Fety Fathimah - Fkik

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 145

GAMBARAN PERILAKU ORANG TUA/PENGASUH DALAM

MEMBERIKAN MAKANAN BERGIZI KEPADA ANAK


TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DI
YAYASAN TEGAK TEGAR WILAYAH JAKARTA TIMUR
TAHUN 2013

Skripsi

FETY FATHIMAH
108101000020

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H / 2014 M
i
ii
iii
iv

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN GIZI

Skripsi Januari 2014

Fety Fathimah, NIM: 108101000020

Gambaran Perilaku Orang Tua/Pengasuh Dalam Memberikan


Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013
xv + 114 halaman, 6 tabel, 5 bagan, 6 lampiran
kata kunci: gizi anak, HIV-AIDS, perilaku orang tua/pengasuh

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala


penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh HIV (Human
Immunodeficiency Virus). Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, hingga bulan Juli 2012 tercatat 5,2% kasus HIV-AIDS diderita
oleh anak. Memburuknya status gizi merupakan resiko tertinggi dari penyakit
HIV/AIDS. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada Februari 2013, 10 anak
yang menjadi sampel memiliki asupan energi yang kurang dari asupan yang dianjurkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang melandasi perilaku
orang tua dalam upaya memberikan makanan bergizi kepada anak terinfeksi HIV-AIDS
di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur menggunakan theory of planned
behavior dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan selama bulan April –
Oktober 2013 kepada 5 orang tua/pengasuh anak HIV-AIDS. Wawancara mendalam dan
observasi digunakan dalam pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan di rumah
responden penelitian.
Hasil penelitian menunjukan masih terdapat anak yang kebutuhan gizinya kurang
terpenuhi. Perceive behavior control memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku
orang tua/pengasuh. Terlihat rendahnya perceive behavior control dan niat orang
tua/pengasuh mempengaruhi pemberian makanan bergizi anak meskipun sikap orang
tua/pengasuh baik dan orang tua yakin bahwa orang disekitarnya akan mendukung
perilaku mereka.

Daftar bacaan: (58)

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE


PUBLIC HEALTH MAJOR
v

NUTRITION DEPARTMENT

Undergraduate Thesis, Januari 2013

Fety Fathimah, NIM: 108101000020

Gambaran Perilaku Orang Tua/Pengasuh Dalam Memberikan


Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013
xv + 114 pages, 6 table, 5 diagram, 8 attachment
keywords: child nutrition, HIV-AIDS, parent/caregiver behavior

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) is a collection of symptoms of


diseases caused by the immune system by HIV (Human Immunodeficiency Virus).
According to the Directorate General of Disease Control and Environmental Health, as
of July 2012 reached 5.2% of HIV-AIDS cases suffered by children. The worsening of
the nutritional status is the highest risk of HIV / AIDS. Based on a preliminary study
conducted in February 2013, 10 children sampled had energy intake less than the
recommended.
This study aims to determine the factors underlying the behavior of parents effort
to provide nutritious food to children infected with HIV-AIDS in Yayasan Tegak Tegar
East Jakarta. This study using theory of planned behavior and a qualitative approach.
This research was conducted during April - October 2013 to 5 parent / nannys of child
with HIV-AIDS. In-depth interviews and observations used in data collection. Data
collection was conducted in the study respondents.
The results showed there is still a lack nutritional needs of children are met.
Perceive behavior control has considerable influence on the behavior of the parents /
nannys. Looks perceive control behavior and intentions of parents / nannys are low, that
affect for child nutrition feeding despite the attitude of parents / nannys and both parents
can be assured that the people around him will support their behavior.
vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

PERSONAL DATA

Nama : Fety Fathimah Al Mubarokah

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 13 Maret 1990

Umur : 24 Tahun

Status Menikah : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. H. Baping Rt. 004 RW. 09 No. 33 Ciracas,

Jakarta Timur

Nomor Telepon/HP : 021-8412156/ 089613090377

PENDIDIKAN FORMAL

1994 – 1995 : TK Islam Bustanul Haq, Jakarta Timur

1995 – 2001 : SDN 07 Ciracas, Jakarta Timur

2001 – 2004 : MTS Darul Marhamah, Bogor

2004 – 2007 : SMA Islam PB. Soedirman, Jakarta Timur

2008 – 2013 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta


vii

KATA PENGANTAR

Haturan puji serta syukur tak habis tercurah kepada Rabb Semesta Alam, Allah
SWT, dengan kasih dan sayang-Nya mencurahkan ilmu, kekuatan serta kesabaran
sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Allahumma Sholli „ala sayyidinaa
Muhammad.
Skripsi berjudul “Gambaran Perilaku Orang Tua/Pengasuh Dalam Memberikan
Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus Di Yayasan
Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013” dibuat sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).
Diatas ketidaksempurnaan penulis sebagai manusia, penulis menyadari banyak
pihak yang mendoakan, mendukung, memotivasi dan membantu terselesaikannya skripsi
ini. Untuk itu haturan terima kasih ingin penulis ucapkan kepada:

1. Mamah dan Apah tersayang, terkasih, tercinta yang selalu melantunkan doa untuk
anak-anaknya dalam setiap simpuhnya. Terima kasih atas kesabarannya,
dukungannya, nasihatnya, dan segalanya.
2. Teteh, Aa, Uvi, Ade, Abang atas dukungan, doa dan kontrolingnya. My little
monster: Kaisah, Afiqah, Zabir untuk hiburan pelepas penat.
3. Bapak Prof. Dr. dr. M. K Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
4. Ibu Febrianti, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masayarakat UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta
5. Ibu Raihana Nadra Alkaff, M.MA, selaku pembimbing yang memberikan banyak
masukan dan motivasi dalam mengerjakan skripsi ini.
6. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS, yang juga banyak membimbing, mendukung, dan
memotivasi saya untuk tidak kembali „menghilang‟.
7. Ibu Minsarnawati, terima kasih untuk pelukan hangat dan dukungannya.
8. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syaruf Hidayatullah
Jakarta untuk perjuangan membagi ilmunya yang sangat berharga.
9. Mba yanti, mba udur, mba jimmy untuk komunikasi dan persaudaraan yang baru
dan baik.
10. Sahabat setia: Oki Namiral, kaka eva terima kasih banyak untuk support, curhatan,
dukungan semua-semuanya dan ngga pernah bosennyanya.
11. Uni Reni dan Uda Fajri untuk tumpangan kos-nya, mba mega, mas ansor untuk
pecutannya, mas ryan untuk laptop dan kemudahan akses inetnya, Dina Isnanda
untuk printer, support, dan jalan-jalannya.
viii

12. Mba Fit, Erni, ka takim untuk bimbingannya, Titi, Iin, Dita, Falih, Inggar, semua
temen-temen Kesmas 2008 dan temen-temen PAMI yang turut mendoakan, kasih
masukan dan mencoba membantu selama pengerjaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih kurang dari
sempurna, sehingga sangat diharapkan saran dan masukannya untuk hasil yang lebih
baik di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak.

Jakarta, Januari 2014

Penulis
ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………………………. i


LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………………………. ii
ABSTRAK …………………………………………………………. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………………………………. vi
DAFTAR ISI …………………………………………………………. ix
DAFTAR TABEL …………………………………………………………. xiii
DAFTAR BAGAN …………………………………………………………. xiv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………. xv
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………. 4
1.3 Pertanyaan Penelitian …………………………………………………………. 5
1.4 Tujuan …………………………………………………………. 5
1.4.1 Tujuan Umum …………………………………………………………. 5
1.4.2 Tujuan Khusus …………………………………………………………. 5
1.5 Manfaat Penelitian …………………………………………………………. 6
1.5.1 Manfaat Bagi Institusi ……………………………………………………. 6
1.5.2 Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya ……………………………………… 6
1.6 Ruang Lingkup Penelitian …………………………………………………… 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………... 8
2.1 Pengertian HIV-AIDS …………………………………………………………. 8
2.1.1 Pengertian HIV …………………………………………………………. 8
2.1.2 Pengertian AIDS …………………………………………………………. 9
2.2 HIV-AIDS pada Anak …………………………………………………………. 10
2.3 Gizi Anak …………………………………………………………. 11
2.3.1 Masalah Gizi Anak …………………………………………………………. 12
x

2.4 Gizi Anak HIV-AIDS …………………………………………………………. 13


2.4.1 Kebutuhan Gizi Anak HIV dan Fungsi Zat Gizi untuk Anak HIV ………. 13
2.4.2 Masalah Gizi Pada Anak HIV ………………………………………………… 16
2.5 Pengaruh Orang Tua/Pengasuh Terhadap Asupan Gizi Anak …………………. 17
2.6 Perilaku Manusia …………………………………………………………. 18
2.7 Teori Perilaku …………………………………………………………. 19
2.7.1 Teori Perilaku Terencana (Theoy of Planned Behavior) ……………… 21
2.7.1.1 Sikap …………………………………………………………. 26
2.7.1.1.1 Definisi Sikap ……………………………………………….. 26
2.7.1.1.2 Anteseden Sikap ………………………………………………. 27
2.7.1.2 Norma Subjektif …………………………………………………………. 28
2.7.1.2.1 Definisi Norma Subjektif ……………………………………….. 28
2.7.1.2.2 Anteseden Norma Subjektif ……………………………………….. 29
2.7.1.3 Persepsi Kontrol Perilaku ………………………………………….. 29
2.7.1.3.1Definisi Persepsi Atas Kontrol Perilaku ………………………….. 29
2.7.1.3.2 Anteseden Persepsi Atas Kontrol Perilaku ……………………….. 30
2.7.1.4 Niat …………………………………………………………. 31
2.7.1.4.1 Definisi Niat …………………………………………………… 31
2.8 Penilaian Konsumsi Makan ………………………………………………….. 32
2.9 Penilaian Kebutuhan …………………………………………………………. 34
Energi Pada Orang Sakit
2.10 Kerangka Teori …………………………………………………………. 35
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………... 37
3.1 Kerangka Konsep …………………………………………………………. 37
3.2 Definisi Istilah …………………………………………………………. 38
BAB IV METODELOGI PENELITIAN ……………………………………………. 40
4.1 Desain Penelitian …………………………………………………………….. 40
4.2 Waktu danTempat Penelitian ………………………………………………….. 40
xi

4.3 Metode Pengumpulan data …………………………………………………. 40


4.3.1 Wawancara Mendalam …………………………………………………. 41
4.3.2 Observasi …………………………………………………. 42
4.3.3 Telaah Dokuman …………………………………………………. 42
4.4 Informan Penelitian …………………………………………………. 43
4.4.1 Informan Utama …………………………………………………. 43
4.4.2 Informan Pendukung …………………………………………………. 43
4.5 Instrumen Penelitian ………………………………………………….. 44
4.6 Pengolahan dan Analisis Data …………………………………………………. 44
4.7 Validasi Data …………………………………………………. 45
BAB V HASIL …………………………………………………. 48
5.1 Gambaran Umum Yayasan Tegak Tegar ………………………………………. 48
5.1.1 Visi Yayasan Tegak Tegar ………………………………………………. 48
5.1.2 Misi Yayasan Tegak Tegar ………………………………………………. 48
5.1.3 Susunan Kepengurusan …………………………………………………. 49
5.1.4 Program dan Kegiatan …………………………………………………. 50
5.2 Karakteristik Informan …………………………………………………. 50
5.2.1 Informan Utama 50
5.2.2 Informan Pendukkung 52
5.3 Gambaran Faktor Latar Belakang Orang Tua/Pengasuh …………………….. 53
Terhadap Pemberian Makanan Bergizi
5.4 Gambaran Sikap Orang tua/Pengasuh terhadap Pemberian ….…………………. 55
Makanan Begizi
5.5 Gambaran Norma Subjektif Orang tua/Pengasuh terhadap …………………… 56
Pemberian Makanan Begizi
5.6 Gambaran Persepsi Atas Kontrol Perilaku Orang …………………… 60
tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan Begizi
5.7 Gambaran Niat Orang tua/Pengasuh terhadap Pemberian …………………… 64
Makanan Begizi
xii

5.8 Gambaran Perilaku Orang tua/Pengasuh terhadap …………………… 65


Pemberian Makanan Begizi
BAB VI PEMBAHASAN .………………………………………………….
6.1 Sikap Orang Tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan ……………………. 70
Begizi
6.2 Norma Subjektif Orang Tua/Pengasuh terhadap …………………… 72
Pemberian Makanan Begizi
6.3 Persepsi Atas Kontrol Perilaku Orang Tua/Pengasuh …………………… 77
terhadap Pemberian Makanan Begizi
6.4 Niat Orang Tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan …………………….. 81
Begizi
6.5 Perilaku Orang Tua/Pengasuh terhadap Pemberian ……………………. 83
Makanan Begizi
6.6 Kontribusi Sikap, Norma Subjektif, Persepsi Atas Kontrol …………………….. 86
Perilaku dan Niat Dalam Terbentuknya Perilaku Orang
Tua/Pengasuh Terhadap Pemberian Makanan Bergizi
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………….. 90
7.1 Simpulan …………………………………………………………. 90
7.2 Saran …………………………………………………………. 91
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

2.1 Faktor Aktivitas dan Faktor Trauma atau Stres untuk 34


Menetapkan Kebutuhan Energgi Orang Sakit
3.1 Definisi Istilah 36

4.1 Metode Triangulasi 46

5.1 Karakteristik Informan Utama 51

5.2 Keterpanuhan Asupan Zat Gizi Makro pada Anak HIV 63

5.3 Keterpenuhan Asupan Vitamin dan Mineral pada Anak 66

HIV
xiv

DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Halaman

2.1 Theory of Planned Behavior 24

2.2 Kerangka Teori 35

3.1 Kerangka Konsep Penelitian 36

5.1 Struktur Kepengurusan Yayasan Tegak Tegar 49

6.1 Kontribusi sikap, norma subjektif, persepsi atas 83


kontrol perilaku, dan niat orang tua/pengasuh terhadap
perilaku orang tua
xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permohonan Menjadi Informan

Lampiran 2 Persetujuan Menjadi Informan

Lampiran 3 Pedoman Wawancara Orang tua/pengasuh

Lampiran 4 Pedoman Wawancara pengurus yayasan

Lampiran 5 Verbatim

Lampiran 6 Matriks Wawancara

Lampiran 7 Matriks Observasi

Lampiran 8 Perhitungan Gizi anak HIV


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh HIV (Human

Immunodeficiency Virus). AIDS merupakan penyakit yang sangat berbahaya,

karena mempunyai Case Fatality Rate 100% dalam waktu 5 – 20 tahun, artinya

dalam waktu 5 – 20 tahun setelah terdiagnosa AIDS semua penderita akan

meninggal (Depkes, 2000). Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit

dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), pada laporan triwulan hingga bulan Juli

2012 kasus AIDS sebesar 5,2% kasus terjadi pada anak usia 0 – 14 tahun.

Kasus HIV/AIDS pada anak tidak bisa dianggap remeh karena menurut

Saloojee dan Violari (2001), terdapat perbedaan perjalanan penyakit pada anak

dan dewasa. Progresifitas penyakit HIV pada anak lebih cepat dibandingkan

dengan orang dewasa. Menurut Tindyebwa, dkk (2011), lebih dari 280.000 anak

dengan usia kurang dari 15 tahun meninggal karena AIDS pada tahun 2008.

Memburuknya status gizi merupakan resiko tertinggi dari penyakit HIV/AIDS.

Kehilangan berat badan dan keadaan kurang gizi mempengaruhi perkembangan

penyakit, meningkatkan kesakitan dan mengurangi usaha tubuh untuk melawan

penyakit karena melemahnya imunitas disebabkan oleh malnutrisi (Hsu, 2006).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada Februari 2013 oleh

peneliti kepada sepuluh anak yang terinfeksi HIV, kesepuluh anak tersebut

1
2

memiliki konsumsi energi yang kurang dari yang dianjurkan. Melihat hal tersebut,

perlu kiranya melihat bagaimana perilaku orang tua/ pengasuh dalam memberikan

makanan kepada anak yang terinfeksi HIV. Kurangnya asupan gizi yang terjadi

pada anak dengan HIV/AIDS tidak lepas dari perilaku pemberian makan atau pola

makan orang tua dan keluarga. Menurut Almatsier (2011), orang tua/ pengasuh/

saudara mempengaruhi ketersedian makan, pengetahuan gizi, harapan dan jumlah

makanan yang hendak dimakan, serta kandungan zat gizi dari makanan yang

ditawarkan.

Salah satu perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku gizi, dimana

terjadi suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan

dengan makanan dan minuman (Skiner dalam Notoatmodjo, 2007). Menurut

Gibney dkk (2009), salah satu teori yang telah digunakan secara luas dalam

penelitian pemilihan makanan adalah theory reasoned action yang telah

dikembangkan menjadi theory of planned behavior. Theory of planned behavior

digunakan untuk meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh motivational

terhadap perilaku yang bukan dibawah kendali atau keinginan inidividu sendiri

(Achmat, 2010). Salah satu penelitian di bidang kesehatan yang didasarkan pada

TPB telah digunakan pada penelitian untuk menganalisa faktor-faktor yang

mempengaruhi terbentuknya perilaku konsumsi makanan berserat pada

mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dilakukan oleh Farhatun

(2012). Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa persepsi atas kontrol perilaku

memiliki kontribusi paling besar diantara variabel Theory of planned behavior

lainnya.
3

Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) (2003), LSM

memiliki peran penting dalam penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia karena

dapat menjangkau orang-orang dan kelompok dengan kebutuhan khusus antara

lain kelompok remaja, agama, wanita, profesi, ODHA yang biasanya sulit

terjangkau oleh pemerintah. Salah satu LSM yang mendampingi anak terinfeksi

HIV-AIDS adalah Yayasan Tegak Tegar. Wilayah Jakarta Timur merupakan

salah satu wilayah yang menjadi cakupan pendampingan Yayasan Tegak Tegar.

Tercatat 17 anak terinfeksi HIV yang berdomisili di wilayah Jakarta Timur yang

menjadi anggota di Yayasan Tegak Tegar.

Berdasarkan Laporan Perkembangan HIV-AIDS, Triwulan II, Tahun 2012,

dapat dilihat bahwa Jakarta Timur memiliki jumlah kasus HIV terbesar kedua

diantara 5 wilayah Jakarta lainnya dengan 417 kasus HIV. Jakarta Timur juga

daerah yang memiliki layanan konseling dan tes HIV terbanyak diantara 5

wilayah Jakarta lainnya dengan jumlah 13 tempat pelayanannya yang terdiri dari

rumah sakit, puskesmas, puskesmas cabang dan PKBI.

Penelitian untuk mengetahui perilaku orang tua/ pengasuh dalam pemberian

makan kepada anak HIV belum pernah dilakukan sebelumnya. Padahal

berdasarkan studi pendahuluan yang pernah dilakukan, sepuluh anak yang

menjadi sampel memiliki keterpenuhan asupan gizi yang kurang. Sedangkan

kasus HIV-AIDS pada anak tidak bisa diremehkan karena keadaan kurang gizi

mempengaruhi perkembangan penyakit. Untuk itu, anak dengan HIV-AIDS

memerlukan asupan lebih dari anak yang tidak terinfeksi. Keterpenuhan asupan

makan ini tidak lepas dari pengaruh orang tua/pengasuh. Berdasarkan hal
4

tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang

melandasi perilaku orang tua/ pengasuh dalam pemberian makanan bergizi

kepada anak terinfeksi HIV. Untuk mengetahui latar belakang perilaku orang

tua/pengasuh tersebut, peneliti menggunakan theory of planned behavior.

1.2 Rumusan Masalah

Pada anak terinfeksi HIV, kehilangan berat badan dan keadaan kurang gizi

sangat mempengaruhi dalam perkembangan penyakit, peningkatan kesakitan dan

penurunan usaha tubuh untuk melawan penyakit karena melemahnya imunitas.

Salah satu faktor yang mempengaruhi keterpenuhan gizi anak adalah perilaku

orang tua/pengasuh dalam memberikan makanan bergizi kepada anak terinfeksi

HIV. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan, diketahui bahwa

sepuluh anak terinfeksi HIVyang menjadi sampel memiliki asupan gizi yang

kurang dari Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan. Oleh karena itu, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang melandasi

perilaku orang tua/ pengasuh dalam memberikan makan kepada anak dengan HIV

menggunakan theory of planned behavior yang merupakan teori perilaku tingkat

intrapersonal atau individual.

Penggunaan theory of planned behavior ini karena teori ini dikembangkan

untuk memprediksi perilaku-perilaku yang tidak di bawah kendali individu atau

memahami pengaruh-pengaruh motivational terhadap perilaku yang bukan

dibawah kendali atau kemauan individu sendiri.


5

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran perilaku pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi

HIV?

2. Bagaimana gambaran sikap pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi

HIV ?

3. Bagaimana gambaran norma subjektif pemberian makanan bergizi pada anak

terinfeksi HIV ?

4. Bagaimana gambaran persepsi kontrol perilaku pemberian makanan bergizi

pada anak terinfeksi HIV ?

5. Bagaimana gambaran niat pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi

HIV ?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Didapatkannya gambaran mengenai perilaku serta faktor yang

melandasi perilaku pemberian makanan bergizi yang dilakukan oleh orang

tua/ pengasuh kepada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar wilayah

Jakarta Timur dengan mengunakan theory of planned behavior.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran perilaku pemberian makanan bergizi pada anak

terinfeksi HIV.

2. Diketahuinya gambaran sikap pemberian makanan bergizi pada anak

terinfeksi HIV.
6

3. Diketahuinya gambaran norma subjektif pemberian makanan bergizi pada

anak terinfeksi HIV.

4. Diketahuinya gambaran persepsi kontrol perilaku pemberian makanan

bergizi pada anak terinfeksi HIV.

5. Diketahuinya gambaran niat pemberian makanan bergizi pada anak

terinfeksi HIV.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Bagi Institusi (Yayasan Tegak Tegar)

a. Memberikan informasi tentang faktor-faktor yang melandasi

terbentuknya perilaku pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi

HIV/AIDS berdasarkan theory of planned behavior.

b. Hasil analisa penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan

dalam pengambilan keputusan oleh pihak terkait.

1.5.2 Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Memperoleh wawasan dan pengetahuan baru dalam ilmu kesehatan

masyarakat, khususnya masalah gizi pada anak yang terinfeksi HIV.

b. Sebagai bahan untuk penelitian lanjutan dan dapat dijadikan data

pembanding pada penelitian dengan topik yang sama.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan untuk

mendapatkan gambaran mengenai perilaku serta faktor yang melandasi

terbentuknya perilaku orang tua/ pengasuh dalam memberikan makanan bergizi


7

pada anak terinfeksi HIV/AIDS menggunakan theory of planned behavior.

Penelitian dilakukan pada bulan April – Oktober 2013.

Pengambilan data primer dari beberapa sumber informan dengan teknik

wawancara mendalam serta observasi pada orang tua/ pengasuh yang mempunyai

anak terinfeksi HIV yang berdomisili di Jakarta Timur. Penelitian ini

menggunakan instrument penelitian berupa pedoman wawancara semistruktur

sesuai dengan theory of planned behavior serta food recall 24 jam dan pedoman

observasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian HIV-AIDS

2.1.1 Pengertian HIV

Human Immunodeficiency Syndrome (HIV) adalah retrovirus yang

termasuk golongan virus RNA (Ribonucleic Acid) dimana virus menggunakan

RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik. Disebut retrovirus karena

memiliki enzim reverse trancriptase, sehingga memungkinkan virus

mengubah informasi genetiknya yang berada dalam RNA ke dalam bentuk

DNA (Deoxyribonucleic Acid) yang kemudian diintegrasikan ke dalam

informasi genetik sel limfosit yang diserang. Dengan demikian HIV dapat

memanfaatkan mekanisme sel limfosit untuk mengkopi dirinya menjadi virus

baru yang mempunyai ciri- ciri HIV (Depkes, 2006).

Virus ini menyerang sistem imun manusia yaitu menyerang limfosit T

helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya. Limfosit T memiliki

fungsi sebagai penghasil zat kimia yang berperan sebagai perangsang

pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan

pembentukan antibodi. Sehingga jika virus sudah menyerang limfosit T, yang

terganggu bukan hanya fungsi limfosit T tetapi juga limfosit B, monosit,

makrofag dan sebagainya.

8
9

2.1.2 Pengertian AIDS

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV. Penderita infeksi HIV

dinyatakan sebagai penderita AIDS ketika menunjukan gejala atau penyakit

tertentu yang merupakan akibat penurunan daya tahan tubuh yang disebabkan

virus HIV atau tes darah yang menunjukan jumlah CD4 < 200/mm3 (Depkes,

2006). Berdasarkan pedoman terapi ARV tahun 2011, ODHA tanpa gejala

klinis (stadium klinis 1) dan belum pernah mendapatkan ARV dianjurkan

mulai menjalani terapy ARV bila jumlah CD4 ≤ 350 sel/mm3.

Orang dengan HIV akan mengalami fase dimana tidak ada gejala

penyakit dan penderita tampak sehat sehingga dapat melakukan aktivitas fisik

secara normal namun dapat menularkan virus kepada orang lain. Fase ini

disebut fase asimtomatik. Setelah melalui fase tanpa gejala, memasuki fase

simtomatik, akan timbul gejala- gejala pendahuluan seperti demam,

pembesaran kelenjar limfa, yang kemudian diikuti oleh infeksi oportunistik.

Dengan adanya infeksi oportunistik maka perjalanan penyakit telah memasuki

stadium AIDS. Fase simtomatik ini rata- rata berlangsung selama 1,3 tahun

yang berakhir dengan kematian (Kemenkes, 2011).

Sampai saat ini masih belum ditemukan obat untuk menyembuhkan

penyakit HIV. Namun sudah ditemukan obat yang dapat menghambat

perkembangbiakan HIV. Pengobatan ARV ini terbukti bermanfaat

memperbaiki kualitas hidup, menjadikan infeksi oportunistik menjadi lebih


10

jarang ditemukan dan lebih mudah diatasi sehingga menekan morbiditas dan

mortalitas dini (Depkes, 2006).

