Tugas Anggo23

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH TATA HUKUM INDONESIA DAN POLITIK

HUKUM INDONESIA

Tugas Pengantar Hukum Indonesia


Disusun
Oleh:

ANGGORO DWI CAHYA


NIM :301191010010

FAKULTAS ILMU HUKUM


UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. Berkat rahmat, petunjuk, dan
pertolongan-Nya penulis bisa menyelesaikan makalah ini. Adapun judul dari makalah ini yaitu
“Sejarah Tata Hukum Indonesia dan Politik Hukum Indonesia”. Tugas ini ditulis sebagai
tugas akhir mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia

Harapan penulis semoga makalah ini dapat dijadikan bahan untuk belajar dan menambah
ilmu pengetahuan dalam memahami.Penulis menyadari makalah ini jauh dari
kesempurnaan,penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan makalah selanjutnya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ii

BABIPENDAHULUAN

1.1Latar Belakang.................................................................................................................1

I.3Tujuan ..............................................................................................................................2

BABIIPEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tata Hukum..................................................................................................3

2.2 Sejarah tata Hukum.........................................................................................................3

2.3 Politik Hukum.................................................................................................................5

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan......................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum pada dasarnya harus sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa yang
bersangkutan. Sampaisaat ini masih banyak peraturan perundang-undangan yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, khususnya peraturan perundang-
undangan peninggalan Pemerintahan Hindia Belanda.
Perkembangan tata hukum indonesia, tidak terlepas dari sejarah perkembangan
bangsa indonesia dari masa ke masa. Tiap masa perkembangan bangsa indonesia,
menciptakan pula tata hukum sesuai dengan masanya. Perkembangan tata hukum ini
sangat terkait dengan perkembangan antara lain aspek sosial, budaya, politik dan
ekonomi masyarakat pada saat hukum tersebut di buat dan diterapkan oleh suatu otoritas
yang berwenang. Tata hukum indonesia, secara historis dapat di kelompokan ke dalam
berbagai dimensi masa, misalnya masa indonesia sebelum kolonial, masa indonesia pada
masa kolonial, masa indonesia pada orde lama, masa indonesia pada orde baru dan pada
masa indonesia pada era reformasi.
Tata hukum tersebut sangat terkait dengan politik hukum. Pollitik hukum memilki
beragam pengertian dari berbagai literatur ilmiah. Padmo Wahyono mendefinisikan
politik hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi dari
hukum yang di bentuk. Dalam hal ini kebijakan tersebut dapat berkaitan dengan
pembentukan hukum, penerapan hukum, dan penegakkanya sendiri. Arah, bentuk, dan isi
hukum inilah yang kemudian menjadi kebijakan dasar bagi penyelenggara negara untuk
melaksanakan hukum yang dibentuk.

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian Tata Hukum
2. Mengetahui sejarah Tata Hukum
3. Mengetahui Politik Hukum

2
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Tata Hukum


Jika kita berbicara hukum, maka hukum dalam bahasa Inggris “Law”, Belanda
“Recht”, Jerman “Recht”, Italia “Dirito”, Perancis “Droit”. Hukum hidup dalam
pergaulan hidup manusia, seperti kita lihat cerita Robinson Croese yang terdampar di
sebuah pulau dimana ia hidup sendiri dan ia dapat berbuat sesuka hatinya tanpa ada yang
menghalanginya. Ia tidak butuh hukum, artinya hukum itu baru dibutuhkan dalam
pergaulan hidup. Dimana fungsinya adalah memperoleh ketertiban dalam hubungan antar
manusia. Menjaga jangan sampai seseorang dapat dipaksa oleh orang lain untuk
melakukan sesuatu yang tidak kehendaknya, dan lain-lain. Tetapi ada faktor lain selain
tata tertib yang terdapat pada hukum yaitu keadilan, suatu sifat khas pada hukum yang
tidak terdapat pada ketentuanketentuan lainnya yang bertujuan untuk mencapai tata tertib.
Jadi hukum itu berkenaan dengan kehidupan manusia, ialah manusia dalam hubungan
antar manusia untuk mencapai tata tertib didalamnya berdasarkan keadilan.

