Makalah Fisafat Ilmu

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

LOGIKA DAN BERPIKIR ILMIAH


Disusun untuk memenuhi tugas makalah pada mata kuliah
FILSAFAT ILMU

Oleh :

Randy Bagatra Paniry


NIM :

Dosen Pengampu : Febriani Rahma, M.Psi

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL ARAFAH
DELI SERDANG – SUMATERA UTARA
2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat
dan limpahan rahmat-Nya maka Penulis bisa menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu.

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah untuk memenuhi


salah satu tugas pada mata kuliah Filsafat Ilmu yang membahas tentang Logika
dan Berpikir Ilmiah dan semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat membantu
menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca.

Melalui kata pengantar ini penulis terlebih dahulu meminta maaf dan
memohon permakluman bilamana isi makalah ini ada kekurangan baik dalam isi
maupun penulisan. Terima kasih

08 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..........................................................................1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................2

C. Tujuan Penulisan .....................................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Logika dan Berpikir Ilmiah ..............................................3

B. Kriteria dan Metode Berpikir Ilmiah .......................................................4

C. Kelemahan Berpikir Ilmiah .....................................................................9

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................11

B. Saran ......................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, sebaliknya setiap pengetahuan


belum tentu ilmu. Untuk itu terdapat syarat-syarat yang membedakan ilmu
(science) dengan pengetahuan (knowledge). Ilmu itu harus ada obyeknya,
terminologinya, metodologinya, filosofinya dan teorinya yang khas. Disamping
itu ilmu juga harus memiliki objek, metode, sistematika dan haruas bersifat
universal. Sumber-sumber pengetahuan manusia dikelompokkan atas:
pengalaman, otoritas, cara berfikir deduktif, cara berfikir induktif, berfikir ilmiah
(Affandi, 2019).

Berpikir ilmiah merupakan cara berpikir mengenai subyek ilmiah, konten,


atau masalah dalam meningkatkan kualitas berpikir. Kemampuan berpikir ilmiah
berupa kemampuan untuk mengevaluasi hipotesis, data, dan adanya proses.5
Kemampuan berpikir ilmiah dianggap sebagai keterampilan kognitif untuk
memahami serta mengevaluasi informasi yang berkaitan dalam bidang sains.6
Berpikir ilmiah memiliki kekhasan berupa kemampuan yang dapat memahami
masalah berkaitan dengan konservasi, penalaran dan pemahaman terhadap
pengontrolan variabel (Anggraini, 2018).

Ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah.


Pelaksanaan kegiatan ilmiah yang tepat membutuhkan pemikiran yang
memungkinkan penelitian yang teratur dan berwawasan luas. Dalam epistemologi
atau perkembangannya, diperlukan pemikiran ilmiah untuk menimba ilmu.
Wahana pemikiran ilmiah adalah alat metode ilmiah dalam memenuhi fungsinya
dengan benar. Dengan demikian, fungsi alat berpikir ilmiah adalah membantu
proses metode ilmiah untuk memperoleh pengetahuan atau teori lainnya.

Pemikiran ilmiah adalah pemikiran logis dan empiris. Logika itu logis dan
empiris dibahas secara mendalam atas dasar fakta yang dapat dibenarkan, selain

1
2

menggunakan akal untuk merenung, memutuskan, dan mengembangkan. Berpikir


ilmiah adalah proses berpikir atau mengembangkan pemikiran yang tersusun
secara sistematis berdasarkan pengetahuan ilmiah yang ada. Jadi dapat juga
diartikan bahwa proses atau aktivitas seseorang untuk menemukan atau
memperoleh pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah proses berpikir yang mengarah
pada suatu kesimpulan berupa pengetahuan.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat disimpulkan, dalam makalah ini akan
diangkat dua rumusan masalah yang akan dibahas yaitu meliputi :

1) Apa saja konsep dasar logika dan berpikir ilmiah?


2) Bagaimana kriteria dan metode berpikir ilmiah?
3) Apa kelemahan dalam berpikir ilmiah?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dibuatnya makalah ini untuk :

1) Mengetahui konsep dasar logika dan berpikir ilmiah.