2.2 HIV-AIDS pada Anak

Kasus AIDS pada anak pertama kali dilaporkan ke Center for Disease

Control and Prevention (CDC) pada tahun 1982. Dilaporkan hampir 9.000 anak

dengan usia di bawah 13 tahun menderita AIDS dan 5.000 anak kurang dari 15

tahun meninggal karena AIDS. Sebesar 91% kasus AIDS pada anak disebabkan

oleh perinatal transmission dan hampir menjadi penyebab terjadinya kasus baru

HIV pada anak (King, dkk, 2004). Presentase penularan HIV dari ibu ke bayi

cukup besar yaitu 25 – 45%. Selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian

ASI sampai 24 bulan memiliki resiko penularan HIV sebesar 30 – 45%

(Hasnawaty, 2011).

Terdapat perbedaan perjalanan penyakit HIV pada anak dan orang

dewasa. Anak dengan HIV memiliki progresivitas penyakit HIV lebih cepat

dibandingkan orang dewasa, anak juga memiliki jumlah virus lebih banyak

dibandingkan dengan orang dewasa, infeksi oporunistik juga sering muncul

sebagai penyakit primer dengan perjalanan penyakit yang lebih agresif karena

berkurangnya sistem imunitas tubuh (Saloojee & Violari, 2001).

Pada anak HIV, lazim ditemukan abnormalitas metabolisme dan

pertumbuhan. Sejumlah penelitian yang dilakukan pada anak-anak di Amerika

dan Afrika menunjukan bahwa, pertumbuhan yang buruk menjadi indikator

perkembangan penyakit dan menjadi faktor resiko terjadinya kematian. Sehingga


11

penting bagi anak HIV untuk mempertahankan kondisi tubuh mereka dari

keparahan penyakit dengan mengonsumsi zat gizi penting (Arpadi, 2005).

2.3 Gizi Anak

Masa yang terentang antara usia satu tahun sampai remaja boleh dikatakan

sebagai periode laten karena pertumbuhan fisik berlangsung tidak sedramatis

ketika masih berstatus bayi. Di tahun pertama kehidupan, panjang bayi bertambah

50%, tetapi tidak berlipat setelah usia bertambah sampai 4 tahun (Arisman, 2009).

Kondisi yang khas dan permasalahan pada anak usia 3-5 tahun adalah anak

mulai ingin mandiri. Dalam hal makanan pun anak usia ini bersifat sebagai

konsumen aktif. Artinya, mereka dapat memilih dan menentukan sendiri makanan

yang ingin dikonsumsi. Pada usia ini kerap terjadi anak menolak makanan

yangtidak disukai dan hanya mau mengonsumsi makanan favoritnya. Aktivitas

bermain juga kadang membuat anak menunda waktu makan. Jika orang tua tidak

memperhatikan, bisa saja anak baru minta makan menjelang waktu tidur saat ia

telah lelah beraktivitas seharian dan baru merasa lapar. Padahal, usia balita cukup

rawan karena pertumbuhan dan perkembangan diusia ini akan menentukan

perkembangan fisik dan mental anak diusia remaja dan ketika dewasa (Kurniasih,

2010). Arisman (2009) menambahkan, perkembangan mental anak dapat dilihat

dari kemampuannya mengatakan “tidak” terhadap makanan yang ditawarkan.

Pada banyak penelitian dilaporkan bahwa pada usia ini anak hanya mau makan

satu jenis makanan selama berminggu-minggu.


12

Menginjak kelompok usia selanjutnya, 6-9 tahun, anak mulai memiliki

aktivitas di luar rumah lebih banyak. Seperti sekolah, bermain, olah raga, dan lain

sebagainya sehingga anak memerlukan energi lebih banyak. Waktu yang lebih

banyak digunakan bersama teman dapat mempengaruhi jadwal makan anak,

bahkan terhadap pola makannya. Sehinga pada usia ini pola makan anak masih

peru diperhatikan karena gizi yang baik pada usia sekolah menjadi landasan bagi

ststus gizi, kesehatan dan stamina optimal pada usia selanjutnya.

Usia 10-15 tahun dikenal dengan masa pertumbuhan cepat, tahap pertama

dari serangkaian perubahan menuju kematangan fisik dan seksual. Selain itu,

cirri-ciri sek sekunder semakin tampak, serta terjadi perubahan yang signifikan

dalam kematanan psikologis dan kognitif. Dengan cirri spesifik itu, kebutuhan

energi dan zat gizi di usia remaja ditujukan untuk deposisi jaringan tubuhnya.

Seiring dengan meningkatnya aktivitas fisik, remaja umumnya mempunyai nafsu

makan lebih besar sehingga sering mencari makanan tambahan, misal jajan diluar

waktu makan. Remaja pun menyukai makanan yang padat energi, yaitu manis dan

berlemak (Kurniasih, 2010).

2.3.1 Masalah Gizi Anak

Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari

ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi, yaitu asupan yang

melebihi keluaran atau sebaliknya, disamping kesalahan dalam memilih bahan

makanan untuk disantap. Buah dari ketergangguan ini utamanya berua

penyakit kronis, berat badan lebih atau kurang, pica, karies dentis, serta alergi

(Arisman, 2009).
13

Menurut Novita (2011), masalah kesehatan yang muncul pada fase

anak-anak misalnya, kesulitan anak untuk makan karena terobsesi ingin main,

asupan gizi yang tidak seimbang, rentannya fisik anak, dan ancaman

keracunan akibat dari kebiasaan makan di luar. Pertumbuhan dan

perkembangan fisik dan sosial anak dibaca sebagai bagian dari peran nyata

orang tua dalam memberikan pelayanan kepada anak-anaknya. Seorang anak

yang kurang gizi, sesungguhnya menjadi bukti lemahnya peran orang tua

dalam memberikan asupan yang seimbang dan berkualitas.

Kurniasih (2010) dalam hal ini menyarankan orang tua untuk kreatif

“membujuk” anak agar mau makan makanan bervariasi dan bergizi sesuai

kebutuhannya. Orang tua disarankan memperkenalkan beraneka ragam

makanan sejak dini kepada anak. Orang tua juga dianjurkan untuk mencukupi

kebutuhan akan camilan sehat di rumah. Selain sehat, makanan dari rumah

juga terjamin lebih sehat dan aman.

2.4 Gizi Anak HIV-AIDS

2.4.1 Kebutuhan Gizi Anak HIV dan Fungsi Zat Gizi untuk Anak HIV

Berdasarkan WHO (2003), asupan gizi yang cukup adalah cara yang

dapat dicapai dengan mengkonsumsi asupan makanan yang sehat dan

seimbang. Hal ini penting untuk kesehatan dan kelangsungan hidup semua

individu tanpa memperhatikan status HIV.

Secara substansial, pangan yang dikonsumsi setiap hari terdiri atas

protein, karbohidrat, lemak serta alkohol yang dioksidasi untuk menghasilkan


14

energi. Protein, karbohidrat dan lemak, tentu saja sangat heterogen, dan

tampaknya campuran dari „bahan bakar‟ ini mempengaruhi fungsi jangka

panjang manusia (Siagian, 2010).

Energi dibutuhkan lebih banyak pada penderita HIV guna menjaga

berat badan dan aktivitas fisik juga pertumbuhan. Kebutuhan energi untuk

anak HIV lebih besar 10% dari anak yang tidak terinfeksi HIV. Bahkan untuk

anak yang mengalami penurunan berat badan dibutuhkan tambahan asupan

energi sebesar 50 – 100% dari asupan energi untuk anak tanpa HIV.

Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi yang memiliki

peranan utama sebagai penyedia glukosa bagi sel-sel tubuh yang kemudian

diubah menjadi energi. Jaringan tertentu hanya memperoleh energi dari

karbohidrat seperti sel darah merah serta sebagian besar otak dan sistem saraf.

Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 Kkal energi. Kekuranga asupan

karbohidrat selain menyebabkan kurangnya asupan energi, kekurangan

karbohidrat juga menyebabkan pertumbuhan terganggu, ketidakseimbangan

natrium, PH cairan tubuh menurun dan dehidrasi (Almatsier, 2009).

Zat gizi penting lainnya dalah protein. Protein merupakan bagian

terbesar tubuh sesudah air. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat

gizi dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein. Protein

mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yiatu

membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh.fungsi protein

lainnya yang sangat penting adalah pembentukan antibodi. Tinginya tingkat

kematian pada anak-anak yang menderita gizi kurang kebanyakan disebakan


15

oleh menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi karena

ketidakmampuannya membentuk antibodi dalam jumlah yang cukup

(Almatsier, 2009).

Asupan protein untuk penderita HIV lebih besar dibandingkan dengan

mereka yang tidak terinfeksi. Sebesar 12 – 15% protein dibutuhkan dari total

asupan energi yang dibutuhkan. Sedangkan untuk asupan lemak, belum ada

penelitian bahwa ada tambahan asupan lemak untuk penderita HIV.

Zat gizi penting penghasil energi lainnya adalah lemak. 1 gram lemak

menghasilkan 9 Kkal energi. Sebagai simpanan lemak, lemak merupakan

cadangan energi tubuh paling besar. Simpanan lemak ini berasal dari

konsumsi karbohidrat, protein dan lemak yang berlebihan. Selain sebagai

sumber energi terbesar, lemak memiliki fungsi memelihara suhu tubuh,

sebagai alat angkut vitamin larut lemak, dan pelindung organ tubuh

(Almatsier, 2009).

Meskipun menurut WHO (2003), belum ada penelitian yang

menyatakan lemak dibutuhkan lebih oleh orang yang terinfeksi HIV namun,

lemak dibutuhkan untuk mereka yang sedang menjalani terapi antiretroviral

atau mengalami diare berkepanjangan. Menurut Almatsier (2004), lemak yang

dibutuhakan untuk penderita HIV adalah dalam jumlah yang cukup yaitu 10-

25% dari kebutuhan energi total. Jenis lemak disesuaikan dengan toleransi

pasien.

Selain asupan zat gizi makro, zat gizi mikro juga perlu diperhatikan

guna pengobatan dan menjaga kondisi penderita HIV. Sebuah penelitian


16

menyarankan penambahan asupan beberapa vitamin untuk meningkatkan

imunitas, seperti vitamin B kompleks, vitamin C dan E. Menurut Almatsier

(2004), syarat diet HIV-AIDS membutuhkan vitamin dan mineral tinggi yaitu

1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi (AKG), terutama vitamin A, B12, C,

E, folat, kalsium, magnesium, seng dan selenium.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pemenuhan asupan gizi

dapat membantu anak terinfeksi HIV dengan status gizi kurang dalam

penyembuhan dari diare akut (Arpadi, 2005).

Menurut Arpadi (2011) , asupan gizi yang baik merupakan kunci dari

gaya hidup yang sehat untuk anak dengan HIV/AIDS. Asupan gizi yang

optimal akan membantu mendorong fungsi imunitas, memaksimalkan terapi

Antiretroviral mengurangi resiko terkena penyakit kronis, serta membantu

untuk mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik (Jama, 2010).

2.4.2 Masalah Gizi pada Anak HIV

Menurut Arpadi (2005), abnormalitas pada pertumbuhan dan

metabolisme sangat lazim terjadi pada anak yang terinveksi HIV. Lambatnya

pertumbuhan adalah manifestasi awal dari infeksi HIV pada anak yang akan

mempengaruhi kelangsungan hidup anak dengan HIV tersebut.

Terlambatnya pertumbuhan dan berkurangnya massa lemak bebas

sangat signifikan mempengaruhhi kelangsungan hidup. Kegagalan atau

terlambatnya pertumbuhan pada anak HIV seringkali disebabkan oleh

penyakit dan keadaan sekuder yang menyertai infeksi HIV. Penyebab


17

sekunder dari infeksi HIV adalah asupan makan yang tidak mencukupi, diare,

dan anemia. Penyebab sekunder dari gagalnya pertumbuhan ini sebenarnya

dapat dicegah, dibalik atau dikembalikan, serta didiubah atau dibatasi namun

memang rumit.

Infeksi gastrointestinal adalah hal yang biasa terjadi pada anak yang

menderita kurang gizi dan keterlambatan pertumbuhan. Infeksi

gastrointestinal ini juga sangat berperan menyebabkan lambatnya

pertumbuhan pada anak HIV. Anak yang terinfeksi HIV terlihat sangat mudah

diserang atau rentan terhadap penyakit diare (Arpadi, 2005).

2.5 Pengaruh Orang Tua/ Pengasuh Terhadap Asupan Gizi Anak

Menurut Almatsier (2011), salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan

makan pada anak adalah pengaruh orang tua, pengasuh dan saudara. Ketiganya

dapat mempengaruhi ketersediaan makan, pengetahuan gizi, kandungan zat gizi

makanan yang ditawarkan, gaya dan kecepatan makan, harapan dan

model/jumlah makanan yang hendak dimakan, dan penggunaan makanan yang

tidak bergizi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fatimah (2008), disimpulkan

bahwa faktor yang memiliki kontribusi terhadap gizi kurang pada anak adalah

riwayat penyakit infeksi, tingkat pengetahuan ibu yang kurang dan tingkat sosial

ekonomi yang rendah, dan asupan zat gizi yang kurang. Pengetahuan orang tua

terutama terhadap gizi sangat berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi yang

diperoleh anak. Hal ini bekaitan dengan kandungan makanan, cara pengolahan
18

makanan, kebersihan makanan dan lain-lain. Orang tua perlu memahami

pengetahuan tentang zat-zat yang dikandung dalam makanan, cara mengolah

makanan, menjaga kebersihan makanan, waktu pemberian makan dan lain-lain

sehingga pengetahuan yang baik akan membantu ibu atau orang tua dalam

menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Hal ini sejalan dengan yang

dikemukakan Novita (2011) bahwa status gizi anak merupakan peran nyata orang

tua dalam memberikan asupan yang seimbang dan berkualitas.

Dalam penelitian Fatimah (2008) diketahui bahwa anak yang menderita

gizi kurang memiliki riwayat penyakit infeksi. Asupan nutrisi yang rendah dan

terdapatnya penyakit infeksi pada anak pada peneitian Fatimah didominasi oleh

rendahnya kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan yang memenuhi

kebutuhan yang berkaitan dengan kesehatan. Padahal menurut Kurniasih (2011),

untuk mengatasi masalah gizi pada anak, orang tua disarankan memperkenalkan

beraneka ragam makanan sejak dini kepada anak. Orang tua juga dianjurkan

untuk mencukupi kebutuhan akan camilan sehat di rumah. Selain sehat, makanan

dari rumah juga terjamin lebih sehat dan aman.

2.6 Perilaku Manusia

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau

aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang amat luas

antara lain; berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,

membaca, dan sebagainya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
19

yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat dimati oleh pihak luar

(Notoatmodjo, 2007). Menurut Skiner (1983) dalam Notoatmodjo (2007),

perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan

dari luar).

Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap

organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons. Terdapat dua faktor

yang yang mempengaruhi masing-masing orang dalam memberikan respon

terhadap suatu stimulus yakin, faktor internal dimana karakteristik orang yang

bersangkutan yang bersifat bawaan seperti jenis kelamin, tingkat kecerdasan,

tingkat emosional, dan sebagainya. Faktor lainnya adalah faktor eksternal yakni

lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan

sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang

mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).

2.7 Teori Perilaku

Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi

oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor

penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena merupakan

resultan dari berbagai faktor internal maupun eksternal (lingkungan). Perilaku

manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan,

keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2007).

Teori adalah seperangkat pernyataan atau prinsip yang dirancang untuk

menjelaskan sekelompok fakta atau fenomena, terutama yang telah berulang kali
20

diuji atau diterima secara luas dan dapat digunakan untuk memprediksi fenomena

alam (Hayden, 2009). Menurut Glanz, Rimer, Lewis (2002, dalam Hayden,

2009), teori adalah seperangkat konsep yang saling terkait, definisi, dan proporsi

yang menyajikan pandangan sistematis terjadi situasi hubungan dengan

menetapkan antar variabel untuk menjelaskan dan memprediksi peristiwa situasi.

Singkatnya, teori menjelaskan perilaku dan dengan demikian dapat menyarankan

cara untuk mencapai perubahan perilaku.

Selain teori, terdapat model yang dapat membantu memahami suatu

masalah tertentu dalam suatu lingkungan tertentu, yang mungkin satu teori saja

tidak bisa melakukan. Model adalah gabungan, campuran ide atau konsep yang

diambil dari sejumlah teori yang digunakan bersama-sama.

Teori dan model dapat membantu menjelaskan, memprediksi dan

memahami perilaku kesehatan. Keduanya menyajikan dasar atau kerangka kerja

yang dapat digunakan untuk intervensi pendidikan guna meningkatkan status

kesehatan.

Teori dan model dapat dibedakan berdasarkan tingkat pengaruh:

intrapersonal, interpersonal, dan komunitas.setiap jenis teori menjelaskan perilaku

dengan melihat bagaimana faktor-faktor yang berbeda mempengaruhi apa yang

kita lakukan.

Teori intrapersonal adalah teori yang berfokus pada faktor yang ada dalam

diri seseorang yang mempengaruhinya untuk berperilaku seperti, pengetahuan,

sikap, kepercayaan, motivasi, konsep diri, keterampilan dan pengalaman masa

lalu. Beberapa teori yang dikelompokan kedalam teori intrapersonal diantaranya


21

adalah health belief model, theory of reasoned action, self-efficacy theory,

attribution theory and the transtheoritical model dan theory of planned behavior.

Teori lainnya adalah teori interpersonal yang mengasumsikan bahwa orang

lain dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Orang lain dapat mempengaruhi

perilaku dengan cara berbagi pemikiran, saran dan perasaan dengan dukungan

emosional dan bantuan yang mereka berikan.

Teori dan model terakhir adalah teori level komunitas yang berfokus pada

sistem sosial (komunitas, organisaasi, institusi, dan kebijakan publik), seperti

aturan, peraturan, kebijakan, perundang-undangan, dan norma. McLeroy et al,

1988, mengubah sistem sosial dari satu yang mempertahankan dan mendukung

perilaku sehat pada akhirnya mendukung perubahan perilaku individu (Hayden,

2009).

2.7.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of planned behavior)

Theory of planned behavior merupakan salah satu teori perilaku

intrapersonal. Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori sebelumnya

yaitu theory of reasoned action yang memberikan beberapa bukti ilmiah

bahwa intens untuk melakukan suatu tingkah laku dipengaruhi oleh attitudes

dan subjective norm. Banyak penelitian di bidang sosial yang sudah

membuktikan bahwa theory of reasoned action ini adalah teori yang cukup

memadai dalam memprediksi tingkah laku. Namun setelah beberapa tahun,

Ajzen melakukan meta analisis terhadap theory of reasoned action, ternyata

didapatkan suatu penyimpulan bahwa theory of reasoned action hanya berlaku

bagi tingkah laku yang berada di bawah kontrol penuh individu, namun tidak
22

sesuai untuk menjelaskan tingkah laku yang tidak sepenuhnya di bawah

kontrol individu, karena ada faktor yang dapat menghambat atau memfasilitasi

realisasi intens ke dalam tingkah laku. Berdasarkan analisis ini, Ajzen

menambahkan satu faktor anteseden bagi niat yang berkaitan dengan kontrol

individu, yaitu persepsi atas kontrol perilaku.

Penambahan satu faktor ini kemudian mengubah theory of reasoned

action menjadi theory of planned behavior. Theory of reasoned action paling

berhasil ketika diaplikasikan pada perilaku yan di bawah kendali individu atau

kemauan individu, meskipun individu tersebut sangat termotivasi oleh sikap

dan norma subjektifnya, ia mungkin akan secara nyata menampilkan perilaku

tersebut. Sebaliknya, theory of planned behavior dikembangkan untuk

memprediksi perilaku-perilaku yang sepenuhnya tidak dibawah kendali

individu (Achmat, 2010).

Theory of planned behavior memperhitungkan bahwa semua perilaku

tidaklah di bawah kendali dan bahwa perilaku-perilaku tersebut berada pada

suatu titik dalam suatu kontinum dari sepenuhnya di bawah kendali sampai

sepenuhnya di luar kendali. Individu mungkin memiliki kendali sepenuhnya

ketika tidak terdapat hambatan apapun untuk menampilkan suatu perilaku.

Dalam keadaan ekstrim yang sebaliknya, mungkin sama sekali tidak terdapat

kemungkinan untuk mengendalikan suatu perilaku karena tidak adanya

kesempatan, karena tidak adanya sumber daya atau keterampilan. Faktor-

faktor pengendali tersebut terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor-fakor internal antara lain keterampilan, kemampuan, informasi, emosi,


23

sters, dan sebagainya. Faktor-faktor eksternal meliputi situasi dan faktor-

faktor lingkungan (Achmat, 2010).

Oleh sebab itu, untuk mengatasi keterbatasan tersebut, Ajzen

memodifikasi theory of reasoned action dengan menambahkan anteseden

intens yang ke tiga yang disebut persepsi atas kontrol perilaku. Dengan

tambahan anteseden ke tiga tersebut, ia menamai ulang teorinya menjadi

theory of planned behavior. Persepsi atas kontrol perilaku menunjukan suatu

derajat dimana seorang individu merasa bahwa tampil atau tidaknya suatu

perilaku yang dimaksud adalah di bawah pengendaliannya. Orang cenderung

tidak akan membentuk suatu niat yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku

tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak memiliki sumber atau kesempatan

untuk melakukan meskipun ia memiliki sikap positif dan ia percaya bahwa

orang-orang lain yang penting baginya akan menyetujuinya (Achmat, 2010).

Ada beberapa tujuan dan manfaat dari theory of planned behavior ini,

antara lain adalah untuk meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh

motivasional terhadap perilaku yang bukan dibawah kendali atau kemauan

individu sendiri. Selain itu, teori ini berguna untuk mengidentifikasi

bagaimana dan kemana mengarahkan strategi-strategi untuk perubahan

perilaku dan juga untuk menjelaskan tiap aspek penting beberapa perilaku

manusia seperti mengapa seseorang membeli mobil baru, memilih seorang

calon dalam pemilu, dan sebagainya (Achmat, 2010).


24

Bagan 2.1
Theory of Planned Behavior

Background factor
Behavioral Sikap
Sosial beliefs
- Umur
- Jenis Kelamin
- Pendidikan
- Pendapatan Norma
- Kepercayaan Normativ Perilaku
Subjektif Niat
e beliefs
Individu
- Personality
- Intelegence
Persepsi atas
Control
Information beliefs
Kontrol
- Pengalaman Perilaku

Modifikasi dari Theory of Planned Behavior , Ajzen (2005)

Theory of reasoned action dan theory of planned behavior dimulai

dengan melihat intens atau niat berperilaku sebagai anteseden terdekat dari

suatu perilaku. Dipercaya bahwa semakin kuat niat seseorang untuk

menampilkan suatu perilaku tertentu, diharapkan semakin berhasil ia

melakukannya (Achmat, 2010). Informasi kedua yang dapat diperoleh adalah

bahwa niat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu sikap individu terhadap tingkah

laku yang dimaksud (attitude toward behavior), norma subjektif (subjective

norm), dan persepsi atas kontrol perilaku yang dimiliki (perceive behavioral

control).

Informasi lainnya yang didapatkan dari bagan diatas adalah bahwa

masing-masing faktor yang mempengaruhi niat (sikap, norma subjektif,

persepsi atas kontrol perilaku ) dipengaruhi oleh anteseden lainnya yaitu

belief. Faktor belief atau keyakinan, merupakan dasar penggerak dalam


25

berperilaku. Faktor keyakinan masing-masing terhadap sikap adalah

behavioral belief yaitu keyakinan bahwa akan berhasil atau tidak berhasil

dalam suatu tindakan, terhadap norma subjektif adalah keyakinan normatif

yaitu keyakinan bahwa tindakannya didukung atau tidak didukung oleh orang

tertentu ataupun masyarakat, dan terhadap persepsi atas kontrol perilaku

adalah control belief yaitu keyakinan bahwa individu mampu melakukan

tindakan karena didukung sumberdaya internal dan eksternal. Baik sikap,

norma subjektif, maupun persepsi atas kontrol perilaku merupakan fungsi

perkalian dari masing-masing beliefs dengan faktor lain yang mendukung.

Selain itu persepsi atas kontrol perilaku merupakan ciri khas theory of

planned behavior ini terdapat dua cara atau jalan yang menghubungkan

tingkah laku dengan persepsi atas kontrol perilaku . Cara yang pertama

diwakili dengan garis penuh yang menghubungkan persepsi atas kontrol

perilaku dengan tingkah laku secara tidak langsung melalui perantara niat.

Hubungan yang tidak langsung ini setara dengan hubungan dua faktor lainnya

dengan tingkah laku. Ajzen (2005) berasumsi bahwa persepsi atas kontrol

perilaku mempunyai implikasi motivasional pada niat. Individu yang percaya

bahwa dia tidak memiliki sumber daya atau kesempatan untuk menampilkan

tingkah laku tertentu cenderung tidak membentuk niat yang kuat untuk

melakukannya, walaupun ia memiliki sikap yang positif dan ia percaya bahwa

orang lain akan mendukung tingkah lakunya itu. Cara yang kedua adalah

hubungan secara langsung antara persepsi atas kontrol perilaku dengan

perilaku yang digambarkan dengan garis putus-putus, tanpa melalui niat,


26

menandakan bahwa hubungan antara persepsi atas kontrol perilaku dengan

tingkah laku diharapkan muncul hanya jika ada kesepakatan antara persepsi

atas kontrol perilaku dengan kontrol aktualnya dengan derajat akurasi yang

cukup tinggi.

