grafik
H 'o Hb
hubungan antara 2
, kemiringan pantai (m) dan yang dapat dilihat pada
gT H 'o

Gambar 4.21. Sebelum diplotkan pada grafik, maka dilakukan perhitungan untuk
H 'o
mengetahui nilai H’o dan .
gT 2

a. Menentukan nilai H’o


H’o diperoleh dari Persamaan 2.5 sehingga nilai H’o dapat dihitung dengan
cara sebagai berikut :
Untuk nilai Ks = 0.972, Ho = 3.225 m, d = 43.2 m dan Lo = 113.37 m
Ho
H’o =
Ks
3.225
=
0.972
= 3.32 m
d
m =
Lo
40.90
=
113.37
= 0.361

H 'o Hb
Setelah dibuat grafik hubungan antara 2
, kemiringan pantai (m) dan
gT H 'o

pada Gambar 4.21, maka dapat diketahui nilai gelombang pecah (Hb). Hasil analisa
perhitungan Hb dapat dilihat pada Tabel 4.28 di bawah ini.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


106

Tabel 4.28 Hasil Perhitungan Gelombang Pecah (Hb)


H 'o Hb
T Ho Ks g H'o gT 2
Lo d m H 'o
Hb

8.525 3.225 0.972 9.81 3.32 0.0047 113.37 40.90 0.361 1.330 4.414
8.444 3.111 0.961 9.81 3.24 0.0046 111.22 35.90 0.323 1.325 4.287
8.282 2.960 0.952 9.81 3.11 0.0046 107.00 30.90 0.289 1.325 4.121
8.086 2.778 0.940 9.81 2.96 0.0046 102.00 25.90 0.254 1.325 3.915
7.859 2.567 0.930 9.81 2.76 0.0046 96.35 20.90 0.217 1.325 3.658
7.609 2.335 0.917 9.81 2.55 0.0045 90.33 15.90 0.176 1.310 3.335
7.346 2.090 0.914 9.81 2.29 0.0043 84.17 10.90 0.129 1.340 3.065
7.097 1.858 0.928 9.81 2.00 0.0041 78.57 5.90 0.075 1.280 2.563
6.906 1.681 1.050 9.81 1.60 0.0034 74.41 0.90 0.012 1.180 1.889
Sumber : Analisa Data, 2018.
H 'o
Pada Gambar 4.21, nilai sebesar 0.0047 diplotkan pada garis kemiringan
gT 2

0.1 sebagai nilai terdekat dari 0.361 yang ada pada grafik. Setelah diplotkan pada
Hb
garis kemiringan m kemudian ditarik garis lurus menuju garis sehingga
H 'o
Hb
diperoleh nilai 1.330. Dengan mengetahui nilai maka nilai Hb dapat dihitung.
H 'o
Hb
= 1.330
H 'o
dimana :
H’o = 3.32
sehingga Hb = H’o x 1.330
= 4.414 m

Hasil perhitungan pada Tabel 4.27 (a dan b) dan Tabel 4.28 di buat menjadi
grafik hubungan antara tinggi gelombang, kedalaman dan sudut datang gelombang
yang ditunjukkan pada Gambar 4.22. Tinggi gelombang pecah sebesar 4.414 m
ditunjukkan dengan garis berwarna orange yang terjadi pada kedalaman 41 m yang
ditunjukkan dengan warna merah dengan sudut datang 45o yang ditunjukkan dengan
warna putih.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


107

Gambar 4.22 Hubungan Tinggi, Kedalaman dan Sudut Datang Gelombang


Sumber : Analisa Data, 2018.

Nilai α sebagai sudut datang gelombang diperoleh dari hasil analisa data pada
Tabel 4.27 selanjutnya diproyeksikan ke peta batimetri. Peta batimetri yang
digunakan merupakan data sekunder yang diambil dari data perencanaan
pembangunan dermaga di Pantai Namosain. Peta batimetri menunjukkan kontur
kedalaman laut sampai ke daratan. Di laut dalam, gelombang akan menjalar tanpa
dipengaruhi dasar laut sedangkan di laut transisi dan dangkal, dasar laut
mempengaruhi gelombang. Gambar 4.23 menunjukkan perjalanan gelombang dari
laut dalam ke pantai sepanjang 113.37 m untuk kedalaman 43.20 m sampai dengan
0.1 m. Interval kedalaman yang dipakai dalam perjalanan gelombang sampai ke
pantai adalah 5 m. Gelombang akan mengalami pembelokan disetiap perubahan
kedalaman. Sudut datang (αo) sebesar 45o melintasi kontur dengan kedalaman
berbeda sehingga terjadi transformasi gelombang dan membentuk sudut α sebesar
44.13o (Tabel 4.27b). Transformasi gelombang selanjutnya akan selalu terjadi ketika
gelombang melintasi kedalaman yang berbeda. Potongan melintang untuk kontur laut
yang dilintasi gelombang dapat dilihat pada Gambar 4.24. Pada gambar potongan
tersebut ditunjukkan panjang gelombang laut dalam yaitu 113.37 m serta kedalaman