2) Mengetahui kriteria dan metode berpikir ilmiah.
3) Memahami kelemahan dalam berpikir ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Logika dan Berpikir Ilmiah

Logika merupakan cabang dari filsafat ilmu yang membicarakan masalah


berpikir yaitu mengikuti kaidah berpikir logis. Pembahasan dalam ilmu logika
yaitu ukuran dan norma berpikir yaitu kemampuan akal budi manusia untuk
mencapai kebenaran, membicarakan aturan berpikir agar dapat mengambil
kesimpulan yang benar dan tepat (Sobur, 2015).

Logika mempelajari masalah penalaran (reasoning) dan tidak semua


kegiatan berpikir itu adalah sebuah penalaran. Kegiatan penalaran dalam logika
disebut juga dengan penalaran logis. Penalaran adalah proses dari akal manusia
yang berusaha untuk menimbulkan suatu keterangan baru dari beberapa
keterangan yang sebelumnya sudah ada. Dalam logika, keterangan yang
mendahului disebut premis, sedangkan keterangan yang diturunkannya disebut
kesimpulan.

Setiap ilmu pengetahuan yang telah berdiri sendiri atau menjadi disiplin
ilmiah tersendiri, masing-masing memiliki prinsip-prinsip dasar tertentu. Dengan
prinsip diartikan sebagai suatu pernyataan yang mengandung unsur kebenaran
umum dan unsur kebenaran khusus.

Adapun yang disebut dengan prinsip dasar adalah suatu pernyataan


kebenaran yang universal yang kebenarannya sudah terbukti dngan sendirinya,
tanpa membutuhkan lagi hal-hal lain guna membuktikan kebenarannya itu. Prinsip
dasar ini berfungsi sebagai dasar bagi semua pembuktian.

Demikian logika itu memiliki pula prinsip-prinsip dasar tertentu, yaitu


segala kebenaran dalam logika dianggap benar, dimana semua pemikiran kita
harus berdasarkan kebenaran ini, agar pikiran kita valid dan memperoleh
pengetahuan yang benar.

Aristoteles mengemukakan 3 (tiga) buah prinsip atau hukum dalam logika:

3
4

1. Hukum Identitas (Principium identity), yang berarti hukum kesamaan, adalah


kaedah pemikiran yang menyatakan bahwa sesuatu hanya sama dengan
“sesuatu itu sendiri”.
2. Hukum Kontradiksi (Principium contradiction), yang berarti hukum
kontradiksi, adalah kaedah pemikiran yang menyatakan bahwa tidak mungkin
sesuatu pada waktu yang sama adalah “sesuatu itu dan bukan sesuatu itu”
yang dimaksudkan adalah mustahil ada sesuatu hal yang pada waktu yang
bersamaan saling bertentangan.
3. Hukum Penyisihan Jalan Tengah (Principium Exclusi tertii), Prinsip ini
menjelaskan bahwa pada suatu benda tak mungkinlah sekaligus dimiliki dua
buah sifat yang saling bertentangan/kontradiksi.

B. Kriteria Dan Metode Berpikir Ilmiah

1. Kriteria Berpikir Ilmiah

Terdapat tiga (tiga) kriteria dalam berpikir ilmiah, yaitu objektivias,


generalisasi dan sistematisasi.

a. Objektivitas

Masalah objektivitas biasanya dibicarakan dengan mengabaikan kesadaran


yang menyatakan objektivitas ini. Kita juga mudah mengesampingkan kenyataan
bahwa setiap pernyataan mengenai objektivitas merupakan akibat dari desakan
kesadaran yang menyatakannya. Akibatnya kita melalaikan ketidakpuasan
mendalam yang dirasakan oleh bidang-bidang kesadaran tertentu terhadap
pembuangan kualitas-kualitas sekunder sebagaimana dilakukan oleh Kant dan
realitas virtual.

Apa itu objek? Pertanyaan yang patut untuk dijawab. Ada pendapat bahwa
objek dapat dilihat dalam arti luas dan dalam arti terbatas. Dalam arti lebih luas,
objek adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengarahan suatu tindakan
sadar dari subjek. Dengan kata lain, objek adalah sesuatu yang menjadi sasaran
intensionalitas kekuatan jiwa, kebiasaan atau bahkan ilmu tertentu. Objek adalah
5

tujuan tindakan (daya, kebiasaan, ilmu) sebagai tindakan. Dalam arti lebih
terbatas, objek tidak berarti setiap atau semua yang diketahui atau yang
dikehendaki, melainkan hanya berarti apa yang secara independent bertentangan
dengan atau berhadapan dengan subjek sedemikian rupa, sehingga subjek itu
harus memperhatikannya.

b. Generalisasi

Generalisasi adalah sebuah pernyataan yang berlaku untuk semua atau


sebagian besar gejala yang diamati. Suatu generalisasi menyangkut cirri-ciri
umum yang menonjol, bukan rincian. Generalisasi adalah penalaran dengan cara
menarik kesimpulan berdasarkan dengan data yang sesuai dengan fakta. Data
tersebut harus cukup untuk membuat kesimpulan secara umum.