Informasi terakhir dari bagan diatas adalah variabel-variabel yang

terdapat dalam faktor latar belakang di dalam theory of planned behavioral

tidak diabaikan. Variabel-variabel tersebut diasumsikan sebagai hal yang

mempengaruhi behavioral, normatif dan atau control belief. Ketiga komponen

theory of planned behavior itu diasumsikan sebagai penengah efek dari faktor

latar belakang tersebut dalam terbentuknya niat dan perilaku. Theory of

planned behavior ini mengakui bahwa faktor latar belakang dapat

memberikan informasi yang bernilai tentang kemungkinannya sebagai

pendahulu dari behavioral, normative, dan control belief. Faktor latar

belakang menunjukan bahwa tiap individu berbeda lingkungan sosialnnya

seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, agama, kepandaian dan

pengalaman yang dapat menunjukan beragam isu atau informasi atau yang

memengaruhi kepercayaan individu tersebut (Ajzen, 2005).

2.7.1.1 Sikap

2.7.1.1.1 Definisi Sikap

Dalam theory of planned behavior, sikap dianggap sebagai

anteseden pertama dari intense perilaku. Sikap adalah kepercayaan

positif atau negatif untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Dalam

Mar‟at (1981), yang dikutip dari Berkowitz (1972), beberapa ahli


27

seperti Thurstone, Likert, dan Osgood merumuskan bahwa sikap

adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap

suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable)

maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable)

pada objek tersebut. Mar‟at sendiri mendefinisikan sikap sebagai

produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai

dengan rangsangan yang diterimanya. Manifestasi sikap tidak

langsung dapat dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu

sebagai tingkah laku yang masih tertutup.

Menurut Novita (2011), sikap merupakan perilaku tertutup.

Setelah seseorang diberi stimulus/ objek, proses selanjutnya dia akan

menilai atau bersikap terhadap stimulus/ objek kesehatan tersebut.

Sehingga dapat dikatakan sikap kesehatan akan sejalan dengan

pengetahuan kesehatannya.

2.7.1.1.2 Anteseden Sikap

Sikap yang dimiliki seseorang terhadap suatu tingkah laku

dilandasi oleh belief seseorang terhadap konsekuensi (outcome) yang

akan dihasilkan jika tingkah laku itu dilakukan dan kekuatan terhadap

belief tersebut. Belief adalah pernyataan subjektif seseorang yang

menyangkut aspek-aspek yang dapat dibedakan tentang dunianya,

yang sesuai dengan pemahaman tentang diri dan lingkungannya.

Rumusnya adalah sebagai berikut:

AB = ∑ bi ei
28

Berdasarkan rumus diatas, sikap terhadap tingkah laku (AB)

didapatkan dari penjumlahan hasil kali antara kekuatan belief terhadap

outcome yang dihasilkan (bi) dengan evaluasi terhadap outcome (ei).

Dengan kata lain, seseorang yang percaya bahwa sebuah tingkah laku

dapat menghasilkan outcome yang positif, maka ia akan memiliki

sikap yang positif. Begitu juga sebaliknya, jika individu tersebut

percaya bahwa dengan melakukannya akan menghasilkan outcome

yang negatif, maka ia akan memiliki sikap yang negatif terhadap

tingkah laku tersebut.

2.7.1.2 Norma Subjektif

2.7.1.2.1 Definisi Norma Subjektif

Menurut Baron & Byrne (2002), norma subjektif adalah persepsi

individu tentang apakah orang lain akan mendukung atau tidak

terwujudnya tindakan tersebut (Fishbein & Ajzen, 2005). Norma

subjektif adalah salah satu determinan dari niat dimana persespsi

seseorang dipengaruhi oleh tekanan sosial sehingga mereka

mempertimbangkan untuk menunjukan atau tidak menunjukan

perilaku mereka (Ajzen, 2005).

Selain keyakinan normatif, menurut Ajzen norma subjektif juga

terbentuk dari keyakinan seseorang mengenai apa yang harus

dilakukannya menurut pikiran orang lain, beserta kekuatan

motivasinya untuk memenuhi harapan tersebut (motivational to

comply). Motivation to comply merupakan salah satu hal yang


29

mempengaruhi nilai norma subjektif tentang suatu perilaku adalah

dipengaruhi oleh kekuatan sosial. Kekuatan sosial yang dimaksud

terdiri dari penghargaan atau hukuman yang diberikan sumber rujukan

kepada individu, rasa suka individu terhadap sumber rujukan, seberapa

besar individu menganggap sumber rujukan sebagai ahli, dan adanya

permintaan dari sumber rujukan tersebut.

2.7.1.2.2 Anteseden Norma Subjektif

Norma subjektif yang dipegang seseorang dilatarbelakangi oleh

belief yang disebut normative beliefs. Dalam rumusan yang dibuat

Ajzen, dapat dilihat bahwa norma subjektif (SN) didapatkan dari hasil

penjumlahan hasil kali dari normative beliefs tentang tingkah laku (ni)

dengan motivasi untuk mengikutinya (mi). Sehingga dapat dikatakan

individu yang percaya individu atau kelompok lain akan mendukung

ia untuk melakukam suatu perilaku, maka ini akan menjadi tekanan

sosial terhadap individu tersebut untuk melakukannya.

SN = ∑ ni mi

2.7.1.3 Persepsi atas Kotrol Perilaku

2.7.1.3.1 Definisi Persepsi atas kontrol perilaku

Machrus (2010) mengartikan persepsi atas kontrol perilaku

menjadi persepsi atas kontrol perilaku yang diasumsikan

mencerminkan pengalaman masa lalu dan juga hambatan atau

rintangan yang diantisipasi. Menurut Hogg dan Vaughan (2005),


30

persepsi terhadap kontrol adalah ukuran sejauh mana individu percaya

tentang mudah atau sulitnya menampilkan tingkah laku tertentu.

Pengukuran persepsi atas kontrol perilaku ini membawa

kontribusi yang berharga dalam memprediksi tingkah laku, namun

tidak terlalu berperan besar pada tingkah laku yang kontrol

volitionalnya rendah, misalnya menghadiri kelas regular. Persepsi atas

kontrol perilaku akan lebih berperan meningkatkan kemampuan

prediktif niat terhadap tingkah laku pada tingkah laku yang kontrol

volitionalnya tinggi, seperti menurunkan berat badan. Pada tingkah

laku yang sering kita kerjakan sehari-hari atau secara rutin, peran

kontrol ini juga tidak terlalu besar. Inidividu menampilkan tingkah

laku yang rutin melalui niat yang spontan pada situasi atau konteks

yang sudah familiar (Ajzen, 2005).

2.7.1.3.2 Anteseden Persepsi atas kontrol perilaku

Persepsi atas kontrol perilaku merupakan salah satu faktor dari

tiga yang mempengaruhi niat untuk bertingkah laku. Persepsi atas

kontrol perilaku menunjuk suatu derajat dimana seorang individu

merasa bahwa tampil atau tidaknya suatu perilaku yang dimaksud

adalah dibawah pengendaliannya. persepsi atas kontrol perilaku

mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh

bagaimana ia memersepsikan tingkat kesulitan atau kemudahan untuk

menampilkan suatu perilaku. Persepsi atas kontrol perilaku

dipengaruhi beliefs. Belief dalam hal ini adalah tentang hadir atau
31

tidaknya faktor yang menghambat atau mendukung performa tingkah

laku (control beliefs). Beliefs ini bisa berasal dari pengalaman

performa masa lalu, informasi dari luar atau dari pengalaman terhadap

performa tingkah laku orang lain serta dari faktor- faktor lain yang

dapat meningkatkan atau mengurangi kesulitan yang dirasakan dalam

melakukan perilaku tersebut.

Rumus ini menunjukan bahwa persepsi atas kontrol perilaku

merupakan penjumlahan hasil kali dari control beliefs tentang

hadir/tidaknya faktor (ci) dengan kekuatan faktor dalam memfasilitasi

atau menghambat tingkah laku (pi). Dengan kata lain, semakin besar

persepsi mengenai kesempatan dan sumber daya yang dimiliki, serta

semakin kecil persepsi tentang hambatan yang dimiliki seseorang,

maka semakin besar persepsi kontrol yang dimiliki orang tersebut.

2.7.1.4 Niat

2.7.1.4.1 Definisi Niat

Niat menurut ajzen (2005) merupakan disposisi dari tingkah

laku, yang hingga terdapat waktu dan kesempatan yang tepat, akan

diwujudkan dalam bentuk tindakan. Intensi atau niat individu untuk

menampilkan suatu perilaku seseorang adalah kombinasi dari sikap

dan norma subjektif untuk menampilkan perilaku tersebut.

Niat individu terhadap perilaku meliputi kepercayaan

mengenai suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku, norma


32

subjektif, kepercayaan-kepercayaan normatif dan motivasi untuk

patuh. Niat bisa berubah karena waktu. Semakin lama jarak antara niat

dan perilaku, semakin besar kecenderungan terjadinya perubahan niat

(Achmat, 2010).

2.8 Penilaian Konsumsi Makan

Penilaian konsumsi makan atau survei konsumsi makan digunakan untuk

melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Survei ini dapat

mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi dengan melihat gambaran

tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masarakat, keluarga dan individu.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai konsumsi makanan

individu adalah recall 24 jam. Metode ini digunakan dengan cara mengingat

kembali dan mencatat jumlah, serta jenis panganan dan minuman yang telah

dikonsumsi selama 24 jam adalah salah satu metode yang digunakan untuk

mengukur konsumsi makan individu.

Kelebihan recall 24 jam

- Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden

- Biaya relative murah, karena tidak memerluka peralatan khusus dan

tempat yang luas untuk wawancara

- Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden

- Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf

- Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi

individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.


33

Kekurangan recall 24 jam

- Tidak dapat menggambarkan asupan makan sehari-hari jika hanya

dilakukan recall satu hari

- Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden, oleh karena

itu responden harus memiliki daya ingat yang baik, sehingga metode ini

tidak cocok dilakukan pada anak usia di bawah 7 tahun, orang tua berusia

diatas 70 tahhun dan orang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa.

- The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus

untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi

responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under

estimate)

- Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terlampir dalam

menggunakan alat- alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai

menurut kebiasaan masyarakat

- Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari

penelitian

- Untuk mendapatkan gambaran konsumsi makan sehari-hari recall jangan

dilakukan pada saat panen, hari pasar, akhir pekan dan saat melakukan

upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain- lain.

Untuk membandingkan kesesuaian beberapa kebutuhan zat gizi,

digunakan pedoman Angka Kebutuhan Gizi tahun 2004.


34

2.9 Penilaian Kebutuhan Energi Pada Orang Sakit

Kebutuhan gizi dalam keadaan sakit, selai tergantung pada faktor-faktor

yang mempengaruhi dalam keadaan sehat juga dipengaruhi oleh jenis dan

ringannya penyakit. Begitu juga dengan kebutuhan energi yang berubah dalam

keadaan sakit, sesuai dengan jenis dan beratnya penyakit. Cara menentukan

kebutuhan orang sakit dapat dilakukan dengan caramenurut persen kenaikan

kebutuhan diatas Angka Metabolisme Basal (AMB) yaitu dengan mengalikan

AMB dengan faktor aktivitas dan faktor trauma/stress sebagai berikut:

Kebutuhan Energi = AMB x Faktor Aktivitas x Faktor Trauma/stres

Kebutuhan energi untuk AMB diperhitungkan menurut berat badan normal

atau ideal. AMB dipengaruhi oleh umur, gender, berat badan, dan tinggi badan.

Salah satu rumus yang digunakan untuk menghitung AMB adalah rumus Harris

Benedict (1919) yaitu:

Laki-laki = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U)

Perempuan = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)

Keterangan : BB = Berat Badan

TB = Tinggi Badan

U = Umur

Sedangkan untuk menentukan nilai aktivitas dan faktor trauma, digunakan

tabel yang bersumber pada A Practical Guide to Nutritional Suppport in Adults

and Children, Universitas Malaya (2000):


35

Tabel 2.1
Faktor aktivitas dan faktor trauma atau stres untuk menetapkan kebutuhan energi
orang sakit

No Aktivitas Faktor No Jenis trauma faktor


1. Istirahat di tempat tidur 1,2 1. Tidak ada stress, pasien 1,3
2. Tidak terikat di tempat 1,3 dalam keadaan baik
tidur Stress ringan:
2. peradangan saluran 1,4
cerna, kanker, bedah
elektif, trauma keangka
moderat
Stress sedang: sepsis,
3. bedah tulang, luka 1,5
bakar, trauma keranga
mayor
Stress berat: trauma
4. multiple, sepsis dan 1,6
bedah multisistem
Sters sangat berat: luka
5. kepala berat, sindroma, 1,7
penyakit pernafasan
akut, luka bakar
6. Luka bakar sangat berat 2,1

2.10 Kerangka Teori

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975), suatu penelitian yang bertujuan untuk

meramalkan suatu tingkah laku dapat memfokuskan analisinya pada niat untuk

bertingkah laku. Namun, jika penelitian bertujuan untuk memahami tingkah laku,

maka yang perlu dianalisis adalah niat untuk bertingkah laku dan juga sikap,

norma subjektif dan persepsi terhadap tingkah laku tersebut. Teori inilah yang

digunakan peneliti untuk menggambarkan dan mengetahui latar belakang perilaku

orang tua/ pengasu dalam memberikan asupan makan guna memenuhi kebutuhan

gizi anak terinfeksi HIV.


36

Bagan 2.2
Kerangka Teori

Behavioral Sikap
beliefs

Normative Norma
Subjektif Niat Perilaku
beliefs

Persepsi atas
Control
beliefs Kontrol
Perilaku
37

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH

3.1 Kerangka Konsep


Penting bagi anak HIV untuk mempertahankan kondisi tubuh mereka dari

keparahan penyakit dengan mengkonsumsi zat gizi penting. Karena sejumlah

penelitian yang dilakukan pada anak HIV menunjukan bahwa pertumbuhan yang

buruk menjadi indikator perkembangan penyakit dan menjadi faktor resiko

terjadinya kematian. Perilaku mengkonsumsi zat gizi penting ini dipengaruhi oleh

pemberian makan oleh orang tua/ pengasuh anak yang terinfeksi HIV. Oleh

karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku orang

tua dalam memberikan makanan guna memenuhi asupan gizi anak terinfeksi HIV.

Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

Sikap
Perilaku pemberian
Norma subjektif makanan bergizi
pada anak
Persepsi atas Kontrol Perilaku
terinfeksi HIV
Niat

37
38

3.2 Definisi Istilah

Table 3.2
Definisi Istilah

No Domain Definisi Istilah Metode Instrumen Triangulasi Hasil wawancara


1 Perilaku Praktik/ tindakan Wawancara Pedoman Triangulasi - Makanan yang
pemberian ibu dalam upaya mendalam wawancara metode dikonsumsi anak
makanan pemberian makan dan mendalam (porsi, jenis)
pada anak dan Observasi dan - Perilaku
banyaknya Pedoman pemberian
asupan gizi anak observasi makan anak
HIV yang berasal - Keterpenuhan
dari makanan dan asupan gizi anak
minuman yang HIV
dikonsumsi

No Domain Definisi istilah Metode Instrumen Triangulasi Hasil wawancara


2 Sikap Kepercayaan Wawancara Panduan - - Sikap secara umum
terhadap positif ataupun mendalam wawancara tentang konsumsi
perilaku negatif untuk makanan bergizi untuk
menampilkan anak HIV
memberikan
suatu perilaku - Belief tentang
makanan tertentu. Sikap memberikan makanan
bergizi ditentukan oleh bergizi adalah baik
kepada anak kepercayaan untuk anak terinfeksi
terinfeksi individu HIV
HIV mengenai - Belief tentang
konsekuensi dari kegunaan dan dampak
menampilkan jika anak tidak
suatu perilaku dberikan makanan
dan ditimbang bergizi
berdasarkan - Belief tentang
hasil evaluasi seberapa penting
terhadap pemberian makanan
konsekuensinya. bergizi pada anak
terinfeksi HIV
3 Norma Persepsi Wawancara Panduan Triangulasi - Belief tentang norma
subjektif individu tentang mendalam wawancara sumber sosial/ tekanan yang
terhadap apakah orang didapat dari luar ketika
39

perilaku lain akan memiliki keinginan


memberikan mendukung atau untuk memberikan
makanan tidak makanan bergizi pada
terwujudnya anak terinfeksi HIV.
bergizi
tindakan untuk - Dukungan LSM
kepada anak memberikan dampingan dalam
terinfeksi makanan bergizi memantau gizi anak
HIV kepada anak dan pemberian makan
terinfeksi HIV. anak

4 Persepsi atas Dorongan atau Wawancara Panduan - - Dorongan/motivasi


kontrol hambatan yang mendalam wawancara dalam memberikan
perilaku dipersepsikan makanan bergizi
individu untuk - Hambatan dalam
terhadap
menampilkan memberikan makanan
pemberian perilakunya bergizi
makanan memberikan - Belief individu dalam
bergizi makanan bergizi menghadapi hambatan
kepada anak kepada anak tersebut.
terinfeksi terinfeksi HIV.
HIV

5 Niat Deklarasi Wawancara Panduan - - Keinginan untuk


memberikan internal mendalam wawancara mewujudkan perilaku
makanan seseorang untuk - Keinginan untuk
memberikan berperilaku lebih baik
yang bergizi
makanan bergizi - Keinginan untuk
kepada anak kepda anak HIV. memertahankan
terinfeksi perilaku yang sudah
HIV baik.
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dimana tujuan dari

penelitian kualitatif adalah untuk menangkap arti yang terdalam atas suatu

peristiwa, gejala, fakta, kejadian, realita atau masalah tertentu dan bukan untuk

mempelajari atau membuktikan adanya hubungan sebab akibat atau kolerasi suatu

masalah atau peristiwa. Penggunaan metode kualitatif pada penelitian ini adalah

untuk mengetahui secara mendalam perilaku orang tua/pengasuh dalam

memberikan makan guna memenuhi kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dilaksanakan pada bulan April – Oktober 2013.

Pada penelitian ini, peneliti melakukan kunjungan ke rumah informan yang

diteliti. Sehingga penelitian dilakukan ditempat tinggal informan yang berdomisili

di wilayah Jakarta Timur, seperti Cawang, Jatinegara, dan Kampung Rambutan.

4.3 Metode Pengumpulan data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah pengumpulan data

primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber

pertama, dari individu seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang

biasa dilakukan peneliti. Data primer pada penelitian ini didapatkan dari

40
41

wawancara mendalam dan observasi. Sedangkan data sekunder adalah data yang

diperoleh tidak langsung dari lapangan. Data sekunder dalam penelitian ini adalah

data mengenai informan seperti alamat, berat badan dan tinggi badan anak, dan

profil Yayasan Tegak Tegar.

Dalam penelitian ini data penelitian yang disajikan berupa text hasil

wawancara mengenai sikap, norma subjektif dan persepsi atas kontrol perilaku

informan. Data berupa foto makanan digunakan sebagai hasil dari observasi

makanan yang dimakan anak sehari.

4.3.1 Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan data

mengenai perilaku pemberian makan orang tua/pengasuh kepada anak

terinfeksi HIV serta faktor-faktor yang melandasi terbentuknya perilaku

dalam pemberian makan tersebut.

Selain kepada orang tua/ pengasuh anak HIV, wawancara

mendalam juga dilakukan kepada pengurus Yayasan Tegak Tegar untuk

mengetahui dukungan yang diberikan lembaga pendamping anak

terinfeksi HIV.

Sebelum melakukan wawancara, peneliti telah menyusun

pedoman wawancara sebelumnya mengenai perilaku, sikap, norma

subjektife dan persepsi atas kontrol perilaku. Untuk mengetahui


42

pemberian makan orang tua/pengasuh kepada anak HIV peneliti

menggunakan form food recall 24 jam.

4.3.2 Observasi

Observasi adalah bagian dalam pengumpulan data yang dilakukan

langsung dilapangan. Observasi dalam sebuah penelitian memiliki

tujuan untuk dapat mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-

aktivitas yang berlangsung dan makna kejadian dilihat dari perspektif

mereka yang terlibat dari kejadian tersebut. observasi memungkinkan

peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab

tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam

wawancara sehingga peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik

dalam hal yang diteliti ada atau terjadi.

Obeservasi pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui

perilaku pemberian makanan orang tua secara langsung kepada anak

terinfeksi HIV. Pedoman observasi digunakan sebagai panduan dalam

melakukan observasi.

4.3.3 Telaah Dokumen

Telaah dokumen adalah cara pengumpulan informasi yang

didapatkan dari dokumen, arsip-arsip, dan surat-surat pribadi yang

memiliki keterkaitan dengan masalah yang diteliti.


43

Pada penelitian ini, telaah dokumen yang dilakukan yaitu melihat

visi, misi, struktur organisasi, program kerja dan daftar anak dampingan

Yayasan Tegak Tegar.

4.4 Informan Penelitian

Informan penelitian dalam penelitian adalah subjek yang memahami

informasi objek penelitian sebagai pelaku. Dalam penelitian ini terdapat dua

informan yaitu informan utama dan informan pendukung. Informan utama dalam

penelitian ini adalah orang tua/ pengasuh dari anak yang terinfeksi HIV.

Sedangkan informan pendukung adalah pengurus Yayasan Tegak Tegar.

4.4.1 Informan Utama

Informan penelitian dalam penelitian adalah subjek yang

memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku. Dalam penelitian

ini terdapat dua informan yaitu informan utama dan informan

pendukung. Informan utama dalam penelitian ini adalah orang tua/

pengasuh dari anak yang terinfeksi HIV. Sedangkan informan

pendukung adalah pengurus Yayasan Tegak Tegar.

4.4.2 Informan Pendukung

Selain orang tua/ pengasuh anak, pengurus Yayasan Tegak Tegar

sebagai lembaga yang mendampingi ODHA juga dijadikan sebagai

informan pendukung dalam penelitian. Satu orang pengurus yayasan

yang menjadi informan pendukung dalam penelitian ini yaitu ketua


44

Yayasan Tegak Tegar yang mengetahui program pendampingan

terhadap anak HIV.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pedoman wawancara mendalam

2. Formulir Food recall 24 jam

3. Pedoman observasi

4.6 Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

Mengorganisasikan data berarti mengatur, mengurutkan, mengelompokkan,

memberi kode, dan mengategorikannya. Pengorganisasian dan pengolahan data

tersebut bertujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat

menjadi teori substansif. Adapun data yang diperoleh melalui wawancara dan

observasi selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data dengan tahapan

sebagai berikut:

1. Menelaah data, yakni seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu

wawancara dan observasi yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan,

dokumen pribadi kemudian dibaca, dipelajari dan ditelaah.


45

2. Reduksi data yaitu membuat abstraksi atau inti, proses dan pernyataan-

pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap perlu berada di dalamnya.

3. Menyusun dalam satuan atau menghaluskan pencatatan data. Menurut Lincoln

dan Cuba (1985), menamakan satuan itu sebagai satuan informasi yang

berfungsi untuk menentukan atau mengidentifikasikan kategori.

4. Penafsiran data, menurut Schalzman dan strauss (1973), tujuan dari penafisran

data adalah deskripsi semata atau analisis menerima dan menggunakan teori

dan rancangan organisasional yang telah ada dalam suatu disiplin. Deskripsi

analitik yakni rancangan organisasional dikembangkan dari kategori-kategori

yang ditemukan dan hubungan-hubungan yang disarankan atau yang muncul

dari data. Fungsi terakhir adalah teori substantif yakni untuk memperoleh

teori baru yaitu teori dari dasar, analisis harus menampakan metafora atau

rancangan yang telah dikerjakannya dalam analisis.

5. Analisis data berupa catatan konsumsi makan dilakukan dengan memasukan

data kedalam software Nutri Survey guna menganalisis kandungan gizi dalam

makanan dan membandingkan dengan kebutuhan energi pada orang sakit.

4.7 Validasi Data

Validitas menunjukan bahwa data yang diambil sungguh mengukur yang

memang ingin diukur. Dalam penelitian kualitiatif, agar sebuah penelitian

dikatakan valid, akurat, dan dipercaya maka digunakan triangulasi. Triangulasi


46

adalah melihat suatu realitas dari berbagai sudut pandang atau perspektif, dari

berbagai segi sehingga lebih kredibel dan akurat.

Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang valid maka dilakukan

triangulasi metodologis dimana melakukan pengumpulan data dengan

menggunakan dua atau lebih metode atau prosedur studi, termasuk di dalamnya

perbedaan desain, instrumen dan prosedur pengumpulan data. Triangulasi

metodologis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

metode wawancara mendalam dan observasi untuk mengetahui latar belakang dari

terbentuknya perilaku orang tua dalam memberikan makanan kepada anak

terinfeksi HIV. Selain penggunaan triangulasi metode, penelitian ini juga

menggunakan triangulasi sumber dimana selain orang tua yang menjadi sumber

informasi juga LSM yang mendampingi orang tua yang memiliki anak terinfeksi

HIV menjadi informan karena dianggap sebagai orang yang berpengaruh dalam

terciptanya perilaku pemberian makan yang dilakukan orang tua kepada anak

terinfeksi HIV. Triangulasi sumber data adalah mencari data dari banyak sumber

informan, yaitu orang yang terlibat langsung dengan objek kajian.

Tabel 4.1
Metode Triangulasi

Metode Triangulasi
No Domain Metode Triangulasi
Sumber Metode
1 Perilaku pemberian makanan Wawancara √
mendalam - Observasi

2 Sikap terhadap perilaku Wawancara - -


47

memberikan makanan bergizi mendalam


untuk memenuhi kebutuhan gizi
harian anak HIV
Metode Triangulasi
No Domain Metode Triangulasi
Sumber Metode
3 Norma subjektif terhadap Wawancara √
perilaku memberikan makanan mendalam Orang
bergizi untuk memenuhi tua/pengasuh
kebutuhan gizi harian anak HIV anak
-
terinfeksi dan
pengurus
yayasan

4 Persepsi kontrol terhadap Wawancara


perilaku memberikan makanan mendalam
- -
bergizi untuk memenuhi
kebutuhan gizi harian anak HIV
5 Niat memberikan makanan yang Wawancara
bergizi sesuai kebutuhan harian mendalam - -
anak dengan HIV
BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Yayasan Tegak Tegar

Yayasan Tegak Tegar merupakan salah satu yayasan yang bergerak

memberikan bantuan kepada orang-orang terinfeksi HIV-AIDS. Yayasan ini

berupaya membantu masyarakat dan pemerintah dalam melakukan advokasi

dalam bentuk kampanye publik berupa aktivitas informasi yang bermanfaat guna

menghapuskan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA.