Dalam hubungan Hukum dan Negara, baik hukum maupun negara muncul dari
kehidupan manusia karena keinginan bathinnya untuk memperoleh tata tertib.
Sehubungan dengan hal itu mengingat tujuan negara adalah menjaga dan memelihara tata
tertib. Di Negara Indonesia seperti kita ketahui bahwa tata hukum di Indonesia ialah
hukum yang berlaku sekarang di Indonesia (Ius Constitutum), berlaku disini berarti yang
memberikan akibat hukum pada peristiwa-peristiwa dalam pergaulan hidup, sedangkan
sekarang adalah menunjukkan kepada pergaulan hidup yang ada pada saat ini dan bukan
pergaulan hidup masa lampau, di Indonesia menunjukkan kepada pergaulan hidup yang
terdapat pada Republik Indonesia dan bukan negara lain. Tata hukum disebut juga
Hukum Positif atau Ius Constitutum, sedang hukum yang dicita-citakan adalah Ius
constituendum.

1.2 Sejarah Tata Hukum


Seperti diketahui, bahwa di Indonesia terdapat beraneka ragam peraturan
perundang-udangan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Indonesia sejak Proklamasi 17
Agusus 1945. Disamping peraturan tersebut juga terdapat peraturan-peraturan zaman

3
penjajahan Hindia Belanda dan bala tentara jepang yang masih berlaku di Indonesia.
Oleh karena itu dalam pembahasan Tata Hukum Indonesia tidaklah dapat lepas dari
pembahasan sejarah Perkembngan Tata Hukum Indonesia sejak kekuasaan Vereenigde
Oost Indische Compagnie (VOC), Penjajahan Hindia Belanda sampai dengan
Penjajahan balatentara Jepang. Berikut ini dibahas secara singkat sejarah perkembangan
Tata Hukum Indonesia.
1. Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC)
VOC yang didirikan oleh para pedagang orang Belanda tahun 1602
maksudnya supaya tidak terjadi persaingan antara para pedagang yang
membeli rempah-rempah dari orang pribumi dengan tujuan untuk mendapat
keuntungan yang besar di pasaran Eropa. Sebagai kompeni dagang oleh
pemerintahan Belanda diberikan hak-hak istimewa (octrooi)seperi hak
monopoli pelayaran dan perdagangan, hak membentuk angkatan perang, hak
mendirikan benteng, mengumumkan perang, mengadakan perdamain dan hak
mencetak uang.
Pada tahun 1610 pengurus pusat VOC di belanda memberikan wewenang
kepada Gebernur Jederal Piere Bith untuk membuat peraturan dalam
menyelesaikan perkara Istimewa yang harus disesuaikan dengan kebutuhan
para pegawai VOC di daerah-daerah yang dikuasainya, disamping ia dapat
memutuskan perkara perdata dan pidana. Peraturanperaturan tersebut dibuat
dan diumumkan berlakunya melalui “plakat”. Pada tahun 1642 plakat-plakat
tersebut disusun secara sistimatis dan diumumkan dengan nama “Statuta van
Batavia” (statuta batavia) dan pada tahun 1766 diperbaharui dengan nama
“Niewe Bataviase Statuten” (statuta Batavia Baru). Peraturan statuta ini
berlaku diseluruh daerah-daerah kekuasaan VOC berdampigan berlakunya
dengan aturan-aturan hukum lainnya sebagai satu sistem hukum sendiri dari
orang-orang Pribumi dan Orang-Orang pendatang dari luar.
2. Penjajahan Pemerintah Belandaa 1800-1942
Sejak berakhirnya kekuasaan VOC pada tanggal 31 Desember 1977
dan dimulainya Pemerintahan Hindia Belanda pada Tanggal 1 Januari 1800,
hingga masuk pemerintahan jepang, banyak peraturan-peraturan perundang-