Teknik Sipil, FST, UNDANA


108

dari laut dalam ke laut dangkal yaitu dari 41 m sampai dengan 0.1 m dengan beberapa
variasi panjang gelombang.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


109

4.7 Elevasi Muka Air Rencana


Elevasi muka air rencana adalah parameter yang sangat penting dalam
perencanaan bangunan pantai. Elevasi muka air laut rencana atau Design Water Level
diperoleh dari Persamaan 2.12 dimana Highest High Water Level (HHWL) diperoleh
dari data pasang surut selama 10 tahun yaitu dari Tahun 2008 sampai dengan 2017.
Tabel 4.24 menunjukkan muka air tertinggi rata-rata selama 10 tahun periode pasang
surut yaitu sebesar 2.20 m.
Elevasi muka air rencana juga ditentukan oleh wave setup (Sw) dan sea level
rise (SLR). Wave setup diperoleh dari Persamaan 2.11.

Hb
Sw = 0,19 [1 - 2.82 ] Hb
gT 2

4.414
Sw = 0,19 [1 - 2.82 ] 4.414
9.8(8.525) 2
Sw = 0.824 m
Penentuan nilai SLR berdasarkan grafik kenaikan muka air laut pada Gambar 4.25 di
bawah ini.

Gambar 4.25 Kenaikan Muka Air


Sumber : Triadmodjo, 1999.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


110

Dari Gambar 4.25 didapatkan kenaikan muka air laut yang terjadi Tahun 2017
dengan perkiraan terbaik adalah 12 cm = 0,12 m (direncanakan umur bangunan =
10 tahun).
Berdasarkan nilai HHWL, Sw dan SLR diatas maka didapatkan elevasi muka air
rencana sesuai Persamaan 2.12 sebagai berikut.
DWL = HHWL + Sw + SLR
DWL = 2,20 + 0,824 + 0,12
DWL = +3.144 m

Teknik Sipil, FST, UNDANA


111

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
1. Persentase kejadian angin terbesar yang terjadi pada Tahun 2008 sampai
dengan Tahun 2017 terjadi dari arah Timur yaitu sebesar 33.59%, Tenggara
sebesar 29.75% dan Barat Laut sebesar 8.52% dimana kejadian angin
dengan kecepatan antara 7.00 - 11.08 knots mendominasi dengan persentase
sebesar 44.34%. Angin dari arah Timur dan Tenggara adalah angin darat
sehingga angin tersebut diprediksi tidak berpengaruh terhadap perubahan
garis pantai di lokasi perencanaan. Untuk perencanaan bangunan pengaman
pantai di pantai Namosain dipakai angin terbesar dari arah laut yaitu angin
dari arah Barat Laut
2. Panjang fetch efektif yang diperoleh dari hasil perhitungan sebesar 173.56
km dari arah Barat Laut Pantai Namosain Kota Kupang. Nilai fetch dipakai
pada grafik peramalan gelombang untuk menghasilkan periode, tinggi dan
durasi gelombang. Hasil perhitungan periode dan tinggi gelombang
diurutkan dari nilai terbesar ke terkecil untuk menentukan tinggi gelombang
signifikan.
3. Tinggi gelombang signifikan (Hs) dan periode gelombang (T) yang
diperoleh dari hasil peramalan gelombang sebesar 3.225 meter dan 8.525
detik.
4. Tinggi gelombang pecah (Hb) sebesar 4.414 meter pada kedalaman 43.20
meter dan tinggi gelombang pecah (Hb) 1.889 meter pada kedalaman 0.1
meter.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


112

5.2 Saran
1. Perencanaan bangunan pengaman pantai sangat diperlukan pada pantai
Namosain Kupang dikarenakan daerah teluk yang langsung berhadapan
dengan laut lepas.
2. Design Water Level atau elevasi muka air rencana di Pantai Namosain yang
diperoleh dari hasil perhitungan sebesar 3.144 m sehingga apabila dilakukan
perencanaan bangunan pengamanan pantai maka elevasi bangunan haruslah
lebih tinggi dari Design Water Level agar tidak terjadi limpasan terhadap
bangunan tersebut.

Teknik Sipil, FST, UNDANA


113

DAFTAR PUSTAKA

http://www.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2012/07/95010007-Rian-M,-Azhar.pdf.
CERC, 1984. Shore Protection Manual Volume I. US Army Coastal Engineering,
Research Center Departemen of the Army Waterways Experiment
Station, Corps of Engineers.
Davis R.A Jr, 1991. Oceanography; An Introduction to the Marine Environment, I
New Jersey: WCB Publisher International Published.
Dean, R.G. dan Dalrymple, R.A., 2002. Coastal Processes with Engineering
Aplications Cambridge: Cambridge University Press.
Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II, 2016. Profil Pengaman Pantai Di Provinsi
Nusa Tenggara Timur. Propinsi NTT.
Triatmodjo, 1999, Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta.

Teknik Sipil, FST, UNDANA

Anda mungkin juga menyukai