5.1.1 Visi Yayasan Tegak Tegar

Yayasan ini memiliki visi : “ Terciptanya suatu masyarakat yang dapat

menerima ODHA tanpa stigma dan diskriminasi serta kualitas hidup ODHA

yang lebih baik”

5.1.2 Misi Yayasan Tegak Tegar

Untuk mencapai visi tersebut diatas, misi dari yayasan ini adalah

o Memberikan informasi HIV-AIDS yang akurat dan terkini kepada

masyarakat

o Menyuarakan kebutuhan ODHA dan menanggapi ketidakadilan

dengan suara yang lebih kuat

o Saling mendukung serta belajar dari orang yang punya pengalaman

hidup yang serupa.

o Mendidik ODHA agar memahami dan menjaga kesehatannya.

48
49

o Memberikan gambaran nyata tentang ODHA yang berkualitas dan

berdaya.

o Memberikan masukan mengenai upaya penangulangan HIV-AIDS

kepada pemerintah dan lembaga donor dalam pelayanan kesehatan.

o Meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi anak dan keluarga

terinfeksi HIV-AIDS.

5.1.3 Susunan Kepengerusan Yayasan Tegak Tegar

Bagan 5.1
Struktur Kepengurusan Yayasan Tegak Tegar

Ketua yayasan

Sekretaris Keuangan
dan Data

Pengembangan
program

Koor. Anak
dan Keluarga

Koor wil. Koor wil. Koor wil. Koor wil. Koor wil.
Jakpus Jakut Jakbar Jaksel Jaktim
50

5.1.4 Program dan Kegiatan

Program yang direncanakan guna tercapainya tujuan organisasi adalah,

penyuluhhan dan penjangkauan ODHA dan kalangan orang dengan resiko

(High Risk Man), advokasi, dukungan dan jejaring, pelayanan manajemen

kasus dan pencegahan positif, pemerdayaan ekonomi, serta rumah singgah

untuk anak dengan HIV/AIDS.

Beberapa kegiatan yang dilakukan dari program yang telah

direncanakan untuk menunjang kesehatan anak yang terinfeksi HIV/AIDS

adalah pendampingan dan perawatan berbasis rumah, bantuan nutrisi untuk

anak dengan HIV dan pendidikan anak. Untuk menjalani program

pendampingan anak ini, Yayasan Tegak Tegar mendapatkan dana bantuan

dari Dinas Sosial DKI Jakarta.

5.2 Karakteristik Informan

5.2.1 Informan Utama

Informan utama dalam penelitian ini adalah orang tua atau pengasuh

anak HIV yang berdomisili di Jakarta Timur. Orang tua adalah ayah/ibu

kandung yang memiliki anak terinfeksi HIV. Sedangkan pengasuh adalah wali

atau orang yang mengasuh anak terinfeksi HIV. Dalam penelitian ini,

pengasuh anak HIV adalah nenek mereka.

Masih tingginya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA membuat

orang tua/pengasuh tidak mau membuka status mereka dilingkungan tempat

tinggal mereka. Sehingga dari 17 anak yang tercatat di Yayasan Tegak Tegar

untuk wilayah Jakarta Timur, hanya 5 orang tua/pengasuh saja yang bersedia
51

untuk diwawancarai dan dikunjungi. Berikut karakteristik dari informan

utama:

Tabel 5.1
Karakteristik Informan Utama
No Informan Initial Hubungan Umur Pendidikan Pekerjaan Kriteria
anak informan informan informan kesejahteraan
dengan (tahun) keluarga
anak
1 A F Nenek 64 SMA IRT, KS 1
usaha
warung
2 B G Nenek 60 SMA IRT, KS 1
penjual
makanan
3 C C Ibu 35 PT Joki, KS 1
penjual
minuman
4 D Z Ayah 31 SMP Tidak KS 1
bekerja
5 E A Nenek 51 SMP IRT, KS 1
pengasuh
lansia
SMA: Sekolah Menengah Atas, SMP: Sekolah Menengah Pertama, PT: Perguruan Tinggi,
IRT: Ibu Rumah Tangga, KS: Keluarga Sejahtera

Dari tabel diatas, diketahui bahwa karakteristik informan bervariasi.

Semua informan merupakan kerabat yang memiliki hubungan darah dengan

anak terinfeksi HIV. Empat informan berjenis kelamin perempuan dan satu

informan berjenis kelamin laki-laki. Pada penelitian ini, informan juga

memiliki umur yang beragam. Sebagian besar sudah berusia diatas 50 tahun,

mereka adalah nenek dari anak ternfeksi HIV. Sedangkan informan yang

berusia dibawah 50 tahun adalah orang tua dari anak tersebut.


52

Kesamaan kelimanya masuk kedalam keluarga sejahtera I menurut

kriteria Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (2004), yaitu

keluarga sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sangat mendasar, tetapi

belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Indikator yang

digunakan, yaitu anggota keluarga dapat melaksanakan ibadah menurut agama

yang dianut, pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari

atau lebih, seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di

rumah, bekerja/sekolah dan bepergian, bagian terluas dari lantai rumah bukan

dari tanah dan bila anak atau anggota keluarganya yang lain sakit dibawa ke

sarana/ petugas kesehatan.

Kelima informan mendapatkan bantuan dari Yayasan Tegak Tegar

maupun dari LSM lainnya. Bantuan dapat berupa santunan, susu atau

sembako. Selain dari yayasan atau LSM HIV-AIDS, kondisi anak yang tidak

mempunyai ayah/ ibu atau keduanya membuat masyarakat sekitar

memberikan santunan.

5.2.2 Informan Pendukung

Informan pendukung adalah ketua Yayasan Tegak Tegar yang juga

aktif melakukan pendampingan kepada ODHA baik anak maupun dewasa.

Informan pendukung (F) merupakan Sarjana Kesejahteraan Sosial

Masyarakat. Informan F merupakan penderita HIV yang juga mengasuh 4

anak terinfeksi HIV.


53

5.3 Gambaran Faktor Latar Belakang Orang Tua/Pengasuh terhadap


Pemberian Makanan Bergizi

Berdasarkan teory of planned behavior, sebelum terbentuk sikap, norma

subjektif, dan persepsi atas kontrol perilaku terdapat faktor latar belakang yang

mempengaruhi ketiganya yaitu, umur, jenis kelamin, pendapatan, kepercayaan,

personality, kecerdasan dan pengalaman.

Pada penelitian ini, berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui faktor

latar belakang yang paling mempengaruhi variabel pembentuk perilaku adalah

pengetahuan dan pengalaman orang tua/pengasuh dalam memberikan makanan

bergizi untuk anak.

Pengetahuan yang tergali dari penelitian ini adalah pengetahuan orang

tua/pengasuh tentang makanan bergizi, makanan bergizi untuk anak HIV, dan

HIV-AIDS. Pengetahuan orang tua tentang makanan bergizi masih sangat kurang.

Hal ini terlihat dari jawaban informan yang menyatakan bahwa makanan bergizi

adalah empat sehat lima sempurna. Informan juga tidak mengetahui kandungan

gizi yang ada dalam makanan yang diberikan dan menjadikan kenyang sebagai

indikator kebutuhan makanan anak sudah terpenuhi. Hal ini terlihat dari kutipan

wawancara berikut:

“…Persisnya sih ngga tau. 4 sehat 5 sempurna kali ya?...” (Informan B)

“…Yang mengandung vitamin,yang ada gizinya gitu.Makanan yang kita

makan sehari-hari.…” (Informan E)

“..Semua makanan kan baik mba. Yang penting dia kenyang..” (Informan C)
54

Pengetahuan orang tua/pengasuh mengenai makanan bergizi untuk anak

terinfeksi HIV juga sangat kurang. Orang tua/pengasuh masih belum mengetahui

jika anak membutuhkan gizi lebih banyak untuk pertumbuhan ditambah kondisi

tubuh mereka yang terinfeksi membutuhkan gizi tambahan untuk

mempertahankan daya tahan tubuh mereka. Karena informasi yang kurang,

informan beranggapan anak terinfeksi memiliki kebutuhan gizi yang sama

dengan anak yang tidak terinfeksi dan tidak membutuhkan perhatian yang lebih

agar gizi mereka terpenuhi.

“..Ngga ada beda. Sama aja kaya anak yang lain…” (Informan C)

“…Ngga khusus sih. Kalo orang tertentu yang ada kelainan mungkin

makanannya beda ya. Tapi kalo buat Z ngga sih, sama aja.…” (Informan D)

Untuk pengetahuan mengenai HIV-AIDS, informan sudah cukup baik.

Informan mengetahui jika penyakit ini adalah penyakit yang disebabkan oleh

virus, penyakit ini dapat menurunkan daya tahan tubuh penderitanya, dan

membutuhkan asupan gizi lebih banyak dibandingkan anak yang tidak terinfeksi.

“…Yang bisa ningkatin kekebalan tubuhnya dia kaya bayam, jambu gitu gitu

mba..” (Informan D)

“..Anak dengan penyakit ini kan beda ya. Pokoknya dalam sehari itu harus

ada daging atau ayam atau ikannya gitu..” (Informan B)

Selain pengetahuan, terlihat juga pengalaman yang mempengaruhi

kesediaan orang tua/pengasuh untuk memberikan makanan bergizi pada anak.


55

Pada penelitian ini terlihat pengalaman merawat anak atau orang yang sakit

mempengaruhi perlaku informan dalam memberikan makanan bergizi pada anak.

“..Dari pengalaman aja saya ngurus anak, terus sekarang engkongkan sakit,

jadi udah tau kalo orang sakit harus makan apa. Udah biasa lah..” (Informan

E).

“..Dulu kan dia kurus banget mba. Saya suka kasian gitu ngeliatnya. Bapak

udah ngga ada kan. Makanya saya pengen saya sehat dia juga sehat..”

(Informan C).

“..Ngga bisa dia kalo cuma dikasih tempe aja. Langsung demam dia kalo

dikasih tempe aja..” (Informan A)

5.4 Gambaran Sikap Orang tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan


Bergizi

Meski memiliki pengetahuan yang kurang mengenai makanan bergizi,

informan tetap sadar jika ada dampak negatif jika anak tidak diberikan makanan

bergizi. Selain itu, pengalaman penyakit anak juga memicu informan untuk

memberikan makanan bergizi. Hal tersebutlah yang memicu sikap positif

informan untuk memberikan makanan bergizi pada anak.

”.. Ngedrop itu badan dia. Jadi gampang sakit. Yah ngedrop lah..”

(Informan C)

Kebanyakan informan merasa tidak pernah mendapati anak mereka sakit

dikarenakan kurangnya asupan gizi. Namun informan A pernah memiliki


56

pengalaman ketika anak hanya diberi lauk tempe/ tahu tanpa daging /telur,

kesehatan anak mengalami penurunan.

”.. Langsung demam dia kalo dikasih tempe aja..” (Informan A)

Dalam penelitian ini, behavioral believe yang dimiliki orang tua adalah

keyakinan orang tua terhadap outcome dari memberikan makanan yang bergizi

untuk anak. Orang tua meyakini anak membutuhkan makanan bergizi guna

menjaga kesehatannya, dengan evaluasi jika anak tidak diberikan makanan bergizi

anak akan mudah terserang penyakit, terhambat pertumbuhannya dan fisiknya

menjadi lemah. Kepercayaan inilah yang membuat orang tua/pengasuh memiliki

sikap yang positif untuk memberikan makanan bergizi kepada anak.

”... Lemaslah dia. Karenakan dia daya tahan tubuhnya udah kurang. Jadi

gampang sakit..” (Informan C)

Meski memilik pengetahuan tentang gizi anak HIV yang terbatas, orang

tua/pengasuh memiliki sikap yang positif terhadap pemberian makanan bergizi

kepada anak terinfeksi HIV. Hal ini karena orang/pengasuh meyakini dampak

buruk yang terjadi jika asupan gizi anak tidak terpenuhi.

5.5 Gambaran Norma Subjektif Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian


Makanan bergizi

Masih tingginya stigma dan diskriminasi ODHA di masyarakat membuat

orang tua/pengasuh merahasiakan status infeksi anak mereka dari lingkungan

keluarga dan tempat tinggal. Sehingga sedikit orang yang mereka anggap dapat

memengaruhi mereka dalam memberikan makanan begizi kepada anak. Orang-


57

orang tersebut adalah orang yang mengetahui status anak mereka ataupun orang

yang juga memiliki anak terinfeksi HIV. Orang yang mereka anggap penting itu

adalah dokter, pengurus yayasan dan teman sebaya. Teman sebaya yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah orang tua/pengasuh yang juga memiliki

anak terinfeksi HIV.

“…Kaya dokter, orang-orang di yayasan.. temen-temen yang lain, saya suka

cerita anak saya… Habis mau gimana. Yang tau kita begini kan Cuma

mereka-mereka aja..” (Infroman C)

Dokter memiliki pengaruh terhadap perilaku orang tua/pengasuh dalam

pemberian makanan bergizi anak HIV. Dokter sering kali memberikan dorongan

kepada orang tua agar dapat memberikan makanan yang bergizi kepada anak.

Pada penelitian ini, dokter memberikan dorongan dan memberikan informasi

mengenai makanan bergizi kepada orang tua/pengasuh pada saat anak melakukan

pegobatan rutin setiap 2 atau 3 bulan sekali. Kelima informan mengaku tidak

mendapatkan konsultasi gizi pada pengobatan sebelum penelitian ini dilakukan.

Beberapa informan mengaku belum pernah mendapatkan konsultasi gizi, seperti

informan B, informan D, dan informan E. Sedangkan informan A dan C pernah

mendapatkan konsultasi gizi pada awal anak terdeteksi terinfeksi HIV.

”.. Dokter suka nyaranin buat pilih makanan yang bisa bantu kesehatan

dia..” (Informan D)

“…Kaya dokter di carolus tuh mba.. Ya semangat dari dokter itu mba..”

(Informan A)
58

Meski tidak pernah mendapatkan konsultasi gizi, informan B dan

informan D mengakui jika dokter sering kali mendorong mereka agar dapat

memberikan makanan yang bergizi. Dorongan inilah yang menjadi motivasi

orang tua/pengasuh agar dapat memberikan makanan bergizi kepada anak.

”.. Ya saya jalanin ya sebatas kemampuan saya aja..” (Informan B)

Lain lagi yang dialami informan E, yang merasa dokter tidak pernah

memberikan saran atau dorongan agar informan memberikan makanan bergizi

pada anaknya. Namun pujian dokter terhadap status kesehatan anak yang baik

membuat informan E bersemangat agar dapat terus memberikan makanan bergizi

pada anak seperti yang telah ia lakukan untuk mempertahankan kesehatan anak

selama ini.

”.. Kalo kata dokter nia mah A udah sehat. Jadi saya seneng aja, berartikan

saya udah bener ngasih makan A kaya gini…” (Informan E)

Orang yang dianggap penting lainnya adalah pengurus yayasan. Selain

pengurus yayasan yang mengetahui status mereka, yayasan/LSM juga memiliki

program kegiatan berupa penyuluhan mengenai HIV-AIDS. Sayangnya,

berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua/pengasuh dan pengurus Yayasan

Tegak Tegar, belum pernah ada penyuluhan mengenai kebutuhan gizi anak

terinfeksi HIV. Meskipun belum ada kegiatan mengenai asupan gizi, namun

informan F mengetahui tentang gizi yang dianjurkan untuk penderita HIV, yakni

membutuhkan asupan gizi lebih banyak (10%) dibandingkan anak normal

seusianya. Padahal kegiatan ini diakui orang tua/pengasuh cukup efektif dalam

memberikan informasi kepada mereka.


59

“…belom ada sih tentang gizi atau makanan gitu, paling kesehatan buat

HIV biasa, ngga tentang makanan-makanannya” (informan F)

Selain penyuluhan, yayasan juga memiliki program kerja berupa

pendampingan orang tua yang memiliki anak terinfeksi HIV. Pendampingan ini

memungkinkan penyampaian informasi dan dorongan yang lebih personal kepada

orang tua/pengasuh. Namun penyampaian informasi dan dorongan ini sangat

terbatas karena hanya terjadi saat orang tua melakukan kunjungan rutin di rumah

sakit.

Program kerja yang lainnya adalah pertemuan rutin bulanan. Pertemuan

rutin ini membuat orang tua/pengasuh dapat bertukar pengalaman dan

pengetahuan tentang HIV. Orang tua/pengasuh juga mengakui berkumpul dengan

teman sebaya membuat mereka lebih termotivasi untuk memberikan makanan

bergizi kepada anak.

Selain memiliki orang yang mereka anggap penting yang mendukung

informan untuk memberikan makanan bergizi pada anak, informan juga memiliki

respon positif terhadap saran yang diberikan orang yang mereka anggap penting

tersebut.

”... Ya saya jalanin aja. Kan nambah pengetahuan. Kalo baik kenapa kita

ngga jalanin kan?..” (Informan E)

”.. Saya jadi semangat ngasih dia makan, minum susu. Biar dia sehat. Ngga

apa-apa deh kerja ini itu, yang penting bisa beli makan..” (Informan C)

Pada penelitian ini dapat dikatakan jika orang tua/pengasuh memiliki

norma subjektif yang positif, karena orang tua/pengasuh yakin orang yang mereka
60

anggap penting akan mendukung perilaku mereka dan orang tua/pengasuh juga

memiliki motivasi untuk memenuhi harapan dari orang yang mereka anggap

penting.

5.6 Gambaran Persepsi atas Kontrol Perilaku Orang tua/ Pengasuh terhadap
Pemberian Makanan bergizi

Berdasarkan hasil wawancara, hampir semua informan memiliki hambatan

dalam upaya memberikan makanan yang bergizi kepada anak. Sebagian besar

informan memiliki hambatan dalam memberikan makanan pada anak dikarenakan

nafsu makan anak yang kurang. Seperti informan B, informan C, dan informan D.

Ketiganya mengakui jika anak mereka sering kali susah makan. Hal ini sangat

mempengarui orang tua dalam menyediakan makanan pada anak. Orang

tua/pengasuh akan menuruti makanan yang anaknya ingin makan atau membeli

makanan instan yang lebih disukai anaknya.

”.. Suka-suka dia sih makannya. Ngga bisa dipaksain jam segini harus

makan.. Dikit juga sih dia makannya..” (Informan D)

“..Anaknya susah makan. Mood-mood-an makannya. Suka-suka dia aja

makannya..” (Informan B)

Hambatan lainnya adalah kelelahan dalam menyediakan makanan kepada

anak, seperti yang dialami informan A dan C. Kelelahan yang dialami informan A

disebabkan dalam upaya menyediakan makanan anak terinfeksi HIV, tidak seperti

menyediakan makanan anak yang tidak terinfeksi. Anak F masih belum bisa

menerima makanan yang kasar dan terlalu padat, sehingga orang tua harus
61

membuat makanan lunak dan halus. Setiap hari orang tua harus merebus dan

menghaluskan makanan yang akan dimakan F, dan menghangatkan makanan agar

dapat dikonsumsi kembali pada waktu makan selanjutnya. F juga memiliki

frekuensi makan yang lebih banyak dibandingkan anak yang lain yaitu 5 kali

sehari.

”.. Capek mba. Kan dia ngga kaya anak biasa atau sepupunya. Kalo

sepupunya kan makan sama kaya yang kita makan. Kalo F kan ngga. Harus

ngerebus ayam dulu…” (Informan A)

Sedangkan informan C merasa kelelahan karena sebagai orang tua tunggal

yang harus mencari nafkah dan mengurus anak.

”.. Tapi kalo makan sendiri, berantakannyaa..nasi tumpah dimana-mana,

harus ngepel lagi, padahal baru diberesin. Terus sukanya makan sambil lari-

larian. Capek saya ngejarnya keluar…”(Informan C)

Informan E merasa tidak memiliki hambatan dalam memberikan makanan

yang bergizi untuk anak. Anak A memiliki nafsu makan yang baik dan sudah

menyadari jika ia tidak makan maka tubuhnya akan lemas dan mudah sakit. Hal

ini membuat informan E senang dan lebih telaten memberikan makanan kepada

anak. Terbiasa merawat orang sakit juga memotivasi informan E dalam

memberikan makanan bergizi.

Beberapa orang tua memiliki persepsi yang besar mengenai

kesempatannya untuk memberikan makanan bergizi kepada anak. Seperti

informan A yang merasa memiliki hambatan dari dirinya sendiri karena merasa

kelelahan dalam memberikan makanan bergizi pada anak, namun karena nafsu
62

makan anak yang baik dan motivasi informan yang kuat, sehingga informan

sangat yakin dapat mengatasi hambatan dalam memberikan makanan bergizi pada

anak. Informan A sangat termotivasi melihat anak asuhnya dapat mengikuti

pelajaran di sekolah dengan baik dan dapat bermain seperti anak yang tidak

terinfeksi.

Informan E juga memiliki persepsi yang kuat terhadap kesempatan untuk

memberikan makanan bergizi pada anak A. Hal ini karena informan E merasa

tidak memiliki hambatan dalam memberikan makanan bergizi tersebut. Selain itu,

informan A dan informan E sudah terbiasa dengan situasi ini terlihat lebih baik

dalam memberikan makanan bergizi kepada anak. Informan lebih telaten dalam

menyediakan dan memberikan makanan kepada anak, seperti informan A yang

mengolah sendiri makanan khusus anak dan menyuapi makanan tersebut. Serta

informan E yang selain menyediakan makanan pokok juga menyediakan cemilan,

sehingga anak tidak mengonsumsi makanan instan dari luar.

”.. Ngga ada hambatan sih mba. Udah biasa, ngerawat engkong sama A

juga. Jalanin aja… Lagian A mah doyan banget makan…” (Informan E)

”.. Saya seneng ngeliat anaknya doyan makan. Biar harus ngeblender dulu,

nyuapin jadi ngga kerasa capeknya..”(Informan A)

Informan lainnya yang juga memiliki persepsi yang kuat terhadap

kesempatan memberikan makanan bergizi kepada anak adalah informan C. Meski

memiliki hambatan dalam memberikan makan anak karena nafsu makan anak

yang kurang, informan C akan mencari cara agar dapat mengatasi hambatan ini

seperti, memasak makanan yang anak suka, membelikan makanan atau cemilan
63

yang anak sebagai pengganjal perut sementara bahkan informan C akan memaksa

anaknya makan jika anak masih tidak mau makan.

”.. Tapi saya kan suka capek. Habis joki masi harus nyuci. Daripda dia

ngotorin rumah lagi, saya masuk-masukin aja ke mulut dia itu biar dia

makan. Kalo ngga mau makan juga saya paksa masukin..” (Informan C)

Berbeda dengan informan B dan D yang juga memiliki hambatan dalam

memberikan makan anak karena nafsu makan anak yang kurang, namun upaya

menghadapi hambatan yang berbeda dari informan C. Informan B dan D hanya

berusaha untuk menyediakan dan membelikan makanan yang anak suka tetapi

tidak akan memaksa jika anaknya tidak mau makan. Informan B dan D akan

mengganti makanan pokok dengan makanan selingan jika anak sulit makan.

Orang tua juga merasa kurang memiliki sumber daya untuk memaksakan anaknya

makan. Melihat hal ini dapat dikatakan jika persepsi informan B dan D lemah

terhadap kesempatan agar dapat memberikan makanan bergizi kepada anak.

”..Suka-suka dia aja makannya. Gitu maunya dia, jajan mulu. Ya saya sih

bolehin aja. Asal ngga ciki cikian, bisa bikin dia sakit…” (Informan B)

Disimpulkan, persepsi atas kontrol perilaku beberapa informan terhadap

pemberian makanan sudah kuat karena informan merasa yakin dapat mengatasi

hambatan yang mereka alami untuk memenuhi kebutuhan gizi anak HIV, seperti

informan A, informan C dan informan E. Sedangkan dua informan lainnya yaitu

informan B dan informan D memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang lemah

untuk memberikan makanan yang bergizi pada anak mereka.


64

5.7 Gambaran Niat Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi

Berdasarkan hasil wawancara, kelima informan memiliki niat

memberikan makanan bergizi kepada anak mereka. Besarnya niat ini dipengaruhi

oleh sikap informan dan norma subjektif informan yang baik, serta persepsi atas

kontrol perilaku yang kuat. Dalam penelitian ini, jika orang tua meyakini

memberikan makanan bergizi kepada anak akan menunjang kesehatan anak,

orang tua/pengasuh juga meyakini adanya dukungan kepada orang tua untuk

memenuhi kebutuhan gizi anak serta keyakinan orang tua/pengasuh mengatasi

hambatan membuat orang tua/pengasuh memiliki niat untuk memberikan anak

makanan yang bergizi.

Persepsi atas kontrol perilaku sangat mempengaruhi kekuatan niat pada

penelitian ini. Pada orang tua yang memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang

kuat, maka akan memiliki niat yang kuat pula. Dalam penelitian ini, tiga informan

memiliki niat yang kuat dalam memberikan makanan bergizi kepada anak.

Dua infroman lainnya yaitu informan B dan informan D tidak memiliki

niat yang kuat karena persepsi atas kontrol perilaku mereka yang lemah. Meski

mereka berupaya untuk menyediakan makanan dan mempertahankannya, namun

karena persepsi atas kontrol perilaku mereka lemah sehingga niat untuk

mempertahankan perilaku tersebut menjadi lemah. Diakui informan B yang

menyatakan bahwa niat untuk memberikan makanan bergizi berkurang karena

adanya hambatan yang informan tidak dapat mengatasinya.