4
undangan yang telah dikeluarkan oleh pemerintahan Hindia Belanda. Yang
menjadi pokok peraturan pada zaman Hindia belanda adalahAlgemene
Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (A.B) Peraturan ini dikeluarkan
pada tanggal 30 April 1847 termuat dalam Stb 1847 No. 23. Dalam masa
berlakunya AB terdapat beberapa peraturan lain yang juga diberlakukan
antara lain:
a. Reglement of de Rechterlijke Organisatie (RO) atau peraturan
organisasi Pengadilan.
b. Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum
Sipil/Perdata (KUHS/KUHP)
c. Wetboek van Koophandel (WvK) atau Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD) d) Reglement op de Burgerlijke Rechhtsvordering
(RV) atau peraturan tentang Acara Perdata. Semua peraturan itu
diundangkan berlaku di Hindia Belnda sejak tanggal 1 Mei 1845
melalui Stb 1847 No. 23. 2) Regering Reglement (R.R.), diundangkan
pada tanggal 2 September 1854, yang termuat dalam Stb 1854 No. 2.
Dalam masa berlakunya R.R. selain tetap memberlakukan peraturan
perundang-undangan yang ada juga memberlakukan Wetboek van
Strafrecht atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 3) Indische
Staatsregeling (I.S.), atau peraturan ketatanegaraan Indonesia yang
merupakan pengganti dari R.R Sejak tanggal 23 Juli 1925 R.R. diubah
menjadi I.S. yang termuat dalam Stb 1925 No. 415, yang mulai berlaku
pada tanggal 1 Janiari 1926

3. Penjajahan Tentara Jepang Peraturan pemerintahan Jepang adalah Undang-


Undang No.1 tahun 1942 (Osamu Sirei) yang menyatakan berlakunya
kembali semua peraturan perundang-undangan Hindia Belanda selama tidak
bertentangan dengan kekuasaan Jepang

1.3 Politik Hukum

5
Politik Hukum Berlakunya hukum dalam suatu negara ditentukan oleh Politik
hukum negara yang bersangkutan, disamping kesadaranan hukum masyarakat dalam
negara itu. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan politik hukum hendaknya perlu
diketahui terlebih dahulu arti Politik Hukum. Arti Politik Hukum adalah Suatu jalan
(kemungkinan) untuk memberikan wujud sebenarnya kepada yang dicita-citakan. Dapat
pula dilihat pendapat Padmo Wahyono bahwa Politik Hukum adalah kebijakan dasar
yang menentukan arah, bentuk dan isi hukum yang akan dibentuk. Oleh karena itu
berdasarkan pengertian tersebut, suatu politik hukum memiliki tugasnya meneruskan
perkembangan hukum dengan berusaha membuat suatu ius constituendum menjadi ius
constitutum atau sebagai penganti ius constitutum yang sudah tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan masyarakat. Sedangkan politik hukum berbeda artinya dengn ilmu politik,
sebab ilmu politik memiliki pengertian menyelidiki sampai seberapa jauh batas realisasi
yang dapat melaksanakan cita-citasosial dan kemungkinan apa yang dapat dipakai untuk
mancapai suatu pelaksanaan yang baik dari cita-cita sosial itu. Politik hukum suatu
negara biasanya dicantumkan dalam UndangUndang Dasarnya tetapi dapat pula diatur
dalam peraturan-peraturan lainnya. Politik Hukum dilaksanakan melalui dua segi, yaitu
dengan bentuk hukum dan corak hukum tertentu.