Dalam pengertian lain, generalisasi adalah suatu proses transisi logis dari
hal partikular ke hal universal, dari pengetahuan yang kurang umum ke
pengetahuan yang lebih umum. Misalnya transisi dari konsep “panas” ke konsep
“energi” ; dari geometri Euklides ke geometri Labachevsky.

Generalisasi secara sederhana adalah menempatkan semua masalah setipe


pada opini yang sama. Generalisasi merupakan pengungkapan opini terhadap
masalah secara pragmatis, tidak mau menelaah bahwa setiap masalah belum tentu
mempunyai kondisi sama alias mungkin berbeda. Untuk sebuah opini pribadi,
generalisasi sah-sah saja dan menjadi pandangan orang tersebut terhadap masalah.
Namun untuk opini publik, atau opini pribadi yang dipaksakan ke publik
sangatlah tidak tepat.

c. Sistematisasi

Sistematisasi adalah penataan, penertiban, pengaturan, pengorganisasian,


penyisteman. Sebagai bagian dari kreteria berpikir ilmiah sistematis mesti
dibutuhkan, karena tanpa adanya sifat sistematis cara berpikir ilmiah bisa
diragukan.

Karena berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan


pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti
6

jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang
berupa pengetahuan. Oleh karena itu, proses berpikir untuk sampai pada suatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan diperlukan sarana tertentu yang disebut
dengan sarana berpikir ilmiah.

Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah


dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya
juga diperlukan sarana tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita
tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Untuk dapat
melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah
berupa Bahasa Ilmiah, Logika dan metematika, serta Logika dan statistika. Bahasa
ilmiah merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses
berpikir ilmiah. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk
menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah kepada orang lain.
Logika dan matematika mempunyai peran penting dalam berpikir deduktif
sehingga mudah diikuti dan dilacak kembali kebenarannya. Sedangkan logika dan
statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif untuk mencari
konsep-konsep yang berlaku umum”.

2. Metode Berpikir Ilmiah

Agar pengetahuan yang dihasilkan dari proses berpikir mempunyai dasar


kebenaran, maka proses berpikir dilakukan dengan cara tertentu. Cara berpikir
logis dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Logika Induktif

Logika induktif dimana cara berpikir dilakukan dengan cara menarik suatu
kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.
untuk itu penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-
pernyataan yang mempunyai ruang yang khas dan terbatas dalam menyusun
argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Penarikan
kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan
7

mengenai benyaknya kasus yang harus kita amati sampai kepada suatu
kesimpulan yang bersifat umum.

Untuk berpikir induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak dari
sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai hukum
ilmiah, maka diperlukan proses penalaran sebagai berikut :

1) Pengumpulan fakta-fakta khusus. Pada langkah ini, metode yang


digunakan adalah observasi dan eksperimen. Observasi harus dikerjakan
seteliti mungkin, sedangkan eksperimen dilakukan untuk membuat atau
mengganti obyek yang harus dipelajari.
2) Perumusan hipotesis. Hipotesis merupakan dalil atau jawaban sementara
yang diajukan berdasarkan pengetahuan yang terkumpul sebagai petunjuk
bagi penelitian lebih lanjut.Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat.
diantaranya dapat diuji kebenarannya, terbuka dan sistematis sesuai
dengan dalil-dalil yang dianggap benar serta dapat menjelaskan fakta yang
dijadikan fokus kajian.
3) Pengadaaan verifikasi. Hipotesis merupakan perumusan dalil atau jawaban
sementara yang harus dibuktikan atau diterapkan terhadap fakta-fakta atau
juga diperbandingkan dengan fakta-fakta lain untuk diambil kesimpulan
umum. Proses verifikasi adalah satu langkah atau cara untuk membuktikan
bahwa hipotesis tersebut merupakan dalil yang sebenarnya. Verifikasi juga
mencakup generalisasi untuk menemukan dalil umum, sehingga hipotesis
tersebut dapat dijadikan satu teori.
4) Perumusan teori dan hukum ilmiah berdasarkan hasil verifikasi. Hasil
akhir yang diharapkan dalam induksi ilmiah adalah terbentuknya hukum
ilmiah. Persoalan yang dihadapi adalah oleh induksi ialah untuk sampai
pada suatu dasar yang logis bagi generalisasi dengan tidak mungkin semua
hal diamati, atau dengan kata lain untuk menentukan pembenaran yang
logis bagi penyimpulan berdasarkan beberapa hal untuk diterapkan bagi
semua hal. Maka, untuk diterapkan bagi semua hal harus merupakan suatu
hukum ilmiah yang derajatnya dengan hipotesis adalah lebih tinggi.
8