65

5.8 Gambaran Perilaku Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan


bergizi

Perilaku pemenuhan asupan gizi anak tergambar dari makanan yang anak

makan sehari-hari. Melalui catatan makan harian anak dapat diketahui apakah

energi harian yang dibutuhkan anak sudah terpenuhi atau belum. Pengambilan

data asupan makan anak dilakukan sebanyak tiga kali dengan hari pengambilan

data tergantung pada kesediaan informan untuk diwawancara. Penilaian perilaku

makan ini diperkuat dengan observasi terhadap makanan yang disediakan orang

tua.

Peneliti menanyakan bagaimana perilaku orang tua/pengasuh pemberian

makan yang baik untuk anak HIV. Sebagian orang tua menjawab anak terinfeksi

HIV memerlukan perhatian khusus dalam pemberian makan mereka, seperti lebih

teliti dan sabar dalam pemberian makan anak. Namun masih ada orang tua yang

menjawab bahwa anak terinfeksi HIV tidak memerlukan perhatian khusus, seperti

informan D, sehingga orang tua memerlakukan anak terinfeksi HIV sama dengan

anak yang tidak terinfeksi.

Kebutuhan gizi anak yang terinfeksi HIV tidak sama dengan anak yang

tidak terinfeksi. Penghitungan kebutuhan energi pada anak terinfeki HIV

digunakan rumus untuk menghitung kebutuhn energi dalam keadaan sakit dengan

mempertimbangkan aktivitas fisik serta trauma. Faktor aktivitas yang diambil

adalah aktivitas tidak terikat di tempat tidur (1,2), karena anak dapat melakukan

aktivitas tidak hanya ditempat tidur. Faktor trauma yang digunakan adalah stress

ringan (1,4) dengan pertimbangan meskipun tidak ada cedera namun anak
66

terinfeksi HIV rentan terhadap stress. Jika menentukan kebutuhan gizi dengan

mempertimbangkan aktivitas dan jenis trauma rata-rata, kebutuhan mereka diatas

dari AKG untuk anak seusianya. Berikut gambaran keterpenuhan asupan gizi

pada anak :

Tabel 5.2
Keterpenuhan Asupan Zat gizi Makro pada Anak HIV

Informan Kebutuha Rata-rata Kebutuha Rata-rata Kebutuhan Rata-rata


/ anak n energi Asupan n protein Asupan lemak (gr) Asupan
(Kkal) energi (gr) protein lemak anak
anak anak (gr) (gr)
(Kkal)
A/F 1830,92 4027 54,9 251,7 20,3 164,2

B/G 1567,02 1057,3 47,01 35,4 17,4 36,7

C/C 1682,04 1884,7 50,45 58,4 18,6 125,8

D/Z 1734,8 865,1 52 36,5 19,26 28,7

E/A 1091,5 1447,7 32,5 50,8 12,1 34,5

Dari tabel diatas dapat dilihat keterpenuhan asupan gizi pada anak

informan sangat beragam. Pada informan A asupan makan anaknya sangat baik

karena jumlah energi, protein dan lemak yang dibutuhkan sudah melebihi angka

kebutuhan gizi yang dianjurkan. Hal ini karena informan A sangat telaten

memberikan makan kepada anak. Informan A mengolah sendiri makanan untuk

anak asuhnya serta menyuapi anak A. Anak A memiliki frekuensi makan

sebanyak lima kali dalam sehari dengan menu makanan yang sama. Orang tua

anak A juga melengkapi kebutuhan gizi anak dengan memberikan beberapa jenis

vitamin, susu, dan madu.


67

Sedangkan pada informan B kebutuhan energi dan protein anak rata-rata

belum mencukupi angka kecukupan gizi yang dibutuhkan. Hal ini dikarenakan

nafsu makan anak G yang buruk. Berbeda dengan asupan lemak yang melebihi

dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Hal ini karena anak G senang

mengonsumsi makanan yang tinggi kandungan lemak seperti bakso, telur bebek

yang kandungan lemaknya lebih tinggi dari telur ayam.

Pada informan C anak memiliki nafsu makan yang baik. Terlihat dari

terpenuhinya kebutuhan energi, protein dan lemak C. Konsumsi susu anak C

terkadang melebihi dari anak biasanya. Anak C akan meminta susu jika merasa

lapar. Selain nafsu makan anak yang baik, keterpenuhan gizi anak C didukung

oleh informan C yang telaten dalam memberikan makan anak. Informan C akan

menyediakan makan sebelum anak merengek karena lapar, informan C juga akan

memaksakan anaknya makan jika anak sedang memiliki nafsu makan yang buruk.

Informan D memiliki rata-rata asupan makanan yang masih jauh dari

keterpenuhan energi dan protein yang disarankan. Hal ini dikarenakan nafsu

makan anak yang kurang baik dan perilaku orang tua yag kurang memperhatikan

kebutuhan anaknya. Informan D merasa sudah cukup meskipun anak hanya

memakan lauk saja atau membeli makanan instan dari luar.

Anak asuh dari informan terakhir memiliki asupan makan yang bagus.

Tidak ada yang kurang dan tidak sangat berlebihan. Anak A memiliki nafsu

makan yang baik dan orang tua yang telaten menyediakan makanan pokok serta

makanan cemilan untuk anak. Sehingga asupan gizi yang diberikan sangat baik.
68

Selain melakukan food recall 24 jam, untuk mengetahui perilaku

pemenuhan asupan gizi pada anak juga dilakukan observasi terhadap makanan

yang disediakan pada 1 hari peneliti berkunjung ke rumah informan. Saat

dilakukan observasi, kelima informan menyediakan tiga kelompok utama zat gizi.

Kelompok penghasil energi informan menyediakan nasi, kentang, roti, biscuit,

mie sebagai bahan makanan. Sebagai sumber protein, informan menyediakan

telur, ikan atau ayam, keju, bubur kacang hijau, tahu dan tempe. Wortel, brokoli,

sawi, kangkung dan buah-buahan seperti pisang, semangka, pepaya, dan jeruk

informan sediakan sebagai pemenuhan zat pengatur tubuh. Berdasarkan hasil

observasi ini terlihat bahwa semua informan berusaha agar dapat menyediakan

jenis makanan yang beragam guna memenuhi kebutuhan gizi anak.

Selain melihat keterpenuhan zat gizi makro, peneliti juga melihat

keterpenuhan beberapa zat gizi mikro yang dibutuhkan guna membantu

memperbaiki kekebalan tubuh serta berguna untuk pertumbuhan anak seperti

vitamin C, kalsium dan magnesium.

Perhitungan yang digunakan dalam membandingkan dengan rata-rata

asupan gizi anak adalah anjuran untuk vitamin dan mineral berdasarkan Almatsier

(2004), yaitu 1 ½ kali dari AKG.


69

Tabel 5.3
Keterpenuhan Asupan Vitamin dan Mineral pada Anak HIV

Informan Kebutuhan Rata-rata Kebutuha Rata-rata Kebutuhan Rata-rata


/ anak Vit. C (mg) Asupan n Ca (mg) Asupan Ca Mg (mg) Asupan Mg
Vit. C anak (mg) anak (mg)
anak (mg)
A/F 67,5 38,2 900 73,1 80 425,3

B/G 67,5 17 750 31,1 35 38,8

C/C 67,5 91,7 750 66,7 35 80,9

D/Z 67,5 14,4 750 84,6 35 9,9

E/A 97,5 39,8 1500 22,4 45 83,8

Berdasarkan tabel keterpenuhan asupan vitamin dan mineral anak HIV,

90% anak terinfeksi kebutuhan vitamin dan mineral mereka tidak terpenuhi.

Hanya anak C yang semua kebutuhan vitamin dan mineralnya terpenuhi.

Konsumsi susu anak C yang melebihi anak biasanya berperan dalam

keterpenuhan asupan vitamin dan mineral anak.

Hampir semua informan memasak satu kali sebagai menu makan unuk

satu hari. Namun beberapa anak menghilangkan beberapa bahan makanan yang

tidak ingin dimakan atau menggantinya dengan bahan makanan lainnya.


BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Sikap Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan Begizi


Dalam penelitian ini, orang tua meyakini jika anak tidak diberikan makanan yang

bergizi, anak akan mudah terserang penyakit, terhambat pertumbuhannya dan fisiknya

menjadi lemah.

Melihat outcome yang buruk jika anak tidak diberikan makanan yang bergizi

membuat orang tua meyakini jika memberikan makanan bergizi lebih baik untuk

kesehatan anak. Sehingga dapat dikatakan semua orang tua/pengasuh anak terinfeksi

HIV di Yayasan Tegak Tegar wilayah Jakarta Timur memiliki sikap yang positif

terhadap perilaku pemenuhan asupan gizi sehari-hari.

Hal ini sesuai dengan theory of planned behavior,bahwa sikap terhadap suatu

perilaku muncul karena adanya kekuatan belief terhadap outcome dari perilkau dan

evaluasi terhadap outcome tersebut. Dengan kata lain, seseorang yang percaya bahwa

sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka ia akan memiliki

sikap yang positif (Achmat, 2010).

Dalam penelitian ini terlihat meskipun semua informan memiliki sikap yang

positif agar dapat memenuhi kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV, namun tidak semua

anak mendapatkan asupan gizi yang cukup. Seperti informan B dan informan C yang

memiliki sikap positif namun tidak terwujud dalam perilaku nyata yang terlihat dari

keterpenuhan asupan gizi anak mereka.

Menurut Azwar (2011), sikap positif ini tidak selalu atau otomatis terwujud dalam

suatu praktek. Hingga saat ini sebagian hasil penelitian memperlihatkan adanya indikasi

70
71

hubungan yang kuat antara antara sikap dan perilaku dan sebagian lainnya menunjukan

bukti betapa lemahnya hubungan antara sikap dan perilaku. Berdasarkan postulat

konsistensi tergantung, hubungan sikap dengan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-

faktor situasional tertentu. norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok, kebudayaan

dan sebagainya merupakan kondisi keterantungan yang dapat mengubah hubungan

sikap dan perilaku. Sejauh mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap akan

berbeda dari waktu ke waktu dari situasi ke situasi lainnya. Oleh karena itu, sikap orang

tua/pengasuh yang positif tidak menjamin orang tua/ pengasuh tersebut memberikan

asupan gizi yang memenuhi kebutuah gizi harian anak dengan infeksi HIV, sebab ada

atribut lainnya dalam theory of planned behavior yang juga berperan dalam membentuk

perilaku pemenuhan asupan gizi anak terinfeksi HIV.

Salah satu faktor yang mempengaruhi sikap dalam theory of planned behavior

adalah pengetahuan informan. Dalam penelitian ini, pengetahuan informan mengenai

kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV masih kurang. Seperti informan B yang menyatakan

bahwa tidak ada perbedaan kebutuhan makan antara anak terinfeks HIV dengan anak

yang tidak terinfeksi. Selain informan B, informan C dan informan D juga memiliki

pendapat yang sama.

Padahal menurut Arpadi (2005), asupan gizi yang baik merupakan kunci dari gaya

hidup yang sehat untuk anak dengan HIV/AIDS. Asupan gizi yang optimal akan

membantu mendorong fungsi imunitas, memaksimalkan terapi antiretroviral,

mengurangi resiko terkena penyakit kronis, serta membantu untuk mewujudkan kualitas

hidup yang lebih baik (Jama, 2010). Berdasarkan WHO (2003), kebutuhan energi anak

HIV berbeda dengan kebutuhan anak yang tidak terinfeksi, seperti kebutuhan energi
72

10% lebih banyak dari anak tidak terinfeksi, begitu juga protein menurut Almatsier

(2004) yang membutuhkan 12-15% dari total kebutuhan energi, serta vitamin dan

mineral yang membutuhkan 150% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Sediaoetama

(2008) menambahkan, semakin banyak pengetahuan gizi, akan semakin diperhitungkan

jenis dan kuantum makanan yang dipilih untuk dikonsumsinya.

Melihat hal tersebut, maka orang tua/pengasuh perlu diberikan pengetahuan lebih

mengenai kebutuhan zat gizi untuk anak terinfeksi HIV, sehingga orang tua lebih

memerhatikan dan lebih teliti dalam memberikan makanan kepada anak mereka. Orang

tua/pengasuh juga perlu diberikan pengetahuan mengenai keberanekaragamanan

makanan serta zat gizi yang terkandung dalam makanan tersebut agar orang

tua/pengasuh lebih mengetahui jenis makanan yang dapate memenuhi kebutuhan gizi

anak serta mengetahui variasi makanan.

Berdasarkan penelitian Razak (2009), konseling gizi pada ODHA menghasilkan

perubahan perilaku yang positif yakni terjadinya peningkatan/perbaikan terhadap

pengetahun, sikap dan praktek ODHA dalam pemilihan makanan guna pemenuhan

asupan zat gizi.

6.2 Norma Subjektif Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi
Dalam penelitian ini orang tua/pengasuh memiliki keyakinan bahwa orang lain

yang mereka anggap penting akan mendukung agar mereka memberikan makanan

bergizi pada anak. Tekanan sosial agar orang tua/ pengasuh dapat memberikan makan

bergizi kepada anak terinfeksi HIV didapatkan dari dokter, pengurus LSM/ yayasan dan

teman sebaya.

Menurut Achmat (2010), seorang individu akan berniat menampilkan suatu

perilaku tertentu jika ia mempersepsikan bahwa orang lain berfikir bahwa seharusnya ia
73

melakukan hal itu. Orang penting yang memiliki pengaruh tersebut bisa pasangan,

sahabat, dokter, dan sebagainya.

Berdasarkan hasil wawancara, orang tua/pengasuh merasa dokter memiliki

pengaruh yang besar terhadap perlaku pemberian makanan bergizi pada anak. Dalam

penelitian ini, dokter berperan memberikan informasi mengenai makanan bergizi dan

memberikan sukungan agar orang tua memberikan anaknya makanan bergizi. Dokter

memiliki pengaruh dalam memberikan pemahaman akan baik dan buruk, atau sesuatu

yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Merujuk pada etik kedokteran (UU No.29

tahun 2004), beberapa peran dokter adalah sebagai pendidik yakini memberikan

promosi pendidikan kepada masyarakat baik individu, keluarga, maupun masyarakat.

Sebagai pengembang teknologi, dokter dituntut untuk memiliki kreatifitas dan inisiatif

untuk menemukan dan memecahkan masalah yang sedang dihadapi pasien sesuai

dengan pengetahuan dan kemampuannya. Serta sebagai pengabdi masyarakat, dokter

dituntut memiliki kesediaan untuk memberikan pertolongan (Sudarma, 2009). Oleh

karena itu dalam penelitian ini, dokter bisa dikatakan sebagai kekuatan sosial yang

mempengaruhi orang tua/ pengasuh agar memberikan anak mereka makanan bergizi,

dimana orang tua/pengasuh akan menuruti permintaan dari dokter karena informan

menganggap dokter sebagai orang ahli.

Selain dokter, pengurus LSM /yayasan memiliki pengaruh dalam memberikan

pengetahuan kepada orang tua/pengasuh anak terinfeksi HIV melalui kegiatan

penyuluhan dan pendampingan yang dilakukan LSM/yayasan. Sedikit berbeda dengan

dokter, pengetahuan yang diberikan LSM/yayasan lebih kepada pengetahuan mengenai

penyakit HIV, belum ada pengetahuan yang mendalam mengenai kebutuhan gizi anak
74

HIV. Pendampingan yang dilakukan pengurus yayasan juga masih sebatas membantu

orang tua/pengasuh mengurus administrasi pengobatan di rumah sakit. Diakui oleh

informan F sebagai pengurus dari Yayasan Tegak Tegar, bahwa yayasan belum pernah

melakukan penyuluhan mengenai kebutuhan gizi anak HIV yang berbeda dari anak

yang tidak terinfeksi.

LSM dan orgnaisasi/lembaga non pemerintah memainkan peran paling penting

dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia. Karena dapat menjangkau orang-orang

dan kelompok dengan kebutuhan khusus seperti, kelompok remaja, agama, wanita,

profesi, ODHA yang biasa sulit terjangkau oleh pemerintah. Kegiatan yang dilakukan

LSM meliputi penyuluhan, pelatihan, pendampingan ODHA, pemerian dukungan dan

konseling (KPAN, 2003).

Keberadaan teman sebaya ini mempengaruhi terbentuknya keyakinan orang

tua/pengasuh dalam memenuhi kebutuhan gizi anak HIV. Teman sebaya yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah sesama orang tua/pengasuh yang memiliki anak terinfeksi

HIV. Salah satu program kerja Yayasan Tegak Tegar adalah pertemuan rutin bulanan.

Pertemuan ini dijadikan sebagai wadah ODHA untuk bertukar cerita, pengalaman, saran

dan motivasi. Tidak hanya itu, teman sebaya secara tidak langsung mempengaruhi

perilaku orang tua/pengasuh dalam memberikan makanan yang bergizi pada anak.

Kondisi kesehatan anak terinfeksi HIV yang lebih baik atau lebih buruk dari anak yang

informan asuh memotivasi informan agar dapat memberikan makanan yang bergizi pada

anak mereka. Selain itu, dengan adanya teman sebaya membuat orang tua/pengasuh

merasa tidak sendirian atau bukan hanya mereka yang harus merawat anak terinfeksi

HIV. Menurut KPAN (2003), peran sesama ODHA antara lain melaksanakan
75

penyuluhan melalui kelompok sebaya dan kegiatan pendampingan. Hal ini guna

mengurangi stigma dan diskriminasi dan bentuk peran aktif ODHA menanggulangi

HIV-AIDS.

Selain normative belief, motivasi orang tua untuk mengikuti pemikiran orang lain

yang mereka anggap penting juga mempengaruhi norma subjektif orang tua/pengasuh

agar dapat memberikan makanan yang bergizi pada anak. Semua informan memiliki

tanggapan positif terhadap saran yang diberikan orang lain mengenai pemberian

makanan bergizi. Dengan adanya saran dari orang lain, selain memberikan pengetahuan

atau informasi baru juga memotivasi mereka agar dapat memberikan makanan yang

bergizi pada anak. Seperti informan A yang sangat termotivasi saran dokter sehingga

bersemangat dalam memberikan makanan yang bergizi pada anak. Begitu juga informan

E, meskipun merasa tidak pernah mendapatkan saran dan dukungan dokter agar dapat

memberikan makanan bergizi pada anak, namun pujian dokter terhadap status kesehatan

anak memberikan semangat kepada orang tua agar dapat memberikan makanan bergizi

pada anaknya. Sedangkan informan lainnya merasa akan lebih baik jika mengikuti

saran yang diberikan dokter mengenai makanan yang dianjurkan untuk diberikan

kepada anak.

Berdasarkan normatif belief dan motivational to comply yang dimiliki orang tua

yang telah dipaparkan sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa orang tua/pengasuh anak

terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur memiliki norma

subjektif yang positif untuk memenuhi kebutuhan gizi anak mereka.

Anak informan B dan informan D memiliki asupan makanan yang kurang. Pada

wawancara mendalam mengenai norma subjektif ini, informan B dan informan D hanya
76

meyakini dokter yang sangat berperan memengaruhi mereka dalam memberikan

makanan bergizi pada anak. Meski demikian, informan B dan informan D memiliki

norma subjektif yang positif.

Secara umum, semakin individu memersepsikan bahwa rujukan sosial

merekomendasikan untuk melakukan suatu perilaku maka individu akan cenderung

merasakan tekanan sosial untuk melakukan perilaku tersebut; sebaliknya, semakin

individu mempersepsikan bahwa rujukan sosialnya merekomendasikan untuk tidak

melakukan suatu perilaku maka individu akan cenderung merasakan tekanan sosial

untuk tidak melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2005).

Oleh karena itu, perlunya yayasan/LSM lebih aktif memberikan penyuluhan dan

pendampingan kepada orang tua/ pengasuh. Lebih aktif dan rutinnya yayasan

memberikan pengetahuan mengenai makanan bergizi kepada orang tua akan mendorong

orang tua/pengasuh mempersepsikan bahwa yayasan mendukung mereka untuk

memberikan makanan bergizi pada anak.

Berdasarkan penelitian Sumarlin (2013), faktor dukungan orang lain paling

berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang. Dan menurut KPAN (2003), LSM

dan orgnaisasi/lembaga non pemerintah memiliki peran paling penting dalam

penanggulangan HIV/AIDS. Karena dapat menjangkau orang tua yang memiliki anak

terinveksi HIV dan memengaruhi mereka melalui penyuluhan, pelatihan,

pendampingan, pemberian dukungan dan konseling.


77

6.3 Persepsi atas Kontrol Perilaku Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan
bergizi
Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar orang tua/pengasuh mengakui

bahwa mereka memiliki hambatan dalam memberikan makanan bergizi kepada anak

terinfeksi HIV. Setiap responden memiliki hambatan yang berbeda dalam upaya

memberikan makanan bergizi pada anak HIV.

Menurut Achmat (2010), persepsi atas kontrol perilaku menunjuk suatu derajat

dimana seorang individu merasa bahwa tampil tidaknya suatu perilaku yang dimaksud

adalah dibawah pengendaliannya. Orang cenderung tidak akan membentuk suatu intensi

yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak

memiliki sumber daya atau kesempatan untuk melakukannya meskipun ia memiliki

sikap yang positif dan ia percaya bahwa orang lain yang penting baginya akan

menyetujuinya.

Informan A mengakui memiliki hambatan kelelahan dalam memberikan makanan

yang bergizi pada anak. Hal ini karena informan A sudah tua dan informan A sendiri

yang harus membuat makanan untuk anak terinfeksi HIV. Makanan yang diberikan

kepada anak yang informan A asuh memang berbeda dari anak tidak terinfeksi.

Informan A akan merebus kemudian menghaluskan bahan makanan hingga menjadi

bubur lunak dan kental. Kemudian bubur tadi dimasak kembali hingga lebih mengental

dan ditambah sedikit nasi setiap anak akan makan. Informan A membuat 5 sampai 7

porsi bubur dalam satu kali masak. Sehingga untuk beberapa waktu makan, informan A

hanya akan menghangatkan bubur yang sudah dibuat dan ditambahkan nasi.

Menurut Sediaoeatama (2008), pada umumnya anak-anak yang masih kecil

mendapatkan makanannya secara dijatah oleh ibu atau pengasuhnya dan tidak memilih
78

serta mengambil sendiri mana yang disukainya. Ditambah lagi, usia anak-anak ini, anak

memiliki masalah kesulitan makan karena terobsesi ingin main, asupan gizi yang tidak

seimbang, rentannya fisik anak, dan ancaman keracunan dari kebiasaan makan makanan

di luar (Novita, 2011). Untuk itu sangat diperlukan ketelatenan dalam memberikan

makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak.

Informan lainnya seperti informan B, informan C, dan informan D memiliki

hambatan pada anak, yakni nafsu makan anak yang kurang baik. Ketiganya mengakui

jika anak mereka sering kali memiliki nafsu makan yang kurang. Hal ini sangat

memengarui orang tua dalam menyediakan makanan anak. Orang tua/pengasuh akan

menuruti makanan yang anaknya ingin makan atau membeli makanan instan yang lebih

disukai anaknya supaya anak kenyang.

Usia 3 -5 tahun, anak sudah mulai memilih makanan yang ingin dikonsumsi, usia

6-9 tahun lebih suka jajan, makan makanan manis, kurang serat. Sedangkan usia 10-19

tahun anak mulai tumbuh menuju kematangan seksual dan fisik. Diketiga periode ini

anak memerlukan asupan gizi yang cukup untuk menunjang kebutuhan pertumbuhan

dan perkembangannya, ditambah lagi anak sudah mulai banyak memiliki aktifitas.

Ketersediaan makanan yang ingin mereka makan akan memengaruhi nafsu makan anak

tersebut (Kurniasih, 2010).

Ada pula informan yang merasa tidak memiliki hambatan yaitu informan E. Hal

ini karena anak yang diasuhnya sudah cukup besar dan sudah memiliki kesadaran untuk

mandiri. Anak A memang memiliki nafsu makan yang bagus, sudah bisa menentukan

jam harus makan dan memilih makan makanan rumah jika merasa lapar.
79

Sejalan dengan yang diutarakan Kurniasih (2010), menginjak usia remaja,

umumnya anak mempunyai nafsu makan yang lebih besar, sehingga tak jarang anak

mencari makanan tambahan diluar waktu makan.

Selain control beliefe, persepsi atas kontrol perilaku juga dipengaruhi oleh

kekuatan faktor dalam memfasilitasi atau menghambat tingkah laku. Adanya kekuatan

yang memfasilitasi atau menghambat tingkah laku mempengaruhi seseorang untuk

menampilkan perilaku. persepsi atas kontrol perilaku mengindikasikan bahwa motivasi

seseorang dipengaruhi oleh bagaimana ia memersepsikan tingkat kesulitan atau

kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku.

Informan A yang merasa memiliki hambatan dalam memberikan makanan bergizi

pada anak dari dirinya sendiri karena merasa kelelahan, memiliki keyakinan yang kuat

dapat mengatasi hambatannya tersebut. Informan A memiliki sumber daya dan motivasi

yang kuat agar dapat menyediakan makanan bergizi pada anak. Melihat anak asuhnya

dapat mengikuti pelajaran disekolah dan dapat bermain seperti anak yang tidak

terinfeksi membuat informan A bersemangat agar dapat memberikan makanan bergizi

pada anak.

Selain informan A, informan E juga memiliki persepsi yang kuat terhadap

kesempatan memberikan makanan bergizi pada anak A. Hal ini karena informan E

merasa tidak memiliki hambatan dalam memberikan makanan bergizi tersebut. Selain

itu, nafsu makan anak yang baik membuat informan E bersemangat menyediakan

makanan bergizi.

Informan C juga memiliki persepsi yang kuat terhadap kesempatannya

memberikan makanan bergizi kepada anak. Meski memiliki hambatan dalam


80

memberikan makan anak karena nafsu makan anak yang kurang, informan C akan

mencari cara agar dapat mengatasi hambatan ini seperti, memasak makanan yang anak

suka, membelikan makanan atau cemilan yang anak sebagai pengganjal perut sementara

bahkan informan C akan memaksa anaknya makan jika anak masih tidak mau makan.