Bentuk hukum itu dapat

1. Tertulis
Aturan-aturan hukum yang ditulis dalam suatu UndangUndang dan
berlaku sebagai hukum positif. Dalam bentuk tertulis ada dua macam
yaitu: Kodifikasi ialah disusunnya ketentuan-ketentuan hukum dalam
sebuah kitab secara sistematik dan teratur dan Tidak dikodifikasikan ialah
sebagai undang-undang saja.
2.Tidak tertulis
Tidak tertulis yaitu aturan-aturan hukum yang berlaku sebagai
hukum yang semula merupakan kebiasaan-kebiasaan dan hukum
kebiasaan

6
2. tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR). Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil, di mana
Presiden berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Para Bapak Bangsa yang meletakkan dasar pembentukan negara Indonesia,
setelah tercapainya kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Mereka
sepakat menyatukan rakyat yang berasal dari beragam suku bangsa, agama,
dan budaya yang tersebar di ribuan pulau besar dan kecil, di bawah payung
Negara.
Corak Hukum dapat ditempuh dengan :
1. Unifikasi yaitu berlakunya satu sistem hukum bagi setiap orang dalam
kesatuan kelompok sosial atau suatu negara
2. Dualistis yaitu berlakunya dua sistem hukum bagi dua kelompok sosial
yang berbeda didalam kesatuan kelompok sosial atau suatu negara. (3)
Pluralistis yaitu berlakunya bermacam-macam sistem hukum bagi
kelompok-kelompok sosial yang berbeda di dalam kesatuan kelompok
sosial atau suatu negara.
3. Pluralistis yaitu berlakunya bermacam-macam sistem hukum
bagikelompok-kelompok sosial yang berbeda di dalam kesatuan
kelompoksosial atau suatu negara.
Di atas telah dijelaskan arti, bentuk, dan corak politik hukum, berikut ini dibahas
Politik Hukum bangsa Indonesia. Keberadaan Hukum di Indonesia sebagaimana telah
dijelaskan diatas sangatlah dipengaruhi oleh keberadaan sejarah hukum. Hal ini dapat
dilihat masih banyaknya undang-undang yang dibuat jaman Hindia Belanda sampai
sekarang masih berlaku. Selain itu, masuknya hukum Islam juga mempengaruhi hukum
di Indonesia, sebagian permasalahan-permasalahan perdata masih menggunakan hukum
Islam. Oleh karen itu, perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana politik Hukum Hindia
Belanda sehingga dapat memahami bagaimana Politik Hukum Indonesia. Keberadaan
Politik hukum Hindia Belanda dapat dilihat berdasarkan berlakunya 3 pokok peraturan
Belanda (sebagaimana dijelaskan diatas) yaitu masa berlakunya AB, RR dan IS
1. Masa Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (A.B)

7
Pada masa berlakunya ABpolitik hukum Pemerinthan penjajahan
Hindia belanda dapat dilihat dalam pembagian golongan dan berlakunya
hukum bagi masing-masing golongan tersebut. Pemerintahan Hindia
Belanda berdasarkan Pasal 5 AB membagi kedalam dua golongan, pasal
ini menyatakan bahwa penduduk Hindia Belanda di bedakan kedalam
Golongan Eropa (berserta mereka yang dipersamakan) dan Golongan
Pribumi (berserta mereka yang dipersamakan dengannya). Sedangkan
hukum yang berlaku bagi masing-asing golongan tersebut diatur didalam
Pasal 9 AB dan Pasal 11 AB. Adapun yang diatur didalam kedua pasal
tersebut adalah (dibawah ini bukan merupakan bunyi pasal melainkan
kesimpulan dari bunyi pasal tersebut):

Pasal 9 AB “Menyatakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum


perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum dagang (yang diberlakukan di
hindia belanda) hanya akan berlaku untuk orang Eropa dan bagi mereka
yang dipersamakan dengannya”.