Contoh penarikan kesimpulan secara induktif adalah : Manusia bernapas


(Premis minor). Tumbuhan bernapas (Premis minor). Hewan bernapas
(premis minor).Semua makhluk hidup bernapas (Konklusi).

b. Logika Deduktif

Logika dedutif yaitu suatu cara berpikir di mana pernyataan yang bersifat
umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara
deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir silogismus yang secara
sederhana digambarkan sebagai penyusunan dua buah pernyataan dan sebuah
kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus disebut premis yang
kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan
merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua
premis tersebut Dengan kata lain, penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir
yang merupakan kebalikan dari penalaran induktif.

Contoh penarikan kesimpulan berdasarkan penalaran deduktif adalah,


Semua makhluk hidup perlu makan untuk mempertahankan hidup (Premis), Joko
adalah seorang makhluk hidup (Premis), jadi joko perlu makan untuk
mempertahankan hidupnya (kesimpulan). Kesimpulan yang diambil bahwa Joko
juga perlu makan untuk mempertahankan hidupnya adalah sah menurut penalaran
deduktif sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang
mendukungnya.

Pertanyaan apakah kesimpulan ini benar harus dikembalikan kepada


kebenaran premis-premis yang mendahuluinya. Apabila kedua premis yang
mendukungnya benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya
juga adalah benar. Mungkin saja kesimpulannya itu salah, meskipun kedua
premisnya benar, sekiranya cara penarikan kesimpulannya tidak sah. Ketepatan
kesimpulan bergantung pada tiga hal yaitu kebenaran premis mayor, kebenaran
premis minor, dan keabsahan penarikan kesimpulan.
9

C. Kelemahan Berpikir Ilmiah

Metode bepikir ilmiah atau proses berpikir ilmiah merupakan proses


keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti
fisis. Ilmuwan melakukan observasi serta membentuk hipotesis dalam usahanya
untuk menjelaskan fenomena alam. Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis
tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-
kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.

Pada hakekatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara


penalaran secara deduktif dan induktif. Masing-masing penalaran ini berkaitan
erat dengan rasionalisme atau empirisme. Memang terdapat beberapa kelemahan
berpikir secara rasionalisme dan empirisme, karena kebenaran dengan cara
berpikir ini bersifat relatif atau tidak mutlak. Beberapa kelemahan yang dapat kita
lihat yaitu sebagai berikut :

1. Metode berpikir ilmiah tidak dapat digunakan kecuali pada pengkajian objek-
objek material yang dapat di indera. Metode ini khusus untuk ilmu-ilmu
eksperimental. Ia dilakukan dengan cara memperlakukan materi (objek) dalam
kondisi-kondisi dan faktor-faktor baru yang bukan kondisi dari faktor yang
asli. Dan melakukan pengamatan terhadap materi tersebut serta berbagai
kondisi dan faktornya yang ada, baik yang alami maupun yang telah
mengalami perlakuan. Dari proses terhadap materi ini, kemudian ditarik suatu
kesimpulan berupa fakta material yang dapat diindera.
2. Metode berpikir ilmiah mengasumsikan adanya penghapusan seluruh
informasi sebelumnya tentang objek yang akan dikaji, dan mengabaikan
keberadaannya. Kemudian memulai pengamatan dan percobaan atas materi.
Ini dikarenakan metode ini mengharuskan kita untuk menghapuskan diri dari
setiap opini dan keyakinan si peneliti mengenai subjek kajian. Setelah
melakukan pengamatan dan percobaan, maka selanjutnya adalah melakukan
komparasi dan pemeriksaan yang teliti, dan akhirnya merumuskan kesimpulan
bersarkan sejumlah premis-premis ilmiah.
10