Dalam theory of planned behavior, persepsi atas kontrol perilaku dapat langsung

mempengaruhi perilaku seseorang. Pada penelitian ini dapat terlihat, orang

tua/pengasuh yang memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang kuat juga memiliki

pemenuhan kecukupan gizi harian yang baik.

Berbeda dengan informan B dan D yang juga memiliki hambatan dalam

memberikan makan anak karena nafsu makan anak yang kurang, namun upaya

menghadapi hambatan yang berbeda dari informan C. Informan B dan D hanya

berusaha untuk menyediakan dan membelikan makanan yang anak suka tetapi tidak

akan memaksa jika anaknya tidak mau makan. Informan B dan D akan mengganti

makanan pokok dengan makanan selingan jika anak sulit makan. Orang tua juga merasa

kurang memiliki sumber daya untuk memaksakan anaknya makan.

Melihat hal ini dapat dikatakan jika persepsi informan B dan D lemah terhadap

kesempatan agar dapat memberikan makanan bergizi kepada anak. Lemahnya persepsi

atas kontrol perilaku yang dimiliki orang tua/pengasuh ini berdampak pada kecukupan

gizi harian anak yang kurang.

Persepsi atas kontrol perilaku mengindikasikan bahwa motivasi seseorang

dipengaruhi bagaimana ia mempersepsikan tingkat kesulitan atau kemudahan untuk

menampilkan suatu perilaku tertentu (Achmat, 2010). Salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi motivasi adalah pengetahuan. Berdasarkan penelitian Nuri, dkk (2012),


81

pengetahuan memiliki hubungan yang sangat signifikan dalam memotovasi seseorang

untuk berperilaku. Pemberian pengetahuan mempengaruhi antisipasi terhadap situasi

yang akan dating. Oleh karena itu, pemberian pengetahuan mengenani makanan bergizi

yang dibutuhkan anak HIV diharapkan dapat memotivasi orang tua/pengasuh untuk

mewujudkan perilaku tersebut.

6.4 Niat Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi

Pada penelitian ini, orang tua/pengasuh memiliki sikap yang positif atau favorable

terhadap pemberian makanan bergizi pada anak. Orang tua/ pengasuh mendukung untuk

memberikan makanan yang bergizi kepada anak HIV. Sikap positif ini muncul karena

orang tua/pengasuh memiliki belief positif mengenai konsekuensi jika asupan gizi

harian anak terpenuhi. Behavioral belief ini terlihat dari hasil wawancara dimana orang

tua mengetahui jika asupan gizi anak tidak terpenuhi maka akan mempengaruhi

kesehatan anak.

Tidak hanya memiliki sikap yang positif, orang tua/ pengasuh juga memiliki

norma subjektif postif. Hal ini terlihat dari hasil wawancara mendalam yakni orang

tua/pengasuh yakin jika orang yang mereka anggap berpengaruh akan mendukung

mereka agar dapat memberikan makanan bergizi kepada anak. Adapun orang-orang

yang memiliki pengaruh kepada orang tua untuk memberikan makanan yang bergizi

untuk anak adalah dokter, pengurus LSM/yayasan, dan teman sebaya. Selain meyakini

bahwa orang yang orang tua/ pengasuh akan mendukung perilaku mereka untuk

memberikan makanan yang bergizi, orang tua/pengasuh juga memiliki motivasi untuk

menjalankan apa yang disarankan orang tersebut.


82

Berdasarkan hasil wawancara mengenai niat, semua informan memiliki niat

memberikan makanan yang bergizi. Namun usaha mempertahankan niat untuk

memberikan makanan bergizi informan berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh keyakinan

mereka dalam mengatasi hambatan.

Intensi atau niat individu menampilkan suatu perilaku adalah kombinasi dari

sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku untuk menampilkan perilaku

tersebut(Achmat, 2010).

Selain sikap dan norma subjektif yang positif, untuk menghasilkan niat yang

positif juga harus didukung persepsi atas kontrol perilaku yang kuat untuk dapat

menampilkan perilaku yang diinginkan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam,

beberapa orang tua/pengasuh di Yayasan Tegak Tegar Jakarta Timur memiliki persepsi

kesempatan yang kuat terhadap hambatan yang dihadapi dalam memberikan makanan

yang bergizi untuk anak. Dan masih ada orang tua yang memiliki persepsi atas kontrol

perilaku yang lemah karena memiliki persepsi kesempatan yang lemah. Seperti

informan B dan D yang memiliki masalah dalam memberikan makanan bergizi pada

anak yaitu karena nafsu makan anak yang buruk. Informan B merasa tidak dapat

mempertaankan niatnya jika nafsu makan anak buruk. Begitu juga informan D, saat

nafsu makan anak buruk, informan D pasrah mengitkuti keinginan apa yang ingin anak

makan saat itu.

Ajzen (2002) mengatakan bahwa persepsi atas kontrol perilaku mempengaruhi

niat didasarkan atas asumsi bahwa kontrol keprilakuan yang dipersepsikan oleh individu

akan memberikan implikasi motivasi pada orang tersebut (Hidayat, 2010).


83

Berdasarkan ketiga hal yang mempengaruhi niat orang tersebut, beberapa orang

tua/pengasuh memiliki niat yang kuat karena memiliki sikap dan norma subjektif yang

positif serta persepsi atas kontrol perilaku yang kuat. Sedangkan orang tua/pengasuh

yang memiliki niat yang kurang kuat dipengaruhi oleh persepsi atas kontrol perilaku

mereka yang lemah meski sikap dan norma subjektif mereka positif.

Penambahan pengetahuan mengenai kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV

diharapkan dapat merubah sikap dan persepsi atas control perilaku orang tua/pengasuh

terhadap pemberian makanan bergizi pada anak. Ditambah pemberian pengetahuan

dilakukan oleh orang yang mereka anggap penting dapat menambah keyakinan mereka

bahwa orang lain mendukung perilaku pemberian makanan bergizi kepada anak

terinfeksi HIV. Oleh karena itu, dengan dilakukannya penambahan pengetahuan yang

dilakukan yayasan diharapkan dapat menguatkan niat orang tua untuk dapat

memberikan makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV.

6.5 Perilaku Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi

Berdasarkan hasil perhitungan kecukupan gizi pada anak terinfeksi HIV di Jakarta

Timur, mereka memiliki kebutuhan gizi dan kecukupan gizi yang beragam.

Membandingkan dengan hasil perhitungan recall 24 jam, didapatkan dua anak memiliki

konsumsi energi yang belum mencukupi kebutuhan yang dianjurkan. Sedangkan tiga

anak lainnya sudah memenuhi kebutuhan energi yang dibutuhkan. Anak yang

kebutuhan gizi makronya terpenuhi adalah mereka yang memiliki nafsu makan yang

baik didukung perilaku orang tua/pengasuh yang telaten memberikan makan anak

mereka. Seperti anak informan A, anak informan C, dan anak informan D. Sehingga

dapat dikatakan bahwa tidak semua perilaku orang tua/pengasuh di Yayasan Tegak
84

Tegar Jakarta Timur memiliki perilaku yang baik dalam memberikan makanan untuk

memenuhi asupan gizi anak terinfeksi HIV.

Perilaku pemenuhan kebutuhan gizi adalah suatu kegiatan atau aktifitas seseorang

yang dilakukan dalam kaitannya pemenuhan kebutuhan makanan agar memenuhi

kebutuhan gizi bagi tubuh baik yang dapat diamati langsung maupun tidak langsung.

Orang tua sangat menentukan tumbuh kembang anak (Soetjiningsih, 2005). Menurut

Kurniasih (2010), masalah kesehatan yang biasa muncul pada fase anak-anak misalnya,

kesulitan anak untuk makan karena terobsesi dengan main, asupan gizi yang tidak

seimbang, rentannya fisik anak, dan ancaman keracunan akibat dari kebiasaan makan

makanan di luar.

Hal inilah yang terlihat sebagai hambatan paling dominan yang dialami orang

tua/pengasuh. Kesulitan anak untuk makan karena terobsesi main menjadi hambatan

berarti dalam upaya memberikan makanan bergizi pada anak.

Meski demikian berdasarkan hasil observasi, semua orang tua/ pengasuh berusaha

menyediakan makanan bergizi dengan menyediakan makanan yang beragam seperti

agar memenuhi kebutuhan karbohidrat orang tua menyediakan nasi, mie, atau roti untuk

dikonsumsi anak. Keterpenuhan protein anak disediakan melalui daging, ayam atau

ikan. Kebutuhan vitamin dan mineral orang tua/pengasuh penuhi dengan menyediakan

sayur-sayuran dan buah untuk dikonsumsi anak. Namun hal ini belum mencukupi

keterpenuhan vitamin dan mineral yang dilihat seperti vitamin C, kalsium, dan

magnesium berdasarkan 1½ kali Angka Kecukupan Gizi. Hanya dua anak yang

terpenuhi dengan baik vitamin dan mineralnya (anak F dan anak C), ketiga anak lainnya

masih kurang pada pemenuhan vitamin atau beberapa mineral.


85

Masalah gizi bisa dikatakan sangat penting bagi penderita HIV. Bahkan

penurunan berat badan pada pendertia HIV sudah dianggap wajar. Padahal, kekurangan

kalori dan protein secara bermakna akan mempengaruhi fungsi kekebalan orang yang

terinfeksi HIV. Malnutrisi pada penderita HIV akan mengurangi kemampuan individu

untuk mencegah penyakit oportunistik atau malignasi dan dalam kenyataanya akan

mempercepat timbulnya penyakit infeksi. Pada umumnya penyebab penurunan berat

badan adalah asupan makanan yang kurang memadai, malabsorbsi, penggunaan nutrient

yang abnormal, peningkatan kebutuhan gizi, dan peningkatan ekskresi nutrient. Semua

penyebab ini ikut terlibat dalam penurunan berat badan pada penderita HIV(Hsu, 2006).

Orang tua/pengasuh anak terinfeksi HIV kurang memiliki informasi mengenai hal

tersebut, sehingga jika anak mengalami sakit seperti demam dan flu orang tua/pengasuh

menganggap hal tersebut disebabkan anak terlalu letih karena aktivitas mereka.

Pengetahuan orang tua/pengasuh yang kurang tentang kebutuhan gizi anak HIV

yang lebih dari anak biasa membuat beberapa orang tua/pengasuh memperlakukan anak

terinfeksi HIV sama dengan anak yang tidak terinfeksi. Hal ini terlihat dari hasil

wawancara mendalam beberapa orang tua menjawab bahwa kebutuhan gizi anak

terinfeksi HIV sama saja dengan anak biasa. Padahal berdasarkan WHO (2003), energi

dibutuhkan lebih banyak pada penderita HIV guna menjaga berat badan dan aktivitas

fisik juga pertumbuhan. Kebutuhan energi untuk anak HIV lebih besar 10% dari anak

yang tidak terinfeksi HIV. Bahkan untuk anak yang mengalami penurunan berat badan

dibutuhkan tambahan asupan energi sebesar 50 – 100% dari asupan energi untuk anak

tanpa HIV.
86

6.6 Kontribusi Sikap, Norma Subjektif, Persepsi atas Kontrol Perilaku dan Niat Dalam
Terbentuknya Perilaku Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi
Kontribusi sikap, norma subjektif, persepsi atas kontrol perilaku dan niat terhadap

perilaku terlihat pada anak informan yang memiliki asupan gizi yang kurang tercukupi,

seperti informan B dan informan D, keduanya memiliki sikap dan norma subjektif yang

positif namun persepsi atas kontrol perilaku mereka lemah sehingga niat untuk

menunjukkan perilaku pun lemah dan kebutuhan gizi anakpun tidak terpenuhi.

Adanya keyakinan mengenai kesempatan untuk mengatasi hambatan, membuat

beberapa informan memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang lemah dan persepsi atas

kontrol perilaku yang kuat. Informan yang memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang

lemah juga memiliki niat yang kurang dan perilaku pemenuhan asupan gizi yang kurang

dibandingkan informan yang memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang kuat.

Menurut Ajzen (2005), ketersediaan kesempatan dan sumber-sumber yang

dimiliki merupakan faktor yang memfasilitasi sehingga dapat memperkuat munculnya

perilaku. Dengan adanya ketersediaan kesempatan tersebut, maka niat akan

memunculkan perilaku.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui, untuk memberikan makanan bergizi, orang

tua harus memiliki sikap dan norma subjektif yang positif serta persepsi atas kontrol

perilaku dan niat yang kuat.

Sikap positif adalah persepsi seseorang bahwa ada dampak positif jika suatu

perilaku dilakukan (Achmat, 2010). Dalam penelitin ini tentunya sikap yang positif

terjadi saat orang tua/pengasuh memiliki persepsi bahwa memberikan makanan bergizi

pada anak terinfeksi HIV memiliki dampak yang positif. Sikap positif ini dibentuk dari

keyakinan serta evaluasi orang tua terhadap outcome jika memberikan makanan bergizi
87

pada anak. Pengetahuan terhadap dampak serta pengalaman dari memberikan makanan

bergizi menjadi beberapa faktor yang membentuk keyakinan orang tua untuk memiliki

sikap positf.

Selain sikap, dibutuhkan juga norma subjektif yang positif agar orang tua

memberikan makanan bergizi untuk anak. Norma subjektif terbentuk dari keyakinan

orang tua/pengasuh bahwa orang yang mereka anggap penting mendukung mereka

untuk memberikan makanan bergizi pada anak. Selain meyakini orang lain memandang

bahwa memberikan makanan bergizi anak adalah hal positif, orang tua/pengasuh juga

termotivasi untuk memenuhi harapan dari orang lain tersebut, itulah yang disebut norma

subjektif positif. Beberapa orang yang berpengaruh terhadap perilaku orang tua adalah

dokter, pengurus yayasan, dan teman sebaya. Dalam penelitian ini diketahui bahwa

program kerja dan pendampingan dari yayasan memiliki pengaruh terhadap orang

tua/pengasuh.

Persepsi atas kontrol perilaku terbentuk karena adanya hambatan dalam

mewujudkan perilaku. Hambatan yang muncul pada penelitian ini adalah kelelahan

yang dirasakan orang tua dan nafsu makan anak yang buruk. Persepsi atas kontrol

perilaku yang kuat terjadi ketika orang tua/pengasuh meyakini bahwa mereka memiliki

kendali dan kemampuan untuk mengatasi hambatan dalam memberikan makanan

bergizi pada anak. Pengalaman merawat orang sakit dan mengasuh anak menjadi faktor

latar belakang yang mendukung terbentuknya persepsi atas kontrol perilaku yang kuat.

Jika sikap dan normas subjektif sudah postif, persepsi atas kontrol perilaku orang

tua juga kuat, maka akan terbentuk niat orang tua untuk memberikan makanan bergizi
88

pada anak juga kuat. Semakin kuat niat seseorang berperilaku, diharapkan semakin

berhasil ia melakukan perilaku tersebut.

Theory of planned behavior memiliki tujuan antara lain untuk meramalkan dan

memahami pengaruh-pengaruh motivational terhadap perilaku yang bukan di bawah

kendali atau kemauan individu sendiri. Berdasarkan teori ini, penentu terpenting

perilaku seseorang adalah intensi untuk berperilaku. Intensi individu menampilkan suatu

perilaku adalah kombinasi dari sikap, norma subjektif persepsi atas kontrol perilaku

untuk menampilkan perilaku tersebut. Jika seseorang mempersepsi bahwa hasil dari

menampilkan suatu perilaku tersebut positif, ia akan memiliki sikap positif terhadap

perilaku tersebut. Jika orang-orang lain yang relevan memandang bahwa menampilkan

perilaku tersebut sebagai suatu yang positif dan orang tersebut termotivasi memenuhi

harapan orang lain yang relevan, maka itulah yang disebut dengan norma subjektif yang

positif. Jika seseorang memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang

ada yang akan memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang tersebut memiliki persepsi

yang tinggi untuk mampu mengendalikan suatu perilaku (Achmat, 2010).


89

Bagan 6.1
Kontribusi sikap, norma subjektif, persepsi atas kontrol perilaku, dan niat
orang tua/pengasuh terhadap perilaku orang tua

Sikap
Meyakini bahwa anak
Adanya persepsi orang
Pengetahuan& akan lebih sehat jika
tua bahwa memberiakan
Pengalaman diberikan makanan
makan bergizi memiliki
bergizi
dampak positf

Norma Subjektif Perilaku


Dokter, Meyakini bahwa orang Keyakinan adanya dukungan Niat Orang tua dapat
Teman sebaya & lain mendukung untuk orang lain dan termotivasi Niat yang kuat untuk menyediakan makanan
Pengurus Yayasan memberikan makan untuk memenuhi harapan memberikan makanan bergizi dan lebih telaten
bergizi pada anak orang tersebut. bergizi pada anak memberikan makanan
pada anak

Adanya hambatan dalam Persepsi atas kontrol


Pengalaman& memberikanan makanan perilaku
Hambatan bergizi dan keyakinan Motivasi untuk
untuk dapat mengatasi memberikan makanan
hambatan tersebut bergizi pada anak
BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

1. Sikap orang tua/pengasuh Yayasan Tegak Tegar Jakarta Timur terhadap perilaku

pemberian asupan makan kepada anak terinfeksi HIV adalah positif. Hal ini terlihat dari

keyakinan orang tua/pengasuh jika kebutuhan asupan gizi anak terinfeksi HIV terpenuhi

akan menguntungkan bagi kesehatan anak.

2. Norma subjektif orang tua/pengasuh Yayasan Tegak Tegar Jakarta Timur untuk

memenuhi kebutuhan gizi anak HIV terbentuk dari normative belief yang berasal dari

orang yang dekat dan mengetahui status infeksi anak seperti dokter, pengurus

yayasan/lsm dan teman sebaya atau orang tua yang juga memiliki anak terinfeksi HIV.

3. Persepsi atas kontrol orang tua dipengaruhi oleh keyakinan orang tua untuk mengatasi

hambatan dalam memberikan makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV. Sebagian orang

tua memiliki keyakinan dapat mengatasi hambatan, yaitu kelelahan dan nafsu makan

anak yang buruk, sehingga dapat dikatakan orang tua tersebut memiliki persepsi atas

kontrol yang baik. Namun Sebagian lainnya kurang termotivasi untuk memberikan

makanan bergizi pada anak.

4. Persepsi atas kontrol perilaku yang rendah menyebabkan rendahnya niat orang

tua/pengasuh menyediakan makanan bergizi untuk anak. Meskipun berniat untuk

memberikan makanan yang bergizi kepada anak terinfeksi HIV, orangtua/pengasuh

kurang yakin untuk dapat mempertahankan niat tersebut. Kontribusi niat yang rendah ini

90
91

berakibat pada tidak terpenuhinya asupan gizi yang penting untuk tubuh anak terinfeksi

HIV.

5. Sebagin orang tua/pengasuh sudah dapat ,memenuhi kebutuhan gizi anak. Namun masih

ada sebagian orang tua/pengasuh yang masih kurang memperhatikan pemenuhan gizi

anak. Pada penelitian ini, persepsi atas kontrol perilaku sangat mempengaruhi niat dan

perilaku orang tua dalam memberikan makanan bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi

anak.

7.2 Saran

1. Saran bagi institusi (Yayasan Tegak Tegar)

Bagi Yayasan Tegak Tegar dapat bekerjasama dengan mahasiswa kesehatan

ataupun dokter/ ahli gizi rumah sakit untuk melakukan edukasi mengenai kesehatan dan

gizi anak terinfeksi HIV. Hal yang dapat dilakukan, misalnya penyuluhan tentang

kebutuhan gizi yang harus diberikan orang tua/pengasuh kepada anak HIV dan ragam

makanan serta kandungan gizi dalam makanan, sehingga orang tua dapat menyediakan

makanan yang variatif dan bergizi untuk anak. Pemberian informasi yang dilakukan oleh

yayasan akan memberikan persepsi kepada orang tua bahwa pengurus yayasan

mendukung mereka untuk memberikan makanan yang bergizi pada anak.

2. Saran bagi peneliti selanjutnya

Untuk mahasiswa selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian kualitatif

yang lebih mendalam dengan tema yang sama namun dengan metode yang berbeda dan

sampel yang lebih variatif lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Achmat, Z. 2010 Theory of Planned Behavior, Masihkah Relevan?. Malang:


Universitas Muhammadiyah Malang (1 diakses pada 4 April 2013, pukul
13.25 WIB)

Ajzen, I. 2005. Attitudes, Personalit and Behavior (Second Edition). New York:
McGraw Hill.

Almatsier, S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Almatsier, S. (2006). Penuntun Diet edisi baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Almatsier, S. (2011). Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Gramedia


Pusaka Utama.
Arisman. (2009). Gizi dalamDaur Kehidupan. Jakarta. EGC
Arpadi, S. M. (2005). Growth Failur in HIV- Infected Children. Durban: WHO.
Azwar. (2011). Sikap Manusia dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka pelajar
Depkes. (2000). Kajian dan Masalah HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987 - 2000
(Juli). Jakarta: Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.
Depkes. (2006). Situasi HIV/AIDS di Indonesia tahun 1987 - 2006. Jakarta: Pusat
Data dan Informasi Departemen Kesehatan R.I.
Ditjen PP & PL Kemenkes RI. (2012). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia
dilaporkan s/d Juni 2012. Jakarta: Kemenkes RI.
Ditjen PP & PL Kemenkes RI. (2012). Laporan Situasi Perkembangan HIV&AIDS di
Indonesia s.d. 30 Juni 2012 . Jakarta: Kemenkes RI.
Farhatun, Siti. (2012). Perilaku Konsumsi Serat pada MAhasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN)
Jakarta Tahun 2012. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Jakarta
Fatimah, S. dkk. (2008). Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Status Gizi pada
Balitadi Kecamatan Ciawi Kabupaten TasikMalaya. Bandung. Universitas
Padjajaran
Gibney, M.J. et al. (2009). Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.

92
93

Hasnawaty, R. (2011, Desember). PMTCT Cegah Bayi terinfeksi HIV. Retrieved


Agustus Rabu, 2012, from cangkirparagraf.blogspot.com/2011/12/perempuan-
positif-hiv-dapat-lahirkan.html.
Hayden, J. (2009). Introduction to Health Behavior
86 Theory. USA: Jones and Bartlett
Publisher.
Hsu, J. W.-C., Pencharz, P. B., Macallan, D., & Tomkins, A. (2005). Macronutrients
and HIV/AIDS: a Review of Current Evidence. Africa: WHO.

Jama, Ali Duale.(2010). Assessment of Dietary Intake and Nutritional Status of


Children (Under Five Years) Who are HIV Positive Attending the AIDS Support
Organization (TASO) Entebbe. Dissertation Master of Science in Applied
Human Nutrition of Makerere University.
Kemenkes. (2011). Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral pada Orang Dewasa. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kemenkes. (2010). Pedoman Pelayanan Gizi Bagi ODHA. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
King, S. M., Lindegren, M. L., & Rogers, M. F. (2004). Epidemiology Of Pediatric
HIV Infection. Elsevier , 31-41.
KPAN. (2010). Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan
AIDS Tahun 2010 - 2014. Jakarta: Komisi Penanggulangan AIDS
Nasional.
KPAN. (2003). Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS 2003 - 2007.
Jakarta: Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.
Kurniasih, Dedeh., Hilman Hilmansyah. (2010). Sehat dan Bugar Berkat Gizi
Seimbang. Jakarta. Gramedia.
Mar'at.(1981). Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta. Ghalia
Indonesia
Machrus, H. (2010). Pengukuran Perilaku berdasarkan Theory of Planned
Behavior.Surabaya. Insan Media Psikologi.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Asdi
Mahasatya.
Notoatmodjo, S. (2007). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Novita, Nesi, Yuneta Franciska.(2011). Promosi Kesehatan dalam Pelayanan
Kebidanan. Jakarta. Salemba Medika.
94

Razak, R. (2009). Pengaruh Konseling Gizi pada Penderita HIV/AIDS untuk


Perubahan Perilaku Makan dan Status Gizi di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar. Media Gizi Pangan , 41-48.
Rothausen, Berit W. et al. (2008). Differences in Children's Dietary Intake on
Weekdays Vs. Weekend days. Denmark: University of Denmark.
Saloojee, H., & Violari, A. (2001). HIV Infection in Children. BMJ , 670
674.
Sediaoetama, Achmad Djaeni.(2008). Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi
Jilid I. Jakarta. Dian Rakyat.
Siagian, Albiner.(2006). Gizi, Imunitas, dan Penyakit Infeksi. Medan. Departemen
Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM USU.
Sudarma, Momon. (2009). Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta. Salemba Medika.
Soetjiningsih, (2003). Tumbuh Kembang Anak dengan Kondisi Kesehatan Kronik.
Jakarta. CV Sagung Seto
Supariasa, I. D. (2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Tindyebwa, D. dkk. (2011). Handbook on Paediatric AIDS in Africa. Uganda.
ANECCA.
WHO. (2003). Nutrient Requirements for People Living with HIV/AIDS. Geneva:
World Health Organization.
PERMOHONAN MENJADI INFORMAN

Kepada YTH
Calon Informan Penelitian
Di Tempat

Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Fety Fathimah
NIM : 108101000020
Alamat : Jln. H. Baping Rt. 004/09 No. 33 Ciracas Jakarta Timur

Adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Program Studi


Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta sedang melakukan penelitian dengan judul “Gambaran
Perilaku Orang Tua/Pengasuh Dalam Memberikan Makanan Bergizi Kepada Anak
Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur
Tahun 2013”
Pada penelitian ini saya mengharapkan Bapak/Ibu untuk dapat menjadi informan saya
dan bersedia untu diwawancarai, baik dengan melakukan tatap muka secara langsun atau
melalui telepon. Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi Bapak/Ibu dan
anak yang telah menjadi informan penelitian. Kerahasiaan informasi yang diberikan akan
dijaga dan hanya untuk kepentingan penelitian. Jika Bapak/Ibu tidak bersedia menjadi
informan, maka tidak ada ancaman bagi Anda. Dan apabila Bapak/Ibu menyetujui , maka
saya mohon Bapak/Ibu bersedia untuk menandatangani lembar persetujuan.
Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu menjadi informan, saya ucapkan terima
kasih.