Pasal 11 AB “Menyatakan bahwa untuk golongan penduduk


pribumi oleh hakim akan diterapkan hukum agama, pranata-pranata dan
kebiasaan orang-orang pribumi itu sendiri, sejauh hukum, pranata dan
kebiasaan itu tidak berlawanan dengan asas-asas kepantasan dan keadilan
yang diakui umum dan pula apabila terhadap orang-orang pribumi itu
sendiri ditetapkan berlakunya hukum eropa atau orang pribumi yang
bersangkutan telah menundukan diri pada hukum eropa”.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka pemerintah penjajahan


Belanda melaksanakan politik hukumnya dengan bentuk hukum tertulis
dan tidak tertulis. Bentuk hukum perdata tertulis ada yang dikodifikasikan
dan terdapat di dalam Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek van
Koophandel (WvK); yang tidak dikodifikasikan terdapat di dalam undang-
undang dan peraturan lainnya yang dibuat sengaja untuk itu. Sedangkan
yang tidak tertulis, yaitu hukum perdata Adat dan berlaku bagi setiap
orang di luar golongan Eropa. Corak hukumnya dilaksanakan dengan

8
dualistis, yaitu satu sistem hukum perdata yang berlaku bagi golongan
Eropa dan satu sistem hukum perdata lain yang berlaku bagi golongan
Indonesia.
Membedakan golongan untuk memberlakukan hukum
perdataberdasarkan sistem hukum dari masing-masing golongan menurut
pasal 11 AB itu sangat sulit dalam pelaksanaannya. Hal ini disebabkan
tidak adanya asas pembedaan yang tegas walaupun ada ketentuan
pembagian golongan berdasarkan pasal 5. Dalam pasal 5 hanya
menyatakan orang Eropa, orang Bumiputra, orang yang disamakan dengan
orang Eropa dan orang yang disamakan dengan orang Bumiputra.

Pembagian golongan menurut pasal 5 hanya berdasarkan kepada


perbedaan agama, yaitu yang beragama Kristen selain orang Eropa
disamakan dengan orang Eropa dan yang tidak beragama Kristen
disamakan dengan orang Indonesia. Karena itu dapat dikatakan bahwa
bagi setiap orang yang beragama Kristen yang bukan orang Eropa
kedudukan golongannya sama dengan orang Eropa, berarti bagi orang
Indonesia Kristen termasuk orang yang disamakan dengan orang Eropa.
Hal ini tentunya berlaku juga bagi orangorang Cina, Arab, India dan
orang-orang lainnya yang beragama Kristen disamakan dengan orang
Eropa. Sedangkan bagi orang-orang yang tidak beragama Kristen selain
orang Indonesia dipersamakan kedudukannya dengan orang bumiputra.

Tetapi karena pasal 10 AB memberikan wewenang kepada


GubernurJenderal untuk menetapkan peraturan pengecualian bagi orang
Indonesia Kristen, maka melalui S. 1848: 10, pasal 3 nya Gubernur
Jenderal menetapkan bahwa “orang Indonesia Kristen dalam lapangan
hukum sipil dan hukurn dagang juga mengenai perundang-undangan
pidana dan peradilan pada umumnya tetap dalam kedudukan hukumnya
yang lama”. Dengan demikian berarti bahwa bagi orang Indonesia Kristen
tetap termasuk golongan orang bumiputra dan tidak dipersamakan dengan
orang Eropa.

9
2. Masa Regering Reglement (R.R.)
Politik hukum pemerintah jajahan yang mengatur tentang
pelaksanaan tata hukum pemerintah di Hindia Belanda itu dicantumkan
dalam pasal 75 RR yang pada asasnya seperti tertera dalam pasal 11 AB.
Sedangkan pembagian penghuninya tetap dalam dua golongan, hanya saja
tidak berdasarkan perbedaan agama lagi melainkan atas kedudukan “yang
menjajah” dan “yang dijajah” Dan ketentuan terhadap pembagian
golongan ini dicantumkan dalam pasal 109 Regerings Reglement. Adapun
yang diatur dalam kedua pasal tersebut adalah (dibawah ini bukan
merupakan bunyi pasal melainkan kesimpulan dari bunyi pasal tersebut):

Pasal 109 RR “Pada pokoknya sama dengan Pasal 5 AB tetapi


orang Pribumi yang beragama Kristen tetap dianggap orang pribumi dan
bagi orang Tionghoa, Arab serta India dipersamakan dengan Bumi
Putera”.