3. Metode berpikir ilmiah bersifat tentatif, yaitu sebelum ada kebenaran ilmu
yang dapat menolak kesimpulan maka kesimpulan dianggap benar. tetapi
kesimpulan ilmiah bisa berubah sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan
4. Metode berpikir ilmiah tidak dapat membuat kesimpulan tentang baik buruk
sistem nilai dan juga tidak dapat menjangkau tentang seni dan estetika
5. Metode berpikir ilmiah tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan yang tidak
termasuk ke dalam kelompok ilmu. Demikian juga halnya dengan bidang
sastra yang termasuk dalam humaniora yang jelas tidak mempergunakan
metode ilmiah dalam penyusunan tubuh pengetahuaannya.
6. Pengetahuan yang berupa wahyu Ilahi merupakan kebenaran dari pengetahuan
yang bersifat mutlak, artinya tidak berubah sepanjang masa. Metode berpikir
ilmiah tidak bisa menjangkau untuk menguji adanya Tuhan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas yang telah menjadi jawaban dari permasalahan


yang ada pada makalah ini, maka kami dapat menyimpulkan bahwa :

1. Logika mempelajari masalah penalaran (reasoning) dan tidak semua kegiatan


berpikir itu adalah sebuah penalaran. Kegiatan penalaran dalam logika disebut
juga dengan penalaran logis. Penalaran adalah proses dari akal manusia yang
berusaha untuk menimbulkan suatu keterangan baru dari beberapa keterangan
yang sebelumnya sudah ada. Dalam logika, keterangan yang mendahului
disebut premis, sedangkan keterangan yang diturunkannya disebut
kesimpulan.
2. Untuk membentuk premis hingga menarik kesimpulan, dibutuhkan 2 metode
dalam berpikir ilmiah, yaitu induktif dan deduktif.
3. Induktif adalah cara berpikir dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan
yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual, sedangkan
deduktif adalah cara berpikir di mana pernyataan yang bersifat umum ditarik
kesimpulan yang bersifat khusus.
4. Berpikir ilmiah juga memiliki beberapa kelemahan, diantara nya adalah tidak
dapat digunakan kecuali pada pengkajian objek-objek material yang dapat di
indera. Berpikir ilmiah mengasumsikan adanya penghapusan seluruh
informasi sebelumnya tentang objek yang akan dikaji, dan mengabaikan
keberadaannya. Metode berpikir ilmiah bersifat tentatif, yaitu sebelum ada
kebenaran ilmu yang dapat menolak kesimpulan maka kesimpulan dianggap
benar. Yang terakhir, metode berpikir ilmiah tidak dapat diterapkan kepada
pengetahuan yang tidak termasuk ke dalam kelompok ilmu.

11
12

B. Saran

Adapun saran dari penulis dengan dibuatnya makalah tentang Pancasila


dalam Kontekz Sejarah Pejuangan Bangsa Indonesia ini bisa menumbuhkan
kesadaran pada diri kita bahwa pentingnya kita mempelajari sejarah pancasila
karena dapat menumbuhkan jiwa patriotik, mempertebal rasa cinta tanah air,
menikatkan semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah
bangsa serta sikap menghargai jasa para pahlawan, dan berorientasi ke masa
depan.
DAFTAR PUSTAKA

Harneidi, J. (2022). Pengenalan Metode Berpikir Ilmiah Pada Mahasiswa Baru


Iain Takengon. Catimore: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 1(2).
1-5

Anggraini, A.F., Suciati, & Maridi. (2018). Identifikasi Kemampuan Berpikir


Ilmiah Siswa Kelas XI IPA Di SMA Negeri 1 Turi, Sleman. PROSIDING
Seminar Nasional Pendidikan Fisika FITK UNSIQ, 1(1). 48-52

Affandim, A. ( 2019). Paradigma Ilmiah Persfektif Pendidikan Islam. Jurnal Al-


Hikmah, 7. 97-118

Sobur, K. (2015). Logika Dan Penalaran Dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan.


TAJDID, 14(2). 387-414

Buyung & Burhanuddin, N. (2023). Sarana Berfikir Ilmiah (Bahasa, Logika,


Matematika Dan Statistik). Jurnal REVORMA, 3(1). 1-13

13

Anda mungkin juga menyukai