Jakarta, Juli 2013


Peneliti

Fety Fathimah
LEMBAR PERSETUJUAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia menjadi informan penelitian
yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Program Studi
Kesehatan Masyarakat, yang bernama Fety Fathimah dengan judul “Gambaran Perilaku
Orang Tua/Pengasuh Dalam Memberikan Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013”.
Saya memahami bahwa yang dihasilkan merupakan rahasia dan hanya digunakan untuk
kepentingan pengembangan Ilmu Kesehatan dan tidak merugikan bagi saya. Oleh karena itu
saya bersedia untuk menjadi informan dalam penelitian ini dan saya akan memberikan
informasi yang sebenar-benarnya.

Jakarta, Juli 20113


Informan

(………………………….)
Pedoman Wawancara Mendalam pada orang tua/pengasuh anak terinfeksi HIV

Pewawancara:

Tanggal wawancara:

Waktu wawancara: ........... s/d .........

a. identitas informan

Initial nama orang tua / pengasuh :

Hubungan orang tua/ pengasuh dengan anak :

Elemen TPB Pertanyaan


- Sosial 1. selama ini apa saja yang anda ketahui
- Individu tentang asupan gizi yang baik untuk anak
- Informasi HIV
2. menurut anda seperti apa perilaku
pemberian makan anak HIV yang baik?
3. apa saja pengalaman anda ketika anda
tidak memberikan makanan yang bergizi
untuk anak HIV?
4.Apa yang anda ketahui tentang gizi yang
baik?
5.Apa yang anda ketahui tentang makanan
yang baik untuk anak HIV?
6.Keuntungan apa yang anda ketahui jika
anak diberikan makanan bergizi?
7.Apa yang anda ketahui mengenai dampak
jika asupan gizi anak tidak terpenuhi?
8. Apa yang ibu ketahui tentang makanan
bergizi?
Sikap
- Sikap secara umum tentang 9. bagaimana sikap anda terhadap
pemberian makanan bergizi pemenuhan asupan gizi untuk anak HIV
- Belief tentang pemberian makanan sesuai dengan kebutuhan mereka?
bergizi adalah baik untuk anak 10.Menurut anda, apa saja akibat jika
terinfeksi HIV kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi?
- Belief tentang manfaat zat gizi dan 11.Seberapa besar efek ketidakterpenuhan
dampak jika asupan gizi tidak gizi tersebut terhadap tubuh anak?
terpenuhi dan jika asupan gizi
terpenuhi
- Belief tentang seberapa penting
pemenuhan asupan gizi untuk anka
HIV
Norma subjektif
- Belief tentang norma sosial/tekanan 12.Bagaimana pengaruh orang lain
yang didapat dari luar ketika memiliki menyarankan anda untuk memberikan asupan
keinginan untuk memberikan bergizi pada anak setiap hari/
makanan bergizi untuk anak? 13.Apa dan siapa saja orang yang
- Motivasi untuk memenuhi asupan gizi mempengaruhi anda untuk tidak memberikan
anak setiap hari asupan bergizi pada anak?
Persepsi terhadap kontrol yang dimiliki
- Dorongan/motivasi dalam 14. Apa saja yang mendorong ibu
memberikan makanan yang bergizi memberikan makanan bergizi/ sehat untuk
untuk anak anak?
- Hambatan dalam memberikan 15. Apa hambatan ibu dalam memberikan
makanan bergizi untuk anak makanan bergizi/sehat untuk anak?
- Belief individu dalam menghadapi 16. Bagaimana cara anda menghadapi
hambatan tersebut hambatan tersebut?
17. Seberapa yakin anda dapat mengatasi
masalah/hambatan tersebut?
Niat
- Keinginan untuk mewujudkan 18. Apakah selama ini anda memiliki
perilaku keinginan untuk memberikan makanan yang
- Keinginan untuk berperilaku lebih bergizi/ sehat untuk anak?
baik 19. Apa saja usaha yang anda lakukan untuk
- Keinginan untuk mempertahankan memberikan makanan bergizi/ sehat untuk
perilaku yang sudah baik anak?
20. Bagaimana anda mempertahankan usaha
anda tersebut?
Pedoman Wawancara Mendalam pada LSM Pendamping anak terinfeksi HIV

Pewawancara:

Tanggal wawancara:

Waktu wawancara: ........... s/d .........

a. identitas informan

Nama :

Usia :

Latar belakang pendidikan :

Pekerjaan :

Elemen TPB Pertanyaan


Norma subjektif
- Belief tentang norma sosial/tekanan 1. Apa yang anda ketahui tentang makanan
yang didapat dari luar ketika memiliki bergizi?
keinginan untuk memberikan 2.Adakah kegiatan mengenai gizi untuk anak
makanan bergizi untuk anak? HIV?
- Motivasi untuk memenuhi asupan gizi 3.Apakah anda mengetahui tentang gizi yang
anak setiap hari baik untuk anak HIV?
4.Apa yang anda ketahui tentang kebutuhan
gizi yang dibutuhkan anak HIV?
FORM FOOD RECALL 24 JAM

Nama :
Hari/ Tanggal :

Waktu Hidangan Bahan Makanan URT Berat Energi Protein


(g) (KKal) (g)
Pedoman Observasi Perilaku Pemberian Makanan Bergizi pada Anak HIV

No Domain Dimensi Keterangan


Hari 1
1 Perilaku Adanya konsumsi
pemberian makan yang terdiri dari
makan makanan pokok, lauk-
pauk, sayur, buah, susu

Frekuensi makan

Adanya makanan
tambahan atau vitamin
yang diberikan
Matriks Wawancara Mendalam pada orang tua/pengasuh anak terinfeksi HIV

Pertanyaan Jawaban
Informan A Informan B Informan C Informan D Informan E
Faktor latar belakang

1. selama ini apa saja Memberikan 4 sehat 5 sempurna. Makanan yang Makanan yang tidak Makan makanan
yang anda ketahui makanan yang baik Seperti ikan, sayur, membuat anak menimbulkan yang baik setiap
tentang asupan gizi seperti daging, susu, telur, buah. kenyang. penyakit untuk anak. hari seperti lauk-
yang baik untuk anak buah, ayam dan Contoh: kacang pauk, buah, telur,
HIV vitamin yang cukup. hijau, telur, ayam, daging, sayur yang
susu. tercukupi serta
makan teratur.

2. menurut anda Harus ditelateni/ Menyediakan Semua makanan itu Tidak ada Seharusnya orang
seperti apa perilaku diperhatikan dangan makanan yang sehat selama dia kekhususan antara tua lebih sabar dan
pemberian makan sabar dan teliti untuk bergizi seperti ikan, merasakan kenyang anak terinfeksi HIV lebih teliti dalam
anak HIV yang baik? kebutuhan makannya telur, daging. dan perut tidak dengan yang tidak. memberikan
dibandingkan anak kosong. Serta amakanan kepada
biasa. Diberikannya minum susu. anak.
makanan yang
bergizi seperti
daging/ikan/telur.

3. apa saja Demam ketika hanya Tidak pernah Tidak pernah Tidak pernah. Tidak pernah.
pengalaman anda diberi makan karena selalu diberi
ketika anda tidak tempe/tahu saja. makan dan tidak
memberikan makanan membiarkan perut
yang bergizi untuk anak kosong
anak HIV?
Pertanyaan Jawaban
Informan A Informan B Informan C Informan D Informan E
4.Apa yang anda Gizi yang dapat 4 sehat 5 sempurna 4 sehat 5 sempurna Gizi seimbang, Semua yang
ketahui tentang gizi memenuhi seperti sayur, buah, dimakan sehari-
yang baik? kebutuhan anak lauk, pauk. hari baik
seperti daging,

5.Apa yang anda Lebih banyak Sama saja seperti Sama seperti anak Makanan yang bisa Jenis makanan
ketahui tentang membutuhkan anak yang tidak lain yang tidak meningkatkan sama saja seperti
makanan yang baik asupan gizi terinfeksi terinfeksi kekebalan tubuh. anak lain yang
untuk anak HIV? tidak terinfeksi.
Hanya saja
jumlahnya lebih
banyak
dibandingkan anak
yang tidak
terinfeksi

6.Keuntungan apa Bisa beraktivitas Fisiknya lebih kuat Lebih sehat Tidak mudah Lebih sehat dan
yang anda ketahui seperti anak-anak dan lebih sehat. terserang penyakit. tidak mudah sakit.
jika anak diberikan yang tidak sakit.
makanan bergizi?

7.Apa yang anda Bisa langsung sakit Berat badan tidak Lebih mudah sakit Lebih mudah sakit Lebih mudah sakit
ketahui mengenai karena virusnya bertambah
dampak jika asupan menyerang tubuh
gizi anak tidak lagi
terpenuhi?

8. Apa yang anda Terdapat daging, 4 sehat 5 sempurna Lauk, pauk, telur Makanan yang Makanan yang
ketahui tentang ayam, sayur, buah susu, buah. memenuhi dimakan setiap hari
makanan bergizi? dalam makanan kebutuhan tubuh seperti telur,
sehari-hari anak anak daging, sayur,
buah.
Pertanyaan Jawaban
Informan A Informan B Informan C Informan D Informan E
Sikap

9. Bagaimana Anak HIV tidak bisa Anak dengan HIV Yang penting anak Makanan harus yang Makanan yang
sikap/pendapat anda diberikan makanan berbeda dengan kenyang bergizi dan ada diberikan harus
terhadap pemenuhan sembarangan dan anak tidak beberapa makanan memiliki gizi yang
asupan gizi untuk tidak bergizi untuk terinfeksi, sehingga yang harus baik
anak HIV sesuai dapat melakukan makananya juga dikonsumsi anak
dengan kebutuhan aktivitas seperti anak harus bergizi seperti vitamin dan
mereka? yang tidak terinfeksi. susu.

10.Menurut anda, apa Virusnya aktif Fisiknya menurun Mudah sakit Mudah sakit Mudah sakit
saja akibat jika sehingga anak akan
kebutuhan gizi anak mudah sakit
tidak terpenuhi?

11.Seberapa besar Besar. Jika tidak Besar. Fisik lebih Besar. Karena daya Besar. Karena Besar. Sehingga
efek diberikan makanan lemah dan tidak tahun tubuh mempengaruhi harus terpenuhi
ketidakterpenuhan yang bergizi anak segar. Dan bisa berkurang sehingga kekebalan tubuh kebutuhan gizinya
gizi tersebut terhadap lebih mudah sakit terserang penyakit anak terlihat tidak anak setiap hari
tubuh anak? seperti radang bersemangat

Norma subjektif

12. Bagaimana Lebih bersemangat Berusaha Lebih bersemangat Lebih mendapatkan Menambah
pengaruh orang lain dan lebih menjalankan apa memberikan anak pengetahuan pengetahuan untuk
menyarankan anda mengetahui makanan yang disarankan makan sehingga mengetahui memberikan
untuk memberikan apa yang harus sesuai dengan makanan yang harus makanan yang baik
asupan bergizi pada diberikan untuk anak kemampuan diberikan untuk anak untuk anak
anak setiap hari?
Pertanyaan Jawaban
Informan A Informan B Informan C Informan D Informan E
13.Apa dan siapa saja Dokter dan Dokter Dokter, LSM, Dokter Pengalaman
orang yang pengalaman teman teman sebaya
mempengaruhi anda sebaya
untuk tidak
memberikan asupan
bergizi pada anak?

Perceived behavioral control

14.Apa saja yang Semangat yang Ingin anak lebih Ingin anak lebih Kasihan jika Ingin anak lebih
mendorong ibu diberikan oleh sehat sehat kebutuhannya tidak sehat
memberikan makanan dokter, nafsu makan terpenuhi
bergizi/ sehat untuk anak yang baik, dan
anak? pengalaman teman
sebaya yang
mengalami hal lebih
buruk

15. Apa hambatan Kelelahan untuk Nafsu makan anak Nafsu makan anak Nafsu makan anak Tidak ada
anda dalam menyediakan makan
memberikan makanan anak
bergizi/sehat untuk
anak?

16.Bagaimana cara Senang melihat anak Berusaha Berusaha Berusaha


anda menghadapi sehat, sehingga lebih menyediakan menyediakan menyediakan
hambatan tersebut? termotivasi lagi makanan yang anak makanan yang anak makanan yang anak
untuk memberikan mau makan atau mau makan atau mau makan atau
makanan yang sehat membiarkan anak memaksakan anak membiarkan anak
untuk anak memilih makanan untuk makan memilih makanan
yang ingin dimakan yang ingin dimakan
Pertanyaan Jawaban
Informan A Informan B Informan C Informan D Informan E
17. Seberapa yakin Sangat yakin dengan Yakin, karena Yakin, walaupun Yakin, selama ada Yakin, karena anak
anda dapat mengatasi melihat makanan tidak maksimal yang anak makan sudah mengetahui
masalah/ hambatan perkembangan anak alternative yang usaha yang penyakitnya dan
ini? sehingga lebih diberikan juga dilakukan untuk apa yang harus dia
bersemangat lagi bukan makanan bisa menyediakan lakukan untuk
memberikan yang dilarang anak setiap hari. dirinya
makanan bergizi untuk dikonsumsi
untuk anak

Niat

18. Apakah selama ini Sangat ingin Iya Sangat ingin Iya Sangat ingin
anda memiliki
keinginan untuk
memberikan makanan
yang bergizi/sehat
untuk anak?

19. Apa saja usaha Lebih sabar dan teliti Diberikan makanan Menyediakan Menyediakan Menyediakan
yang anda lakukan memberikan makan alternative jika makanan yang anak makanan sesuai makanan yang anak
untuk memberikan anak nafsu makan anak suka, atau kemampuan, suka, menyediakan
makanan bergizi/sehat kurang, memberiakan memberikan anak cemilan sendiri
untuk anak? menyediakan makanan makanan makanan yang
makanan yang dia alternative tersedia
suka sehingga perut
anak terisi.

20. Bagaimana anda Kesadaran untuk Menyediakan Sediakan makanan Paling tidak anaknya Lebih santai,
mempertahankan tetap memberikan makanan yang yang anak suka mau makan, entah sehingga tidak
usaha anda tersebut? anak makanan yang berbeda supaya jajan atau makan dibawa menjadi
bergizi tidak bosan atau lauknya saja. beban
menanyakan apa
yang anak ingin
makan
Matriks Wawancara Mendalam pada LSM Pendamping anak terinfeksi HIV

Pertanyaan Jawaban

1. Apa yang anda ketahui tentang 4 sehat 5 sempurna, dan kebutuhan yang
makanan bergizi? masuk sama dengan kebutuhan yang
dikeluarkan, namun detail dan selebihnya
kurang mengetahui.

2.Adakah kegiatan mengenai gizi untuk Selama ini hanya ada kegiatan penyuluhan
anak HIV? mengenai informasi HIV. Belum ada
penyuluhan atau penyampaian informasi
mengenai gizi anak HIV atau tentang
makanan dan gizinya.

3.Apakah anda mengetahui tentang gizi Iya. Orang dengan HIV/AIDS membutuhkan
yang baik untuk anak HIV? gizi 10% lebih banyak dibandingkan orang
yang tidak terinfeksi. Odha juga harus lebih
memperhatikan kecukupan makanannya,
khusunya anak harus diperhatikan secara
teliti keterpenuhan gizi makanannya.

4.Apa yang anda ketahui tentang Anak terinfeksi HIV harus mendapatkan
kebutuhan gizi yang dibutuhkan anak asupan gizi yang lebih dibandingkan anak
HIV? yang tidak terinfeksi. Seperti cukup terpenuhi
buah, sayur, lauk dan nasi dalam makanan
hariannya.
Matriks Observasi Perilaku Pemberian Makanan Bergizi pada Anak HIV

Domain Dimensi
Informan A Informan B Informan C Informan D Informan E
Perilaku Adanya konsumsi √ √ √ √ √
pemberian makan yang terdiri Nasi, ayam, Nasi, ikan lele, Nasi, roti, soto Nasi, telor, sayur Roti, nasi, Sayur
makan dari makanan kembang kol, sayur sop, ayam (daging kangkung, asem, ikan asin,
pokok, lauk-pauk, buncis, kentang, pisang, semangka,susu
ayam, bihun, kol), papaya,susu
sayur, buah, susu tepung jagung, bakso,susu
mi goreng, susu
keju,susu
Frekuensi makan 5 kali 2 kali 4 kali 3 kali 4 kali
7.00 10.00 05.30 07.00 06.30
17.00 17.00 11.00 12.00 10.00
11.00 14.00 18.00 16.00
14.30 18.00 19.30
20.00
Adanya makanan √ √ √ √ √
tambahan atau Minyak ikan batagor kue. Biskuit Bubur kacang ijo
vitamin yang Scot emoltion
diberikan Madu
Hasil Perhitungan Gizi Anak HIV

Domain Dimensi
Informan A Informan B Informan C Informan D Informan E
Energy (Kkal) Hari 1 3986.4 666.6 2577.4 503.3 1305
Hari 2 2951.8 1095.3 1710.7 1090.5 1334.5
Hari 3 5143 1410 1366.1 1001.6 1703.6
Rata-rata 4027 1057.3 1884.7 865.1 1447.7
Anjuran 1830.9 1567 1682 1734.8 1091.5
Protein (gr) Hari 1 296.7 25.3 60.3 20.3 46.3
Hari 2 84.7 38.2 55.4 39.3 57.6
Hari 3 373.8 42.8 59.5 50 48.5
Rata-rata 251.7 35.4 58.4 30.5 50.8
Anjuran 59.4 47 50.4 52 32.5
Lemak (gr) Hari 1 199.5 27.5 107.9 19.1 29.5
Hari 2 43.9 26.1 48.7 24.8 43.7
Hari 3 249.4 56.7 220.8 42.2 30.2
Rata-rata 164.2 36.7 125.8 28.7 34.5
Anjuran 20.3 17.4 18.6 19.26 12.1
Vitamin C Hari 1 22.5 25.2 202.1 14.2 21.1
(mg) Hari 2 64 3.5 59.6 7.6 31.2
Hari 3 28.1 22.5 13.6 21.5 67.3
Rata-rata 38.2 17 91.7 14.4 39.8
Anjuran 67.5 67.5 67.5 67.5 97.5
Kalsium (mg) Hari 1 303.1 175.3 1583.8 93.7 356.4
Hari 2 737.9 273.5 533.3 226.6 620.2
Hari 3 378.3 244.7 183.1 233.7 891
Rata-rata 473.1 231.1 766.7 184.6 622.5
Anjuran 900 750 750 750 1500
Magnesium Hari 1 362.5 98.8 209.2 47.8 157.3
(mg) Hari 2 444.6 137.6 161.7 122.1 178.5
Hari 3 469 180 171.9 99.8 215.6
Rata-rata 425.3 138.8 180.9 89.9 183.8
Anjuran 180 135 135 135 345
VERBATIM I

Pewawancara (P): Fety (peneliti)


Informan (J): A
Anak: F

Berikut ini adalah verbatim berdasarkan pedoman wawancara yang sudah dibuat
sebelumnya.
1. P Bu, ibu tau ngga tentang makanan bergizi?
J 4 sehat 5 sempurna kan? Ada daging, ayam, sayur, buah susu?
2. P Kalo menurut ibu gizi yang baik kaya gimana?
J Yang penting kenyang sih mba. Kalo kenyangkan dia semangat.
3 P Kalo gizi yang baik buat anak HIV gimana bu?
J Sebenernya anak HIV itukan sama aja kaya anak dengan penyakit lain ya.
Mau anak itu sakit jantung, atau sakit apa aja. Harus dapet makanan yang
baik, kaya vitamin, daging, susu, buah, sayuran, kue-kue, yang bikin dia
kenyang.
4 P Yang ibu tau tentang makanan yang baik anak seperti F gimana bu?
J Ngga ada bedanya sih sebenernya sama aja kaya anak yang lain ya. Anak
yang sakit jantung, paru-paru sama dia, ya tetep harus makan obat, dikasih
makan bergizi, istrahat. Tapi anak kaya dia gizinya harus banyak. Soalnya
kan virus di tubuhnya dia kan ikut makan. Ibaratnya kan sekarang
virusnya dia lagi tidur mba, jadi kalo dia makannya banyak, virusnya juga
ikut makan. Kalo makan gizinya kurang, virusnya bangun, sakit deh dia.
5 P Jadi kalo cara memberi makanan buat anak HIV gimana bu yang baik?
J Harus ditelatenin ya mba. Ngga bisa dia makan sembarangan. Kaya inikan
saya bikinin dia bubur. Sebentar lagi nih waktunya dia makan. tapi
anaknya lagi main. Tuh mba, saya bersyukur banget. Dulu waktu ketauan
dia sakitkan dia kuruus banget mba. Udah meringkuk aja. Ngga ada
dagingnya. Sedih deh dulu mah. Teruskan saya telatenin kasih makan dia
mba. Anak mahal dia mba. buburnya aja mahal banget dulu. Satu kotak
bisa 170.000. tapi sekarang udah ngga beli lagi. Bisa ternyata saya bikin
sendiri. Ayam, nasi, keju, sayur aja dicampurin gitu. Lebih enak bikinan
saya malah mba. susunya dia juga beda mba. ini susu sapi murni. Dokter
yang jual. Mahal juga itu susunya dia. Satu bungkus 20.000. (pergi ambil
susu). Nih mba susunya dia.
6 P Pernah ngga bu punya pengalaman, ngga ngasih F makanan bergizi terus
F sakit atau kenapa-kenapa gitu bu?
J Ya itu. Dia kan harus dikasih makannya bergizi ya. Daging, sayur. Ngga
bisa dia kalo cuma dikasih tempe aja. Langsung demam dia kalo dikasih
tempe aja. Saya pernahkan, udah males gitu masak ayamnya. Waktu itu
ngga sempet ke pasar, anaknya udah minta makan, yaudah saya bikinin
bubur aja Cuma pake tempe, sayur sama keju doang, dia langsung demam.
Anak mahal ini dia emang.
7 P Jadi yang ibu tau kalo F ngga dikasih makanan bergizi dampaknya apa
bu?
J Langsung demam dia. Virusnya bangun, terus langsung nyerang dia. Kalo
dia makannya bergizi kan virusnya ikut makan, jadi ngga nyerang
badannya dia, soalnyakan virusnya udah dikasih makan.
8 P Keuntungannya apa bu, kalo ibu kasih F makanan bergizi?
J Tidurnya enak, bisa ngapa-ngapain. Dulukan dia ngga bisa ngapa-ngapain
mba. lemes soalnya. Tidur mulu. Sekarang mah udah ngga. Mba liat aja
nanti anaknya. Lari-larian, kaya anak ngga sakit aja. Sekolahnya juga bisa
ngikutin pelajarannya dia. Saya kira dia ngga bisa naik kelas gitu ya,
ternyata bisa tuh. Nilainya juga lumayan. Sekarang ikut les juga. Les
bahasa inggris sama matematika. Bisa dia ngikutinnya. Biasanya kan anak
yang kena begini juga suka lebih lambat mikirnya. Tapi F ngga tuh. Dia
bisa ngikutin pelajarannya. Emang ngga dapet ranking, tapi nilainya
bagus, berarti dia bisa ngikutin kan?
9 P Bu, kalo menurut ibu, anak seperti F ini harus diberi makanan bergizi
seperti apa biar kebutuhan gizinya terpenuhi?
J Anak kaya F ini makanannya harus yang bergizi. Nasinya banyak, pake
daging. Ngga bisa dia makan sembarangan atau ngga bergizi. Kalo ngga,
ngga bisa dia kaya anak lain. Coba aja mba liat, anak yang kena juga,
kulitnya tuh kalo diliat pada korengan, terus lemes, lesu, ngga semangat.
Kalo F kan ngga. Kulitnya dia cakep, ngga ada koreng, bisa main. Ih ngga
bisa diem banget mba dia. Ini aja lagi main diluar sama sepupunya.
10 P Kalo menurut ibu, kalo F ngga dikasi makanan bergizi akibatnya apa bu?
J Virusnya bangun mba. Sakit lagi nanti dia.
11 P Dampaknya besar ngga sih bu menurut ibu kalo F ngga dikasih makanan
bergizi?
J Besarlah mba. Dia aja sekarangkan gizinya buruk. Kalo makanannya ga
bergizi, bisa demam, radang dia. Kalo makannya Cuma sama tempe
doang sakit dia mba.
12 P Bu, ada ngga orang yang mempengaruhi ibu buat ngasih F makanan
bergizi?
J Ada. Kaya dokter di carolus tuh mba. Saya kan orangnya ceplas-ceplos
mba. Saya penasaran. Saya tanya dokter. Dok, anak kaya F gini bisa jadi
dokter ngga dok? Bisa bu. Yang penting ibu sekarang car uang yang
banyak. Bisa dia jadi dokter.
Terus mba, atau mba yanti, kan juga jadi ngasih tau saya apa F makannya
udah bener apa belum.
Saya juga ngga mau mba, F ini kaya anak yang kena lainnya. Kan suka
keliatannya ngga sehat. Gampang sakit, lemes. Kalo saya mah ngga mau.
Makanya saya kasih makannya yang bener.
13 P Pengaruhnya dari orang-orang tadi buat ibu apa bu?
J Ya saya jadi tau anaknya harus dikasih makan seperti apa. Kaya mba atau
mba yanti kan kan jadi saya dikasih tau saya harus gimana.
Bikin saya semangat juga. Kaya yang tdai dokter carolus itu mba. Saya
jadi semangat habis dia ngomong gitu.
14 P Yang bikin ibu mau memberikan makanan bergizi buat F apa bu?
J Ya semangat dari dokter itu mba. Terus anaknya juga doyan makan.
Sehari dia bisa makan lima kali mba. Lahap anaknya makan. Jadi saya
seneng ngasih makannya. Orang anaknya mau makan. Orang tua mana sih
mba yang ngga seneng lat anaknnya doyan makan?
15 P Kalo hambatannya buat ngasih makan makanan bergizi buat F ada bu?
J Capek mba. Kan dia ngga kaya anak biasa atau sepupunya. Kalo
sepupunya kan makan sama kaya yang kita makan. Kalo F kan ngga.
Harus ngerebus ayam dulu. Lima ekor loh mba saya sekali masak buat F.
belum diblendernya. Harus ngangetin dulu setiap dia mau makan. Ibunya
mana ada ngurusin begini?kan saya juga yang nyuapin dia. Kalo sekolah,
kan harus anget makanannya, jadi kalo jam istirahat saya kesekolah dia,
nganterin makanan. Ntar dia makan, kalo udah habis baru saya pulang.
Dia kan ngga bisa jajan. Makan selain bubur ini dia ngga mba. Yang dia
tau makanan ya bubur aja. Ngga tau tahu, tempe tuh dia ngga tau.
16 P Terus gimana ibu ngatasi hambatan ngasih makan F?
J Saya seneng ngeliat anaknya doyan makan. Biar harus ngeblender dulu,
nyuapin jadi ngga kerasa capeknya. Orang anaknya doyan makan. Ya saya
seneng. Seneng juga saya ngeliat dia sehat. Bisa belajar, ikut les, main
sama temen-temennya. Saya jadi termottivasi karna liat anaknya sehat
mba.
17 P Jadi ibu yakin bisa ngatasi hambatan tadi?
J Yakin mba. Karnakan kita liat perkembangan dia. Dari yang kecilnya, ih
sedih banget dulu mah mba, sampe bisa kaya sekarang ini, bisa main,
ceria, saya jadi semangat ngasih makan dia.
18 P Selama ini ibu punya keinginan atau niat buat ngasih makan bergizi buat
F?
J Iya lah mba
19 P Apa bu usaha ibu buat ngasih F makanan bergizi?
J Ya saya telatenin kasih makan dia sama masak. Yang penting ibunya dia
cari uang yang banyak. Biar deh saya yang urus dia.
20 P Gimana cara ibu buat mempertahankan tetep bisa ngasih F makanan
bergizi?
J Ya gimana mba. Mau ngga mau saya harus nyediain makanan buat dia.
Jadi udah biasa sih. Udah tau, anak kaya dia ini harus ditelateni, ngga bisa
makannya sembarangan ngga diperhatiin.
VERBATIM II