Pasal 75 RR “Menyatakan tetap memberlakukan hukum eropa


bagi orang eropa dan hukum adat bagi golongan lainnya”.

Pada tahun 1920 RR itu mengalami perubahan terhadap beberapa pasal


tertentu dan kemudian setelah diubah dikenal dengar sebutan RR (baru)
dan berlaku sejak tanggal 1 Januari 1920 sampai 1926. Karena itu selama
berlakunya dari tahun 1855 sampai 1926 dinamakan Masa Regerings
Reglement. Sedangkan politik hukum dalam pasal 75 RR (baru)
mengalami perubahan asas terhadal penentuan penghuni menjadi
“pendatang” dan “yang didatangi”. Sedangkan penggolongannya dibagi
menjadi tiga golongan, yaitu golongan Eropa, Indonesia dan Timur Asing.

3. Masa Indische Staatsregeling (I.S.)


Masa Indische Staatsregeling (I.S.) Berlakunya IS dengan
sendirinya telah menghapus berlakunya RR. Politik Hukum Pemerintahan
hindia belanda pasa saat berlakunya IS dapat dilihat dalam Pasal 163 IS

10
dan 131 IS. pada Pasal 163 IS mengatur pembagian golongan, yang pada
intinya seluruh isinya dikutip dari Pasal 109 RR (baru). Sedangakan Pasal
131 IS mengatur hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan
tersebut. Adapun yang diatur dalam kedua pasal tersebut adalah (dibawah
ini bukan merupakan bunyi pasal melainkan kesimpulan dari bunyi pasal
tersebut):

Pasal 163 IS Penduduk Hindia Belanda dibedakan atas tiga golongan,


yakni :

a. Golongan Eropa
b.Golongan Bumi Putera
c.Golongan Timur Asing.
Pasal 131 IS meyatakan beberapa hal yakni :

a.Menghendaki supaya hukum itu ditulis tetap di dalam ordonansi.

b. Memberlakukan hukum belanda bagi warga negara belanda yang tinggal


di hindia belanda berdasarkan asas konkordansi.

c. Membuka kemungkinan untuk unifikasi hukum yakni menghendaki


penundukan bagi golongan bumiputra dan timur asing untuk tunduk
kepada hukum Eropa

d. Memberlakukan dan menghormati hukum adat bagi golongan bumi


putera apabila masyarakat menghendaki demikian. Pembagian golongan
penghuni berdasarkan Pasal 163 IS sebenarnya untuk menentukan sistem-
sistem hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan sebagaimana
tercantum dalam Pasal 131 IS.

Diatas telah dijelaskan politik hukum pada masa penjajahan


belanda, dibawah ini akan dijelasakan politik hukum Indonesia setelah
merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka, setelah
Indonesia merdeka bagaimanakah politik Hukum Indonesia. Untuk
mengetahui keberadaan politik hukum di Indonesia dapat dianalisa

11
berdasarkan berlakunya UndangUndang Dasar di Indonesia. Setelah
Indonesia merdekan sebagai bangsa yang lepas dari penjajahan, maka
sebagai dasar negara dibentuklah UUD 1945 yang mengatur kehidupan
bernegara dan berbangsa Indonesia. Undang-Undang Dasar yang
diberlakukan sampai sekarang ini adalah Undang-Undang Dasar 1945
menurut Dekrit Presiden. Pada umumnya suatu negara mencantumkan
politik hukum negaranya di dalam Undang-Undang Dasar, tetapi ada juga
negara yang mencantumkan politik hukumnya di luar Undang-Undang
Dasar. Bagi negara yang tidak mencantumkan politik hukumnya di
Undang-Undang Dasar biasanya mencantumkan di dalam suatu bentuk
ketentuan lain. UUD 1945 yang berbatang tubuh 37 pasal tidak
mencantumkan tentang politik hukum negara. Hal ini berbeda dengan
UUDS 1950 yang mencantumkan politik hukumnya di dalam Pasal 102,
yang berbunyi:

“Hukum perdata dan hukum dagang, hukum pidana sipil maupun militer,
hukum acara perdata maupun hukum acara pidana, susunan dan
kekuasaan pengadilan diatur dalam undang-undang dalam kitab hukum.
Kecuali jika pengundang-undang menggap perlu untuk mengatur
beberapa hal dalm undang-undang sendiri”.

Berdasarkan Pasal 102 UUDS 1950 arah politik hukum yang


dikehendaki membentuk suatu hukum tertulis yang dikodifikasi. Tetapi
sebagaimana diketahui dasar negara yang digunakan adalah UUD 1945,
maka politik hukum sebagai mana tercantum di dalam Pasal 102 tersebut
tidaklah berlaku.

Oleh karena UUD 1945 tidak mengatur politik hukum maka


didalam pelasanaan hukum berlandasakan kepada Pasal II aturan
peralihan UUD 1945. Di dalam Pasal II aturan peralihan UUD 1945
diatur bahwa “Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih
langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-
Undag Dasar ini”. Ketentuan Pasal II aturan peralihan ini bukan

12
merupakan politik Hukum hanya suatu ketentuan yang memiliki fungsi
untuk mengisi kekosongan hukum. Fungsinya sama dengan pasal 142
UUDS 1950 dan Pasal 192 UUD RIS yang menyatakan tetap berlakunya
peraturan perundangan hukum dan tata usaha yang telah berlaku sebelum
berlakunya UUD saat itu. Dengan adanya Pasal II Aturan Peralihan
kekosongan hukum dapat diatasi, yang berarti bahwa aturan-aturan
hukum yang berlaku pada jaman penjajahan Belanda tetap berlaku
selama belum adanya hukum yang baru. Berlakunya Pasal II aturan
peralihan ini disebut dengan asas konkordansi. Tetapi, walaupun masih
ada peraturan hukum Belanda yang berlaku setelah menjadi negara
merdeka dewasa ini sebenarnya tidak bertujuan seperti penjajah Belanda
pada zamannya, melainkan hanya sebagai alasan “jangan sampai terjadi
kekosongan hukum” saja, sebab kekosongan hukum berarti tidak adanya
suatu pegangan dalam tata tertib hidup. Hal ini akan sangat berbahaya
dibanding melanjutkan berlakunya aturan hukum Belanda walaupun
sudah banyak yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dalam pergaulan
hukum di Indonesia. Karena itu pemerintah terus berusaha mewujudkan
hukum nasional sebagai penggantinya yang dinyatakan secara berencana
melalui politik hukumnya dalam haluan negara. Suatu perumusan politik
hukum yang dinyatakan secara tegas dan bertahap dicantumkan dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

13
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Pengantar tata hukum Indonesia adalah suatu sistem pengetahuan yang
mempelajari tentang hukum-hukum terdapat di Indonesia, sehingga kita dapat
mengenal tentang hukum di Indonesia. Tata hukum tersebut sangat terkait dengan
politik hukum. Pollitik hukum memilki beragam pengertian dari berbagai literatur
ilmiah. Padmo Wahyono mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan dasar yang
menentukan arah, bentuk, maupun isi dari hukum yang di bentuk. Dalam hal ini
kebijakan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum, penerapan hukum,
dan penegakkanya sendiri. Makalah ini dimaksudkan agar kita mempelajari tentang
hukum secara singkat tapi dapat dipahami dengan mudah

14
DAFTAR PUSTAKA

Mohammad Radhie, PRISMA No.6 Tahun Ke-11. 1973

Padmo Wahyono, Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum, Cet. II (Jakarta, PT Ghalia

Indonesia, 1986), halaman 160.

Samidjo, Pengantar Hukum Indonesia, Bandung: Armico, 1985

Sanusi Achmad. Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia. Bandung: Tarsito.

1984

Soediman Kartohadiprodjo. Pengantar Tata Hukum di Indonesia. Jakarta: Pemangunan. 1965

Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 1991

iii

Anda mungkin juga menyukai