Pewawancara (P): Fety (peneliti)


Informan (J): B
Anak: G

Berikut ini adalah verbatim berdasarkan pedoman wawancara yang sudah dibuat
sebelumnya.
1. P Bu, yang ibu tau tentang makanan bergizi apa?
J Persisnya sih ngga tau. 4 sehat 5 sempurna kali ya?
2. P Kalo menurut ibu gizi yang baik kaya gimana?
J 4 sehat 5 sempurna. Ada ikan pasti, telur, sayur, buah kadang-kadang
harusnya sih sering.
3 P Kalo gizi yang baik buat anak HIV gimana bu?
J Yang kita sediainnya makanannya harus yang bergizi, harusnya. Kaya
daging, telor, ikan.
4 P Yang ibu tau tentang makanan yang baik buat G gimana bu?
J Sama aja sih makanan buat anak yang kena ‘itu’ sama yang ngga kena
5 P Jadi kalo cara memberi makanan buat anak HIV gimana bu yang baik?
J Iya sama aja kaya kita. Sehari makan ikan, sayur, buah.
6 P Pernah ngga bu punya pengalaman, G sakit kalo ngga dikasih makanan
bergizi?
J Ngga pernah sih. Dia kalo sakit juga sama kaya kita biasa. Flu, demam,
diare.
7 P Menurut ibu, ada dampaknya ngga sih kalo G ngga dikasih makanan
bergizi?
J Berat badannya ngga nambah, terus keliatannya layu. Emm gimana sih
layu tuh ya, pucet, lemes gitu paling.
8 P Kalo menurut ibu ada ngga keuntungan kalo G dikasih makan makanan
bergizi?
J Kesehatannya dia bagus. Fisiknya kuat, menunjang semua, kesehatannya
baiklah.
9 P Bu, kalo menurut ibu, anak seperti G ini harus diberi makanan bergizi
seperti apa biar kebutuhan gizinya terpenuhi?
J Anak dengan penyakit ini kan beda ya. Jadi sayur, buahnya, ikan atau
telur, dagin itu harus ada buat dia. Pokoknya dalam sehari itu harus ada
daging atau ayam atau ikannya gitu.
10 P Kalo menurut ibu, kalo G ngga dikasi makanan bergizi akibatnya apa bu?
J Fisiknya menurun. Ya layu itu.
11 P Pengaruhnya besar ngga sih bu menurut ibu kalo G ngga dikasih
makanan bergizi?
J Besar. badannya jadi keliatan ngga bagus. Ngga seger gitu fet. Ntar bisa
nambah penyakit.
12 P Bu, ada ngga orang yang mempengaruhi ibu buat ngasih makanan bergizi
buat G?
J Dokter sih.
13 P Dokter nyuruh apa bu?terus ibu jalanin ngga yang disuruuh dokter?
J Dokter suruh kasih makan yang banyak biar gemuk. Ya saya jalanin ya
sebatas kemampuan saya aja. Saya kasinya yang penting nasi, lauk, pauk,
sayur, harus lengkap.
14 P Yang bikin ibu mau memberikan makanan bergizi buat G apa bu?
J Ya pengen cucu sehat dan besar sih fet.
15 P Kalo hambatannya buat ngasih makan makanan bergizi buat G ada bu?
J Anaknya susah makan. Mood-mood-an makannya. Suka-suka dia aja
makannya. Gitu maunya dia, jajan mulu. Ya saya sih bolehin aja. Asal
ngga ciki cikian, bisa bikin dia sakit.
Dia kan giginya gitu fet. Tadi liat kan? (gigi bagian depan ompong). Jadi
makannya lama banget. Kan masih suka saya suapin, suka gregetan
sendiri, soalnya makannya lama karna susah ngunyah kali ya giginya ngga
ada gitu. Kalo ngga saya suapin itu lebih lama lagi. Dia kalo makan sambil
main. Kalo anak lain, kalo udah kosong, balik, makan lagi, kalo dia ngga,
harus neneknya teriak-teriak dulu baru balik makan lagi. Capek ngasih
makan dia mah.
Kadang sih kalo sempet saya bikin tim. Kalo bikin tim dia makannya
cepet.
Tapi kan saya ya gini, ngga ngurusin dia doang. Harus nyiapin masak buat
besok jualan lagi. Jadi saya jarang ngetim. Yang penting masak ada kuah-
kuah gitu, jadi dia gampang ngunyahnya. Kalo kering dia ngga bisa makan
fet.
16 P Terus gimana ibu ngatasi hambatan ngasih makan F?
J Sebenernya anaknya ngga milih-milih makanan. Kalo kita sediain apa,
yang ada aja dia makan. Kadang kalo lagi keliatan susah makan, kita
ngikutin anaknya mau dimasikin apa. Atau kalo dia ngga mau makan nasi
atau makanan yang udah kita siapin nih, yaudah biarin aja kasih makanan
yang lain yang dia mau. Biasanya sih roti, bakso, batagor.
17 P Yakin bu kalo kaya tadi gizi G terpenuhi?
J Yakin. ‘kan dia jajannya juga ngga sembarangan. Yang ciki-ciki gitu ngga
saya bolehin.
18 P Selama ini ibu punya keinginan atau niat buat ngasih makan bergizi buat
G?
J Iya. Pengennya sih gizinya bagus. Pengen kasih menu makanannya
lengkap. Susu cukup, makan buah sama lauk cukup.Cuma ya gentian,
ngga harus ada daging sama ayam. Daging aja, atau ayam aja gitu.
19 P bu apa usaha ibu buat ngasih G makanan bergizi?
J Kadang makanannya saya tim. Biasanya kan dia makan dua kali sehari.
Kalo di tim bisa makan tiga kali sehari. Atau kalo makan biasa ya saya
suapin biar lama juga, atau kalo mau jajan saya kasi. Asal ngga yang ciki-
ciki.
20 P Gimana cara ibu buat mempertahankan tetep bisa ngasih F makanan
bergizi?
J Kalo lagi susah makan suka saya tanya, mau makannya apa, sediain yang
dia mau makan. Masaknya juga beda-beda biar dia ngga bosen. Cuma mau
gimana ya. Kadang mau udah dibikinin yang dia mau juga kalo anaknya
lagi ngga mau makan ya ngga dimakan.
VERBATIM III

Pewawancara (P): Fety (peneliti)


Informan (J): C
Anak: C

Berikut ini adalah verbatim berdasarkan pedoman wawancara yang sudah dibuat
sebelumnya.
1. P Menurut mama, makanan bergizi apa ma?
J Lauk, pauk, telur, susu, buah.
2. P Kalo gizi yang baik menurut mama gimana ma?
J Ya apa itu, 4 sehat 5 sempurna. Yang lauk, pauk, telur, susu, buah tadi
3 P Kalo gizi yang baik buat anak HIV kaya gimana menurut mama?
J Sayur-sayuran, buah, kue-kue yang bikin dia kenyang itu baik buat dia
4 P Kalo makanan yang baik buat anak seperti C gimana ma?
J Semua makanan kan baik mba. Yang penting dia kenyang. Terus sama
minum susu. Yang penting perut dia ngga kosong.
5 P kalo cara mama memberi makanan buat anak ternfeksi gimana ma? Ada
beda ngga sama yang ngga terinfeksi?
J Ngga ada beda. Sama aja kaya anak yang lain.
6 P Pernah punya pengalaman ngga ma, C sakit karna mama ngga kasih
makanan bergizi?
J Ngga pernah. Karna pasti saya kasi makan setiap hari, ngga saya biarin
perut dia kosong. Kan kalo saya belum masak, saya beliin dulu dia kue-
kue gitu mba. Yang penting perutnya ngga kosong.
7 P Menurut mama, apa dampak kalo C ngga dikasi makan makanan bergizi?
J Ngedrop itu badan dia. Jadi gampang sakit. Yah ngedrop lah.
8 P Ada ngga ma keuntungan kalo mama kasih C makanan bergizi
J Ada.
9 P Kalo menurut mama, C harus diberi makanan bergizi seperti apa biar
kebutuhan gizinya terpenuhi?
J Yang penting kenyang itu dia. Lagian anak ini udah tau sendiri mba. Kalo
lapar, di tarik ini rambut mamanya minta bikinin susu. Tengah malam
mba, dia jambak rambut saya uh-uh (memperagakan anaknya menjambak)
minta bikinin susu. Ngga liat waktu. Itu jam 12 mba. Kita lagi tidur enak-
enak gitu kan, tiba-tiba dia jambak rambut saya.
Kadang juga dipukulnya saya kalo dia lapar.
10 P Menurut mama, apa akibat kalo C ngga dikasi makanan bergizi
J Nge-drop mba.
11 P Seberapa besar menurut mama efeknya kalo C ngga dikasi makanan
bergizi?
J Besar mba. Lemaslah dia. Karenakan dia daya tahan tubuhnya udah
kurang. Jadi gampang sakit.
12 P Ma, ada ngga orang yang dukung mama buat ngasih makanan bergizi
buat C?
J Ada. Kaya dokter, orang-orang di yayasan. Kadangkan mereka suka
tanya, C gimana kabarnya? Dulukan waktu dia pertama kali ketauan sakit
itu mba dia kurus banget. Kasian saya liat dia. Sama kalo kita lagi ada
acara kaya ngumpul-ngumpul di YPI atau Tegak Tegarkan ketemu temen-
temen yang lain, saya suka cerita anak saya begini nanti mereka bantu
saya. Curhat-curhatan gitu mba. Habis mau gimana. Yang tau kita begini
kan Cuma mereka-mereka aja. Orang disini ngga ada yang tau mba.
13 P Pengaruhnya gimana sih ma, dokter, pengurus yayasan sama ngumpul
sama temen tadi yang bikin mama mau ngasih makanan bergizi buat C?
J Saya jadi semangat ngasih dia makan, minum susu. Biar dia sehat. Ngga
apa-apa deh kerja ini itu, yang penting bisa beli makan buat sehari.kadang
saya suka cape gitu mba, kan cape mba. Kalo sekarang mau ngambil obat
harus antri. Emang obatnya gratis. Tapi buat ngurusnyya kalo dateng pagi
nanti pulangnya sore. C harus dibawa kemana-mana.
Kadang seneng saya kalo ada acara di YPI. Kan suka di telpon, mama C,
dateng yak e YPI. Saya bilang, saya ngga punya uang, kalo ngga ada
uangnya saya ngga mau datang. Tapi kan kalo kita datang suka dikasi
uang ongkos, kadang sembako, susu, ya lumayan.
14 P Yang bikin mama memberikan makanan bergizi buat C apa ma?
J Dulu kan dia kurus banget mba. Saya suka kasian gitu ngeliatnya. Bapak
udah ngga ada kan. Makanya saya pengen saya sehat dia juga sehat.
15 P Ada hambatan ngga ma buat ngasih makanan bergizi buat C?
J Suka angot-angotan dia kalo makan.dia sukanya makan sendiri. Tapi kalo
makan sendiri, berantakannyaa..nasi tumpah dimana-mana, harus ngepel
lagi, padahal baru diberesin. Terus sukanya makan sambil lari-larian.
Capek saya ngejarnya keluar.
Ya lagi saya harus cari uang sendiri buat makan sehari-hari. Berapa sih
mba dapet dari joki?paling cukup buat makan hari ini. Kadang saya suka
kasihan, kakanya C juga suka bantu saya joki. Kalo dia masuk siang,
paginya dia joki dulu. Mau gimana lagi. Tap Tuhan masih sayang,
sekarang C udah gemuk, sehat, malah ngga bisa diem. Saya juga sehat
jadi masi bisa kerja apa aja yang penting baik.
16 P Gimana cara mama ngatasi hambatan biar mama tetep bisa kasi C
makanan bergizi?
J Kerja mba.Sekarang kan saya terima cucian mba, jadi kalo pulang joki
saya ambil cucian.
C ini sukanya makan sendiri. Tapi saya kan suka capek. Habis joki masi
harus nyuci. Daripda dia ngotorin rumah lagi, saya masuk-masukin aja ke
mulut dia itu biar dia makan. Kalo ngga mau makan juga saya paksa
masukin.
Kadang apa yang dia mau kita kasih aja biar ganjel perut. Paling ngga,
ngga kosong perut dia. Beliin aja kaya donat, kue, biscuit yang bikin
kenyang.
17 P Mama yakin dengan gitu kebutuhan gizi C udah terpenuhi?
J Yakin. Walau ngga seberapa usaha yang kita lakuin yang penting dia bisa
makan.
18 P Selama ini mama punya keinginan atau niat buat ngasih makan bergizi
buat C?
J Iya pengen banget mba.
19 P Usaha apa yang mama lakuin biar bisa kasi C makanan bergizi?
J Kerja lah kita mba. Karena keadaan begini kan, paling ngga ada kerja
dapet uang buat makan hari ini.
Kalo C lagi ngga mau makan, saya bikinin yang dia suka. Dia suka banget
sayur daun singkong mba. Kadang saya beliin makanan yang kaya kue-
kue gitu buat dia yang penting perut ngga kosong.
20 P Gimana cara mama buat tetep bisa ngasih F makanan bergizi?
J Kerja terus saya. Apa aja saya lakuin, biar hidup pas-pasan yang penting
sampe dia ngga makan. Sediain makanan kesukaan dia kalo dia udah
susah makan. Kalo udah cape, saya ambilin aja nasi sama mi, saya
piringin, saya taruh aja di depan tivi, nanti dia makan sendiri.
VERBATIM IV

Pewawancara (P): Fety (peneliti)


Informan (J): D
Anak: Z

Berikut ini adalah verbatim berdasarkan pedoman wawancara yang sudah dibuat
sebelumnya.
1. P Mas, yang mas ketahui tentang makanan bergizi apa?
J Yang memenuhi kebutuhan badan anak
2. P Kalo menurut mas, gizi yang baik kaya gimana?
J Gizi seimbang. Kaya sayur mayur, lauk, pauk, buah ada.
3 P Kalo gizi yang baik buat anak HIV gimana mas?
J Yang bisa ningkatin kekebalan tubuhnya dia kaya bayam, jambu gitu gitu
mba
4 P Yang mas tau tentang makanan yang baik anak seperti Z gimana mas?
J yang ngga nimbulin dia sakit, kaya kacang ijo, telor, ikan, ayam, susu.
5 P Jadi kalo cara memberi makanan buat anak HIV gimana bu yang baik?
J Ngga khusus sih. Kalo orang tertentu yang ada kelainan mungkin
makanannya beda ya. Tapi kalo buat Z ngga sih, sama aja.
6 P Pernah punya pengalaman ngga mas Z sakt karna nga dikasih makanan
bergizi?
J Ngga sih. Dia kalo kecapean sakit. Kaya kemaren kan ke ciputat itu hujan
pulangnya, demam dia. Tapi kalo karna makanan ngga pernah.
7 P Mas tau ngga dampak kalo Z ngga dikasi makanan bergizi?
J Sering sakit kalo asupan gizinya kurang gitu. Mudah sakit.
8 P Kalo keuntungannya kalo Z dikasi makanan bergizi?
J Ngga cepet ngedrop ke anaknya. Kalopun ngedrop Cuma sesekali aja tapi
ngga sampe sakit lama gitu. Kaya demam biasa aja.
9 P Menurut mas, Z harus diberi makanan bergizi seperti apa biar kebutuhan
gizinya terpenuhi?
J Vitamin sama susu ngga boleh ngga dikasih mba. Kalo makanan sih ngga
harus yang mewah, yang penting bergizi tinggi. Kaya tempe, sayur
gitukan.
10 P Kalo menurut mas, kalo Z ngga dikasi makanan bergizi akibatnya apa?
J Ngedrop badannya. Bisa sakitnya panjang. Soalnya kena penyakit-
penyakit lain. Kan jadi gampang sakit.
11 P Pengaruhnya besar ngga mas kalo Z ngga dikas makkanan bergizi?
J Besar. kan jadinya bisa mempengaruhi kekebalan tubuh Z.
12 P Mas, siapa yang mempengaruhi mas untuk ngasi makanan bergizi buat Z?
J Dokter. Dokter suka nyaranin buat pilih makanan yang bisa bantu
kesehatan dia.
13 P Pengaruhnya gimana mas dukunan dari oran lain supaya mas
memberikan makanan bergizi?
J Jadi makin dapet pengetahuan sih ya. jadi tau anaknya harus dikasiih
makan apa, jadi lebih diperhatiin buat makan anak.
14 P Yang bikin mas mau memberikan makanan bergizi buat Z apa mas?
J Karena itukan kebutuhan dia. Kalo ngga terpenuhi ya kasian juga.
15 P Ada ngga mas hambatan selama memberikan makanan bergizi buat Z?
J Suka-suka dia sih makannya. Ngga bisa dipaksain jam segini harus
makan.tapi kalo udah minta makan, harus disediaain. Baru gtu.
Dikit juga sih dia makannya. Makannya badannya kurus.
16 P Gimana cara mas ngatasi hambatan tersebut?
J Diganjel dulu. Kalo ngga mau dikasih makanan lain dulu yang dia suka.
Kadang suka nanya juga, lagi mau makan apa?kalo dia yang mintakan
jadiny nanti dimakan.kadang lauknya aja dimakan.
17 P Mas yakin ngga bisa mengatasi hambatan ini?
J Yakin sih. Yang penting ada yang dia makan.
18 P Selama ini mas punya keinginan atau niat buat ngasih makan bergizi buat
Z?
J Ya tentu lah
19 P Apa usaha mas buat ngasih Z makanan bergizi?
J Sekemampuan kita aja. Apa yang ada kita kasih, yang penting memenuhi
kebutuhan dia
20 P Gimana cara mas buat mempertahankan tetep bisa ngasih Z makanan
bergizi?
J Paling ngga anaknya mau makan, mau jajan atau mau makan lauknya aja,
jadi ngga masuk angin.
VERBATIM V

Pewawancara (P): Fety (peneliti)


Informan (J): E
Anak: A

Berikut ini adalah verbatim berdasarkan pedoman wawancara yang sudah dibuat
sebelumnya.
1. P Menurut ibu makanan bergizi itu apa?
J Vitamin. Makanan yang kita makan sehari-hari.
2. P Kalo gizi yang baik menurut ibu gimana?
J Ya makanan yang kita makan sehari-hari, semua makanan baik. Telor,
susu, daging, sayur, buah.
3 P Kalo gizi yang baik buat anak HIV gimana bu?
J Sehari-hari makan yang baik. Kaya lauk, pauk, susu, buah, telor, daging,
sayur. Terus makannya teratur.
4 P Yang ibu tau tentang makanan yang baik buat A gimana bu?
J Sama aja kaya anak yang lain sih kaya sama makan ikan, makan daging,
sayur, ngga beda sama kita yang sehat. Cuman harus lebih banyak aja buat
dia mah dibandingin orang lain. Kaya daging, anak yang sehat mah satu
cukup, kalo dia harus dua.
5 P Kalo menurut ibu, cara memberi makanan buat anak HIV gimana bu yang
baik?
J Harus ditelatenin. Kalo bisa kita bikin sendiri makanan di rumah. Jadi dia
kenyang makan di rumah jadi ngga jajan diluar. Sayakan gitu mba. Suka
bikin bubur kacang ijo, ager, donat jadi A ngga jajan makanan diluar. Kan
kita ngga tau ya jajanan diluar mah udah macem-macem banget. Ngga
pernah dia jajan diluar.kan udah kenyang dari rumah. Kalo lagi main,
laper juga pulang ke rumah.
6 P Pernah ngga bu punya pengalaman, ngga ngasih A makanan bergizi terus
A sakit bu?
J Ngga sihh
7 P Tapi menurut ibu, kalo A ngga dikasih makanan bergizi ada dampaknya
apa bu buat A?
J Sakit-sakitan. Gampang sakit mba.
8 P Keuntungannya apa bu, kalo ibu kasih A makanan bergizi?
J Sehat. Ngga cepet sakit. Makanya diutamain dikasih makanan yang sehat.
9 P Bu, kalo menurut ibu, anak seperti A ini harus diberi makanan bergizi
seperti apa biar kebutuhan gizinya terpenuhi?
J Makanan yang dikasih harus bervitamin, biar ngga cepet sakit. Cuman A
sih dari dulu ngga suka saya kasih vitamin. Baru sekarang aja nih dia
minta neneknya beliin vitamin.
10 P Kalo menurut ibu, kalo A ngga dikasi makanan bergizi akibatnya apa bu?
J Ya sakit-sakitan. Tapi A mah ngga pernah sakit sih. Makannya dia mau.
11 P Besar ngga sih bu menurut ibu pengaruh kalo A ngga dikasih makanan
bergizi?
J Besar, makanya makanan diapun harus lebih besar dari orang lain.
12 P Bu, ada ngga orang yang mempengaruhi atau nyaranin ibu buat ngasih A
makanan bergizi?
J Ngga ada sih yang nyaranin. Dari pengalaman aja saya ngurus anak, terus
sekarang engkongkan sakit, jadi udah tau kalo orang sakit harus makan
apa. Udah biasa lah.kalo dokterkan suka nanya aja, gimana bu keadaan A,
sehat? Sehat dok. Tuh liat aja ngga bisa diem. Dokter mah udah pada
kenal dia semua, dokter nia, dokter nita. Habiskan kalo dateng langsung
salim. Kalo kata dokter nia mah A udah sehat. Jadi saya seneng aja,
berartikan saya udah bener ngasih makan A kaya gini.
13 P Pengaruhnya dari orang-orang tadi buat ibu apa bu?
J Ya saya jalanin aja. Kan nambah pengetahuan. Kalo baik kenapa kita
ngga jalanin kan?
14 P Yang bikin ibu mau memberikan makanan bergizi buat A apa bu?
J Pengen anaknya sehat mba. Lagian A mah doyan banget makan. Tau dia,
kalo udah jam 12 itu udah waktunya makan.
15 P Kalo hambatannya buat ngasih makan makanan bergizi buat A ada bu?
J Ngga ada hambatan sih mba. Udah biasa, ngerawat engkong sama A juga.
Jalanin aja.
16 P Jadi ibu ngerasa ngga ada hambatan buat kasih makanan bergizi buat A
J Ya, apa ya. Biar pas-pasan gini mah mba, kalo rejeki mah ada aja. Ibu
tinggal disini kan bukan rumah ibu. Numpang ibu. Ngga bayar. Ibu juga
masih suka dipanggil buat ngerawat nenek-nenek disekitar sini, A juga
kan suka ada aja dapet uang, susu, sembako, buku, yang dari yayasan, dari
tetangga, dari pa haji yang punya rumah ini.
17 P Jadi ibu yakin bisa ngatasi hambatan tadi?
J Yakin aja. Selama ibu maasih bisa kerja mah mba fety. Toh selama ini
juga begini. Enjoy aja ibu mah (tersenyum sumringah)
18 P Selama ini ibu punya keinginan atau niat buat ngasih makan bergizi buat
F?
J Iya mba, pingin banget
19 P Apa bu usaha ibu buat ngasih F makanan bergizi?
J Kalo buat makanan kita ngikutin si A. biasanya dia yang minta mau
makan apa gitu. Saya selalu bikin cemilan sendiri mba kaya donat, kacang
ijo, ager, kolak, jadi dia ngga jajan diluar.
20 P Gimana cara ibu buat mempertahankan tetep bisa ngasih F makanan
bergizi?
J Kalo cape ngurusi A sama engkongnya mah saya bawa enjoy aja.

Anda mungkin juga menyukai